Pengantar Ilmu Politik Konflik dan Pro
PAPER REVIEW
PENGANTAR ILMU POLITIK
KONFLIK DAN PROSES POLITIK
Oleh: Ayu Islamiati Djudje
(1444010039)
Marchelita Kusvara P. (1444010008)
Sandy Nur Pratama
(1444010018)
Ulli Amrina
(1444010028)
UPN “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL
2014
A. PENGERTIAN KONFLIK
Dalam ilmu sosial, terdapat dua pendekatan yang saling bertentangan
untuk
memandang
masyarakat,
yaitu
pendekatan
struktural-fungsional
(konsensus) dan pendekatan struktural-konflik.
Pendekatan konsensus berasusmi, masyarakat mencakup bagian-bagian
yang berbeda fungsi tetapi saling berhubungan satu sama lain secara fungsional,
kecuali masyarakat terintegrasi atas dasar suatu nilai yang disepakati bersama,
sehingga masyarakat selalu dalam keadaan harmonis dan seimbang.
Pendekatan konflik berasumsi, masyarakat terdiri dari berbagai bagian
yang memiliki kepentingan yang saling bertentangan, kecuali
masyarakat
terintegrasi dengan suatu paksaan kelompok yang dominan, sehingga
masyarakat selalu dalam keadaan konflik.
Konflik dalam ilmu politik sering kali dikaitkan dengan kekerasaan,
seperti kerusuhan, kudeta, terorisme, dan revolusi. Akan tetapi, konflik
dibedakan menjadi dua, yaitu konflik berwujud kekerasan dan konflik yang tak
berwujud kekerasan.
1. Konflik berwujud kekerasan
Pada umumnya terjadi pada masyarakat-negara yang belum memiliki
konsensus dasar mengenai dasar dan tujuan negara, dan mengenai mekanisme
pengaturan dan penyelesaian konflik yang melembaga.
Contoh: huru-hara (riot), kudeta, pembunuhan, terorisme, pemberontakan,
dan separatisme.
2. Konflik tidak berwujud kekerasan
Biasanya ditemu di masyarakat-negara yang telah memiliki konsensus
mengenai dasar dan tujuan negara, dan mekanisme pengaturan dan
penyelesaian konflik yang melembaga.
Contoh: unjuk rasa, pemogokan, pembangkangan sipil, pengajuan petisi dan
protes, dialog atau musyawarah, dan polemik melalui surat kabar.
Konflik tidak selalu bersifat negatif, namun konflik juga mempunyai
fungsi positif, antara lain sebagai pengintegrasi masyarakat dan sebagai sumber
perubahan. Selain itu, sebagai sumber perubahan, konflik juga berfungsi untuk
menghasilkan unsusr-unsur pengganggu dalam suatu hubungan. Dalam hal ini,
1
konflik
sebagai
penyelesaian
ketegangan
yang
mempunyai
fungsi
“penstabilisasi” dan menjadi komponen mempererat hubungan.
Tidak semua konflik beraspek atau berimplikasi politik, sehingga
mekanisme pengaturannya tidak melalui proses politik. Namun, ada juga konflik
yang beraspek politik karena melibatkan lembaga politik dan pemerintahan
secara langsung.
Konflik yang terjadi dapat melibatkan suatu kelompok masyarakat
dengan kelompok masyarakat lain, yang berusaha mendapatkan atau
mempertahankan sumber-sumber yang dikuasai pemerintah. Misalnya: para
petani padi, melalui organisasi yang dibentuk, menuntut pemerintah agar
menaikkan harga gabah dan harga sarana produksi dikendalikan, sehingga
pendapatan petani meningkat.
Dan dapat juga berupa kegiatan kelompok masyarakat yang didukung
sejumlah golongan untuk melakukan kudeta terhadap pemerintah yang berkuasa.
Mislanya: PNS dan masyarakat kota menuntut agar pemerintah mengendalikan
harga beras karena penghasilan mereka terbatas.
