Hidro ponik Tanaman Padi .docx

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Upaya Khusus (UPSUS) Pencapaian Swasembada Padi, Jagung dan
Kedelai pada Tahun 2017, dengan target produksi Tahun 2015 untuk Padi
sebesar 73,4 juta ton, Jagung sebesar 20 juta ton dan Kedelai sebesar 1,2 juta
ton. Program Upaya Khusus diharapkan mampu untuk meningkatkan IP (Indeks
Pertanaman), dan melakukan intensifikasi lahan secara maksimal untuk
meningkatkan produksi Padi, Jagung dan Kedelai.
Target produksi Padi nasional sebesar 73,4 juta ton di Tahun 2015,
dengan pencapaian produksi di Tahun 2014 sebesar 69,87 juta ton, kekurangan
produksi Padi nasional sebesar 3,53 juta ton dari target Tahun 2015. Untuk
mencapai target produksi Padi nasional Tahun 2015, Propinsi Jawa Timur yang
merupakan sentra lumbung pangan nasional diharapkan dapat menyumbang
produksi Padi sebanyak 2 juta ton dengan melakukan gerakan peningkatan
produksi pangan, mendukung pencapaian produksi tanaman pangan strategis,
mengamankan pertanaman/eksisting dari gangguan Organisme Pengganggu
Tumbuhan (OPT) dan dampak perubahan iklim (banjir dan kekeringan) serta
mengintensifkan luas panen optimal dengan upaya meningkatkan penyuluhan
dan pendampingan kepada petani agar mau menerapkan teknologi sesuai
kondisi spesifik lokasi, meningkatkan koordinasi dengan stakeholder guna untuk

ketersediaan sarana produksi (benih, pupuk, dan pestisida) yang cukup dan
memenuhi 6 tepat (jenis, waktu, jumlah, kualitas, lokasi, dan harga).
Pencapaian target produksi padi sangat tergantung pada koordinasi lintas
sektor terkait dalam mengatur ketersediaan air/irigasi serta mengendalikan banjir
dan kekeringan, mengoptimalkan sarana dan peralatan panen dan pascapanen
untuk membantu petani pada periode panen, mendukung pelaksanaan program
optimasi lahan serta perbaikan jaringan irigasi.
1

Desa Tambak Rejo Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan merupakan
salah satu wilayah integral Propinsi Jawa Timur yang memiliki luas wilayah
118 ha, dengan luas wilayah pertanian 113 ha, dalam meningkatkan produksi
Padi Desa Tambak Rejo memiliki banyak permasalahan yang dihadapi
diantaranya letak geografis desa yang berada antara 5 – 8 meter diatas
permukaan laut (dpl) sehingga wilayah pertanian Desa Tambak Rejo sering
terendam oleh banjir pada musim penghujan, perubahan iklim yang tidak
menentu, hama dan penyakit yang selalu menghantui petani serta perilaku dan
sikap petani sendiri yang sulit untuk menerapkan paket-paket teknologi
terbarukan dalam sistem tanam budidaya padi.
Kondisi lingkungan dan kondisi iklim yang kurang menunjang membuat

para petani yang ada di Desa Tambak Rejo tidak memanfaatkan lahan
pertaniannya khususnya pada musim penghujan yang mengakibatkan indeks
petanaman menurun sehingga berdampak pada produktifitas padi setiap
tahunnya.
Melihat kenyataan tersebut, maka Desa Tambak Rejo perlu menerapkan
paket-paket teknologi yang telah berkembang luas diseluruh Indonesia
diantaranya paket teknologi PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) yang
merupakan perpaduan dari berbagai komponen teknologi yang dirakit dan
disesuaikan dengan kondisi lokasi tertentu guna menghasilkan produksi yang
tinggi dan paket teknologi SRI (Sistem Rice Of Intensification), merupakan teknik
budidaya Padi yang menekankan pada manajemen pengelolaan tanah, tanaman
dan air yang berbasis pada kegiatan ramah lingkungan.
Pilihan lain yang dapat dikembangkan di Desa Tambak Rejo dengan
melihat kondisi lingkungan adalah paket teknologi sistem tanam Hidroponik yang
memadukan sistem pertanian modern dan sistem pertanian ramah lingkungan,
kenyataan yang ada di Desa Tambak Rejo, memotivasi penulis melakukan
2

sebuah kajian tentang “Rancangan Penyuluhan tentang Sistem Tanam
Hidroponik Tanaman Padi di Desa Tambak Rejo Kecamatan Kraton

Kabupaten Pasuruan Propinsi Jawa Timur” untuk menambah pengetahuan
dan wawasan petani dalam melakukan usaha budidaya pertanian.
Rancangan penyuluhan tentang sistem tanam Hidroponik yang dibuat
akan dilakukan penyuluhan dengan menggunakan metode dan teknik yang
sesuai sehingga akan memecahkan permasalahan budidaya tanaman Padi di
Desa Tambak Rejo.

3

1.2. Rumusan Masalah
- Bagaimana perbedaan pertumbuhan tanaman Padi budidaya sistem
tanam Hidroponik dengan budidaya sistem tanam Konvensional.
- Bagaimana membuat rancangan penyuluhan yang tepat
menerapkan teknologi budidaya sistem

untuk

tanam Hidroponik di Desa

Tambak Rejo Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan

- Bagaimana peningkatan pengetahuan petani tentang teknologi budidaya
padi dengan pola tanam Hidroponik.
1.3. Tujuan
- Dapat mengetahui perbedaan pertumbuhan budidaya Padi sistem tanam
Hidroponik dengan budidaya sistem tanam Konvensional .
- Dapat Menyusun rancangan penyuluhan tentang teknik budidaya Padi
dengan sistem tanam

Hidroponik untuk memecahkan permasalahan

yang dihadapi petani.
- Dapat mengetahui peningkatan pengetahuan petani tentang teknik
budidaya Padi dengan sistem tanam Hidroponik.
1.4. Manfaat
Hasil kajian ini bermanfaat bagi:
- Petani, penelitian ini dapat dijadikan pedoman dalam berusaha tani
budidaya tanaman Padi yang menyehatkan dan menguntungkan.
- Pemerintah Daerah, hasil penelitian ini sebagai sumbangan pemikiran
dalam penerapan sistem budidaya Padi dengan menggunakan sistem
tanam Hidroponik dalam memecahkan masalah budidaya Padi

- Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Malang, penelitian ini akan
berguna dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tentang
penerapan sistem tanam budidaya Padi dengan sistem tanam Hidroponik
dalam meningkatkan produktifitas Gabah Kering Panen (GKP).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Aspek Teknis
2.1.1. Padi (Oryza Sativa L)
4

Padi termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae (sinonim: Graminae
atau Glumiflorae). Tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi)
diklasifikasikan

ke

dalam

divisio


Spermatophytae

dengan

subdivisio

Angiospermae, digolongkan ke dalam kelas Monocotyledonae, termasuk ordo
Poales dengan famili Poaceae serta genus Oryza Linn dan dengan nama
spesies Oryza sativa L.

