BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian - PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN POE (PREDICT OBSERVE EXPLAIN) TERHADAP AKTIVITAS BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 PATIKRAJA - repository perpustakaan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

  Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang “ Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran POE (Predict Observe Explain) Terhadap Peningkatan Aktivitas Belajar Biologi Siswa Kelas XI SMA N Patikraja” diperoleh data penelitian yang berupa data aktivitas belajar dan data hasil belajar yang berupa nilai Pre-test dan Post-test.

4.1.1 Data Aktivitas Belajar Siswa

  Aktivitas belajar siswa yang dilakukan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berupa aktivitas kognitif dan psikomotor. Aktivitas kognitif yang diamati meliputi mengamati, mengidentifikasi, menjelaskan, serta menyimpulkan. Sedangkan aspek psikomotor yang diamati ialah mengkomunikasikan. Pada kegiatan belajar mengajar model yang dilakukan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol menggunakan dua model yang berbeda. Pada kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran POE (Predict Observe Explain) dan pada kelas kontrol menggunakan model pembelajaran group investigations.

  Data hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan aktivitas belajar siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol selama proses pembelajaran. Data tersebut disajikan dalam Tabel 4.1 dan Gambar 4.1 serta Lampiran 3.7

  48

Tabel 4.1 Prosentase Rata-Rata Aktivitas Belajar Siswa Pada Kelas Eksperimen

  Dan Kelas Kontrol Keterangan : SB : Sangat Baik B : Baik C : Cukup K : Kurang

  Data hasil analisis aktivitas belajar siswa menunjukan adanya perbedaan prosentase rata-rata aktivitas belajar siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1

  

Mengamati Mengidentifikasi

100 100

  80

  80

  60

  60

  40

  40

  20

  20 SB B C K SB B C K

Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol

Gambar 4.1 Diagram Batamg Prosentase Aktivitas Belajar Siswa pada Kelas

  60

  

Mengkomunikasikan

Eksperimen Kontrol

  80 100

SB B C K

  60

  40

  20

  Menyimpulkan Eksperimen Kontrol

  80 100 SB B C K

  40

  Eksperimen dan Kelas Kontrol

  20

  Menjelaskan Eksperimen Kontrol

  80 100 SB B C K

  60

  40

  20

4.1.2 Data Hasil Belajar Siswa ( Nilai Pretest dan Posttest)

  Data hasil belajar siswa berupa nilai pretest dan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi seperti pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.2 serta Lampiran 3.6

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi nilai pre-test dan post-test kelas eksperimen dan

  kelas kontrol

  

Eksperimen

  30

  25 si n

  20 e u

  15 k

  Pre-Test

  10 re F

  5 Post-Test 10-20 21-30 31-40 41-50 51-60 61-70 71-80 Interval Nilai

  

Kontrol

  30

  25 si n

  20 e u

  15 k

  Pre-Test

  10 re F

  5 Post-Test 10-20 21-30 31-40 41-50 51-60 61-70 71-80 Interval Nilai

Gambar 4.2 Diagram Batang Distribusi Frekuensi Nilai Pretest dan Nilai

  Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

  Berdasarkan hasil analisis dari rata-rata nilai pretest dan posttest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, menunjukan adanya peningkatan nilai yang berbeda dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Perbedaan nilai pretest dan posttest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol tersaji pada Tabel 4.3 dan

  Gambar 4.3

Tabel 4.3 Perbandingan Nilai Rata-Rata Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen

  Dan Kelas Kontrol

  Perbandingan Nilai Rata-Rata

  60

  40 Eksperimen Kontrol 20 pretest posttest

  

Peningkatan

  60

  50

  40

  30

  20

  10 Peningkatan

eksperimen kontrol

Gambar 4.3 Diagram Batang Perbandingan Rata-Rata Pretest dan Posttest

  serta peningkatan Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol

4.1.3 Hasil Analisis Hasil Belajar (Uji Prasyarat)

  Untuk mengetahui korelasi atau hubungan antara model POE (Predict

  Observe Explain ) terhadap aktivitas belajar siswa, maka perlu dilakukan analisis

  terhadap data hasil belajar yang berupa nilai pretest dan nilai posttest. Sebelum dilakukan uji hipotesis, maka dilakukan uji prasyarat. Uji prasyarat digunakan adalah uji normalitas dan uji homogenitas.

