Perancangan sistem manajemen informasi Manajemen T
PERANCANGAN SISTEM INFORMASI
LAPORAN KEGIATAN PLKB/PKB
STUDI KASUS BKKBD KABUPATEN TANGERANG
Kelas:
MTI 2016SC
Mata Kuliah:
Metodologi Penulisan dan Penelitian Ilmiah (MPPI)
NIM : 1606946582
Nama : Arung Dewa Raja Manessa
Magister Teknologi Informasi
Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Indonesia
Jakarta
2017
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 2
1.2. Perumusan Masalah .................................................................................................... 4
1.3. Pertanyaan Penelitian .................................................................................................. 5
1.4. Tujuan Penelitian ........................................................................................................ 5
1.5. Manfaat Penelitian ...................................................................................................... 5
1.6. Ruang lingkup Penelitian ............................................................................................ 5
1.7. Sistematika Penulisan ................................................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 7
2.1. Sistem Informasi ......................................................................................................... 7
2.2. Sistem Informasi Manajemen ..................................................................................... 8
2.3. Software Development Life Cycle (SDLC) ................................................................ 9
2.4. Metodologi Pengembangan Sistem .......................................................................... 11
2.5. Pemilihan Metode Pengembangan Sistem ................................................................ 14
2.6. Unified Modeling Language ..................................................................................... 15
2.7. Penelitian Terdahulu ................................................................................................. 20
2.8. Theoretical Framework ............................................................................................. 21
Daftar Pustaka ........................................................................................................................ 22
Lampiran.................................................................................................................................. 23
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan membahas latar belakang, perumusan masalah, pertanyaan penelitian,
tujuan penelitan, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penelitian
1.1. Latar belakang
Kabupaten Tangerang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Banten berdasarkan
Undang-Undang Nomor. 73 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten yang secara
geografis terletak di bagian timur wilayah Propinsi Banten, dengan luas wilayah 959,61
KM2 atau 95,961 Ha. Jumlah penduduk pada Tahun 2011 sebanyak 2.960.474 Jiwa dan
untuk Tahun 2012 meningkat menjadi 3.050.929 Jiwa, sementara jumlah penduduk tahun
2013 sebanyak 3.157.780 jiwa. Dengan peningkatan Jumlah penduduk dari tahun 2011 s.d.
2012 sebanyak 3,06 % (90.455 jiwa) dan dari tahun 2012 s.d. 2013 sebanyak 3,38 %
(106.851 jiwa) dengan rata-rata kepadatan penduduk secara geografis per -km2 tahun 2012
sebesar 3.179 jiwa/Km2, sedangkan tahun 2013 sebesar 3.291 jiwa/Km2 (Kabupaten
Tangerang dalam Angka tahun 2012 – 2014)
Salah satu faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk adalah kelahiran. Upaya
yang harus dilakukan adalah konsistennya Pemerintah dalam pengendalian kelahiran,
Pendewasaan usia perkawinan, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan
kesejahteraan keluarga pada koridor pembentukan keluarga kecil bahagia dan sejahtera
menjadi keluarga berkualitas sebagaimana diamanatkan pada Undang-Undang RI Nomor.
52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dan
sesuai Visi “Terwujudnya Peningkatan Kesertaan ber-KB dalam Pembangunan
Kependudukan menuju Keluarga Sejahtera”.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk tercapainya keluarga kecil bahagia dan
sejahtera antara lain dengan upaya strategi keluarga berencana, keluarga sejahtera dan
kebijakan kependudukan. Namun upaya tersebut tidak akan lepas dari peran serta aparatur
baik pada tingkat pelaksanaan maupun lini lapangan serta peran serta masyarakat terutama
tokoh agama maupun pemuda dan tokoh masyarakat lainnya.
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pembangunan perlu dilakukan evaluasi
secara rutin dan berkesinambungan melalui kegiatan-kegiatan yaitu pendataan keluarga dan
membangun sistem yang memungkinkan terbentuknya jaringan pelayanan informasi yang
memadai.
Sejak awal Program Keluarga Berencana dicanangkan untuk menjadi salah satu alternatif
mengatasi problema kependudukan disamping banyak upaya lain, karena problema
1
kependudukan haruslah dilihat secara komprehesif dan lintas sektoral, Program Keluarga
Berencana menjadi indikator sukses suatu daerah dan menjadi sasaran pokok penilaian
terhadap keberhasilan kepala daerah karena indikator menurunnya angka kelahiran akan
berdampak kepada menurunya persoalan kemasyarakatan.
Menciptakan kesadaran akan pentingnya keluarga kecil masih tetap harus menjadi sasaran
Program KB, karena keluarga kecil adalah kondisi yang paling menyakinkan bagi
tercapainya keluarga yang berkualitas yaitu keluarga yang sehat, maju, mandiri, jumlah
anak ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis, dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu mulai tahun 2000 Program KB telah mewacanakan gender dan partisipasi
pria dalam pelaksanaan Program KB pada bagian lain khususnya pada penggunaan alat
konstrasepsi sebagai bagian dari hak reproduksi, maka kualitas layanan harus menjadi
pertimbangan utama karena integritas KB dalam upaya kesehatan reproduksi pada akhirnya
akan meningkatkan kualitas kesehatan khususnya dengan prioritas pada peningkatan
kualitas hidup keluarga.
Berdasarkan pada Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2014 tentang Organisasi Perangkat
Daerah bahwa organisasi dan tata Kerja Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Daerah, sebagai Badan yang mempunyai kewenangan dalam Pendendalian Penduduk dan
Keluarga Berencana di Kabupaten Tangerang.
Berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 36 tahun 2015 tentang Rincian Tugas dan Fungsi
dan Tata Kerja Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Kabupaten Tangerang,
maka Tugas dan Pokok Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD)
Kabupaten Tangerang adalah melaksanakan urusan pemerintah daerah berdasarkan asas
otonomi dan tugas pembantuan di bidang pengendalian penduduk, penyelenggaraan
keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, keluarga sejahtera dan pemberdayaan
keluarga. Sedangkan fungsi dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Kabupaten
Tangerang adalah:
a. Perumusan bahan kebijakan teknis di bidang pengendalian penduduk, penyelenggaraan
keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, keluarga sejahtera dan pemberdayaan
keluarga;
b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang pengendalian
penduduk, penyelenggaraan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, keluarga
sejahtera dan pemberdayaan keluarga;
2
c. Pembinaan dan koordinasi dengan instansi/lembaga lain terkait di bidang pengendalian
penduduk, penyelenggaraan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, keluarga
sejahtera dan pemberdayaan keluarga;
d. Pengawasan dan pengendalian di bidang pengendalian penduduk, penyelenggaraan
keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, keluarga sejahtera dan pemberdayaan
keluarga;
e. Pelaksana pengkajian dan evaluasi serta pelaporan di bidang pengendalian penduduk,
penyelenggaraan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, keluarga sejahtera dan
pemberdayaan keluarga; dan
f.
Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya;
Peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana/Penyuluh Keluarga Berancana (PLKB/PKB)
dalam pelaksanaan program Kependudukan, Keluarga Berancana dan Pembangunan
Keluarga (KKBPK) untuk mendukung visi dan misi BKKBD
Kabupaten Tangerang
merupakan salah satu komponen utama, dengan tingkat rasio PLKB/PKB 1:7 berdasarkan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) BKKBD Kabupaten
Tangerang Tahun 2016 yang miliki arti 1 orang PLKB/PKB membina 7 desa/kelurahan,
dalam hal ini masih belum ideal untuk pelaksanaan program KKBPK dimana kondisi ideal
adalah jika 1 orang PLKB/PKB membina maksimal 2 desa/kelurahan.
Program KKBPK pada tingkat desa/kelurahan mulai dari pembinaan masyarakat melalui
kelompok Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR), Bina Keluarga
Lansia (BKL), Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS), Kelompok
KB Desa, yang bertujuan untuk meningkatkan peran serta masyarakat melalui kesertaan
berKB Pasangan Usia Subur (PUS) dalam mendukung program KKBPK.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala BKKBD Kabupaten Tangerang (Lampiran A
: Transkrip Wawancara) dikemukakan bahwa keterbatasan untuk mengetahui apakah tugas
PLKB/PKB dalam melakukan pembinaan terhadap desa/kelurahan yang menjadi tanggung
jawabnya telah dilaksanakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh BKKBD
Kabupaten
Tangerang,
dan
kuantitas
pembinaannya
sudah
mencakupi
seluruh
desa/kelurahan binaan dalam kegiatan 1 bulan, serta apakah PLKB/PKB telah
menggunakan 10 langkah PLKB/PKB yang menjadi standar Mekanisme Operasional Lini
Lapangan (MEKOP) yang telah ditetapkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN).
Hasil wawancara dengan kepala bidang advokasi, penggerakan dan informasi (ADPIN)
didapat bahwa perlunya solusi yang terbaik dengan kondisi terbatasnya jumlah tenaga
3
PLKB/PKB tetapi kualitas pelaksanaan program KKBPK dilapangan tidak terganggu dan
target pembinaan masyarakat di seluruh desa/kelurahan dapat dipenuhi.
