Makalah Teori Belajar matematis perilaku

M A K A L A H
“Keterkaitan Teori-Teori Belajar (Teori Bruner, Skinner, Pieget,
Van Hiele dan Ki Hajar Dewantoro) dengan Media
Pembelajaran Matematika”
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Media Pembelajaran
Pendidikan Matematika

Di susun oleh :
Ayu Lestari (1241172105091) 6D
Emah Hujaemah W.K (1241172105033) 6A
Lami Agustini Jamiati (1241172105004) 6D
Nyai Daryati (1241172105117) 6D
Saeful Anwar (1241172105117) 6D
Santi Sarifah (1241172105117) 6D
Susi Oktaviani (1241172105) 6D
Tira Septiana Sejati (1241172105108) 6D

Dosen Pengampu
Dori Lukman Hakim, M.Pd.
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
PROGRAM STUDI MATEMATIKA

UNIVERSITAS NEGERI SINGAPERBANGSA KARAWANG
JL. HS. RONGGOWALUYO TELUKJAMBE
TELP. (0267) 64117, 642582 Ext. 109-110
1

Fax. (0264) 641367 KARAWANG 41361

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas makalah ini.
Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang “Keterkaitan TeoriTeori Belajar (Teori Bruner, Skinner, Pieget, Van Hiele dan Ki Hajar
Dewantoro) dengan Media Pembelajaran Matematika” dan makalah ini di
susun untuk memenuhi salah satu tugas pembelajaran Media Pembelajaran
Pendidikan Matematika di Universitas Singaperbangsa Karawang. Di sini
kami mengucapkan terima kasih kepada dosen bidang studi yang telah
memberikan kesempatan. Dengan harapan dapat menambah wawasan serta

pengetahuan, sehingga dapat bermanfaat untuk hidup kita sebagai bangsa
Indonesia.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa masih terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari
para pembaca guna perbaikan dalam penyusunan makalah selanjutnya.
Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak.

Karawang, Maret 2015

Penyusun

3

4

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................1
KATA PENGANTAR................................................................................2

DAFTAR ISI...............................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................4
B. Perumusan Masalah.......................................................................5
C. Tujuan Penulisan...........................................................................5
D. Manfaat Penulisan ........................................................................6
BAB II PEMBAHASAN
A. Teori Belajar Bruner .....................................................................7
B. Teori Belajar Skinner ...................................................................22
C. Teori Belajar Pieget ......................................................................23
D. Teori Belajar Van Hiele................................................................29
E. Teori Belajar Ki Hajar Dewantoro................................................31
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................33
B. Saran..............................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................36

5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar
merupakan kegiatan yang paling penting. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya
pencapaian tujuan pembelajaran bergantung kepada bagaimana proses belajar
yang dialami peserta didik. Belajar yang disadari atau tidak, sederhana atau
kompleks, belajar sendiri atau dengan bantuan guru, belajar dari buku atau dari
media elektronik, belajar di sekolah, rumah, lingkungan kerja atau masyarakat.
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses
perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Definisi lainnya yaitu,
belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Dari pengertian
tersebut diketahui bahwa belajar memang selalu berkaitan dengan perubahan, baik
yang meliputi keseluruhan tingkah laku maupun yang hanya terjadi pada beberapa
aspek dari kepribadian individu.
Di dunia pendidikan guru memiliki peran penting dalam pencapaian tujuan
pembelajaran. Guru memberikan pelayanan agar peserta didik belajar. Proses

belajar mengajar yang dilaksanakan harus menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan dan menjadikan siswa lebih aktif dibandingkan guru (student
dominated class). Akan tetapi, pada umumnya mayoritas guru masih
menggunakan pembelajaran yang bersifat konvensional. Guru lebih berperan aktif
dibandingkan dengan peserta didik (teacher dominated class). Hal ini dapat
menghambat

perkembangan

kognitif,

afektif,

dan

psikomotorik

peserta

didik.Peserta didik tidak dibiasakan berpikir kritis, dan kreatif. Hal ini juga dapat

dipandang bahwa belajar hanya merupakan proses transfer pengetahuan yang
dimiliki guru ke peserta didik, bukan membantu untuk mengembangkan penalaran
berpikir dan pemahaman konsep peserta didik.

6

Menanggapi masalah tersebut diperlukan suatu teori belajar yang dapat
mengembangkan potensi, penalaran berpikir, dan pemahaman konsep peserta
didik, sehingga menjadikan peserta didik lebih aktif dibandingkan dengan guru.
Berdasarkan

uraian

di

atas

penulis

memandang


perlunya

menanggapi

permasalahan tersebut. Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas beberapa
teori belajar, yaitu teori belajar Bruner, Skinner, Pieget, Van Hiele dan Ki Hajar
Dewantoro. Makalah ini menyajikan bagaimana keterkaitan teori-teori belajar
tersebut dengan Media Pembelajaran Matematika.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana teori pembelajaran menurut Bruner dan kaitannya dengan Media
Pembelajaran Matematika?
2. Bagaimana teori pembelajaran menurut Skinner dan kaitannya dengan Media
Pembelajaran Matematika?
3. Bagaimana teori pembelajaran menurut Pieget dan kaitannya dengan Media
Pembelajaran Matematika?
4. Bagaimana teori pembelajaran menurut Van Hiele dan kaitannya dengan
Media Pembelajaran Matematika?
5. Bagaimana teori pembelajaran menurut Ki Hajar Dewantoro dan kaitannya

dengan Media Pembelajaran Matematika?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui teori pembelajaran menurut Bruner dan kaitannya dengan
Media Pembelajaran Matematika?
2. Untuk mengetahui teori pembelajaran menurut Skinner dan kaitannya dengan
Media Pembelajaran Matematika?
3. Untuk mengetahui teori pembelajaran menurut Pieget dan kaitannya dengan
Media Pembelajaran Matematika?
4. Untuk mengetahui teori pembelajaran menurut Van Hiele dan kaitannya
dengan Media Pembelajaran Matematika?

7

5. Untuk mengetahui teori pembelajaran menurut Ki Hajar Dewantoro dan
kaitannya dengan Media Pembelajaran Matematika?
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Menambah wawasan tentang bagaimana keterkaitan teori-teori belajar Bruner,
Skinner, Pieget, Van Hiele dan Ki Hajar Dewantoro dengan Media

Pembelajaran Matematika.
2. Dapat dijadikan sebagai masukan bagi pembaca untuk menerapkan teori-teori
belajar Bruner, Skinner, Pieget, Van Hiele dan Ki Hajar Dewantoro dengan
Media Pembelajaran Matematika.

