pertanian (7) SDA Pertanian SDA Pertanian

makalah ekologi lahan basah
manfaat dan fungsi hutan mangrove
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan RahmatNya,
sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul ”Manfaat Dan
Fungsi Hutan Mangrove”
Pada kesempatan ini, penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu penyusunan makalah ini.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini tak luput dari kesalahan dan
kekeliruan, untuk itu sudilah kiranya memberikan saran serta kritik yang bersifat
membangun agar makalah ini menjadi lebih sempurna dan berguna bagi semua pihak.
Akhirnya penyusun berharap semoga makalah ini berguna untuk kita semua.
Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, penyusun hanyalah manusia biasa yang ingin
memberikan yang terbaik untuk perubahan bangsa ini menjadi lebih baik.
Pontianak,

Juni 2010
Penyusun
BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah
kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000 km.
Wilayah

pantai

dan

pesisir

memiliki

arti

yang

strategis

karena


merupakan wilayah interaksi/peralihan (interface) antara ekosistem darat dan laut yang
memiliki sifat dan ciri yang unik, dan mengandung produksi biologi cukup besar serta jasa
lingkungan lainnya. Kekayaan sumber daya yang dimiliki wilayah tersebut menimbulkan
daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan secara langsung atau untuk meregulasi
pemanfaatannya karena secara sektoral memberikan sumbangan yang besar dalam kegiatan
ekonomi misalnya pertambangan, perikanan, kehutanan, industri, pariwisata dan lain-lain.
Wilayah pesisir merupakan ekosistem transisi yang dipengaruhi daratan dan lautan,
yang mencakup beberapa ekosistem, salah satunya adalah ekosistem hutan mangrove. Hutan

mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan penting di wilayah pesisir dan
kelautan. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan,
tempat pemijahan dan asuhan (nursery ground) berbagai macam biota, penahan abrasi pantai,
amukan angin taufan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah interusi air laut, hutan
mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis yang tinggi seperti sebagai penyedia kayu,
obat-obatan, alat dan teknik penangkapan ikan.
hutan mangrove sebagai salah satu ekosistem wilayah pesisir dan lautan yang sangat
potensial bagi kesejahteraan masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan hidup,
namun sudah semakin kritis ketersediaannya. di beberapa daerah wilayah pesisir di indonesia
sudah terlihat adanya degradasi dari hutan mangrove akibat penebangan hutan mangrove
yang melampaui batas kelestariannya. hutan mangrove telah dirubah menjadi berbagai

kegiatan pembangunan seperti perluasan areal pertanian, pengembangan budidaya
pertambakan, pembangunan dermaga dan lain sebagainya. hal seperti ini terutama terdapat di
aceh, sumatera, riau, pantai utara jawa, sulawesi selatan, bali, dan kalimantan timur. kegiatan
pembangunan tidak perlu merusak ekosistem pantai dan hutan mangrovenya, asalkan
mengikuti penataan yang rasional, yaitu dengan memperhatikan segi-segi fungsi ekosistem
pesisir dan lautan dengan menata sempadan pantai dan jalur hijau dan mengkonservasi jalur
hijau hutan mangrove untuk perlindungan pantai, pelestarian siklus hidup biota perairan
pantai (ikan dan udang, kerang, penyu), terumbu karang, rumput laut, serta mencegah intrusi
air laut. salah satunya model pendekatan pengelolaan sumberdaya alam termasuk didalamnya
adalah sumberdaya hutan mangrove adalah pendekatan pengelolaan yang berbasis
masyarakat. selama ini, kebijakan pengelolaan sumberdaya alam dikontrol kuat oleh negara
yang pengelolaannya selalu didelegasikan kepada pengusaha besar, jarang kepada rakyat
kecil. pemerintah sepertinya kurangpercaya bahwa rakyat mampu mengelola sumberdaya
alam yang ada di lingkungannya (sallatang dalam golar, 2002). berdasarkan hal di atas, maka
makalah ini mencoba menguraikan bagaimana pemulihan mangrove berdasarkan pendekatan
kepada masyarakat yang berada di kawasan ekosistem mengrove.

B. Rumusan Masalah
1.apa yang dimaksud dengan hutan mangrove?
2. bagaimana manfaat atau fungsi yang dihasilkan dari hutan mangrove?

