BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Putusan Mahkamah Konstutusi Nomor 64/PUU-X/2012 dalam Persfektif Kerahasiaan Perbankan Terkait Harta Bersama

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan (untuk
selanjutnya disingkat dengan UU No. 1 Tahun 1974 ) perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa1, sedangkan menurut Kompilasi hukum Islam
di Indonesia menyatakan bahwa “perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu
akad yang sangat kuat atau miitsaaqon gholiidhan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah 2. Dalam menjalankan rumah tangga dengan tujuan agar
setiap rumah tangga sejahtera dan makmur maka diperlukannya harta. Dimana harta dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan perkawinan agar kehidupan perkawinan
dapat sejahtera.
Terdapat tiga jenis penggolongan harta yang pertama ialah harta bawaan, Harta bawaan
adalah harta benda milik masing-masing suami istri yang diperoleh sebelum terjadinya
perkawinan atau yang diperoleh sebagai warisan atau hadiah3. Harta benda yang telah ada
sebelum perkawinan ini bila dibawa ke dalam perkawinan tidak akan berubah statusnya. Pasal 35
ayat 2 UU nomor 1 tahun 1974 menetapkan bahwa harta bawaan dari masing-masing suami dan
isteri adalah di bawah penguasaan masing- masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Masing-masing pihak berhak menggunakan untuk keperluan apa saja. Kedua adalah harta


1

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
Abdurrahman, Kopilasi Hukum Islam Di Indonesia, hal. 114
3
Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Saat Terjadinya Perceraian, (Jakarta: Visi
Media, 2008), hal. 15

2

perolehan, yang dimaksud harta perolehan

adalah harta benda yang hanya dimiliki secara

pribadi oleh masing-masing pasangan suami istri setelah terjadinya ikatan perkawinan4. Harta
perolehan ini umumnya berbentuk hibah, hadiah, dan sedekah. Harta ini tidak diperoleh melalui
usaha bersama antara suami- istri selama terjadinya perkawinan. Bedanya dengan harta bawaan
yang diperoleh sebelum masa perkawinan tetapi harta macam ini diperoleh setelah masa
perkawinan, dan yang ketiga ialah harta bersama, yang dimaksud dengan harta bersama harta
yang diperoleh selama ikatan perkawinan berlangsung dan tanpa mempersoalkan terdaftar atas

nama siapa5.
Mengenai harta bersama suami isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah
pihak, sedangkan mengenai harta bawaan masing-masing suami isteri mempunyai hak
sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya6. Mengenai harta
benda ini KUH Perdata mengatur bahwa, perkawinan suami istri yang tidak didahului dengan
perjanjian kawin mengakibatkan terjadinya persatuan bulat harta kekayaan perkawinan, Hal ini
sebagaimana diatur dalam Pasal 119 KUH Perdata yaitu Mulai saat perkawinan dilangsungkan,
demi hukum berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami dan istri , sekedar mengenai
itu dengan perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain7. Jadi harta bersama yang diperoleh
sejak adanya ikatan perkawinan di luar dari harta bawaan dan harta perolehan ada apabila ada
perjanjian perkawinan. Harta bersama dalam perkawinan merupakan salah satu bentuk sumber
kekayaan yang diusahakan oleh suami istri dengan tujuan agar kebutuhan rumah tangga
terpenuhi.

4

Loc.cit hal. 15
Abdul Manan. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. (Prenada Media Group: 2006.
Jakarta). Hlm.105
6

Mohd. Idris Ramulyo. Hukum Perkawinan Islam. (Bumi Aksara: 1999. Jakarta). Hlm.188
7
R.Subekti & R. Tjotrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata,PT.Pradya Paramita Jakarta hal.29
5