8

BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Belajar Bruner
1. Biografi Bruner
Jerome Seymour Bruner, lahir di New York pada tanggal 1 Oktober
1915 dari pernikahan Heman dan Rose Bruner yang berimigrasi dari Polandia.
Keluarganya menginkan Bruner menjadi ahli hukum, namun Bruner
mempunyai cita-cita lain. Bruner masuk jurusan psikologi dan pada tahun
1937 menerima gelar sarjana di bidang psikologi dari Duke University. Di
tahun yang sama, ia melanjutkan kuliah di Harvard University dan menerima
gelar master di bidang psikologi pada tahun 1939. Tidak selang beberapa
lama kemudian, pada tahun 1941 Bruner menerima gelar doctoral (Ph.D) dari

universitas yang sama.
Ketika pertama kali tiba di Harvad, Bruner tertarik pada penelitian
mengenai persepsi hewan (perception on animal).Pada tahun 1939, Bruner
menerbitkan atikel psikologi pertama mengenai pengaruh ekstrak thymus pada
perilaku seksual tikus betina. Selama perang dunia ke-2, Bruner tertarik pada
penelitian mengenai psikologi sosial, dan sebagai tesis doktoralnya ia menulis
mengenai teknik propaganda Nazi (techniques of Nazi propagandists). Selama
perang, Bruner masuk tentara dan bekerja sebagai ahli psikologi perang
(psychological warefare) di General Eisenhower’s headquarters in SHAEF.
Pada tahun 1945, Bruner kembali ke Harvard sebagai profesor psikologi
yang terlibat dalam penelitian mengenai psikologi kognitif dan psikologi
pendidikan. Pada tahun 1972, ia meninggalkan Harvard untuk mengajar di
Universitas Oxford di Inggris. Pada tahun 1980, ia kembali ke Amerika
Serikat untuk melanjutkan penelitian di bidang psikologi perkembangan. Pada
tahun 1991, Bruner bergabung dengan salah satu fakultas di New York dan
mengajar mahasiswa sampai hari ini.
Bruner adalah salah satu pencetus utama psikologi kognitif dan
konstruktivisme, serta juga berpengaruh pada teori pendidikan dan praktek.

9


Bruner mengakui bahwa filosofi Bruner tentang psikologi telah dipengaruhi
oleh Jean Piaget, Vygotsky LS, dan Benjamin Bloom.
2. Ide Bruner dalam Proses Pendidikan
Bruner mengungkapkan empat ide nya mengenai proses dari pendidikan,
yaitu:
a. Struktur Pengetahuan
Bruner berpendapat bahwa mengajarkan prinsip-prinsip dasar suatu
subjek membuat transfer pengetahuan lebih mudah. Kurikulum hendaknya
mementingkan struktur pengetahuan. Hal ini perlu, sebab dengan struktur
pengetahuan kita dapat membantu peserta didik untuk melihat, bagaimana
fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu
dengan yang lain, dan pada informasi yang telah mereka miliki.
b. Kesiapan untuk Belajar
Bruner menganggap bahwa anak-anak dari segala usia dapat belajar
jika bahan pendukung disajikan dalambentuk yang tepat dan kurikulum
harus meninjau kembali dan membangun ide-ide dasar berulang (Spiral
Curriculum).

Menurut

Bruner,

keterampilan-keterampilan

kesiapan

yang

lebih

terdiri

atas

sederhana

penguasaan
yang

dapat

memungkinkan seseorang untuk mencapai keterampilan-keterampilan
yang lebih tinggi. Misalnya kesiapan untuk geometri euclidian, dapat
diperoleh dengan memberikan kesempatan pada para siswa untuk
membangun

konstruksi-konstruksi

yang

makin

kompleks

dengan

menggunakan poligon-poligon.
c. Nilai Intusi dalam Proses Pendidikan
Bruner prihatin untuk menemukan bagaimana sekolah bisa
menciptakan kondisi untuk meningkatkan berpikir intuitif yang kemudian
bisa diperiksa melalui analisis. Dengan intuisi, teknik-teknik intelektual
untuk sampai pada formulasi-formulasi tanpa melalui langkah-langkah
analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupakan
kesimpulan-kesimpulan yang sahih atau tidak. Bruner mengungkapkan
“educated guess” yang kerap kali digunakan oleh para Ilmuan dan dalam

10

proses pendidikan diharapkan guru dan sekolah menciptakan kondisi
dimana intuisi siswa dapat berkembang.
d. Motivasi atau Keinginan untuk Belajar
Bruner percaya ini harus berakar dalam proses belajar daripada
tujuan eksternal sepertinilai. Pengalaman-pengalaman pendidikan yang
merangsang motivasi ialah pengalaman-pengalaman dimana siswa
berpartisipasi secara aktif dalam menghadapi alamnya. Menurut bruner,
pengalaman belajar semacam ini, dapat dicontohkan oleh pengalaman
belajar penemuan yang intuitif, dan implikasi dari asumsi ini akan dibahas
dalam bagian-bagian yang akan datang.
3. Belajar sebagai Proses Kognitif
Bruner dikenal sebagai tokoh psikologi kognitif. Bruner menegaskan
bahwa tujuan akhir dari pengajaran adalah untuk meningkatkan pemahaman
umum tentang struktur materi pelajaran.
Bruner menekankan pentingnya pembentukan konsep global dalam
pembelajaran dan membangun hubungan konsep secara umum. Bruner
menghimbau guru untuk membantu menciptakan (membangun) kondisi di
mana siswa dapat melihat struktur dari subyek tertentu. Ketika pembelajaran
didasarkan pada struktur, materi yang dipelajari akan lebih tahan lama atau
cenderung tidak mudah dilupakan. Kondisi yang demikian, dikenal dengan
“teori pengajaran Bruner” bukan teori belajar Bruner. Menurut Bruner, teori
belajar itu deskriptif, yaitu mendeskripsikan apa yang terjadi sesudah ada
fakta. Sebaliknya, teori pengajaran bersifat menentukan (prescriptive), teori
pengajaran ditentukan terlebih dahulu sebelum dilakukan praktek mengajar
yang dianggap paling baik.
Jerome Bruner secara mendalam menulis mengenai pemikiran manusia
atau lebih tepatnya proses berpikir siswa dalam pembelajaran. Tulisannya
dalam pendidikan menunjukkan adanya kecenderungan dalam filsafat Piaget
yang kaya akan ide, meskipun penekanan teori pada bukti eksperimental dari
masing-masing ide agak kurang.

