3.1. RTRW NASIONAL - DOCRPIJM 1501125940BAB 3 RPI2JM Bone RTRW Arahan Spasial (1)

  Ba b RTRW Sebagai Ar ahan Spasi al Penyusunan RPI2JM

3.1. RTRW NASIONAL

  3.1.1. Tujuan Pemanfaatan Ruang Nasional Tujuan nasional pemanfaatan ruang adalah pemanfaatan ruang wilayah nasional secara

berhasil guna dan berdaya guna untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan

keamanan.

  Untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu

dirumuskan arah kebijakan dan strategi pengembangan pola pemanfaatan ruang nasional berupa

pemanfaatan kawasan lindung, kawasan budidaya (termasuk dengan pertahanan dan keamanan),

dan kawasan tertentu, beserta arah kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang berupa

sistem perkotaan, sistem transportasi, dan sistem infrastruktur wilayah pendukung lainnya.

  3.1.2. Struktur Ruang Wilayah Nasional Struktur ruang wilayah nasional disusun berdasarkan arahan pengembangan sistem pusat

permukiman nasional, arahan pengembangan sistem jaringan transportasi nasional, arahan

pengembangan jaringan prasarana tenaga kelistrikan nasional, arahan pengembangan jaringan

telekomunikasi nasional, dan arahan pengembangan sistem prasarana sumberdaya air nasional

1. Arahan Pengembangan Sistem Pusat Permukiman Nasional

  Arahan pengembangan sistem pusat permukiman nasional meliputi arahan pengembangan pusat permukiman perkotaan dan pusat permukiman perdesaan.

  Pusat permukiman perkotaan mempunyai fungsi: a. ekonomi, yaitu sebagai pusat produksi dan pengolahan barang;

  b. jasa perekonomian, yaitu sebagai pusat pelayanan kegiatan keuangan/bank, dan/atau sebagai pusat koleksi dan distribusi barang, dan/atau sebagai pusat simpul

transportasi, pemerintahan, yakni sebagai pusat jasa pelayanan pemerintah;

  c. jasa sosial, yaitu sebagai pusat pemerintahan, pusat pelayanan pendidikan, kesehatan, kesenian, dan/atau budaya.

  Dalam lingkup kawasan perdesaan, pusat-pusat permukiman perdesaan juga memiliki fungsi yang sama sebagai pusat pelayanan kegiatan budidaya, meskipun dalam skala kegiatan yang lebih kecil dan terbatas. Arahan pengembangan pusat pertumbuhan perdesaan diselaraskan dengan pusat permukiman perkotaan yang melayaninya sehingga secara keseluruhan pusat-pusat permukiman saling terkait dan berjenjang, serta saling sinergis dan saling menguatkan perkembangan kota dan desa.

2. Arahan Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Nasional

  Arahan pengembangan sistem jaringan transportasi nasional mencakup sistem jaringan transportasi darat, sistem jaringan transportasi laut, dan sistem jaringan transportasi udara. Jaringan transportasi nasional merupakan sistem yang memperlihatkan keterkaitan kebutuhan dan pelayanan transportasi antarwilayah dan antarkota dalam ruang wilayah nasional, serta keterkaitannya dengan jaringan transportasi internasional. Arahan pengembangan sistem jaringan transportasi nasional bertujuan untuk menciptakan keterkaitan antar pusat-pusat permukiman nasional dan mewujudkan keselarasan dan keterpaduan antara pusat-pusat permukiman dengan sektor-sektor kegiatan ekonomi masyarakat. Pengembangan sistem jaringan transportasi nasional dilakukan secara terintegrasi antara transportasi darat, laut, dan udara yang menghubungkan antar pulau, pusat permukiman dan kawasan produksi, sehingga terbentuk kesatuan untuk menunjang kegiatan sosial-ekonomi dan pertahanan keamanan negara dalam rangka memantapkan kesatuan wilayah nasional. Sistem jaringan transportasi darat mencakup jaringan jalan, jaringan rel, serta jaringan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan. Sistem jaringan transportasi laut mencakup pelabuhan laut dan alur pelayaran. Sistem jaringan transportasi udara mencakup bandar udara dan ruang lalu lintas udara.

  Dengan memperhatikan perkiraan arus penumpang dan barang, lintas, dan kondisi jaringan jalan kereta api yang ada, demikian pula untuk wilayah Pulau Sulawesi direncanakan pengembangan jalan kereta api yang melayani angkutan khusus. Jaringan transportasi sungai, danau dan penyeberangan meliputi alur pelayaran sungai, alur pelayaran danau, dan alur penyeberangan, yang terdiri atas trayek utama dan trayek pengumpan.

  a. Trayek utama dikembangkan untuk menghubungkan:

  • antara pusat-pusat produksi dengan outlet utama dan
  • antar pelabuhan sungai dan danau yang berfungsi sebagai pusat pengumpul dan distribusi

  b. Trayek pengumpan dikembangkan untuk menghubungkan:

  • pusat-pusat produksi dengan outlet pengumpan
  • antara pelabuhan sungai dan danau yang berfungsi sebagai pusat pengumpul dan distibusi dengan pelabuhan yang bukan berfungsi sebagai pusat pengumpul dan distribusi, atau
  • antar pelabuhan sungai dan danau yang bukan berfungsi sebagai pusat pengumpul dan distribusi Selain ketiga penyeberangan di atas, jaringan transportasi penyeberangan dikenal pula dengan penyeberangan antar negara yang menghubungkan jaringan jalan dan atau jaringan jalur kereta api lintas negara, lintas penyeberangan antar provinsi yang menghubungkan jaringan jalan dan atau jaringan jalur kereta api lintas provinsi terutama di wilayah berkarakteristik kepulauan, lintas penyeberangan antar kabupaten/kota yang menghubungkan jaringan jalan dan atau jalur kereta api lintas kabupaten/kota dalam satu provinsi atau antar provinsi, terutama di wilayah dengan karateristik kepulauan, dan lintas penyeberangan dalam kabupaten/kota yang memiliki karakteristik kepulauan.Provinsi Sulawesi Selatan, merupakan salah satu prioritas jaringan transportasi penyeberangan lintas tengah yaitu jaringan transportasi penyeberangan lintas tengah Palembang – Jayapura melalui Banjarmasin, Ujung Pandang, Kendari, Ambon, Sorong, Biak. Dalam RTRWN ditetapkan Pelabuhan Makassar sebagai pelabuhan internasional, dan Pelabuhan Pare-pare sebagai pelabuhan nasional.Jaringan transportasi udara meliputi bandar udara dan ruang
lalu lintas udara. Bandar udara terdiri dari bandar udara pusat penyebaran primer, bandar udara pusat penyebaran sekunder, bandar udara pusat penyebaran tersier, dan bandar udara bukan pusat penyebaran.Dalam RTRWN telah ditetapkan Bandar Udara Hasanuddin Makasar sebagai bandara primer di Provinsi Sulawesi Selatan.Pusat penyebaran sekunder diarahkan untuk melayani penumpang dalam jumlah sedang dengan lingkup pelayanan dalam satu provinsi dan terhubungkan dengan pusat penyebaran primer. Bandar udara pusat penyebaran sekunder merupakan bandar udara dengan karakteristik berikut:

