Teori Perilaku Produsen Islami Dan

DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ....................................................................................................
.................................. xi
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. 1
BAB I..............................................................................................................2
PENDAHULUAN..............................................................................................2
1.1

Latar Belakang Masalah................................................................................................2

1.2

Tujuan Penulisan...........................................................................................................2

BAB II.............................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................3
2.1

Pengertian dan Ruang Lingkup Produksi Menurut Islam.............................................3


2.2

Tujuan Produksi Menurut Islam....................................................................................5

2.3

Motivasi Produsen dalam Produksi...............................................................................6

2.4

Formulasi Maslahah Produsen......................................................................................7

2.5

Nilai-Nilai Islam dalam Produksi................................................................................9

2.6

Faktor-Faktor Produksi................................................................................................10


2.7

Prinsip – Prinsip Produksi dalam Ekonomi Islam.......................................................13

2.8

Kaidah – Kaidah dalam Berproduksi..........................................................................14

BAB III.........................................................................................................15
PENUTUP.....................................................................................................16
3.1

Kesimpulan.................................................................................................................16

3.2

Saran...........................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................17


1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Produksi, distribusi dan konsumsi sesungguhnya merupakan satu rangkaian kegiatan
ekonomi yang tidak bisa dipisahkan. Ketiganya memang saling memengaruhi, namun harus
diakui produksi merupakan titik pangkal dari kegiatan itu tidak akan ada ditribusi tanpa
produksi dan juga tidak akan ada barang dan jasa yang akan dikonsumsi bila tidak ada
produksi. Orang yang melakukan kegiatan produksi disebut produsen, teori perilaku
produsen memiliki banyak analogi dengan teori perilaku konsumen. Misalnya ketika
konsumen mengalokasikan dananya untuk aktivitas konsumsi maka produsen akan
mengalokasikan dananya untuk penggunaan faktor produksi atau yang akan diproses
menjadi output. Karena itu, bila keseimbangan konsumen terjadi pada saat seluruh anggaran
habis untuk konsumsi, keseimbangan produsen tercapai pada saat seluruh anggaran habis
terpakai untuk membeli faktor produksi. Dan setiap produsen akan berupaya mencapai
tingkat produksi yang optimum. Dalam konsep ekonomi islam seorang produsen dalam
melakukan produksi harus memiliki motivasi dan tujuan, dimana motivasi dan tujuan utama
dalam produksi adalah mencapai maslahah yang maksimum, bagaimanakah maslahah yang
maksimum itu bisa didapat dan dilaksanakan oleh seorang produsen ? dan apa sebenarnya

yang dimaksud dengan kegiatan produksi itu sendiri sehingga seorang produsen
berkewajiban melakukan kegiatan produksi dengan perilaku yang islami serta mengandung
maslahah? berikut selengkapnya akan dibahas dalam makalah ini.

1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Memahami pengertian produksi
2. Memahami motivasi, tujuan dan prinsip produsen dalam melaksanakan produksi
3. Memahami nilai-nilai islam dalam produksi
4. Memahami faktor-faktor produksi dalam perspektif islam.

BAB II
2

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Produksi Menurut Islam
Kegiatan produksi dalam ilmu ekonomi diartikan sebagai kegiatan yang menciptakan
manfaat (utility) baik di masa kini maupun dimasa mendatang (M.Frank,2003)1. Dan juga
dapat diartikan sebagai suatu kegiatan manusia dalam menghasilkan suatu produk baik
barang maupun jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen 2. Sedangkan orang atau

suatu badan perusahaan yang berperan dalam menaikan nilai guna suatu barang atau jasa
sehingga dapat menghasikan barang konsumsi untuk memenuhi kebutuhan konsumen
disebut dengan produsen. Beberapa ahli ekonomi islam memberikan definisi yang berbeda
mengenai pengertian produksi, berikut ini beberapa pengertian produksi menurut para
ekonom muslim kontemporer3, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kahf (1992) mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif Islam sebagai usaha
manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas,
sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama Islam
, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.
2. Mannan (1992) menekankan pentingnya motif altruisme (altruism) bagi produsen islami

sehingga ia menyikapi dengan hati-hati konsep Pareto Optimality dan Given Demand
Hypothesis yang banyak dijadikan sebagai konsep dasar produksi dalam ekonomi
konvensional.
3. Rahman (1995) menekankan pentingnya keadilan dan kemerataan produksi (distribusi

produksi secara merata)
4. Ul Haq (1996) menyatakan bahwa tujuan dari produksi adalah memenuhi kebutuhan

barang dan jasa yang merupakan fardlu kifayah, yaitu kebtuhan yang bagi banyak orang

pemenuhannya bersifat wajib
5.

