ANALISIS KARYA SASTRA ANGKATAN 20 an SAM

ANALISIS KARYA SASTRA ANGKATAN 20-an SAMPAI SEKARANG
A.
1. ANGKATAN 20-an (BALAI PUSTAKA)
Angkatan 20 disebut juga angkatan Balai Pustaka. Balai Pustaka merupakan nama badan yang
didirikan oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1908. Badan tersebut sebagai penjelmaan dari
Commissie voor De Volkslectuur atau Komisi Bacaan Rakyat.Commissie voor De Volkslectuur
dibentuk pada tanggal 14 April 1903. Komisi ini bertugas menyediakan bahan-bahan bacaan bagi
rakyat Indonesia pada saat itu.
Lahirnya Balai Pustaka sangat menguntungkan kehidupan dan perkembangan sastra di tanah air
baik bidang prosa, puisi, dan drama. Peristiwa- peristiwa sosial, kehidupan adat-istiadat,
kehidupan agama, ataupun peristiwa kehidupan masyarakat lainnya banyak yang direkam dalam
buku-buku sastra yang terbit pada masa itu.
1.1 ciri-ciri Sastra angkatan 20 ( Balai Pustaka ) :
1. Menggambarkan pertentangan paham antara kaum muda dan kaum tua.
2. Menggambarkan persoalan adat dan kawin paksa termasuk permaduan.
3. Adanya kebangsaan yang belum maju masih bersifat kedaerahan.
4. Banyak menggunakan bahasa percakapan dan mengakibatkan bahasa tidak terpelihara
kebakuannya.
5. Adanya kontra pertentangan antara kebangsawanan pikiran dengan kebangsawanan daerah.
6. Cerita bermain pada zamannya.
7. Corak lukisannya adalah romantis sentimentil. Angkatan 20 melukiskan segala sesuatu yang

diperjungkan secara berlebih-lebihan.
8. Puisinya masih banyak berbentuk syair dan pantun.
9. Puisi bersifat dikdaktis.
1.2 Analisis Sastra Pada Angkatan 20-an
ROMAN
Kehadiran dan keberadaan roman sebenarnya lebih tua daripada novel. Roman (romance) bersal
dari jenis sastra epik dan romansa abad pertengahan. Jenis sastra ini banyak berkisah tentang halhal romantik, penuh dengan angan-angan biasanya bertemakan kepahlawanan dan percintaan.
1) Dalam karya ini isinya bercorak romantik sentimental
Penggalan Roman : Siti Nurbaya karya Marah Rusli
Setelah berhasil bertemu dengan ayahnya, Samsulbahripun menunggal dunia. namun, sebelum
meninggal dia minta kepada orang tuanya agar dikuburkan di Gunung Padang dekat dengan
kekasihnya Siti Nurbaya. Permintaan itu dikabulkan oleh ayahnya, dia dikuburkan di Gunung
Padang paling dekat dengan keksihnya Siti Nurbaya. Dan di situlah kedua kekasih ini bertemu
terakhir dan bersama untuk selama-lamanya.
Jelas dalam kutipan roman Siti Nurbaya ini sangat bercorak romantik sentimental, yang
melukiskan perjuangan cinta Samsulbahri kepada Siti Nurbaya berlebihan, yakni sampai
meninggalpun ia meminta agar dikuburkan dekat dengan kekasihnya Siti Nurbaya.
(2). Menggambarkan persoalan kawin paksa.
Di tengah-tengah musibah tersebut, Datuk Maringgih menagih huk Maringgih.utang


kepadanya. Jelas baginda Sulaiman tidak mampu membayarnya. Dengan alasan hutang tersi
Datebut, Datuk Maringgih langsung menawarkan bagaimana kalau Siti Nurbaya, putri baginda
Sulaiman dijadikan istri Datuk Maringgih. Kalau tawaran ininditerima maka hutangnya lunas.
Dengan terpaksa dan berat hati, akhirnya Siti Nurbaya diserahkan untuk menjadi istri.
Jelas dalam kutipan roman Siti Nurbaya sangat menggambarkan kawin paksa, dimana Siti
Nurbaya diserahkan dengan terpaksa dan berat hati untuk diperistri boleh Datuk Maringgih
hanya demi kelunasan seluruh hutang ayahnya.
Pada roman Siti Nurbaya tidak hanya melukiskan percintaan saja, juga mempersoalkan poligami,
membangga-banggakan kebangsawanan, adat yang sudah tidak sesuai dengan zamannya,
persamaan hak antara wanita dan pria dalam menentukan jodohnya, anggapan bahwa asal ada
uang segala maksud tentu tercapai. Persoalan-persoalan itulah yang ada di masyarakat.
PUISI
Sebagian besar angkatan 20 menyukai bentuk puisi lama (syair dan pantun), tetapi golongan
muda sudah tidak menyukai lagi. Golongan muda lebih menginginkan puisi yang merupakan
pancaran jiwanya sehingga mereka mulai menyindirkan nyanyian sukma dan jeritan jiwa melalui
majalah Timbul, majalah PBI, majalah Jong Soematra.
1). Masih banyak berbentuk syair dan pantun.
Contoh kutipan sajak puisi “ Bukan Beta Bijak Berperi” oleh Rustam Effendi
BUKAN BETA BIJAK BERPERI
Bukan beta bijak berperi,

pandai menggubah madahan syair,
Bukan beta budak Negeri,
musti menurut undangan mair,
Sarat-saraf saya mungkiri,
Untai rangkaian seloka lama,
beta buang beta singkiri,
Sebab laguku menurut sukma.
Dilihat bentuknya seperti pantun, tetapi dilihat hubungan barisnya berupa syair. Ia meniadakan
tradisi sampiran dalam pantun sehingga sajak itu disebut pantun modern.

1. ANGKATAN 33 (PUJANGGA BARU)
Nama angkatan Pujangga Baru diambil dari sebuah nama majalah sastra yang terbit tahun 1933.
Majalah itu bernama Pujangga Baroe. Karya-karya sastra yang lahir dalam angkatan ini mulai
memancarkan jiwa yang dinamis, individualistis, dan tidak terikat dengan tradisi, serta seni harus
berorientasi pada kepentingan masyarakat. Di samping itu, kebudayaan yang dianut masyarakat
adalah kebudayaan dinamis. Kebudayaan tersebut merupakan gabungan antara kebudayaan barat
dan kebudayaan timur sehingga sifat kebudayaan Indonesia menjadi universal.
2.1. Ciri-ciri Angkatan 33 ( Pujangga Baru)
1. Bersifat Dinamis
2. Beraliran Romantis Idialis.

