strategi string of pearls republik rakya
Strategi String of Pearls Republik Rakyat Cina
di Kawasan Timur Tengah dan Asia-Pasifik
Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi RRC berdampak terhadap peningkatan konsumsi
energi selama beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2009, total konsumsi energi
RRC mencapai 2,15 toe. Bauran energi dari total konsumsi relatif tidak berubah
selama 30 tahun terakhir: Batubara (30%), minyak bumi (18%) dan gas alam
(4%). Menurut laporan pertumbuhan energi RRC tahun 2011, konsumsi batubara
dapat dipenuhi oleh domestik, sedangkan minyak bumi dan gas alam bergantung
terhadap impor.1 Kondisi ini dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2
Tabel 1 Data Minyak RRC2
2007
Produksi (kb/d)
3637,6
Konsumsi (kb/d)
7609.3
Impor (kb/d)
3872,7
Persentase
Ketergantungan 50,9%
Impor
2008
3819.2
7801.9
3982,6
51,0%
2009
3800.2
8045.8
4245,7
52,8%
Tabel 2 Data Gas Alam RRC3
2007
Produksi (mcm/y)
69,240
Konsumsi (mcm/y)
70,523
Impor (mcm/y)
1,420
Persentase
Ketergantungan 2,0%
Impor
2008
80,299
81,294
1,350
1,7%
2009
85,269
89,520
4,420
4,9%
Terkait konsumsi minyak bumi, RRC memiliki ketergantungan tinggi pada
kawasan Timur Tengah, dimana lebih dari 50% dari total impornya berasal dari
kawasan ini, diikuti oleh Afrika (24%). Lebih khusus lagi, impor minyak tersebut
berasal dari Arab Saudi (20%), Angola (12%), Iran (11%), Oman (7%) Russia
(7%) Sudan (5%) dan Irak (5%). 4 Terkait konsumsi gas alam, RRC memiliki
ketergantungan pada kawasan Asia Pasifik (59%) dan Timur Tengah (20%). Lebih
khusus lagi, impor gas alam (Liquid Natural Gas) tersebut berasal dari Australia
(30%), Qatar (19%), Indonesia (16%) dan Malaysia (13%).5
Momentum pertumbuhan ekonomi yang positif selama beberapa tahun
belakangan dan faktor ketergantungan energi terhadap kawasan Timur Tengah
mendorong RRC melakukan berbagai upaya mendapatkan akses terhadap sumber
1 International Energy Agency. 2012. Oil & Gas Security: Emergency Response of IEA Countries.
hal 4
2 Op. Cit. International Energy Agency. hal 2
3 Ibid
4 Op. Cit. International Energy Agency. hal 6
5 Op. Cit. International Energy Agency. hal 15
1
energi di seluruh dunia. Setidaknya ada tiga langkah yang dilakukan RRC; 6
Pertama, memperluas impor minyak hingga ke negara - negara Afrika, Rusia, Asia
Tengah dan Amerika Selatan. Kedua, meningkatkan kekuatan armada militernya
di Laut Cina Selatan untuk melindungi cadangan energi yang diperkirakan
mencapai 7 miliar barrel cadangan minyak dan 900 triliun kubik kaki gas alam.7
Langkah terakhir adalah mengamankan jalur transportasi kapal Tanker yang
membawa minyak dari Afrika dan Timur Tengah ke negaranya. Jalur transportasi
ini melewati Laut Cina Selatan yang terhubung dengan jalur-jalur perdagangan
dan transportasi energi utama dunia. Lebih dari setengah jumlah total perdagangan
dunia per tahun melewati Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok dan Selat
Makassar yang bermuara di daratan China. Jumlah minyak bumi yang melewati
Selat Malaka untuk terus ke Laut Cina Selatan adalah 6 kali lebih banyak dari
yang melewati Terusan Suez dan 17 kali lebih banyak dari yang melewati Terusan
Panama. RRC sendiri mengimpor sebagian besar dari total konsumsi minyak
mentahnya melalui jalur ini.8
Strategi RRC ini disebut sebagai strategi string of pearls, menggambarkan
sea lines dan communication lines yang dipersiapkan RRC, memanjang dari Hong
Kong ke Pelabuhan Sudan. Jalur perhubungan ini melewati perairan strategis
mulai dari Laut Cina Selatan, Selat Malaka, Samudera Hindia sampai ke Teluk
Persia serta mencakup wilayah kepentingan strategis kekuatan laut RRC di
beberapa negara seperti Thailand, Myanmar, Pakistan dan Bangladesh. RRC ingin
menciptakan ‘rangkaian mutiara’ berupa titik – titik tempat berlabuhnya kapal –
kapal perdagangan dan kapal Tanker dari dan ke daratan Cina, serta tempat
pangkalan militer RRC untuk mengamankan kapal – kapal tadi secara terusmenerus. Setiap “mutiara” dari rangkaian ini menempati posisi sentral dalam
pengaruh geopolitik atau kehadiran militer RRC9.
Gambar 1 Strategi String of Pearls
6 Harri, Lai Hongyi. 2007. “China’s Oil Diplomacy: Is It a Global Security Threat?”. Third World
Quarterly, Vol. 28, No. 3, Hal. 519-537
7 Buszynski, Leszek dan Sazlan, Iskandar. 2007. “Maritime Claims and Energy Cooperation in the
South China Sea”. Contemporary Southeast Asia: A Journal of International and Strategic Affairs,
Vol. 29, No. 1, Hal. 25-38
8 Sukmawan, Denny Indra. 2013. Ancaman Kerjasama Militer Amerika Serikat dan Filipina
Terhadap Strategi String of Pearls Republik Rakyat Cina di Laut Cina Selatan. Universitas
Padjadjaran. hal 61
9 Pehrson, Christopher. 2006. String of Pearls: meeting the challenge of china’s rising power
across the asian littoral, dalam www.strategicstudiesinstitute.army.mil/pdffiles/pub721.pdf.
Diakses 17 Oktober 2014
2
Permasalahan
Secara umum, hubungan antara RRC dengan Amerika Serikat lebih
didominasi oleh psywar dan kerjasama dibandingkan konflik. Kedua negara
sering berbeda pendapat dalam beberapa kasus seperti: perbedaan posisi keduanya
pada isu Taiwan, Korea Utara dan Suriah, penentangan RRC atas invasi Amerika
Serikat ke Irak dan Libya, posisi RRC dalam krisis nuklir Iran dan pertentangan
kepentingan kedua negara dalam isu-isu ekonomi seperti mata uang. Secara
khusus, RRC khawatir dengan aliansi kerjasama militer yang dibentuk Amerika
Serikat, Jepang dan Korea Selatan untuk mendukung kemerdekaan Taiwan. 10 RRC
juga khawatir dengan upaya Amerika Serikat untuk mengintervensi konflik
teritorial di Laut Cina Selatan dengan meningkatkan kerjasama dengan Singapura,
Australia, Filipina dan Vietnam.
Sedangkan Amerika Serikat mengangap bahwa peningkatan kapabilitas
militer RRC sebagai salah satu perhatian utama. Pada tahun 2000, Amerika
Serikat mengesahkan National Defense Authorization Act (NDAA) yang
menugaskan Departemen Pertahanan untuk memberikan laporan tahunan
mengenai kondisi dan perkembangan militer RRC selama 20 tahun kedepan.
Selanjutnya, pada tahun 2007, Departemen Pertahanan melaporkan bahwa
kemajuan persenjataan nuklir dan misil RRC sebagai initial threat yang ditandai
dengan pernyataan resmi tentang adanya ancaman RRC.11
Strategi string of pearls merupakan strategi yang terkait dengan isu strategis
pencapaian kepentingan nasional bagi para pengambil kebijakan di RRC. Pehrson
(2006:4) menjelaskan ketiga isu strategis ini sebagai kelangsungan hidup rezim,
stabilitas domestik dan integritas teritorial. Penjelasan ini kurang lebih sama
dengan apa yang tercantum dalam Buku Putih Pertahanan RRC Tahun 2008,
10 Zhang, Ming dan Montaperto, Ronald N. 1999. A Thief of Another Kind: The United States,
China and Japan. United Kingdom: Macmillan. hal 61
11 U.S Secretary of Defense. 2007. Annual Report to Congress: Military Power of The People’s
Republic of China 2007, dalam www.defense.gov/pubs/pdfs/070523-china-military-powerfinal.pdf. Diakses 17 Oktober 2014
3
bahwa vital interest RRC adalah melindungi negara dari ancaman luar, mencegah
separatisme dan upaya Taiwan mendeklarasikan kemerdekaan secara de jure dan
menjaga stabilitas domestik. Untuk melindungi vital interest tersebut, RRC
kemudian meningkatkan kapabilitas ekonomi, politik dan militernya secara total
melalui strategi string of pearls.