A. Uji Normalitas

  Uji normalitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak (Uyanto,2009). Uji normalitas menggunakan SPSS 20.0. Hasil dari uji normalitas menunjukan bahwa hasil nilai Pre-test baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol bersifat tidak normal. Hasil uji normalitas untuk Post-test baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol bersifat normal. Hasil uji normalitas untuk nilai pretest dan posttest tersaji pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.4 serta

  Lampiran 4.1

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas terhadap Nilai Pre-test dan Post-test Kelas

  Eksperimen dan Kelas Kontrol Melalui Program SPSS 20.0

  

Pre-Test

Post-Test

Gambar 4.4 Histogram Normalitas Nilai Pre-test dan Post-test Pada Kelas

  Eksperimen dan Kelas Kontrol Melalui SPSS 20.0 Hasil uji normalitas pada nilai pretest pada kelas eksperimen dan pada kelas kontrol menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan dan tidak berdistribusi normal. Hal tersebut dilihat dari nilai signifikan < 0,05. Pada uji normalitas untuk nilai posttes menunjukan ada hubungan yang signifikan bahwa nilai posttest untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal. Hal tersebut dilihat dari nilai signifikan > 0,05 (Riduwan, 2014).

B. Uji Homogenitas

  Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui data nilai pretest dan

  posttest memiliki data variasi yang homogen atau tidak (Riduwan,2014). Uji

  homogenitas dilakukan menggunakan SPSS 20.0. Hasil uji data homogenitas dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Lampiran 4.1

Tabel 4.5 Hasil Uji Homogenitas Terhadap Nilai Pre-test dan Post-test Kelas

  Eksperimen dan Kelas Kontrol Melalui SPSS 20.0 Pada uji homogenitas taraf uji signifikansi menunjukan bahwa data nilai

pretest dan nilai posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol bersifat homogen.

  Hal tersebut dibuktikan dengan hasil signifikansi yaitu > 0.05.

4.1.4 Uji Hipotesis

  Data hasil uji prasyarat menunjukan data nilai posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal dan homogen, maka selanjutnya akan dilanjutkan dengan mengguanakan uji hipotesis. Uji hipotesis yang akan dilakukan adalah uji korelasi dan uji komparasi.

A. Uji Korelasi

  Uji korelasi yang digunakan adalah korelasi Pearson Product Moment. Uji ini digunakan untuk mengetahui adakah hubungan antara aktivitas belajar siswa terhadap model pembelajaran POE yang berupa data nilai posttest baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol (Riduwan, 2014). Uji korelasi dilakukan dengan menggunakan program SPSS 20.0.

  Penentuan data signifikan atau tingkat korelasi menggunakan kriteria sebagai berikut :  Jika Sig. < 0.05, maka data tersebut berarti signifikan, atau dapat diartikan bersifat adanya korelasi.

   Jika Sig. > 0.05, maka data tersebut berarti tidak signifikan , atau dapat diartikan bersifat tidak adanya korelasi.

  Untuk kriteria interpretasi korelasi berdasarkan kategori yang dikemukakan oleh Riduwan (2014) adalah sebagai berikut :

  Interval Korelasi Tingkat Hubungan

  0,000 – 0,199 Sangat rendah 0,200 Rendah

  • – 0,399 0,400 Cukup – 0,599

  0,600 Kuat

  • – 0,799 0,800 – 1,000 Sangat kuat

  (Riduwan,2014)

  a. Uji Korelasi Model Pembelajaran terhadap Aktivitas Belajar Siswa Hasil uji korelasi antara aktivitas belajar siswa dengan model pembelajaran baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan Lampiran 4.2

Tabel 4.6 Hasil Uji Korelasi antara Model Pembelajaran POE terhadap Aktivitas

  Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol melalui Program SPSS 20.0 b. Uji Korelasi antar Aktivitas Belajar Siswa

Tabel 4.7 Hasil Uji Korelasi antar Aktivitas Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan

  Kelas Kontrol melalui Program SPSS 20.0 Hasil Uji Korelasi Aktivitas Kelas Eksperimen Hasil Uji Korelasi Aktivitas Kelas Kontrol Keterangan : S : Signifikan TS : Tidak Signifikan

  Hasil uji korelasi menunjukan bahwa model pembelajaran POE (Predict

  

Observe Explan) pada kelas eksperimen seluruhnya memiliki hubungan dengan

  aktivitas belajar siswa, sedangkan pada kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran group investigations sebagian besar tidak memiliki hubungan terhadap aktivitas belajar siswa.