3. Menggunakan bahasa individual, Sudah lebih banyak mempergunakan bahasa yang sesuai
dengan pergaulan modern.

4.
5.
6.
7.
8.

Mengutamakan psikologi.
Masalah individu manusia.
Bentuk puisinya lebih bebas, lebih mengenal variasi.
Bahasa kiasan utama puisi ialah perbandingan
Puisinya mengekspresikan perasaan, pelukisan alam yang indah, dan tentram.

2.1 Analisis Karya Sastra Pada Angkatan 33 (Pujangga Baru)
ROMAN
Roman “Layar Terkembang” Karya: Sutan Takdir Alisyahbana
Roman Layar Terkambang Karya S.T Alisyahbana Dalam roman ini diceritakan tentang kaum
wanita yang mulai bangkit untuk memperjuangkan hak-haknya yang mempunyai wawasan luas

dan bercita-cita tinggi. Hal tersebut sesuai dengan zaman pembuatan novel ini yang kala itu
gelora Sumpah Pemuda masih bergema. Baik kaum pria maupun wanita aktif dalam berbagai
organisasi kepemudaan.
1. Beraliran Romantis Idialis.
Kutipan : Roman Layar Terkembang
Pada suatu hari keluarga Raden Wiraatmadja dikejutkan oleh hasil diagnosa dokter yang
menyatakan bahwa Maria mengidap penyakit TBC. Semakin hari kesehatan gadis itu semakin
melemah sekalipun ia telah menjalani perawatan itensif. Hal ini membuat Yusuf merasa sedih.
Pemuda itu mendampingi kekasihnya dengan setia. Namun, penyakit TBC yang diderita Maria
semakin hari semakin parah sehingga tak lama kemudian Maria pun meninggal dunia.
Dalam kutipan roman layar terkembang ini sangat jelas menggambarkan aliran romantis idealis,
dimana ada hal-hal yang tidak memuaskan dan keadaan yang tidak menggembirakan, karena
adanya kepincangan dalam roman ini yaitu Yusuf harus menerima kenyataan bahwa ia tidak bisa
bersatu dengan kekasihnya Maria karena penyakit yang dideritanya sangat parah yang pada
akhirnya pergi meninggalkan Yusuf untuk selama-lamanya.
2. Masalah individu manusia.
Dalam roman ini menceritakan masalah-masalah individu manusia, dimana Tuti seorang wanita
yang mulai bangkit untuk memperjuangkan hak-haknya yang mempunyai wawasan luas dan
bercita-cita tinggi, Maria harus berjuang menghadapi penyakit TBC yang dialaminya, dan Yusuf
kekasih Maria harus menghadapi kenyataan pahit ditinggal oleh Maria untuk selama-lamanya.

3. Mengutamakan psikologi.
Dalam ciri ini, dalam mengarang penulis lebih mengutamakan pemikiran-pemikiran, dimana
setiap manusia harus mejalani kehidupannya sendiri sesuai keinginannya. Hal ini dapat dilihat
dari kutipan roman “Layar Terkembang” sebagai berikut.
Tuti yang mengatakan bahwa tiap-tiap manusia harus menjalankan penghidupannya sendiri,
sesuai dengan deburan jantungnya, bahwa perempuanpun harus mencari bahagianya dengan
jalan menghidupkan sukmanya
4. Menggunakan bahasa individual, Sudah lebih banyak mempergunakan bahasa yang sesuai
dengan pergaulan modern.
Kutipan : Layar Terkembang Karya :S.T. Alisyahbana
Kalau saya akan memegang agama, maka agama itu ialah yang sesuia dengan akal saya, yang
terasa oleh hati saya. Agama yang lain dari itu, saya anggap seperti bedak tipissaja, yang luntur
kena keringat .

Dari kutipan diatas, sangat jelas dalam mengarang penulis menggunakan bahasa-bahasa
indivudu, bahasa yang sesuai dengan pergaulan modern sehingga mudah dimengerti, seperti kata
bedak tipis, dimana ia menggambarkan agama yang tidak sesuai dengan akalnya seperti bedak
tipis yang luntur kena keringat.
PUISI
1. Bentuk puisinya lebih bebas, lebih mengenal variasi.

Penggalan puisi : “Padamu Jua” Karya : Amir Hamzah
PADAMU JUA
Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali pulang aku padamu
Seperti dahulu
2. Puisinya mengekspresikan perasaan, pelukisan alam yang indah, dan tentram.
BERDIRI AKU – PUISI NYANYI SUNYI
Karya: Amir Hamzah
Berdiri aku di senja senyap
Camar melayang menepis buih
Melayah bakau mengurai puncak
Berjulang datang ubur terkembang
Angin pulang menyeduk bumi
Menepuk teluk mengempas emas
Lari ke gunung memuncak sunyi
Berayun-ayun di atas alas.
Benang raja mencelup ujung
Naik marak mengerak corak
Elang leka sayap tergulung

dimabuk wama berarak-arak.
Dalam rupa maha sempuma
Rindu-sendu mengharu kalbu
Ingin datang merasa sentosa
Menyecap hidup bertentu tuju
Pada puisi ini penyair mengekspresi kesedihan yang ditampilkan dengan suasana sunyi. Perasaan
sedih yang sangat mendalam digambarkan penyair dengan suasana sunyi pantai di sore hari.
Dengan demikian penyair hanya mampu melihat keindahan alam sekitar karena kebahagiaannya
dan harapan telah hilang.
Kesedihan yang mendalam ini juga wujud perasaan galau penyair yang digambarkan dengan
perasaannya yang dipermainkan ombak dan angin. Sehingga hanya merenungi hiduplah yang
mampu dilakukannya.
Sebagai orang yang memiliki agama yang kuat dalam setiap akhirnya dia hanya bisa
menyerahkan semua yang dia alami ini kepada Tuhan
3. Bahasa kiasan utama adalah perbandingan
Seperti halnya puisi lama pemilihan bahasa kiasan memang sangat diperlukan untuk
memperindah kata-katanya sehingga makna yang diberikan bisa lebih kaya dan mendalam.
Dalam puisi ”Berdiri Aku”yang menojol adalah adanya personifikasi seperti:

Melayah bakau mengurai puncak

....................................................angin pulang menyejuk bumi
Menepuk teluk mengempas emas
Lari ke gunung memuncak sunyi
Berayun-ayun di atas alas
............................................Naik marak menyerak corak
..........................................
Dalam puisi tersebut Amir Hamzah menghidupkan ombak dan angin yang bertujuan ingin
menambah rasa kesunyian dan kesendirian penyair. Seperti halnya dengan mengagumi ombak
yang menerpa pohon-pohon bakau serta desir angin yang mengempakkan semuanya terlihat
kalau penyair benar-benar merasa sepi dan hanya mampu melihat pemandangan sekitarnya saja.
Selain personifikasi yang dominan ada juga gaya metafora yang terlihat dari kalimat benang raja
mencelup ujung dan dalam rupa maha sempurna. Penyair membandingkan apa yang dilihat dan
dialami dengan kata ”benang raja” dan ”maha sempurna.
3.ANGKATAN 45
Angkatan ’45 lahir dalam suasana lingkungan yang sangat prihatin dan serba keras, yaitu
lingkungan fasisme jepang dan dilanjutkan peperangan mempertahankan kemerdekaan
Indonesia. Ankatan 45 disebut juga sebagai Angkatan Chairil Anwar karena perjuangan Chairil
Anwar dalam melahirkan angkatan ’45 ini. Pujangga baru yang semula memiliki gagasan yang
berartisasi sastra Indonesia, nyatanya hanya mentok pada Belandanisasi. Dengan kata lain,
tokoh-tokoh atau karya seni dan sastra yang diambil sebagai acuan dan sumber inspirasi hanya

berasal dari negeri Belanda saja bukan dari penjuru barat. Untuk meluruskan persepsi tersebut
muncullah angkatan ’45 sebagai penggantinya.
3.1 Ciri-Ciri Sastra Angkatan 1945
1. Cenderung bersifat realistis, sinis, dan ironi.
2. Karya sastranya lebih banyak mengemukakan masalah kemanusiaan yang universal.
3. Mengemukakan masalah kemasyarakatan sehari-hari terutama dengan latar perang
kemerdekaan.
4. Bercorak bebas, tidak terikat pembagian bait, baris, atau rima.
5. Lebih bergaya naturalisme, ekspresionisme dan beraliran realisme, sinisme dan sarkasme.
6. Bahasanya menggunakan bahasa sehari-hari, lebih mementingkan isi daripada bentuk.
7. Berisi tentang individualisme.
3.2 Analisis Karya Sastra Angkatan 1945
PUISI
Kutipan: Puisi “Aku” Karya: Chairil Anwar
AKU
Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
1. Bercorak bebas, tidak terikat pembagian bait, baris, atau rima.
Jelas dalam puisi tersebut sudah bebas, jumlah bait dan baris tidak ditentukan lagi, iramanya pun
bebas tidak sepeti puisi lama yang berirama a-b, a-b.
2. Sinisme dan Sarkasme
Dalam puisi diatas juga sangat jelas menggambarkan sindiran yang lebih kasar, seperti kutipan
kalimat, “Aku ini binatang jalang, Dari kumpulannya terbuang”, penulis melukiskan dirinya
seperti binatang jalang.
3. Bahasanya menggunakan bahasa sehari-hari, lebih mementingkan isi daripada bentuk.
Dalam puisi ini juga sangat jelas menggambarkan bahasa yang digunakan adalah bahasa seharihari, tidak mementingkan bentuk keindahan puisinya melainkan lebih mementigkan pada isi dan
makna puisinya.
4. Berisi tentang individualisme
Dalam puisi ini juga pengarang lebih menggambarkan keindividuan atau seorang diri. Apabila
suatu keyakinan telah terhujam dalam dirinya, ia tidak akan ambil pusing dengan orang lain, ia
akan hidup seribu tahun lagi dengan keyakinannya itu. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan
berikut.
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
ROMAN
1. Mengemukakan masalah kemasyarakatan sehari-hari terutama dengan latar perang
kemerdekaan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan roman berikut.
Kutipan: “ Jalan Tak Ada Ujung” Karya: Mochtar Lubis
... setiap saat ia merasa was-was ketika mendengar serdadu Inggris menyerbu.
Mereka kemudian bertugas untuk mengambil senjata dan bom tangan yang disimpan di daerah
Asam Reges, setelah iti disimpan di Manggarai, kemudian diselundupkan ke Karawang.
....
Serdadu Inggris kemudian pergi meninggalkan Indonesia setelah adanya perjanjian Linggar Jati.
Dari kutipan roman diatas pengarang jelas menulis dengan menggunakan tema dengan latar
perang, dimana meski dengan rasa takut guru Isa tetap menjalankan tugas untuk mengambil dan
menyelundupkan senjata untuk melawan musuh.
2. Karya sastranya lebih banyak mengemukakan masalah kemanusiaan yang universal. Hal ini
dapat dilihat dari kutipan roman berikut

....
Keadaan ekonomi keluarganya sangat kekurangan.
....
Istrinya kemudian selingkuh dengan teman guri Isa sendiri.
Dari kutipan diatas pengarang jelas menggambarkan karangannya dengan masalah universal,
dimana keadaan ekonomi guru Isa yang sangat kekurangan, ditambah dengan perselingkuhan
yang dilakukan oleh istrinya dengan teman guru Isa sendiri.
4. ANGKATAN 1950-1960-an
Angkatan ’50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah Asuhan H.B. Jassin. Ciri
angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi oleh cerita pendek dan kompulan puisi.
Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya,
Sastra.
Pada angkatan ini muncul gerakan komunis di kalangan sastrawan, yang bergabung dalam
Lembaga Kebudajaan Rakjat (lekra) yang berkonsep sastra Realisme-Sosialis. Timbulnya
perpecahan dan polemik yang berkepanjangan di kalangan sastrawan Indonesia pada awal tahun
1960, menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karna masuk ke dalam politik praktis dan
berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.
4.1 Ciri-Ciri Sastra Angkatan 1950-1960an
1. Cerita perang mulai berkurang.
2. Menggambarkan kehidupan sehari-sehari
3. Kehidupan pedesaan dan daerah mulai digarap .
4. Banyak mengemukakan pertentangan-pertentangan politik.
5. Ada gambaran suasana muram karena menggambarkan hidup yang penuh penderitaan.
6. Mengungkapkan masalah-masalah social, kemiskinan, pengangguran, perbedaan kaya
miskin yang besar, belum adanya pemerataan hidup.
7. Banyak mengemukakan cerita-cerita dan kepercayaan rakyat sebagai pokok-pokok sajak
balada.
8. Gaya slogan dan retorik makin berkembang.
4.2 Analisis Karya Sastra Angkatan 1950-1960-an
ROMAN
1. Kehidupan pedesaan dan daerah mulai digarap .
Kutipan: Novel “Robohnya Surau Kami”Karya: A.A Navis
Melangkahlah menyusuri jalan raya arah ke barat. Maka kira-kira sekitar sekilometer dari pasar
akan sampailah Tuan di jalan kampungku. Pada simpang kecil ke kanan, simpang yang kelima,
membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jlan nanti akan Tuan temui sebuah surau tua. Dan
di depannyaada kolam ikan, yang yang airnya mengalir melalui empat buah pancuran mandi.
Dan di pelataran kiri surau itu akan Tuan temui seorang tua yang biasa duduk di sana dengan
segala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadah.
Dari kutipan novel diatas, jelas menggambarkan kehidupan seorang kakek penjaga surau yang
taat dalam beribadah di sebuah perkampungan.
2. Menggambarkan kehidupan sehari-sehari
Dalam roman ini menceritakan kehidupan sehari-hari, dimana ada seorang pembual Ajo Sidi
yang menceritakan sebuah bualan tentang kakek, bahwa ada orang yang tidak masuk surga
karena kerjanya hanya beribadat saja sehingga membuat kakek tertekan dan memutuskan untuk