  a. berada pada kota PKN di luar kawasan perbatasan;

  b. berfungsi melayani pergerakan penumpang/barang domestik atau ke luar negeri (internasional), atau memiliki tingkat kepadatan lalu lintas yang melayani jumlah

penumpang 100.000 atau lebih dengan frekuensi 10 penerbangan per hari;

  c. melayani penerbangan dalam negeri sekurang-kurangnya 3 kali sehari dan penerbangan luar negeri sekurang-kurangnya 1 kali sehari.

  Tabel3.1 Pengembangan Kawasan Andalan, Sektor Unggulan, Sistem Kota, dan Outlet Pendukung di Provinsi Sulawesi Selatan Sumber: RTRW Nasional

  Provinsi/ Kawasan Andalan Sektor Unggulan Kota Dalam Kawasan DPS Pelabuhan Bandar Udara PKN PKW PKL Sulawesi Selatan Makassar Hasanuddin Kawasan Mamminasata dsk. Perdagangan Metropolitan Maminasata Pangkajene Malino S. Jeneberang Biringkasi Industri Sungguminasa Makarang Pariwisata Makassar Agroindustri Maros Pertanian Takalar Kawasan Palopo dsk Pariwisata Palopo Makale S. Lompengan Perkebunan Rantepao Pertanian Masamba Wotu Malili Soroako Kawasan Bulukumba – Watampone Pertanian Watampone Sinjai Tangka Perkebunan Bulukumba Agroindustri Benteng Pariwisata Jeneponte Perikanan Bantaeng Perdagangan Singkang Peternakan Watamsoppeng Kawasan Parepare dsk. Agroindustri Barru Pinrang Solo Sadang Pertanian Pare-pare Sindereng Perikanan Rappang Peternakan Enrekang Perkebunan

3.1.3. Pola Pemanfaatan Ruang Nasional

  Untuk mewujudkan tujuan nasional pemanfaatan ruang di atas ditetapkan strategi dan arahan kebijaksanaan pengembangan serta wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah nasional. Strategi dan kebijaksanaan pengembangan pola pemanfaatan ruang wilayah nasional ini mencakup strategi dan arahan kebijaksanaan pengembangan kawasan lindung, strategi dan arahan kebijaksanaan pengembangan kawasan budidaya, dan strategi dan arahan kebijaksanaan pengembangan kawasan tertentu.

  1. Strategi dan Arahan Kebijakan Pengembangan Kawasan Lindung Arah Kebijakan Pengembangan dan Pengelolaan Kawasan Lindung Nasional, yang diwujudkan dalam:

  a. Menetapkan kawasan berfungsi lindung berskala nasional;

  b. Mempertahankan, memelihara, dan merehabilitasi kawasan berfungsi lindung;

  c. Mengembangkan kawasan berfungsi lindung;

  d. Memanfaatkan kawasan berfungsi lindung menjadi kawasan budidaya secara bersyarat;

Tabel 3.2 Kawasan Lindung Nasional di Provinsi Sulawesi Selatan

  

No Nama Kawasan Lindung Luas (Ha)

  1. Taman Wisata Laut Kepulauan Kapoposang 50,000

  2. Taman Nasional Laut Taka Bone Rate * 530,765

  3. Cagar Alam Pegunungan Faruhunpenai 90,000

  4. Cagar Alam Karaenta 1,000

  5. Cagar Alam Bulu Saraung 5,690

  6. Cagar Alam Bantimurung 1,000

  7. Cagar Alam Tanjung Api 4,246

  8. Suaka Margasatwa Bontobahari 4,000

  9. Suaka Margasatwa Komara 3,390

  10. Suaka Margasatwa Pati Pati 3,500

  11. Suaka Margasatwa Lombuyan I/II 3,665

  12. Suaka Margasatwa Bakiriang 12,500

  13. Suaka MargasatwaPinjam/Tanjung Matop 1,612

  14. Taman Wisata Alam Kapoposang 50,000

  15. Taman Wisata Danau Matano 30,000

  16. Taman Wisata Danau Towuti 65,000

  17. Taman Wisata Goa Patunuang 1,500

  18. Taman Wisata Malino 3,500

  19. Taman Wisata Cani Sirenrang 3,125

  20. Taman Wisata Lejja 1,265

  Sumber: RTRW Nasional

  b. Mengembangkan kawasan budidaya, dilaksanakan dengan strategi sebagai berikut:

  2. Strategi dan Arahan Kebijakan Pengembangan Kawasan Budidaya Strategi pengembangan dan pengelolaan kawasan budidaya dalam RTRWN, meliputi: a. Menetapkan kawasan budidaya berskala nasional,untuk pemanfaatan sumberdaya alam di darat maupun di laut secara sinergis untuk mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah.Strategi ini dilaksanakan untuk mengembangkan kegiatan budidaya dengan tetap memperhatikan keterkaitan antar kegiatan yang saling mendukung serta mencegah dampak negatif yang dapat terjadi terhadap kelestarian fungsi lingkungan hidup dan kehidupan ekonomi, politik, sosial dan budaya serta pertahanan keamanan masyarakat.