Hipotesis
Republik Rakyat Cina melakukan upaya balancing di kawasan Timur
Tengah dan Asia-Pasifik dan buck-passing terhadap beberapa negara di dua
kawasan tersebut melalui strategi string of pearls untuk menghadapi perang
sumber daya strategis dengan Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya.
Penilaian
Tabel 3 Strategi RRC di Kawasan Timur Tengah dan Asia Pasifik
Strateg
i
String
of
Pearls
Kawasan
Kebijakan
Timur
Tengah
dan
Afrika
Utara
(MENA)
Impor minyak
dari Arab Saudi
Impor minyak
dari Irak
Impor minyak
dari Iran
Impor minyak
dari Sudan
Impor gas dari
Qatar
Intervensi
di
12
Suriah
AsiaPasifik
(Asia
Selatan)
Pembangunan
infrastruktur
Pelabuhan
di
Gwadar,
Pakistan
Pembangunan
infrastruktur
Pelabuhan
di
Hambatonta,
Srilanka
Pembangunan
Peluang
Ancaman
Pengaruh
Instabilitas
Amerika
kawasan
Serikat
Timur
berkurang
Tengah
setelah Perang
karena
isu
Irak
telah
Arab Spring
selesai
dan Islamic
Ketergantungan
State of Iraq
and Suriah
energi Amerika
Serikat
di
Timur Tengah
berkurang
karena revolusi
shale gas
Ketergantungan Pengaruh
pembangunan
India
negara-negara
bertambah
berkembang di
sebagai great
Asia
Selatan
powers
terhadap
kawasan
investasi asing
Peningkatan
pengaruh
Amerika
Serikat
melalui Pivot
Asia
12 Data diolah dari laporan International Energy Agency Tahun 2012 yang berjudul Oil & Gas
Security People’s Republic of China
4
AsiaPasifik
(Asia
Tenggara
dan
Australia
)
infrastruktur
Pelabuhan
di
Chittagong,
Bangladesh13
Pembangunan
infrastruktur
pelabuhan dan
pipa gas di
Sittwe,
Myanmar
Pembangunan
infrastruktur
pangkalan
Angkatan Laut
dan Angkatan
Udara
di
Kepulauan
Coco, Myanmar
Pembangunan
Kanal Cra di
Thailand
Impor gas alam
dari Indonesia
Pembangunan
infrastruktur
pangkalan
militer di Timor
Timur
Kerjasama
ASEAN dengan
RRC
dalam
ASEAN +3
Pengerahan
Angkatan Laut
ke Kepulauan
Spratly, di Laut
Cina
Selatan
yang diprediksi
memiliki
cadangan
minyak
sebanyak
25
milyar
barrel
dan
estimasi
cadangan
gas
alam sebanyak
Pengaruh RRC Eskalasi
yang kuat di
konflik Laut
pengambilan
Cina Selatan
keputusan
di
yang tinggi
ASEAN
dengan
melalui
Vietnam dan
Myanmar, Laos
Filipina
dan Kamboja
Peningkatan
Ketergantungan
pengaruh
pembangunan
Amerika
negara-negara
Serikat
berkembang di
melalui Pivot
Asia
Selatan
Asia
terhadap
Keberadaan
investasi asing
pangkalan
militer
Amerika
Serikat
di
Filipina,
Singapura
dan Australia
13 Op. Cit. Pehrson
5
AsiaPasifik
(Asia
Timur)
Asia
Tengah
7500 km3
Pembangunan
pangkalan
Angkatan Laut
di
Kepulauan
Paracel14
Ekspor minyak
ke Jepang
Ekspor minyak
ke
Korea
Selatan
Ekspor minyak
ke Korea Utara
Pengerahan
Armada Militer
ke Selat Taiwan
dan Laut Cina
Timur
Kerjasama
Shanghai
Cooperation
Organization
(SCO) dengan
Rusia,
Kazakhstan,
Kyrgyztan,
Tajikistan dan
Uzabekistan
Pengaruh RRC Instabilitas
yang
masih
kawasan Asia
kuat terhadap
Timur karena
rezim
perlombaan
pemerintahan
senjata tiga
Korea Utara
great powers
kawasan;
RRC, Jepang
dan
Korea
Selatan
Eskalasi
konflik Laut
Cina Timur
yang tinggi
dengan
Jepang
Peningkatan
pengaruh
Amerika
Serikat
melalui Pivot
Asia
Keberadaan
pangkalan
militer
Amerika
Serikat
di
Jepang,
Guam
dan
Hawaii
Ketergantungan Perebutan
pembangunan
pengaruh
negara-negara
antara RRC
berkembang di
dengan Rusia
Asia
Tengah
di kawasan
terhadap
Peningkatan
investasi asing
pengaruh
Pengaruh
Amerika
Amerika
Serikat
Serikat
yang
melalui Pivot
14 Op. Cit. Pehrson
6
masih lemah di
kawasan
Asia
Analisis
Penulis menggunakan teori realisme ofensif untuk menjelaskan strategi
Republik Rakyat Cina (RRC) dalam perang sumber daya strategis di kawasan
Timur Tengah dan Asia-Pasifik. Penjelasan teori realisme ofensif terfokus pada
perilaku great powers dan tujuan mereka untuk menjadi sebuah hegemon.
Selanjutnya, untuk mencapai hegemon, setidaknya negara harus memenuhi empat
hal;15 pertama, great powers harus membangun militer yang paling kuat di
wilayah mereka sendiri. Khususnya, mereka harus bisa mendominasi kekuatan
darat terlebih dahulu sebab kekuatan darat merupakan instrumen yang paling
penting dalam menaklukan dan mempertahankan sebuah wilayah, kemudian
kekuatan laut dan udara. Kedua, suatu negara harus mampu menguatkan
perekonomian mereka sebab ekonomi merupakan prasyarat paling penting dalam
membangun kekuatan militer. Ketiga, suatu negara harus membangun kekuatan
nuklir yang besar dibanding negara yang lain. Keempat adalah suatu negara harus
menjadi hegemon regional di kawasannya.
Menurut teori realisme ofensif, ada dua strategi dasar yang selalu dilakuan
oleh negara, yaitu balancing dan buck-passing. Balancing dilakukan dengan
melakukan pengawasan atas agresor yang mungkin muncul melalui internal
balancing dan external balancing. Internal balancing dapat dilakukan dengan
memperkuat militer, meningkatkan perekonomian dan membangun nuklir.
Sedangkan external balancing termasuk didalamnya adalah keanggotaan dalam
institusi internasional dan kerjasama bilateral dengan negara lain. Buckpassing
merupakan alternatif utama dari balancing. Suatu negara melakukan
penghindaran atas terjadinya perang dengan jalan menjadikan negara lain tameng
terhadap agresor.16
Strategi balancing merupakan strategi yang terlihat agresif karena great
powers terlibat langsung mengancam agresor yang ingin mengganggunya dalam
sistem internasional. Hal ini terlihat dalam kasus RRC, dengan pandangan bahwa
negara agresor adalah Amerika Serikat. RRC sebagai great powers dan hegemon
potensial akan cenderung menggunakan strategi yang tergolong ofensif. Oleh
karena itu RRC lebih memilih strategi balancing yang realisasinya terlihat di
kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara untuk menghadapi Amerika Serikat.
Sebaliknya, di kawasan Timur Tengah, Asia Tengah dan Asia Selatan, RRC lebih
memilih strategi buck-passing.