Dijaman yang telah maju ini harta bersama dalam perkawinan dapat berbentuk sebuah
benda yang secara teknis tidak mudah untuk dibagikan salah satu contohnya ialah pemasukan
uang kedalam sebuah rekening bank. Bank ialah lembaga keuangan yang pelaksanaan
kegiatannya berasal dari kepercayaan masyarakat untuk menyimpan hartanya yang kemudian
disalurkan kembali oleh bank kepada sector-sektor yang dapat dipercaya, produktif untuk dapat
mengembalikan lagi dana yang telah dipinjamnnya dalam bentuk kredit. Bank merupakan bagian
dari dari system keuangan, dengan adanya bank tersebut suami-istri dapat memasukan harta
bersama tersebut kedalam bentuk tabungan atau deposito atas nama salah satu pihak suami atau
istri.
Perbankan ialah pokok dari sistem keuangan setiap negara, karena perbankan merupakan
salah satu motor penggerak pembangunan semua Negara. Tidak dapat disangkal bahwa dalam
mencapai tujuan pembangunan Nasional, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur
berlandaskan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945, perbankan mempunyai peran yang
sangat penting. Guna dapat mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur diperlukan adanya
pertumbuhan perekonomian yang sangat baik. Oleh karena itu dukungan dari berbagai bidang

sangatlah diperlukan salah satunya adalah di bidang perbankan, karena fungsi utama perbankan
adalah menghimpun dana dari masyarakat, dengan harapan dapat memperbaiki tingkat
kehidupan ekonomi masyarakyat banyak ke arah tingkat yang lebih baik. Perbankan dituntut
untuk dapat bekerja secara profesional maka diperlukan pembinaan dan pengawasan secara terus
– menerus agar lembaga perbankan dapat berfungsi dengan efisien, sehat, wajar, mampu
bersaing dan dapat melindungi dana yang disimpan oleh nasabah dengan baik serta mampu
menyalurkan dana simpanan tersebut kepada sektor – sektor produksi yang benar – benar
produktif sesuai dengan sasaran pembangunan. Salah satu faktor yang menentukan tingkat

kepercayaan masyarakat sebagai nasabah untuk menyimpan dananya di sebuah bank adalah
tingkat sebuah bank untuk menjaga kerahasiaan nasabahnya.
Menurut UU No 10 tahun 1998 tentang Undang-Undang tentang Perbankan (selanjutnya
disingkat dengan UU No. 10 tanun 1998) Pasal 1 ayat 28 Rahasia Bank adalah segala sesuatu
yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah penyimpan dan simpanannya. Hal
yang dirahasiakan bank ialah jumlah kekayaan nasabah, Biodata nasabah, pinjaman nasabah
bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan8. Berkaitan dengan itu,
ketentuan Pasal 40 ayat (1) menentukan bahwa bank dilarang memberikan keterangan yang
dicatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib
dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44


9

yaitu untuk kepentingan

perpajakan, untuk kepentingan penyelesaian,untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana,
perkara perdata antara bank dengan nasabah, tukar-menukar informasi antar bank, atas
permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan atau ahli warisnya. Selain beberapa
pengecualian yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang maka semua mengenai nasabah
perlu dirahasiakan oleh bank karena nasabah yang mempercayakan dana simpanannya untuk
dikelola oleh lembaga perbankan harus mendapat perlindungan dari tindakan merugikan
nasabah, yang mungkin dilakukan pengelola bank. Maka perlu diatur kapan dan dalam hal yang
bagaimana bank diperkenankan untuk memberikan informasi kepada pihak ketiga mengenai
segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal – hal lain dari nasabah yang
diketahui oleh lembaga perbankan. Pembukaan kerahasian perbankan ini pun memiliki tata cara

8

Undang-Undang No 10 tahun 1998 tentang perbankan


9

Hermansyah, SH.,MH, Hukum Perbankan Nasional pasa, Kencana, Jakarta, 2005, hlm.114