3. apakah fektor yang menyebabkan rusaknya hutan mangrove dan bagaiman cara
penanggulanganya?
C. Tujuan

pembuatan makalah ini dimaksudkan Untuk mrngetahui apa manfaat atau fungsi yang
dihasilkan oleh hutan mangrove.

BAB II PEMBAHASAN
1. Definisi Mangrove
Mangrove berasal dari kata mangal yang menunjukkan komunitas suatu tumbuhan
(Odum. 1983). Di Suriname, kata mangro pada mulanya merupakan kata yang umum dipakai
untuk jenis Rhizophora mangle (Karsten 1890 dalam Chapman 1976). Di Portugal, kata
mangue digunakan untuk menunjukkan suatu individu pohon dan kata mangal untuk
komunitas pohon tersebut. Di Perancis, padanan yang digunakan untuk mangrove adalah kata
menglier. MacNae (1968) menggunakan kata mangrove untuk individu tumbuhan dan mangal
untuk komunitasnya. Di lain pihak, Tomlinson (1986) dalam Wightman (1989) menggunakan
kata mangrove baik untuk tumbuhan maupun komunitasnya, dan Davis (1940) dalam Walsh
(1974) menyebutkan bahwa kata mangrove merupakan istilah umum untuk pohon yang hidup
di daerah yang berlumpur, basah dan terletak di perairan pasang surut daerah tropis.
Meskipun terdapat perbedaan dalam penggunaan kata, Mepham dan Mepham (1985)dalam

Wightman (1989) menyatakan bahwa pada umumnya tidak perlu dikacaukan dalam
penggunaan kontekstual dari kata-kata tersebut.
Beberapa ahli mengemukakan definisi hutan mangrove, seperti Soerianegara dan
Indrawan (1982) menyatakan bahwa hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah
pantai, biasanya terdapat di daerah teluk dan di muara sungai yang dicirikan oleh: (1) tidak
terpengaruh iklim; (2) dipengaruhi pasang surut; (3) tanah tergenang air laut; (4) tanah rendah
pantai; (5) hutan tidak mempunyai struktur tajuk; (6) jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri
atas api-api (Avicenia Sp), pedada (Sonneratia), bakau (Rhizophora Sp), lacang (Bruguiera
Sp), nyirih (Xylocarpus Sp), nipah (Nypa Sp) dan lain-lain.

Kusmana (2002),

mengemukakan bahwa mangrove adalah suatu komunitas

tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut di daerah
pasang surut. Hutan mangrove adalah tipe hutan yang secara alami dipengaruhi oleh pasang
surut air laut, tergenang pada saat pasang naik dan bebas dari genangan pada saat pasang
rendah. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan
abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat mangrove.Menurut Steenis (1978),
yang dimaksud dengan “mangrove” adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis

pasang surut.
Nybakken (1988), menyatakan hutan mangrove adalah sebutan umum yang
digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi oleh
beberapa species pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk
tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove disebut juga “Coastal Woodland” (hutan
pantai) atau “Tidal Forest” (hutan surut)/hutan bakau, yang merupakan formasi tumbuhan
litoral yang karakteristiknya terdapat di daerah tropika (Saenger,1983)
2. Fungsi Atau Manfaat Hutan Mangrove
Saenger (1983); Salim (1986); dan Naamin (1990) menyatakan bahwa fungsi
ekosistem mangrove mencakup: fungsi fisik; menjaga garis pantai agar tetap stabil,
melindungi pantai dari erosi laut (abrasi) dan intrusi air laut; dan mengolah bahan limbah.
Fungsi biologis ; tempat pembenihan ikan, udang, tempat pemijahan beberapa biota air;
tempat bersarangnya burung; habitat alami bagi berbagai jenis biota. Fungsi ekonomi sebagai
sumber bahan bakar (arang kayu bakar), pertambakan, tempat pembuatan garam, dan bahan
bangunan. Ekosistem mangrove, baik secara sendiri maupun secara bersama dengan
ekosistem padang lamun dan terumbu karang berperan penting dalam stabilisasi suatu
ekosistem pesisir, baik secara fisik maupun secara biologis, disamping itu, ekosistem
mangrove merupakan sumber plasma nutfah yang cukup tinggi (misal, mangrove di
Indonesia terdiri atas 157 jenis tumbuhan tingkat tinggi dan rendah, 118 jenis fauna laut dan
berbagai jenis fauna darat (Kusmana, 2002). Ekosistem mangrove juga merupakan

perlindungan pantai secara alami untuk mengurangi resiko terhadap bahaya tsunami. Hasil
penelitian yang dilakukan di Teluk Grajagan, Banyuwangi, Jawa Timur, menunjukkan bahwa
dengan adanya ekosistem mangrove telah terjadi reduksi tinggi gelombang sebesar 0,7340,
dan perubahan energi gelombang sebesar (E) = 19635.26 joule (Pratikto dkk., 2002).
Karena karakter pohon mangrove yang khas, ekosistem mangrove berfungsi sebagai peredam
gelombang dan badai, pelindung abrasi, penahan lumpur, dan

perangkap sedimen.