11

a. Tiga Proses Berpikir Bruner
Menurut Bruner, berpikir merupakan gabungan dari tiga proses,
yaitu penerimaan (acquisition), transformasi (transformation), dan
menguji ketepatan (testing of adequacy). Tiga langkah tersebut merupakan
pengorganisasian aktif dari individu dalam memperoleh pengetahuan,
yang merupakan ciri khas dari teori dasar kognitif. Penerimaan
(acquisition) sama halnya dengan penerimaan sensorik dan sintesis.
Penerimaan (acquisition) merupakan proses menerima persepsi dan
pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman. Dangan kata lain, adanya
pengalaman

baru

akan

menambahkan

pengetahuan

yang

lama,

memperluas dan memperdalam dan kemungkinan informasi yang baru
bertentangan dengan informasi yang lama.
Transformasi (transformation) merupakan perubahan persepsi baru
dan pengetahuan ke dalam bentuk yang lebih bermakna. Menguji
ketepatan (testing) merupakan tindakan yang dirancang untuk menilai
kecukupan dan ketepatan pengetahuan yang ada dalam rangka menilai
proses transformasi. Proses kedua dan ketiga menyerupai ide Piaget
mengenai asimilasi dan akomodasi. Transformasi dan asimilasi keduanya
mengarah pada proses mengubah informasi sesuai dengan pengetahuan
yang sudah ada sebelumnya. Menguji ketepatan dan akomodasi keduanya
merupakan proses penyesuaian pengetahuan lama ke dalam pengetahuan
yang baru.
Ketiga proses belajar tersebut berlangsung dalam waktu yang
bersamaan. Anak tidak dapat menerima (acquire) pengetahuan tanpa
melakukan transformasi dan mengetes (menguji) pengetahuan tersebut
dalam waktu yang hampir bersamaan. Dalam pembelajaran, guru
bertanggung jawab untuk memberikan informasi dan keterampilan kepada
anak serta memungkinkan anak untuk memproses informasi dan
keterampilan tersebut.
b. Teori konstruktivisme
Konstruktivisme

adalah

epistemologi

pembelajaran

yang

berdasarkan pada refleksi pengalaman saat membangun pemahaman.

12

Konstruktivisme

berkaitan dengan proses kognitif dimana siswa

mengembangkan pengetahuannya. Konstruktivisme juga merupakan
kerangka konseptual yang sangat luas dengan perspektif banyak variasi.
Jerome Bruner yang dianggap sebagai salah satu pendiri Konstruktivisme.
Teori Bruner tentang Konstruktivisme dipengaruhi oleh teori
penelitian sebelumnya yaitu Lev Vygotsky, dan Jean Piaget.Kerangka
teoretisnya meyakinkan bahwa peserta didik membangun ide-ide atau
konsep baru berdasarkan pengetahuan yang ada. Proses pembelajaran aktif
dan

melibatkan

transformasi

informasi,

memaknai

pengalaman,

membentuk hipotesis, dan pengambilan keputusan. Melalui karyanya ia
menyajikan gagasan bahwa anak-anak bisa menjadi pemecah masalah
yang aktif dan mampu mengeksplorasi pengetahuan yang lebih sulit.
Teori Bruner tentang Konstruktivisme jatuh ke dalam domain
kognitif. Siswa dianggap sebagai pencipta dan pemikir melalui inquiry dan
peran pengalaman dalam belajar. Proses dimana peserta didik membangun
pengetahuan. Peluang disediakan bagi peserta didik untuk membangun
pengetahuan baru dan makna baru dari pengalaman otentik.
c. Tiga Tahap Pembelajaran
Dalam proses memperoleh pemahaman, seorang anak belajar
memahami sesuatu melalui tiga tahap perkembangan berikut:
a. Tahap Enaktif
Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan
bahwa anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotakatik) objek. Pada tahap ini anak belajar suatu pengetahuan di mana
pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan bendabenda konkret atau menggunakan situasi yang nyata, tanpa
menggunakan imajinasinya atau kata-kata. Anak akan memahami
sesuatu dengan berbuat atau melakukan sesuatu. Jadi pada tahap ini
sebagian besar pengetahuan dalam bentuk respon motorik.
b. Tahap Ikonik
Tahap

ikonik,

yaitu

suatu

tahap

pembelajaran

sesuatu

pengetahuan dimana pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan)

13

dalam bentuk bayangan visual (visual imaginery), gambar, atau
diagram, yang menggambarkan kegiatan kongkret atau situasi
kongkret. Pada tahap ini, pemahaman anak masih diperoleh dari benda
nyata dalam wujud gambar bukan benda abstrak. Jadi pada tahap ini,
pengetahuan sebagian besar lebih diwujudkan dalam citra visual.
c. Tahap Simbolik
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak
memanipulasi

simbol-simbol

atau

lambang-lambang

objek

tertentu.Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek seperti pada tahap
sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi
tanpa

ketergantungan

terhadap

objek

riil.

Pembelajaran

direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstract
symbols), yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan
kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik
symbol-simbol verbal (misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimatkalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang
abstrak yang lain. Jadi, pada tahap ini pengetahuan sebagian besar
dinyatakan dalam bentuk kata-kata, simbol matematika dan sistem
simbol lainnya.
Sebagai contoh, dalam mempelajari penjumlahan dua bilangan
cacah, pembelajaran akan terjadi secara optimal jika mula-mula siswa
mempelajari hal itu dengan menggunakan benda-benda konkret
(misalnya menggabungkan 3 kelereng dengan 2 kelereng, dan
kemudian menghitung banyaknya kelereng semuanya ini merupakan
tahap enaktif). Kemudian, kegiatan belajar dilanjutkan dengan
menggunakan gambar atau diagram yang mewakili 3 kelereng dan 2
kelereng yang digabungkan tersebut (dan kemudian dihitung
banyaknya kelereng semuanya, dengan menggunakan gambar atau
diagram tersebut/ tahap yang kedua ikonik), siswa bisa melakukan
penjumlahan itu dengan menggunakan pembayangan visual (visual
imagenary) dari kelereng tersebut. Pada tahap berikutnya yaitu tahap