Siddiqi (1992) mendefinisikan kegiatan produksi sebagai penyediaan barang dan jasa
dengan memerhatikan nilai keadilan dan kebajikan/kemanfaatan (maslahah) bagi

1

Mustafa Edwin Nasution dan Budi Setyanto, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta:Prenada Media
Group,2007)h.102

2

P3EI UII, Ekonomi Islam,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008) h.230

3

Ibid;h.230

3


masyarakat. Dalam pandangannya, sepanjang produsen telah bertindak adil dan
membawa kebajikan bagi masyarakat maka ia telah bertindak Islami.
Dari berbagai definisi di atas, maka bisa disimpulkan bahwa kepentingan manusia yang
sejalan dengan moral Islam, harus menjadi fokus atau target dari kegiatan produksi. Produksi
adalah proses mencari, mengalokasikan dan mengolah sumber daya menjadi output dalam
rangka meningkatkan kemanfaatkan atau maslahah bagi manusia. Oleh karena itu, produksi
juga mencakup aspek tujuan kegiatan menghasilkan output serta karakter-karakter yang
melekat pada proses dan hasilnya.
Salah satu yang dilakukan dalam proses produksi ialah menambah nilai guna suatu
barang atau jasa. Dalam kegiatan ini dikenal 5 jenis kegunaan4 , yaitu :
1. Guna bentuk,yaitu dalam melakukan proses produksi,kegiatannya ialah mengubah
bentuk suatu barang sehingga barang tersebut mempunyai nilai ekonomis. Contohnya :
kayu yang diubah menjadi mebel baik kursi, meja maupun bentuk lainnya.
2. Guna jasa, yaitu kegiatan produksi yang memberikan pelayanan jasa. Contohnya :
tukang becak, tukang pangkas rambut dan pekerjaan lain yang memberikan pelayanan
jasa.
3. Guna tempat, yaitu kegiatan produksi yang memanfaatkan tempat-tempat dimana suatu
barang memiliki nilai ekonomis. Contohnya: pengangkutan pasir dari tempat yang
pasirnya melimpah ke tempat dimana orang membutuhkan pasir tersebut.

4. Guna waktu, yaitu kegiatan produksi yang memanfaatkan waktu tertentu. Misalnya
pembelian beras yang dilakukan oleh bulog pada saat musim panen dan dijual kembali
pada saat masyarakat membutuhkannya.
5. Guna milik , yaitu kegiatan produksi yang memanfaatkan modal yang dimiliki untuk
dikelola oleh orang lain dan dari hasil tersebut ia mendapat keuntungan.

2.2 Tujuan produksi menurut islam
Tujuan seorang konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa dalam perspektif
ekonomi islam adalah mencari maslahah maksimum dan produsen juga harus demikian.
4

Nur Rianto Al Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, (Solo : PT Era Adicitra Intermedia,2011)h.162

4

Dengan kata lain tujuan kegiatan produksi adalah menyediakan barang dan jasa yang
memberikan maslahah maksimum bagi konsumen yang bisa diwujudkan dalam berbagai
bentuk5 diantaranya sebagai berikut :
1. Pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkat moderat


Hal ini akan menimbulkan dua implikasi, yaitu pertama, produsen hanya menghasilkan
barang dan jasa yang menjadi kebutuhan meskipun belum tentu keinginan konsumen
karena keinginan manusia sifatnya tidak terbatas, sehingga sering kali mengakibatkan
ketidak jelasan antara keinginan dengan apa yang benar-benar menjadi kebutuhan
hidupnya. Kedua, kuantitas produk yang diproduksi tidak akan berlebihan, tetapi hanya
sebatas kebutuhan yang wajar.
2. Menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya

Produsen harus mampu menjadi sosok yang kreatif, proaktif dan inovatif dalam
menemukan barang dan jasa apa yang jadi kebutuhan manusia dan kemudian memenuhi
kebutuhan tersebut. Sebab konsumen seringkali tidak mengetahui apa yang dibutuhkannya
dimasa depan, sehingga produsen harus mampu melakukan inovasi agar konsumen
mengerti bahwasannya hal tersebut telah menjadi kebutuhan dalam hidupnya.
3. Menyiapkan persedian jasa atau barang di masa depan