bunuh diri. Kemudian tidak sedikitpun bertanggung jawab atas peristiwa yang dibuatnya.
3. Ada gambaran suasana muram karena menggambarkan hidup yang penuh penderitaan.
Kutipan: Robohnya Surau Kami
Aku beri engkau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja, karena
beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedangkan , aku menyuruh
engkau semuanya beramal, kalau engkau miskin. Engkau kira aku ini suka pujian, mabuk di
sembah saja, hingga kerjamu lain tidak memuji-memuji dan menyembahku saja. Tidak. Kamu
semua mesti masuk neraka.
Dalam roman ini jelas menggambarkan suasana yang muram, kakek yang merasa tersindir dan
tertekan oleh cerita Ajo Sidi yang mirip dengan kesehariannya sehingga memutuskan untuk
bunuh diri.
5). ANGKATAN 1966-1970-an
Nama angkatan 66 dikemukakan oleh H.B.Jassin. Angkatan 66 muncul di tengah-tengah keadaan
politik bangsa Indonesia yang sedang kacau. Kekacauan politik itu terjadi karena adanya teror
PKI. Akibat kekacauan politik itu, membuat keadaan bangsa Indonesia kacau dalam bidang
kesenian dan kesusatraan. Akibatnya kelompok lekra di bawah PKI bersaing dengan kelompok
Manikebu yang memegang sendi-sendi kesenian, kedamaian, dan pembangunan bangsa dan
Pancasila.
5.1 Ciri-Ciri Sastra Angaktan 1966-1970-an :
1. Mulai dikenal gaya epik (bercerita) pada puisi (muncul puisi-puisi balada).
2. Puisinya menggambarkan kemuraman (batin) hidup yang menderita.
3. Prosanya menggambarkan masalah kemasyarakatan, misalnya tentang perekonomian yang
buruk, pengangguran, dan kemiskinan.
4. Cerita dengan latar perang dalam prosa mulai berkurang, dan pertentangan dalam politik
pemerintahan lebih banyak mengemuka.
5. Banyak terdapat penggunaan gaya retorik dan slogan dalam puisi.
6. Muncul puisi mantra dan prosa surealisme (absurd) pada awal tahun 1970-an yang banyak
berisi tentang kritik sosial dan kesewenang-wenangan terhadap kaum lemah.
7. Mencintai nusa, bangsa, negara dan persatuan.
8. Pembelaan terhadap pancasila.
5.2 Analisis Karya Sastra Angkatan 1966-1970-an
PUISI
Kutipan: puisi “Kami Adalah Pemilik Syah Republik Ini” Karya Taufik Ismail
KITA ADALAH PEMILIK SYAH REPUBLIK INI
Tidak ada lagi pilihan lain. Kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hanyut
Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja

Dengan para pembunuh tahun yang lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran:
“Duli Tuanku”?
Tidak ada lagi pilihan lain. Kita harus
Berjalan terus
Kita adalah manusia bermata sayu, yang ditepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya diam inikah yang namanya merdeka
Kita yang tak punya kepentingan dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara
Tidak ada lagi pilihan lain. Kita harus
Berjalan terus
1. Mulai dikenal gaya epik (bercerita) pada puisi (muncul puisi-puisi balada)
Dalam puisi diatas penulis jelas menggambarkan gaya epik atau bercerita, muliai dari bait
pertama hingga terakhir ia mengungkapkan puisi seolah-olah sedang bercerita.
2. Puisinya menggambarkan kemuraman (batin) hidup yang menderita.
Kutipan: “Kami Adalah Pemilik Syah Republik Ini” Karya: Taufik Ismail
...
Kita adalah manusia bermata sayu, yang ditepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya diam inikah yang namanya merdeka
...
Dalam penggalan puisi ini penulis menggambarkan masyarakat yang hidup yang menderita,
sengsara yang dipenuhi oleh bencana alam banjir, gunung api dan tanaman yang diserang hama.

3. Mencintai nusa, bangsa, negara dan persatuan.
Dalam ciri ini penulis menggambarkan tentang kecintaannya terhadap nusa dan bangsa. Hal ini
tergambar dari kutipan puisi berikut ini
Kutipan: puisi “ Dari Seorang Ibu Demonstran” karya : Taufik Ismail
DARI SEORANG IBU DEMONSTRAN
Ibu telah merelakan kalian
Untuk berangkat demonstrasi
Karena kalian pergi menyempurnakan
Kemerdekaan negeri ini
...
Jelas dalam puisi ini pengarang menggambarkan kecintaan seorang Ibu terhadap nusa dan bangsa
dengan merelakan anaknya untuk pergi berperang demi menyempurnakan kemerdekaan bangsa
ini.