Jadi, konflik politik pada intinya adalah perbedaan pendapat, persaingan,
dan pertentangan diantara individu, kelompok ataupun organisasi dalam upaya
mempertahankan atau mendapatkan sumber-sumbet dari keputusan yang dibuat
dan dilaksanakan pemerintah.
B. PENYEBAB KONFLIK POLITIK
Konflik politik disebabkan oleh dua hal, yaitu konflik politik
kemajemukan horizontal dan konflik politik kemajemukan vertikal.
1. Kemajemukan Horizontal
Adalah struktur masyarakat yang (1) majemuk secara kultural, seperti suku
bangsa, daerah, agama, dan ras; (2) majemuk secara sosial, seperti perbedaan
pekerjaan dan profesi, serta karakteristik tempat tinggal.
Kemajemukan horizontal kultural dapat menyebabkan konflik karena,
setiap daerah berupaya mempertahankan identitas dan karakteristik budaya
masing-masing. Jika tidak ada konsensus nilai, maka akan terjadi perang
saudara atau gerakan separatisme.
2
Kemajemukan horizontal sosial dapat menyebabkan konflik, karena
masing-masing kelompok pekerjaan, profesi, dan tempat tinggal memiliki
kepentingan yang berbeda-beda dan saling bertentangan.
2. Kemajemukan Vertikal
Adalah struktur masyarakat yang terbagi berdasarkan kekayaan,
pengetahuan, dan kekuasaan. Jadi, distribusi kekayaan, pengetahuan, dan
kekuasaan yang pincang merupakan penyebab utama timbulnya konflik
politik.
C. TIPE-TIPE KONFLIK
Terdapat dua tipe konflik, yaitu konflik positif dan konflik negatif.
Untuk menentukan sifat suatu konflik, kita harus melihat tingkat legitimasi
masyarakat terhadap sistem politik yang ada.
1. Konflik Positif
Adalah konflik yang tak mengancam eksistensi sistem politik, biasanya
disalurkan melalui mekanisme penyelesaian konflik yang disepakati bersama
dalam konstitusi. Mekanisme tersebut ialah lembaga demokrasi, seperti partai
politik, badan perwakilan rakyat, pers, pengadilan, pemerintah, dsb.
2. Konflik Negatif
Adalah konflik yang dapat mengancam eksistensi sistem politik yang
biasanya
disalurkan
melalui
cara
nonkonstitusional,
seperti
kudeta,
separatisme, terorisme, dan revolusi.
D. STRUKTUR KONFLIK
Menurut Paul Conn, struktur konflik dibedakan menjadi konflik menangkalah (zero-sum conflict) dan konflik menang-menang (non zero-sum conflict).
1. Konflik Menang-Kalah
Adalah konflik yang bersifat antagonistik, sehingga tidak memungkinkan
tercapainya kompromi antari pihak-pihak yang berkonflik. Cirinya, (1) tidak
mungkin mengadakan kerja sama; (2) hasil kompetisi akan dinikmati oleh
pemenang saja; (3) yang dipertaruhkan adalah hal-hal yang prinsipil, seperti
harga diri, iman kepercayaan, jabatan, dll.
Contoh: konflik antar manusia beragama dengan orang ateis.
3
2. Konflik Menang-Menang
Adalah konflik dimana pihak-pihak yang terlibat masuh mungkin untuk
berkompromi dan bekerja sama. Cara yang dilakukan yaitu dengan
melakukan dialog, kompromi, dan kerja sama yang menguntungkan dua
pihak. Cirinya: (1) kompromi dan kerja sama; (2) hasil kompetisi dinikmati
oleh kedua pihak, namun tidak secara maksimal.
E. TUJUAN KONFLIK
Secara umum ada dua tujuan dasar setiap konflik, yakni mendapatkan
dan/atau mempertahankan sumber-sumber. Tujuan manusia untuk mendapatkan
sumber-sumber merupakan ciri manusia yang hidup bermasyarakat karena
manusia memerlukan sumber-sumber materil dan jasmaniah untuk dapat hidup
secara layak di masyarakat.