Gambar 1. Morfologi Tanaman Padi
Klasifikasi ilmiah tanaman Padi :
Kerajaan

:

Plantae

Divisi


:

Magnoliophyta

(tidak termasuk)

Monocots

(tidak termasuk)

Commelinids

Ordo

:

Poales

Famili


:

Poaceae

Genus

:

Oryza

Spesies

:

O. Sativa

Nama binomial

:


Oryza Sativa

2.1.2. Paket Teknologi PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu)
Implementasi model PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) secara
nasional telah dilakukan sejak Tahun 2001. Pada beberapa lingkungan, model
PTT ternyata mampu meningkatkan produktivitas Padi sebesar 8,7-21%.

5

Menurut Kartaatmadja dan Fagi (1999) pengelolaan tanaman dan sumberdaya
terpadu (PTT) merupakan suatu upaya untuk melumintukan (melestarikan)
produksi tanaman Padi. Selain menjaga kelestarian tingkat produksi, pendekatan
PTT juga mampu meningkatkan produktivitas tanaman dengan biaya produksi
yang lebih efisien, sehingga berpeluang untuk meningkatkan pendapatan petani.
Terjadinya peningkatan jumlah anakan maksimum pada perlakuan Model
PTT antara lain disebabkan persaingan sesama tanaman Padi (inter spesies)
dalam mendapatkan air, unsur hara, CO2, O2, cahaya, dan ruang untuk tumbuh
(Gani, 2003; Abdullah, 2004). Pada Model PTT yang ditanam dengan sistem
tanam jajar legowo 4:1 menyebabkan terdapatnya banyak lorong dibanding
sistem tegel pada perlakuan Paket/Cara Petani. Hal ini menyebabkan intensitas

cahaya matahari yang sampai ke permukaan daun lebih banyak terutama pada
pinggir lorong sehingga meningkatkan efisiensi fotosintesa (Abdullah. 2000).
Menurut Fagi dan De Datta (1981) dan Darwis (1982), laju serapan hara
oleh akar tanaman cenderung meningkat dengan meningkatnya intensitas
cahaya.
Sistem tanam Jajar Legowo merupakan sistem tanam yang menerapkan
semua barisan rumpun tanaman berada pada bagian pinggir tanaman yang
biasanya memberi hasil lebih tinggi (efek tanaman pinggir). Dengan adanya
barisan kosong (legowo), penyerapan nutrisi oleh akar menjadi lebih sempurna
sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman (Setyanto dan
Kartikawati, 2008). Sistem tanam jajar legowo lebih menguntungkan karena
tanaman tidak saling berebut makanan, sehingga akar dalam setiap rumpun padi
memperoleh nutrisi yang optimal yang dapat memacu pertumbuhan tanaman
dan juga produksi serta mudah dalam pemberian pupuk dengan adanya lorong
dan mudah dalam penanggulangan gulma.
2.1.3. Paket Teknologi SRI (Sistem Rice of Intensifikation)
6

System Rice of Intensification (SRI) adalah teknik budidaya tanaman padi
yang mampu meningkatkan produktivitas Padi dengan cara mengubah

pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil
meningkatkan produktivitas Padi sebesar 50% bahkan dibeberapa tempat
mencapai lebih dari 100% (Mutakin, 2007).
Hasil metode SRI sangat memuaskan. Di Madagaskar pada beberapa
tanah tak subur yang produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan
SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani memperoleh
10-15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha (Mutakin, 2005).
2.1.4. Sistem Tanaman Hidroponik
Hidroponik berasal dari bahasa Latin hydros yang berarti air dan phonos
yang berarti kerja.hidroponik arti harfiahnya adalah kerja air. Bertanam secara
Hidroponik kemudian dikenal dengan bertanam tanpa medium tanah (soilless
cultivation, soilless culture). Pada awalnya

bertanam secara Hidroponik

menggunakan wadah yang hanya berisi air yang telah dicampur dengan pupuk,
baik pupuk mikro maupun pupuk makro. Pada perkembangannya, bertanam
Hidroponik meliputi berbagai cara yaitu bertanam tanpa medium tanah.
Hidroponik adalah budidaya menanam dengan memanfaatkan air tanpa
menggunakan tanah dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi
bagi tanaman. Kebutuhan air pada hidroponik lebih sedikit daripada kebutuhan
air pada budidaya dengan tanah. hidroponik menggunakan air yang lebih efisien,
jadi cocok diterapkan pada daerah yang memiliki pasokan air yang terbatas.
Hidroponik mempunyai banyak kelebihan berbanding dengan bertani
secara konvensional. Beberapa kelebihan sistem hidroponik dibanding dengan
media tanah adalah kebersihan lebih mudah terjaga, tidak memerlukan
pengelolaan tanah, penggunaan pupuk dan air lebih efisien, tidak tergantung
musim, tingkat produktivitas dan kualitas cukup tinggi dan seragam, tanaman
7

dapat dikontrol dengan baik, dapat diusahakan di tempat yang tidak terlalu luas
ataupun dipergunakan sebagai bisnis dengan luasan yang cukup, dapat
mengurangi jumlah tenaga kerja, kenyamanan kerja dapat ditingkatkan secara
ergonomis, dan diferensiasi produk dapat dilakukan (Suejusoh, 2006 dalam
Yusuf Bahtiar)
Beberapa

kelebihan

bertanam

secara

hidroponik

dibandingkan

penanaman dengan menggunakan media tanah adalah masalah hama dan
penyakit yang dapat dikurangi, produk yang dihasilkan umumnya berkualitas
lebih baik sehingga harga jualnya lebih tinggi (Mardiyah Hayati, 2009).
2.1.5. Pupuk Kompos
Pupuk kompos adalah hasil penguraian tidak lengkap (parsial) dari
campuran bahan-bahan organik. Proses pengomposan dapat dipercepat secara
artifisial dengan menambahkan macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang
hangat, lembab dan aerobik atau anaerobik. (Isroi & Nurheti Yuliarti, 2009).
Kompos merupakan material organik yang sudah didekomposisi dan
digunakan sebagai pupuk untuk penyubur tanah. Kebutuhan pupuk anorganik
yang sangat tinggi mengakibatkan produksi pertanian kurang

hiegenis

dikonsumsi, juga harga pupuk anorganik yang sangat tinggi sehingga tidak
jarang petani mengalami kerugian pada saat budidaya.
Kompos yang berkualitas adalah kompos yang sudah matang dan
mengandung unsur hara yang lengkap. Kualitas kompos dipengaruhi oleh tingkat
kematangan dan campuran berbagai bahan organik. Kualitas kompos dapat
bervariatif karena setiap pembuatannya memiliki teknis dan cara yang berbedabeda dan tidak ada standar baku. Karena itu sebagaian besar kemasan kompos
yang dijual dipasaran jarang mencantumkan kandungan unsur hara (Mulyono,
2014). Kandungan unsur hara yang baik dalam kompos dapat dilihat pada Tabel
1
8