Secara umum, strategi string of pearls bisa dipahami sebagai kombinasi
strategi internal balancing dan external balancing. Sifat dari strategi internal
balancing dalam strategi string of pearls terlihat melalui peningkatan power RRC
yang indikatornya adalah pertumbuhan ekonomi dan modernisasi militer.
Sedangkan sifat dari strategi external balancing dalam strategi string of pearls
terlihat melalui upaya – upaya diplomatik yang dilakukan RRC melalui institusi
15 Mearsheimer, John J. 2001. The Tragedy of Great Power Politics. New York: W. W. Norton.
hal 119-124
16 Op. Cit. Mearsheimer, 131-132
7
multilateral dan kerjasama bilateral dengan negara – negara di kawasan Timur
Tengah dan Asia-Pasifik.
Penulis akan menganalisa strategi string of pearls di tiap kawasan melalui
pemodelan sebagai berikut:
Gambar 2 Pemodelan Strategi RRC di Timur Tengah
Perubahan
Orientasi Kebijakan
Luar Negeri Amerika
Serikat
Penurunan
Ketergantungan
Energi Amerika
Serikat di Timur
Tengah
Republik Rakyat Cina
External Balancing Saudi Arabia
China Peaceful
Development
Buck-passing
Qatar
Suriah
Sentimen Negatif
Terhadap Amerika
Serikat
I ran
I ntensitas Konflik
Tinggi
Kerenggangan
Hubungan
Diplomatik
Amerika Serikat
Tujuan perang sumber daya strategis di kawasan Timur Tengah adalah
sumber energi yaitu minyak bumi dan gas alam. Strategi yang dilakukan RRC
adalah melakukan external balancing dengan meningkatkan diplomasi energi dan
kerjasama ekonomi dengan beberapa negara seperti Arab Saudi dan Qatar. Upaya
ini dilakukan seiring dengan beberapa faktor, yaitu; perubahan orientasi kebijakan
luar negeri Amerika Serikat ke Asia-Pasifik, sentimen negatif negara-negara Arab
seperti Arab Saudi dan Qatar kepada Amerika Serikat karena mendukung Arab
Spring, penurunan ketergantungan energi Amerika Serikat di Timur Tengah
karena revolusi shale gas dan kebijakan luar negeri RRC yang berlandaskan
peaceful development. Persepsi peaceful development bahwa pertumbuhan
ekonomi dan modernisasi militer RRC tidak perlu dianggap negara-negara lain
sebagai ancaman, secara tidak langsung berpengaruh terhadap keterbukaan
negara-negara Timur Tengah untuk melakukan kerjasama dengan RRC.17
Strategi lain yang dilakukan RRC adalah buck-passing. Strategi ini
dilakukan terhadap dua negara yang memiliki sentimen negatif terhadap Amerika
Serikat, yaitu Suriah dan Iran. Bentuk dari buck-passing ini adalah dukungan
RRC kepada rezim pemerintahan Bashar Al-Assad di Suriah dan Iran pada saat
rezim pemerintahan Ahmadinejad. Upaya buck-passing ini dilakukan untuk
mengurangi pengaruh Amerika Serikat di kawasan Timur Tengah.
Peluang RRC untuk meningkatkan pengaruh di kawasan tersebut cukup
besar, mengingat Amerika Serikat memutuskan untuk fokus di kawasan AsiaPasifik. Selain itu, RRC sudah menjalin hubungan mesra dengan dua negara yang
menjadi “musuh” Amerika Serikat di kawasan Timur Tengah yaitu Iran dan
Suriah, ditambah peningkatan hubungan bilateral RRC dengan beberapa sekutu
tradisional Amerika Serikat, yaitu Arab Saudi dan Qatar. Secara tidak langsung,
17 Op. Cit. Pehrson, hal 8
8
peningkatan pengaruh RRC di Timur Tengah berdampak positif terhadap
penguasaan RRC atas sumber-sumber energi di Timur Tengah.
Gambar 3 Pemodelan Strategi RRC di Asia Selatan
Keterga ntungan
P emba ngunan
Ne gara-ne gara
Be rkemba ng di As ia
Sela tan Terhadap
I nves ta s i As ing
China P eaceful
Developme nt
Re publik Ra kyat Cina
Exte rna l Balancing
Bangla des h
Sentimen Nega tif
Ne gara -nega ra As ia
Sela tan terhadap
I ndia s e bagai Grea t
Po w ers di kaw a s an
Srilanka
Pa kis tan
P engamanan J alur
Tra ns portas i Minya k
Samudera Hindia
Strategi balancing yang dilakukan RRC di kawasan Asia Selatan merupakan
bentuk dari energy security tools yang mengacu kepada energy security tools
Amerika Serikat, kemudian menjadi salah satu alasan Amerika Serikat mampu
menjadi hegemon. Jika RRC bisa merealisasikan pembangunan fasilitas – fasilitas
di tempat-tempat yang telah disebutkan pada tabel 3, maka RRC mampu
mengontrol pengambilan minyak mentah di Timur Tengah dan Afrika sampai
pengirimannya ke Daratan China. Strategi string of pearls di negara – negara
tersebut merupakan counter RRC terhadap pengaruh Amerika Serikat di jalur
sutera. Asumsi ini didasarkan penjelasan Hendrajit dalam Sukmawan (2013)
bahwa string of pearls merupakan counter strategy dari RRC terhadap Amerika
Serikat untuk menguasai jalur sutera.18
Jalur sutera bisa dibagi kedalam tiga jalur yaitu; via jalur utara melalui
Kyrgystan, Kazakhstan, Uzbekistan, Turkmenistan, Iran, Iraq, Suriah, Turki
sampai ke Eropa; via jalur selatan melewati India, Pakistan, Afghanistan, Iran,
Iraq, Suriah, Mesir, Maroko sampai ke Eropa; dan via jalur alternatif melalui Laut
Cina Selatan, Selat Malaka, Samudera Hindia, Laut Merah dan Laut
Mediterania.19 Jika dianalisis lebih lanjut. Di jalur sutera utara yang pusatnya di
Asia Tengah, RRC memiliki pengaruh lebih besar daripada Amerika Serikat
melalui Shanghai Cooperation Organisation (SCO). Hal ini dijelaskan Walberg
(2011) bahwa SCO merupakan satu-satunya organisasi internasional besar yang
tidak ada Amerika Serikat maupun sekutu dekat Amerika Serikat sebagai
anggotanya. Di jalur sutera selatan yang pusatnya di Timur Tengah, Amerika
Serikat masih memiliki pengaruh yang lebih besar daripada RRC, walaupun di
masa depan ada kecenderungan pengaruh RRC meningkat lebih besar. Hal ini
dudukung fakta bahwa Amerika Serikat memiliki banyak sekutu dan basis militer
seperti di Afghanistan, Iraq, Kuwait dan Qatar.
18 Op. Cit. Sukmawan, hal 104
19 Op. Cit. Sukmawan, hal 105
9
Perebutan pengaruh antara kedua great powers terlihat di jalur sutera
tambahan yang terpusat di Samudera Hindia. Melalui strategi string of pearls,
RRC aktif melakukan diplomasi bilateral dengan negara – negara di sekitar
Samudera Hindia seperti Myanmar, Bangladesh, Srilanka, Pakistan dan Iran.
Perilaku RRC ini logis, sesuai pernyataan Alfred Mahan bahwa “whoever controls
the Indian Ocean dominates Asia... in the 21st cntury the destiny of the world will
be decided on its waves”.20
Gambar 4 Pemodelan Strategi RRC di Asia Timur dan Asia Tenggara
China Peaceful
Development
Ketergantungan
Pembangunan
Negara-negara
Berkembang di
Tenggara Terhadap
I nvestasi Asing
Republik Rakyat Cina
Timor Timur
Peningkatan
Kapabilitas Militer di
Laut Cina Timur
Myanmar
I ndonesia
I nternal Balancing
External Balancing
Korea Utara
Peningkatan
Kapabilitas Militer di
Laut Cina Selatan
J epang
Vietnam
Buck-passing
Korea Selatan
Amerika Serikat
Filipina
Sentimen Negatif
Terhadap Amerika
Serikat
Gambar 4 dapat menjelaskan bahwa RRC menggunakan strategi internal
balancing, external balancing dan buck-passing di kawasan Asia Timur dan Asia
Tenggara. Alasan penggunaan ketiga strategi ini karena kawasan Asia Timur dan
Tenggara lebih dinamis, maksudnya aktor yang lebih banyak; Amerika Serikat,
Jepang, Korea Selatan, Korea Utara, Australia, dan negara-negara ASEAN.