14

simbolis, siswa melakukan penjumlahan kedua bilangan itu dengan
menggunakan lambang-lambang bialngan, yaitu : 3 + 2 = 5.
Bruner menyatakan bahwa peserta didik melewati berbagai tahap
perkembangan tapi dia tidak menentukan usia pelajar di mana tahap ini
akan berlangsung. Hal ini sangat mungkin bagi orang dewasa untuk
beralih dari ikonik ke simbolis atau bahkan dari enaktif ke ikonik atau
simbolis sebagai lawan dari operasional formal ke motor sensorik.
Pengajaran akan menentukan manfaat tingkatan dari peserta didik ketika
membangun interpretasi konsep.
d. Belajar Penemuan Bruner
Teori Konstruktivis Bruner ini telah diadopsi dan dimanfaatkan
untuk berbagai situasi pengajaran. Ada teori lain banyak yang
menggunakan aspek epistemologi konstruktivisme ketika merumuskan
teori pembelajaran dan pengajaran. Bruner mengembangkan metode
pengajaran yang disebut Belajar Penemuan dengan memanfaatkan teori
Konstruktivisme. Belajar Penemuan adalah salah satu cara bahwa guru
dapat memanfaatkan teori karena teori itu sendiri merupakan penyelidikan.
Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan
pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya
memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari
pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan
pengetahuan yang benar-benar bermakna.
Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui
berpartisispasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar
mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman, dan melakukan
eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan
prinsip-prinsip itu sendiri.
Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan
beberapa kelebihan:
1) Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat, atau lebih
mudah diingat.

15

2) Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik
dengan kata lain konsep-konsep dan prinsip-prinsip pada kognitif
seseorang dapat lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru.
3) Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa
dan kemampuan untuk berpikir secara bebas.
4) Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan
kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa
pertolongan orang lain dan meminta siswa untuk menganalisis dan
memanipulasi informasi tidak hanya menerima saja.
5) Membangkitkan keingintahuan siswa, memberikan motivasi untuk
bekerja terus sampai menemukan jawaban.
Bruner menyadari bahwa belajar penemuan yang murni memerlukan
waktu, sehingga ia menyarankan agar dalam menerapkan belajar
penemuan ini hanya diterapkan sampai batas-batas tertentu, misalnya pada
bidang studi matematika, maka menggunakan belajar penemuan dengan
mengarahkannya pada struktur matematika. struktur matematika diberikan
oleh konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika itu sendiri. Bila
seorang siswa telah menguasai struktur dasar, maka kurang sulit baginya
untuk mempelajari konsep-konsep maupun prinsip-prinsip yang lain serta
siswa akan lebih mudah mengingatnya. Hal ini disebabkan karena siswa
telah memperoleh kerangka pengetahuan yang bermakna yang dapat
digunakan untuk melihat hubungan-hubungan yang esensial dalam
matematika, dan demikian dapat memahami hal-hal yang mendetail.
Menurut Bruner, mengerti struktur matematika ialah memahami
matematika itu sedemikian rupa sehingga dapat menghubungkan hal-hal
lain pada struktur itu secara bermakna.
4. Teorema atau Dalil Pengajaran Matematika
Selain

mengembangkan

teori

perkembangan

kognitif,

Bruner

mengemukakan teorema atau dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran
matematika. Berdasarkan hasil-hasil eksperimen dan observasi yang dilakukan
oleh Bruner dan Kenney, pada tahun 1963 kedua pakar tersebut

16

mengemukakan empat teorema/dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran
matematika yang masing-masing mereka sebut sebagai ”teorema atau dalil”.
Keempat dalil tersebut adalah:
a. Dalil Konstruksi / Penyusunan (Contruction Theorem)
Di dalam teorema kontruksi dikatakan bahwa cara yang terbaik bagi
seseorang siswa untuk mempelajari sesuatu atau prinsip dalam Matematika
adalah dengan mengkontruksi atau melakukan penyusunan sebagai sebuah
representasi dari konsep atau prinsip tersebut. Siswa yang lebih dewasa
mungkin bisa memahami sesuatu konsep atau sesuatu prinsip dalam
matematika hanya dengan menganalisis sebuah representasi yang disajikan
oleh guru mereka; akan tetapi, untuk kebanyakan siswa, khususnya untuk
siswa yang lebih muda, proses belajar akan lebih baik atau melekat jika
para siswa mengkonstruksi sendiri representasi dari apa yang dipelajari
tersebut. Alasannya, jika para siswa bisa mengkontuksi sendiri
representasi tersebut mereka akan lebih mudah menemukan sendiri konsep
atau prinsip yang terkandung dalam representasi tersebut, sehingga untuk
selanjutnya mereka juga mudah untuk mengingat hal-hal tersebut dan
dapat mengaplikasikan dalam situasi-situasi yang sesuai.
Dalam proses perumusan dan mengkonstruks atau penyusunan ideide, apabila disertai dengan bantuan benda-benda konkret mereka lebih
mudah mengingat ide-ide tersebut. Dengan demikian, anak lebih mudah
menerapkan ide dalam situasi nyata secara tepat. Seperti yang diuraikan
pada penjelasan tentang modus-modus representasi, akan lebih baik jika
para siswa mula-mula menggunakan representasi kongkret yang
memungkinkan siswa untuk aktif, tidak hanya aktif secara intelektual
(mental) tetapi juga secara fisik.
Contoh untuk memahami konsep penjumlahan misalnya 5 + 4 = 9,
siswa bisa melakukan dua langkah berurutan, yaitu 5 kotak dan 4 kotak,
cara lain dapat direpresentasikan dengan garis bilangan. Dengan
mengulang hal yang sama untuk dua bilangan yang lainnya anak-anak
akan memahami konsep penjumlahan dengan pengertian yang mendalam.