Hasil wawancara dengan kepala sub bidang advokasi dan penggerakan pelunya sebuah
sistem informasi yang tidak hanya bersifat mencatat dan melaporkan kegiatan yang
dilakukan oleh PLKB/PKB tatapi juga sebagai forum untuk berkomunikasi dan berbagi
informasi terkait dengan pelaksanaan program KKBPK pada tingkat desa/kelurahan.
1.2. Perumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini diangkat berdasarkan permasalahan yang ada pada
pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh PLKB/PKB di lingkungan BKKBN Kabupaten
Tangerang
Ekspetasi
Dengan ratio PLKB/PKB yang belum ideal dapat melakukan Advokasi, KIE, dan Informasi
program KKBPK kepada masyarakat diseluruh desa/kelurahan binaan setiap bulannya
Realitas
PLKB/PKB belum dapat melakukan pembinaan diseluruh desa/kelurahan binaan setiap
bulannya
SDM
Tenaga PLKB/PKB yang tidak
terampil
PROSES
Laporan PLKB/PKB hanya
berupa rekapitulasi
Mutasi PLKB/PKB yang
cepat
Belum
terbinanya
seluruh
desa/kelurahan
oleh PLKB/PKB
setiap bulannya
Ratio PLKB/PKB yang
belum edeal
Belumadanya Sistem Informasi Laporan
Kegiatan PLKB/PKB
KEBIJAKAN
Gambar 1.1 Diagram fishbone
Berdasarkan analisis dari fishbone diagram, faktor-faktor yang mempengaruhi dari belum
maksimalnya cakupan laporan FASKES KB swasta adalah sebagai berikut :
1. Kebijakan
Faktor kebijakan merupakan salah satu domain masalah yang mempengaruhi, domain
ini memiliki akar masalah belum adanya sistem informasi untuk melakukan proses
pencatatan dan pelaporan serta forum antar PLKB/PKB untuk berkomunikasi dan
4
berbagi informasi terkait pelaksanaan kegiatan program KKBPK di tingkat
desa/kelurahan.
2. Sumber Daya Manusia (SDM)
Akar masalah dalam domain SDM yaitu tenaga PLKB/PKB yang tidak terampil,
dimana tenaga PLKB/PKB di tingkat desa/kelurahan masih banyak yang belum dilatih,
Mutasi pegawai di kabupaten tangerang khususnya PLKB/PKB yang cepat dikarenakan
banyaknya PLKB/PKB yang masih berstatus tenaga kontrak, hanya terikat 1 tahun oleh
dinas terkait, Ratio PLKB/PKB yang belum ideal 1 PLKB/PKB : 7 desa/kelurahan.
3. Proses
Pada domain ini terdapat akar masalah yaitu laporan PLKB/PKB hanya bersifat
rekapitulasi bukan dalam bentuk laporan perkegiatan yang dilakukan oleh PLKB/PKB
baik waktu, tempat, kegiatan apa yang dilakukan serta output dari kegiatan tersebut.
1.3. Pertanyaan Penelitan (research question)
Salah satu akar masalah tedapat pada domain sistem informasi yang akan dijadikan fokus
utama penelitian ini yaitu proses pada sistem informasi pencatatan dan pelaporan PELKON
belum sesuai dengan sistem pencatatan dan pelaporan PELKON yang menjadi dasar di
bangunnya sistem informasi pencatatan dan pelaporan PELKON. Adapun pertanyaan
penelitan yang dapat diangkat penelitan ini adalah : “Bagaimana perancangan sistem
informasi laporan kegiatan PLKB/PKB : Studi kasus BKKBD Kabupaten Tangerang
?”
1.4. Tujuan Penelitan
Tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk melakukan analisis dan perancangan sebuah
sistem informasi laporan kegiatan PLKB/PKB di lingkungan BKKBD Kabupaten
Tangerang
1.5. Manfaat penelitan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagaimana berikut ini :
1. Manfaat untuk akademis, penelitan ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan
bagi peneliti selanjutnya terkait rancangan sistem informasi.
2. Manfaat bagi BKKBD, dengan penelitan ini diharapkan dapat menjadi referensi
sebuah rancangan sistem informasi laporan kegiatan PLKB/PKB di lingkungan
BKKBD Kabupaten Tangerang
5
1.6. Ruang lingkup penelitan
Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Objek penelitian dibatasi pada proses bisnis sistem pelaporan kegiatan PLKB/PKB
dan unit organisasi penerima manfaat layanan SI/TI BKKBD yaitu pada unit Bidang
ADPIN.
2. Hasil akhir perancangan ini berupa pemodelan sebuah sistem informasi laporan
kegiatan PLKB/PKB yaitu rancangan dengan menggunakan notasi-notasi UML
1.7. Sistematika penelitian
Sistematika penelitan ini dibagi menjadi bab-bab dan disusun secara sitematis dengan
uratan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Menjelaskan semua teori yang terkait dengan penelitian berdasrkan literature sebagai acuan
serta tinjauan pustaka
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Menjelaskan setiap tahapan dalam penelitian ini
BAB IV PROFIL ORGANISASI
Menjelaskan profil perwakilan bkkbn provinsi banten sebagai objek penelitian
BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN
Menjelaskan hasil dari proses yang dilakukan degnan mengelola data yang didaptkan
sebagai bahan anlisa yang sesuai dengan kebutuhan penelitan
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Menyampaikan kesimpuland ari hasil penelitian dan memberikan rekomendasi terkati hasil
tersebut
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Bagian ini menjelaskan berbagai hal yang menjadi acuan dan landasan dalam
melaksanakan penelitan.
2.1.
Sistem Informasi
Sistem adalah sekelompok komponen yang saling berhubungan, bekerja bersama untuk
mencapai tujuan bersama dengan menerima input serta menghasilkan output dalam proses
transformasi yang teratur, sedangkan sistem informasi dapat merupakan kombinasi teratur
dari orang-orang, hardware, software, jaringan komunikasi, dan sumber daya data yang
mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi. Manusia
bergantung pada sistem informasi untuk melakukan komunikasi dengan peralatan fisik,
instruksi pemrosesan informasi atau prosedur jaringan komunikasi , dan data (O’Brien,
2006).
Menurut (O’Brien, 2006) sistem informasi memiliki tiga peran penting bagi sebuah
organisasi :
1. Mendukung proses dan operasi bisnis
2. Mendukung pengambilan keputusan. Sebuah sistem informasi dapat membantu
manajer dan pelaku bisnis untuk membuat keputusan yang lebih baik.
3. Mendukung berbagai strategi untuk keunggulan kompetitif. Mendapatkan kelebihan
strategis atas para pesaing melalui penggunan sistem informasi.
Menurut (Kimble, 2010) terdapat beberapa tipe sistem informasi menurut hirarkinya dama
sebuah organisasi, yaitu :
1. Transaction processing systems (TPS)
Sistem terkomputerisasi yang menjalankan dan menyimpan transaksi rutin sehari-hari
untuk menjalankan bisnis. Sistem ini bekerja pada level operasional. Input pada level
ini adalah transaksi dan kejadian. Proses dalam sistem ini meliputi pengurutan data,
melihat data, memperbaharui data. Sedangkan outputnya adalah laporan yang detail,
daftar lengkap dan ringkasan. Usersnya Operations Personnel. Contoh: Accounts
Payable.
2. Management Information System (MIS)
sistem informasi pada management-level sebuah organisasi yang melayani fungsifungsi perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan yang dibuat dengan
menyediakan ringkasan rutin dan laporan periodik. Input pada level ini adalah data
dengan volume yang besar. Proses dalam sistem ini adalah Model-Model Sederhana.
7
Sedangkan outputnya adalah Summary Reports. Yang menjadi users adalah Manager
Tingkat Menengah. Contoh: Pembiayaan Tahunan /Laporan Keuangan Bulanan /
Tahunan Management Information Systems
3. Decision-support systems (DSS)
Sistem informasi di management-level sebuah organisasi yang mengkombinasikan data
dan model analitis yang rumit untuk mendukung pengambilan keputusan yang
terstruktur dan semi terstruktur. Input pada level ini adalah data dengan volume yang
rendah. Proses dalam sistem ini adalah Interactive. Sedangkan outputnya adalah
Decision Analysis. Usersnya adalah Professionals, Staff. Contoh : Contract Cost
Analysis
4. Executive Information System (EIS)
Sistem informasi ini bersifat strategis dan digunakan untuk membantu para eksekutif
dan manjer senior menganalisa lingkungan di mana organisasi beroperasi,
mengindintifikasi tren jangka panjang, dan merencanakan program yang tepat.
2.2.
Sistem Informasi Manajemen
Sistem informasi manajemen diidentifikasikan sebagai suatu sistem berbasis komputer
yang menyediakan informasi bagi para pengguna yang akan memecahkan masalah, baik itu
manajer maupun kalangan professional dalam mengambil keputusan guna memecahkan
masalah organisasi (Mcleod, Reymond, George, and Schell, 2009)
Pengambilan keputusan oleh manajer untuk memecahkan masalah ketika meraka
melaksanakan fungsi-fungsi dan memainkan peran tertentu. Mcleod menyatakan bahwa
para manajer melakukan sepuluh peran utama manajerial yang dapat diklasifikasikan ke
dalam tiga katagori utama yaitu : interpersonal, informasional, dan keputusan.