  • Mengembangkan kegiatan-kegiatan budidaya beserta prasarana penunjangnya di darat dan laut dengan memperhatikan ketentuan pengaturan penggunaan ruang yang berlaku agar dapat menghasilkan sinergi antar kegiatan dalam mewujudkan tata ruang yang tertib, teratur, efisien, selaras dan serasi dalam menunjang kegiatan pembangunan.
  • Mengembangkan kegiatan-kegiatan budidaya dengan tetap memperhatikan fungsi lindung kawasan dan memanfaatkan potensi-potensi nasional untuk mengupayakan suatu keterpaduan pengembangan antar sektor mulai dari proses produksi hingga pemasaran ke outlet, agar dapat berorientasi internasional (ekspor).
  • Mengembangkan kantong-kantong sentra produksi pertumbuhan dengan memanfaatkan sumberdaya alam seperti lahan dan laut yang luas dan teknologi tepat guna secara lestari, yang didukung prasarana untuk akses ke pasar dan industri dan semaksimal mungkin melibatkan penduduk setempat (untuk menghindari illegal fishing)
  • Mengembangkan kawasan-kawasan andalan prospektif sesuai potensi sumberdaya alam dalam rangka percepatan pertumbuhan wilayah KTI.
  • Pengembangan budidaya di pesisir dan pulau-pulau kecil dengan memperhatikan kelestarian lingkungan laut dan darat
  • Pengembangan kawasan budidaya secara bersyarat, diupayakan dengan strategi sebagai berikut:

  Mengembangkan kawasan budidaya harus tetap memperhatikan

  • keterkaitan di antaranya yang saling mendukung serta mencegah dampak negatif yang dapat terjadi terhadap kelestarian fungsi lingkungan. Mengembangkan kegiatan pertambangan dengan syarat tidak merusak
  • lingkungan dan sistem nilai budaya setempat.
  • Mengembangkan kegiatan pariwisata dengan tetap mempertahankan keterkaitan antar kawasan atau tidak saling mematikan fungsi masing- masing kawasan, antara lain melalui pengembangan paket-paket pariwisata. Mengembangkan kawasan sentra-sentra produksi di sekitar kawasan
  • laut diupayakan untuk meningkatkan keterkaitan dan orientasinya pada jalur laut internasional ALKI dalam rangka meningkatkan orientasi pemasaran hasil produksi nasional ke pasar dunia (ekspor). Mengembangkan komoditi-komoditi unggulan tertentu yang mendorong
  • meningkatkan sinergisitas antar kawasan.

  3. Strategi dan Arahan Kebijakan Pengembangan Kawasan Tertentu Kebijaksanaan pengembangan kawasan tertentu diselenggarakan untuk mewujudkan prioritas dan tingkat penanganan yang diutamakan dalam pembangunan nasional. Arah Kebijakan Pengembangan dan Pemanfaatan Kawasan Tertentu, diwujudkan melalui strategi sebagai berikut: a. Mengembangkan kawasan-kawasan tertentu cepat tumbuh atau potensial tumbuh (kawasan andalan dan kawasan-kawasan konsentrasi kegiatan ekonomi/aglomerasi kegiatan)

  b. Memadukan pengembangan kawasan tertentu cepat tumbuh, potensial tumbuh atau kawasan andalan dengan pengembangan kegiatan transmigrasi dan permukiman, agar pengembangan wilayah dapat saling menguatkan dengan pengembangan kependudukan.

  c. Mengembangkan kawasan tertentu cepat tumbuh atau potensial tumbuh di ruang laut (kawasan andalan laut) terutama dalam rangka meningkatkan keterkaitan kegiatan produksi dan jasa di darat dan laut yang saling mempengaruhi, dengan memperhatikan potensi sumber daya serta orientasinya dan keterkaitannya dengan kota-kota serta kawasan-kawasan andalan di darat.

  d. Mengembangkan kawasan-kawasan kaya sumberdaya alam dengan mengarahkan pembangunan seoptimal mungkin dan tetap menjaga kelestarian lingkungan (sustainable development).

  e. Mengembangkan wilayah pulau dalam kerangka kerjasama ekonomi internasional, seperti BIMP-EAGA dan AIDA, sehingga pulau-pulau di KTI diharapkan dapat berperan sebagai prime mover pengembangan KTI.

3.2. RTRW KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

  Penetapan kawasan strategis nasional dilakukan berdasarkan kepentingan:

  a. pertahanan dan keamanan;

  b. pertumbuhan ekonomi;

  c. sosial dan budaya;

  d. pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi; dan/atau e. fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

  Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan ditetapkan dengan kriteria: a. diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara berdasarkan geostrategi nasional; b. diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem pertahanan; atau

  c. merupakan wilayah kedaulatan negara termasuk pulau-pulau kecil terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas.

  Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi ditetapkan dengan kriteria: a. memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh;

  

b. memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional;

  c. memiliki potensi ekspor;

  d. didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi;

  e. memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi;

  f. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional; g. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional; atau h. ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal.

  Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan sosial dan budaya ditetapkan dengan kriteria:

a. merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya nasional;

  b. merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya serta jati diri bangsa;

  

c. merupakan aset nasional atau internasional yang harus dilindungi dan dilestarikan;

  d. merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya nasional;

  e. memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; atau f. memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial skala nasional.

  Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi ditetapkan dengan kriteria: a. diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis nasional, pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir;

  b. memiliki sumber daya alam strategis nasional;

  c. berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa;

  d. berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir; atau e. berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis.

  Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup ditetapkan dengan kriteria: a. merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati;

  b. merupakan aset nasional berupa kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan;

  c. memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian negara; d. memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro;

  e. menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup;

  f. rawan bencana alam nasional; atau g. sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.