  Untuk mengetahui perbandingan aktivitas belajar siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol perlu dilakukan uji komparasi.

B. Uji Komparasi

  Hasil uji komparasi menunjukan bahwa aktivitas belajar siswa kelas eksperimen lebih baik dibandingkan kelas kontrol dengan signifikansi 0,000.

  Hasil uji komparasi dapat dilihat pada Tabel 4.8 dan Lampiran 4.2

Tabel 4.8 Hasil Uji Komparasi Aktivitas Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan

  Kelas Kontrol melalui Program SPSS 20.0

4.2 Pembahasan

  Penggunaan model pembelajaran POE (Predict Observe Explain) pada kelas eksperimen dan model group investigations pada kelas kontrol dalam penelitian ini keduanya mempengaruhi peningkatan aktivitas belajar siswa dikelas masing-masing. Namun, model pembelajaran POE berdasarkan data pengamatan tingkat keterpengaruhannya lebih baik dibandingkan model group investigations

  (Tabel 4.1 dan gambar 4.1). Hal tersebut terjadi karena pada model

  pembelajaran POE menekankan pada aktivitas belajar secara mandiri dalam kegiatan pembelajarannya. Siswa difasiltasi untuk mampu mengemukakakan pendapatnya berdasarkan prediksi. Sementara model pembelajaran group

  investigations hanya menekankan pada investigasi terhadap suatu topik atau masalah pada kelompoknya saja, dan kurangnya tingkat pemahaman pada topik yang dibahas oleh kelompok lainnya.

  Warsono & Hariyanto (2014) menyatakan, model POE dalam pembelajarannya siswa diarahkan untuk melakukan tahap-tahap pembelajaran, diantaranya predic (Memprediksi), observe (Mengamati) dan explain (Menjelaskan). Pada tahapan predict siswa difasilitasi untuk membuat dugaan atau prediksi fenomena yang akan terjadi terhadap permasalahan yang diinformasikan oleh guru. Selama proses ini siswa diberikan kebebasan seluas- luasnya menyusun dugaan dengan alasannya. Semakin banyak muncul dugaan dari siswa, guru akan mengerti bagaimana konsep dan pemikiran siswa tentang permasalahan yang diajaukan. Hal ini penting bagi guru dalam membantu siswa untuk membangun konsep yang benar. Dengan membuat prediksi maka siswa akan berusaha untuk melakukan observasi dengan cermat. Dan siswa akan termotivasi untuk mengetahui jawaban yang sesungguhnya dari materi sistem transpor membran dan reproduksi sel.

  Tahapan yang kedua yaitu observe. Pada tahap ini siswa difasilitasi untuk melakukan pengamatan atau percobaan dan mengamati apa yang akan terjadi.

  Siswa melakukan percobaan untuk menguji prediksi yang mereka sampaikan. Dalam tahapan ini guru dibantu dengan Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Dalam Lembar Kegiatan Siswa (LKS) memfasilitasi siswa untuk melakukan pengamatan contohnya pada saat mengamati proses difusi, osmosis dan fase-fase pembelahan.

  Dengan melakukan pengamatan diharapkan dapat menumbuhkan sikap ilmiah dan rasa ingin tahu yang tinggi serta melatih siswa berpikir kritis. Pembelajaran dengan melakukan pengamatan secara langsung memberikan pengalaman nyata sehingga siswa akan lebih mengingat dan memahami materi (Suyono & Hariyanto, 2012).

  Tahap ketiga yaitu explain, merupakan tahap pemberian penjelasan. Siswa memberikan penjelasan tentang kesesuaian antara dugaan dengan hasil eksperimen dari tahap observe. Pada tahap ini siswa akan diberikan waktu untuk menjelaskan diskusi dari permasalahan yang ada di Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Pada Lembar Kegiatan Siswa (LKS) memfasilitasi siswa untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi proses difusi dan osmosis. Siswa menjelaskan hasil pengamatan kepada siswa lain dengan mempresentasikannya didepan kelas secara berkelompok. Apabila hasil prediksi sesuai dengan observasi, maka siswa akan semakin yakin akan konsepnya. Akan tetapi, jika dugaan tidak tepat maka siswa dapat mencari penjelasan ketidaktepatan prediksinya. Siswa akan mengalami perubahan konsep dari konsep yang tidak benar menjadi benar. Pada tahap ini siswa dapat belajar dari kesalahan sehingga tidak mudah dilupakan. Siswa lebih mudah membangun pemahaman apabila dapat mengkomunikasikan gagasannya kepada siswa lain atau guru (Yamin & Ansari, 2009).