Produsen harus mampu melakukan pengembangan produk yang dapat memberikan
kemaslahatan bagi umat manusia dimasa depan. Menyadari bahwa sumber daya ekonomi
tidak hanya diperuntukkan untuk manusia yang hidup sekarang, tetapi juga untuk generasi
mendatang. Orientasi kedepan ini akan mendorong produsen untuk terus menerus
melakukan riset dan pengembangan yang bertujuan sebagai efisiensi dalam pengelolaan

sumber daya ekonomi serta mencari teknologi produksi yang ramah lingkungan.
4. Pemenuhan sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah

Tujuan yang terakhir, yaitu pemenuhan sarana bagi kegiatan sosial juga ibadah kepada
Allah dan inilah tujuan produksi yang tidak akan mungkin dapat dicapai dalam ekonomi
konvensional yang bebas nilai. Tujuan produksi adalah mendapatkan berkah yang secara
fisik belum tentu dirasakan oleh produsen itu sendiri. Tujuan ini akan membawa implikasi
yang luas, sebab produksi tidak akan selalu menghasilkan keuntungan material, namun
harus pula mampu memberikan keuntungan bagi orang lain dan agama.
5

Ibid; h.165-166

5

2.3 Motivasi produsen dalam produksi

Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau
mencapai sesuatu tujuan. Dalam ilmu ekonomi konvensional senantiasa mengusung
maksimalisasi keuntungan sebagai motivasi utama, meskipun sangat banyak kegiatan

produktif atas dasar definisi di atas yang memiliki motivasi lain dari hanya sekedar
memaksimalkan keuntungan. Motivasi untuk maksimalisasi kepuasan dan maksimalisasi
keuntungan yang menjadi pendorong utama sekaligus tujuan dari keputusan ekonomi dalam
pandangan ekonomi konvensional bukannya salah ataupun dilarang dalam islam, tetapi islam
ingin mendudukkannya pada posisi yang benar, yakni semua itu dalam rangka maksimalisasi
kepuasan dan keuntungan di akhirat6.
Upaya memaksimalkan keuntungan itu, membuat sistem ekonomi konvensional sangat
mendewakan produktivitas dan efisiensi ketika berproduksi. Sikap ini sering membuat
mereka mengabaikan masalah-masalah eksternalitas atau masalah etika dan tanggung jawab
sosialnya. Dampak dari hal tersebut sering berimbas kepada sekelompok masyarakat yang
tidak ada hubungannya dengan produk yang dibuat, baik sebagai konsumen maupun sebagai
bagian dari faktor produksi. Contohnya pabrik kertas, yang sering menimbulkan pencemaran
di sekitar bangunan pabriknya, kelompok yang menderita dari pencemaran itu adalah
masyarakat sekitar pabrik yang justru tidak mendapat manfaat langsung dari kegiatan pabrik
tersebut. Dalam pandangan ekonomi islam, motivasi produsen semestinya sejalan dengan
tujuan produksi dan tujuan kehidupan produsen itu sendiri. Jika tujuan produksi adalah
menyediakan kebutuhan material dan spiritual untuk menciptakan maslahah, maka motivasi
produsen tentu saja juga mencari maslahah. Dimana hal ini juga sejalan dengan tujuan
kehidupan seorang Muslim. Dengan demikian, produsen dalam pandangan ekonomi Islam
adalah maslahah maximizer. Mencari keuntungan melalui produksi dan kegiatan bisnis lain
memang tidak dilarang, sepanjang berada dalam bingkai tujuan dan hukum Islam7.
2.4 Formulasi Maslahah Produsen
6

7

Mustafa Edwin Nasution dan Budi Setyanto, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,
(Jakarta:Prenada Media Group,2007)h.102
P3EI UII, Ekonomi Islam, (Jakarta : PT Raja Grafndo Persada, 2008 )h. 240