Tabel 1. Kandungan Unsurhara Kompos
Bahan Kandungan
Persentase Kandungan
Nitrogen (N)
1.33%
Fosfor (P2O5)
0.85%
Kalium (K2O)
0.36%
Kalsium (Ca)
5.61%
Zat Besi (Fe)
2.1%
Seng (Zn)
285 ppm
Timah (Sn)
575 ppm
Tembaga (Cu)
65 ppm
Kadmium (Cd)
5 ppm
Humus
53.7%
pH
7.2
Sumber: Nan Djuarni dan Budi. Tahun 2005.
2.1.6. Biourine
Biourin merupakan urin yang diambil dari ternak, terutama ruminansia
yang terlebih dahulu di fermentasi sebelum digunakan. hasil percobaan lapangan
menujukkan peningkatan produktifitas pertanian yang mencapai sampai 25%
terhadap tanaman Jagung, Bawang Merah, Kopi dan Kakao jika dibandingkan
dengan kontrol. Berdasarkan proses dan hasil tersebut, dapat disimpulkan
(sementara) bahwa biourin diperoleh dari fermentasi anaerobik dari urine dengan
nutrisi tambahan menggunakan mikroba pengikat nitrogen dan mikroba
dekomposer lainnya. Dengan demikian kandungan unsur nitrogen dalam biourin
akan lebih tinggi dibandingkan dengan pada urine. (anynomous. 2008).
Urine Sapi adalah cairan dari proses pembuangan sisa metabolisme oleh
ginjal kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh sapi melalui proses urinasi.
Proses ini diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang
disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostatis cairan tubuh. Urine sapi (air
kencing sapi) sangat bermanfaat sekali bagi petani karena urine sapi
mengandung berbagai unsur hara sehingga dapat digunakan sebagai pupuk cair.
Sebelum digunakan sebagai pupuk pertanian urine sapi ini sebaiknya di
fermentasi terlebih dahulu.

9

Menurut Lingga, 1991 dalam Hannayuri, 2011 melaporkan bahwa jenis
dan kandungan hara yang terdapat pada kotoran ternak sapi padat dan cair
dapat dilihat pada Tabel 2.
Table 2. Jenis dan Kandungan Zat Hara Kotoran Sapi Padat dan Cair
Sapi

Nitrogen (%)

Fosfor (%)

Kalium (%)

Air (%)

Padat

0.40

0.20

0.10

85

1.50

92

Cair
1.00
0.50
Sumber: Nan Djuarni dan Budi. Tahun 2005

Berbeda dengan pupuk buatan yang hanya mengandung satu nutrisi saja,
pupuk organik yang dibuat dari urine sapi mengandung nutrisi yang beragam dan
seimbang seperti yang dijelaskan dari hasil penelitian S.C.Hsieh dan C.F.Hsieh,
1987 (dalam Hannayuri, 2011)
Tabel 3. Jumlah Unsur Hara pada Kotoran Sapi
N

P

K

Ca

Hg

Na

Fe

Mn

Zn

Cu

Ni

Cr

1,1 0,5 0,9 1,1 0,8 0,2 5726 344 122 20
6
Sumber: Hsieh S.C 0dan C F. Hsieh. 1987 dalam Hannayuri. Tahun 2011
Tabel 3 menunjukkan unsur hara yang tekandung dalam kotoran sapi
adalah unsur hara Fe (besi) yang memiliki kandungan tertinggi, sedangkan
kandungan terendah adalah P (posfor), dari beragamnya kandungan unsur hara
yang ada pada kotoran sapi, sehingga kotoran sapi sangat cocok untuk
digunakan sebagai bahan campuran media tanam.
Tabel 4. Beberapa Sifat Urine Sapi Sebelum dan Sesudah Difermentasi.
Unsur

pH

N

P

K

Ca

Na

Fe

Mn

Zn

Cu

Warna

Bau

7,2

1,1

0,5

0,9

1,1

0,2

3726

300

101

18

Kuning

Menyengat

8,7

2,7

2,4

3,8

5,8

7,2

7692

507

624

510

hitam

kurang

Pra
fermen.
Pasca
fermen.

Sumber: Hsieh S.C dan C.F. Hsieh. Tahun 1987 dalam Hannayuri. Tahun 2011

10

Pada Tabel 4 menunjukkan tingkat kandungan hara dan sifat urine sapi
setelah melakukan fermentasi mengalami peningkatan yang sangat tinggi
dibanding sebelum malakukan fermentasi sehingga urine sapi yang difermentasi
sangat cocok untuk digunakan sebagai unsur hara dalam pertumbuhan tanaman.
2.2. Aspek Sosial
2.2.1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil ‘’tahu’’ dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca
indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau
disadari oleh seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai
gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi.
Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya
untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau
dirasakan sebelumnya. (anonymous. 2015)

Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif menurut Notoatmodjo
(2003) mempunyai 6 tingkat, yakni :
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

11

rangsangan yang telah diterima. Contoh, dapat menyebutkan tanda-tanda
kekurangan kalori dan protein pada anak balita.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi
tersebut secara benar. Contoh, menyimpulkan meramalkan, dan sebagainya
terhadap obyek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus
makan makanan yang bergizi.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini
dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan menggunakan rumus statistik dalam menggunakan prinsipprinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus pemecahan
masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan
dari kasus yang diberikan.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan
analisis

ini

dapat

menggambarkan

dilihat

dari

(membuat

penggunaan

bagan),

kata-kata

membedakan,

kerja

dapat

memisahkan,

mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru.

Misalnya:

dapat

menyusun,

dapat

merencanakan,

dapat
12

meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori
atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. evaluasi dilakukan dengan
menggunakan kriteria sendiri atau kriteria yang telah ada.
2.2.2. Pengertian Penyuluhan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 16 Tahun 2006 tentang
Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K), bahwa
penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama dan
pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan
dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber
daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktifitas, efisiensi usaha,
pendapatan dan kesejahteraan serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian
fungsi lingkungan hidup. Penyuluhan dapat diartikan sebagai proses perubahan
sosial, ekonomi dan politik untuk memberdayakan dan memperkuat kemampuan
masyarakat melalui proses belajar bersama yang partisipatif, agar terjadi
perubahan

perilku

pada

diri

semua

stakeholders

(individu,

kelompok,

kelembagaan) yang terlibat dalam proses pembangunan, demi terwujudnya
kehidupan yang semakin berdaya, mandiri, dan partisipatif yang semakin
sejahtera secara berkelanjutan (Mardikanto, 2009).
Penyuluhan pertanian adalah pemberdayaan petani beserta keluarganya
beserta masyarakat pelaku agribisnis melalui kegiatan pendidikan non formal
dibidang pertanian agar mereka mampu menolong dirinya sendiri baik dibidang
ekonomi, sosial maupun politik, sehingga meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan mereka (Daniel, Darmawati, dan Nieldalina, 2006).
2.2.3. Tujuan Penyuluhan