Informasi yang diberikan oleh SIM menjelaskan kepada manajer perusahan atau salah satu
sistem utamanya dilihat dari apa yang telah terjadi di masa lalu apa yang sedang terjadi, dan
apa yang kemungkinan akan terjadi di masa depan. SIM akan menghasilkan informasi
tersebut melalui penggunaan dua jenis perangkat lunak:
1. Perangkat lunak pembuat laporan yang menghasilkan laporan berkala maupun laporan
khusus.
2. Model matematis menghasilkan informasi sebagai hasil dari suatu simulasi atas operasi
perusahaan.
Sistem informasi manajemen diperlukan bagi manajemen untuk menghasilkan kebijakan
dan keputusan dalam mencapai tujuan organisasi. Agar akurasi data dan ketepatan waktu
8
penyampaian informasi menjadi penting. Akurasi data dan ketepatan waktu mempengaruhi
kualitas dan ketepatan pengambilan keputusan dan kebijakan oleh manajer.
2.3.
Software Development Life Cycle (SDLC)
Menurut (Dennis, Wixom, & Tegarden, 2015) SDLC adalah proses dalam memahami
bagaimana suatu sistem informasi dapt mendukung kebutuhan bisnis, menggambarkan
sistem, membangunnya dan menyerahkan kepada pengguna. Tahapan-tahapan yang ada
pada SDLC menurut mereka adalah sebagai berikut :
2.3.1.
Planning
Fase perencanaan adalah proses fundamental dalam memahami kenapa suatu sistem
informasi harus dibangun dan menentukan bagaimana tim proyek akan menunu
pembangunan sistem informasi. Fase ini memiliki dua langkah yakni :
1. Nilai bisnis dari sistem infromasi terhadap organisasi diidentifikasi dilakukan pada saat
inisiasi proyek. Pada fase ini dilakukan analisis kelayakan yang akan menentukan
aspek kunci dari proyek yang akan diajukan.
2. Pada saat proyek disetujui, maka proses manajemen proyek dimulai. Deliverable dari
manajemen proyek adalah project plan
2.3.2.
Analysis
Fase ini akan menjawab pertanyaan tentang siapa yang akan menggunakan sistem, apa
yang akan dilakukan sistem, serta kapan dan dimana sistem akan digunakan. Pada fase ini
tim proyek akan menyelidiki sistem yang digunakan saat ini, peluang untuk perbaikan dan
mengembangkan konsep untuk sistem yang baru. Terdapat tiga tahapan dalam fase ini,
yaitu :
1. Strategi analisis dikembangkan untuk membimbing tim proyek untuk untuk
menganalisa sistem yang ada saat ini (as-is system) beserta permasalahnnya dan cara
merencang sistem baru (to-be system)
2. Langkah berikutnya adalah pengumpulan kebutuhan (missalnya : melalui wawancara
atau kuesioner) untuk mengembangkan konsep sistem yang baru yang akan digunakan
sebagai sebagai dasar untuk mengembangkan sebuah set model yang mewakili data dan
proses yang diperlukan untuk mendukung proses bisnis.
3. Analisis, konsep sistem, dan model akan digabungkan menjadi sebuah dokumen yang
disebut proposal sistem, yang akan dipresentasikan kepada sponsor proyek dan para
pengambil keputusan kunci lainnya yang akan memutuskan apakah proyek akan
dilanjutkan.
9
2.3.3.
Design
Pada fase ini memutuskan bagaimana sistem akan beroperasi, dalam hal perangkat keras,
perangkat lunak, dan infrastruktur jaringan; antarmuka pengguna, bentuk dan laporanlaporan, program-program khusus, basis data, dan file yang akan diperlukan. Meskipun
sebagian besar keputusan-keputusan strategis tentang sistem yang dibuat dalam
pengembangan konsep sistem selama fase analisis, langkah-langkah dalam tahap desain
menentukan persis bagaimana sistem akan beroperasi. Tahap desain memiliki empat
langkah :
1. Strategi desain yang pertama kali dikembangkan. Menjelaskan apakah sistem akan
dikembangkan oleh programer perusahaan, apakah sistem akan outsourcing ke
perusahaan lain (biasanya firma konsultasi), atau apakah perusahaan akan membeli
paket perangkat lunak yang sudah ada.
2. Langkah ini mengarah pada pengembangan desain arsitektur dasar untuk sistem, yang
menggambarkan perangkat keras, perangkat lunak, dan infrastruktur jaringan yang
akan digunakan. Desain antarmuka menentukan bagaimana pengguna akan bekerja
melalui sistem, serta formulir dan laporan yang sistem akan gunakan.
3. Basis data dan spesifikasi file dikembangkan. Langkah ini akan mendefinisikan data
apa yang akan disimpan dan dimana mereka akan disimpan.
4. Tim analis mengembangkan desain program, yang mendefinisikan program-program
yang harus ditulis dan apa yang akan dikerjakan program secara tepat.
2.3.4.
Implementation
Fase akhir pada SDLC adalah tahap implementasi, di mana sistem benar-benar dibangun.
Fase ini biasanya paling mendapatkan perhatian, karena untuk sebagian besar sistem fase
ini merupakan fase terpanjang dan paling mahal dalam proses pengembangan sistem. Tahap
ini memiliki tiga langkah:
1. Langkah pertama adalah Sistem konstruksi. Sistem ini dibangun dan diuji untuk
memastikan bahwa sistem melakukan sesuai dengan apa yang dirancang.
2. Instalasi sistem, Instalasi adalah proses dimana sistem lama dimatikan dan yang baru
diaktifkan. Pada tahap ini terjadi konversi sistem dari sistem lama ke sistem baru. Salah
satu aspek yang paling penting dalam konversi adalah pengembangan dari rencana
pelatihan untuk mengajarkan pengguna cara menggunakan sistem baru dan membantu
mengelola perubahan yang disebabkan oleh pergantian sistem
10
3. Tim analis menetapkan rencana dukungan untuk sistem. Rencana ini biasanya termasuk
kajian pasca implementasi formal maupun informal serta cara yang sistematis untuk
mengidentifikasi perubahan besar dan kecil yang diperlukan sistem.
2.4.
Metodologi Pengembangan Sistem
Menurut (Dennis, Wixom, and Tegarden, 2015) Pendekatan yang dapat dilakukan dalam
metodologi pengembangan sistem SDLC terdiri dari :
2.4.1.
Pengembangan Terstruktur
Metodologi pengembangan sistem disebut pengembangan terstruktur apabila mengadopsi
pendekatan langkah demi langkah formal SDLC bergerak secara logis dari satu tahap ke
yang berikutnya (setiap tahap harus selesai terlebih dahulu untuk melajutkan ke tahap
selanjutnya). Keuntungan menggunakan metodologi ini requirement harus didefinisikan
lebih mendalam sebelum proses coding dilakukan. Kekurangan menggunakan metodologi
ini adalah sedikit kemungkinan untuk dilakukan perubahan pada saat proyek berlangsung.
Ada dua model yang termasuk dalam metode pengembangan terstruktur, yaitu Waterfall
development dan parallel development, perbedaan dari kedua model tersebut adalah jika
parallel development memungkinkan beberapa tahap dilakukan secara bersama-sama untuk
mempersingkat waktu. Untuk lebih jelasnya perbedaan antara kedua model tersebut dapt
dilihat pada gambar 2.3 dan gambar 2.4
Gambar 2.3 Model Waterfall Development.
11
Gambar 2.4 Model Parallel Development
2.4.2.
Rapid Application Development (RAD)
Metodologi berbasis RAD berusaha untuk mengatasi kedua kelemahan dari metodologi
desain terstruktur dengan menyesuaikan fase SDLC untuk mendapatkan beberapa bagian
dari sistem yang dikembangkan dengan cepat dan ke dalam tangan pengguna. Dengan cara
ini, pengguna dapat lebih memahami sistem dan menyarankan revisi yang membawa sistem
lebih dekat kepada apa yang dibutuhkan. Metodologi ini biasanya mensyaratkan beberapa
teknik dan alat-alat khusus agar proses bisa cepat, misalnya melakukan sesi joint
application development (JAD), penggunaan alat-alat computer aided software engineering
(CASE:Tools), kode generator dan lain-lain.
1. Phased Development
Membagi sistem keseluruhan menjadi beberapa versi sistem. Setelah desain untuk versi
pertama selesai maka akan dilanjutkan ke implementasi. Setelah versi pertama
terselesaikan, maka pengembang akan melanjutkan dengan memulai ke versi selanjutnya.
12
Gambar 2.5 Model Phase Development
2. Prototyping
Metodologi ini melakukan analisis, desain dan implementasi secara bersamaan, kemudian
dilakukan secara berulang-ulang untuk mendapatkan review dari pengguna. Prototyping
adalah sebuah sistem dalam fungsi yang sangat minimal.