17

Contoh lain, anak mempelajari konsep perkalian yang didasarkan
pada prinsip penjumlahan berulang, akan lebih memahami konsep
tersebut. Jika anak tersebut mencoba sendiri menggunakan garis bilangan
untuk memperlihatkan proses perkalian tersebut. Misalnya 3 x 5, ini
berarti pada garis bilangan meloncat 3x dengan loncatan sejauh 5 satuan,
hasil loncatan tersebut kita periksa ternyata hasilnya 15. Dengan
mengulangi hasil percobaan seperti ini, anak akan benar-benar memahami
dengan pengertian yang mendalam, bahwa perkalian pada dasarnya
merupakan penjumlahan berulang.
b. Dalil Notasi (Notation Theorem)
Menurut apa yang dikatakan dalam teorema notasi, representasi dari
sesuatu materi matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila
di dalam representasi itu digunakan notasi yang sesuai dengan tingkat
perkembangan kognitif siswa. Sebagai contoh, untuk siswa sekolah dasar,
yang pada umumnya masih berada pada tahap operasi kongkret, soal
berbunyi; ”Tentukanlah sebuah bilangan yang jika ditambah 3 akan
menjadi 8”, akan lebih sesuai jika direpresentasikan dalam diberikan
bentuk .... + 3 = 8 atau a + 3 = 8.
Notasi yang diberikan tahap demi tahap ini sifatnya berurutan dari
yang paling sederhana sampai yang paling sulit. Penyajian seperti dalam
matematika merupakan pendekatan spiral. Dalam pendekatan spiral setiap
ide-ide matematika disajikan secara sistimatis dengan menggunakan
notasi-notasi yang bertingkat.Pada tahap awal notasi ini sederhana, diikuti
dengan notasi berikutnya yang lebih kompleks.
c. Dalil Kekontrasan dan Variasi (Contrast and Variation Theorem)
Di dalam teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa
sesuatu konsep Matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila
konsep itu dikontraskan dengan konsep-konsep yang lain, sehingga
perbedaan antara konsep itu dengan konsep-konsep yang lain menjadi
jelas. Sebagai contoh, pemahaman siswa tentang konsep bilangan prima
akan menjadi lebih baik bila bilangan prima dibandingkan dengan
bilangan yang bukan prima, menjadi jelas. Demikian pula, pemahaman

18

siswa tentang konsep persegi dalam geometri akan menjadi lebih baik jika
konsep persegi dibandingkan dengan konsep-konsep geometri yang lain,
misalnya persegi panjang, jajaran genjang, belah ketupat, dan lain-lain.
Dengan membandingkan konsep yang satu dengan konsep yang lain,
perbedaan dan hubungan (jika ada) antara konsep yang satu dengan
konsep yang lain menjadi jelas. Sebagai contoh, dengan membandingkan
konsep persegi dengan konsep persegipanjang akan menjadi jelas bahwa
persegi merupakan kejadian khusus (a special case) dari perseg ipanjang,
artinya: setiap persegi tentu merupakan persegi panjang, sedangkan suatu
persegi panjang belum tentu merupakan persegi.
Selain itu di dalam teorema ini juga disebutkan bahwa pemahaman
siswa tentang sesuatu konsep matematika juga akan menjadi lebih baik
apabila konsep itu dijelaskan dengan menggunakan berbagai contoh yang
bervariasi. Misalnya, dalam pembelajaran konsep persegi panjang, persegi
panjang sebaiknya ditampilkan dengan berbagai contoh yang bervariasi.
Misalnya ada persegi panjang yang posisinya bervariasi (ada yang dua
sisinya behadapan terletak horisontal dan dua sisi yang lain vertikal, ada
yang posisinya miring, dan sebagainya), ada persegi panjang yang
perbedaan panjang dan lebarnya begitu mencolok, dan ada perseg ipanjang
yang panjang dan lebarnya hampir sama, bahkan ada persegi panjang yang
panjang dan lebarnya sama. Dengan digunakannya contoh-contoh yang
bervariasi tersebut, sifat-sifat atau ciri-ciri dari persegi panjang akan dapat
dipahami dengan baik. Dari berbagai contoh tersebut siswa akan bisa
memahami bahwa sesuatu konsep bisa direpresentasikan dengan bebagai
contoh yang spesifik. Sekalipun contoh-contoh yang spesifik tersebut
mengandung perbedaan yang satu dengan yang lain, semua contoh (semua
kasus) tersebut memiliki ciri-ciri umum yang sama.
d. Dalil Konektivitas atau Pengaitan (Connectivity Theorem)
Di dalam teorema konektivitas disebutkan bahwa setiap konsep,
setiap prinsip, dan setiap ketrampilan dalam matematika berhubungan
dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan yang
lain. Adanya hubungan antara konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan

19

keterampilan-keterampilan itu menyebabkan struktur dari setiap cabang
matematika menjadi jelas.
Adanya hubungan-hubungan itu juga membantu guru dan pihakpihak lain (misalnya penyusun kurikulum, penulis buku, dan lain-lain)
dalam upaya untuk menyusun program pembelajaran bagi siswa. Dalam
pembelajaran matematika, tugas guru bukan hanya membantu siswa dalam
memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip serta memiliki ketrampilanketrampilan tertentu, tetapi juga membantu siswa dalam memahami
hubungan antara konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilanketrampilan tersebut. Dengan memahami hubungan antara bagian yang
satu dengan bagian yang lain dari matematika, pemahaman siswa terhadap
struktur dan isi matematika menjadi lebih utuh.
Perlu dijelaskan bahwa keempat dalil tersebut di atas tidak
dimaksudkan untuk diterapkan satu per satu seperti di atas. Dalam
penerapan (implementasi), dua dalil atau lebih dapat diterapkan secara
bersama dalam proses pembelajaran materi matematika tertentu. Hal
tersebut bergantung pada karakteristik dari materi atau topik matematika
yang dipelajari dan karakteristik dari siswa yang belajar.Misalnya konsep
Dalil Pythagoras diperlukan untuk menentukan Tripel Pythagoras. Guru
perlu menjelaskan bagaimana hubungan antara sesuatu yang sedang
dijelaskan dengan objek atau rumus lain. Apakah hubungan itu dalam
kesamaan rumus yang digunakan, sama-sama dapat digunakan dalam
bidang aplikasi atau dalam hal-hal lainnya
5. Implikasi dan Aplikasi Teori Bruner
a. Implikasi Teori Bruner dalam Pendidikan
Teori pengajaran Bruner menjelaskan kapan dan bagaimana
pembelajar dapat memproses informasi secara lebih efektif dalam tiga
tahap pemahaman anak. Menurut Bruner, beberapa teori dalam pengajaran
seharusnya memuat beberapa hal berikut:
1) Memberkan informasi mengenai bagaimana menciptakan niat dan
tujuan positif di antara siswa.

