Implementasi Program Dan Keluarga Berencana

Implementasi Program Keluarga Berencana dalam Menekan
Pertumbuhan Penduduk di Kota Bandung
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Analisis Kebijakan Publik dan
Regional
Dosen Dr. Bagdja Muljarijadi, S.T.,S.E.,M.S

Disusun Oleh
M. Hanif Hidayat
Alghifary
Hakim Manurung

120210120061
120210120129
120210120135

Tahun Ajaran 2014-2015
Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Padjadjaran

Pendahuluan

Sebagai negara berkembang Indonesia memiliki suatu program pembangunan dalam
menekan angka pertumbuhan penduduk. Kota Bandung sebagai salah satu kota besar di
Indonesia tentunya mempunyai kepadatan dan jumlah penduduk yang tinggi. Program nyata
pemerintah dalam upaya menekan laju pertumbuhan penduduk adalah melalui program
Keluarga Berencana (KB) atau Family Planning. Keluarga Berencana (KB) merupakan suatu
program pemerintah yang dirancang untuk menyeimbangkan antara kebutuhan dan jumlah
penduduk. Program keluarga berencana bertujuan agar keluarga sebagai unit terkecil
kehidupan bangsa diharapkan menerima Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera
(NKKBS) yang berorientasi pada pertumbuhan yang seimbang.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 pasal 3 dinyatakan bahwa
kependudukan sebagai titik sentral kegiatan pembangunan. Kependudukan dan pembangunan
keluarga sebagai bentuk pengintegrasian kebijakan kependudukan ke dalam pembangunan
sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan hidup. Maka dari itu disebutkan bahwa pemerintah
adalah pihak yang berwenang untuk menetapkan kebijakan dan program jangka menengah
dan jangka panjang yang berkaitan dengan pengelolaan perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga.
Kota Bandung sendiri kini memiliki pertumbuhan penduduk 1.79% setiap tahun
dengan jumlah penduduk 2,4 juta jiwa (sumber BPS kota Bandung). Diantara banyaknya
tujuan diadakannya program Keluarga Berencana setidaknya ada dua tujuan yang berkaitan
dengan pertumbuhan penduduk diantaranya adalah menurunnya rata-rata laju pertumbuhan

penduduk menjadi sekitar 1,14 persen per tahun dalam skala nasional dan menurunnya angka
kelahiran total (TFR) menjadi sekitar 2,2 per perempuan. Faktanya adalah di Indonesia
sendiri laju pertumbuhan penduduk kini berkisar 1,49% per tahun. Tentunya dengan fakta
yang ada kita dapat menilai efektivitas program Keluarga Berencana itu sendiri dalam rangka
menekan laju pertumbuhan penduduk.
Pada tahun 2015 ini kota Bandung terus mengalami pertumbuhan penduduk baik
melalui perpindahan penduduk maupun kelahiran bayi. Tentu sebagai salah satu kota besar di
Indonesia, kota Bandung selayaknya memiliki proporsi penduduk yang ideal. Impilikasinya
adalah jika penduduk suatu kota ideal maka tingkat kesejahteraan yang baik pun akan lebih

mudah tercapai. Selain itu dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 tahun 2009
pada pasal satu poin kedua belas dikatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah
pembangunan terencana di segala bidang untuk menciptakan perbandingan ideal antara
perkembangan kependudukan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta
memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa harus mengurangi kemampuan dan kebutuhan
generasi mendatang, sehingga menunjang kehidupan bangsa.

Tujuan
 Menunjukan seberapa efektif realisasi program Keluarga Berencana dalam upaya
menekan laju pertumbuhan penduduk.

 Mengevaluasi serangkaian kebijakan dan regulasi pemerintah dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomer 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga.
 Mengevaluasi kienerja Badan Keluarga Berencana Pemerintah Kota Bandung yang
dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor : 08 Tahun 2004.