Disamping itu, ekosistem mangrove juga merupakan penghasil detritus dan merupakan
daerah asuhan (nursery ground), daerah untuk mencari makan (feeding ground), serta daerah
pemijahan (spawning ground) bagi berbagai jenis ikan, udang, dan biota laut lainnya. Juga
sebagai pemasok larva ikan, udang, dan sebagai tempat pariwisata. Menurut Hardjosento
(1981) dalam Saenger

(1983), hasil dari hutan mangrove dapat berupa kayu, bahan

bangunan, chip, kayu bakar, arang kulit kayu yang menghasilkan

tanin


(zat penyamak)

dan lain-lain. Selanjutnya Saenger, (1983) juga merinci hasil-hasil produk dari ekosistem
hutan mangrove berupa :
a. Bahan bakar; kayu bakar, arang dan alkohol.
b. Bahan bangunan; balok perancah, bangunan, jembatan, balok rel kereta api,
pembuatan kapal, tonggak dan atap rumah. Tikar bahkan pagar pun menggunakan jenis yang
berasal dari hutan mangrove.
c. Makanan; obat-obatan dan minuman, gula alkohol, asam cuka, obat- obatan.
d. Perikanan; tiang-tiang untuk perangkap ikan, pelampung jaring, pengeringan ikan, bahan
penyamak jaring dan lantai.
e. Pertanian, makanan ternak, pupuk dsb.
f. Produksi kertas; berbagai macam kertas
Hutan mangrove merupakan sumber daya alam daerah tropis yang mempunyai manfaat
ganda baik dari aspek sosial ekonomi maupun ekologi. Besarnya peranan ekosistem hutan
mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan baik yang hidup di
perairan, di atas lahan maupun di tajuk- tajuk pohon mangrove atau manusia yang bergantung
pada hutan mangrove tersebut (Naamin, 1991). Manfaat ekonomis diantaranya terdiri atas
hasil berupa kayu (kayu bakar, arang, kayu konstruksi) dan hasil bukan kayu (hasil hutan

ikutan dan pariwisata). Manfaat ekologis, yang terdiri atas berbagai fungsi lindungan baik
bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis fauna,
diantaranya :
• Sebagai proteksi dari abrasi/erosi, gelombang atau angin kencang
• Pengendali intrusi air laut
• Habitat berbagai jenis fauna
• Sebagai tempat mencari makan, memijah dan berkembang biak berbagai
jenis ikan dan udang
• Pembangun lahan melalui proses sedimentasi
• Pengontrol penyakit malaria
• Memelihara kualitas air (meredukasi polutan, pencemar air)

• Penyerap CO2 dan penghasil O2 yang relatif tinggi disbanding tipe hutan lain.
Lebih lanjut Dinas Perikanan Provinsi Jawa Timur (1994), menyatakan bahwa
ekosistem hutan mangrove mempunyai peranan dan fungsi penting yang dapat mendukung
kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung, adalah sebagai berikut
1. Fungsi ekologis ekosistem hutan mangrove menjamin terpeliharanya:
a. Lingkungan fisik, yaitu perlindungan pantai terhadap pengikisan oleh ombak dan angin,
pengendapan sedimen, pencegahan dan pengendalian intrusi air laut ke wilayah daratan serta
pengendalian dampak pencemaran air laut.

b. Lingkungan biota, yaitu sebagai tempat berkembang biak dan berlindung biota perairan
seperti ikan, udang, moluska dan berbagai jenis reptil serta jenis-jenis burung serta mamalia.
c. Lingkungan hidup daerah di sekitar lokasi (khususnya iklim makro).
2. Fungsi Sosial dan ekonomis, yaitu sebagai:
a. Sumber mata pencaharian dan produksi berbagai jenis hasil hutan dan
hasil hutan ikutannya.
b. Tempat rekreasi atau wisata alam.
c. Obyek pendidikan, latihan dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Secara garis besar ekosistem hutan mangrove mempunyai dua fungsi utama, yaitu fungsi
ekologis dan fungsi sosial ekonomi Dahuri (2004).
Fungsi ekologis ekosistem hutan adalah sebagai berikut :
a.