13

Tujuan penyuluhan pertanian jangka panjang adalah terjadi peningkatan
taraf hidup masyarakat, maka hal ini hanya dapat dicapai apabila petani dalam
masyarakat telah melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Better farming, mau dan mampu mengubah cara-cara usaha taninya dengan
cara-cara yang lebih baik
b. Better business, berusaha yang lebih menguntungkan, mau dan mampu
menjauhi para pengijon, lintah darat, dan melakukan teknik pemasaran yang
benar
c. Better living, hidup baik dengan mampu menghemat, tidak berfoya-foya dan
setelah berlangsungnya masa panenan, bisa menabung, bekerja sama
memperbaiki hiegenis lingkungan, dan mampu mencari alternatif lain dalam
hal usaha, misal mendirikan industri rumah tangga yang lain dengan
mengikutsertakan keluarganya guna mengisi kekosongan waktu selama
menunggu panenan berikutnya.
Tujuan utama dari penyuluhan pertanian adalah terjadinya dinamika dan
perubahan-perubahan pada diri petani yang mencakup prilaku yaitu ;
(Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap), dan kepribadian yaitu (Kemandirian,
ketidaktergantungan, keterbukaan, kemampuan kerjasama, kepemimpinan, daya
saing dan sensitive gender) sehingga mereka mampu menolong dirinya sendiri
dalam mengatasi masalah (Wahjuti, 2007).
2.2.4. Kegiatan Penyuluhan
Kegiatan Penyuluhan merupakan usaha untuk menyebarkan informasi
yang dilakukan oleh seorang penyuluh kepada pelaku utama maupun pelaku
usaha dengan materi, metoda, teknik dan media

yang disesuaikan dengan

keadaan karateristik wilayah, yang dilakukan secara partisipatif dan kearifan lokal
setempat.
14

2.2.5. Unsur-unsur Penyuluhan
Ibrahim,

Jabal

Tarik.

Arman

Sudiyono.

dan

Harpowo,

(2003),

menyebutkan bahwa unsur-unsur penyuluhan pertanian merupakan semua
faktor yang terdapat pada kegiatan penyuluhan pertanian meliputi:
1. Sumber
Dapat berupa penyuluh pertanian dan lembaga penelitian pemerintah/
swasta yang melakukan penelitian pertanian guna menghasilkan teknologi
pertanian.
2. Materi
Merupakan segala sesuatu yang disampaikan pada penyuluhan pertanian.
Materi pokok penyuluhan pertanian dapat diklasifikasikan menjadi 5 (lima),
yaitu: tehnik pertanian, ekonomi pertanian, manajemen pertanian, dinamika
kelompok dan politik pertanian.

Materi penyuluhan juga memenuhi syarat

seperti: (1) dapat memberikan keuntungan secara nyata bagi petani, (2)
memiliki resiko kegagalan yang relatif kecil dan tidak menuntut biaya mahal,
(3) bersifat sederhana untuk dilaksanakan, (4) dapat diperoleh dengan
mudah. Materi penyuluhan yang disampaikan kepada petani sebagai
sasaran penyuluhan harus memenuhi berbagai kriteria supaya materi yang
disampaikan mencapai tujuan yang diinginkan.
Soedarmanto (2001) menyatakan syarat

Secara lebih rinci,

pokok materi penyuluhan yang

disampaikan kepada petani perlu diperhatikan tiga segi: (1) secara teknis
dapat dilakukan oleh petani, (2) secara ekonomis dapat dipertanggung
jawabkan,

(3)

secara

sosial

diinginkan

oleh

petani.

Sedangkan

Kartasapoetra (1987) mengatakan materi penyuluhan harus sesuai dengan
kebutuhan sasaran (petani)

dengan demikian maka petani akan tertarik

perhatiannya dan akan termotivasi untuk mempraktekkannya. Materi yang

15

manarik perhatian para petani adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
usaha perbaikan produksi, pendapatan dan tingkat kehidupannya.
Mengenai materi penyuluhan, Millikan dan Hapgood dalam Kartasapoetra
(1987) berpendapat: “materi penyuluhan agar dapat diterima dan diyakini
petani maka harus memiliki sifat: (1) menguntungkan secara nyata, (2) dapat
melengkapi

kegiatan

dan mengimbangi

keadaan

yang berkembang

sekarang, (3) sederhana dan mudah dilaksanakan, (4) sesuai dan tidak
bertentangan dengan adat dan norma, (5) mampu dikuasai dan terjangkau,
(6) dapat dimanfaatkan dengan hasil yang nyata dan cepat, (7) tidak mahal
biayanya, (8) memiliki resiko yang rendah, (9) pengaruhnya harus
mengagumkan dan (10) dapat dikembangkan sendiri oleh petani”.
3. Metode dan Teknik
Metode penyuluhan dapat diartikan sebagai cara penyampaian materi
penyuluhan, melalui media komunikasi oleh penyuluh kepada petani beserta
keluarganya agar bisa dan membiasakan diri menggunakan teknologi
(Suriaatmadja, 1988). Sedangkan pendapat lain mengartikan bahwa metode
penyuluhan pertanian adalah cara penyampaian materi (isi pesan)
penyuluhan pertanian oleh penyuluh kepada petani dan keluarganya baik
secara langsung maupun tidak langsung agar mereka tahu, mau dan mampu
menggunakan inovasi baru (Anonymous, 1995).
Jika rancangan materi telah memenuhi kriteria seperti yang disebutkan di
atas, selanjutnya ditentukan metode yang digunakan
penyuluhan.

dalam kegiatan

Metode adalah cara yang digunakan untuk menyampaikan

materi penyuluhan kepada sasaran melalui media komunikasi dengan tujuan
agar sasaran membiasakan diri menggunakan teknologi yang dianjurkan
(Wiriaatmadja, 1986). Ibrahim, dkk (2003) menyatakan bahwa: “tidak ada
satupun metode penyuluhan yang lebih baik dari metode yang lain, semakin
16

banyak metode yang digunakan semakin baik dan pesan semakin cepat
dapat dipahami. Penerapan metode akan lebih baik jika didukung dengan
penggunaan materi fisual dan tertulis”.

Ditambahkan oleh Soedarmanto

(2001), yang penting metode penyuluhan yang digunakan harus sesuai
dengan sasaran, cukup dalam kualitas dan kuantitas, tepat mengenai
sasaran, tapat waktu, materi lebih mudah diterima dan dimengerti serta
murah pembiayaannya.
Metode dan teknik merupakan cara-cara penyampaian materi penyuluhan
secara sistematis hingga materi penyuluhan dapat dimengerti dan diterima
petani sasaran. Soedarmanto (1996) dalam Ibrahim, dkk, (2003), metode
penyuluhan yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (1)
sesuai dengan keadaan sasaran, (2) cukup kualitas dan kuantitas, (3) tepat
mengenai sasaran dan waktu, (4) mudah diterima dan dimengerti, (5) murah
pembiayaannya.

Sedangkan dengan pertimbangan banyaknya sasaran

yang disuluh, maka metode penyuluhan dapat diklasifikasikan menjadi 3
(tiga) yaitu: (1) metode perorangan, (2) metode kelompok, (3) metode
massal.
Menurut Wahjuti (2005) dalam dunia pendidikan metode diartikan sebagai
“cara”, sedangkan teknik adalah “prosedur”.