Gambar 2.6 Model Prototyping Development
3. Throw-away Prototyping
Prototype dibuat untuk mendapatkan feedback dari pengguna. Feedback ini digunakan
untuk menganalisa, mendesain dan mengimplementasikan pada prototype. Prototype ini
akhirnya akan dibuang dan tidak akan digunakan pada produk final.
13
Gambar 2.7 Model Throwaway Prototyping Development
2.4.3.
Agile Development
Metodologi ini merupakan metodologi yang paling cepat saat ini dalam pengembangan
sebuah sistem informasi. Metodologi ini meringkaskan proses pemodelan dan pembuatan
dokumentasi. Pengembangan metodologi ini adalah eXtreme Programming (XP) dan
Scrum.
Gambar 2.8 Model Agile Development
2.5.
Pemilihan Metode Pengembangan Sistem
Memilih sebuah metodologi bukanlah hal yang mudah dilakukan karena tidak ada satupun
metodologi yang bisa dikatakan terbaik. Setiap organisasi biasanya memiliki standarisasi
tertentu. Banyak hal yang bisa dijadikan pertinmbangan dalam pemilihan sebuah
metodologi. Menurut (Dennis, Wixom, and Tegarden, 2015) ada beberapa petimbangan
dalam pemilihan metodologi yakni :
1. Kejelasan kebutuhan pengguna (clarity user requirement)
14
Ketika kebutuhan pengguna untuk sistem tidak jelas, pada kondisi ini maka metodologi
yang tepat untuk digunakan adalah metodologi RAD berbasis prototype dan throwaway
prototyping
2. Penguasaan teknologi (familiarity with technology)
Penguasaan teknologi adalah salah satu bagian yang penting untuk dipertimbangkan dalam
menentukan metodologi apa yang akan digunakan, karena dapat menimbulkan
pembengkakan waktu dan biaya.
3. Tingkat kerumitan sistem (system complexity)
Kerumitan sebuah sistem membutuhkan analisis dan desain yang hati-hati. Oleh sebab itu
metodologi yang dipandang kurang baik untuk diterapkan pada kondisi tingkat kerumitan
sistem yang sangat tinggi adalah metodologi agile dan prototyping.
4. Tingkat kehandalan sistem (system reliability)
Metodologi berbasis prototype umumnya bukan pilihan baik karena metodologi tersebut
kurang berhati-hati pada tahap analisis dan desain.
5. Waktu pelaksanaan pengembangan (short time schedules)
RAD cocok di implementasikan jika proyek-proyek dengan jadwal waktu singkat dan
membutuhkan kecepatan deliverables.
6. Visibility jadwal pelaksanaan (schedule visibility )
Untuk bergerak dari keputusan-keputusan penting metodologi berbasi RAD paling cocok
jika manajer proyek mengenali dan memberikan perhatian lebih baik pada tahapan yang
memiliki factor resiko dan ekspetasi yang tinggi.
2.6.
Unified Modeling Language
Menurut (Dennis, Wixom, and Tegarden, 2015) Unified Modeling Language (UML)
merupakan bahasa standar untuk visualisasi, spesifikasi, konstruksi dan dokumentasi dari
artifak sebuah perangkat lunak, dan dapat digunakan untuk semua tahapan dalam proses
pengembangan sistem mulai dari analisis, perancangan sampai implementasi.
UML menyediakan beberapa notasi dan diagram standar yang dapat digunakan sebagai alat
komunikasi bagi para pengembang sistem dalam proses analisis dan desain sebuah sistem.
Diagram dala UML didefinisikan sebagai informasi dalam berbagai bentuk yang digunakan
atau dihasilkan dalam proses pengembangan perangkat lunak. Berdasarkan UML tedapat
beberapa diagram utama yakni
15
2.6.1.
Use case Diagram
Diagram use case penting untuk mengorganisasikan dan memodelkan perilaku dari suatu
sistem yang dibutuhkan serta diharapkan pengguna. Use case adalah alat bantu untuk
membuat pengguna potensial mengatakan sesuatu tentang sistem dari sudut pandangnya.
Ide dasarnya adalah bagaimana melibatkan pengguna sistem di tahap awal analisis dan
percancangan sistem. Dengan demikian diharapkan akan dibangun suatu sistem yang
dibutuhkan oleh pengguna.
Diagram use case menunjukkan tiga aspek dari sitem yaitu : actor, use case dan sistem.
Actor dapat mewakili peran orang, alat atau sistem yang lain ketika berkomunikasi dengan
use case. Menurut (Dennis, Wixom and Tegarde, 2015) elemen-elemen use case diagrams
sepeti pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Elemen-elemen use case diagram
16
2.6.2.
Activity Diagram
Diagram ini merupakan model analisis yang digunakan untuk menggambarkan sebuah
proses aktifitas. Diagram ini dapat dipakai untuk berbagai model proses. Menurut (Dennis,
Wixom and Tegarden, 2015), elemen-elemen activity diagram seperti pada tabel 2.2
Tabel 2.2 Elemen-elemen Activity diagram
2.6.3.
Sequence Diagram
Untuk menggambarkan objek yang ada dalam use case dan message yang berjalan dalam
suatu use case digunakan sequence diagram. Diagram ini juga menggambarkan objek dan
relasinya termasuk kronologi (urutan) perubahan secara logis setelah menerima sebuah
message. elemen-elemen sequence diagram seperti pada tabel 2.3
17
Tabel 2.3 Elemen-elemen sequence diagram
2.6.4.
Class Diagram
Diagram ini menggambarkan sejumlah class dan hubungan antar class tersebut di dalam
sistem, selama perancangan, class diagram digunakan untuk meng-capture struktur class
yang membangun sistem. Dua elemen utama dari class diagram adalah class dan
relationship. elemen-elemen class diagram seperti pada tabel 2.4
18
Tabel 2.4 Elemen-elemen class diagram
2.6.5.
Deployment Diagram
Diagram ini digunakan untuk mewakili hubungan antara komponen perangkat keras yang
digunakan dalam infrastruktur fisik sistem. Deployment diagram juga dapat digunakan
untuk mewakili komponen perangkat lunak dan bagaimana komponen tersebut ditempatkan
di atas arsitektur fisik atau infrastruktur sistem informasi. elemen-elemen Deployment
Diagram seperti pada tabel 2.5
19
Tabel 2.5 Elemen-elemen Deployment Diagram
2.7.
Penelitian terdahulu
2.7.1.
Systems information modeling : Enabling digital asset management
Penelitian ini dilakukan oleh Peter E.D. Love , Jingyang Zhou , Jane Matthews , Harbin
Luo bertujuan untuk mengetahui bahwa penggunaan teknologi baru tanpa didasari dengan
keakraban dengan teknologi dasar dapat memperkecil peluang keberhasilan dalam
membangun sistem informasi, bagaimana kesalahan dan kelalaian di identifikasi,
dikatagorikan dan diukur agar dapat memperbesar peluang keberhasilan dalam membangun
sebuah sistem informasi
2.7.2.
Government knowledge management system analysis : a case study at Badan
Kepegawaian Negara
Penelitian ini dilakukan oleh Elin Cahyaningsih , Sofiyanti Indriasari , Pinkie Anggia ,
Dana Indra Sensuse, Wahyu Catur Wibowo bertujuan untuk mengetahui bagaimana sebuah
knowledge management pada lingkungan pemerintahan.
20
2.8.
Theoretical Framework
Berdasarkan pengidentifikasian masalah, tujuan penelitan, kajian teori dan studi dari
penelitian sebelumnya, maka dapat dibangun Theoritical Framewrok penelitan tentang
perancangan sistem informasi laporan kegiatan PLKB/PKB di lingkungan BKKBD
Kabupaten Tangerang dapat dilihat pada gambar 2.9
Masalah (kondisi saat ini)
Proses laporan pelaksanaan kegiatan program KKBPK oleh PLKB/PKB
Proses monitoring dan evaluasi kinerja PLKB/PKB masih bersifat output pelayanan KB bukan pada proses
pelaksanaan kegiatan.
Laporan terbatas pada rekapitulasi hasil kegiatan, tidak pada rincian kegiatan yang dilakukan.
Belum adanya sistem informasi PLKB/PKB
Proses pelaporan masih manual, tingkat kesalahan tinggi.
Informasi terkait kegiatan dan program disampaikan lambat karena harus mengumpulkan para PLKB/PKB
Penilaian kinerja PLKB/PKB baru dilakukan atas dasar hasil pelayanan KB, belum pada proses kerja PLKB/PKB
dalam melaksanakan program KKBPK.