  Penetapan Kawasan Strategis Nasional, meliputi :

  1. Kawasan Industri Lhokseumawe (Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam) (I/A/2)

  2. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (Provinsi NanggroeAceh Darussalam) (I/A/2)

  3. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Banda Aceh Darussalam (ProvinsiNanggroe Aceh Darusalam) (I/A/2)

  4. Kawasan Ekosistem Leuser (Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam) (I/B/1)

  5. Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 2 pulau kecil terluar (Pulau Rondo danBerhala) dengan negara India/Thailand/Malaysia (Provinsi Nanggroe AcehDarussalam dan Sumatera Utara) (I/E/2)

  6. Kawasan Perkotaan Medan – Binjai – Deli Serdang – Karo (Mebidangro)(Provinsi Sumatera Utara) (I/A/1)

  7. Kawasan Danau Toba dan Sekitarnya (Provinsi Sumatera Utara) (I/B/1)

  

8. Kawasan Stasiun Pengamat Dirgantara Kototabang (Provinsi Sumatera Barat)(I/D/2)

  9. Kawasan Hutan Lindung Bukit Batabuh (Provinsi Riau dan Sumatera Barat)(I/B/1)

  10. Kawasan Hutan Lindung Mahato (Provinsi Riau) (I/B/1)

  11. Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 20 pulau kecil terluar (Pulau Sentut,Tokong Malang Biru, Damar, Mangkai, Tokong Nanas, Tokong Belayar, TokongBoro, Semiun, Sebetul, Sekatung, Senua, Subi Kecil, Kepala, Batu Mandi, IyuKecil, Karimun Kecil, Nipa, Pelampong, Batu Berhanti, dan Nongsa) dengannegara Malaysia/Vietnam/Singapura (Provinsi Riau dan Kepulauan Riau)(I/D/2)

  12. Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun (Provinsi Kepulauan Riau) (I/A/2)

  13. Kawasan Lingkungan Hidup Taman Nasional Kerinci Seblat (Provinsi Jambi,Sumatera Barat, Bengkulu, dan Sumatera Selatan) (I/B/1)

  14. Kawasan Taman Nasional Berbak (Provinsi Jambi) (I/B/1)

  15. Kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (Provinsi Jambi dan Riau)(I/B/1)

  16. Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas (Provinsi Jambi) (I/B/1)

  17. Kawasan Selat Sunda (Provinsi Lampung dan Banten) (III/A/2)

  18. Kawasan Instalasi Lingkungan dan Cuaca (Provinsi DKI Jakarta) (I/D/2)

  19. Kawasan Fasilitas Pengolahan Data dan Satelit (Provinsi DKI Jakarta) (I/D/2)

  20. Kawasan Perkotaan Jabodetabek-Punjur termasuk Kepulauan Seribu (ProvinsiDKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat) (I/A/1)

  21. Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung (Provinsi Jawa Barat) (I/A/1)

  22. Kawasan Fasilitas Uji Terbang Roket Pamengpeuk (Provinsi Jawa Barat)(I/D/1)

  23. Kawasan Stasiun Pengamat Dirgantara Pamengpeuk (Provinsi Jawa Barat)(I/D/2)

  24. Kawasan Stasiun Pengamat Dirgantara Tanjung Sari (Provinsi Jawa Barat)(I/D/2)

  25. Kawasan Stasiun Telecomand (Provinsi Jawa Barat) (I/D/2)

  26. Kawasan Stasiun Bumi Penerima Satelit Mikro (Provinsi Jawa Barat)(I/D/2)

  • – 27. Kawasan Pangandaran – Kalipuncang Segara Anakan –

    Nusakambangan(Pacangsanak) (Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah) (I/B/1)

  28. Kawasan Perkotaan Kendal – Demak – Ungaran – Salatiga – Semarang -Purwodadi (Kedung Sepur) (Provinsi Jawa Tengah) (I/A/1)

  29. Kawasan Borobudur dan Sekitarnya (Provinsi Jawa Tengah) (I/B/2)

  30. Kawasan Candi Prambanan (Provinsi Jawa Tengah) (I/B/2)

  31. Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (Provinsi Jawa Tengah danDaerah Istimewa Yogyakarta) (I/B/1)

  32. Kawasan Perkotaan Gresik – Bangkalan – Mojokerto – Surabaya – Sidoarjo– Lamongan (Gerbangkertosusila) (Provinsi Jawa Timur) (I/A/1)

  33. Kawasan Stasiun Pengamat Dirgantara Watukosek (Provinsi Jawa Timur)(I/D/2)

  34. Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (Provinsi Banten) (I/B/1)

  35. Kawasan Perkotaan Denpasar – Badung – Gianyar - Tabanan (Sarbagita) (Provinsi Bali) (I/A/1)

  36. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Bima (Provinsi Nusa Tenggara Barat) (I/A/2)

  37. Kawasan Taman Nasional Komodo (Provinsi Nusa Tenggara Barat) (I/B/1)

  38. Kawasan Gunung Rinjani (Provinsi Nusa Tenggara Barat) (I/B/1)

  39. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Mbay (Provinsi Nusa Tenggara Timur) (I/A/2)

  40. Kawasan Perbatasan Darat RI dengan negara Timor Leste (Provinsi Nusa Tenggara Timur) (I/E/2)

  41. Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 5 pulau kecil terluar (Pulau Alor, Batek, Dana, Ndana, dan Mangudu) dengan negara Timor Leste/Australia (Provinsi Nusa Tenggara Timur) (I/E/2)

  42. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Khatulistiwa (Provinsi Kalimantan Barat) (I/A/2)

  

43. Kawasan Stasiun Pengamat Dirgantara Pontianak (Provinsi Kalimantan Barat) (I/D/2)

  44. Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun (Provinsi Kalimantan Barat) (I/B/1)

  45. Kawasan Perbatasan Darat RI dan Jantung Kalimantan (Heart of Borneo) (Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah) (I/E/2)

  46. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Daerah Aliran Sungai Kahayan Kapuas dan Barito (Provinsi Kalimantan Tengah) (I/A/2)

  47. Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting (Provinsi Kalimantan Tengah) (I/B/1)

  48. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Batulicin (Provinsi Kalimantan Selatan) (I/A/2)

  49. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Samarinda, Sanga-Sanga, Muara Jawa, dan Balikpapan (Provinsi Kalimantan Timur) (I/A/2)

  50. Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 18 pulau kecil terluar (Pulau Sebatik, Gosong Makasar, Maratua, Sambit, Lingian, Salando, Dolangan, Bangkit, Mantewaru, Makalehi, Kawalusu, Kawio, Marore, Batu Bawaikang, Miangas, Marampit, Intata, dan Kakarutan) dengan negara Malaysia dan Philipina (Provinsi Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara) (I/E/2)