Kepentingan RRC pada kawasan ini lebih kompleks; kedaulatan wilayah di Laut
Cina Selatan dan Laut Cina Timur, pasar untuk produk RRC di Asia Tenggara,
jalur perdagangan dan pelayaran di Selat Malaka dan ketiga Alur Laut Kepulauan
Indonesia.
Mearsheimer (2001) menjelaskan bahwa strategi internal balancing dapat
dilakukan dengan peningkatan anggaran pertahanan dan pengerahan militer ke
suatu wilayah.21 Penulis menganggap perilaku agresif RRC di Laut Cina Selatan
dan Laut Cina Timur sebagai bentuk strategi internal balancing karena upaya –
upaya peningkatan kapabilitas militer RRC dan pengerahan kekuatan militer ke
dua perairan tersebut ditujukan untuk melindungi kepentingan nasional RRC. Dari
perspektif geopolitik RRC, Laut Cina Selatan merupakan “near seas” bersama
Laut Kuning dan Laut Cina Timur yang masuk dalam kategori vital interest.
Selain itu, jika dikaji secara strategis Laut Cina Selatan merupakan titik temu
sasaran geopolitik Amerika Serikat dan RRC yang sebenarnya, yaitu Samudera
Hindia. Hal ini dijelaskan oleh Bakrie dalam Sukmawan (2013) bahwa jika RRC
20 Pranoto, M Arief. 2013. “Konflik Laut Cina Selatan: Cermin Pergeseran Geopolitik Global”.
The Global Review Quarterly, Vol. 2, Januari 2013, Hal. 30-41
21 Op. Cit. Mearsheimer, hal 132
10
dan Amerika Serikat ingin meningkatkan pengaruhnya di Samudera Hindia, maka
harus berkompetisi terlebih dahulu di Laut Cina Selatan.22
Dari penjelasan tentang komparasi strategi RRC di kawasan Timur Tengah
dan Asia-Pasifik, strategi string of pearls cermin dari upaya balancing dan buckpassing -seperti istilah dalam teori realisme ofensif- yang sedang dilakukan RRC
dengan tujuan menjadi hegemon di kawasan Asia-Pasifik. Melalui strategi string
of pearls, RRC mencoba meningkatkan pengaruhnya di Samudera Hindia. Posisi
Laut Cina Selatan menjadi penting dalam strategi string of pearls karena
merupakan titik temu bagi upaya RRC menguasai Samudera Hindia dan
mengimbangi Amerika Serikat di Samudera Pasifik.
Tujuan RRC untuk menjadi hegemon di kawasan Asia-Pasifik dapat
dipahami mengingat: kepentingan RRC lebih banyak di kawasan Asia-Pasifik
daripada kawasan Timur Tengah, ancaman terhadap kepentingan nasional RRC
lebih nyata di kawasan Asia-Pasifik, terlebih lagi Amerika Serikat berinisiatif
melakukan Pivot Asia.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Dalam konteks strategi string of pearls, RRC melakukan upaya balancing
karena alasan – alasan berikut; pertama, dalam posisi hegemon potensial upaya
yang dilakukan RRC logis dan rasional; kedua, di kawasan Asia-Pasifik, RRC
dikelilingi oleh mayoritas negara – negara yang lebih dekat kepada Amerika
Serikat sehingga lebih sulit untuk melakukan buck-passing, akan lebih mudah
melakukan external balancing. Selanjutnya, dari perspektif RRC setidaknya ada
dua kemungkinan di masa depan, yaitu; pertama, akan terus melakukan upaya
balancing melalui string of pearls di kawasan Timur Tengah dan Asia-Pasifik;
kedua, lebih intensif melakukan strategi buck-passing terhadap Amerika Serikat
dengan negara – negara lain di kawasan Asia-Pasifik, tidak hanya terpaku di
Myanmar dan Korea Utara.
Sebenarnya baik di kawasan Timur Tengah dan Asia-Pasifik, posisi RRC
dalam perebutan sumber daya strategis jauh lebih menguntungkan, hanya saja
potensi ancaman lebih besar di kawasan Asia-Pasifik. Di kawasan Timur Tengah
posisi RRC kedepannya menguntungkan karena Amerika Serikat perlahan – lahan
mundur dari kawasan tersebut. Idealnya, RRC terus melakukan upaya diplomatik
(external balancing) terhadap sekutu-sekutu tradisional Amerika Serikat di sekitar
Teluk. Jika dapat dilakukan maka keamanan energi RRC dari aspek ketersediaan
dan akses dipastikan dapat terpenuhi dari Timur Tengah.
Di kawasan Asia-Pasifik, posisi RRC di beberapa sub-kawasan juga lebih
menguntungkan. Di sub-kawasan Asia Selatan, program pembangunan
infrastruktur di beberapa negara hendaknya dilanjutkan untuk mengamankan
pengaruh RRC atas kawasan dan mengamankan akses transportasi energi dari
Timur Tengah. Di sub-kawasan Asia Tengah, fungsi dan peran SCO sebagai
organisasi regional perlu ditingkatkan untuk mencegah kehadiran pengaruh
Amerika Serikat di kawasan tersebut, dapat diprediksi bahwa Asia Tengah
merupakan lumbung energi RRC di masa mendatang. Sedangakan di sub-kawasan
Asia Timur dan Asia Tenggara, upaya internal balancing yang dilakukan RRC
dapat berpengaruh terhadap instabilitas kawasan, hendaknya upaya-upaya
22 Op. Cit. Sukmawan, 2011
11
external balancing dalam bentuk kerjama bilateral dan peningkatan hubungan
diplomatik lebih dilakukan.
Daftar Pustaka
12
Buszynski, Leszek dan Sazlan, Iskandar. 2007. “Maritime Claims and Energy
Cooperation in the South China Sea”. Contemporary Southeast Asia: A
Journal of International and Strategic Affairs, Vol. 29, No. 1
Harri, Lai Hongyi. 2007. “China’s Oil Diplomacy: Is It a Global Security
Threat?”. Third World Quarterly, Vol. 28, No. 3
International Energy Agency. 2012. Oil & Gas Security: Emergency Response of
IEA Countries
Mearsheimer, John J. 2001. The Tragedy of Great Power Politics. New York: W.
W. Norton
Pehrson, Christopher. 2006. String of Pearls: meeting the challenge of china’s
rising
power
across
the
asian
littoral,
dalam
www.strategicstudiesinstitute.army.mil/pdffiles/pub721.pdf.
Diakses 17
Oktober 2014
Pranoto, M Arief. 2013. “Konflik Laut Cina Selatan: Cermin Pergeseran
Geopolitik Global”. The Global Review Quarterly, Vol. 2, Januari 2013
Pranoto, M Arief dan Hendrajit. 2013. “Membaca Langkah Strategis AS; Geser
Medan Tempur Dari Timur Tengah Ke Asia Tenggara”. The Global Review
Quarterly, Vol. 2, Januari 2013
U.S Secretary of Defense. 2007. Annual Report to Congress: Military Power of
The
People’s
Republic
of
China
2007,
dalam
www.defense.gov/pubs/pdfs/070523-china-military-power-final.pdf.
Diakses 17 Oktober 2014
Sukmawan, Denny Indra. 2013. Ancaman Kerjasama Militer Amerika Serikat dan
Filipina Terhadap Strategi String of Pearls Republik Rakyat Cina di Laut
Cina Selatan. Universitas Padjadjaran
Zhang, Ming dan Montaperto, Ronald N. 1999. A Thief of Another Kind: The
United States, China and Japan. United Kingdom: Macmillan.