6.ANGKATAN 1980 -1990-an
Karya sastra Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman
percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya
sastra Indonesia pada angkatan ini tersebar luas di berbagai majalah dan penerbitan umum.
6.1Ciri-ciri Sastra Angkatan 1980-1990-an:
1. Puisi yang dihasilkan bercorak spritualreligius.
2. Pada sajak cenderung mengangkat tema tentang ketuhanan dan mistikisme,
3. Para sastrawan menggunakan konsep improvisasi,
4. Karya sastra yang dihasilkan mengangkat masalah konsep kehidupan sosial masyarakat yang
memuat kritik sosial, politik, dan budaya.
5. Menuntut hak asasi manusia, seperti kebebasan.
6. Bahasa yang digunakan realistis, bahasa yang ada dimasyarakat dan romantis,
7. Dalam karya sastra terdapat konsepsi pembebasan kata dari pengertian aslinya,
8. Mulai menguat pengaruh dari budaya barat, dimana tokoh utama biasanya mempunyai
konflik dengan pemikiran timur,
9. Didominansi oleh roman percintaan,
10. Novel yang dihasilkan mendapat pengaruh kuat dari budaya barat, dimana tokoh
utamanyamempunyai konflikdengan pemikiran timur dan mengalahkan tokoh anta gonisnya.
6.2 Analisis Karya Sastra Angkatan 1980-1990-an
PUISI
1. Puisi yang dihasilkan bercorak spritualreligius.
Pada angkatan ini, penulis mengarang dengan bercorak spiritualreligius, dimana penulis
menggambarkan dirinya sebagai sesorang yang sangat memuja agamanya. Hal ini dapat dilihat
dari kutipan puisi berikut.
IBADAH SEPANJANG USIA
Karya: Dorothea R.H
kalimatkalimat yang kauucapkan
berguguran dalam sahadatku. inilah
kidung yang digumamkan!

berapa putaran dalam sembahyang langit.
tengadah di bawah hujan yang menaburkan
ayatayat tak pernah dibaca.
aku tak menemu akhir sembahyangku
yang gagap. lilinlilin tak menyala
dalam ruangan tanpa cahaya. gema mazmur
yang disenandungkan dari ruang mimpimu
beterbangan dalam tidurgelisahku. dan
kotbah yang sayup, bertebaran dari
mulutmulut kesunyian.
telah kautabuh loncengmu? sembahyangku
takjuga menemu akhir.
2. Pada sajak cenderung mengangkat tema tentang ketuhanan dan mistikisme.
SAJAK ORANG MABUK
Karya : Ahmadun Yosi Herfanda
karena hidup penuh keterbatasan
kupilih api cinta abadi
membara dalam dadamu
allah, sambutlah hatiku
yang terbakar api itu
karena hidup penuh keterikatan
kupilih kebebasan dalam apimu
bakarlah seluruh diriku
o, allah
kuingin debu jiwaku
mengalir abadi dalam darahmu
bertahun-tahun aku mabuk
bermalam-malam aku tenggelam
dalam gelombang kerinduan
luluh dalam apimu
Dari sajak diatas jelas pengarang mengangkat tema ketuhanan, dimana sesorang percaya akan
kebenaran agama dan Allah yang akan membawanya pada kesempurnaan batin sehingga mabuk,
tenggelam dalam peribadatan kepada Allah.

7. ANGKATAN REFORMASI
Munculnya angkatan ini ditandai dengan dengan maraknya karya sastra yang bertemakan seputar
reformasi. Sastrawan Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan social dan politik yang terjadi
pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru.
7.1 Ciri-Ciri Karya Sastra Angkatan Reformasi
1. Bertemakan social-politik.
2. Penuh kebebasan ekspresi dan pemikiran.
3. Menampilkan sajak-sajak peduli bangsa.
4. Religious dan nuansa sufistik.
2.7. Analisis Karya Sastra Angkatan Reformasi
PUISI
1. Bertemakan social-politik.
Kutipan: puisi “Bunga dan Tembok” Karya : Widji Thukul
BUNGA DAN TEMBOK
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau hendaki tumbuh
Engkau lebih suka membangun
Rumah dan merampas tanah
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau kehendaki adanya
Engkau lebih suka membangun
Jalan raya dan pagar besi
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang
Dirontokkan di bumi kami sendiri
Jika kami bunga
Engkau adalah tembok itu
Tapi di tubuh tembok itu
Telah kami sebar biji-biji
Suatu saat kami akan tumbuh bersama
Dengan keyakinan: engkau harus hancur!
Dalam keyakinan kami
Di manapun – tirani harus tumbang !
Dari kutipan puisi di atas pengarang jelas menggambarkan sosial-sosial politik. Dimana ada
sebuah peringatan rakyat terhadap tirani yang tanpa peduli merampas merampas hak-hak rakyat.
2. Penuh kebebasan ekspresi dan pemikiran.
Dalam ciri ini penulis menggambarkan kebebasan dalam berpikir, kebebasan dalam berekspresi
tanpa ada hal-hal yang menekan, tanpa ada ketakutan dari para tirani. Hal ini dapat dilihat dari
kutipan puisi berikut.
PERINGATAN

Karya: Widji Thukul
...
Bila rakyat berani mengeluh
Itu artinya sudah gawat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan
3. Menampilkan sajak-sajak peduli bangsa.
Dalam ciri ini penulis menggambarkan tentang kepedulian terhadap bangsa melalui sajak-sajak,
dimana pengarang ingin menyampaikan suaranya akan penguasa yang tidak mempedulikan hakhak mereka atas bangsa dan apabila tidak dipedulikan maka mereka akan memberontak. Hal ini
dapat dilihat dari kutipan sajak dibawah ini.
SAJAK SUARA
Karya: Widji Thukul
suara-suara itu tak bisa dipenjarakan
di sana bersemayam kemerdekaan
apabila engkau memaksa diamaku
siapkan untukmu: pemberontakan!
sesungguhnya suara itu akan menjadi kata
ialah yang mengajari aku bertanya
dan pada akhirnya tidak bisa tidak
engkau harus menjawabnya
apabila engkau tetap bertahan
aku akan memburumu seperti kutukan
8. ANGKATAN 2000-an
Angkatan ini ditandai dengan oleh karya-karya yang cenderung berani an vulgar dan kebanyakan
mengadopsi begitu saja moral pergaulan bebas ala remaja Amerika. Tetapi pada masa ini, muncul
jua fiksi-fiksi islami.
8.1 Ciri-Ciri Sastra Angkatan 2000-an
1. Karya cenderung vulgar.
2. Mulai bermunculan fiksi-fiksi islami.
3. Muncul cyber sastra di internet.
4. Pilihan kata diambil dan bahasa sehari-hari yang disebut bahasa “kerakyat jelataan”.
5. Mengandung revolusi tipografi atau tata wajah yang bebas aturan dan cenderung ke puisi
konkret.
6. Penggunaan estetika baru yang disebut “antroporisme”.
7. Puisi-puisi profetik (keagamaan/religius) dengan kecenderungan menciptakan
pengembaraan yang lebih konkret melalui alam, rumput atau daun-daun.

8.

Puisinya menggunakan citraan alam benda.