Perbedaan tujuan konflik merupakan perbedaan yang bersifat analistis,
sebab konflik yang terjadi merupakan perpaduan dari mendapatkan dan
mempertahankan. Dalam setiap konflik pihak-pihak yang terlibat biasanya
memperhitungkan untung dan rugi dengan tujuan memaksimalkan hasil dan
meminimalisasi resiko.
Berdasarkan deskripsi diatas dibuat ketegorisasi tujuan konflik sebagai berikut:
1. Pihak-pihak yang terlibat dalam konflik memiliki tujuan yang sama, yakni
sama-sama berupaya mendapatkan.
2. Di satu pihak, hendak mendapatkan, sedangkan di pihak lain, berupaya keras
mempertahankan apa yang dimiliki.
Kemungkinan yang pertama, contohnya konflik antara pengusaha produk
hutan yang hendak mengusahakan suatu wilayah hutan tertentu melawan
kelompok pemelihara lingkungan hidup yang berusaha mencegah pengrusakan
hutan.
Kemungkinan
yang
kedua
contohnya
konflik
pada
pemilu
1997,1982,1987 dan 1992 antara Partai Persatua Pembangunan dan Partai
Demokrasi Indonesia yang berusaha mendapatkan kursi sebanyak-banyaknya di
DPR dan DPRD, dan Golongan Karya berupaya mempertahankan mayoritas
yang dipegang di DPR dan DPRD.
Kemungkinan yang ketiga contohnya adalah Perang Dingin antara USA
dan Uni Soviet yang saling bersaing dalam pengembangan senjata. Artinya,
4
kelebihan sumber-sumber yang dimiliki pihak lawan dianggap sebagai ancaman
oleh pihak lain
F. KONFLIK DAN PROSES POLITIK
Salah satu dimensi penting proses politik adalah peneyelesaian konflik
yang melibatkan pemerintah. Proses penyelesaian konflik politik yang tidak
bersifat kekerasan dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap politisasi atau koalisi,
tahap pembuatan keputusan, dan tahap pelaksanaan dan integrasi.
Jika di dalam masyarakat terdapat konflik politik, maka setiap pihak akan
merumuskan dan mengajukan tuntutan kepada pemerintah. Kemudian mereka
akan mengadakan politisasi agar tuntutan tersebut mendapat perhatian
pemerintah. Politisasi bertujuan untuk menjadikan tuntutannya menjadi isu
politik. Lalu, pihak penuntut menentukan cara yakni dengan berkoalisi atau
memperjuangkan sendirian. Setelah memilih cara, mereka akan berusaha untuk
memengaruhi pemerintah sebagai pembuat keputusan politik.
Terdapat dua kemungkinan yang terjadi, yaitu pemerintah akan
mengabulkan tuntutan atau akan menolak tuntutan tersebut. Terdapat dua
kemingkinan, yakni:
Kemungkinan pertama, menolak tuntutan dengan tiga alasan, antara lain:
1. Alasan subyektif, maksudnya tuntutan masyarakat tidak menyenangkan bagi
pemerintah.
2. Alasan pragmatik, maksudnya tuntutan masyarakat menempati urursan
prioritas yang rendah.
3. Alasan konstitusi, maksudnya tuntutan masyarakat bertentangan dengan
ideologi bangsa.
Kemungkinan kedua menerima tuntutan secara tuntas maupun marginal.
Secara tuntas, maksudnya keputusan yang dibuat pemerintah mampu
menyelesaikan masalah secara menyeluruh. Sedangkan secara marginal ialah
keputusan yang dibuat pemerintah hanya menyelesaikan pinggir-pinggir
permasalahan, sehingga konflik tidak selesai secara tuntas.
5
Kesimpulan
Konflik dalam ilmu politik dibedakan menjadi dua, yaitu konflik berwujud
kekerasan dan konflik yang tak berwujud kekerasan. Konflik berwujud kekerasaan yaitu
dengan cara kudeta, terorisme, revolusi. Sedangkan konflik tak berwujud kekerasan
yaitu dengan cara demonstrasi, dialog, pemogokan, dll. Konflik tidak selamanya
berdampak negatif, tetapi juga dapat berdampak positif, yaitu dapat mengintegrasikan
masyarakat dan memberikan perubahan. Pada intinya, konflik dapat terjadi karena
adanya perbedaan kepentingan.