  Keunggulan model pembelajaran POE dapat digunakan untuk menggali gagasan dan konsep awal yang dimiliki oleh siswa. Selain itu, dengan melakukan pengamatan secara langsung siswa akan memiliki kesempatan untuk membandingkan antara teori (dugaan) dengan kenyataan. Dengan demikian siswa akan lebih meyakini kebenaran materi pembelajaran. keberhasilan pembelajaran tidak hanya dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh siswa saja, tetapi juga dari segi prosesnya (Sudjana, 2012), sehingga model pembelajaran POE yang diterapkan pada kelas eksperimen memperoleh hasil yang lebih baik dibandingan model group investigations yang diterapkan pada kelas kontrol. Hal ini terjadi karena model group investigations hanya menekankan pada investigasi terhadap suatu topik. Setiap kelompok menerima topik materi yang berbeda-beda sehingga dapat terjadi kemungkinan setiap kelompok hanya memahami materi yang diterimanya. Hal ini menjadikan aktivitas belajar kurang berkembang karena cenderung hanya mengasah aspek mengingat dan menghafal. Proses yang demikian secara tidak langsung menyebabkan aktivitas belajar siswa tidak berkembang yang berakibat pada kurang baiknya hasil belajar. Kontribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang dan siswa yang memiliki prestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan, hal ini disebabkan oleh peran anggota kelompok yang pandai lebih dominan. Aktivitas yang diamati pada penelitian ini baik pada model pembelajaran POE dan group investigations terdapat perbedaan. Hal itu terjadi karena penekanan orientasi pembelajaran yang berbeda. Adapun aktivitas-aktivitas tersebut yaitu mengamati, mengidentifikasi, menjelaskan, menyimpulkan dan mengkomunikasikan.

  Aktivitas belajar siswa yang pertama adalah mengamati. Aktivitas mengamati pada kelas eksperimen memperoleh prosentase kriteria sangat baik (SB) sebesar 27,7% dan kriteria baik (B) sebesar 52,7% . Hal tersebut terjadi karena model pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan pengamatan, dan membandingkan dengan prediksi awal. Siswa diajak untuk memprediksi kemungkinan apa yang akan mereka temui pada saat mengamati objek. Selanjutnya siswa mendiskusikan antara hasil prediksi dengan pengamatan yang telah mereka lakukan. Jika siswa sejak awal diminta untuk melakukan prediksi maka mereka akan berusaha melakukan observasi dengan cermat dan rasa ingin tahu pada diri mereka akan muncul. Untuk membuktikan prediksi dengan hasil pengamatan siswa dipandu dengan menggunakan Lembar Kegiatan Siswa (LKS). LKS memfasilitasi siswa untuk melakukan pengamatan contohnya saat mengamati proses difusi dan osmosis. Melakukan pengamatan secara langsung siswa akan lebih mengingat dan memahami materi, karena pembelajaran Biologi adalah melihat (seeing) dan melakukan (doing), sehingga dalam memahami pembelajaran IPA atau Biologi siswa harus melihat dan melakukan pengamatan terhadap materi. Siswa diarahkan untuk melakukan pengamatan, hal ini bertujuan agar siswa tidak hanya belajar dengan cara menghafal tetapi siswa lebih diarahkan untuk membangun dan memahami konsep itu sendiri ( Rahayu, 2015). Namun, pada kelas kontrol prosentase rata-rata aktivitas mengamati kriteria sangat baik (SB) sebesar 5,26% dan baik (B) 23,6%, hasil tersebut lebih rendah dibandingkan dengan kelas eksperimen. Hal tersebut terjadi karena siswa hanya diberikan suatu pengarahan tanpa melakukan prediksi atau dugaan terlebih dahulu. Jadi tidak ada konsep awal pada siswa kelas kontrol. Hal demikian dapat menyebabkan pengetahuan dan pengalaman belajar mereka tidak akan tertanaman untuk jangka waktu yang cukup lama, karena tidak ada hal yang membuat siswa berkesan.