Konsep SIM
Feasibility Analysis
Informasi
Data PLKB/PKB
PLKB/PKB
Lingkungan
MEKOP
Informasi Kegiatan
Basis data SIM
PLKB/PKB
PLKB/PKB
Pengguna :
BKKBD Kabupaten
Tangerang
PLKB/PKB
Kebijakan
Kabupaten Tangearng
Laporan dan
Program
Evaluasi
Manajemen
Pendekatan Metodologi Pengembangan SI
Pendekatan Metodologi Pengembangan SI
Model Waterfall
Model Waterfall
Tujuan (kondisi ideal)
Memperoleh sistem informasi laporan PLKB/PKB yang menyediakan data dan informasi
PLKB/PKB serta mendukung proses keselarasan pelaksanaan program KKBPK pada tingakt
desa/kelurahan
21
22
LAPORAN KEGIATAN PLKB/PKB
STUDI KASUS BKKBD KABUPATEN TANGERANG
Kelas:
MTI 2016SC
Mata Kuliah:
Metodologi Penulisan dan Penelitian Ilmiah (MPPI)
NIM : 1606946582
Nama : Arung Dewa Raja Manessa
Magister Teknologi Informasi
Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Indonesia
Jakarta
2017
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 2
1.2. Perumusan Masalah .................................................................................................... 4
1.3. Pertanyaan Penelitian .................................................................................................. 5
1.4. Tujuan Penelitian ........................................................................................................ 5
1.5. Manfaat Penelitian ...................................................................................................... 5
1.6. Ruang lingkup Penelitian ............................................................................................ 5
1.7. Sistematika Penulisan ................................................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 7
2.1. Sistem Informasi ......................................................................................................... 7
2.2. Sistem Informasi Manajemen ..................................................................................... 8
2.3. Software Development Life Cycle (SDLC) ................................................................ 9
2.4. Metodologi Pengembangan Sistem .......................................................................... 11
2.5. Pemilihan Metode Pengembangan Sistem ................................................................ 14
2.6. Unified Modeling Language ..................................................................................... 15
2.7. Penelitian Terdahulu ................................................................................................. 20
2.8. Theoretical Framework ............................................................................................. 21
Daftar Pustaka ........................................................................................................................ 22
Lampiran.................................................................................................................................. 23
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan membahas latar belakang, perumusan masalah, pertanyaan penelitian,
tujuan penelitan, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penelitian
1.1. Latar belakang
Kabupaten Tangerang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Banten berdasarkan
Undang-Undang Nomor. 73 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten yang secara
geografis terletak di bagian timur wilayah Propinsi Banten, dengan luas wilayah 959,61
KM2 atau 95,961 Ha. Jumlah penduduk pada Tahun 2011 sebanyak 2.960.474 Jiwa dan
untuk Tahun 2012 meningkat menjadi 3.050.929 Jiwa, sementara jumlah penduduk tahun
2013 sebanyak 3.157.780 jiwa. Dengan peningkatan Jumlah penduduk dari tahun 2011 s.d.
2012 sebanyak 3,06 % (90.455 jiwa) dan dari tahun 2012 s.d. 2013 sebanyak 3,38 %
(106.851 jiwa) dengan rata-rata kepadatan penduduk secara geografis per -km2 tahun 2012
sebesar 3.179 jiwa/Km2, sedangkan tahun 2013 sebesar 3.291 jiwa/Km2 (Kabupaten
Tangerang dalam Angka tahun 2012 – 2014)
Salah satu faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk adalah kelahiran. Upaya
yang harus dilakukan adalah konsistennya Pemerintah dalam pengendalian kelahiran,
Pendewasaan usia perkawinan, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan
kesejahteraan keluarga pada koridor pembentukan keluarga kecil bahagia dan sejahtera
menjadi keluarga berkualitas sebagaimana diamanatkan pada Undang-Undang RI Nomor.
52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dan
sesuai Visi “Terwujudnya Peningkatan Kesertaan ber-KB dalam Pembangunan
Kependudukan menuju Keluarga Sejahtera”.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk tercapainya keluarga kecil bahagia dan
sejahtera antara lain dengan upaya strategi keluarga berencana, keluarga sejahtera dan
kebijakan kependudukan. Namun upaya tersebut tidak akan lepas dari peran serta aparatur
baik pada tingkat pelaksanaan maupun lini lapangan serta peran serta masyarakat terutama
tokoh agama maupun pemuda dan tokoh masyarakat lainnya.
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pembangunan perlu dilakukan evaluasi
secara rutin dan berkesinambungan melalui kegiatan-kegiatan yaitu pendataan keluarga dan
membangun sistem yang memungkinkan terbentuknya jaringan pelayanan informasi yang
memadai.
Sejak awal Program Keluarga Berencana dicanangkan untuk menjadi salah satu alternatif
mengatasi problema kependudukan disamping banyak upaya lain, karena problema
1
kependudukan haruslah dilihat secara komprehesif dan lintas sektoral, Program Keluarga
Berencana menjadi indikator sukses suatu daerah dan menjadi sasaran pokok penilaian
terhadap keberhasilan kepala daerah karena indikator menurunnya angka kelahiran akan
berdampak kepada menurunya persoalan kemasyarakatan.
Menciptakan kesadaran akan pentingnya keluarga kecil masih tetap harus menjadi sasaran
Program KB, karena keluarga kecil adalah kondisi yang paling menyakinkan bagi
tercapainya keluarga yang berkualitas yaitu keluarga yang sehat, maju, mandiri, jumlah
anak ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis, dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu mulai tahun 2000 Program KB telah mewacanakan gender dan partisipasi
pria dalam pelaksanaan Program KB pada bagian lain khususnya pada penggunaan alat
konstrasepsi sebagai bagian dari hak reproduksi, maka kualitas layanan harus menjadi
pertimbangan utama karena integritas KB dalam upaya kesehatan reproduksi pada akhirnya
akan meningkatkan kualitas kesehatan khususnya dengan prioritas pada peningkatan
kualitas hidup keluarga.
Berdasarkan pada Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2014 tentang Organisasi Perangkat
Daerah bahwa organisasi dan tata Kerja Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Daerah, sebagai Badan yang mempunyai kewenangan dalam Pendendalian Penduduk dan
Keluarga Berencana di Kabupaten Tangerang.
Berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 36 tahun 2015 tentang Rincian Tugas dan Fungsi
dan Tata Kerja Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Kabupaten Tangerang,
maka Tugas dan Pokok Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD)
Kabupaten Tangerang adalah melaksanakan urusan pemerintah daerah berdasarkan asas
otonomi dan tugas pembantuan di bidang pengendalian penduduk, penyelenggaraan
keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, keluarga sejahtera dan pemberdayaan
keluarga. Sedangkan fungsi dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Kabupaten
Tangerang adalah:
a. Perumusan bahan kebijakan teknis di bidang pengendalian penduduk, penyelenggaraan
keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, keluarga sejahtera dan pemberdayaan
keluarga;
b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang pengendalian
penduduk, penyelenggaraan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, keluarga
sejahtera dan pemberdayaan keluarga;
2
c. Pembinaan dan koordinasi dengan instansi/lembaga lain terkait di bidang pengendalian
penduduk, penyelenggaraan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, keluarga
sejahtera dan pemberdayaan keluarga;
d. Pengawasan dan pengendalian di bidang pengendalian penduduk, penyelenggaraan
keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, keluarga sejahtera dan pemberdayaan
keluarga;
e. Pelaksana pengkajian dan evaluasi serta pelaporan di bidang pengendalian penduduk,
penyelenggaraan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, keluarga sejahtera dan
pemberdayaan keluarga; dan
f.
Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya;
Peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana/Penyuluh Keluarga Berancana (PLKB/PKB)
dalam pelaksanaan program Kependudukan, Keluarga Berancana dan Pembangunan
Keluarga (KKBPK) untuk mendukung visi dan misi BKKBD
Kabupaten Tangerang
merupakan salah satu komponen utama, dengan tingkat rasio PLKB/PKB 1:7 berdasarkan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) BKKBD Kabupaten
Tangerang Tahun 2016 yang miliki arti 1 orang PLKB/PKB membina 7 desa/kelurahan,
dalam hal ini masih belum ideal untuk pelaksanaan program KKBPK dimana kondisi ideal
adalah jika 1 orang PLKB/PKB membina maksimal 2 desa/kelurahan.
Program KKBPK pada tingkat desa/kelurahan mulai dari pembinaan masyarakat melalui
kelompok Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR), Bina Keluarga
Lansia (BKL), Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS), Kelompok
KB Desa, yang bertujuan untuk meningkatkan peran serta masyarakat melalui kesertaan
berKB Pasangan Usia Subur (PUS) dalam mendukung program KKBPK.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala BKKBD Kabupaten Tangerang (Lampiran A
: Transkrip Wawancara) dikemukakan bahwa keterbatasan untuk mengetahui apakah tugas
PLKB/PKB dalam melakukan pembinaan terhadap desa/kelurahan yang menjadi tanggung
jawabnya telah dilaksanakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh BKKBD
Kabupaten
Tangerang,
dan
kuantitas
pembinaannya
sudah
mencakupi
seluruh
desa/kelurahan binaan dalam kegiatan 1 bulan, serta apakah PLKB/PKB telah
menggunakan 10 langkah PLKB/PKB yang menjadi standar Mekanisme Operasional Lini
Lapangan (MEKOP) yang telah ditetapkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN).
Hasil wawancara dengan kepala bidang advokasi, penggerakan dan informasi (ADPIN)
didapat bahwa perlunya solusi yang terbaik dengan kondisi terbatasnya jumlah tenaga
3
PLKB/PKB tetapi kualitas pelaksanaan program KKBPK dilapangan tidak terganggu dan
target pembinaan masyarakat di seluruh desa/kelurahan dapat dipenuhi.