20

Adanya pandangan bahwa setiap siswa mempunyai tujuan (citacita), namun terkadang tujuan tersebut belum tentu terarah. Dalam
pembelajaran, guru mempunyai tugas untuk mengarahkan siswa
sehingga mempunyai tujuan yang positif yaitu dengan cara belajar.
Misalnya,

seorang

anak

yang

mempunyai

cita-cita

menjadi

dokter.Sebelum menjadi dokter, anak tersebut harus belajar mengenai
banyak hal, khususnya mengenai struktur tubuh manusia dalam
pelajaran biologi.
2) Mengorganisasikan pengetahuan untuk membantu pembelajaran
Guru sebagai edukator harus mentransformasikan materi yang
mereka ajarkan menjadi bentuk yang bermanfaat bagi siswa dengan
cara menghubungkan materi tersebut dengan pengalaman siswa dalam
kehiduan sehari-hari. Siswa akan lebih mudah memahami suatu
pengetahuan, ketika pengetahuan tersebut mempunyai hubungan
dengan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya.
3) Mengurutkan pengetahuan untuk membantu pembalajaran
Beberapa ide atau permasalahan dalam pengetahuan dapat diubah
menjadi bentuk yang sederhana sehingga siswa dapat memahami
pengetahuan tersebut.Misalnya, aljabar lanjut tidak dapat dipahami
oleh anak TK/ SD. Karena tingkat keabstrakannya materi tersebut
diberikan pada siswa SMA atau mahasiswa.Namun, lambang-lambang
aljabar dasar dapat dipelajari jika dikonvert dari bentuk simbolik
menjadi bentuk-bentuk yang sederhana dalam tahap enaktif maupun
ikonik sehingga dapat dipelajari oleh siswa pada tingkat dasar.Siswa
dapat kembali pada konsep dalam bentuk baru dan konteks baru.
Bruner memperkenalkan kurikulum spiral yaitu program pembelajaran
yang returns secara berkala untuk topik yang sama dalam bentuk
direvisi atau lebih lanjut. Konsep dan topik yang sama dapat
dimunculkan kembali kepada siswa namun dalam tingkatan framework
yang lebih kompleks untuk setiap waktunya. Misalnya, aljabar dapat
mulai diajarkan pada anak-anak di Taman Kanak-Kanak dengan cara
menghubungkan konsep numeric sebagai benda-benda nyata dalam

21

ruang; aljabar dapat kembali diajarkan pada anak usia SD sebagai
aturan dan prosedur untuk visualisasi hubungan numerical tertentu
(misalnya dalam operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian,
pembagian); dan dapat kembali dipelajari oleh siswa tingkat lanjut
dalam bentuk yang lebih abstrak.
4) Memberikan informasi mengenai keberhasilan dan kegagalan dengan
cara memberikan penguatan dan hukuman
Dalam situasi yang kompleks termasuk juga dalam kelas, Bruner
percaya bahwa penguatan dan hukuman berfungsi sebagai pemberi
informasi mengenai keberhasilan dan kegagalan.
5) Pembelajaran yang memotivasi siswa dalam seting kelas
Dalam rangka memberikan motivasi kepada siswa dalam
pembelajaran, Bruner menerapkan pembelajaran yang bersifat
penemuan (discovery learning). Dalam pembelajaran ini, siswa diberi
kebebasan untuk menggunakan ide dan konsepnya sendiri dalam
kegiatan menginvestigasi pengetahuan.Dalam discovery learning, guru
harus merangsang siswa untuk menginvestigasi materi pembelajaran
dan informasi secara mandiri dalam bentuk ide dan konsep siswa
sendiri. Ide dan konsep siswa diperoleh dengan cara berinteraksi
dengan lingkungan melalui eksplorasi dan manipulasi obyek. Aplikasi
dari teori discovery learning menyatakan bahwa cara terbaik bagi
siswa untuk memulai belajar adalah dengan mengkonstruksi sendiri
prinsip dan konsep yang sedang dipelajari. Dengan adanya ide
discovery learning di mana siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan
yang mereka pelajari, maka selain dikenal sebagai tokoh psikologi
kognitif Bruner juga dikenal sebagai tokoh konstruktivisme.
b. Aplikasi Tiga Mode dalam Pembelajaran Matematika menurut Bruner
Teori Bruner menguraikan bahwa siswa dapat merepresentasikan
pengetahuan

dan

merekomendasikan

untuk

meninjau

kembali

pembelajaran melalui kurikulum spiral.Sebuah aplikasi yang baik adalah
di bidang matematika.Sebelum siswa dapat memahami suatu notasi

22

matematika abstrak, guru harus memastikan bahwa siswa memahami
konsep secara enaktif dan ikonik.
Berikut ini disajikan contoh penerapan teori belajar Bruner dalam
pembelajaran matematika di sekolah dasar.
Guru akan mengajarkan konsep perkalian, objek digunakan misalnya
sapi. Tahap enaktif, anak kita bawa ke kandang sapi, dengan mengamati
dan mengotak-atik dari 3 ekor sapi, jika kita perhatikan adalah:
 Banyaknya kepala .................... ada 3
 banyaknya ekor ........................ ada 3
 banyaknya telinga ..................... ada 6
 banyaknya kaki ......................... ada 12
Tahap Ikonik, anak dapat diberikan 3 ekor gambar sapi sebagai berikut:

 banyaknya kepala .................... ada 3

23

 banyaknya ekor ........................ ada 3
 banyaknya telinga ..................... ada 6
 banyaknya kaki ......................... ada 12
Tahap simbolis dapat ditulis kalimat perkalian yang sesuai untuk ketiga
sapi tersebut bila tinjauannya berdasarkan pada:
 kepalanya, maka banyak kepala = 3 x 1
 ekornya, maka banyaknya ekor = 3 x 1
 telinganya, maka banyak telinga = 3 x 2
 kakinya, maka banyaknya kaki = 3 x 4
Dari fakta dan kalimat perkalian yang bersesuaian tersebut disimpulkan
bahwa: 3 x 1 = 3, 3 x 2 = 6 dan 3 x 4 = 12. Untuk lebih jelas simbolis
dipandang adalah kakinya, maka untuk:
 banyaknya kaki pada 1 sapi = 4
 banyaknya kaki 2 sapi = 8 ( karena kaki sapi 1 + kaki sapi 2 ) = 4 + 4
 banyaknya kaki 3 sapi = 12 ( kaki sapi 1 + kaki sapi 2 + kaki sapi 3) =
4+4+4
Dengan konstruksi berpikir semacam ini maka banyaknya kaki untuk
1 sapi = 1 x 4 = 4
2 sapi = 2 x 4 = 4 + 4 = 8
3 sapi = 3 x 4 = 4 + 4 + 4 = 12
Melanjutkan perkalian tersebut, tanpa menunjukkan gambar sapi, anak
dapat menyelesaikan,
4 x 4 = 4 + 4 + 4 + 4 = 16
5 x 4 = 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 20
6 x 4 = 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 24 dan seterusnya.
Dengan cara yang sama dapat dilanjutkan dengan perkalian fakta dasar
lainnya.
B. Teori Belajar Skinner
Dalam bagian ini akan diuraikan teori belajar menurut Skinner. Burrhus
Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan
yang amat penting dalam proses belajar.
24