Dalam ekosistem hutan mangrove terjadi mekanisme hubungan antara ekosistem mangrove
dengan jenis-jenis ekosistem lainnya seperti padang lamun dan terumbu karang.

b.

Dengan sistem perakaran yang kokoh ekosistem hutan mangrove mempunyai kemampuan
meredam gelombang, menahan lumpur dan melindungi pantai dari abrasi, gelombang pasang

dan taufan.

c.

Sebagai pengendalian banjir, hutan mangrove yang banyak tumbuh di daerah estuaria juga
dapat berfungsi untuk mengurangi bencana banjir.

d.

Hutan mangrove dapat berfungsi sebagai penyerap bahan pencemar (environmental service),
khususnya bahan-bahan organic.

e.

Sebagai penghasil bahan organik yang merupakan mata rantai utama dalam jaring-jaring
makanan di ekosistem pesisir, serasah mangrove yang gugur dan jatuh ke dalam air akan
menjadi substrat yang baik bagi bakteri dan sekaligus berfungsi membantu proses
pembentukan daun-daun tersebut menjadi detritus. Selanjutnya detritus menjadi bahan
makanan bagi hewan pemakan seperti : cacing, udang-udang kecil dan akhirnya hewanhewan ini akan menjadi makanan larva ikan, udang, kepiting dan hewan lainnya.

f.

Merupakan daerah asuhan (nursery ground) hewan-hewan muda (juvenile stage) yang akan
bertumbuh kembang menjadi hewan-hewan dewasa dan juga merupakan daerah pemijahan
(spawning ground) beberapa perairan seperti udang, ikan dan kerang-kerangan.
g.

Intrusi Air Laut
Intrusi atau peresapan air laut yang mencemari air tanah, ini dikarenakan proses

penanaman vegetasi di pesisir, optimalisasi resapan air, dan pengurangan eksploitasi air tanah
tidak berjalan. Pada daerah yang berdekatan dengan pantai atau dekat dengan laut, maka
terjadi pertemuan antara air laut dengan air tawar yang kita kenal dengan sebutan interface.
Interface ini bisa menjorok ke arah laut dan juga bisa juga menjorok ke arah darat tergantung
besar kecilnya imbuhan air hujan. Apabila imbuhan air hujan lebih sangat besar, maka
interface akan menjorok ke arah laut, sedangkan imbuhan air hujan sedikit atau tidak ada
sama sekali, maka interface akan menjotok ke arah darat.
Perubahan di dalam tanah oleh imbuhan atau perubahan luar aliran dalam daerah air
tawar, menyebabkan perubahan interface. Penurunan aliran air tawar yang masuk ke laut
menyebabkan interface bergerak ke dalam tanah dan menghasilkan intrusi air asin ke dalam
akuifer. Sebaliknya suatu peningkatan aliran air tawar mendorong interface ke arah laut. Laju
gerakan interface dan respon tekanan akuifer tergantung kondisi batas dan sifat akuifer pada
kedua sisi interface.
Sedangkan menurut Davis, Claridge dan Natarina (1995), hutan mangrove memiliki
fungsi dan manfaat sebagai berikut :
1. Habitat satwa langka
Hutan bakau sering menjadi habitat jenis-jenis satwa. Lebih dari 100 jenis burung hidup
disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan bakau merupakan tempat
mendaratnya ribuan burug pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka Blekok Asia
(Limnodrumus semipalmatus)
2. Pelindung terhadap bencana alam
Vegetasi hutan bakau dapat melindungi bangunan, tanaman pertanian atau vegetasi alami dari
kerusakan akibat badai atau angin yang bermuatan garam melalui proses filtrasi.
3. Pengendapan lumpur
Sifat fisik tanaman pada hutan bakau membantu proses pengendapan lumpur. Pengendapan
lumpur berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur hara air, karena bahan-bahan
tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur. Dengan hutan bakau, kualitas air laut terjaga