Hasil wawancara dengan kepala sub bidang advokasi dan penggerakan pelunya sebuah
sistem informasi yang tidak hanya bersifat mencatat dan melaporkan kegiatan yang
dilakukan oleh PLKB/PKB tatapi juga sebagai forum untuk berkomunikasi dan berbagi
informasi terkait dengan pelaksanaan program KKBPK pada tingkat desa/kelurahan.
1.2. Perumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini diangkat berdasarkan permasalahan yang ada pada
pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh PLKB/PKB di lingkungan BKKBN Kabupaten
Tangerang
Ekspetasi
Dengan ratio PLKB/PKB yang belum ideal dapat melakukan Advokasi, KIE, dan Informasi
program KKBPK kepada masyarakat diseluruh desa/kelurahan binaan setiap bulannya
Realitas
PLKB/PKB belum dapat melakukan pembinaan diseluruh desa/kelurahan binaan setiap
bulannya
SDM
Tenaga PLKB/PKB yang tidak
terampil
PROSES
Laporan PLKB/PKB hanya
berupa rekapitulasi
Mutasi PLKB/PKB yang
cepat
Belum
terbinanya
seluruh
desa/kelurahan
oleh PLKB/PKB
setiap bulannya
Ratio PLKB/PKB yang
belum edeal
Belumadanya Sistem Informasi Laporan
Kegiatan PLKB/PKB
KEBIJAKAN
Gambar 1.1 Diagram fishbone
Berdasarkan analisis dari fishbone diagram, faktor-faktor yang mempengaruhi dari belum
maksimalnya cakupan laporan FASKES KB swasta adalah sebagai berikut :
1. Kebijakan
Faktor kebijakan merupakan salah satu domain masalah yang mempengaruhi, domain
ini memiliki akar masalah belum adanya sistem informasi untuk melakukan proses
pencatatan dan pelaporan serta forum antar PLKB/PKB untuk berkomunikasi dan
4
berbagi informasi terkait pelaksanaan kegiatan program KKBPK di tingkat
desa/kelurahan.
2. Sumber Daya Manusia (SDM)
Akar masalah dalam domain SDM yaitu tenaga PLKB/PKB yang tidak terampil,
dimana tenaga PLKB/PKB di tingkat desa/kelurahan masih banyak yang belum dilatih,
Mutasi pegawai di kabupaten tangerang khususnya PLKB/PKB yang cepat dikarenakan
banyaknya PLKB/PKB yang masih berstatus tenaga kontrak, hanya terikat 1 tahun oleh
dinas terkait, Ratio PLKB/PKB yang belum ideal 1 PLKB/PKB : 7 desa/kelurahan.
3. Proses
Pada domain ini terdapat akar masalah yaitu laporan PLKB/PKB hanya bersifat
rekapitulasi bukan dalam bentuk laporan perkegiatan yang dilakukan oleh PLKB/PKB
baik waktu, tempat, kegiatan apa yang dilakukan serta output dari kegiatan tersebut.
1.3. Pertanyaan Penelitan (research question)
Salah satu akar masalah tedapat pada domain sistem informasi yang akan dijadikan fokus
utama penelitian ini yaitu proses pada sistem informasi pencatatan dan pelaporan PELKON
belum sesuai dengan sistem pencatatan dan pelaporan PELKON yang menjadi dasar di
bangunnya sistem informasi pencatatan dan pelaporan PELKON. Adapun pertanyaan
penelitan yang dapat diangkat penelitan ini adalah : “Bagaimana perancangan sistem
informasi laporan kegiatan PLKB/PKB : Studi kasus BKKBD Kabupaten Tangerang
?”
1.4. Tujuan Penelitan
Tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk melakukan analisis dan perancangan sebuah
sistem informasi laporan kegiatan PLKB/PKB di lingkungan BKKBD Kabupaten
Tangerang
1.5. Manfaat penelitan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagaimana berikut ini :
1. Manfaat untuk akademis, penelitan ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan
bagi peneliti selanjutnya terkait rancangan sistem informasi.
2. Manfaat bagi BKKBD, dengan penelitan ini diharapkan dapat menjadi referensi
sebuah rancangan sistem informasi laporan kegiatan PLKB/PKB di lingkungan
BKKBD Kabupaten Tangerang
5
1.6. Ruang lingkup penelitan
Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Objek penelitian dibatasi pada proses bisnis sistem pelaporan kegiatan PLKB/PKB
dan unit organisasi penerima manfaat layanan SI/TI BKKBD yaitu pada unit Bidang
ADPIN.
2. Hasil akhir perancangan ini berupa pemodelan sebuah sistem informasi laporan
kegiatan PLKB/PKB yaitu rancangan dengan menggunakan notasi-notasi UML
1.7. Sistematika penelitian
Sistematika penelitan ini dibagi menjadi bab-bab dan disusun secara sitematis dengan
uratan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Menjelaskan semua teori yang terkait dengan penelitian berdasrkan literature sebagai acuan
serta tinjauan pustaka
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Menjelaskan setiap tahapan dalam penelitian ini
BAB IV PROFIL ORGANISASI
Menjelaskan profil perwakilan bkkbn provinsi banten sebagai objek penelitian
BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN
Menjelaskan hasil dari proses yang dilakukan degnan mengelola data yang didaptkan
sebagai bahan anlisa yang sesuai dengan kebutuhan penelitan
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Menyampaikan kesimpuland ari hasil penelitian dan memberikan rekomendasi terkati hasil
tersebut
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Bagian ini menjelaskan berbagai hal yang menjadi acuan dan landasan dalam
melaksanakan penelitan.
2.1.
Sistem Informasi
Sistem adalah sekelompok komponen yang saling berhubungan, bekerja bersama untuk
mencapai tujuan bersama dengan menerima input serta menghasilkan output dalam proses
transformasi yang teratur, sedangkan sistem informasi dapat merupakan kombinasi teratur
dari orang-orang, hardware, software, jaringan komunikasi, dan sumber daya data yang
mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi. Manusia
bergantung pada sistem informasi untuk melakukan komunikasi dengan peralatan fisik,
instruksi pemrosesan informasi atau prosedur jaringan komunikasi , dan data (O’Brien,
2006).
Menurut (O’Brien, 2006) sistem informasi memiliki tiga peran penting bagi sebuah
organisasi :
1. Mendukung proses dan operasi bisnis
2. Mendukung pengambilan keputusan. Sebuah sistem informasi dapat membantu
manajer dan pelaku bisnis untuk membuat keputusan yang lebih baik.
3. Mendukung berbagai strategi untuk keunggulan kompetitif. Mendapatkan kelebihan
strategis atas para pesaing melalui penggunan sistem informasi.
Menurut (Kimble, 2010) terdapat beberapa tipe sistem informasi menurut hirarkinya dama
sebuah organisasi, yaitu :
1. Transaction processing systems (TPS)
Sistem terkomputerisasi yang menjalankan dan menyimpan transaksi rutin sehari-hari
untuk menjalankan bisnis. Sistem ini bekerja pada level operasional. Input pada level
ini adalah transaksi dan kejadian. Proses dalam sistem ini meliputi pengurutan data,
melihat data, memperbaharui data. Sedangkan outputnya adalah laporan yang detail,
daftar lengkap dan ringkasan. Usersnya Operations Personnel. Contoh: Accounts
Payable.
2. Management Information System (MIS)
sistem informasi pada management-level sebuah organisasi yang melayani fungsifungsi perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan yang dibuat dengan
menyediakan ringkasan rutin dan laporan periodik. Input pada level ini adalah data
dengan volume yang besar. Proses dalam sistem ini adalah Model-Model Sederhana.
7
Sedangkan outputnya adalah Summary Reports. Yang menjadi users adalah Manager
Tingkat Menengah. Contoh: Pembiayaan Tahunan /Laporan Keuangan Bulanan /
Tahunan Management Information Systems
3. Decision-support systems (DSS)
Sistem informasi di management-level sebuah organisasi yang mengkombinasikan data
dan model analitis yang rumit untuk mendukung pengambilan keputusan yang
terstruktur dan semi terstruktur. Input pada level ini adalah data dengan volume yang
rendah. Proses dalam sistem ini adalah Interactive. Sedangkan outputnya adalah
Decision Analysis. Usersnya adalah Professionals, Staff. Contoh : Contract Cost
Analysis
4. Executive Information System (EIS)
Sistem informasi ini bersifat strategis dan digunakan untuk membantu para eksekutif
dan manjer senior menganalisa lingkungan di mana organisasi beroperasi,
mengindintifikasi tren jangka panjang, dan merencanakan program yang tepat.
2.2.
Sistem Informasi Manajemen
Sistem informasi manajemen diidentifikasikan sebagai suatu sistem berbasis komputer
yang menyediakan informasi bagi para pengguna yang akan memecahkan masalah, baik itu
manajer maupun kalangan professional dalam mengambil keputusan guna memecahkan
masalah organisasi (Mcleod, Reymond, George, and Schell, 2009)
Pengambilan keputusan oleh manajer untuk memecahkan masalah ketika meraka
melaksanakan fungsi-fungsi dan memainkan peran tertentu. Mcleod menyatakan bahwa
para manajer melakukan sepuluh peran utama manajerial yang dapat diklasifikasikan ke
dalam tiga katagori utama yaitu : interpersonal, informasional, dan keputusan.