6

Maslahah adalah kemanfaatan bagi kehidupan manusia untuk mencapai kehidupan yang
baik (hayyah thayyibah) dan kemuliaan (falah) dalam bingkai nilai-nilai keislaman.
Bagaimana konsep mashlahah dapat dipublikasikan dalam perilaku produsen? bahwasanya
mashlahah terdiri dari dua komponen, yaitu manfaat (fisik dan non fisik) dan berkah. Dalam
konteks produsen atau perusahaan yang menaruh perhatian pada keuntungan/profit, maka
manfaat ini dapat berupa keuntungan material (maal). Keuntungan ini bisa dipergunakan
untuk mashlahah lainnya seperti maslahah fisik, intelektual, maupun sosial. Untuk itu
rumusan mashlahah 8yang menjadi perhatian prdusen adalah:
Maslahah = keuntungan + berkah
M=π+B
Di mana M menunjukkan mashlahah, π adalah keuntungan, dan B adalah berkah. Dalam
hal ini berkah didefinisikan di mana produsen akan menggunakan produksi yang sama
dengan yang dipakai oleh konsumen dalam mengidentifikasinya, yaitu adanya pahala pada
produk atau kegiatan yang bersangkutan. Adapun keuntungan merupakan selisih antara
pendapatan total/total revenue (TR) dengan biaya totalnya/total coast (TC), yaitu:
π = TR - TC
Pada dasarnya berkah akan diperoleh apabila produsen menerapkan prinsip dan nilai
Islam dalam kegiatan produksinya. Penerapan nilai dan prinsip Islam ini sering kali
menimbulkan biaya ekstra yang relatif besar dibandingkan jika mengabaikannya. Di sisi lain,
berkah yang diterima merupakan kompensasi yang tidak secara langsung diterima produsen
atau berkah revenue (BR) dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan berkah tersebut atau
berkah cost (BC), yaitu:
B = BR – BC = -BC
Dalam persamaan di atas penerimaan berkah dapat diasumsikan nilainya nol atau
secara indrawi tidak dapat diobservasi karena berkah memang tidak secara langsung selalu
berwujud material. Dengan demikian, maslahah sebagaimana didefinisikan pada persamaan
bisa ditulis kembali menjadi.
M = TR – TC – BC
Dalam persamaan di atas, ekspresi berkah, BC, menjadi faktor pengurang. Sebagai
contoh, seorang produsen dilarang mengeksploitasi karyawannya dan harus memberikan
8

Ibid; h.243-244

7

hak-hak karyawannya sebelum kering keringatnya, meskipun kesempatan tersebut terbuka,
dan karyawan tidak menyadarinya. Produsen muslim tersebut, harus rela mengeluarkan
ekstra biaya untuk memenuhi hak karyawannya, namun, karena mereka yakin bahwasanya
tujuan mereka memproduksi adalah untuk mencari berkah, maka merekapun ikhlas
melakukannya. Upaya mencari berkah dalam jangka pendek memang dapat menurunkan
keuntungan tetapi dalam jangka panjang kemungkinan akan mampu meningkatkan
keuntungan sebagai akibat peningkatan permintaan di masyarakat.
Adanya biaya untuk mencari berkah (BC) dalam proses produksi produsen muslim tentu
akan membawa implikasi terhadap harga barang dan jasa yang dihasilkan produsen.
Harga jual produk adalah harga yang telah mengakomodasi pengeluaran berkah yaitu:
B

P = P + BC

Dengan kemudian, rumusan maslahah yang diekspresikan dalam persamaaan
sebelumnya akan berubah menjadi:
M = BTR – TC – BC
Selanjutnya dengan pendekatan matematis terhadap persamaan di atas, maka bisa ditemukan
pedoman yang bisa digunakan oleh produsen dalam memaksimumkan maslahah

atau

Optimum Maslahah Condition (OMC) yaitu:
B

P dQ = dTC + dBC

Jadi Optimum Maslahah Condition dari persamaan di atas menyatakan bahwasanya
maslahah akan maksimum jika dan hanya jika nilai dari unit terakhir yang diproduksi
(BPdQ) Sama dengan perubahan (tambahan) yang terjadi pada biaya total (dTR) dan
pengeluaran berkah total (dBC) pada unit terakhir yang di produksi (BPdQ) masih lebih besar
dari pengeluarannya, dTC + dBC , maka produsen akan mempunyai dorongan (incentive)
untuk menambah jumlah produksi lagi. Hanya jika nilai unit terakhir hanya pas untuk
membayar kompensasi yang dikeluarkan dalam rangka memproduksi unit tersebut, dTC +
dBC , maka tidak akan ada lagi dorongan bagi produsen untuk menambah produksi lagi.
Dalam kondisi demikian produsen dikatakan berada pada posisi keseimbangan (equilibrium)
atau optimum. 9