Tujuan konflik ialah mempertahankan dan/atau mendapatkan sumber-sumber,
seperti harga diri, kekayaan, kekuasaan, hingga wilayah atau tempat tinggal. Dalam
menyelesaikan konflik politik terdapat tiga tahap, yaitu tahap politisasi atau koalisi,
tahap pembuatan keputusan, dan tahap pelaksanaan dan integrasi. Dalam menyelesaikan
konflik, tidak selalu melibatkan pemerintah. Jika melibatkan pemerintah, pemerintah
pun tidak serta merta mengabulkan tuntutan dari masyarakat.
Opini
Dalam dunia politik, tentunya terdapat konflik. Karena dalam politik terdapat
beragam kepentingan, tujuan, dan maksud. Pada dasarnya, konflik dapat muncul akibat
adanya perbedaan. Entah perbedaan pandangan, pemikiran, bahkan kepentingan.
Namun, konflik tersebut dapat dihindari jika terdapat pihak yang mengalah. Mengalah
bukan hanya dari satu pihak, namun semua pihak yang berkonflik bersedia untuk
mengalah. Mengalah disini berarti mencari jalan terbaik secara bersama-sama dengan
mengesampingkan ego dan kepentingan pribadi. Banyak cara yang dapat dilakukan
untuk menyelesaikan konflik, misalnya dengan bermusyawarah, berkoalisi, membuat
perjanjian damai, dll. Jika konflik yang terjadi harus melibatkan pemerintah, maka
pemerintah harus dapat bersikap adil dan bijaksana dalam menyelesaikan konflik yang
ada. Tidak boleh berat sebelah dan sebisa mungkin mengambil keputusan yang baik dan
menguntungkan bagi semua pihak.
Referensi
Surbakti, Ramlan. 2013. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Grasindo.
6
PENGANTAR ILMU POLITIK
KONFLIK DAN PROSES POLITIK
Oleh: Ayu Islamiati Djudje
(1444010039)
Marchelita Kusvara P. (1444010008)
Sandy Nur Pratama
(1444010018)
Ulli Amrina
(1444010028)
UPN “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL
2014
A. PENGERTIAN KONFLIK
Dalam ilmu sosial, terdapat dua pendekatan yang saling bertentangan
untuk
memandang
masyarakat,
yaitu
pendekatan
struktural-fungsional
(konsensus) dan pendekatan struktural-konflik.
Pendekatan konsensus berasusmi, masyarakat mencakup bagian-bagian
yang berbeda fungsi tetapi saling berhubungan satu sama lain secara fungsional,
kecuali masyarakat terintegrasi atas dasar suatu nilai yang disepakati bersama,
sehingga masyarakat selalu dalam keadaan harmonis dan seimbang.
Pendekatan konflik berasumsi, masyarakat terdiri dari berbagai bagian
yang memiliki kepentingan yang saling bertentangan, kecuali
masyarakat
terintegrasi dengan suatu paksaan kelompok yang dominan, sehingga
masyarakat selalu dalam keadaan konflik.
Konflik dalam ilmu politik sering kali dikaitkan dengan kekerasaan,
seperti kerusuhan, kudeta, terorisme, dan revolusi. Akan tetapi, konflik
dibedakan menjadi dua, yaitu konflik berwujud kekerasan dan konflik yang tak
berwujud kekerasan.
1. Konflik berwujud kekerasan
Pada umumnya terjadi pada masyarakat-negara yang belum memiliki
konsensus dasar mengenai dasar dan tujuan negara, dan mengenai mekanisme
pengaturan dan penyelesaian konflik yang melembaga.
Contoh: huru-hara (riot), kudeta, pembunuhan, terorisme, pemberontakan,
dan separatisme.