Dalam dunia penyuluhan

pertanian metode dan teknik penyuluhan pertanian merupakan cara dan
prosedur yang harus ditempuh oleh seorang penyuluh atau komunikator
dalam menyampaikan pesan kepada sasaran agar terjadi perubahan baik
perilaku maupun kepribadian sasaran sebagaimana yang diharapkan.
Pada materi yang mengajarkan keterampilan akan lebih baik jika
menggunakan

metode

demonstrasi

yang

Demonstrasi merupakan gagasan dasar

ditunjang

metode

lain.

bagi penyuluhan pertanian

(Wiriaatmadja, 1986).
17

Pelaksanaan penyuluhan akan efektif jika dilengkapi dengan media. Media
merupakan salah satu unsur dari saluran dalam sistem komunikasi. Media
penyuluhan berfungsi untuk: memusatkan perhatian sasaran, meringkas isi
pembicaraan, mempermudah daya tangkap pesan karena lebih banyak
panca indera yang aktif, mengurangi penafsiran yang keliru serta pesan
dapat disusun secara sistematis (Van dan Ban, A.W. 1999).
Kartasapoetra (1987) menyatakan bahwa pada dasarnya untuk setiap
keadaaan dan waktu setiap metode penyuluhan dapat digunakan tetapi
secara umum dapat digambarkan sebagai berikut: (1) pendekatan massal
untuk menarik perhatian, minat dan keinginan serta memberikan informasi
selanjutnya, (2) pendekatan kelompok biasanya untuk memberikan informasi
yang lebih rinci tentang inovasi baru, (3) pendekatan perorangan sangat
berguna dalam tahap mencoba hingga tahap menerapkan.
Menurut Swasono (1992), bahwa teknik penyuluhan pertanian merupakan
salah satu pendukung kuat dalam keberhasilan penyuluhan pertanian,
sehingga teknik penyuluhan pertanian jika dihubungkan dengan perilaku
sasaran yang akan dicapai adalah: (1) teknik penyuluhan caramah, sasaran
dapat mudah memahami, (2) teknik penyuluhan demonstrasi, sasaran dapat
mudah mengerti, (3) teknik penyuluhan simulasi, sasaran menjadi yakin, (4)
dengan berlatih, sasaran menjadi dapat mengerjakan dan trampil.
4. Sasaran penyuluhan
Sasaran Penyuluhan adalah petani dan nelayan beserta para angota
keluarganya dengan tujuan bertani lebih produktif, berusahatani lebih
menguntungkan dan dapat hidup sejahtera.
Sasaran penyuluhan berarti siapa sebenarnya yang akan disuluhkan atau
ditujukan kepada siapa penyuluhan pertanian itu (Samsudin, 1987). Lebih
lanjut Ibrahim, dkk (2003), menyebutkan sasaran penyuluhan adalah petani
18

dan keluarganya agar pengetahuan, ketrampilan dan sikapnya meningkat,
sehingga bersedia mamanfaatkan peluang-peluang yang ada.

Adanya

perbaikan-perbaikan ini diharapkan petani sanggup bertani lebih produktif,
berusahatani lebih menguntungkan dan hidup lebih sejahtera.
Sasaran penyuluhan sebagian besar adalah orang dewasa, oleh karena itu
pelaksanaannya harus fleksibel sesuai dengan prinsip pendidikan orang
dewasa, yaitu belajar yang didasarkan untuk memenuhi kebutuhankebutuhannya. Lebih lanjut Gibbs dalam Mardikanto (1991) menyebutkan
prinsip-prinsip

tersebut

adalah:

(1)

memusatkan

perhatian

pada

permasalahan yang dihadapi, (2) memusatkan pelajaran pada pengalaman
yang dimiliki, (3) pengalaman yang diperoleh harus dapat dipahami dan
punya arti bagi peserta, (4) peserta diberi kebebasan untuk menelaah
pengalaman yang diperoleh, (5) tujuan dan cara pencapaiannya harus
dirumuskan sendiri oleh peserta dan (6) peserta harus mampu memberikan
umpan balik.
2.2.6. Media Penyuluhan
Menurut Samsudin (1987) media penyuluhan dapat digambarkan sebagai
perantara yang menghubungkan penyuluh dengan petani sebagai sasaran.
Media penyuluhan sebagai alat komunikasi yang berfungsi untuk memindahkan
fakta, gagasan, pendapat dan perasaan dari penyuluh kepada petani.
Selanjutnya

Kartasapoetra

(1994)

mengatakan,

pada

dasarnya

media

penyuluhan hendaknya memiliki sifat-sifat sebagai berikut: dinamis, sederhana,
bersifat

hal-hal

yang

praktis

yang

dapat

dilaksanakan

petani,

murah

pembiayaannya dan dapat menimbulkan pengaruh positif.
2.2.7. Proses Adopsi
Menurut Soekartawi (1988) bahwa adopsi inovasi mengandung arti yang
kompleks dan dinamis karena proses adopsi inovasi menyangkut proses
19

pengambilan keputusan dimana banyak faktor yang mempengaruhinya. Ibrahim,
dkk (2003) mengatakan suatu inovasi akan memudahkan atau sulit diterima
tergantung dari karakteristik yang mempengaruhi tingkat kecepatan adopsi oleh
patani sasaran, yaitu menguntungkan, tidak bertentangan dengan adat setempat,
mudah dipahami, bisa dilaksanakan dalam skala kecil dan memberi hasil nyata.
Selanjutnya inovasi teknologi yang telah disuluhkan kepada individu atau
kelompok akan menyebar kepada individu atau kelompok lain melalui proses
difusi dalam suatu sistem sosial tertentu (Soekartawi, 1988). Terdapat empat
elemen penting dalam proses difusi yang saling terkait yaitu: inovasi, komunikasi,
sistem sosial dan kesenjangan waktu (Rogers dalam Soekartawi, 1988).
2.2.8. Evaluasi Penyuluhan
Hornby dan Parnwell dalam Mardikanto (2009), mangatakan bahwa kata
evaluasi dalam kehidupan sehari-hari sering diartikan sebagai padanan istilah
dari penilaian yaitu suatu tindakan pengambilan keputusan untuk menilai sesuatu
obyek, keadaan, peristiwa atau kegiatan tertentu yang sedang diamati.
Berdasarkan Mardikanto dan sutarni, dalam Setiana (2005), kegiatan
evaluasi penyuluhan merupakan suatu kegiatan untuk melakukan pengukuran
dan penilaian atas suatu keadaan, peristiwa atau kegiatan yang sedang diamati,
dimana kegiatan tersebut didasarkan pada keterangan, data atau fakta serta
pedoman pada kriteria atau tolak ukur (standar) pengukuran dan penilaian
tertentu

yang

telah

ditetapkan.