9

Ibid; h.246

8

2.5 Nilai-Nilai Islam dalam Produksi
Upaya produsen untuk memperoleh Maslahah yang maksimum dapat terwujud apabila
produsen mengaplikasikan nilai – nilai Islam. Dengan kata lain, seluruh kegiatan terikat
pada tatanan nilai moral dan teknikal yang islami, sebagaimana dalam kegiatan konsumsi.
Sejak dari kegiatan mengorganisasikan faktor produksi, proses produksi, hingga pemasaran
dan pelayanan kepada konsumen semuanya harus mengikuti moralitas dan aturan teknis
yang dibenarkan oleh Islam. Metwally (1992) mengatakan “perbedaan dari perusahaan –
perusahaan non islami tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada kebijakan-kebijakan
ekonomi dan strategi pasarnya.”
Nilai – nilai Islam yang relevan dengan produksi dikembangkan dari tiga nilai utama
dalam ekonomi islam, yaitu khilafah, adil dan takaful. Secara lebih rinci nilai – nilai islam
dalam produksi meliputi10:
1. Berwawasan jangka panjang, yaitu berorientasi kepada tujuan akhirat
2. Menepati janji dan kontrak, baik dalam lingkup internal atau eksternal
3. Memenuhi takaran, ketepatan, kelugasan, dan kebenaran
4. Berpegang teguh pada kedisiplinan & dinamis
5. Memuliakan prestasi/produktivitas
6. Mendorong ukhuwah antar sesama pelaku ekonomi
7. Menghormati hak milik individu
8. Mengikuti syarat sah & rukun akad/transaksi
9. Adil dalam bertransaksi
10. Memiliki wawasan sosial
11. Pembayaran upah tepat waktu dan layak
12. Menghindari jenis dan proses produksi yang diharamkan dalam Islam

2.6 Faktor-Faktor Produksi
Pengertian produksi juga merujuk kepada prosesnya yang mentransformasikan input
menjadi output. Segala jenis input yang masuk dalam proses produksi untuk menghasilkan
output disebut faktor produksi11.
Berikut ini adalah faktor-faktor produksi yang dijelaskan dalam perspektif islam12:
10

Ibid; h.252

9

1. Sumber Daya Alam (SDA/tanah)
Qardhawi menjelaskan bahwa alam dan kekayaan yang telah diciptakan Allah,untuk
kepentingan manusia ditaklukkan-Nya untuk merealisasikan cita-cita dan tujuan manusia.
Tanah merupakan faktor produksi yang penting sebagai sumber daya alam ,yaitu bagaimana
membudidayakan tanah secara baik, bagaimana perlunya merubah tanah kosong menjadi
kebun-kebun dengan peraturan pengairan,menanaminya dengan tanaman yang baik. Seorang
muslim dapat memperoleh milik atas SDA setelah memenuhi kewajibannya terhadap
masyarakat. Penggunaan dan pemeliharaan sumber-sumber daya alam dapat memberikan 2
komponen penghasilan yaitu :
a. Penghasilan dari sumber-sumber daya alam atau sewa ekonomi sendiri
b. Penghasilan dari perbaikan dalam penggunaan SDA melalui kerja manusia dan modal
dalam berbentuk upah atau laba
Islam mengakui sumber daya alam sebagai sesuatu yang ada dipermukaan bumi seperti
kesuburan tanah, sifat-sifat sumber daya udara, air, mineral dan seterusnya. Islam tidak
mengakui sumber daya alam sebagai alat, tetapi hanya mengakui diciptakannya manfaat
yang dapat memaksimalkan kesejahteraan terhadap sumber daya tersebut.
Hal yang harus diketahui, tanah sebagai sumber daya alam merupakan sumber daya yang
dapat habis oleh sebab itu tanah merupakan milik generasi kini maupun yang akan datang,
generasi kini berhak menyalahgunakan SDA yang ada sehingga menimbulkan bahaya bagi
generasi yang akan datang. Terdapat pedoman dalam penggunaan SDA yang dapat habis :
a. Pembangunan pertanian pada Negara-negara muslim dapat ditingkatkan melalui metode
penanaman intensif dan ekstensif, jika dilengkapi dengan suatu program pendidikan moral
berdasarkan ajaran islam.
b. Penghasilan dari SDA yang cepat habis harus lebih digunakan untuk pembangunan
lembaga-lembaga sosial seperti universitas atau rumah sakit dan untuk infrastruktur fisik
dari pada konsumsi.
c. Sewa ekonomi murni boleh lebih digunakan untuk memenuhi tingkat pengeluaran
konsumsi.
11