dari endapan lumpur erosi.
4. Penambah unsur hara
Sifat fisik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan terjadi pengendapan. Seiring
dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang berasal dari berbagai sumber,
termasuk pencucian dari areal pertanian.
5. Penambat racun
Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat pada permukaan
lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air. Beberapa spesies tertentu
dalam hutan bakau bahkan membantu proses penambatan racun secara aktif
6. Transportasi
Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang paling efisien
dan paling sesuai dengan lingkungan.
7. Sumber plasma nutfah
Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya baik bagi perbaikan jenis-jenis
satwa komersial maupun untukmemelihara populasi kehidupan liar itu sendiri.
8. Rekreasi dan pariwisata
Hutan bakau memiliki nilai estetika, baik dari faktor alamnya maupun dari kehidupan yang
ada di dalamnya. Hutan mangrove memberikan obyek wisata yang berbeda dengan obyek
wisata alam lainnya. Karakteristik hutannya yang berada di peralihan antara darat dan laut
memiliki keunikan dalam beberapa hal. Para wisatawan juga memperoleh pelajaran tentang
lingkungan langsung dari alam. Kegiatan wisata ini di samping memberikan pendapatan
langsung bagi pengelola melalui penjualan tiket masuk dan parkir, juga mampu
menumbuhkan perekonomian masyarakat di sekitarnya dengan menyediakan lapangan kerja
dan kesempatan berusaha, seperti membuka warung makan, menyewakan perahu, dan
menjadi pemandu wisata.
9. Sarana pendidikan dan penelitian
Upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan laboratorium lapang
yang baik untuk kegiatan penelitian dan pendidikan.
10. Memelihara proses-proses dan sistem alami
Hutan bakau sangat tinggi peranannya dalam mendukung berlangsungnya proses-proses
ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya.
11. Penyerapan karbon
Proses fotosentesis mengubah karbon anorganik (C02) menjadi karbon organik dalam bentuk

bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk dan melepaskan karbon
kembali ke atmosfer sebagai (C02). Akan tetapi hutan bakau justru mengandung sejumlah
besar bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, hutan bakau lebih berfungsi sebagai
penyerap karbon dibandingkan dengan sumber karbon.
12. Memelihara iklim mikro
Evapotranspirasi hutan bakau mampu menjaga ketembaban dan curah hujan kawasan
tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.
13. Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam
Keberadaan hutan bakau dapat mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi
berkembangnya kondisi alam.
3. Penyebab Rusaknya Ekosistem Mangrove
Seperti kita ketahui, hutan mangrove merupakan tipe ekosistem peralihan darat dan
laut yang mempunyai multi fungsi, yaitu selain sebagai sumberdaya potensial bagi
kesejahteraan masyarakat dari segi ekonomi, sosial juga merupakan pelindung pantai dari
hempasan ombak. Oleh karena itu dalam usaha pengembangan ekonomi kawasan mangrove
seperti pembangkit tenaga listrik, lokasi rekreasi, pemukiman dan sarana perhubungan serta
pengembangan pertanian pangan, perkebunan,

perikanan dan kehutanan harus

mempertimbangkan daya dukung lingkungan dan kelestarian sumber daya wilayah pesisir.
Pertumbuhan penduduk yang pesat menyebabkan tuntutan untuk mendayagunakan
sumberdaya mangrove terus meningkat. Secara garis besar ada dua faktor penyebab
kerusakan hutan mangrove, yaitu :
1. Faktor manusia
yang merupakan faktor dominan penyebab kerusakan hutan mangrove dalam hal
pemanfaatan lahan yang berlebihan.
2.

Faktor alam, seperti : banjir, kekeringan dan hama penyakit, yang merupakan faktor
penyebab yang relatif kecil (Tirtakusumah, 1994).
Faktor-faktor yang mendorong aktivitas manusia untuk memanfaatkan hutan mangrove
dalam rangka mencukupi kebutuhannya sehingga berakibat rusaknya hutan (Perum Perhutani
1994), antara lain :

a. Keinginan untuk membuat pertambakan dengan lahan yang terbuka dengan harapan
ekonomis dan menguntungkan, karena mudah dan murah.
b. Kebutuhan kayu bakar yang sangat mendesak untuk rumah tangga, karena tidak ada pohon
lain di sekitarnya yang bisa ditebang.

c. Rendahnya pengetahuan masyarakat akan berbagai fungsi hutan mangrove.
d. Adanya kesenjangan sosial antara petani tambak tradisional dengan pengusaha tambak
modern, sehingga terjadi proses jual beli lahan yang sudah tidak rasional.