2. Konflik tidak berwujud kekerasan
Biasanya ditemu di masyarakat-negara yang telah memiliki konsensus
mengenai dasar dan tujuan negara, dan mekanisme pengaturan dan
penyelesaian konflik yang melembaga.
Contoh: unjuk rasa, pemogokan, pembangkangan sipil, pengajuan petisi dan
protes, dialog atau musyawarah, dan polemik melalui surat kabar.
Konflik tidak selalu bersifat negatif, namun konflik juga mempunyai
fungsi positif, antara lain sebagai pengintegrasi masyarakat dan sebagai sumber
perubahan. Selain itu, sebagai sumber perubahan, konflik juga berfungsi untuk
menghasilkan unsusr-unsur pengganggu dalam suatu hubungan. Dalam hal ini,
1
konflik
sebagai
penyelesaian
ketegangan
yang
mempunyai
fungsi
“penstabilisasi” dan menjadi komponen mempererat hubungan.
Tidak semua konflik beraspek atau berimplikasi politik, sehingga
mekanisme pengaturannya tidak melalui proses politik. Namun, ada juga konflik
yang beraspek politik karena melibatkan lembaga politik dan pemerintahan
secara langsung.
Konflik yang terjadi dapat melibatkan suatu kelompok masyarakat
dengan kelompok masyarakat lain, yang berusaha mendapatkan atau
mempertahankan sumber-sumber yang dikuasai pemerintah. Misalnya: para
petani padi, melalui organisasi yang dibentuk, menuntut pemerintah agar
menaikkan harga gabah dan harga sarana produksi dikendalikan, sehingga
pendapatan petani meningkat.
Dan dapat juga berupa kegiatan kelompok masyarakat yang didukung
sejumlah golongan untuk melakukan kudeta terhadap pemerintah yang berkuasa.
Mislanya: PNS dan masyarakat kota menuntut agar pemerintah mengendalikan
harga beras karena penghasilan mereka terbatas.
Jadi, konflik politik pada intinya adalah perbedaan pendapat, persaingan,
dan pertentangan diantara individu, kelompok ataupun organisasi dalam upaya
mempertahankan atau mendapatkan sumber-sumbet dari keputusan yang dibuat
dan dilaksanakan pemerintah.
B. PENYEBAB KONFLIK POLITIK
Konflik politik disebabkan oleh dua hal, yaitu konflik politik
kemajemukan horizontal dan konflik politik kemajemukan vertikal.
1. Kemajemukan Horizontal
Adalah struktur masyarakat yang (1) majemuk secara kultural, seperti suku
bangsa, daerah, agama, dan ras; (2) majemuk secara sosial, seperti perbedaan
pekerjaan dan profesi, serta karakteristik tempat tinggal.
Kemajemukan horizontal kultural dapat menyebabkan konflik karena,
setiap daerah berupaya mempertahankan identitas dan karakteristik budaya
masing-masing. Jika tidak ada konsensus nilai, maka akan terjadi perang
saudara atau gerakan separatisme.
2
Kemajemukan horizontal sosial dapat menyebabkan konflik, karena
masing-masing kelompok pekerjaan, profesi, dan tempat tinggal memiliki
kepentingan yang berbeda-beda dan saling bertentangan.
2. Kemajemukan Vertikal
Adalah struktur masyarakat yang terbagi berdasarkan kekayaan,
pengetahuan, dan kekuasaan. Jadi, distribusi kekayaan, pengetahuan, dan
kekuasaan yang pincang merupakan penyebab utama timbulnya konflik
politik.
C. TIPE-TIPE KONFLIK
Terdapat dua tipe konflik, yaitu konflik positif dan konflik negatif.
Untuk menentukan sifat suatu konflik, kita harus melihat tingkat legitimasi
masyarakat terhadap sistem politik yang ada.
1. Konflik Positif
Adalah konflik yang tak mengancam eksistensi sistem politik, biasanya
disalurkan melalui mekanisme penyelesaian konflik yang disepakati bersama
dalam konstitusi. Mekanisme tersebut ialah lembaga demokrasi, seperti partai
politik, badan perwakilan rakyat, pers, pengadilan, pemerintah, dsb.