Mustafa Edwin Nasution dan Budi Setyanto,Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,
(Jakarta:Prenada Media Group,2007)h.108

12

Muhammad Abdul Mannan, Ekonomi Islam : Teori dan Praktek, (Jakarta:PT
Intermasa,1992)h.55-63

10

2. Tenaga kerja
Dalam islam buruh bukan hanya jumlah usaha atau jasa abstrak yang di tawarkan
untuk di jual pada para pencari tenaga kerja manusia. Mereka yang memperkerjakan buruh
mempunyai tanggung jawab moral dan sosial. Seorang pekerja modern berhak mempunyai
harga jual yang tinggi. Tetapi dalam islam majikan tidak mutlak berhak berbuat apa saja
yang dikehendakinya terhadap tenaga kerja tersebut. Tenaga kerja tidak boleh melakukan
pekerjaan-pekerjaan yang tidak di ajarkan syari’at.
Baik pekerja maupun majikan dilarang saling memeras. Dapat disimpulkan dalam islam
tenaga kerja digunakan dalam arti luas tetapi terbatas. Luas dalam arti tugas pekerja tidak
hanya dilihat dari penggunaan jasa. Buruh dalam hal pertimbangan keuangan tetap termasuk
kedalam tanggung jawab moral dan perlindungan hak masing-masing pihak. Terbatas dalam
arti bahwa pekerja dan majikan tidak bebas berlaku sekehendak hati.
3. Modal
Modal

menempati tempat kedudukan yang khusus dalam ekonomi islam, modal

merupakan sarana produksi yang menghasilkan tetapi bukan merupakan faktor produksi
pokok melainkan merupakan perwujudan tanah dan tenaga kerja sesudahnya.
Modal dihasilkan oleh pemakaian tenaga kerja dan penggunaan sumber daya alam.
Islam memandang bahwa modal sebagai hak milik merupakan amanah dari Allah yang wajib
dikelola secara baik sehingga modal tersebut dapat berkembang. Modal tumbuh dari
tabungan-tabungan yang kemungkinan terciptanya barang-barang modal. Tetapi terciptanya
barang-barang modal itu tergantung dari 2 hal, yaitu:
Konsumsi sekarang yang berkurang dan harapan akan produksi yang akan meningkat dimasa
yang akan datang. Tetapi islam menyetujui dua pembentukan modal yang berlawanan yaitu
konsumsi sekarang yang berkurang dan konsumsi mendatang yang bertambah. Dengan
demikian memungkinkan modal memainkan peranan yang sesungguhnya dalam proses
produksi.
Yang terpenting dalam pemberlakauan modal dari tabungan adalah tabungan tersebut
harus bebas bunga. Islam mengakui sistem hak milik pribadi secara terbatas, setiap usaha apa
saja yang mengarah kepenumpukan kekayaan yang tidak layak dalam tangan segelintir
11

orang, dikutuk. demikianlah dalam kitab suci al-quran dinyatakan agar si kaya mengeluarkan
sebagian dari rezekinya untuk kesejahteraan masyarakat, karena kekayaan harus tersebar
dengan baik.
Dalam pengelolaan modal dilarang untuk menggunakan modal dalam produksi secara
boros, mengharamkan peminjaman modal dengan bunga tetapi memperbolehkan
perolehannya dalam bentuk jual beli, pemberian wasiat dan waris.
4. Organisasi
seseorang yang berinisiatif merencanakan, memandu, menyusun seluruh perusahaan
disebut sebagai pioner atau usahawan. Keseluruhan kerja, merencanakan dan mengarahkan
perusahaan adalah kerja organisasi13
Dalam ekonomi islam terdapat ciri khas dimana organisasi menjadi faktor produksi.
Terdapat beberapa alasan mengapa organisasi muncul sebagai faktor produksi. Yaitu:
a. Ekonomi islam berdasarkan kepada modal (equity based) daripada berdasarkan pinjaman
(loan based). Para manajer cenderung mengelola perusahaan dengan membagikan dividen
dikalangan pemegang saham atau membagi keuntungan diantara mitra usaha ekonomi.
Dapat dipastikan bahwa produksi didorong atau dimotivasi oleh kekuatan kerjasama
melalui berbagai bentuk atau investasi dalam berbagai bentuk persekutuan.
b. Keuntungan dalam suatu usaha merupakan urusan bersama oleh sebab itu pengalaman
perusahaan dana manajemen menjadi penentu perilaku produsen terhadap kepentingan
orang lain dalam masyarakat, sehingga perilau-perilaku dalam organisasi dapat
memaksimalkan keuntungan.
c. Adanya tuntunan akan keberadaan moral, ketetapan, kejujuran dalam manajemen.
organisasi dianggap dapat mengurangi biaya penyediaan (supervisi) dan pengawasan
dalam hal perhitungan (akuntansi).
d. Strategi