Menurut Soesanto dan Sudomo (1994) Kerusakan ekosistem mangrove

dapat

disebabkan oleh berbagai hal, antara lain :
1. Kurang dipahaminya kegunaan ekosistem mangrove.
2. Tekanan ekonomi masyarakat miskin yang bertempat tinggal dekat
atau sebagai bagian dari ekosistem mangrove.
3. Karena pertimbangan ekonomi lebih dominan daripada pertimbangan
lingkungan hidup.
4. Upaya Pelestarian Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove yang rusak dapat dipulihkan dengan cara restorasi/rehabilitasi.
Restorasi dipahami sebagai usaha mengembalikan kondisi lingkungan kepada kondisi
semula secara alami. Campur tangan manusia diusahakan sekecil mungkin terutama dalam
memaksakan keinginan untuk menumbuhkan jenis mangrove tertentu menurut yang
dipahami/diingini manusia. Dengan demikian, usaha restorasi semestinya mengandung
makna memberi jalan/peluang kepada alam untuk mengatur/memulihkan dirinya sendiri.
Kita manusia pelaku mencoba membuka jalan dan peluang serta mempercepat proses
pemulihan terutama karena dalam beberapa kondisi, kegiatan restorasi secara fisik akan lebih
murah dibanding kita memaksakan usaha penanaman mangrove secara langsung. Restorasi
perlu dipertimbangkan ketika suatu sistem telah berubah dalam tingkat tertentu sehingga
tidak dapat lagi memperbaiki atau memperbaharui diri secara alami. Dalam kondisi seperti
ini, ekositem homeastatis telah berhenti secara permanen dan proses normal untuk suksesi
tahap kedua atau perbaikan secara alami setelah kerusakan terhambat oleh berbagai sebab.
Secara umum, semua habitat bakau dapat memperbaiki kondisinya secara alami dalam waktu
15 - 20 tahun jika: (1) kondisi normal hidrologi tidak terganggu, dan (2) ketersediaan biji dan
bibit serta jaraknya tidak terganggu atau terhalangi. Jika kondisi hidrologi adalah normal
atau mendekati normal tetapi biji bakau tidak dapat mendekati daerah restorasi, maka dapat

direstorasi dengan cara penanaman. Oleh karena itu habitat bakau dapat diperbaiki tanpa
penanaman, maka rencana restorasi harus terlebih dahulu melihat potensi aliran air laut yang
terhalangi atau tekanan-tekanan lain yang mungkin menghambat perkembangan bakau
(Kusmana, 2005). Dahuri dkk (1996) menyatakan, terdapat tiga parameter lingkungan yang
menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove, yaitu: (1) suplai air tawar dan
salinitas, dimana ketersediaan air tawar dan konsentrasi kadar garam (salinitas)
mengendalikan

efisiensi metabolik

dari ekosistem hutan mangrove. Ketersediaan

air tawar tergantung pada (a) frekuensi dan volume air dari system sungai dan irigasi dari
darat, (b) frekuensi dan volume air pertukaran pasang surut, dan (c) tingkat evaporasi ke
atmosfer. (2) Pasokan nutrien: pasokan nutrient bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh
berbagai proses yang saling terkait, meliputi input dari ion-ion mineral an-organik dan bahan
organik serta pendaurulangan nutrien. Secara internal melalui jaringan-jaringan makanan
berbasis detritus (detrital food web).

BAB IV PENUTUP

Begitu banyak manfaat yang dapat kita peroleh dari keberadaan hutan mangrove.
Namun sayang kondisi hutan mangrove yang ada pada saat ini banyak yang mengalami
degradasi secara kualitas maupun kuantitas yang sebagian besar sebagai dampak dari
kegiatan manusia antara lain:
Pemanfaatan lahan untuk usaha budidaya pertanian, perkebunan, peternakan, tambak
dan pemukiman; Pembangunan berbagai fasilitas ekonomi, pertanian dan pariwisata;
Pemanfaatan hutan mangrove oleh masyarakat secara tradisional untuk menambatkan perahu
nelayan, tempat mencari makan bagi ternak yang tidak terkendali serta penebangan untuk
kayu bakar.