  51. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Manado – Bitung (Provinsi Sulawesi Utara) (I/A/2)

  52. Kawasan Konservasi dan Wisata Daerah Aliran Sungai Tondano (Provinsi Sulawesi Utara) (I/B/1)

  

53. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Batui (Provinsi Sulawesi Tengah) (I/A/2)

  54. Kawasan Poso dan Sekitarnya (Provinsi Sulawesi Tengah) (I/C/1)

  55. Kawasan Kritis Lingkungan Balingara (Provinsi Sulawesi Tengah) (I/B/1)

  56. Kawasan Kritis Lingkungan Buol-Lambunu (Provinsi Sulawesi Tengah) (I/B/1)

  57. Kawasan Perkotaan Makassar – Maros – Sungguminasa – Takalar (Mamminasata) (Provinsi Sulawesi Selatan) (I/A/1)

  58. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Parepare (Provinsi Sulawesi Selatan) (I/A/2)

  59. Kawasan Toraja dan Sekitarnya (Provinsi Sulawesi Selatan) (I/C/1)

  60. Kawasan Stasiun Bumi Sumber Alam Parepare (Provinsi Sulawesi Selatan) (I/D/2)

  61. Kawasan Soroako dan Sekitarnya (Provinsi Sulawesi Selatan) (I/D/2)

  62. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Buton, Kolaka, dan Kendari (Provinsi Sulawesi Tenggara) (I/A/2)

  63. Kawasan Taman Nasional Rawa Aopa - Watumohai dan Rawa Tinondo (Provinsi Sulawesi Tenggara) (I/B/1)

  64. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Seram (Provinsi Maluku) (I/A/2)

  65. Kawasan Laut Banda (Provinsi Maluku) (I/D/1)

  66. Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 20 pulau kecil terluar (Pulau Ararkula, Karaweira, Panambulai, Kultubai Utara, Kultubai Selatan, Karang, Enu, Batu Goyang, Larat, Asutubun, Selaru, Batarkusu, Masela, Miatimiarang, Leti, Kisar, Wetar, Liran, Kolepon, dan Laag) dengan negara Timor Leste/Australia (Provinsi Maluku dan Papua) (I/E/2)

  67. Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 8 pulau kecil terluar (Pulau Jiew, Budd, Fani, Miossu, Fanildo, Bras, Bepondi, dan Liki) dengan negara Palau (Provinsi Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua) (I/E/2)

  68. Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati Raja Ampat (Provinsi Papua Barat) (I/B/1)

  69. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Biak (Provinsi Papua) (I/A/2)

  70. Kawasan Stasiun Bumi Satelit Cuaca dan Lingkungan (Provinsi Papua) (I/D/2)

  71. Kawasan Stasiun Telemetry Tracking and Command Wahana Peluncur Satelit (Provinsi Papua) (I/D/2)

  72. Kawasan Timika (Provinsi Papua) (I/D/2)

  73. Kawasan Taman Nasional Lorentz (Provinsi Papua) (I/B/1)

  

74. Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati Teluk Bintuni (Provinsi Papua) (I/B/1)

  

75. Kawasan Perbatasan Darat RI dengan negara Papua Nugini (Provinsi Papua) (I/E/2)

  76. Kawasan Perbatasan Negara termasuk 19 pulau kecil terluar (Pulau Simeulucut, Salaut Besar, Raya, Rusa, Benggala, Simuk, Wunga, Sibarubaru, Sinyaunyau, Enggano, Mega, Batu Kecil, Deli, Manuk, Nusa Kambangan, Barung, Sekel, Panehan, dan Sophialouisa) yang berhadapan dengan laut lepas (Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat) (I/E/2).

  Keterangan: I – IV : Tahapan Pengembangan

  A : Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan Strategis Nasional Dengan SudutKepentingan Ekonomi A/1 : Rehabilitasi/Revitalisasi Kawasan A/2 : Pengembangan/Peningkatan kualitas kawasan

  B : Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan Strategis Nasional Dengan SudutKepentingan Lingkungan Hidup B/1 : Rehabilitasi/Revitalisasi Kawasan B/2 : Pengembangan/Peningkatan kualitas kawasan

  C : Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan Strategis Nasional DenganSudut Kepentingan Sosial Budaya C/1 : Rehabilitasi/Revitalisasi Kawasan C/2 : Pengembangan/Peningkatan kualitas kawasan

  D : Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan Strategis Nasional DenganSudut

Kepentingan Pendayagunaan Sumberdaya alam dan TeknologiTinggi

D/1 : Rehabilitasi/Revitalisasi Kawasan D/2 : Pengembangan/Peningkatan kualitas kawasan

  E : Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan strategis nasional denganSudut Kepentingan Pertahanan dan Keamanan E/1 : Rehabilitasi/Revitalisasi Kawasan E/2 : Pengembangan/Peningkatan kualitas kawasan

3.3. RTR PULAU SULAWESI

  Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi merupakan perwujudan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional di Pulau Sulawesi. Penetapan RTR Pulau Sulawesi bertujuan untuk:

  

1. Mencapai keseimbangan pemanfaatan ruang makro antara kawasan berfungsi lindung dan

budidaya, antara kawasan perkotaan dan perdesaan, antar wilayah dan antar sektor, dalam satu

ekosistem pulau dan perairannya;

  

2. Meningkatkan kesatuan pengembangan kegiatan ekonomi, sosial dan pengembangan prasarana

wilayah pada kawasan perkotaan dan perdesaan dengan memperhatikan kemampuan daya dukung lingkungan;

  3. Menjamin efisiensi pelaksanaan pembangunan lintas sektor dan lintas provinsi;

  

4. Memulihkan daya dukung lingkungan untuk mencegah terjadinya bencana yang lebih besar dan

menjamin keberlanjutan pembangunan.

  Fungsi RTR Pulau Sulawesi adalah memberikan dasar pencapaian keterpaduan, keserasian

dan keterkaitan spasial antar wilayah dan antar sektor di dalam suatu kesatuan pulau dalam rangka

optimasi pemanfaatan ruang.