8.2 Analisis Karya Karya Sastra Pada Angkatan 2000-an
1. Muncul cyber sastra di internet.
Pada angkatan ini muncul cyber sastra di internet, dimana banyak karya sastra Indonesia yang
tidak dipublikasi berupa buku namun termaktub di dunia maya (Internet), baik yang dikelola
resmi oleh pemerintah, organisasi non-profit, maupun situs pribadi.
2.Mulai bermunculan fiksi-fiksi islami.
Pada angkatan ini penulis banyak mengarang dengan bertemakan keagamaan.tentang percintaan
yang kental dengan nuansa religi, yang terjadi di sekitar Timur Tengah. Dapat kita lihat, empat
orang wanita sama-sama menyukai satu orang, yaitu Fahri. Mereka mencintai Fahri karena sifat
dan sikapnya yang baik, serta menjadi idaman setiap wanita. Hal ini dapat dilihat dari kutipan
novel berikut.
AYAT-AYAT CINTA
Karya: Habuburrahman Al...
Yousuf langsung menyahut, “Benar Fahri, Maria sangat mencintaimu. Aku telah membaca diarynya.
...
perjodohan yang sebenarnya atas permintaan Aisha. Berikut kutipannya :
“Baiklah, aku akan bicara dari hatiku yang terdalam. Fahri, dengan disaksikan semua yang hadir
di sini, kukatakan aku siap menjadi pendamping hidupmu.
...
Noura disiksa dan diseret tengah malam ke jalan oleh ayah dan kakak perempuannya. Untung
tidak musim dingin. Tidak bisa dibayangkan jika ini terjadi pada puncak musim dingin.
Hal itu yang membuat Fa hri ingin menolong Noura melalui Maria.
...
Orang yang dicintai Nurul, yang namanya selalu ia sebut dalam doa-doanya, yang membuat
dirinya satu minggu ini tidak bisa tidur entah kenapa, adalah FAHRI BIN ABDULLAH
SHIDDIQ!”
...
Dari kutipan diatas , pengarang menggambarkan tentang percintaan yang kental dengan nuansa
religi, yang terjadi di sekitar Timur Tengah. Dapat kita lihat, empat orang wanita sama-sama
menyukai satu orang, yaitu Fahri. Mereka mencintai Fahri karena sifat dan sikapnya yang baik,
serta menjadi idaman setiap wanita.
3. Pilihan kata diambil dan bahasa sehari-hari yang disebut bahasa “kerakyat jelataan”.
Mengandung revolusi tipografi atau tata wajah yang bebas aturan dan cenderung ke puisi
konkret.
Kutipan Puisi: “Nagasari” karya: D.Zawawi Imron
...
membuka kulit nagasari
isinya bukan pisang
tapi mayat anak gembala

yang berseruling setiap senja
...
Dalam penggalan puisi tersebut jelas menggambarkan bahwa pilihan katanya diambil dan bahasa
sehari-hari yang bebas aturan.
4. Penggunaan citraan alam benda.
Kutipan puisi:”Bulan Tertusuk Lalang” Karya: D.Zawawi Imron
...
angin termangu di pohon asam
bulan tertusuk lalang
tapi malam yang penuh belas kasihan
menerima semesta baying-bayang
dengan mesra menidurkannya
dalam ranjang-ranjang nyanyian
Dalam penggalan puisi ini penulis jelas menggunakan citraan alam benda.
5. Puisi-puisi profetik (keagamaan/religius) dengan kecenderungan menciptakan
pengembaraan yang lebih konkret melalui alam, rumput atau daun-daun.
Kutipan: puisi “Sembahyang Rumputan” Karya: Ahmadun Y. Herfanda
SEMBAHYANG RUMPUTAN
Aku, rumputan
Tak pernah lupa sembahyang
Inna Sholati wa nusuku
Wa mahyaaya wa mammati
Lillahi Robbil ‘alamin
Topan melanda padang ilalang
Tubuhku bergoyang-goyang
Tapi tetap teguh dalam sembahyang
Dan akarku yang mengurat di bumi
Tak berhenti mengucap shalawat nabi
Dalam kutipan puisi diatas, penulis jelas menggambarkan tentang keagamaan, pengembaraan
melalui alam, yakni rumput.
6. Penggunaan estetika baru yang disebut “antroporisme”.
ciri ciri ini, penulis menggambarkan gaya bahasa berupa penggantian tokoh manusia sebagai
“aku lirik” dengan benda-benda. Seperti dalam kutipan puisi di bawah ini.
LIPU
Karya: Emha Ainun Najib
Ketika kereta satu-satunya telah bergerak
Pergi, engkaupun sepi. Marilah
Dengan gemetar: menunggu nasib hari demi hari.
Ruang tambah sukar dimengerti
Kereta telah dipilihkan bagimu

Kereta semu
B. SASTRAWAN DAN KAYRA SASTRA ANGKATAN 20-an SAMPAI SEKARANG
1. Penulis dan Karya Sastra Angkatan 20-an (Balai Pustaka)
• Merari Siregar
o Azab dan Sengsara (1920)
o Binasa kerna Gadis Priangan (1931)
o Cinta dan Hawa Nafsu
• Marah Roesli
o Siti Nurbaya (1922)
o La Hami (1924)
o Anak dan Kemenakan (1956)
• Muhammad Yamin
o Tanah Air (1922)
o Indonesia, Tumpah Darahku (1928)
o Kalau Dewi Tara Sudah Berkata
o Ken Arok dan Ken Dedes (1934) •Nur Sutan Iskandar
o Apa Dayaku karena Aku Seorang Perempuan (1923)
o Cinta yang Membawa Maut (1926)
o Salah Pilih (1928)
o Karena Mentua (1932)
o Tuba Dibalas dengan Susu (1933)
o Hulubalang Raja (1934)
Katak Hendak Menjadi Lembu (1935)
•Abdul Muis
o Salah Asuhan (1928)
o Pertemuan Djodoh (1933)
•Tulis Sutan Sati
o Tak Disangka (1923)
o Sengsara Membawa Nikmat (1928)
o Tak Membalas Guna (1932)
o Memutuskan Pertalian (1932)
•Djamaluddin Adinegoro
o Darah Muda (1927)
o Asmara Jaya (1928)
•Abas Soetan Pamoentjak
o Pertemuan (1927)
•Aman Datuk Madjoindo
o Menebus Dosa (1932)
o Si Cebol Rindukan Bulan (1934)
o Sampaikan Salamku Kepadanya (1935)
2.Penulis dan Karya Sastra Angkatan 33 (Pujangga Baru)