Tinjauan Teori
 Teori Kependudukan
Malthusian
Analisis dampak pertumbuhan penduduk terhadap perekonomian khususnya terhadap
ancaman kekurangan pangan telah menjadi perhatian sejak lama oleh Malthus. Thomas
Robert Malthus mengemukakan teorinya tentang dampak pertumbuhan penduduk terhadap
kecukupan bahan pangan dalam tulisannnya yang berjudul Essay on the Principle of
Population. Malthus berpendapat penduduk bertambah searah deret ukur (1,2,4,8,16,...)
sedangkan produksi pertanian tidak dapat meningkat lebh cepat dari pada deret hitung
(1,2,3,4,5...). Hal ini lah yang menimbulkan gap antara jumlah penduduk dengan ketersedian
pangan pada masa mendatang. Maka sejak saat itulah kependudukan menjadi salah satu isu
terpenting dalam proses pembangunan ekonomi. Malthus berpendapat ada faktor-faktor
pencegah yang dapat mengurangi masalah-masalah kependudukan tersebut yaitu dengan cara
Preventive checks, yaitu faktor-faktor yang dapat menghambat jumlah kelahiran yang

lazimnya dinamakan moral restraint, termasuk didalamnya antara lain : (1) Penundaan masa
perkawinan, 2) Mengendalikan hawa nafsu (3) Pantangan kawin. Hal itulah yang kemudian
kita kenal hari ini dengan nama program Keluarga Berencana (KB) atau Family Planning.
John Stuart Mill
Dilanjutkan dengan teori mutakhir hasil pemikiran John Stuart Mill disebutkan bahwa
apabila produktivitas seseorang tinggi, cenderung mempunyai keluarga kecil (fertilitas
rendah) dan Standart living merupakan determinan fertilitas. Mill mengungkapkan umumnya
perempuan tidak menghendaki anak yang banyak. Kekurangan bahan makanan sebenarnya
bukan masalah yang serius karena adanya impor bahan makanan dari satu wilayah ke wilayah
lain. Meningkatnya pendidikan penduduk secara rasional mereka akan mempertimbangkan
jumlah anak sesuai usaha dan karir.
Arsene Dumont
Teori ini menyatakan ketika penduduk berlomba-lomba mencapai kedudukan yang
tinggi, fertilitas akan menurun. Dumont juga menyumbangkan sebuah teori yang bernama
Teori Kapilarisasi Sosial (Theory of Social Capilarity), yaitu mengacu pada keinginan
seseorang untuk mencapai kedudukan yang lebih tinggi di masyarakat.

Emile Durkheim
Suatu wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi karena laju pertumbuhan
penduduk akan menimbulkan persaingan antara penduduk untuk mempertahankan hidup.

Agar bisa memenangkan persaingan, tiap orang berusaha meningkatkan pendidikan,
keterampilan, dan mengambil spesialisasi tertentu.
Michael Thomas dan Doubleday
Daya reproduksi manusia dibatasi oleh jumlah penduduk di suatu wilayah. Jika
kepadatan penduduk tinggi, daya reproduksi manusia menurun, sebaliknya jika kepadatan
penduduk rendah, daya reproduksi akan meningkat. Daya reproduksi penduduk berbanding
terbalik dengan bahan makanan yang tersedia, hal itu terjadi karena kenaikan kemakmuran
menurunkan daya reproduksi manusia.
 Teori Regulasi
Public Interest Theory merupakan penjelasan bahwa regulasi disediakan sebagai
bentuk respon terhadap permintaan public untuk mengoreksi kondisi yang tidak efisien dalam
pasar. Secara substansi teori memiliki implikasi bahwa laju pertumbuhan penduduk yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan kondisi yang tidak efisien. Secara umum masyarakat pun
menginginkan sebuah perhatian lebih dari pemerintah, maka program Keluarga Berencana
(KB) adalah bentuk nyata pemerintah dalam merespon keinginan masyarakat untuk hidup
lebih layak dan sejahtera.
Menurut Chadler dan Plano (1988), kebijakan publik adalah pemanfaatan yang
strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah
public atau pemerintah. Kebijakan publik merupakan sebuah bentuk intervensi yang
dilakukan secara terus-menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang

beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup dan ikut berpartisipasi dalam
pembangunan secara luas.
Sementara menurut Anderson (1975), kebijakan publik adalah sebagai kebijakankebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, dimana implikasi
dari kebijakan tersebut adalah : (1) Bertujuan untuk suatu orientasi tertentu, (2) Kebijakan
publik berisi tindakan-tindakan pemerintah, (3) Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam

arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan
memaksa.
Adapula pendapat George C. Edwards III dalam bukunya Implementing Public Policy
yaitu, “Implementasi kebijakan, maka dapat dikatakan bahwasannya implementasi kebijakan
adalah tahap pembuatan kebijakan antara pembentukan kebijakan seperti bagian dari tindakan
legislatif,