Informasi yang diberikan oleh SIM menjelaskan kepada manajer perusahan atau salah satu
sistem utamanya dilihat dari apa yang telah terjadi di masa lalu apa yang sedang terjadi, dan
apa yang kemungkinan akan terjadi di masa depan. SIM akan menghasilkan informasi
tersebut melalui penggunaan dua jenis perangkat lunak:
1. Perangkat lunak pembuat laporan yang menghasilkan laporan berkala maupun laporan
khusus.
2. Model matematis menghasilkan informasi sebagai hasil dari suatu simulasi atas operasi
perusahaan.
Sistem informasi manajemen diperlukan bagi manajemen untuk menghasilkan kebijakan
dan keputusan dalam mencapai tujuan organisasi. Agar akurasi data dan ketepatan waktu
8
penyampaian informasi menjadi penting. Akurasi data dan ketepatan waktu mempengaruhi
kualitas dan ketepatan pengambilan keputusan dan kebijakan oleh manajer.
2.3.
Software Development Life Cycle (SDLC)
Menurut (Dennis, Wixom, & Tegarden, 2015) SDLC adalah proses dalam memahami
bagaimana suatu sistem informasi dapt mendukung kebutuhan bisnis, menggambarkan
sistem, membangunnya dan menyerahkan kepada pengguna. Tahapan-tahapan yang ada
pada SDLC menurut mereka adalah sebagai berikut :
2.3.1.
Planning
Fase perencanaan adalah proses fundamental dalam memahami kenapa suatu sistem
informasi harus dibangun dan menentukan bagaimana tim proyek akan menunu
pembangunan sistem informasi. Fase ini memiliki dua langkah yakni :
1. Nilai bisnis dari sistem infromasi terhadap organisasi diidentifikasi dilakukan pada saat
inisiasi proyek. Pada fase ini dilakukan analisis kelayakan yang akan menentukan
aspek kunci dari proyek yang akan diajukan.
2. Pada saat proyek disetujui, maka proses manajemen proyek dimulai. Deliverable dari
manajemen proyek adalah project plan
2.3.2.
Analysis
Fase ini akan menjawab pertanyaan tentang siapa yang akan menggunakan sistem, apa
yang akan dilakukan sistem, serta kapan dan dimana sistem akan digunakan. Pada fase ini
tim proyek akan menyelidiki sistem yang digunakan saat ini, peluang untuk perbaikan dan
mengembangkan konsep untuk sistem yang baru. Terdapat tiga tahapan dalam fase ini,
yaitu :
1. Strategi analisis dikembangkan untuk membimbing tim proyek untuk untuk
menganalisa sistem yang ada saat ini (as-is system) beserta permasalahnnya dan cara
merencang sistem baru (to-be system)
2. Langkah berikutnya adalah pengumpulan kebutuhan (missalnya : melalui wawancara
atau kuesioner) untuk mengembangkan konsep sistem yang baru yang akan digunakan
sebagai sebagai dasar untuk mengembangkan sebuah set model yang mewakili data dan
proses yang diperlukan untuk mendukung proses bisnis.
3. Analisis, konsep sistem, dan model akan digabungkan menjadi sebuah dokumen yang
disebut proposal sistem, yang akan dipresentasikan kepada sponsor proyek dan para
pengambil keputusan kunci lainnya yang akan memutuskan apakah proyek akan
dilanjutkan.
9
2.3.3.
Design
Pada fase ini memutuskan bagaimana sistem akan beroperasi, dalam hal perangkat keras,
perangkat lunak, dan infrastruktur jaringan; antarmuka pengguna, bentuk dan laporanlaporan, program-program khusus, basis data, dan file yang akan diperlukan. Meskipun
sebagian besar keputusan-keputusan strategis tentang sistem yang dibuat dalam
pengembangan konsep sistem selama fase analisis, langkah-langkah dalam tahap desain
menentukan persis bagaimana sistem akan beroperasi. Tahap desain memiliki empat
langkah :
1. Strategi desain yang pertama kali dikembangkan. Menjelaskan apakah sistem akan
dikembangkan oleh programer perusahaan, apakah sistem akan outsourcing ke
perusahaan lain (biasanya firma konsultasi), atau apakah perusahaan akan membeli
paket perangkat lunak yang sudah ada.
2. Langkah ini mengarah pada pengembangan desain arsitektur dasar untuk sistem, yang
menggambarkan perangkat keras, perangkat lunak, dan infrastruktur jaringan yang
akan digunakan. Desain antarmuka menentukan bagaimana pengguna akan bekerja
melalui sistem, serta formulir dan laporan yang sistem akan gunakan.
3. Basis data dan spesifikasi file dikembangkan. Langkah ini akan mendefinisikan data
apa yang akan disimpan dan dimana mereka akan disimpan.
4. Tim analis mengembangkan desain program, yang mendefinisikan program-program
yang harus ditulis dan apa yang akan dikerjakan program secara tepat.
2.3.4.
Implementation
Fase akhir pada SDLC adalah tahap implementasi, di mana sistem benar-benar dibangun.
Fase ini biasanya paling mendapatkan perhatian, karena untuk sebagian besar sistem fase
ini merupakan fase terpanjang dan paling mahal dalam proses pengembangan sistem. Tahap
ini memiliki tiga langkah:
1. Langkah pertama adalah Sistem konstruksi. Sistem ini dibangun dan diuji untuk
memastikan bahwa sistem melakukan sesuai dengan apa yang dirancang.
2. Instalasi sistem, Instalasi adalah proses dimana sistem lama dimatikan dan yang baru
diaktifkan. Pada tahap ini terjadi konversi sistem dari sistem lama ke sistem baru. Salah
satu aspek yang paling penting dalam konversi adalah pengembangan dari rencana
pelatihan untuk mengajarkan pengguna cara menggunakan sistem baru dan membantu
mengelola perubahan yang disebabkan oleh pergantian sistem
10
3. Tim analis menetapkan rencana dukungan untuk sistem. Rencana ini biasanya termasuk
kajian pasca implementasi formal maupun informal serta cara yang sistematis untuk
mengidentifikasi perubahan besar dan kecil yang diperlukan sistem.
2.4.
Metodologi Pengembangan Sistem
Menurut (Dennis, Wixom, and Tegarden, 2015) Pendekatan yang dapat dilakukan dalam
metodologi pengembangan sistem SDLC terdiri dari :
2.4.1.
Pengembangan Terstruktur
Metodologi pengembangan sistem disebut pengembangan terstruktur apabila mengadopsi
pendekatan langkah demi langkah formal SDLC bergerak secara logis dari satu tahap ke
yang berikutnya (setiap tahap harus selesai terlebih dahulu untuk melajutkan ke tahap
selanjutnya). Keuntungan menggunakan metodologi ini requirement harus didefinisikan
lebih mendalam sebelum proses coding dilakukan. Kekurangan menggunakan metodologi
ini adalah sedikit kemungkinan untuk dilakukan perubahan pada saat proyek berlangsung.
Ada dua model yang termasuk dalam metode pengembangan terstruktur, yaitu Waterfall
development dan parallel development, perbedaan dari kedua model tersebut adalah jika
parallel development memungkinkan beberapa tahap dilakukan secara bersama-sama untuk
mempersingkat waktu. Untuk lebih jelasnya perbedaan antara kedua model tersebut dapt
dilihat pada gambar 2.3 dan gambar 2.4
Gambar 2.3 Model Waterfall Development.
11
Gambar 2.4 Model Parallel Development
2.4.2.
Rapid Application Development (RAD)
Metodologi berbasis RAD berusaha untuk mengatasi kedua kelemahan dari metodologi
desain terstruktur dengan menyesuaikan fase SDLC untuk mendapatkan beberapa bagian
dari sistem yang dikembangkan dengan cepat dan ke dalam tangan pengguna. Dengan cara
ini, pengguna dapat lebih memahami sistem dan menyarankan revisi yang membawa sistem
lebih dekat kepada apa yang dibutuhkan. Metodologi ini biasanya mensyaratkan beberapa
teknik dan alat-alat khusus agar proses bisa cepat, misalnya melakukan sesi joint
application development (JAD), penggunaan alat-alat computer aided software engineering
(CASE:Tools), kode generator dan lain-lain.
1. Phased Development
Membagi sistem keseluruhan menjadi beberapa versi sistem. Setelah desain untuk versi
pertama selesai maka akan dilanjutkan ke implementasi. Setelah versi pertama
terselesaikan, maka pengembang akan melanjutkan dengan memulai ke versi selanjutnya.
12
Gambar 2.5 Model Phase Development
2. Prototyping
Metodologi ini melakukan analisis, desain dan implementasi secara bersamaan, kemudian
dilakukan secara berulang-ulang untuk mendapatkan review dari pengguna. Prototyping
adalah sebuah sistem dalam fungsi yang sangat minimal.
Gambar 2.6 Model Prototyping Development
3. Throw-away Prototyping
Prototype dibuat untuk mendapatkan feedback dari pengguna. Feedback ini digunakan
untuk menganalisa, mendesain dan mengimplementasikan pada prototype. Prototype ini
akhirnya akan dibuang dan tidak akan digunakan pada produk final.