Terdapat perbedaan antara ganjaran dan penguatan. Ganjaran merupakan
respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya
subyektif,

sedangkan

penguatan

merupakan

suatu

yang

mengakibatkan

meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang
sifatnya dapat diamati dan diukur.
Teori Skinner menyatakan penguatan terdiri atas penguatan positif dan
penguatan negatif. Penguatan dapat dianggap sebagai stimulus positif, jika
penguatan tersebut seiring dengan meningkatnya perilaku siswa dalam melakukan
pengulangan perilakunya itu. Dalam hal ini penguatan yang diberikan kepada
siswa

memperkuat

tindakan

siswa,

sehingga

siswa

semakin

sering

melakukannya.Contoh penguatan positif diantaranya adalah pujian yang diberikan
kepada siswa, sikap guru yang menunjukkan rasa gembira pada saat siswa bisa
menjawab dengan benar.
Penguatan positif akan berbekas pada diri siswa. Mereka yang mendapat
pujian setelah berhasil menyeleaikan tugas atau menjawab pertanyaan dengan
benar biasanya akan berusaha memenuhi tugas berikutnya dengan penuh
semangat. Penguatan yang berbentuk hadiah atau pujian akan memotivasi siswa
untuk rajin belajar dan mempertahankan prestasinya. Penguatan yang seperti ini
sebaiknya segera diberikan dan jangan ditundatunda.
Penguatan negatif adalah bentuk stimulus yang lahir akibat dari fespon
siswa yang kurang atau tidak diharapkan. Penguatan negative diberikan agar
respon yang tidak diharapkan atau tidak menunjang pada pelajaran tidak diulangi
siswa. Penguatan negatif itu dapat berupa teguran, peringatan atau sangsi. Namun
untuk mengubah tingkah laku siswa dari negatif menjadi positif guru perlu
mengetahui psikologi yang dapat digunakan untuk memperkirakan (memprediksi)
dalam mengendalikan tingkah laku siswa. Di dalam kelas guru mempunyai tugas
untuk mengarahkan siswa dalam aktivitas belajar, karena pada saat tersebut
kontrol berada pada guru, yang berwenang memberikan instruksi ataupun
larangan pada siswanya.
C. Teori Belajar Piaget
1. Biografi Pieget

25

Jean Piaget (1896-1980) adalah pakar psikologi Swiss, mengatakan
bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri.
Piaget yakin bahwa anak-anak menyesuaikan pemikiran mereka untuk
menguasai gagasan-gagasan baru, karena informasi tambahan akan menambah
pemahaman mereka terhadap dunia.
Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan
interaksi aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan.
Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan
penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara itu bahwa
interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumetasi dan berdiskusi
membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya memuat pemikiran itu
menjadi lebih logis.
Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang
perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak secara aktif
membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalamanpengalaman dan interaksi-interaksi mereka.Untuk menunjukakan struktur
kognitif yang mendasari pola-pola tingkah laku yang terorganisir, Piaget
menggunakan istilah skema dan adaptasi.
a. Skema (Struktur kognitif) adalah proses atau cara mengorganisir dan
merespon berbagai pengalaman. Dengan kata lain skema adalah suatu pola
sistematis dari tindakan, perilaku, pikiran, dan strategi dalam menghadapi
berbagai tantangan dan jenis situasi.
b. Adaptasi (struktur fungsional) adalah sebuah istilah yang digunakan piaget
untuk

menunjukkan

pentingnya

pola

hubungan individu

dengan

lingkungannya dalam proses perkembangan kognitif. Menurut Piaget
adaptasi ini terdiri dari dua proses yang saling melengkapi, yaitu asimilasi
dan akomodasi.
1) Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan
persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola
yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu
proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian
atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada.

26

2) Akomodasi dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru

seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan
skema yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama
sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan
demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk
membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau
memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan
rangsangan itu
Piaget
mengadakan

mengemukakan
adaptasi

bahwa

dengan

setiap

organisme

lingkungannya

harus

yang

ingin

mencapai

keseimbangan (ekuilibrium), yaitu antara aktivitas individu terhadap
lingkungan (asimilasi) dan aktivitas lingkungan terhadap individu
(akomodasi). Agar terjadi ekuilibrasi antara diri individu dengan
lingkungan, maka peristiwa-peristiwa asimilasi dan akomodasi harus
terjadi secara terpadu, bersama-sama dan komplementer. Organisasi
kecenderungan individu untuk menyatukan berbagai skema menjadi satu
sistem yang koheren (berkait dan menjadi kesatuan).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Piaget ada empat tahap
perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara
kronologis:
a. Tahap sensorik motorik (usia 0-2 tahun)
Tahap pertama pengembangan yang diidentifikasi Piaget adalah
tahap sensorik motorik. Ini umumnya terjadi antara kelahiran sampai dua
tahun. Pada titik ini, anak-anak belajar menggunakan panca indra mereka
dan perlu pengalaman nyata untuk memahami konsep dan ide-ide. Tahap
ini ditandai dengan perolehan progresif keabadian dalam objek anak
menjadi mampu untuk menemukan benda setelah diganti, bahkan jika
benda-benda telah dibawa keluar sudut pandangnya.Sebagai contoh,
percobaan Piaget pada tahap ini yaitu menyembunyikan objek dibawah
bantal untuk melihat apakah bayi dapat menemukan objek.
Karakteristik tambahan anak-anak ini tahap adalah kemampuan
mereka untuk menghubungkan nomor ke objek (misalnya,satu anjing, dua