2. Konflik Negatif
Adalah konflik yang dapat mengancam eksistensi sistem politik yang
biasanya
disalurkan
melalui
cara
nonkonstitusional,
seperti
kudeta,
separatisme, terorisme, dan revolusi.
D. STRUKTUR KONFLIK
Menurut Paul Conn, struktur konflik dibedakan menjadi konflik menangkalah (zero-sum conflict) dan konflik menang-menang (non zero-sum conflict).
1. Konflik Menang-Kalah
Adalah konflik yang bersifat antagonistik, sehingga tidak memungkinkan
tercapainya kompromi antari pihak-pihak yang berkonflik. Cirinya, (1) tidak
mungkin mengadakan kerja sama; (2) hasil kompetisi akan dinikmati oleh
pemenang saja; (3) yang dipertaruhkan adalah hal-hal yang prinsipil, seperti
harga diri, iman kepercayaan, jabatan, dll.
Contoh: konflik antar manusia beragama dengan orang ateis.
3
2. Konflik Menang-Menang
Adalah konflik dimana pihak-pihak yang terlibat masuh mungkin untuk
berkompromi dan bekerja sama. Cara yang dilakukan yaitu dengan
melakukan dialog, kompromi, dan kerja sama yang menguntungkan dua
pihak. Cirinya: (1) kompromi dan kerja sama; (2) hasil kompetisi dinikmati
oleh kedua pihak, namun tidak secara maksimal.
E. TUJUAN KONFLIK
Secara umum ada dua tujuan dasar setiap konflik, yakni mendapatkan
dan/atau mempertahankan sumber-sumber. Tujuan manusia untuk mendapatkan
sumber-sumber merupakan ciri manusia yang hidup bermasyarakat karena
manusia memerlukan sumber-sumber materil dan jasmaniah untuk dapat hidup
secara layak di masyarakat.
Perbedaan tujuan konflik merupakan perbedaan yang bersifat analistis,
sebab konflik yang terjadi merupakan perpaduan dari mendapatkan dan
mempertahankan. Dalam setiap konflik pihak-pihak yang terlibat biasanya
memperhitungkan untung dan rugi dengan tujuan memaksimalkan hasil dan
meminimalisasi resiko.
Berdasarkan deskripsi diatas dibuat ketegorisasi tujuan konflik sebagai berikut:
1. Pihak-pihak yang terlibat dalam konflik memiliki tujuan yang sama, yakni
sama-sama berupaya mendapatkan.
2. Di satu pihak, hendak mendapatkan, sedangkan di pihak lain, berupaya keras
mempertahankan apa yang dimiliki.
Kemungkinan yang pertama, contohnya konflik antara pengusaha produk
hutan yang hendak mengusahakan suatu wilayah hutan tertentu melawan
kelompok pemelihara lingkungan hidup yang berusaha mencegah pengrusakan
hutan.
Kemungkinan
yang
kedua
contohnya
konflik
pada
pemilu
1997,1982,1987 dan 1992 antara Partai Persatua Pembangunan dan Partai
Demokrasi Indonesia yang berusaha mendapatkan kursi sebanyak-banyaknya di
DPR dan DPRD, dan Golongan Karya berupaya mempertahankan mayoritas
yang dipegang di DPR dan DPRD.
Kemungkinan yang ketiga contohnya adalah Perang Dingin antara USA
dan Uni Soviet yang saling bersaing dalam pengembangan senjata. Artinya,
4
kelebihan sumber-sumber yang dimiliki pihak lawan dianggap sebagai ancaman
oleh pihak lain
F. KONFLIK DAN PROSES POLITIK
Salah satu dimensi penting proses politik adalah peneyelesaian konflik
yang melibatkan pemerintah. Proses penyelesaian konflik politik yang tidak
bersifat kekerasan dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap politisasi atau koalisi,
tahap pembuatan keputusan, dan tahap pelaksanaan dan integrasi.