DAFTAR PUSTAKA
Dahuri, R, J. Rais, S.P. Ginting, M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan
Laut Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.
Dahuri, R. 2002. Integrasi Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengelolaan Ekosistem mangrove di
Jakarta, 6-7 Agustus 2002
Kusmana, C. 2005. Rencana Rehabilitasi Hutan Mangrove dan Hutan Pantai Pasca Tsunami di NAD
dan Nias. Makalah dalam Lokakarya Hutan mangrove Pasca sunami, Medan, April 2005
Paimin, E. Savitri, S. Hartati. Pedoman Survai Sumberdaya Lahan Untuk Perencanaan Konservasi
Tanah di Indonesia. Cet. Ke-3. Project Report No 2. Sci. Report No.11. MOF-DENGANRLR
and DSIR. Hudson, N. 1971. Soil Conservation. BT Basford Ltd.
Anonim, 2009. Mangrove, http://uwityangyoyo.files.wordpress.com, tanggal akses 5 Desember
2010.
Anonim , 2009. hutan-mangrove, http://matoa.org. tanggal akses 5 Desember 2010.
Anonim , 2009. Hutan_bakau. http://id.wikipedia.org. Tanggal akses. 6 Desember 2010

Manfaat Lahan Basah
Manfaat langsung dari lahan basah bagi kehidupan dapat kita lihat di pesisir pantai.
Mangrove dan terumbu karang dapat mencegah abrasi air laut

Jika wilayah pesisir pantai rusak maka resapan air laut akan masuk ke lahan pertanian
sehingga dapat merusaknya. Jika air laut meresap ke wilayah pemukiman maka air
sumur penduduk akan berubah menjadi asin. Terjadi proses fisika-kimia dan biologi di
suatu ekosistem. Yaitu pergerakan air melalui lahan basah ke sungai atau laut;
pembusukan bahan organik; pelepasan unsur nitrogen, sulfur, dan karbon ke atmosfir;
pengambilan unsur hara, sedimen dan bahan organik dari air ke dalam lahan basah.; dan
pertumbuhan serta perkembangan seluruh organisme yang memerlukan lahan basah
untuk kehidupannya.
Jika wilayah pesisir pantai rusak maka
resapan air laut akan masuk ke lahan
pertanian sehingga dapat merusaknya.
Jika air laut meresap ke wilayah
pemukiman maka air sumur penduduk
akan berubah menjadi asin. Terjadi proses
fisika-kimia dan biologi di suatu
ekosistem. Yaitu pergerakan air melalui
lahan basah ke sungai atau laut;
pembusukan bahan organik; pelepasan
unsur nitrogen, sulfur, dan karbon ke
atmosfir; pengambilan unsur hara,
sedimen dan bahan organik dari air ke
dalam lahan basah.; dan pertumbuhan
serta perkembangan seluruh organisme
yang memerlukan lahan basah untuk
kehidupannya.

Sampah yang menumpuk di muara sungai

Memelihara lahan basah pesisir akan mendukung fungsi ekologi. Karena lahan basah itu
akan menahan sedimen darat yang dapat mencemari laut.

Daerah di pesisir pantai
Penduduk yang tinggal di sekitar pesisir dan sungai memanfaatkannya sebagai sarana
transportasi, sementara itu beberapa wilayah lahan basah yang asri bermanfaat sebagai
daerah tujuan wisata yang terkenal namanya dengan ekowisata

LAHAN BASAH DAN PERANANNYA
BAGI MASYARAKAT
Dipublikasi pada April 26, 2011 oleh MugiKurniawan
Pengertian lahan basah
Lahan basah adalah suatu wilayah yang tergenang air, baik alami maupun buatan, tetap atau
sementara, mengalir atau tergenang, tawar asin atau payau, termasuk di dalamnya wilayah
laut yang kedalamannya kurang dari 6 m pada waktu air surut paling rendah. Taman Nasional
Komodo merupakan kawasan konservasi yang memiliki keanekaragaman hayati sangat tinggi
baik itu di wilayah terestrial maupun perairan. Di wilayah perairan, lahan basah memiliki
peranan yang sangat vital bagi denyut nadi konservasi jangka panjang.
Jenis-jenis dan manfaat lahan basah di Taman Nasional Komodo.
Jenis-jenis lahan basah dapat berupa rawa, hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun,
danau, muara, sungai, sawah, tambak dan kolam garam. Lahan basah yang ada di Taman
Nasional Komodo dapat ditemukan dalam bentuk hutan mangrove, terumbu karang, dan
padang lamun.
Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau
tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri
tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran
yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu
cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob. Akar pohon
dari jenis mangrove mempunyai bentuk adaptasi untuk keperluan respirasi. Bisa berupa akar
lutut, akar tunjang, maupun bentuk yang lainnya. Beberapa jenis mangrove yang terkenal
antara lain Bakau (Rhizopora spp.), Api-api (Avicennia spp.), Pedada (Sonneratia spp.)
dan Tancang (Bruguiera spp.)