menerbitkan

perintah

eksekutif,

penyerahan


keputusan

peradilan,

atau

diterbitkannya suatu peraturan dan konsekuensi dari kebijakan bagi orang-orang yang
mempengaruhinya.” (Edwards III, 1980:01).
Tachjan mengatakan implementasi kebijakan dalam bukunya yang berjudul
Implementasi Kebijakan Publik bahwa: “Implementasi kebijakan publik merupakan proses
kegiatan administratif yang dilakukan setelah kebijakan ditetapkan dan disetujui. Kegiatan ini
terletak diantara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan
mengandung logika top-down maksudnya menurunkan atau menafsirkan alternatif-alternatif
yang masih abstrak atau makro menjadi alternatif yang bersifat kongkrit atau makro”
(Tachjan, 2006:25). Adapun unsur-unsur implementasi kebijakan yang mutlak harus ada :
1. Unsur pelaksana
2. Adanya program yang dilaksanakan serta
3. Target group atau kelompok sasaran.
(Tachjan 2006:26).

Sementara Edward III mengemukakan beberapa hal mengenai komponen-komponen model
sistem implementasi kebijakan yaitu mencakup, Communication, Resource, Dispositions,
Bureaucratic Structure. (Edward III, 1980:12).
 Pengertian Keluarga Berencana
Pengertian KB menurut World Health Organization (WHO), KB adalah tindakan yang
membantu individu atau pasangan suami isteri untuk : Mendapatkan objektif-objektif
tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan dan menentukan jumlah anak,
mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, dan
mengontrol waktu saat kelahiran dengan umur suami dan isteri Program KB adalah suatu
langkah-langkah/suatu usaha kegiatan yang disusun oleh organisasi-organisasi KB dan

merupakan program pemerintah untuk mencapai rakyat yang sejahtera berdasarkan peraturan
dan perundang-undangan kesehatan.
Pengertian KB berdasarkan Undang-Undang No. 52 tentang PKPK. KB adalah upaya
mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui
promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan
keluarga yang berkualitas. Definisi KB menurut BKKBN adalah upaya mengatur kelahiran
anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi perlindungan
dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.


Fakta Lapangan
Sasaran utama dalam pelaksanaan program KB di Kota Bandung adalah Pasangan
Usia Subur (PUS) antara usia 18 sampai 39 tahun yang berhak mendapatkan perlindungan
dan hak reproduksi dalam membangun keluarga yang berkualitas. Komunikasi yang
dilakukan oleh BPPKB (Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana) Kota
Bandung kepada calon peserta KB maupun peserta KB melalui iklan di media cetak maupun
media elektronik, spanduk, brosur, banner dan poster, maupun promosi yang dilakukan oleh
Puskesmas dan rumah sakit. Selain itu, bagi masyarakat Kota Bandung yang ingin ber-KB
bisa mendatangi langsung kantor BPPKB Kota Bandung sebagai badan yang menggiatkan
program keluarga berencana tersebut, maupun Puskesmas dan rumah sakit.
Data dalam beberapa tahun belakangan ini mengungkapkan bahwa setiap tahun di
kota bandung sendiri terdapat penambahan jumlah penduduk yang salah satunya disebabkan
oleh angka kelahiran yang meningkat. Berikut data yang diperoleh dari BPS Jabar:

Pertumbuhan Jumlah Penduduk Kota Bandung 2007-2013
2007

2008

2009


2010

2011

2012

2013

2,483,977
2,455,517
2,424,957

2,417,288
2,394,873
2,329,928

2,232,848

Jumlah Penduduk


Sedangkan proyeksi penduduk kota bandung sendiri, ialah:

Proyeksi Penduduk Kota Bandung Tahun 2000, 2005, 2010, 2015
3,000,000
2,500,000

Jiwa

2,000,000
1,500,000
1,000,000
500,000
0

Laki-laki

Perempuan

Total

*Dengan Asumsi TFR naik 5.04 %

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa trend jumlah penduduk kota bandung selalu
meningkat pada kisaran puluhan ribu jiwa yang bertambah setiap tahunnya kecuali pada
tahun 2010. Sementara pada data proyeksi penduduk pun dengan menggunakan asumsi
Tingkat Fertilitas Total (TFR) yang meningkat sebesar 5,04% setiap periode apabila
dibandingkan dengan jumlah penduduk real selalu berada dibawah. Hal ini menandakan
bahwa di kota Bandung untuk program KB yang diselenggarakan oleh pemerintah belum
mencapai target dari KB itu sendiri salah satunya penurunan laju pertumbuhan penduduk
sekitar 1.14 % per tahun yang telah tertuang dalam Rancangan Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN).
Implementasi kebijakan program KB dapat berjalan dengan baik apabila proses
komunikasi yang dilakukan oleh pihak BPPKB Kota Bandung dalam menjalankan program
KB dilakukan dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan tujuan dan sasaran program KB,
tetapi apabila komunikasi tidak dijalankan dengan baik maka pelaksanaan program KB tidak
akan berjalan maksimal. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) merupakan suatu proses
yang sangat penting dalam pelayanan KB di bidang kesehatan, untuk itu sangat penting pula
bagi peserta KB untuk mengetahui pengertian KIE itu sendiri sehingga diharapkan dapat