13
di Kawasan Timur Tengah dan Asia-Pasifik
Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi RRC berdampak terhadap peningkatan konsumsi
energi selama beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2009, total konsumsi energi
RRC mencapai 2,15 toe. Bauran energi dari total konsumsi relatif tidak berubah
selama 30 tahun terakhir: Batubara (30%), minyak bumi (18%) dan gas alam
(4%). Menurut laporan pertumbuhan energi RRC tahun 2011, konsumsi batubara
dapat dipenuhi oleh domestik, sedangkan minyak bumi dan gas alam bergantung
terhadap impor.1 Kondisi ini dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2
Tabel 1 Data Minyak RRC2
2007
Produksi (kb/d)
3637,6
Konsumsi (kb/d)
7609.3
Impor (kb/d)
3872,7
Persentase
Ketergantungan 50,9%
Impor
2008
3819.2
7801.9
3982,6
51,0%
2009
3800.2
8045.8
4245,7
52,8%
Tabel 2 Data Gas Alam RRC3
2007
Produksi (mcm/y)
69,240
Konsumsi (mcm/y)
70,523
Impor (mcm/y)
1,420
Persentase
Ketergantungan 2,0%
Impor
2008
80,299
81,294
1,350
1,7%
2009
85,269
89,520
4,420
4,9%
Terkait konsumsi minyak bumi, RRC memiliki ketergantungan tinggi pada
kawasan Timur Tengah, dimana lebih dari 50% dari total impornya berasal dari
kawasan ini, diikuti oleh Afrika (24%). Lebih khusus lagi, impor minyak tersebut
berasal dari Arab Saudi (20%), Angola (12%), Iran (11%), Oman (7%) Russia
(7%) Sudan (5%) dan Irak (5%). 4 Terkait konsumsi gas alam, RRC memiliki
ketergantungan pada kawasan Asia Pasifik (59%) dan Timur Tengah (20%). Lebih
khusus lagi, impor gas alam (Liquid Natural Gas) tersebut berasal dari Australia
(30%), Qatar (19%), Indonesia (16%) dan Malaysia (13%).5
Momentum pertumbuhan ekonomi yang positif selama beberapa tahun
belakangan dan faktor ketergantungan energi terhadap kawasan Timur Tengah
mendorong RRC melakukan berbagai upaya mendapatkan akses terhadap sumber
1 International Energy Agency. 2012. Oil & Gas Security: Emergency Response of IEA Countries.
hal 4
2 Op. Cit. International Energy Agency. hal 2
3 Ibid
4 Op. Cit. International Energy Agency. hal 6
5 Op. Cit. International Energy Agency. hal 15
1
energi di seluruh dunia. Setidaknya ada tiga langkah yang dilakukan RRC; 6
Pertama, memperluas impor minyak hingga ke negara - negara Afrika, Rusia, Asia
Tengah dan Amerika Selatan. Kedua, meningkatkan kekuatan armada militernya
di Laut Cina Selatan untuk melindungi cadangan energi yang diperkirakan
mencapai 7 miliar barrel cadangan minyak dan 900 triliun kubik kaki gas alam.7
Langkah terakhir adalah mengamankan jalur transportasi kapal Tanker yang
membawa minyak dari Afrika dan Timur Tengah ke negaranya. Jalur transportasi
ini melewati Laut Cina Selatan yang terhubung dengan jalur-jalur perdagangan
dan transportasi energi utama dunia. Lebih dari setengah jumlah total perdagangan
dunia per tahun melewati Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok dan Selat
Makassar yang bermuara di daratan China. Jumlah minyak bumi yang melewati
Selat Malaka untuk terus ke Laut Cina Selatan adalah 6 kali lebih banyak dari
yang melewati Terusan Suez dan 17 kali lebih banyak dari yang melewati Terusan
Panama. RRC sendiri mengimpor sebagian besar dari total konsumsi minyak
mentahnya melalui jalur ini.8
Strategi RRC ini disebut sebagai strategi string of pearls, menggambarkan
sea lines dan communication lines yang dipersiapkan RRC, memanjang dari Hong
Kong ke Pelabuhan Sudan. Jalur perhubungan ini melewati perairan strategis
mulai dari Laut Cina Selatan, Selat Malaka, Samudera Hindia sampai ke Teluk
Persia serta mencakup wilayah kepentingan strategis kekuatan laut RRC di
beberapa negara seperti Thailand, Myanmar, Pakistan dan Bangladesh. RRC ingin
menciptakan ‘rangkaian mutiara’ berupa titik – titik tempat berlabuhnya kapal –
kapal perdagangan dan kapal Tanker dari dan ke daratan Cina, serta tempat
pangkalan militer RRC untuk mengamankan kapal – kapal tadi secara terusmenerus. Setiap “mutiara” dari rangkaian ini menempati posisi sentral dalam
pengaruh geopolitik atau kehadiran militer RRC9.
Gambar 1 Strategi String of Pearls
6 Harri, Lai Hongyi. 2007. “China’s Oil Diplomacy: Is It a Global Security Threat?”. Third World
Quarterly, Vol. 28, No. 3, Hal. 519-537
7 Buszynski, Leszek dan Sazlan, Iskandar. 2007. “Maritime Claims and Energy Cooperation in the
South China Sea”. Contemporary Southeast Asia: A Journal of International and Strategic Affairs,
Vol. 29, No. 1, Hal. 25-38
8 Sukmawan, Denny Indra. 2013. Ancaman Kerjasama Militer Amerika Serikat dan Filipina
Terhadap Strategi String of Pearls Republik Rakyat Cina di Laut Cina Selatan. Universitas
Padjadjaran. hal 61
9 Pehrson, Christopher. 2006. String of Pearls: meeting the challenge of china’s rising power
across the asian littoral, dalam www.strategicstudiesinstitute.army.mil/pdffiles/pub721.pdf.
Diakses 17 Oktober 2014
2
Permasalahan
Secara umum, hubungan antara RRC dengan Amerika Serikat lebih
didominasi oleh psywar dan kerjasama dibandingkan konflik. Kedua negara
sering berbeda pendapat dalam beberapa kasus seperti: perbedaan posisi keduanya
pada isu Taiwan, Korea Utara dan Suriah, penentangan RRC atas invasi Amerika
Serikat ke Irak dan Libya, posisi RRC dalam krisis nuklir Iran dan pertentangan
kepentingan kedua negara dalam isu-isu ekonomi seperti mata uang. Secara
khusus, RRC khawatir dengan aliansi kerjasama militer yang dibentuk Amerika
Serikat, Jepang dan Korea Selatan untuk mendukung kemerdekaan Taiwan. 10 RRC
juga khawatir dengan upaya Amerika Serikat untuk mengintervensi konflik
teritorial di Laut Cina Selatan dengan meningkatkan kerjasama dengan Singapura,
Australia, Filipina dan Vietnam.
Sedangkan Amerika Serikat mengangap bahwa peningkatan kapabilitas
militer RRC sebagai salah satu perhatian utama. Pada tahun 2000, Amerika
Serikat mengesahkan National Defense Authorization Act (NDAA) yang
menugaskan Departemen Pertahanan untuk memberikan laporan tahunan
mengenai kondisi dan perkembangan militer RRC selama 20 tahun kedepan.
Selanjutnya, pada tahun 2007, Departemen Pertahanan melaporkan bahwa
kemajuan persenjataan nuklir dan misil RRC sebagai initial threat yang ditandai
dengan pernyataan resmi tentang adanya ancaman RRC.11
Strategi string of pearls merupakan strategi yang terkait dengan isu strategis
pencapaian kepentingan nasional bagi para pengambil kebijakan di RRC. Pehrson
(2006:4) menjelaskan ketiga isu strategis ini sebagai kelangsungan hidup rezim,
stabilitas domestik dan integritas teritorial. Penjelasan ini kurang lebih sama
dengan apa yang tercantum dalam Buku Putih Pertahanan RRC Tahun 2008,
10 Zhang, Ming dan Montaperto, Ronald N. 1999. A Thief of Another Kind: The United States,
China and Japan. United Kingdom: Macmillan. hal 61
11 U.S Secretary of Defense. 2007. Annual Report to Congress: Military Power of The People’s
Republic of China 2007, dalam www.defense.gov/pubs/pdfs/070523-china-military-powerfinal.pdf. Diakses 17 Oktober 2014
3
bahwa vital interest RRC adalah melindungi negara dari ancaman luar, mencegah
separatisme dan upaya Taiwan mendeklarasikan kemerdekaan secara de jure dan
menjaga stabilitas domestik. Untuk melindungi vital interest tersebut, RRC
kemudian meningkatkan kapabilitas ekonomi, politik dan militernya secara total
melalui strategi string of pearls.