27

kucing, tiga kelinci, empat ayam). Untuk mengembangkan kemampuan
matematika anak ditahap ini, kemampuan anak mungkin akan meningkat
jika diberikan banyak kesempatan untuk bertindak terhadap lingkungan
yang tidak terbatas (namun aman) sebagai cara untuk mulai membangun
konsep. Bukti menunjukkan bahwa anak-anak pada tahap sensorik motorik
memiliki beberapa pemahaman tentang konsep angka dan menghitung.
Pendidik dalam tahap pengembangan anak harus meletakkan pondasi
matematika

yang

kuat

dengan

menggabungkan menghitung

menyediakan

kegiatan

dan dengan demikian

yang

meningkatkan

pengembangan konseptual anak-anak mengenai angka. Misalnya, guru dan
orangtua dapat membantu anak-anak menghitung jari-jari mereka, mainan,
dan permen. Kegiatan lain yang bisa meningkatkan perkembangan
matematis anak-anak pada tahap ini yaitu menghubungkan matematika
dan bahasa. Ada banyak buku anak-anak yang berisi matematika karena
anak-anak pada tahap ini dapat menghubungkan angka ke objek, didapat
manfaat dari melihat gambar benda dan angka mereka masing-masing
secara bersamaan.Seiring dengan manfaat matematika, buku anak-anak
dapat berkontribusi untuk pengembangan keterampilan membaca dan
pemahaman.
b. Tahap Pra operasional (usia 2-7 tahun)
Tahap kedua perkembangan kognitif diidentifikasi oleh Jean Piaget
adalah tahap pra operasional, selama 2-7 tahun. Selama periode ini, anakanak dapat melakukan satu langkah mengenai

masalah logika,

mengembangkan bahasa, operasi egosentris dan terbatas pada logika.
Pengembangan anak-anak terus berlanjut, dan tahap ini menandai awal
memecahkan

masalah yang lebih matematis

berdasarkan seperti

penambahan dan pengurangan.
Persepsi anak dalam tahap pengembangan umumnya terbatas pada
satu aspek atau dimensi objek dengan mengorbankan aspek lain. Mengajar
siswa dalam tahap pengembangan ini harus menggunakan kuisioner yang
efektif tentang karakteristik objek. Misalnya, ketika siswa menyelidiki
bentuk-bentuk geometris, guru bisa meminta siswa untuk berkelompok

28

sesuai dengan bentuk dengan karakteristik yang sama. Terlibat dalam
diskusi atau interaksi dengan anak-anak dapat menimbulkan penemuan
anak-anak dari berbagai cara untuk kelompok suatu objek, sehingga
membantu anak-anak berpikir tentang kuantitas dalam cara baru.
c. Tahap Operasional Konkret (Usia 7-11 tahun)
Tahap berikutnya pengembangan kognitif Piaget adalah tahap
operasional konkret yaitu anak antara usia 7-11 tahun. Seorang anak akan
mampu berpikir logis dan mulai mengelompokkan berdasarkan beberapa
ciri dan karakteristik daripada hanya berfokus pada representasi visual.
Secara matematis, tahap ini merupakan tahap pengembangan baru yang
luar biasa untuk anak. Karena anak sekarang dapat mengklasifikasikan
berdasarkan beberapa fitur. Sementara anak-anak sebelumnya terbatas
sudut pandang mereka sendiri, mereka sekarang dapat mempertimbangkan
sudut pandang lain. Mereka juga dapat mulai memahami ide-ide dan
klasifikasi lebih menyeluruh dan mengembangkan cara menyajikan solusi
dalam berbagai cara. Dalam rangka mengembangkan kemampuan anak
pada menyajikan beberapa solusi, diskusi di kelas bisa sangat membantu.
Tahap ketiga adalah ditandai dengan pengembangan kognitif yang
luar biasa, yaitu ketika pengembangan dan penguasaan keterampilan dasar
anak-anak mengenai bahasa mempercepat secara signifikan. Pengalaman
dan berbagai cara dari solusi matematika dapat cara membina
pengembangan tahap kognitif. Pentingnya kegiatan ini memberikan siswa
jalan untuk membuat gagasan abstrak, yang memungkinkan mereka untuk
memperoleh ide-ide matematika dan konsep sebagai alat yang berguna
untuk memecahkan masalah.
d. Tahap Operasi Formal (Usia 11- dewasa)
Tahap terakhir pengembangan kognitif Piaget adalah tahap
operasional formal, yaitu anak-anak yang berusia antara 11-16 tahun dan
terus sepanjang masa dewasa. Ini menandai perubahan yang berbeda pada
proses berpikir anak, berpikir lebih logis dan abstrak. Anak pada tahap ini
mampu membentuk hipotesis dan konsekuensi yang mungkin menyusun
kesimpulan,

memungkinkan

anak

29

untuk

membangun

matematika

sendiri.Selain itu, biasanya mulai berkembang pola pikir abstrak dimana
penalaran menggunakan simbol-simbol murni tanpa perlu gambaran data.
Misalnya, peserta didik operasional formal dapat memecahkan x + 2x = 9
tanpa harus mengacu pada situasi konkret yang disajikan oleh guru,
seperti, "Toni makan permen dengan jumlah tertentu. Kakaknya makan
dua kali lebih banyak.Mereka makan bersama-sama sembilan permen.
Berapa banyak permen yang dimakan Tony?"
Keterampilan penalaran dalam tahap ini mengacu pada proses mental
yang terlibat dalam generalisasi dan evaluasi argumen yang meliputi
klarifikasi, inferensi, evaluasi, dan aplikasi. Klarifikasi mengharuskan
siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis unsur-unsur masalah, yang
memungkinkan mereka untuk menguraikan informasi yang dibutuhkan
dalam memecahkan suatu masalah.Inferensia mengharuskan untuk
membuat kesimpulan induktif dan deduktif dalam matematika. Evaluasi
mengharuskan kriteria menilai kecukupan solusi masalah. Aplikasi
melibatkan

siswa

menghubungkan

konsep-konsep

matematika

kekehidupan nyata.
2. Implikasi Teori Piaget
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena
itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara
berfikir anak.
b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan
dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan
lingkungan sebaik-baiknya.
c.

Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak
asing.

d.

Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

e. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling
berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

30

3. Pemanfaatan Teori Piaget dalam Proses Pembelajaran
Pemanfaatan teori Piaget dalam proses pembelajaran dapat dilihat pada
pernyataan dibawah ini :
a. Memusatkan pada proses berpikir atau proses mental dan bukan sekedar
pada hasilnya. Disamping kebenaran siswa, guru harus memahami proses
yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban itu.
b. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan
aktif dalam pembelajaran. Di dalam kelas, penyajian pengetahuan jadi
(ready made) tidak mendapat penekanan, melainkan anak didorong
menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan
lingkungannya.
c. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan
perkembangan teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh
melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan ini
berlangsung pada kecepatan yang berbeda.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran itu
memusatkan perhatian pada berpikir atau proses mental anak, yang tidak
hanya sekedar kepada hasilnya, mengutamakan peran siswa dalam kegiatan
pembelajaran, dan memaklumi perbedaan individu dalam hal kemajuan
perkembangannya.
Bagi guru matematika teori Piaget jelas sangat relevan, karena dengan
mengunakan teori itu kita akan bisa mengetahui adanya tahap – tahapan
perkembangan tertentu pa