Kegiatan

evaluasi

penyuluhan

harus

berlandaskan pada dua hal pokok yakni keinginan untuk mengetahui sesuatu
dan bersumber pada kebenaran. Hal tersebut sependapat dengan Wahyuti
(2005), yang menyatakan bahwa, pada pelaksanaan evaluasi program/kegiatan
penyuluhan yang lalu kebanyakan hanya melakukan evaluasi dari pengukuran
hasil pretest dan posttest saja. Untuk memenuhi azas akuntabilitas dan
berkelanjutan

atau

sustainabilitas,

maka

evaluasi

penyuluhan

dilakukan
20

berdasarkan indikator kinerja. Indikator kinerja adalah ukuran

kuantitatif dan

kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan yang
ditetapkan Indikator kinerja/kegiatan mencakup indikator.
1. Masukan (input), adalah segala sesuatu yang dibutuhkan/dipergunakan agar
pelaksanaan kegiatan/program dapat berjalan dalam rangka menghasilkan
output, misalnya sumber daya manusia, dana material, waktu, teknologi dan
lahan.
2. Proses (proces), adalah bagaimana berjalannya suatu program/kegiatan itu
terselenggara seperti manajemen, partisipasi sasaran, peran dan fungsi
masing-masing personil dan tingkat kehadiran.
3. Keluaran (output) adalah segala sesuatu berupa produk atau jasa (fisik atau
non fisik seperti peningkatan pengetahuan) sebagai hasil langsung dari
pelaksanaan suatu kegiatan/program berdasarkan masukan yang digunakan.
4. Hasil (outcome), adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya
keluaran kegiatan pada jangka menengah. Hasil merupakan ukuran seberapa
jauh setiap produk/jasa yang dapat memenuhi kebutuhan dan harapan
masyarakat.
5. Manfaat (benefit), adalah kegunaan suatu keluaran (output) yang dirasakan
langsung

oleh

masyarakat,

misalnya

peningkatan

pendapatan,

dan

sebagainya. Dapat berupa tersedianya fasilitas yang dapat diakses oleh
public.
Dampak (impac), adalah ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi,
lingkungan atau kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh capaian kinerja
setiap indikator dalam suatu kegiatan, misalnya kekesejahteraan masyarakat dan
penurunan tingkat pengangguran.
-

21

BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1. Lokasi dan Waktu
3.1.1. Lokasi
Lokasi pelaksanaan, penelitian dilaksanakan di wilayah pertanian Desa
Tambak Rejo Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan Propinsi Jawa Timur.
3.1.2. Waktu
Waktu pelaksanaan kegiatan penyuluhan dilakukan pada Tanggal 18 Mei
Tahun 2015.
3.2. Metode Penelitian
3.2.1. Identifikasi Potensi Wilayah (IPW)
Identifikasi potensi wilayah dilakukan Di Desa Tambak Rejo Kecamatan
Kraton Kabupaten Pasuruan Propinsi Jawa Timur dengan menggunakan metoda
RRA (Rural Rapid Apraisal). Identifikasi Potensi Wilayah dilakukan dengan
pertimbangan masalah yang dihadapi oleh petani menyangkut dengan
pengetahuan petani, perilaku budidaya petani dalam berusaha padi, kebutuhan
tanaman padi akan unsur hara yang selalu tercuci oleh banjir, tingkat efektifitas
dan efisiensi modal baik biaya, tenaga dan Sumber Daya Alam (SDA), teknologi
dan hama penyakit yang terus menurunkan produktifitas padi. Berdasarkan hasil
identifikasi potensi wilayah maka direncanakan sebuah rencana pemecahan
masalah dengan pola tanam Hidroponik yang telah dimodifikasi.
3.2.2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian sistem tanam Hidroponik di
Desa Tambak Rejo Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan menggunakan
pendekatan kelompok dan pendekatan individu dalam pengumpulan data
sekunder maupun data primer sedangkan kajian yang dilakukan menggunakan

22

pendekatan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 13 kali
ulangan, kajian dilakukan di Green House Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian
(STPP) Malang.
3.2.3. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian yang dilakukan di Desa Tambak Rejo Kecamatan Kraton
Kabupaten Pasuruan di awali dengan melakukan identifikasi potensi wilayah dari
karateristik wilayah, karateristik sosial masyarakat, potensi sumber daya alam
sampai pada permasalahan yang terjadi di tingkat petani. Setelah mendapatkan
data lalu dianalisis dan dilakukan sebuah penyuluhan sementara pelaksanaan
kajian membandingkan 2 sistem tanam yaitu sistem tanam hidroponik dan sistem
tanam konvensional untuk langkah kerja pelaksanaan kajian meliputi:
Persiapan
a. Persiapan Benih
Benih yang digunakan adalah benih berlabel dengan jenis varietas IR
(International Rice) 64, lalu benih diseleksi, direndam 1 malam dan diperam
selama 1-2 malam.
b. Persiapan Tempat Tanam
Tempat tanam menggunakan pot plastic berbentuk persegi empat dengan
volume 225 cm3 sebanyak 26 buah, dan bak plastic berbentuk persegi empat
dengan volume 10 liter air sebanyak 7 buah, sebagian jumlah pot yaitu 13
buah pot dilubangi bagian bawah agar akar dapat menyerap unsur hara
pada sistem tanam hidroponik sedangkan 13 pot sisanya tidak dilubangi
untuk sistem tanam konvensional.
c. Persiapan Media Tanam
Media tanam menggunakan kompos, tanah dan biourine sapi pada sistem
tanam hidroponik dengan perbandingan kompos dan tanah 1 : 2 sementara
konsentrasi biourine 1 : 10 (1 liter biourine : 10 liter air). Pada sistem tanam
23

konvensional menggunakan tanah sawah, agar kondisi lingkungan tanaman
dalam kajian mendekati kondisi sesungguhnya.
d. Penanaman
Penanaman dilakukan pada sore hari menghindari dehidrasi benih sehingga
benih dapat tumbuh dengan sempurna, dalam tiap pot benih di tanam
sebanyak 2 benih untuk dan ditanam secara Tabela (Tanam Benih
Langsung).
e. Pemiliharaan
Pemiliharaan diantaranya penyiangan dilakukan bila terdapat tanaman
pengganggu, pengairan dilakukan bila sistem tanam konvensional terlihat
tanda-tanda

kekurangan

air,

pemupukan

dilakukan

mengikuti

pola

pemupukan petani pada umumnya sementara pada sistem tanam hidroponik
tidak ada perlakuan khusus karena unsur hara telah tersedia di media tanam
kompos dan biourine.
Pelaksanaan
a. Sistem Tanam Konvensional
- Masukan tanah sawah kedalam pot sampai pada batas atas mulut pot
- Tanam benih Padi sebanyak 2 benih dalam satu pot
- Tutup benih setebal 0,3 cm dengan tanah sawah
- Penyiangan

dilakukan

sebanyak

2

kali

dengan

melihat

kondisi

pertumbuhan tanaman lain/tanaman pengganggu dalam pot.
- Pemupukan dilakukan sebanyak 2 kali selama masa vegetative tanaman
Padi dengan menggunakan pupuk anorganik berupa UREA.
- Pengairan dilakukan dalam waktu 5-7 hari dengan melihat kondisi media
tanam dengan tanda-tanda media tanam kekurangan air.
b. Sistem Tanam Hidroponik
- Campurkan kompos dan tanah dengan perbandingan 1 : 2
24