Hipotesis
Republik Rakyat Cina melakukan upaya balancing di kawasan Timur
Tengah dan Asia-Pasifik dan buck-passing terhadap beberapa negara di dua
kawasan tersebut melalui strategi string of pearls untuk menghadapi perang
sumber daya strategis dengan Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya.
Penilaian
Tabel 3 Strategi RRC di Kawasan Timur Tengah dan Asia Pasifik
Strateg
i
String
of
Pearls
Kawasan
Kebijakan
Timur
Tengah
dan
Afrika
Utara
(MENA)
Impor minyak
dari Arab Saudi
Impor minyak
dari Irak
Impor minyak
dari Iran
Impor minyak
dari Sudan
Impor gas dari
Qatar
Intervensi
di
12
Suriah
AsiaPasifik
(Asia
Selatan)
Pembangunan
infrastruktur
Pelabuhan
di
Gwadar,
Pakistan
Pembangunan
infrastruktur
Pelabuhan
di
Hambatonta,
Srilanka
Pembangunan
Peluang
Ancaman
Pengaruh
Instabilitas
Amerika
kawasan
Serikat
Timur
berkurang
Tengah
setelah Perang
karena
isu
Irak
telah
Arab Spring
selesai
dan Islamic
Ketergantungan
State of Iraq
and Suriah
energi Amerika
Serikat
di
Timur Tengah
berkurang
karena revolusi
shale gas
Ketergantungan Pengaruh
pembangunan
India
negara-negara
bertambah
berkembang di
sebagai great
Asia
Selatan
powers
terhadap
kawasan
investasi asing
Peningkatan
pengaruh
Amerika
Serikat
melalui Pivot
Asia
12 Data diolah dari laporan International Energy Agency Tahun 2012 yang berjudul Oil & Gas
Security People’s Republic of China
4
AsiaPasifik
(Asia
Tenggara
dan
Australia
)
infrastruktur
Pelabuhan
di
Chittagong,
Bangladesh13
Pembangunan
infrastruktur
pelabuhan dan
pipa gas di
Sittwe,
Myanmar
Pembangunan
infrastruktur
pangkalan
Angkatan Laut
dan Angkatan
Udara
di
Kepulauan
Coco, Myanmar
Pembangunan
Kanal Cra di
Thailand
Impor gas alam
dari Indonesia
Pembangunan
infrastruktur
pangkalan
militer di Timor
Timur
Kerjasama
ASEAN dengan
RRC
dalam
ASEAN +3
Pengerahan
Angkatan Laut
ke Kepulauan
Spratly, di Laut
Cina
Selatan
yang diprediksi
memiliki
cadangan
minyak
sebanyak
25
milyar
barrel
dan
estimasi
cadangan
gas
alam sebanyak
Pengaruh RRC Eskalasi
yang kuat di
konflik Laut
pengambilan
Cina Selatan
keputusan
di
yang tinggi
ASEAN
dengan
melalui
Vietnam dan
Myanmar, Laos
Filipina
dan Kamboja
Peningkatan
Ketergantungan
pengaruh
pembangunan
Amerika
negara-negara
Serikat
berkembang di
melalui Pivot
Asia
Selatan
Asia
terhadap
Keberadaan
investasi asing
pangkalan
militer
Amerika
Serikat
di
Filipina,
Singapura
dan Australia
13 Op. Cit. Pehrson
5
AsiaPasifik
(Asia
Timur)
Asia
Tengah
7500 km3
Pembangunan
pangkalan
Angkatan Laut
di
Kepulauan
Paracel14
Ekspor minyak
ke Jepang
Ekspor minyak
ke
Korea
Selatan
Ekspor minyak
ke Korea Utara
Pengerahan
Armada Militer
ke Selat Taiwan
dan Laut Cina
Timur
Kerjasama
Shanghai
Cooperation
Organization
(SCO) dengan
Rusia,
Kazakhstan,
Kyrgyztan,
Tajikistan dan
Uzabekistan
Pengaruh RRC Instabilitas
yang
masih
kawasan Asia
kuat terhadap
Timur karena
rezim
perlombaan
pemerintahan
senjata tiga
Korea Utara
great powers
kawasan;
RRC, Jepang
dan
Korea
Selatan
Eskalasi
konflik Laut
Cina Timur
yang tinggi
dengan
Jepang
Peningkatan
pengaruh
Amerika
Serikat
melalui Pivot
Asia
Keberadaan
pangkalan
militer
Amerika
Serikat
di
Jepang,
Guam
dan
Hawaii
Ketergantungan Perebutan
pembangunan
pengaruh
negara-negara
antara RRC
berkembang di
dengan Rusia
Asia
Tengah
di kawasan
terhadap
Peningkatan
investasi asing
pengaruh
Pengaruh
Amerika
Amerika
Serikat
Serikat
yang
melalui Pivot
14 Op. Cit. Pehrson
6
masih lemah di
kawasan
Asia
Analisis
Penulis menggunakan teori realisme ofensif untuk menjelaskan strategi
Republik Rakyat Cina (RRC) dalam perang sumber daya strategis di kawasan
Timur Tengah dan Asia-Pasifik. Penjelasan teori realisme ofensif terfokus pada
perilaku great powers dan tujuan mereka untuk menjadi sebuah hegemon.
Selanjutnya, untuk mencapai hegemon, setidaknya negara harus memenuhi empat
hal;15 pertama, great powers harus membangun militer yang paling kuat di
wilayah mereka sendiri. Khususnya, mereka harus bisa mendominasi kekuatan
darat terlebih dahulu sebab kekuatan darat merupakan instrumen yang paling
penting dalam menaklukan dan mempertahankan sebuah wilayah, kemudian
kekuatan laut dan udara. Kedua, suatu negara harus mampu menguatkan
perekonomian mereka sebab ekonomi merupakan prasyarat paling penting dalam
membangun kekuatan militer. Ketiga, suatu negara harus membangun kekuatan
nuklir yang besar dibanding negara yang lain. Keempat adalah suatu negara harus
menjadi hegemon regional di kawasannya.
Menurut teori realisme ofensif, ada dua strategi dasar yang selalu dilakuan
oleh negara, yaitu balancing dan buck-passing. Balancing dilakukan dengan
melakukan pengawasan atas agresor yang mungkin muncul melalui internal
balancing dan external balancing. Internal balancing dapat dilakukan dengan
memperkuat militer, meningkatkan perekonomian dan membangun nuklir.
Sedangkan external balancing termasuk didalamnya adalah keanggotaan dalam
institusi internasional dan kerjasama bilateral dengan negara lain. Buckpassing
merupakan alternatif utama dari balancing. Suatu negara melakukan
penghindaran atas terjadinya perang dengan jalan menjadikan negara lain tameng
terhadap agresor.16
Strategi balancing merupakan strategi yang terlihat agresif karena great
powers terlibat langsung mengancam agresor yang ingin mengganggunya dalam
sistem internasional. Hal ini terlihat dalam kasus RRC, dengan pandangan bahwa
negara agresor adalah Amerika Serikat. RRC sebagai great powers dan hegemon
potensial akan cenderung menggunakan strategi yang tergolong ofensif. Oleh
karena itu RRC lebih memilih strategi balancing yang realisasinya terlihat di
kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara untuk menghadapi Amerika Serikat.
Sebaliknya, di kawasan Timur Tengah, Asia Tengah dan Asia Selatan, RRC lebih
memilih strategi buck-passing.