  1. Struktur Ruang Wilayah Pulau Sulawesi Struktur ruang wilayah Pulau Sulawesi disusun berdasarkan arahan pola pengelolaan sistem pusat permukiman dan arahan pola pengelolaan sistem jaringan prasarana wilayah yang meliputi arahan pola pengelolaan sistem jaringan prasarana transportasi, sistem jaringan prasarana energi, sistem jaringan prasarana sumber daya air, dan sistem jaringan prasarana perkotaan.

  Pola pengelolaan sistem pusat permukiman di Pulau Sulawesi diarahkan pada terbentuknya fungsi dan hirarki perkotaan sesuai dengan RTRWN. Hirarki perkotaan meliputi Kota PKN, PKW, dan PKL sebagai satu kesatuan sistem.

Tabel 3.3 Arahan Sistem Pusat Permukiman di Provinsi Sulawesi Selatan Menurut RTR Pulau Sulawesi PKN PKW PKL

  

Kota Metropolitan Luwu, Parepare, Masamba, Makale, Rantepao, Wotu, Malili,

Makasar - Sungguminasa Pangkajene, Barru, Soroako, Sinjai, Benteng, Bulukumba,

  • – Maros – Takalar Palopo, Watampone, Bantaeng, Sengkang, Watansoppeng, Pinrang, Jeneponto Sidenreng, Rappang, Enrekang.

  Sumber: RTR Pulau Sulawesi Sistem jaringan jalan di wilayah Sulawesi Selatan yang diprioritaskan penanganannya berdasarkan RTR Pulau Sulawesi meliput : a. Sistem jaringan arteri primer dengan prioritas tinggi pada ruas-ruas : Makassar – Parepare

  • – Mamuju – Palu – Pantoloan - Tobali,

  b. Sistem jaringan arteri primer dengan prioritas sedang pada ruas-ruas : Makassar - Maros – Watampone – Pel. Bajoe. c. Sistem jaringan arteri primer dengan prioritas rendah pada ruas-ruas : Makassar – Sungguminasa – Takalar – Bulukumba – Watampone - Palopo.

  Sistem jaringan jalan rel di Pulau Sulawesi yang diprioritaskan penanganannya meliputi :

  a. Sistem jaringan lintas utama dengan prioritas tinggi pada ruas-ruas: Makassar – Parepare;

  b. Sistem jaringan lintas utama dengan prioritas sedang pada ruas-ruas: Makassar-Takalar- Bulukumba, Kendar- Kolaka, dan Parepare-Bajoe; c. Sistem jaringan lintas utama dengan prioritas rendah pada ruas-ruas: Bulukumba – Bajoe

  • – Palopo – Poso, Pare Pare – Mamuju,

  d. Sistem jaringan lintas cabang dengan prioritas tinggi pada kawasan perkotaan metropolitan Makassar- Sungguminasa- Maros-Takalar.

  e. Pengembangan stasiun kereta sebagai simpul jaringan diarahkan pada kota-kota PKN dan PKW.

  

Sistem jaringan prasarana transportasi laut yang diprioritaskan penanganannya mencakup:

  a. Pelabuhan Makassar sebagai Pelabuhan Internasional dengan prioritas sedang;

  b. Pelabuhan Palopo, Parepare, sebagai Pelabuhan Nasional dengan prioritas tinggi;

  c. Pelabuhan Luwuk, Selayar, sebagai Pelabuhan Nasional dengan prioritas sedang;

  d. Pelabuhan Barru, Bajoe, Bulukumba, Jeneponto, Sinjai dan Siwa sebagai Pelabuhan Nasional dengan prioritas rendah;

Arahan pengembangan jalur-jalur penyeberangan lintas provinsi dan lintas pulau meliputi :

  a. Jalur penyeberangan lintas provinsi dalam lingkup internal yang menghubungkan kota-kota : antara Sultra dengan Sulsel meliputi jalur Makassar-Baubau, Lasusua-Siwa, Bajoe- Kolaka, Baubau-Bulukumba;

  b. Jalur penyeberangan lintas pulau dalam lingkup internal Sulawesi yang menghubungkan kota-kota : Bulukumba-Selayar, dan Tondasi Muna-Sinjai; c. Jalur penyeberangan lintas pulau dalam lingkup eksternal Sulawesi yang menghubungkan kota-kota dengan interaksi kuat : antara Sulsel-NTT meliputi jalur Selayar-Reo; antara

  Sulsel-NTB-Jatim meliputi Takalar-Bima-Gresik; antara Sulsel-Kalsel meliputi jalur Barru- Batulicin; d. Pengembangan jaringan transportasi perairan danau dilakukan di Danau Tempe.

  

Sistem jaringan prasarana transportasi udara yang diprioritaskan penanganannya mencakup:

  a. Bandara Hasanudin di Makassar dan Sam Ratulangi di Manado sebagai Pelabuhan Udara Pusat penyebaran primer dengan prioritas tinggi; b. Bandara Pongtiku di Tana Toraja, Bubung di Luwuk sebagai Pelabuhan Udara Pusat penyebaran tersier dengan prioritas tinggi; c. Bandara Andi Jemma di Palopo, Tomia di Maranggo, Arupala di Selayar, sebagai Pelabuhan Udara Pusat penyebaran tersier dengan prioritas sedang; d. Arahan pola pengembangan penerbangan internasional dari Sulawesi Selatan yang disesuaikan dengan kebutuhan layanan penerbangan komersial dengan prioritas pada jalur-jalur : Makassar – Singapura – Kuala Lumpur, Makassar – Darwin, dan Manado – Taiwan – Tokyo.

  Sistem jaringan prasarana energi yang diprioritaskan penanganannya mencakup :

  a. Peningkatan kapasitas dan pengembangan jaringan tenaga listrik untuk Sistem Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Gorontalo dengan prioritas sedang pada : PLTA Bone, PLTA Poigar, PLTG Palu, PLTM Mangango 1, PLTG Baru, dan PLTU Barru;

  b. Peningkatan kapasitas dan pengembangan jaringan tenaga listrik untuk Sistem Sulawesi Selatan dengan prioritas tinggi pada : PLTA Bili-Bili 1-2, PLTD Ampana, PLTD Moutong, PLTD Luwuk, PLTD Parigi, PLTD Palopo,

  c. Peningkatan kapasitas dan pengembangan jaringan tenaga listrik untuk Sistem Sulawesi Selatan dengan prioritas sedang pada : PLTA Bonto-batu, New PLTG, PLTM Lobong, dan PLTU Makassar.

  d. Pengembangan sistem jaringan energi listrik diseleraskan dengan pengembangan kawasan budidaya dan pusat-pusat permukiman.

  e. Pengembangan jaringan listrik bertegangan tinggi diupayakan untuk menghindari kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan dengan tingkat kepadatan tinggi.