  Aktivitas mengidentifikasi pada kelas eksperimen memperoleh prosentase kriteria sangat baik (SB) sebesar 16,6% dan baik (B) 61,1%. Hal tersbut terjadi karena Lembar Kegiatan Siswa (LKS) menekankan pada aktivitas mengidentifikasi yaitu siswa dituntut untuk mencari, menemukan, mengumpulkan, mencatat data dan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi difusi dan osmosis. Memberikan kesempatan untuk aktif dalam hal mengidentifikasi yang diamati siswa akan termotivasi untuk dapat memunculkan pemahaman baru bagi siswa sehingga dapat membuktikan prediksi mereka dengan hasil pengamatan yang sebenarnya dan membangun pemahaman terhadap materi yang sedang dipelajari serta akan cenderung untuk mengingatnya. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Dimyati dan Mudjiono (2009), yang menyatakan bahwa belajar yang baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Mengidentifikasi objek yang diamati siswa akan menjadi lebih aktif menemukan sendiri informasi yang mereka butuhkan. Sedangkan pada kelas kontrol, prosentase aktivitas mengidentifikasi pada kriteria sangat baik (SB)sebesar 2,63% , baik (B) 15,7% hasil tersebut lebih rendah dibandingkan kelas eksperiman. Hal tersebut terjadi karena pada model pembelajaran ini siswa yang yang lebih pandai yang dominan untuk mengerjakan.

  Setelah siswa mengidentifikasi, maka aktivitas menjelaskan dan menyimpulkan akan berkembang. Aktivitas menjelaskan pada kelas eksperimen memperoleh prosentase kriteria sangat baik (SB) sebesar 19,4% dan baik (B) 63,8% . Hal tersebut terjadi karena model pembelajaran POE menekankan aktivitas Explain yang berarti menjelaskan. Aktivitas menyimpulkan kelas eksperimen memperoleh prosentase kriteria sangat baik (SB) 22,2% dan baik (B) 58,3%. Setelah siswa melakukan identfikasi dan menemukan informasi, maka dalam diri siswa akan muncul keinginan untuk menjelaskan. Hal ini sangat bermanfaat untuk mengungkapkan adanya kesalahan konsep dari para siswa mengenai teori yang bersangkutan, serta mengembangkan pemahaman para siswa.

  Di dalam Lembar Kegiatan Siswa (LKS) setelah melakukan identifkasi faktor yang mempengaruhi, selanjutnya siswa menjelaskan faktor yang mempengaruhi tersebut dan bagaimana prosesnya. Misalnya suhu, semakin tinggi suhu maka proses difusi semakin cepat.

  Kemampuan menyimpulkan tergantung pada tingkat pemahaman siswa, jadi apabila siswa telah paham dengan konsep materi tersebut maka siswa dapat menyimpulkannya. Hal ini dapat digunakan oleh guru sebagai bahan pertimbangan menyusun rencanya pembelajaran selanjutnya. Sesuai dengan pendapat dari Kurnia (2014) yang menyatakan bahwa kemampuan siswa dalam menyimpulkan sangat bergantung pada tingkat pemahaman siswa terhadap tujuan kegiatan. Sedangkan pada kelas kontrol prosentase aktivitas menjelaskan pada kriteria sangat baik (SB) sebesar 2,63% dan kriteria baik 10,5% dan pada aktivitas menyimpulkan pada kriteria sangat baik (SB) 2,63% dan baik 50,0% . Kondisi tersebut terjadi karena siswa hanya mengerjakan LKS yang diberikan oleh guru dan menjawabnya, tanpa membuat prediksi terlebih dahulu pada awal pembelajaran. Siswa pada kelas kontrol hanya menghafalkan jawabannya tanpa mengembangkan pemahaman konsep sehingga kemampuan menjelaskan tidak berkembang. Menurut Nawawi dkk (2013), bahwa kurangnya partisipasi aktif siswa dalam setiap kegiatan pembelajaran dalam memahami konsep-konsep, mengakibatkan pemahaman konsep materi masih kurang optimal sehingga hasil belajar yang dicapai siswa masih rendah. Model group investigations guru yang memberikan penjelasan singkat disertai dengan kesimpulan, sehingga aktivitas menyimpulkan tidak berkembang.