memberikan pelayanan yang terbaik bagi kesehatan ibu dan anak, serta keluarga. Tujuan
dilaksanakannya KIE adalah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek KB
sehingga tercapai penambahan peserta baru, membina kelestarian peserta KB, meletakkan
dasar bagi mekanisme sosio-kultural yang dapat menjamin berlangsungnya proses
penerimaan dan mendorong terjadinya proses perubahan perilaku ke arah yang positif,
peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat (klien) secara wajar sehingga
masyarakat melaksanakannya secara mantap sebagai perilaku yang sehat dan bertanggung
jawab.
Sumber daya di dalam pelaksanaan program KB di Kota Bandung adalah aparatur dan
para pelaksana di lapangan, oleh karena itu, para aparatur dan pelaksana ini harus
diberdayakan supaya kemampuannya meningkat dalam melayani masyarakat. Selain itu ada
sumber daya yang bisa diperbarui seperti alat pendukung atau fasilitas dalam program KB
seperti alat kontrasepsi contohnya adalah kondom dan suntik yang bisa digunakan untuk
jangka panjang. Sumber daya selain aparatur, sumber daya lainnya yang perlu diperhatikan
juga adalah sumber daya waktu dan sumber daya keuangan. Karena apabila di dalam suatu
pelaksanaan program anggarannya tidak mencukupi maka akan menjadi persoalan yang pelik
untuk merealisasikan apa yang akan dituju dalam suatu program tersebut walaupun manusia
nya memiliki kompetensi dan kapabilitas. Demikian pula halnya dengan sumber daya waktu.
Saat sumber daya manusia giat bekerja dan kucuran dana berjalan lancar, tetapi terbentur
dengan persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hal ini pun dapat menjadi penyebab
ketidakberhasilan implementasi suatu program.

Analisis
Di Negara Berkembang (Developing Countries) pemerintah mempunyai perhatian
lebih terhadap laju pertumbuhan penduduk. Lain hal dengan negara-negara maju yang relatif
lebih rendah pertumbuhan penduduknya, di Negara Berkembang seperti Indonesia diperlukan
suatu program yang jelas dan tepat sasaran dalam menanggulangi masalah kependudukan ini.
Secara khusus dalam penelitian ini melihat implementasi di salah satu kota besar di Indonesia
yaitu kota Bandung. Kita ketahui kota-kota besar acap kali menjadi sasaran perpindahan
penduduk dari desa ke kota, hal ini membuat kepadatan penduduk di kota-kota besar mulai
menjadi perhatian.
Program KB adalah salah satu program yang bersifat preventif untuk menanggulangi
pertumbuhan penduduk yang tinggi. Implementasi yang baik tentu memerlukan adminstrasi
yang baik dari institusi penyelenggara program tersebut. Namun tantangannya adalah
program semacam ini bukan hanya menuntut institusi bergerak dengan baik, lebih dari itu
kepekaan masyarakat akan pentingnya program ini perlu ditingkatkan. Masyarakat rasanya
sudah tahu sejak lama tentang adanya program KB, artinya tidak ada yang diragukan lagi
tentang informasi program tersebut ada atau tidak. Sudah hampir lebih dari satu dekade
program itu disosialisasikan maka tantangannya bukan lagi masyarakat tahu akan program
KB, melainkan masyarakat mau untuk berpartisipasi dalam program KB. Kepekaan itulah
yang harusnya dibangun, institusi sebagai penyelenggara tentu dapat melakukan komunikasi
yang berkala kepada masyarakat yang tergolong kepada kelompok sasaran. Komitmen
aparatur dalam mengomunikasikan secara berkala menjadi hal penting.
Karakteristik sikap pelaksana dalam melaksanakan program KB di Kota Bandung
dapat dilihat melalui struktur organisasi, aturan-aturan dan pola hubungan yang terjadi dalam
birokrasi. Struktur organisasi merupakan acuan dasar bagi pelaksana mengenai pembagian
tugas dan kewenangan yang dimilikinya. Struktur organisasi mempunyai peranan penting
dalam pelaksanaan program KB di Kota Bandung dimana suatu kebijakan yang dibuat
dimulai dari atasan untuk kemudian aparatur menjalankan kebijakan tersebut. Struktur
organisasi BPPKB Kota Bandung dibentuk berdasarkan kebutuhan jadi bagian atau bidang
yang dibentuk sesuai dengan tugas pokok di bidang KB dan pemberdayaan perempuan yaitu
bagian yang dibentuk adalah bagian kesehatan, bagian pengendalian penduduk, bagian KB,
bagian program dan bagian pemberdayaan perempuan, itu merupakan hal-hal teknis.
Sedangkan hal-hal non teknis nya adalah bagian keuangan dan kepegawaian. Struktur