yang harus diikuti sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor : 2/ 19
/Pbi/2000 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pemberian Perintah Atau Izin Tertulis Membuka
Rahasia Bank.
Kewajiban menjaga rahasia bank harus dilakukan, manakala prinsip ini dilanggar akan
menyebabkan timbulnya keadaan yang fatal yaitu merosot atau hilangnya kepercayaan
masyarakat terhadap bank10. Selain itu rahasia bank dilakukan rangka menghindari terjadinya
penyalahgunaan keuangan nasabah yang dipercayakan kepada sebuah lembaga perbankan maka
dibuatlah aturan khusus yang melarang sebuah bank untuk memberikan informasi tercatat
kepada siapapun berkaitan dengan keadaan keuangan nasabah, simpanan dan penyimpanannya
sebagaimana diatur dalam UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan kecuali dalam hal – hal
tertentu yang disebutkan secara tegas di dalam Undang – Undang tersebut. Hal inilah yang
disebut dengan “Rahasia Bank”.
Dalam konteks terjadinya pengakhiran perkawinananya atau perceraian maka akan
mengakibatkan bubarnya harta bersama. Sebagaimana diatur dalam Pasal 199 KUH Perdata
bubarnya harta persatuan dalam perkawinan terjadi jika adanya kematian,karena keadaan tak
hadir, karena putusan hakim setelah adanya perpisahan meja dan ranjang, dan karena

perceraian11. Kondisi inilah yang diamati oleh penulis bahwa akan menimbulkan sebuah perkara
apabila bubarrnya harta bersama yang disebabkan oleh perceraian berada dalam sebuah
perbankan atas nama salah satu pihak suami atau istri saja. Kondisi ini dapat disalahgunakan
untuk menyembunyikan harta bersama tersebut oleh suami atau istri yang namanya tercantum
dalam bank. Sebagaiman kita ketahui bahwa berdasarkan isinya, hukum terbagi dua yaitu

10

Gatot Supramono, S.H., M. Hum. Perbankan dan Masalah Kredit suatu tinjauan yuridis, Rineka Cipta,Jakarta,
2009,hlm.65
11
Prof. Ali Afandi SH, hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, Bina Aksara.hlm.169

Hukum Privat dan Hukum Publik. Hukum Privat merupakan hukum baik material ataupun
prosesnya didasarkan atas kepentingan pribadi, sedangkan Hukum Publik merupakan hukum
yang didasarkan pada kepentingan publik, materi dan prosesnya atas dasar otoritas public.
Namun bila kita pahami dua domain hukum antara hukum perbankan dan hukum perkawinan
adalah berbeda. Domain hukum perbankan lebih menekankan pada kepentingan individual hal
ini dapat dilihat dari peraturan-peraturan yang ada dalam undang-undang hukum perbankan yang
lebih menekan pada perlindungan nasabah karena sifat hubungan nasabah dan bank pada asas

kepercayaan nasabahnya untuk mempercayakan uangnnya pada bank. sedangkan hukum
perkawinan lebih menekankan pada sifat relationship karena Hukum keluarga berisi tentang
hubungan suami isteri, orangtua anak serta hak dan kewajibannya masing-masing yang artinya
bahwa hak dan kewajiban dari suami-istri sama-sama harus dilindungi.
Banyak perselisian yang terjadi mengenai pembagian harta bersama yang diakibatkan
oleh terjadinya perceraian, salah satunya ialah pembagian harta bersama terkait tabungan atau
deposito bank. Salah satu perkara yang dijadikan contoh untuk diamati oleh penulis ialah putusan
Mahkamah Konstitusi nomor 64/PUU-X/2012.
Perkara perdata yang penulis angkat sebagai contoh kasus adalah perkara Magda Safrina,
sebagai pemohon berkedudukan di Banda Aceh, mengajukan gugatan perceraian dan pembagian
harta bersama (gono-gini) terhadap suami Pemohon. Gugatan perceraian dan pembagian harta
bersama tersebut didaftarkan di Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh melalui kuasa hukum
Pemohon dari kantor Advokat Marlianita,SH dan Rekan yang berkedudukan di Banda Aceh.
Gugatan perceraian dan pembagian harta bersama tersebut didaftarkan di Mahkamah Syariah
Kota Banda Aceh Nomor 21/Pdt- G/2012/MS-BNA tertanggal 1 Februari 2012 dimana pokok
permohonan Pemohon dalam perkara tersebut sebagai Penggugat ialah :

1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menceraikan Penggugat (Penggugat dengan Tergugat (Tergugat dengan talak I (satu)
Bain Sughra;