Sutan Takdir Alisjahbana
o Dian Tak Kunjung Padam (1932)
o Tebaran Mega - kumpulan sajak (1935)

o Layar Terkembang (1936)
o Anak Perawan di Sarang Penyamun (1940)

Hamka
o Di Bawah Lindungan Ka'bah (1938)
o Tenggelamnya Kapal van der Wijck (1939)
o Tuan Direktur (1950)
o Didalam Lembah Kehidoepan (1940)
• Tengku Amir Hamzah
o Nyanyi Sunyi (1937)
o Begawat Gita (1933)
o Setanggi Timur (1939)
• Armijn Pane
o Belenggu (1940)
o Jiwa Berjiwa
o Gamelan Djiwa - kumpulan sajak (1960)
o Djinak-djinak Merpati - sandiwara (1950)
o Kisah Antara Manusia - kumpulan cerpen (1953)
• Sanusi Pane
o Pancaran Cinta (1926)
o Puspa Mega (1927)
o Madah Kelana (1931)
o Sandhyakala Ning Majapahit (1933)
o Kertajaya (1932)
• Said Daeng Muntu
o Pembalasan
o Karena Kerendahan Boedi (1941)
• Karim Halim
Palawija (1944)
• Roestam Effendi
o Bebasari: toneel dalam 3 pertundjukan
o Pertjikan Permenungan
• Sariamin Ismail
o Kalau Tak Untung (1933)
o Pengaruh Keadaan (1937)
• Anak Agung Pandji Tisna
o Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935)
o Sukreni Gadis Bali (1936)
o I Swasta Setahun di Bedahulu (1938)
• J.E.Tatengkeng
o Rindoe Dendam (1934)
• Fatimah Hasan Delais
o Kehilangan Mestika (1935)

3.Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1945
• Utuy Tatang Sontani
o Suling (drama) (1948)
o Tambera (1949)
o Awal dan Mira - drama satu babak (1962)
• Achdiat K. Mihardja
o Atheis (1949)
• Trisno Sumardjo
o Katahati dan Perbuatan (1952)
• Chairil Anwar
o Kerikil Tajam (1949)
o Deru Campur Debu (1949)
• Idrus
o Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma (1948)
o Aki (1949)
o Perempuan dan Kebangsaan
• Suman Hs.
o Kasih Ta' Terlarai (1961)
o Mentjari Pentjuri Anak Perawan (1957)
o Pertjobaan Setia (1940)
• Asrul Sani, bersama Rivai Apin dan Chairil Anwar
o Tiga Menguak Takdir (1950)
4. Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1950 - 1960-an
• Pramoedya Ananta Toer
o Kranji dan Bekasi Jatuh (1947)
o Bukan Pasar Malam (1951)
o Di Tepi Kali Bekasi (1951)
o Keluarga Gerilya (1951)
o Mereka yang Dilumpuhkan (1951)
o Perburuan (1950)
o Cerita dari Blora (1952)
o Gadis Pantai (1965)
• Nh. Dini
o Dua Dunia (1950)
o Hati jang Damai (1960)
• Sitor Situmorang
o Dalam Sadjak (1950)
o Djalan Mutiara: kumpulan tiga sandiwara (1954)
o Pertempuran dan Saldju di Paris (1956)
o Surat Kertas Hidjau: kumpulan sadjak (1953)
o Wadjah Tak Bernama: kumpulan sadjak (1955)
• Mochtar Lubis
o Tak Ada Esok (1950)

o Jalan Tak Ada Ujung (1952)
o Tanah Gersang (1964)
o Si Djamal (1964)
• Marius Ramis Dayoh
o Putra Budiman (1951)
o Pahlawan Minahasa (1957)
• Ajip Rosidi
o Tahun-tahun Kematian (1955)
o Ditengah Keluarga (1956)
o Sebuah Rumah Buat Hari Tua (1957)
o Cari Muatan (1959)
o Pertemuan Kembali (1961)
• Ali Akbar Navis
o Robohnya Surau Kami - 8 cerita pendek pilihan (1955)
o Bianglala - kumpulan cerita pendek (1963)
o Hujan Panas (1964)
Kemarau (1967)

Nugroho Notosusanto
o Hujan Kepagian (1958)
o Rasa Sajangé (1961)
o Tiga Kota (1959)
• Trisnojuwono
o Angin Laut (1958)
o Dimedan Perang (1962)
o Laki-laki dan Mesiu (1951)
• Toto Sudarto Bachtiar
o Etsa sajak-sajak (1956)
o Suara - kumpulan sajak 1950-1955 (1958)

Ramadhan K.H
o Priangan si Jelita (1956)
• W.S. Rendra
o Balada Orang-orang Tercinta (1957)
o Empat Kumpulan Sajak (1961)
o Ia Sudah Bertualang (1963)

Subagio Sastrowardojo
o Simphoni (1957) Toha Mochtar
o Pulang (1958)
o Gugurnya Komandan Gerilya (1962)
o Daerah Tak Bertuan (1963)

Purnawan Tjondronagaro
o Mendarat Kembali (1962)

Bokor Hutasuhut
Datang Malam (1963)
5.Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1966-1970-an

• Taufik Ismail
o Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia
o Tirani dan Benteng
o Buku Tamu Musim Perjuangan
o Sajak Ladang Jagung
o Kenalkan
o Saya Hewan
o Puisi-puisi Langit
• Sutardji Calzoum Bachri
oO
o Amuk
o Kapak
• Abdul Hadi WM
o Meditasi (1976)
o Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975)
o Tergantung Pada Angin (1977)
• Sapardi Djoko Damono
o Dukamu Abadi (1969)
o Mata Pisau (1974)
• M. Balfas
o Lingkaran-lingkaran Retak (1978)
• Mahbub Djunaidi
o Dari Hari ke Hari (1975)
• Wildan Yatim
o Pergolakan (1974)
• Harijadi S. Hartowardojo
o Perjanjian dengan Maut (1976)
• Ismail Marahimin
o Dan Perang Pun Usai (1979)

Goenawan Mohamad
o Parikesit (1969)
o Interlude (1971)
o Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972)
o Seks, Sastra, dan Kita (1980)

Umar Kayam
o Seribu Kunang-kunang di Manhattan
o Sri Sumarah dan Bawuk
o Lebaran di Karet
o Pada Suatu Saat di Bandar Sangging
o Kelir Tanpa Batas
o Para Priyayi
o Jalan Menikung

Danarto
o Godlob
o Adam Makrifat
o Berhala


Nasjah Djamin
o Hilanglah si Anak Hilang (1963)
o Gairah untuk Hidup dan untuk Mati (1968)