  Aktivitas mengkomunikasikan kelas eksperimen memperoleh prosentase pada kriteria sangat baik (SB) 16,6% dan baik (B) 61,1% . Hal ini terjadi karena model pembelajaran POE ini menekankan siswa untuk menjelaskan atau mempresentasikan hasil pengamatannya dengan prediksi awal siswa, apakah sesuai atau tidak. Menjelaskan dan melakukan evaluasi terhadap prediksinya sendiri serta mendengarkan prediksi rekannya yang lain, para siswa dapat menilai sendiri pembelajarannya serta mengkonstruksi makna baru. Tingginya aktivitas psikomotor ini membuktikan bahwa adanya ketertarikan dari aktivitas kognitif yang telah dilakukan pada saat pembelajaran. Hal tersebut sesuai dengan penelitian dari Puriyandari (2014), yang menyatakan bahwa model pembelajaran POE dapat meningkatkan prestasi belajar siswa yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil yang didapatkan pada kelas kontrol lebih rendah dengan prosentase sangat baik (SB) 5,26% dan baik (B) 23,6% . Hal ini disebabkan karena pada kelas kontrol hanya juru bicara kelompok saja yang menyampaikan hasil diskusi kelompok, sehingga aktivitas mengkomunikasikan antar siswa kurang berkembang atau tidak berkembang. Pada kelas eksperimen model POE menuntut siswa untuk mengkomunikasikan dan saling berdikusi atau tanya jawab antar kelompok sehingga menciptakan suasana yang aktif dan terjadi komunikasi antar siswa lain yang menyebabkan kemampuan mengkomunikasikan pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Sesuai dengan pendapat Suprijono (2010), bahwa berdiskusi dengan kelompok dapat membuka kesempatan siswa untuk mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman.

  Berdasarkan data tersebut menunjukan bahwa aktivitas belajar siswa pada kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol. Hal tersebut terjadi karena penggunaan model pembelajaran yang berbeda, pada kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran POE, pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa dituntut aktif mulai dari awal pembelajaran yaitu membuat prediksi, melakukan pengamatan hingga menjelaskan prediksi dengan hasil pengamatannya. Sedangkan pada kelas kontrol menggunakan model pembelajaran

  group investigations, belajar group dengan topik tertentu menyebabkan setiap

  siswa tidak paham dengan semua materi, dan hanya siswa yang pandai yang lebih dominan, sehingga dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa model pembelajaran POE lebih baik dibandingkan model group investigations.

  Kelima aktivitas belajar siswa yang diamati secara keseluruhannya mempengaruhi hasil belajar siswa. Data hasil belajar diperoleh dari nilai pretest dan post-test. Hasil rata-rata nilai pretest pada kelas eksperimen sebesar 14,6 sedangkan kelas kontrol sebesar 18,3 (Tabel 4.3 dan Gambar 4.3). Dari hasil rata-rata nilai pretest tersebut menunjukan adanya selisih nilai yang tidak berbeda makna. Hal tersebut menunjukan bahwa kedua kelas tersebut memiliki kondisi kelas yang sama untuk dijadikan sampel penelitian. Data hasil belajar siswa yaitu rata-rata nilai post-test kelas eksperimen sebesar 54,5 sehingga memperoleh peningkatan sebesar 39,9 hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yaitu rata-rata nilai post-test sebesar 15,7 dengan peningkatan 15,7 (Tabel 4.3 dan Gambar 4.3). Hal tersebut terjadi karena pada model pembelajaran POE menerapkan pemahaman siswa melalui serangkaian aktivitas memprediksi, mengamati, dan menjelaskan. Pada dasarnya konsep yang diperoleh melalui suatu penemuan atau pengamatan akan lebih berkesan dibandingkan dengan konsep yang hanya diberikan secara langsung oleh guru, atau dari kajian pustaka. Kurangnya pemahaman siswa mengenai materi yang dibahas berdampak pada hasil belajar yang kurang optimal. Sesuai dengan penelitian Firdos dkk (2013) yang menyatakan bahwa model pembelajaran POE dapat meningkatakan aktivitas kognitif dan psikomotor, karena siswa tidak hanya diajak untuk mengamati objek pembelajaran saja, tetapi siswa dituntut untuk mencari pengetahuan dan menuntut siswa untuk aktif dan berfikir kritis.