3. Menetapkan anak terkecil yang lahir dalam perkawinan Penggugat dan Tergugat Anak
Kandung Ketiga binti Tergugat (pr, 7 thn) berada dalam asuhan Penggugat selaku ibunya
4. Menghukum Tergugat untuk memberikan biaya hidup Rp. 3.000.000,- per anak per bulan
dan biaya pendidikan untuk ketiga anak sebesar Rp 2.000.000,- per anak per bulan dan
nanti akan disesuaikan dengan perkembangan dan pertumbuhan anak sampai anak
dewasa dan mandiri;
5. Tergugat wajib memberikan:
a. Biaya kesehatan (termasuk dalam biaya kesehatan ini biaya kesehatan rawat jalan dan
rawat inap)
b. Biaya transportasi yang layak (termasuk dalam biaya transportasi ini pengadaan
kendaraan sesuai kebutuhan, biaya operasional kendaraan seperti supir, BBM, dll).
c. Biaya rekreasi yang disesuaikan dengan kebutuhan anak-anak dan kesanggupan
Tergugat;
d. Kendaraan yang layak untuk digunakan, minimal memberikan hak kepemilikan
kendaraan yang terakhir dipakai/dipergunakan sebelum bercerai.
Menetapkan bahwa selama berlangsungnya perkawinan Penggugat dengan Tergugat
telah diperoleh harta bersama (gono-gini) sebagaimana tersebut dalam poin ke-11.2.
s/d 11.12 dari posita gugatan;
6. Menetapkan pembagian harta bersama antara Penggugat dan Tergugat adalah 25 %
untuk Penggugat, 25 % untuk tergugat dan 50 % untuk anak-anak kandung Penggugat


dan Tergugat
7. Menetapkan biaya perkara menurut hukum.
Berdasarkan Permohonan pemohon atau dalam perkara tersebut Penggugat Tergugat
bertanggal 4 April 2016 mengajukan jawaban atas permohona tersebut yang memuat :
1. Menolak Seluruh Gugatan Penggugat dan Replik Penggugat seluruhnya;
2. Menolak semua Perjanjian tanggal 5 Januari 2012 yang diajukan Penggugat ;
3. Menyatakan Penggugat Bukanlah Ibu yang baik dalam mengurus anak-anak;
4. Menetapkan Harta bersama ( Gono Gini) di bagi 2 (Dua) untuk Penggugat 50% dan
Tergugat 50%
5. Menetapkan biaya Perkara pada Penggugat
Berdasarkan pertimbangan hukum yang dilakukan oleh Mahkamah Syariah, Mahkamah
Syariah membuat amar putusan yaitu :
1. Menjatuhkan talak I Bain Sughra Tergugat (Tergugat) terhadap Penggugat
2. Menetapkan anak kandung ketiga binti Tergugat (usia 7 tahun berada dalam
hadhanah (asuhan) Penggugat sampai anak tersebut mumayyiz
3. Menghukum Tergugat untuk memberikan biaya hidup dan pendidikan terhadap
tiga orang anak yang bernama Anak Kandung Pertama binti Tergugat (usia 16
thn), Anak Kandung Kedua bin Tergugat (usia 14 thn), dan Anak Kandung
Ketiga binti Tergugat (usia 7 thn) untuk saat ini sejumlah Rp. 6.000.000,-(enam

juta rupiah) setiap bulan sampai anak tersebut dewasa atau mandiri
4. Menetapkan harta bersama Penggugat dengan Tergugat seperti
dikemukakan oleh penggugat