Secara umum, strategi string of pearls bisa dipahami sebagai kombinasi
strategi internal balancing dan external balancing. Sifat dari strategi internal
balancing dalam strategi string of pearls terlihat melalui peningkatan power RRC
yang indikatornya adalah pertumbuhan ekonomi dan modernisasi militer.
Sedangkan sifat dari strategi external balancing dalam strategi string of pearls
terlihat melalui upaya – upaya diplomatik yang dilakukan RRC melalui institusi
15 Mearsheimer, John J. 2001. The Tragedy of Great Power Politics. New York: W. W. Norton.
hal 119-124
16 Op. Cit. Mearsheimer, 131-132
7
multilateral dan kerjasama bilateral dengan negara – negara di kawasan Timur
Tengah dan Asia-Pasifik.
Penulis akan menganalisa strategi string of pearls di tiap kawasan melalui
pemodelan sebagai berikut:
Gambar 2 Pemodelan Strategi RRC di Timur Tengah
Perubahan
Orientasi Kebijakan
Luar Negeri Amerika
Serikat
Penurunan
Ketergantungan
Energi Amerika
Serikat di Timur
Tengah
Republik Rakyat Cina
External Balancing Saudi Arabia
China Peaceful
Development
Buck-passing
Qatar
Suriah
Sentimen Negatif
Terhadap Amerika
Serikat
I ran
I ntensitas Konflik
Tinggi
Kerenggangan
Hubungan
Diplomatik
Amerika Serikat
Tujuan perang sumber daya strategis di kawasan Timur Tengah adalah
sumber energi yaitu minyak bumi dan gas alam. Strategi yang dilakukan RRC
adalah melakukan external balancing dengan meningkatkan diplomasi energi dan
kerjasama ekonomi dengan beberapa negara seperti Arab Saudi dan Qatar. Upaya
ini dilakukan seiring dengan beberapa faktor, yaitu; perubahan orientasi kebijakan
luar negeri Amerika Serikat ke Asia-Pasifik, sentimen negatif negara-negara Arab
seperti Arab Saudi dan Qatar kepada Amerika Serikat karena mendukung Arab
Spring, penurunan ketergantungan energi Amerika Serikat di Timur Tengah
karena revolusi shale gas dan kebijakan luar negeri RRC yang berlandaskan
peaceful development. Persepsi peaceful development bahwa pertumbuhan
ekonomi dan modernisasi militer RRC tidak perlu dianggap negara-negara lain
sebagai ancaman, secara tidak langsung berpengaruh terhadap keterbukaan
negara-negara Timur Tengah untuk melakukan kerjasama dengan RRC.17
Strategi lain yang dilakukan RRC adalah buck-passing. Strategi ini
dilakukan terhadap dua negara yang memiliki sentimen negatif terhadap Amerika
Serikat, yaitu Suriah dan Iran. Bentuk dari buck-passing ini adalah dukungan
RRC kepada rezim pemerintahan Bashar Al-Assad di Suriah dan Iran pada saat
rezim pemerintahan Ahmadinejad. Upaya buck-passing ini dilakukan untuk
mengurangi pengaruh Amerika Serikat di kawasan Timur Tengah.
Peluang RRC untuk meningkatkan pengaruh di kawasan tersebut cukup
besar, mengingat Amerika Serikat memutuskan untuk fokus di kawasan AsiaPasifik. Selain itu, RRC sudah menjalin hubungan mesra dengan dua negara yang
menjadi “musuh” Amerika Serikat di kawasan Timur Tengah yaitu Iran dan
Suriah, ditambah peningkatan hubungan bilateral RRC dengan beberapa sekutu
tradisional Amerika Serikat, yaitu Arab Saudi dan Qatar. Secara tidak langsung,
17 Op. Cit. Pehrson, hal 8
8
peningkatan pengaruh RRC di Timur Tengah berdampak positif terhadap
penguasaan RRC atas sumber-sumber energi di Timur Tengah.
Gambar 3 Pemodelan Strategi RRC di Asia Selatan
Keterga ntungan
P emba ngunan
Ne gara-ne gara
Be rkemba ng di As ia
Sela tan Terhadap
I nves ta s i As ing
China P eaceful
Developme nt
Re publik Ra kyat Cina
Exte rna l Balancing
Bangla des h
Sentimen Nega tif
Ne gara -nega ra As ia
Sela tan terhadap
I ndia s e bagai Grea t
Po w ers di kaw a s an
Srilanka
Pa kis tan
P engamanan J alur
Tra ns portas i Minya k
Samudera Hindia
Strategi balancing yang dilakukan RRC di kawasan Asia Selatan merupakan
bentuk dari energy security tools yang mengacu kepada energy security tools
Amerika Serikat, kemudian menjadi salah satu alasan Amerika Serikat mampu
menjadi hegemon. Jika RRC bisa merealisasikan pembangunan fasilitas – fasilitas
di tempat-tempat yang telah disebutkan pada tabel 3, maka RRC mampu
mengontrol pengambilan minyak mentah di Timur Tengah dan Afrika sampai
pengirimannya ke Daratan China. Strategi string of pearls di negara – negara
tersebut merupakan counter RRC terhadap pengaruh Amerika Serikat di jalur
sutera. Asumsi ini didasarkan penjelasan Hendrajit dalam Sukmawan (2013)
bahwa string of pearls merupakan counter strategy dari RRC terhadap Amerika
Serikat untuk menguasai jalur sutera.18
Jalur sutera bisa dibagi kedalam tiga jalur yaitu; via jalur utara melalui
Kyrgystan, Kazakhstan, Uzbekistan, Turkmenistan, Iran, Iraq, Suriah, Turki
sampai ke Eropa; via jalur selatan melewati India, Pakistan, Afghanistan, Iran,
Iraq, Suriah, Mesir, Maroko sampai ke Eropa; dan via jalur alternatif melalui Laut
Cina Selatan, Selat Malaka, Samudera Hindia, Laut Merah dan Laut
Mediterania.19 Jika dianalisis lebih lanjut. Di jalur sutera utara yang pusatnya di
Asia Tengah, RRC memiliki pengaruh lebih besar daripada Amerika Serikat
melalui Shanghai Cooperation Organisation (SCO). Hal ini dijelaskan Walberg
(2011) bahwa SCO merupakan satu-satunya organisasi internasional besar yang
tidak ada Amerika Serikat maupun sekutu dekat Amerika Serikat sebagai
anggotanya. Di jalur sutera selatan yang pusatnya di Timur Tengah, Amerika
Serikat masih memiliki pengaruh yang lebih besar daripada RRC, walaupun di
masa depan ada kecenderungan pengaruh RRC meningkat lebih besar. Hal ini
dudukung fakta bahwa Amerika Serikat memiliki banyak sekutu dan basis militer
seperti di Afghanistan, Iraq, Kuwait dan Qatar.
18 Op. Cit. Sukmawan, hal 104
19 Op. Cit. Sukmawan, hal 105
9
Perebutan pengaruh antara kedua great powers terlihat di jalur sutera
tambahan yang terpusat di Samudera Hindia. Melalui strategi string of pearls,
RRC aktif melakukan diplomasi bilateral dengan negara – negara di sekitar
Samudera Hindia seperti Myanmar, Bangladesh, Srilanka, Pakistan dan Iran.
Perilaku RRC ini logis, sesuai pernyataan Alfred Mahan bahwa “whoever controls
the Indian Ocean dominates Asia... in the 21st cntury the destiny of the world will
be decided on its waves”.20
Gambar 4 Pemodelan Strategi RRC di Asia Timur dan Asia Tenggara
China Peaceful
Development
Ketergantungan
Pembangunan
Negara-negara
Berkembang di
Tenggara Terhadap
I nvestasi Asing
Republik Rakyat Cina
Timor Timur
Peningkatan
Kapabilitas Militer di
Laut Cina Timur
Myanmar
I ndonesia
I nternal Balancing
External Balancing
Korea Utara
Peningkatan
Kapabilitas Militer di
Laut Cina Selatan
J epang
Vietnam
Buck-passing
Korea Selatan
Amerika Serikat
Filipina
Sentimen Negatif
Terhadap Amerika
Serikat
Gambar 4 dapat menjelaskan bahwa RRC menggunakan strategi internal
balancing, external balancing dan buck-passing di kawasan Asia Timur dan Asia
Tenggara. Alasan penggunaan ketiga strategi ini karena kawasan Asia Timur dan
Tenggara lebih dinamis, maksudnya aktor yang lebih banyak; Amerika Serikat,
Jepang, Korea Selatan, Korea Utara, Australia, dan negara-negara ASEAN.