Jika di dalam masyarakat terdapat konflik politik, maka setiap pihak akan
merumuskan dan mengajukan tuntutan kepada pemerintah. Kemudian mereka
akan mengadakan politisasi agar tuntutan tersebut mendapat perhatian
pemerintah. Politisasi bertujuan untuk menjadikan tuntutannya menjadi isu
politik. Lalu, pihak penuntut menentukan cara yakni dengan berkoalisi atau
memperjuangkan sendirian. Setelah memilih cara, mereka akan berusaha untuk
memengaruhi pemerintah sebagai pembuat keputusan politik.
Terdapat dua kemungkinan yang terjadi, yaitu pemerintah akan
mengabulkan tuntutan atau akan menolak tuntutan tersebut. Terdapat dua
kemingkinan, yakni:
Kemungkinan pertama, menolak tuntutan dengan tiga alasan, antara lain:
1. Alasan subyektif, maksudnya tuntutan masyarakat tidak menyenangkan bagi
pemerintah.
2. Alasan pragmatik, maksudnya tuntutan masyarakat menempati urursan
prioritas yang rendah.
3. Alasan konstitusi, maksudnya tuntutan masyarakat bertentangan dengan
ideologi bangsa.
Kemungkinan kedua menerima tuntutan secara tuntas maupun marginal.
Secara tuntas, maksudnya keputusan yang dibuat pemerintah mampu
menyelesaikan masalah secara menyeluruh. Sedangkan secara marginal ialah
keputusan yang dibuat pemerintah hanya menyelesaikan pinggir-pinggir
permasalahan, sehingga konflik tidak selesai secara tuntas.
5
Kesimpulan
Konflik dalam ilmu politik dibedakan menjadi dua, yaitu konflik berwujud
kekerasan dan konflik yang tak berwujud kekerasan. Konflik berwujud kekerasaan yaitu
dengan cara kudeta, terorisme, revolusi. Sedangkan konflik tak berwujud kekerasan
yaitu dengan cara demonstrasi, dialog, pemogokan, dll. Konflik tidak selamanya
berdampak negatif, tetapi juga dapat berdampak positif, yaitu dapat mengintegrasikan
masyarakat dan memberikan perubahan. Pada intinya, konflik dapat terjadi karena
adanya perbedaan kepentingan.
Tujuan konflik ialah mempertahankan dan/atau mendapatkan sumber-sumber,
seperti harga diri, kekayaan, kekuasaan, hingga wilayah atau tempat tinggal. Dalam
menyelesaikan konflik politik terdapat tiga tahap, yaitu tahap politisasi atau koalisi,
tahap pembuatan keputusan, dan tahap pelaksanaan dan integrasi. Dalam menyelesaikan
konflik, tidak selalu melibatkan pemerintah. Jika melibatkan pemerintah, pemerintah
pun tidak serta merta mengabulkan tuntutan dari masyarakat.
Opini
Dalam dunia politik, tentunya terdapat konflik. Karena dalam politik terdapat
beragam kepentingan, tujuan, dan maksud. Pada dasarnya, konflik dapat muncul akibat
adanya perbedaan. Entah perbedaan pandangan, pemikiran, bahkan kepentingan.
Namun, konflik tersebut dapat dihindari jika terdapat pihak yang mengalah. Mengalah
bukan hanya dari satu pihak, namun semua pihak yang berkonflik bersedia untuk
mengalah. Mengalah disini berarti mencari jalan terbaik secara bersama-sama dengan
mengesampingkan ego dan kepentingan pribadi. Banyak cara yang dapat dilakukan
untuk menyelesaikan konflik, misalnya dengan bermusyawarah, berkoalisi, membuat
perjanjian damai, dll. Jika konflik yang terjadi harus melibatkan pemerintah, maka
pemerintah harus dapat bersikap adil dan bijaksana dalam menyelesaikan konflik yang
ada. Tidak boleh berat sebelah dan sebisa mungkin mengambil keputusan yang baik dan
menguntungkan bagi semua pihak.
Referensi
Surbakti, Ramlan. 2013. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Grasindo.
6