yang

5. Membagi harta bersama yang tercantum pada diktum mengenai harta bersama
menjadi dua bagian, yang masing-masing pihak mendapat satu bagian
Namun dalam putusan yang diberikan Mahkamah syariah tersebut tidak diungkapkan secara
transparan mengenai jumlah harta bersama yang dimasukan kedalam bank atas nama suami dari
pemohon. Hal tersebut terjadi karena ketika bank yang bersangkutan dimintai keterangan jumlah
harta bersama dalam bentuk tabungan dan deposito yang disimpan oleh dan atas nama suami
Pemohon di sejumlah Bank di Kota Banda Aceh dan Bank Kabupaten Aceh Besar, Provinsi
Aceh bank yang bersangkut tidak dapat membuka kerahasian perbankan sebagai mana yang
dimaksud dalam Undang-Undang Perbankan. Berdasarkan putusan tersebut Pemohon sebagai
perorangan warga negara Indonesia mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi pada
tanggal 12 Juni 2012 yang tercatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) pada
tanggal 25 Juni 2012. Perkara nomor 64/PUU-X/2012 perihal Pengujian Materiil Pasal 40 ayat
(1) dan Pasal 40 ayat (2) UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Ketentuan tersebut berbunyi
:
“Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali
dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan
Pasal 44A” yang mengatur mengenai norma tentang kewajiban bank merahasiakan keterangan
mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya serta pengecualian dalam membuka
kerahasiaan perbankan sebagaimana diatur dalam UU No 10 tahuin 1998”
Pengecualian tersebut tidak memasukkan pengecualian untuk perkara pengadilan perdata untuk
perceraian dalam hal terjadi pembagian harta gono-gini nasabah penyimpan. Oleh karena itu
ketentuan Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU No 10 Tahun 1998 telah menghalangi akses
Pemohon untuk memperoleh keterangan mengenai harta bersama (harta gono-gini) Pemohon
dengan suami Pemohon, yang diperoleh selama pernikahan dan disimpan di bank atas nama
suami Pemohon. Hal ini melanggar hak konstitusional Pemohon untuk melindungi harta benda

dan hak milik pribadi Pemohon sebagaimana dijamin oleh Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat
(4) UUD 1945. Dalam amar putusannya Mahkam Konstitusi mengabulkan permohonan
pemohon untuk sebagian Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, adalah bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sepanjang tidak
dimaknai termasuk untuk kepentingan peradilan mengenai harta bersama dalam perkara
perceraian.
Berdasarkan hal tersebut maka penulis merasa perlu mengkaji apakah putusan Mahkamah
Konsitusi nomor 64/PUU-X/2012 telah didasarkan pada argumentasi hukum yang tepat.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, serta agar permasalahan
yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan penulisan penelitian hukum mencapai tujuan yang
diinginkan, maka permasalahan pokok yang akan diteliti oleh penulis adalah :
Apakah putusan Mahkamah Konstitusi nomor 64/PUU-X/2012 telah didasarkan pada
argumentasi hukum yang tepat ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah serta untuk mendapatkan datadata dan informasi-informasi atau keterangan-keterangan, maka peneliti mempunyai tujuan
sebagai berikut :
1. Tujuan Objektif

Untuk mengetahui apakah putusan Mahkamah Konstitusi nomor 64/PUU- X/2012

telah

didasarkan pada argumentasi hukum yang tepat
2. Tujuan Subjektif
Menambah, memperluas dan mengaplikasikan pengetahuan dan wawasan penulis
mengenai putusan Mahkamah Konstitusi terkait pengaturan kerahasia bank dengan harta
bersama
1.4 Manfaat Penelitian
Dalam setiap penelitian diharapkan adanya suatu manfaat dan kegunaan yang dapat
diambil dari penelitian yang dilakukan, sebab besar kecilnya manfaat penelitian akan
menentukan nilai-nilai dari penelitian tersebut. Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini
adalah :
a. Bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan secara umum dan Ilmu Hukum pada
khususnya terutama Hukum Perdata
b. Untuk memberikan gambaran yang jelas apakah putusan Mahkamah Konstitusi nomor
64/PUU-X/2012 telah didasarkan pada argumentasi hukum yang tepat dalam kaitannya dengan
bentuk pengaturan kerahsiaan bank dalam harta bersama
c. Untuk lebih mengembangkan daya pikir dan analisa yang akan membentuk pola piker
dinamis, sekaligus mengukur sejauh mana kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang
diperoleh.
1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian adalah metode yang digunakan untuk dapat mengelola data sesuai
dengan tujuan penelitian.
1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian hukum normatif yaitu
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yang
terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan
hukum tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam
hubungannya dengan masalah yang diteliti
2. Pendekatan Penelitian
Berdasarkan jenis penelitian yang digunakan pendekatan yang digunakan ialah
pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus. Pendekatan undang – undang

ialah

pendekatan undang-undang yaitu melakukan penelahan semua undang-undang dan regulasi yang
bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani sedangkan pendekatan kasus
dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang
dihadapi yang telah menjadi outusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap 12.
Pada penulisan ini, penulis berusaha melakukan analisis apakah pertimbangan hakim dalam
putusan nomor 64/PUU-X/2012 sudah sesuai dengan ketentuan Perundang- Undangan yang
berlaku mengenai rahasia perbankan dan perkawinan hukum normatif, maka penelitian ini
mencakup penelitian terhadap sistematik hukum
3.