- Masukan kompos kedalam pot yang telah dilubangi bagian bawahnya
sampai kompos memenuhi mulut pot bagian atas.
- Tanam benih padi sebanyak 2 benih dalam 1 pot
- Tutup benih dengan kompos setebal 0,3 cm
- Tempatkan pot yang berisi kompos kedalam bak plastic dengan posisi
menggantung diatas mulut bak plastic.
- Masukan biourine yang telah dicampur air dengan konsentrasi 1 : 10
kedalam bak plastic sebanyak 6-7 liter.
- Penyiangan dilakukan bila ada tanaman pengganggu yang tumbuh
didalam pot
- Pengairan dilakukan jika air dalam bak plastic telah berkurang melewati
batas bagian bawah pot media tanam dengan menambahkan biourine
yang telah dicampur air dengan konsentrasi 1 : 10.
- Pemupukan tidak perlu dilakukan karena unsur hara telah disuplay lewat
biourine dan kompos.
c. Pengamatan (Parameter yang Diukur dalam kajian)
Pengamatan dilakukan sejak tanaman padi mulai ditanam sampai pada akhir
masa vegetative tanaman Padi, durasi pengamatan dilakukan 1 minggu
sekali dengan parameter yang diukur untuk membandingkan sistem tanam
hidroponik dengan sistem tanam konvensional diantaranya:
- Tinggi tanam
- Jumlah anakan
- Jumlah daun dan
- Warna daun

25

3.2.4. Definisi Operasional
Sistem tanam yang dikaji dalam kajian adalah sistem tanam hidroponik
dengan menggunakan pot plastik

dan bak plastik sebagai tempat menanam

sedangkan media menggunakan kompos untuk peneguh tanaman serta biourine
sebagai bahan unsur hara lalu dibandingkan dengan sistem tanam konvensional
menggunakan tempat tanam pot plastik.
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian adalah:
Tempat Tanam

:

Wadah sebagai tempat tumbuhnya tanaman Padi berupa
pot plastik dan bak plastik yang biasa terdapat dipasaran.

Media Tanam

:

unsur yang digunakan sebagai tempat tumbuh, peneguh
tanaman serta tempat tersedianya unsur hara untuk
pertumbuhan tanaman, diantaranya untuk sistem tanam
konvensional menggunakan tanah sawah sementara
sistem tanam hidroponik menggunakan kompos dan
biourine.

Benih

:

Benih yang digunakan adalah varitas IR (International
Rice) 64 yang merupakan bakal bibit tanaman Padi.

Tabela

:

Proses kegiatan penanaman benih Padi yang ditanam
secara langsung tanpa penyemaian benih terlebih dahulu.

Kompos

:

Material

organik

yang

sudah

didekomposisi

dan

digunakan sebagai pupuk untuk penyubur tanah serta
digunakan untuk peneguh tanaman.
Biourine

:

Cairan dari proses pembuangan sisa metabolisme oleh
ginjal kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh sapi
melalui proses urinasi, lalu difermentasikan.

Vegetatif

:

Masa dimana tanaman mengalami proses pertumbuhan
dari mulai benih mengeluarkan bakal tudung akar sampai
26

pada tanaman mulai memasuki masa pembungaan, (± 55
hari).
Tinggi Tanaman

:

Panjang keseluruhan tanaman padi yang diukur mulai
dari permukaan tanah sampai kepada ujung atas
tanaman padi yang dinyatakan dalam centi meter.

Jumlah Anakan

:

Banyaknya jumlah anakan tanaman padi yang berada
dalam 1 pot tanaman yang dinyatakan dalam pohon.

Jumlah Daun

:

Banyaknya jumlah daun dari ujung bawah tanaman
sampai pada ujung tunas tanaman padi yang dinyatakan
dalam helai daun.

Warna Daun

:

Corak warna pada helai daun tanaman padi yang diambil
pada helai daun yang dinyatakan dalam Bagan Warna
Daun (BWD)

Pengetahuan

:

Knowledge

sesuatu

yang

diketahui

langsung

dari

pengalaman berdasarkan panca indra, dan diolah oleh
akal

budi

secara

spontan

tentang

sistem

tanam

hidroponik.
Memahami

:

Memahami

diartikan

sebagai

sesuatu

kemampuan

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui,
dan dapat menginterpretasi materi penyuluhan tentang
sistem tanam hidroponik tanaman Padi.

27

Gambar 2. Wadah yang Digunakan dalam Kajian dan Rancangan Media

3.2.5. Sampel
Teknik penarikan sampel yang dilakukan dalam penelitian di Desa
Tambak

Rejo

Kecamatan

Kraton

Kabupaten

Pasuruan

adalah

dengan

menggunakan rumus Slovin untuk menentukan besaran jumlah sampel dengan
mewakilkan sebagian responden pada anggota Kelompoktani Rukun Jaya
karena jumlah anggota pada kelompoktani terlalu banyak. Menurut (Sevilla 1993)
jika jumlah populasi terlalu luas untuk mempermudah penelitian maka gunakan
rumus Slovin, sedangkan metoda yang digunakan adalah metoda survei. Rumus
teknik penarikan sampel sebagai berikut:

n=

N
2
1+ N ( e)

n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
e = Nilai presisi 80% dengan tingkat kesalahan 20%

28

3.2.6. Pengumpulan, Penyajian dan Analisis Data
a. Pengumpulan Data
Nawawi (1991) menyatakan, dalam penentuan sampel dan pengambilan
dari populasi dilakukan secara bertingkat/berjenjang, tidak langsung pada unit
sampling yang menjadi unsur populasi. Dikuatkan oleh Mantra (2004), penentuan
sampel secara area sampling dimana pengambilan sampel populasi diambil
sesuai dengan wilayah.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, interview
mendalam dengan responden kunci dan petani serta observasi pengamatan di
sawah petani untuk memperoleh data primer di Desa Tambak Rejo Kecamatan
Kraton Kabupaten Pasuruan terhadap sistem budidaya padi konvensional yang
diterapkan oleh petani. Sedangkan data sekunder diperoleh dengan cara
mengambil dari Kantor Desa Tambak Rejo dan Balai Penyuluhan Pertanian yang
meliputi data: penyuluh, kelompoktani, luas tanam, luas panen, produksi, potensi
wilayah, dan monografi/keadaan wilayah.
b. Penyajian Data
Analisis penyajian data secara kuantitatif deskriptif analisis, dalam artian
langkah-langkah pemecahan permasalahan yang dihadapi menggambarkan
keadaan sebenarnya obyek penelitian berdasarkan faktor-faktor dan unsur-unsur
yang ditampilkan secara nyata dalam keadaan sekarang.

Dalam upaya

menganalisa permasalahan petani yang ada di Desa Tambak Rejo terhadap
kegiatan budidaya terutama budidaya tanaman padi secara konvensional
diperlukan data riel di tingkat petani dan data pelengkap yang ada di penyuluh
Desa Tambak Rejo yang bersangkutan dengan teknik budidaya maupun perilaku
sosial petani.