13
Gambar 2.7 Model Throwaway Prototyping Development
2.4.3.
Agile Development
Metodologi ini merupakan metodologi yang paling cepat saat ini dalam pengembangan
sebuah sistem informasi. Metodologi ini meringkaskan proses pemodelan dan pembuatan
dokumentasi. Pengembangan metodologi ini adalah eXtreme Programming (XP) dan
Scrum.
Gambar 2.8 Model Agile Development
2.5.
Pemilihan Metode Pengembangan Sistem
Memilih sebuah metodologi bukanlah hal yang mudah dilakukan karena tidak ada satupun
metodologi yang bisa dikatakan terbaik. Setiap organisasi biasanya memiliki standarisasi
tertentu. Banyak hal yang bisa dijadikan pertinmbangan dalam pemilihan sebuah
metodologi. Menurut (Dennis, Wixom, and Tegarden, 2015) ada beberapa petimbangan
dalam pemilihan metodologi yakni :
1. Kejelasan kebutuhan pengguna (clarity user requirement)
14
Ketika kebutuhan pengguna untuk sistem tidak jelas, pada kondisi ini maka metodologi
yang tepat untuk digunakan adalah metodologi RAD berbasis prototype dan throwaway
prototyping
2. Penguasaan teknologi (familiarity with technology)
Penguasaan teknologi adalah salah satu bagian yang penting untuk dipertimbangkan dalam
menentukan metodologi apa yang akan digunakan, karena dapat menimbulkan
pembengkakan waktu dan biaya.
3. Tingkat kerumitan sistem (system complexity)
Kerumitan sebuah sistem membutuhkan analisis dan desain yang hati-hati. Oleh sebab itu
metodologi yang dipandang kurang baik untuk diterapkan pada kondisi tingkat kerumitan
sistem yang sangat tinggi adalah metodologi agile dan prototyping.
4. Tingkat kehandalan sistem (system reliability)
Metodologi berbasis prototype umumnya bukan pilihan baik karena metodologi tersebut
kurang berhati-hati pada tahap analisis dan desain.
5. Waktu pelaksanaan pengembangan (short time schedules)
RAD cocok di implementasikan jika proyek-proyek dengan jadwal waktu singkat dan
membutuhkan kecepatan deliverables.
6. Visibility jadwal pelaksanaan (schedule visibility )
Untuk bergerak dari keputusan-keputusan penting metodologi berbasi RAD paling cocok
jika manajer proyek mengenali dan memberikan perhatian lebih baik pada tahapan yang
memiliki factor resiko dan ekspetasi yang tinggi.
2.6.
Unified Modeling Language
Menurut (Dennis, Wixom, and Tegarden, 2015) Unified Modeling Language (UML)
merupakan bahasa standar untuk visualisasi, spesifikasi, konstruksi dan dokumentasi dari
artifak sebuah perangkat lunak, dan dapat digunakan untuk semua tahapan dalam proses
pengembangan sistem mulai dari analisis, perancangan sampai implementasi.
UML menyediakan beberapa notasi dan diagram standar yang dapat digunakan sebagai alat
komunikasi bagi para pengembang sistem dalam proses analisis dan desain sebuah sistem.
Diagram dala UML didefinisikan sebagai informasi dalam berbagai bentuk yang digunakan
atau dihasilkan dalam proses pengembangan perangkat lunak. Berdasarkan UML tedapat
beberapa diagram utama yakni
15
2.6.1.
Use case Diagram
Diagram use case penting untuk mengorganisasikan dan memodelkan perilaku dari suatu
sistem yang dibutuhkan serta diharapkan pengguna. Use case adalah alat bantu untuk
membuat pengguna potensial mengatakan sesuatu tentang sistem dari sudut pandangnya.
Ide dasarnya adalah bagaimana melibatkan pengguna sistem di tahap awal analisis dan
percancangan sistem. Dengan demikian diharapkan akan dibangun suatu sistem yang
dibutuhkan oleh pengguna.
Diagram use case menunjukkan tiga aspek dari sitem yaitu : actor, use case dan sistem.
Actor dapat mewakili peran orang, alat atau sistem yang lain ketika berkomunikasi dengan
use case. Menurut (Dennis, Wixom and Tegarde, 2015) elemen-elemen use case diagrams
sepeti pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Elemen-elemen use case diagram
16
2.6.2.
Activity Diagram
Diagram ini merupakan model analisis yang digunakan untuk menggambarkan sebuah
proses aktifitas. Diagram ini dapat dipakai untuk berbagai model proses. Menurut (Dennis,
Wixom and Tegarden, 2015), elemen-elemen activity diagram seperti pada tabel 2.2
Tabel 2.2 Elemen-elemen Activity diagram
2.6.3.
Sequence Diagram
Untuk menggambarkan objek yang ada dalam use case dan message yang berjalan dalam
suatu use case digunakan sequence diagram. Diagram ini juga menggambarkan objek dan
relasinya termasuk kronologi (urutan) perubahan secara logis setelah menerima sebuah
message. elemen-elemen sequence diagram seperti pada tabel 2.3
17
Tabel 2.3 Elemen-elemen sequence diagram
2.6.4.
Class Diagram
Diagram ini menggambarkan sejumlah class dan hubungan antar class tersebut di dalam
sistem, selama perancangan, class diagram digunakan untuk meng-capture struktur class
yang membangun sistem. Dua elemen utama dari class diagram adalah class dan
relationship. elemen-elemen class diagram seperti pada tabel 2.4
18
Tabel 2.4 Elemen-elemen class diagram
2.6.5.
Deployment Diagram
Diagram ini digunakan untuk mewakili hubungan antara komponen perangkat keras yang
digunakan dalam infrastruktur fisik sistem. Deployment diagram juga dapat digunakan
untuk mewakili komponen perangkat lunak dan bagaimana komponen tersebut ditempatkan
di atas arsitektur fisik atau infrastruktur sistem informasi. elemen-elemen Deployment
Diagram seperti pada tabel 2.5
19
Tabel 2.5 Elemen-elemen Deployment Diagram
2.7.
Penelitian terdahulu
2.7.1.
Systems information modeling : Enabling digital asset management
Penelitian ini dilakukan oleh Peter E.D. Love , Jingyang Zhou , Jane Matthews , Harbin
Luo bertujuan untuk mengetahui bahwa penggunaan teknologi baru tanpa didasari dengan
keakraban dengan teknologi dasar dapat memperkecil peluang keberhasilan dalam
membangun sistem informasi, bagaimana kesalahan dan kelalaian di identifikasi,
dikatagorikan dan diukur agar dapat memperbesar peluang keberhasilan dalam membangun
sebuah sistem informasi
2.7.2.
Government knowledge management system analysis : a case study at Badan
Kepegawaian Negara
Penelitian ini dilakukan oleh Elin Cahyaningsih , Sofiyanti Indriasari , Pinkie Anggia ,
Dana Indra Sensuse, Wahyu Catur Wibowo bertujuan untuk mengetahui bagaimana sebuah
knowledge management pada lingkungan pemerintahan.
20
2.8.
Theoretical Framework
Berdasarkan pengidentifikasian masalah, tujuan penelitan, kajian teori dan studi dari
penelitian sebelumnya, maka dapat dibangun Theoritical Framewrok penelitan tentang
perancangan sistem informasi laporan kegiatan PLKB/PKB di lingkungan BKKBD
Kabupaten Tangerang dapat dilihat pada gambar 2.9
Masalah (kondisi saat ini)
Proses laporan pelaksanaan kegiatan program KKBPK oleh PLKB/PKB
Proses monitoring dan evaluasi kinerja PLKB/PKB masih bersifat output pelayanan KB bukan pada proses
pelaksanaan kegiatan.
Laporan terbatas pada rekapitulasi hasil kegiatan, tidak pada rincian kegiatan yang dilakukan.
Belum adanya sistem informasi PLKB/PKB
Proses pelaporan masih manual, tingkat kesalahan tinggi.
Informasi terkait kegiatan dan program disampaikan lambat karena harus mengumpulkan para PLKB/PKB
Penilaian kinerja PLKB/PKB baru dilakukan atas dasar hasil pelayanan KB, belum pada proses kerja PLKB/PKB
dalam melaksanakan program KKBPK.
Konsep SIM
Feasibility Analysis
Informasi
Data PLKB/PKB
PLKB/PKB
Lingkungan
MEKOP
Informasi Kegiatan
Basis data SIM
PLKB/PKB
PLKB/PKB
Pengguna :
BKKBD Kabupaten
Tangerang
PLKB/PKB
Kebijakan
Kabupaten Tangearng
Laporan dan
Program
Evaluasi
Manajemen
Pendekatan Metodologi Pengembangan SI
Pendekatan Metodologi Pengembangan SI
Model Waterfall
Model Waterfall
Tujuan (kondisi ideal)
Memperoleh sistem informasi laporan PLKB/PKB yang menyediakan data dan informasi
PLKB/PKB serta mendukung proses keselarasan pelaksanaan program KKBPK pada tingakt
desa/kelurahan
21
22