manajemen

diakui

mempunyai

hubungan

yang

meyakinkan

untuk

memaksimalkan keuntungan atau penjualan.
2.7 Prinsip – Prinsip Produksi dalam Ekonomi Islam.

13

Afzalur Rahman,Doktrin ekonomi islam,(Yogyakarta : PT Dana Bhakti Wakaf,1995)h.249

12

Prinsip adalah suatu pendirian, artinya seorang produsen dalam melaksanakan produksi
harus memiliki pendirian yang teguh kepada arahan yang telah diberikan oleh Al-Qur’an dan
hadits Rasulullah SAW. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya sebagai berikut14 :
1. Tugas manusia di muka bumi sebagai khalifah Allah adalah memakmurkan bumi dengan
ilmu dan amalnya. Allah menciptakan bumi dan langit beserta segala apa yang ada di
antara keduanya karena sifat Rahmaan dan Rahiim Nya kepada manusia. Karenanya sifat
tersebut juga harus melandasi aktivitas manusia dalam pemanfaatan bumi, langit dan
segala isinya.
2. Islam selalu mendorong kemajuan di bidang produksi. Menurut Yusuf Qardhawi, Islam
membuka lebar penggunaan metode ilmiah yang didasarkan pada penelitian, eksprimen,
dan perhitungan. Akan tetapi Islam tidak membenarkan penuhanan terhadap hasil karya
ilmu pengetahuan dalam arti melepaskan dirinya dari Al Qur’an dan Hadits.
3. Teknik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia. Nabi pernah
bersabda ; “Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian”.
4. Dalam berinovasi dan bereksperimen, pada prinsipnya agama Islam menyukai
kemudahan, menghindari mudarat dan memaksimalkan manfaat. Dalam Islam tidak
terdapat ajaran yang memerintahkan membiarkan segala urusan berjalan dalam
kesulitannya, karena pasrah kepada keberuntungan atau kesialan, karena berdalih dengan
ketetapan dan ketentuan Allah, atau karena tawakal kepada Nya, sebagaimana keyakinan
yang terdapat di dalamnya agama-agama selain Islam. Sesungguhnya islam mengingkari
itu semua dan menyuruh bekerja dan berbuat , bersikap hati-hati dan melaksanakan
selama persyaratan. Tawakkal dan sabar adalah konsep penyerahan hasil kepada Allah
SWT sebagai pemilik hak prerogatif yang menentukan segala sesuatu setelah segala usaha
dan persyaratan dipenuhi dengan optimal.
2.8 Kaidah – Kaidah dalam Berproduksi

Kaidah adalah patokan atau aturan yang sudah pasti, artinya seorang produsen dalam
melakukan kegiatan produksi hendaknya memerhatikan kaidah-kaidah sesuai dengan ajaran
14

Mustafa Edwin Nasution dan Budi Setyanto,Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,
(Jakarta:Prenada Media Group,2007)h.110-111