29

c. Analisa Data
Setelah data terkumpul, selanjutnya menganalisis data yaitu dengan
menjumlah nilai dari masing-masing pertanyaan kemudian dibuat tabel dan
dipersentase untuk memperoleh hasil kesimpulan dan di evaluasi. Data
diklasifikasikan menjadi dua kelompok data, yaitu data kuantitatif yang berbentuk
angka-angka dan data kualitatif yang dinyatakan dalam kata-kata atau kode.
Data kualitatif disisihkan sementara, karena akan berguna untuk menyertai dan
melengkapi gambaran yang diperoleh dari analisis data kuantitatif. Data yang
didapat disajikan dalam bentuk analisis deskriptif, yaitu dengan mendiskripsikan
data yang telah terkumpul, kemudian ditarik kesimpulan mengenai pelaksanaan
penyuluhan tentang sistem tanam hidroponik padi. Data-data kuantitatif di analisa
dengan bantuan program Exel for Microsoff Office 2010 dan program Statitical
Product and Service Solution (SPSS) for Windows Release untuk mendapatkan
hasil yang lebih valid.
Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan uji t karena
membandingkan antara sistem tanam hidroponik dengan sistem tanam
Konvensional, dengan menggunakan rumus :

x2
´
x 1− ´¿
¿
¿
t=¿
Dimana:
x1 = nilai rata-rata sampel 1
x2 = nilai rata-rata sampel 2
s = simpangan baku
n1 = Jumlah sampel 1
n2 = Jumlah sampel 2

30

Jika kelompok yang dibandingkan hanya 2 saja, teknik analisis statistic
dapat menggunakan uji t atau Chi-square (Muhammad Idrus, 2009).
Variabel yang diukur pada tingkat pengetahuan sistem tanam hidroponik
di Desa Tambak Rejo Kecamatan Kraton, menggunakan instrument kuisioner
dengan jenis pertanyaan tertutup dan skala likert sementara variabelnya adalah:
Variable bebas X : Tingkat pengetahuan petani.
Variable terikat Y : Penyuluhan Sistem tanam Hidroponik.
Rumus yang dipergunakan untuk menghitung Korelasi (Pearson Product
Moment) antara Tingkat Pengetahuan Petani (X) dan Sistem Tanam Hidroponik
yang disuluhkan (Y) adalah sebagai berikut:

r=

n ∑ XY − ( ∑ X ) (∑ Y )

√ {n ∑ X ❑ − ( ∑ X ) } {n ∑ Y − (∑ Y ) }
2

2

2

2

Dimana :
n

= Banyaknya Pasangan data X dan Y

Σx = Total Jumlah dari Variabel X
Σy = Total Jumlah dari Variabel Y
Σx2= Kuadrat dari Total Jumlah Variabel X
Σy2= Kuadrat dari Total Jumlah Variabel Y
Σxy= Hasil Perkalian dari Total Jumlah Variabel X dan Variabel Y.
Sedangankan

untuk mengetahui

peningkatan pengetahuan

petani

mengacu pada teori, Ginting (1991) untuk mengetahui peningkatan pengetahuan
anggota kelompoktani terhadap materi kajian yang akan disajikan dalam
rancangan penyuluhan, diukur dengan membandingkan hasil tes awal dan tes
akhir, dengan soal sebanyak 20 (dua puluh) nomor.

Pertanyaan berbentuk

obyektif, indikasi peningkatan pengetahuan dikategorikan dalam 4 kategori:
Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C) dan Kurang (K).

31

Nilai skor tertinggi 5 (lima) sehingga jika jawaban benar semua nilainya
adalah: 5 x 20 = 100, sedangkan skor nilai terendah 1 (satu), sehingga jika
jawaban salah semua nilainya adalah: 1 x 20 = 20, dengan demikian akan
diperoleh empat kategori yang dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel. 5. Kategori Nilai Peningkatan Pengetahuan
No

Kategori

Nilai

1

Kurang

20 – 39

2

Cukup

40 – 59

3

Baik

60 – 79

4

Sangat Baik

80 -100

Sumber: Data Analisis Statistik Diolah. Tahun 2015
Untuk mengukur pelaksanaan kegiatan menggunakan rumus efektifitas
peningkatan pengetahuan sebagai berikut:
1. Target : skor maksimal x jumlah responden
2. Pengetahuan sebelum penyuluhan (nilai tes awal)
3. Kesenjangan (target – nilai tes awal)
4. Tingkat pengetahuan setelah penyuluhan (tes akhir)
5. Peningkatan pengetahuan (tes akhir – tes awal)
6. Efektifitan peningkatan pengetahuan :

Efektifitas=

Peningkatan Pengetahuan
x 100
Kesenjangan

Kriteria penentuan efektifitas peningkatan pengetahuan, dan efektifitas
program adalah sebagai berikut:
1. Efektif

= > 65 %

2. Cukup Efektif

= 34 – 65 %

3.

= < 34 %

Kurang Efektif

32

3.3. Rancangan Penyuluhan
3.3.1. Kerangka Pikir
Kegiatan penyuluhan diawali dengan mengidentifikasi masalah yang ada
di Kelompoktani Rukun Jaya mengacu pada potensi yang dimiliki oleh kelompok
dengan keadaan yang ada yang mana keadaan yang ada yaitu tingkat
pengetahuan dan sikap petani yang masih rendah dalam penerapan teknik
budidaya padi dan didukung oleh iklim yang sangat mengganggu seperti banjir
masalah kekeringan serta hama penyakit yang terus melanda seperti hama tikus,
keong mas dan penyakit tungro, sehingga produktifitas Gabah Kering Panen
(GKP). Kerangka pikir Kegiatan Penyuluhan dapat dilihat pada Gambar 3.

33

Gambar 3, Penyuluhan Tentang Sistem Tanam Hidroponik

KEADAAN SEKARANG

KEADAAN YANG DIHARAPKAN

- Lahan tergenang banjir
- Hama Penyakit (Tikus, Keong
Mas dan Penyakit Tungro)

- Lahan dapat di tanami padi
- Hama Penyakit dapat dikendalikan

MASALAH
Pengetahuan petani rendah terhadap paket teknolgi terbarukan

PENELITIAN
SistemTanam Hidroponik

UPAYA
Penyuluhan tentang Sistem Tanam Hidroponik

Materi

Teknik

- Sistem Tanam
Hidroponik
- Teknik Sistem
Tanam
Hidroponik

- Pendekatan
Kelompok
- Pendekatan
Individu

Metoda
- Diskusi
- Ceramah

Media
Folder
Film

HASIL
Peningkatan Pengetahuan Petani
-

Preetest dan

-

Postest

DAMPAK
Petani Menerapkan Sistem Tanam Hidroponik

34

3.3.2. Penetapan Materi Penyuluhan
Keadaan budidaya tanaman Padi di Desa Tambak Rejo Kecamatan
Kraton Kabupaten Pasuruan masih tergolong sangat rendah (tergolong budidaya
konvensional), diindikasikan dari cara menyemai benih, mengelola lahan, cara
tanam, jarak tanam, pemberian pupuk dan penanggulangan hama penyakit
tanaman Padi. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan petani yang masih
sangat rendah terhadap sistem budidaya tanaman Padi yang akhirnya akan
mempengaruhi produktifitas padi, sesuai dengan tingkat pengetahuan yang
masih rendah dan didukung oleh keadaan iklim maka ditetapkan materi
penyuluhan tentang sistem tanam hidroponik tanaman Padi.
3.3.3. Teknik, Metoda dan Media Penyuluhan
Teknik, Metoda dan Media yang digunakan dalam kegiatan penyuluhan
tentang sistem tanam hidroponik di Desa Tambak Rejo Kecamatan Kraton
Kabupaten Pasuruan, dengan menggunakan teknik pendekatan kelompok dan
pendekatan individu, pendekatan kelompok dengan m