  Sistem jaringan prasarana sumberdaya air permukaan yang diprioritaskan penanganannya mencakup : a. Satuan Wilayah Sungai dengan prioritas tinggi pada SWS Jeneberang, SWS Bolango – Bone

b. Satuan Wilayah Sungai dengan prioritas sedang pada SWS Paleang – Roraya, SWS Parigi – Poso, SWS Paguyaman – Randangan, SWS Walanae – Cenranae.

  c. Satuan Wilayah Sungai dengan prioritas rendah pada : Palu – Lariang, Lasolo – Sampara, dan Towari – Susua; d. Pembangunan bendungan-bendungan baru dan embung-embung besar pada beberapa daerah aliran sungai, dengan prioritas tinggi Kabupaten Palopo yang meliputi Larona dan

  

Gilirang; Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Jeneponto, dan Kabupaten Polewali;

  e. Pemeliharaan bendungan-bendungan pada beberapa daerah aliran sungai, yang meliputi

Kolaka; Larona di Kabupaten Palopo; dan Bendungan Bilibili di Kabupaten Maros;

f. Penerapan konsep “Satu Sungai, Satu Rencana, Satu Pengelolaan Terpadu” dari hulu hingga hilir; g. Perlindungan sempadan sungai dari pemanfaatan yang tidak tepat sesuai dengan ketentuan yang berlaku; h. Pemeliharaan, peningkatan dan perluasan jaringan irigasi teknis pada sentra-sentra produksi pangan nasional, meliputi :

  • kawasan pertanian tanaman pangan, meliputi : Palopo dsk, ParePare dsk, Bulukumba dsk, dan Watampone dsk;
  • kawasan perkebunan, meliputi: Kawasan Palopo dsk, Bulukumba-Watampone, Mamuju dsk, Parepare dsk,
  • kawasan peternakan, meliputi: kawasan Bulukumba – Watampone, Parepare dsk,
  • kawasan perikanan, meliputi kawasan perikanan tambak yang diarahkan pada Kawasan Watampone; dan kawasan perikanan tangkap yang diarahkan pada

    Kawasan Minasamamata dsk, Bulukumba, Watampone, Parepare dsk.

  • Penghutanan kembali kawasan konservasi pada hulu danau-danau besar di Sulawesi, meliputi Danau Tempe, Danau Towuti.
  • Pengendalian pencemaran sungai dan air permukaan lain secara ketat yang bersumber dari kegiatan permukiman perkotaan, pertanian, industri, dan kegiatan pariwisata.

  2. Pola Ruang Wilayah Pulau Sulawesi Arahan pola pengelolaan kawasan lindung sebagaimana mencakup: a. Arahan pola pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan bawahannya yang terdiri dari kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air;

  b. Arahan pola pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan setempat yang meliputi sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau dan waduk serta kawasan sekitar mata air;

  c. Arahan pola pengelolaan kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; d. Arahan pola pengelolaan kawasan rawan bencana lingkungan.

  Arahan pola pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan bawahannya yang diprioritaskan penanganannya mencakup: a. Pencegahan terjadinya erosi dan atau sedimentasi pada kota-kota atau kawasan-kawasan produksi khususnya yang berada pada kelerengan terjal; b. Pengendalian luasan hutan lindung seluas 579.300 ha di Provinsi Sulawesi Selatan.

  c. Melakukan penelitian dengan tingkat kedalaman yang lebih rinci dalam rangka penetapan kawasan bergambut; d. Mempertahankan keberadaan zona-zona resapan tinggi di Sulawesi Selatan yang mencakup Puncak G. Lompobatang, Peg. Quarles dengan puncak-puncak G. Rantemario,

G. Sinjai, G. Paroreang, G. Gandadiwata, G. Kolonodale, G. Kambuno, G. Kabinturu, dan G. Baleasa.

  Pola pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan setempat yang diprioritaskan penanganannya mencakup : a. Penetapan kawasan sempadan pantai sebagai kawasan berfungsi lindung pada RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota; b. Penetapan kawasan sempadan sungai sebagai kawasan berfungsi lindung pada RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota; c. Penetapan kawasan sekitar danau/waduk sebagai kawasan berfungsi lindung pada RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota; d. Penetapan kawasan sekitar danau/waduk secara bijaksana agar proses pendangkalan danau-danau besar dapat dicegah, yang mencakup Danau Limboto, Danau Towuti, Danau

  Matano, dan Danau Tempe;

e. Penetapan kawasan sempadan pantai, sempadan sungai, sekitar danau/waduk melalui RTRW Provinsi, RTRW Kabupaten, dan RTRW Kota.

  Arahan pola pengelolaan kawasan yang suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya yang diprioritaskan penanganannya mencakup : a. Pengelolaan Cagar Alam meliputi: CA Karaenta (1.000 ha), CA Pegunungan Faruhumpenai (90.000 ha), CA Bulu Saraung (5.690 ha), CA Bantimurung (1.000 ha), CA Kalaena (110 ha), CA Ponda-Ponda (77,22 ha), CA Tanjung Api (4.246 ha), CA Morowali (209.400 ha), CA Pangi Binanga (6.000 ha), CA Gunung Tinombala (37.106,12 ha), CA Gunung Sojol (64.448,71 ha), CA Napabalano (9 ha), CA Lamedae (635,16 ha), CA Mas Popaya Raja (160 ha), CA Tangale (112,50 ha), CA Panua (45.575 ha), CA Gn. Dua Saudara (4.299 ha), CA Tangkoko Batuangus (3.196 ha), CA Gunung Lokon (100 ha), CA Gunung Ambang (8.638 ha), dan CA Putih (615 ha); b. Pengelolaan Taman Buru meliputi: TB Komara (4.610 ha), TB Landusa Tomata (5.000 ha), TB Padang Mata Osu (8.000 ha), TB Karakelang Utara dan Selatan (24.669 ha); c. Pengelolaan Taman Nasional meliputi: TN Taka Bone Rate (530.765 ha), TN Lore Lindu (217.991,18 ha), TN Rawa Aopa Watumohai (105.194 ha), TN Laut Kepulauan Wakatobi