Jenis Data dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder (secondary data),
yaitu data yang tidak diperoleh secara langsung dari lapangan atau masyarakat, melainkan
diperoleh dari studi kepustakaan yang mencakup berbagai buku, dokumen resmi, peraturan
Perundang- Undangan, hasil penelitian ilmiah yang berupa laporan serta bahan-bahan
kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

12

Penelitian Hukum,Prof.Dr.Peter Mahmud Marzuki, SH.,MS.,LL.M, Fakultas Hukum Universitas
Airlangga,Surabaya, hlm.95.

Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan adalah :
a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan
terdiri dari kaidah dasar. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :
i.

Undang- Undang Republik Indonesia Nomoir 1 tahun 1974 Tentang Pekawinan

ii.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1992 tentang Perbankan

iii.

Kitab UndangUndang Hukum Perdata

iv.

Kompilasi Hukum Islam

v.

Putusan Pengadilan Nomor 21/Pdt- G/2012/MS-BNA

vi.

Putusan Pengadilan nomor 64/PUU-X/2012

b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer melalui hasil penelitian hukum, hasil karangan ilmiah
dari kalangan hukum, dan artikel baik dari media cetak ataupun media massa yang berkaitan
dengan pokok bahasan yaitu kerahasiaan bank terkait harta bersama.
c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yaitu kamus hukum, ensiklopedia, dan
sebagainya.
1.6 Sistematika Penulisan Hukum
Adapun sistematika yang dipergunakan dalam penulisan hokum ini adalah sebagai
berikut :
BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika
penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN
Bab dua akan menguraikan tentang kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka
teori meliputi pengertian dan pengaturan harta bersama, pengaturan rahasia bank dalam undangundang perbankan dan pengaturan mengenai rahasia bank terkait harta bersama serta berisi
tentang pokok-pokok permasalahan yang ingin diungkap berdasarkan rumusan masalah yaitu
apakah putusan Mahkamah Konstitusi nomor

64/PUU-X/2012 telah didasarkan pada

argumentasi hukum yang tepat
BAB III : SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan akhir dari penelitian ini yang berisikan kesimpulan yang diambil
berdasarkan hasil penelitian dan saran-saran sebagai tindak lanjut dari kesimpulan tersebut.

Dokumen yang terkait

ANALISIS DANA PIHAK KETIGA PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE TRIWULAN I 2002 – TRIWULAN IV 2007

40 502 17

OPTIMASI FORMULASI dan UJI EFEKTIVITAS ANTIOKSIDAN SEDIAAN KRIM EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L) dalam BASIS VANISHING CREAM (Emulgator Asam Stearat, TEA, Tween 80, dan Span 20)

97 464 23

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN DENGAN KORBAN ANAK (Putusan Nomor 24/Pid.Sus/A/2012/PN.Pso)

7 78 16

ANALISIS YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA MEREK AIR MINUM MINERAL "AQUA-versus-INDOQUALITY" (Studi Putusan Mahkamah Agung RI No. 04.PK/N/HaKI/2004)

2 65 91

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15

IMPROVING CLASS VIII C STUDENTS’ LISTENING COMPREHENSION ACHIEVEMENT BY USING STORYTELLING AT SMPN I MLANDINGAN SITUBONDO IN THE 2010/2011 ACADEMIC YEAR

8 135 12

Kekerasan rumah tangga terhadap anak dalam prespektif islam

7 74 74

Kesesuaian konsep islam dalam praktik kerjasama bagi hasil petani desa Tenggulun Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan Jawa Timur

0 86 111