organisasi BPPKB Kota Bandung mengacu kepada Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor
12 tahun 2007 tanggal 4 Desember 2007 tentang Tentang Susunan Organisasi Lembaga
Teknis Daerah. Struktur organisasi dibentuk berdasarkan kebutuhan dari setiap lembaga
dimana setiap lembaga mempunyai peranan yang berbeda-beda di dalam kegiatan
pemerintahan. Struktur birokrasi terdiri atas dua indikator yaitu Standar Operasional Prosedur
(SOP) dan Fragmentasi.
Pendekatan negara-masyarakat (state-society approach) harus diadopsi dalam analisis
keluarga berencana secara komprehensif. Pendekatan organisasi dan sosial-demografis
tradisional yang telah mendominasi lapangan hanya menawarkan pemahaman terbatas
terhadap sifat program keluarga berencana di negara-negara berkembang. Pendekatan negaramasyarakat (state-society approach) cocok untuk mengidentifikasi bagaimana program
keluarga berencana adalah lembaga yang bersifat politik, tertanam di negara-negara dan
masyarakat, dan diubah secara transormatif. (Jeremy Shiffman : 2002)
Apa yang saat ini hilang adalah kemauan politik untuk memasukkan keluarga
berencana ke dalam arena pembangunan. Menurut Prof John Cleland, MA, fakta empiris di
berbagai negara membuktikan promosi KB di negara-negara dengan tingkat kelahiran yang
tinggi memiliki potensi untuk mengurangi kemiskinan dan kelaparan dan mencegah 32% dari
semua kematian ibu dan hampir 10% dari kematian anak. Hal ini juga akan berkontribusi
besar terhadap pemberdayaan perempuan, pencapaian pendidikan dasar universal, dan
kelestarian lingkungan jangka panjang. Kemauan politik yang ditunjukan oleh pemerintah
akan menunjukan pencapaian program keluarga berencana itu sendiri. Gagasan bahwa
implementasi yang sukses adalah soal kewenangan yang jelas menunjukan pendekatan
semacam itu mengarah ke program yang menjadi sumber pertentangan politik. Sebaliknya,
pendekatan yang memperhitungkan eksplisit konteks politik, nuansa budaya, berorientasi
kesejahteraan sangat disarankan.

Referensi
DP Warwick. 1986. The Indonesian family planning program: Government influence and
client choice. Population and Development Review
Smyth Ines. 1991. The Indonesian family planning programme: a success story for women?
Development and Change:Wiley Online Library
KJ Meier, DR McFarlane.1995.Statutory coherence and policy implementation: The case of
family planning. Journal of Public Policy: Cambridge Univ Press
Anderson, James. 1984. Public Policy-Making. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Edward III, C George. 1980. Implementing Public Policy. Washington DC: Congressional
Quartely Inc.
Januar, Iqbal. 2011. Implementasi Kebijakan Program Keluarga Berencana (KB) di kota
Bandung. Bandung
Tachjan, Dr. H, M.Si. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: AIPI
Warwick, DP. 1982. Bitter pills: population policies and their implementation in eight
developing countries. Cambridge University Press, 1982. xvii, 229
Shiffman, Jeremy. 2002. The construction of community participation: village family
planning groups and the Indonesian state. Social Science & Medicine, Volume 54, Issue 8,
April 2002, Pages 1199–1214.
Nan Astone, PhD . 2009. Theories of Fertility Decline. Johns Hopkins University
BPS Jabar (2013). Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2009-2013.
Bandung. Pusdalisbang.
Dinas Kesehatan Kota Bandung. (2011). Profil Kesehatan Kota Bandung Tahun 2011.,
Bandung: Dinkes
Setiawan, Nugraha. 2006. Proyeksi Penduduk Kota Bandung 2005-2025. Pusat Penelitian
Kependudukan dan Pengembangan SDM Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran:
Bandung.