  (1.390.000 ha), TN Bogani Nani Wartabone (287.115 ha), dan TN Laut Bunaken Manado Tua (89.065 ha); d. Pengelolaan Suaka Margasatwa meliputi: SM Lampoko Mampie (2.000 ha), SM Bontobahari (4.000 ha), SM Komara (3.390 ha), SM Pati-pati (3.103,79 ha), SM Lombuyan

  I/II (3.069 ha), SM Dolangan (462 ha), SM Bakiriang (12.500 ha), SM Pinjam/Tanjung Matop (1.612,50 ha), SM Tanjung Amolengo (605 ha), SM Buton Utara (82.000 ha), Tanjung Batikolo (4.016 ha), SM Tanjung Peropa (38.000 ha), SM Nantu (31.215 ha), dan SM Gunung Manembo-nembo (6.500 ha); e. Pengelolaan Taman Wisata meliputi: TW Danau Matano dan Mahalona (30.000 ha), TW Danau Towuti (65.000 ha), TW Bantimurung (118 ha), TW Goa Patunuang (1.500 ha), TW

  Malino (3.500 ha), TW Sidrap (500 ha), TW Nanggala III (500 ha), TW Cani Sirenrang (3.125 ha), TW Leija (1.265 ha), TW Air Terjun Wera (250 ha), TW Mangolo (5.200 ha), TW Tirta Rimba (500 ha), TW Pulau Padamarang (36.000 ha), TW Batu Angus (635 ha), dan TW Batu (615 ha); f. Pengelolaan Taman Wisata Laut meliputi: TWL Kepulauan Kapoposang (50.000 ha), dan TWL Teluk Lasolo (81.800 ha); g. Pengelolaan Taman Hutan Rakyat meliputi: THR Pabuya Paniki (7.128 ha), THR Palu (8.100 ha), & THR Murhum (7.877,50 ha).

  Pola pengelolaan kawasan rawan bencana lingkungan yang diprioritaskan penanganannya mencakup : a. Penanganan bencana alam berdasarkan siklus bencana melalui tindakan preventif dengan pembuatan peta bencana alam, mitigasi bencana melalui pengawasan terhadap pelaksanaan rencana tata ruang, kesiapsiagaan masyarakat yang berada di kawasan rawan bencana, tanggap darurat, pemulihan dan pembangunan kembali pasca bencana; b. Peta bencana lingkungan perlu dijadikan acuan dalam pengembangan wilayah provinsi, kabupaten, dan kota; c. Pengendalian kota-kota dan kawasan-kawasan budidaya dari bencana gempa bumi terutama di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan yakni pada jalur antara Kota Mamuju-

  Majene-Tana Toraja-Enrekang-Luwu-Poso-Palu-Teluk Tomini

  d. Pengendalian kota-kota dan kawasan-kawasan budidaya dari bencana gerakan tanah atau longsor terutama di lereng kaki Gunung Lompobatang bagian utara, Luwu, Mamuju, Tana Toraja, Sidrap, Soppeng, Barru, Sinjai dan Bone.

  e. Pengendalian kota-kota dan kawasan-kawasan budidaya dari bencana kenaikan muka air laut akibat fenomena pemanasan global terutama di kawasan pesisir Teluk Makassar; f. Melakukan penelitian dengan tingkat kedalaman yang lebih rinci dalam rangka penetapan kawasan rawan bencana lingkungan dan wilayah pengaruhnya.

  Arahan pola pengelolaan kawasan andalan yang diprioritaskan penanganannya mencakup penanganan kawasan dengan prioritas tinggi padaKAPET Parepare dan penanganan kawasan dengan prioritas sedang pada kawasan andalan Palopo. Arahan pola pengelolaan kawasan andalan laut yang diprioritaskan penanganannya di Provinsi Sulawesi Selatan mencakup penanganan kawasan dengan prioritas sedang pada kawasan andalan laut Teluk Bone dan sekitarnya serta Selat Makassar dan sekitarnya.

Tabel 3.4 Strategi Pengembangan Sistem Pusat Permukiman di Pulau Sulawesi No Nama Kota Fungsi Kota Jenis Pelayanan Strategi Pengembangan

  I Sulawesi Utara

  1.1 Manado-Bitung PKN Jasa Pemerintahan,

  • Diarahkan untuk menjadi pusat pertumbuhan wilayah Perdagangan, Industri,

  nasional yang berorientasi pada upaya mendorong

  Pertanian, Perkebunan, perkembangan sektor produksi wilayah seperti Pariwisata, dan pertanian, perkebunan, pariwisata bahari, industri, dan Perhubungan perhubungan yang mendukung perkembangan sektor produksi wilayah Indonesia Bagian Timur dan Pulau

  Sulawesi.

  • Meningkatkan aksesibilitas antar kota dari Manado-

  Bitung ke Gorontalo, Palu, Kendari dan Makassar, dan Kotamobagu, serta ke Bandara Sam Ratulangi dan pelabuhan internasional Bitung, yang ditempuh melalui keterpaduan sistem transportasi antar-moda, diantaranya melalui pengembangan jaringan arteri primer dan angkutan massal kereta api Bitung- Gorontalo-Palu-Poso.

  • Mengembangkan Pelabuhan Internasional di Bitung dengan standar pelayanan internasional (pelayaran kapal induk, petikemas, industri pengolahan, dan pelayanan penunjang lainnya – daya listrik, akomodasi, dan jasa-jasa lainnya)
  • Mengembangkan kawasan industri pengolahan

  (komoditas perikanan, perkebunan, dan kelautan) berstandar internasional yang komplementer dengan keberadaan kandidat Pelabuhan Hub Internasional Bitung.