  Aktivitas belajar siswa secara keseluruhan untuk kelas eksperimen berpengaruh dan berkorelasi terhadap tercapainya hasil belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran. Hal tersebut sesuai dengan hasil analisis dengan menggunakan uji hipotesis korelasi Product Moment yang menunjukan bahwa lima indikator aktivitas belajar siswa berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada kelas eksperimen. Hubungan atau korelasi antara aktivitas belajar siswa dengan nilai post-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat dari analisis yang Sig. (signifikan). Hubungan aktivitas belajar siswa dengan model pembelajaran pada kelas eksperimen secara garis besar terlihat sangat kuat dan pada kelas kontrol terlihat rendah (Tabel 4.6). Siswa yang melakukan aktivitas belajar dengan baik akan memperoleh kemampuan kognitif dengan baik sehingga hasil belajar yang diperoleh juga baik. Oleh karena itu siswa dituntut untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran. Data hasil belajar siswa menunjukan bahwa kedua model pembelajaran baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol memiliki pengaruh terhadap hasil belajar siswa, sehingga perlu dilakukan uji untuk mengetahui pengaruh mana yang lebih baik dari kedua model pembelajaran tersebut terhadap aktivitas belajar siswa. Untuk mengetahuinya dilakukan menggunakan uji komparasi Independent-Sampel T-Test (Tabel 4.8). Hasil uji komparasi yaitu nilai signifikansi 0.000 yang berarti bahwa kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen nilai Mean yaitu 2,64 dan kelas kontrol 2,16.

  Berdasarkan kelima aktivitas yang dikembangkan dalam penelitian menunjukan bahwa aktivitas satu dengan aktivitas yang lainnya saling berhubungan (Tabel 4.7). Hal tersebut terjadi karena pada saat kegiatan pembelajaran siswa tidak hanya melakukan satu aktivitas, melainkan melakukan banyak aktivitas yang berkesinambungan. Pada saat kegiatan pembelajaran siswa tidak hanya melakukan pengamatan tetapi siswa mengidentifikasi dan mencari informasi tentang permasalahan yang dihadapi.

  Berdasarkan hasil penelitian aktivitas belajar siswa pada kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol. Hal tersebut ditunjukan rata-rata prosentase aktivitas belajar kelas ekperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Adanya perbedaan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi bisa datang dari dalam diri siswa itu sendri atau internal dan dari luar diri siswa atau eksternal. Faktor internal terdiri dari ciri khas siswa, sikap terhadap belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar, mengolah bahan ajar, menggali hasil belajar, rasa percaya diri dan kebiasaan belajar. Faktor eksternal terdiri dari faktor guru, lingkungan sosial, kurikulum sekolah, sarana dan prasarana (Aunurrahman,2011).

  Dalam kegiatan pembelajaran model POE dipandu dengan menggunakan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) beserta dengan materi ajar. Dalam Lembar Kegiatan Siswa (LKS) terdapat aktivitas yang harus dikembangkan pada diri siswa, meliputi aktivitas mengamati, mengidentifikasi, menjelaskan, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Aktivitas tersebut dapat diamati pada saat siswa melakukan kegiatan memprediksi, pengamatan,berdiskusi kelompok, mempresentasikan hasil serta menyimpulkan pembelajaran. aktivitas belajar yang tinggi mampu meningkatkan hasil belajar yang tinggi pula. Penggunaan model pembelajaran model POE mengarahkan siswa untuk menggali pengetahuan yang dimilikinya. Siswa mengkonstruksi pengetahuan yang telah dimiliki dengan menghubungkan dengan materi pembelajaran. Siswa mengidentifikasi peristiwa yang terjadi hingga memperoleh konsep materi yang diajarkan. Mengalami aktivitas, mengamati, mengidentifikasi dan menyimpulkan, siswa belajar dari peristiwa nayata yang dialami sehingga mereka mampu memperoleh pengetahuan yang bermakna. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Atriyanti dkk (2015) yang menyatakan bahwa model pembelajran POE dapat membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan sendiri dan terlibat secara aktif dalam seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran, sehingga dapat membantu guru dalam meningkatkan pemahaman konsep, dan nilai sikap siswa.

  Berdasarkan rangkaian uraian tersebut maka diketahui bahwa dengan menggunakan model pembelajaran POE (Predict Observe Explain) berpengaruh terhadap aktivitas belajar siswa kelas XI SMA Negeri 1 Patikraja pada mata pelajaran biologi.