Kepentingan RRC pada kawasan ini lebih kompleks; kedaulatan wilayah di Laut
Cina Selatan dan Laut Cina Timur, pasar untuk produk RRC di Asia Tenggara,
jalur perdagangan dan pelayaran di Selat Malaka dan ketiga Alur Laut Kepulauan
Indonesia.
Mearsheimer (2001) menjelaskan bahwa strategi internal balancing dapat
dilakukan dengan peningkatan anggaran pertahanan dan pengerahan militer ke
suatu wilayah.21 Penulis menganggap perilaku agresif RRC di Laut Cina Selatan
dan Laut Cina Timur sebagai bentuk strategi internal balancing karena upaya –
upaya peningkatan kapabilitas militer RRC dan pengerahan kekuatan militer ke
dua perairan tersebut ditujukan untuk melindungi kepentingan nasional RRC. Dari
perspektif geopolitik RRC, Laut Cina Selatan merupakan “near seas” bersama
Laut Kuning dan Laut Cina Timur yang masuk dalam kategori vital interest.
Selain itu, jika dikaji secara strategis Laut Cina Selatan merupakan titik temu
sasaran geopolitik Amerika Serikat dan RRC yang sebenarnya, yaitu Samudera
Hindia. Hal ini dijelaskan oleh Bakrie dalam Sukmawan (2013) bahwa jika RRC
20 Pranoto, M Arief. 2013. “Konflik Laut Cina Selatan: Cermin Pergeseran Geopolitik Global”.
The Global Review Quarterly, Vol. 2, Januari 2013, Hal. 30-41
21 Op. Cit. Mearsheimer, hal 132
10
dan Amerika Serikat ingin meningkatkan pengaruhnya di Samudera Hindia, maka
harus berkompetisi terlebih dahulu di Laut Cina Selatan.22
Dari penjelasan tentang komparasi strategi RRC di kawasan Timur Tengah
dan Asia-Pasifik, strategi string of pearls cermin dari upaya balancing dan buckpassing -seperti istilah dalam teori realisme ofensif- yang sedang dilakukan RRC
dengan tujuan menjadi hegemon di kawasan Asia-Pasifik. Melalui strategi string
of pearls, RRC mencoba meningkatkan pengaruhnya di Samudera Hindia. Posisi
Laut Cina Selatan menjadi penting dalam strategi string of pearls karena
merupakan titik temu bagi upaya RRC menguasai Samudera Hindia dan
mengimbangi Amerika Serikat di Samudera Pasifik.
Tujuan RRC untuk menjadi hegemon di kawasan Asia-Pasifik dapat
dipahami mengingat: kepentingan RRC lebih banyak di kawasan Asia-Pasifik
daripada kawasan Timur Tengah, ancaman terhadap kepentingan nasional RRC
lebih nyata di kawasan Asia-Pasifik, terlebih lagi Amerika Serikat berinisiatif
melakukan Pivot Asia.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Dalam konteks strategi string of pearls, RRC melakukan upaya balancing
karena alasan – alasan berikut; pertama, dalam posisi hegemon potensial upaya
yang dilakukan RRC logis dan rasional; kedua, di kawasan Asia-Pasifik, RRC
dikelilingi oleh mayoritas negara – negara yang lebih dekat kepada Amerika
Serikat sehingga lebih sulit untuk melakukan buck-passing, akan lebih mudah
melakukan external balancing. Selanjutnya, dari perspektif RRC setidaknya ada
dua kemungkinan di masa depan, yaitu; pertama, akan terus melakukan upaya
balancing melalui string of pearls di kawasan Timur Tengah dan Asia-Pasifik;
kedua, lebih intensif melakukan strategi buck-passing terhadap Amerika Serikat
dengan negara – negara lain di kawasan Asia-Pasifik, tidak hanya terpaku di
Myanmar dan Korea Utara.
Sebenarnya baik di kawasan Timur Tengah dan Asia-Pasifik, posisi RRC
dalam perebutan sumber daya strategis jauh lebih menguntungkan, hanya saja
potensi ancaman lebih besar di kawasan Asia-Pasifik. Di kawasan Timur Tengah
posisi RRC kedepannya menguntungkan karena Amerika Serikat perlahan – lahan
mundur dari kawasan tersebut. Idealnya, RRC terus melakukan upaya diplomatik
(external balancing) terhadap sekutu-sekutu tradisional Amerika Serikat di sekitar
Teluk. Jika dapat dilakukan maka keamanan energi RRC dari aspek ketersediaan
dan akses dipastikan dapat terpenuhi dari Timur Tengah.
Di kawasan Asia-Pasifik, posisi RRC di beberapa sub-kawasan juga lebih
menguntungkan. Di sub-kawasan Asia Selatan, program pembangunan
infrastruktur di beberapa negara hendaknya dilanjutkan untuk mengamankan
pengaruh RRC atas kawasan dan mengamankan akses transportasi energi dari
Timur Tengah. Di sub-kawasan Asia Tengah, fungsi dan peran SCO sebagai
organisasi regional perlu ditingkatkan untuk mencegah kehadiran pengaruh
Amerika Serikat di kawasan tersebut, dapat diprediksi bahwa Asia Tengah
merupakan lumbung energi RRC di masa mendatang. Sedangakan di sub-kawasan
Asia Timur dan Asia Tenggara, upaya internal balancing yang dilakukan RRC
dapat berpengaruh terhadap instabilitas kawasan, hendaknya upaya-upaya
22 Op. Cit. Sukmawan, 2011
11
external balancing dalam bentuk kerjama bilateral dan peningkatan hubungan
diplomatik lebih dilakukan.
Daftar Pustaka
12
Buszynski, Leszek dan Sazlan, Iskandar. 2007. “Maritime Claims and Energy
Cooperation in the South China Sea”. Contemporary Southeast Asia: A
Journal of International and Strategic Affairs, Vol. 29, No. 1
Harri, Lai Hongyi. 2007. “China’s Oil Diplomacy: Is It a Global Security
Threat?”. Third World Quarterly, Vol. 28, No. 3
International Energy Agency. 2012. Oil & Gas Security: Emergency Response of
IEA Countries
Mearsheimer, John J. 2001. The Tragedy of Great Power Politics. New York: W.
W. Norton
Pehrson, Christopher. 2006. String of Pearls: meeting the challenge of china’s
rising
power
across
the
asian
littoral,
dalam
www.strategicstudiesinstitute.army.mil/pdffiles/pub721.pdf.
Diakses 17
Oktober 2014
Pranoto, M Arief. 2013. “Konflik Laut Cina Selatan: Cermin Pergeseran
Geopolitik Global”. The Global Review Quarterly, Vol. 2, Januari 2013
Pranoto, M Arief dan Hendrajit. 2013. “Membaca Langkah Strategis AS; Geser
Medan Tempur Dari Timur Tengah Ke Asia Tenggara”. The Global Review
Quarterly, Vol. 2, Januari 2013
U.S Secretary of Defense. 2007. Annual Report to Congress: Military Power of
The
People’s
Republic
of
China
2007,
dalam
www.defense.gov/pubs/pdfs/070523-china-military-power-final.pdf.
Diakses 17 Oktober 2014
Sukmawan, Denny Indra. 2013. Ancaman Kerjasama Militer Amerika Serikat dan
Filipina Terhadap Strategi String of Pearls Republik Rakyat Cina di Laut
Cina Selatan. Universitas Padjadjaran
Zhang, Ming dan Montaperto, Ronald N. 1999. A Thief of Another Kind: The
United States, China and Japan. United Kingdom: Macmillan.
13