Putu Wijaya
o Bila Malam Bertambah Malam (1971)
o Telegram (1973)
o Stasiun (1977)
o Pabrik
o Gres
Bom
• Djamil Suherman
o Perjalanan ke Akhirat (1962)
o Manifestasi (1963)
• Titis Basino
o Dia, Hotel, Surat Keputusan (1963)
o Lesbian (1976)
o Bukan Rumahku (1976)
o Pelabuhan Hati (1978)
o Pelabuhan Hati (1978)
• Leon Agusta
o Monumen Safari (1966)
o Catatan Putih (1975)
o Di Bawah Bayangan Sang Kekasih (1978)
o Hukla (1979)
• Iwan Simatupang
o Ziarah (1968)
o Kering (1972)
o Merahnya Merah (1968)
o Keong (1975)
o RT Nol/RW Nol
o Tegak Lurus Dengan Langit
• M.A Salmoen
o Masa Bergolak (1968)
• Parakitri Tahi Simbolon
o Ibu (1969)
• Chairul Harun
o Warisan (1979)
• Kuntowijoyo
o Khotbah di Atas Bukit (1976)
• Wisran Hadi
o Empat Orang Melayu
Jalan Lurus
6. Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1980-1990-an

Ahmadun Yosi Herfanda

o
o
o
o
o

o

o
o

o
o

Ladang Hijau (1980)
Sajak Penari (1990)
Sebelum Tertawa Dilarang (1997)
Fragmen-fragmen Kekalahan (1997)
Sembahyang Rumputan (1997)
Y.B Mangunwijaya
Burung-burung Manyar (1981)
Darman Moenir
Bako (1983)
Dendang (1988)
Budi Darma
Olenka (1983)
Rafilus (1988)
•Sindhunata
o Anak Bajang Menggiring Angin (1984)
•Arswendo Atmowiloto
o Canting (1986)
•Hilman Hariwijaya
o Lupus - 28 novel (1986-2007)
o Lupus Kecil - 13 novel (1989-2003)
o Olga Sepatu Roda (1992)
o Lupus ABG - 11 novel (1995-2005)
•Gustaf Rizal
o Segi Empat Patah Sisi (1990)
o Segi Tiga Lepas Kaki (1991)
o Ben (1992)
o Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta (1999)
•Remy Sylado
o Ca Bau Kan (1999)
o Kerudung Merah Kirmizi (2002)
•Dorothea Rosa Herliany
o Nyanyian Gaduh (1987)
o Matahari yang Mengalir (1990)
o Kepompong Sunyi (1993)
o Nikah Ilalang (1995)
Mimpi Gugur Daun Zaitun (1999
7.

Penulis dan Karya Sastra Angkatan Reformasi

Widji Thukul
Puisi Pelo
Darman

8. Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2000-an
• Seno Gumira Ajidarma
o Atas Nama Malam
o Sepotong Senja untuk Pacarku
o Biola Tak Berdawai
• Dewi Lestari
o Supernova 1: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh (2001)
o Supernova 2.1: Akar (2002)
o Supernova 2.2: Petir (2004)
• Habiburrahman El Shirazy
o Ayat-Ayat Cinta (2004)
o Diatas Sajadah Cinta (2004)
o Ketika Cinta Berbuah Surga (2005)
o Pudarnya Pesona Cleopatra (2005)
o Ketika Cinta Bertasbih 1 (2007)
o Ketika Cinta Bertasbih 2 (2007)
o Dalam Mihrab Cinta (2007)
• Andrea Hirata
o Laskar Pelangi (2005)
o Sang Pemimpi (2006)
o Edensor (2007)
o Maryamah Karpov (2008)
• Ayu Utami
o Saman (1998)
o Larung (2001)
C.

KESIMPULAN

Berdasasrkan analisis diatas dapat di simpulkan bahwa setiap karya sastra mengalami
perkembangan dan perbedaan pada setiap angkatannya baik dari segi isi dan bentuknya.
Angkatan 20-an (balai Pustaka) dimana karya-karya sastranya yang dihasilkan bersifat
kedaerahan atau kebangsaan yang belum maju dan adanya keterikatan tradisi pada masa itu.
Angkatan pujangga baru mulai mengalami sedikit perubahan dari angkatan balai pustaka, dimana
karya-karya sastra yang lahir dalam angkatan ini mulai memancarkan jiwa yang dinamis,
individualistis, dan tidak terikat dengan tradisi, serta seni harus berorientasi pada kepentingan
masyarakat. Di samping itu, kebudayaan yang dianut masyarakat adalah kebudayaan dinamis
Angkatan 1945 mengalami perubahan dan perbedaan dengan karya-karya pada kedua angkatan
diatas. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga Baru yang
romantik-idealistik. Karya-karya sastra pada angkatan ini banyak bercerita tentang perjuangan
merebut kemerdekaan.
Angkatan 1950-1960-an berbeda dengan karya sastra angkatan 1945, jika pada angkatan 1945
karya-karyanya tentang perjuangan melawan kemerdekaan, maka pada angkatan ini
mengemukakan pertentangan-pertentangan politik karena adanyan gerakan komunis dikalangan
sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra

realisme-sosialis. Dan karya sastra pada angkatan ini didominasi oleh cerpen-cerpen dan
kumpulan puisi.
Angkatan 1966-1970-an berbeda dengan karya-karya sastra angkatan 1950-1960-an, karya sastra
pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra dengan munculnya karya sastra
beraliran surealistik, arus kesadaran, arketip, dan absurd.
Angkatan 1980-1990-an berbeda dengan karya-karya sastra angkatan 1966-1970-an, pada
angkatan ini karya sastra di Indonesia banyak bertemakan ketuhanan dan juga munculan romanroman percintaan.
Angkatan Reformasi, jika pada angkaytan ’80-90-an mengangkat tema-tema ketuhanan dan
percintaan, lain hanlnya dengan angkatan ini. Pada angkatan ini dikenal dengan maraknya karyakarya sastra, puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema sosial-politik, khususnya seputar
reformasi.
Setelah wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan Reformasi muncul angkatan 2000-an, pada
angkatan ini berbeda juga dengan angkatan reformasi, pada angkatan ini karya-karyanya
cenderung vulgar dan banyak bermunculan fiksi-fiksi islami.
DAFTAR PUSTAKA
Sarwadi. 2004. Sejarah Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media.
Riswandi, Bode dan Titin Kusmini. 2010. Pembelajaran Apresiasi Prosa Fiksi. Tasikmalaya:
Siklus Pustaka.
Navis, A.A. 2009. Robohnya Surau Kami. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.