13

islam agar output yang dihasilkan memperoleh maslahah seperti yang dikatakan oleh
Muhammad Abdul Mannan (1992), Perilaku produksi tidak hanya menyadarkan pada
kondisi permintaan pasar melainkan juga berdasarkan pertimbangan kemaslahatan.
Berikut ini adalah kaidah-kaidah dalam berproduksi15 :
1. Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.
2. Mencegah kerusakan di muka bumi, termasuk membatasi polusi, memeliharan keserasian

dan ketersediaan sumber daya alam.
3. Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat serta

mencapai kemakmuran. Kebutuhan yang harus dipenuhi harus berdasarkan prioritas yang
ditetapkan agama, yakni terkait dengan kebutuhan untuk tegaknya aqidah/agama,
terpeliharanya nyawa,

akal dan keturunan/ kehormatan, serta untuk kemakmuran

material.
4. Produksi dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat. Untuk itu

hendaknya umat memiliki berbagai kemampuan, keahlian dan prasarana yang
memungkinkan terpenuhinya kebutuhan pengembangan peradaban, dimana dalam kaitan
tersebut para ahli fiqih memandang bahwa pengembangan di bidang ilmu, industri
perdagangan, keuangan merupakan fardhu kifayah, yang dengannya manusia bisa
melaksanakan urusan agama dan dunianya.
5. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik kualitas spiritual maupun mental dan

fisik. Kualitas spiritual terkait dengan kesadaran rohaniahnya, kualitas mental terkait
dengan etos kerja, intelektual, kreativitasnya, serta fisik mencakup kekuatan fisik,
kesehatan, efisiensi, dan sebagainya. Menurut Islam kualitas rohaniyah individu mewarnai
kekuatan-kekuatan lainnya, sehingga membina kekuatan rohaniah menjadi unsur penting
dalam produksi islami.

15

Mustafa Edwin Nasution dan Budi Setyanto,Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,
(Jakarta:Prenada Media Group,2007)h.111-112

14

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Produksi adalah kegiatan menambah nilai guna faktor-faktor produksi agar dapat
dikonsumsi oleh konsumen, seorang produsen dalam melakukan kegiatan tersebut haruslah
memiliki motivasi, tujuan dan prinsip dalam berproduksi sesuai dengan syariat islam atau
mencapai maslahah yang maksimum. Motivasi seorang produsen dalam melaksanakan
kegiatan produksi tidak hanya meningkatkan keuntungan semata walaupun islam tidak
melarang adanya ma’ad atau return, tetapi motivasi utama haruslah mengutamakan
keuntungan yang didapat diakhirat kelak. Dalam menciptakan maslahah, islam melarang
produsen untuk memproduksi barang-barang yang mengandung kemudharatan seperti
khamr, narkoba dan lainnya. Artinya semua kegiatan yang berkaitan dengan produksi
haruslah bernafaskan nilai-nilai Islam. Islam juga tidak membenarkan kekuasaan produksi
15

hanya dimiliki oleh sekelompok orang, sebagai seorang muslim kita harus memiliki sikap
produktif dan tidak menggantungkan diri kepada orang lain apalagi konsumtif, hal ini
ditekankan pada hadits “ Tidak ada yang lebih baik dari seseorang yang memakan makanan,
kecuali jika makanan itu diperolehnya dari hasil jerih payahnya sendiri. Jika seorang diantara
kamu mencari kayu bakar , kemudian mengumpulkan kayu itu dan mengikatnya dengan tali,
lantas memikulnya dipunggungnya, sesungguhnya itu lebih baik ketimbang meminta-minta
kepada orang lain “ (HR. Bukhari Muslim). Dan perlu diingat bahwa seorang produsen
muslim harus memiliki tujuan utama dalam berproduksi yaitu menghasilkan produk yang
dapat memberikan maslahah.
3.2 Saran
Dalam makalah ini penulis berkeinginan memberikan saran kepada pembaca agar dapat
memahami lebih jauh lagi teori perilaku produsen sesuai dengan tuntutan islam dari berbagai
narasumber dan referensi lainnya karena dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari
bahwa masih banyak terdapat kekurangan – kekurangan baik dari bentuk maupun isinya.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Arif, Nur Rianto.2011.Dasar-Dasar Ekonomi Islam.Solo: PT Era Adicitra Intermedia
Mannan,Muhammad Abdul.1992.Ekonomi Islam:Teori dan Praktek.Jakarta:PT Intermasa
Nasution, Mustafa Edwin dan Budi Setyanto.2007.Pengenalan Eksklusif Ekonomi
Islam.Jakarta:Prenada Media Group
P3EI UII.2008.Ekonomi Islam.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada
Rahman, Afzalur.1995.Doktrin Ekonomi Islam jilid 1.Yogyakarta:Dana Bhakti Wakaf

16