Gambar 1. Peta penyebaran vegetasi rumput laut dan bakau di Taman Nasional Komodo

Terumbu karang merupakan sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis
tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Hewan karang bentuknya aneh, menyerupai batu
dan mempunyai warna dan bentuk beraneka rupa. Hewan ini disebut polip, merupakan hewan
pembentuk utama terumbu karang yang menghasilkan zat kapur. Polip-polip ini selama
ribuan tahun membentuk terumbu karang. Zooxanthellae merupakan suatu jenis algae yang
bersimbiosis dalam jaringan karang. Zooxanthellae ini melakukan fotosintesis menghasilkan
oksigen yang berguna untuk kehidupan hewan karang
Gambar 2. Peta penyebaran terumbu karang di Taman
Nasional Komodo
Gambar 3. Terumbu karang dangkal (gosong) di depan Kampung Rinca.
Padang lamun merupakan ekosistem khas laut dangkal di perairan hangat dengan dasar pasir
dan didominasi tumbuhan lamun, sekelompok tumbuhan anggota bangsa Alismatales yang
beradaptasi di air asin. Padang lamun hanya dapat terbentuk pada perairan laut dangkal
(kurang dari tiga meter) namun dasarnya tidak pernah terbuka dari perairan (selalu
tergenang). Terkadang, vegetasi lamun dijumpai setelah vegetasi mangrove dan fungsinya
dapat berperan sebagai filter lumpur /tanah yang hanyut bersama air ke pantai setelah mampu
lolos tertahan oleh perakaran vegetasi mangrove. Padang lamun juga dapat dilihat sebagai
ekosistem antara ekosistem mangrove dan terumbu karang. Di Taman Nasional Komodo,
lamun adalah sumber pakan utama duyung.
Pemanfaatan lahan basah di Taman Nasional Komodo oleh masyarakat
Ekosistem Mangrove yang sehat memberikan manfaat yang begitu penting bagi masyarakat.
Mangrove merupakan pelindung alami yang kuat dan praktis untuk menahan erosi pantai dan
juga penahan angin pantai yang berhembus kencang, selain itu sebagai tempat hidup dan
berkembang biak ikan, udang, kepiting, dan burung. Pemanfaatan ekosistem mangrove oleh
masyarakat adalah sebagai tempat untuk mencari sumber daya perairan seperti ikan, udang,
dan kepiting bakau. Persebaran mangrove di Taman Nasional Komodo dapat dilihat pada
gambar 1 tersebut di atas.
Paparan terumbu karang di Taman Nasional Komodo dapat ditemui hampir di sekeliling
pulau-pulau sampai kedalaman 40 meter. Persebaran terumbu karang di Taman Nasional
Komodo dapat dilihat pada Gambar 2. Paparan terumbu karang yang sehat merupakan tempat
bagi ikan untuk berpijah dan juga sebagai tempat hidupnya ikan-ikan yang banyak
dibutuhkan manusia untuk pangan, seperti ikan kerapu, ikan baronang, ikan ekor kuning, dll,
sebagai benteng ” pelindung pantai dari kerusakan yang disebabkan oleh gelombang atau
ombak laut sehingga manusia dapat hidup di daerah dekat pantai dan juga sebagai tempat
untuk wisata (dive spot). Sebagian besar terumbu karang di Taman Nasional Komodo masuk
dalam zona bahari (Wilayah Larang Ambil) dikarenakan fungsinya yang sangat vital bagi
keberlanjutan pemanfaatan sumber daya perikanan. Pantai-pantai yang dangkal di sekitar
Taman Nasional Komodo baik itu di sekitar zona pemukiman maupun di zona pemanfaatan
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai daerah untuk budidaya rumput laut.
Ekosistem padang lamun di Taman Nasional Komodo dapat ditemukan di beberapa tempat.
Ekosistem ini berada di antara ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang. Padang
lamun yang berada di sekitar Pulau Papagaran merupakan daerah bertelurnya ikan sancara
yang sangat lezat rasanya dan memiliki nilai gizi yang tinggi. Pemanfaatan padang lamun

oleh masyarakat selama ini, masih terbatas sebagai daerah untuk mencari sumber daya laut
seperti teripang, kepiting, maupun ikan sancara.
About these ads