122729047 Pemantauan Perubahan Ruang Terbuka Hijau dengan Menggunakan Citra Satelit ALOS AVNIR 2 studi kasus kabupaten pasuruan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok,
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh
tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (Peraturan Menteri PU no.12
tahun 2009). Menurut Purnomohadi (1995), Ruang terbuka hijau merupakan indikator
dari tingkat kenyamanan suatu wilayah, adanya Ruang Terbuka Hijau (RTH) sangat
diharapkan untuk dapat menanggulangi masalah lingkungan di perkotaan, terutama dalam
menyerap hasil negatif yang disebabkan oleh aktivitas perkotaan seperti industri. RTH
mempunyai manfaat terhadap komponen iklim, diantaranya dalam menyerap panas,
mengurangi tingkat kebisingan dan pencemaran udara.
Menteri Perindustrian Republik Indonesia telah mengatur luas RTH dalam standar
teknis Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No.35/M-IND/PER/3/2010
tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri bahwa pola penggunaan lahan untuk
pengembangan kawasan industri adalah luas ruang terbuka hijau (RTH) minimum 10%
dari total luas areal. Oleh sebab itu dibutuhkan monitoring atau pemantauan terhadap
perubahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di suatu kawasan.
Penginderaan jauh merupakan salah satu alternatif dalam melakukan pemantauan
terhadap perubahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di suatu kawasan. Penggunaan citra
satelit dibutuhkan disini karena citra satelit memiliki resolusi spasial yang tinggi dengan

tingkat ketelitian, cakupan wilayah dan dalam hal penyajian objek yang sesuai dengan
kenampakan asli membuat citra satelit dapat memberikan informasi yang akurat. Citra
satelit SPOT 4 memiliki spesifikasi yang sesuai, dalam hal ini dapat mengindentifikasi
Ruang Terbuka Hijau (RTH) di suatu kawasan Kabupaten yaitu dengan resolusi spasial
20 meter untuk multispektral dan 10 meter untuk pankromatik. (Panuju 2009)
Menurut Huete (1999), Indikasi vegetasi secara empiris diukur berdasarkan
aktivitas vegetasi (fotosintesis). Secara teori, dasar empiris untuk indek vegetasi
didapatkan dari pemeriksaan tipe pantulan dari daun. Pantulan terlihat sangat rendah
sebagai hasil dari penyerapan tinggi dari pigmen dalam aktivitas fotosintesis dengan
tingkat sensitifitas maksimum di warna biru (470nm) dan merah (670nm). Tapi seluruh
radiasi inframerah dekat disebarkan dengan sedikit sekali penyerapan. Hasilnya,
perbedaan merah dan inframerah dekat merespon secara sensitif dari jumlah vegetasi.
Secara umum Ruang Terbuka Hijau merupakan suatu ruang terbuka yang
bervegetasi maka digunakan suatu algoritma indeks vegetasi untuk memudahkan dalam
mengidentifikasi RTH. Algoritma indeks vegetasi yang digunakan adalah Normalized
Difference Vegetation Index (NDVI). Algoritma NDVI merupakan pengembangan dari
algoritma DVI dimana NDVI memiliki rentang nilai antara -1 (non-vegetasi) sampai 1
(vegetasi) dengan batas antara vegetasi dan non-vegetasi adalah nilai 0. Ini berarti NDVI
memiliki batas yang jelas antara vegetasi dan non-vegetasi yang tidak seperti
pendahulunya. (Danoedoro 1996)

Kabupaten Pasuruan merupakan salah satu kabupaten yang ada di Jawa Timur
dengan letak geografis berada pada posisi sangat strategis yaitu jalur regional juga jalur
utama perekonomian Surabaya – Malang dan Surabaya – Banyuwangi. Hal tersebut
menguntungkan dalam pengembangan ekonomi dan membuka peluang infestasi di
Kabupaten Pasuruan. Oleh karena hal itu, Pasuruan Industrial Estate Rembang (PIER)
berdiri. Pasuruan Industrial Estate Rembang (PIER) merupakan salah satu wilayah
kawasan industri perusahaan perseroan (PT SIER) yang utama bergerak di bidang jasa
1

penyediaan tanah untuk lokasi industri di Jawa Timur. PIER dikembangkan di Rembang
Pasuruan. (www.pasuruankab.go.id 2012)
Adanya PIER mempengaruhi pesatnya laju pertumbuhan pembangunan suatu kota
sehingga mengakibatkan perubahan lahan menjadi kawasan terbangun. Adanya
kebutuhan ruang untuk menampung suatu kota dan aktivitasnya mengakibatkan
pengurangan kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Dalam hal ini, kawasan PIER perlu
dilakukan monitoring atau pemantauan RTH.
Oleh sebab itu, pada penelitian ini dilakukan analisis perubahan Ruang Terbuka
Hijau (RTH) dengan membandingkan luas RTH dari Peta Tutupan RTH Kawasan PIER
tahun 1993 dengan Peta Tutupan RTH Kawasan PIER tahun 2011. Selain itu, dianalisis
juga kesesuaian RTH tahun 2011 dengan Permenperin no. 35 Tahun 2010.

1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana cara mengetahui
perubahan Ruang Terbuka Hijau antara tahun 1993 sampai 2011 di Kawasan Pasuruan
Industrial Estate Rembang (PIER)?
1.3 Batasan Permasalahan
Batasan masalah dari penulisan tugas akhir ini adalah:
a. Penelitian dilakukan di Kabupaten Pasuruan (Kecamatan Rembang, Bangil, Beji,
Pandaan, Sukorejo, Wonorejo, Kraton)
b. Data yang digunakan adalah Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) digital Kawasan PIER
skala 1 : 25.000 (pengambilan data tahun 1993) dan citra SPOT 4 tahun 2011 karena
memiliki karakteristik band yang sesuai untuk pengenalan RTH melalui indeks
vegetasi dan resolusi spasial yang cukup tinggi 20 m.
c. Indeks Vegetasi yang digunakan adalah NDVI karena memiliki batas yang jelas antara
vegetasi dan non vegetasi dibandingkan indeks vegetasi lainnya.
1.4 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Membuat Peta Ruang Terbuka Hijau Kawasan PIER tahun 1993
b. Membuat Peta Ruang Terbuka Hijau Kawasan PIER tahun 2011
c. Mengetahui perubahan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Pasuruan Industrial Estate
Rembang (PIER) antara tahun 1993 sampai 2011

d. Menganalisis kesesuaian Ruang Terbuka Hijau Kawasan PIER dengan Peraturan
Menteri Perindustrian Republik Indonesia No.35/M-IND/PER/3/2010 tentang
Pedoman Teknis Kawasan Industri
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini antara lain :
1. Memberi informasi perubahan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Pasuruan Industrial
Estate Rembang (PIER).
2. Bahan untuk penentuan kebijakan lebih lanjut dalam pengelolaan Ruang Terbuka
Hijau.

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Ruang terbuka umum merupakan bentuk dasar dari sebuah ruang yang terletak di
luar massa bangunan dan dimanfaatkan, dipergunakan oleh masyarakat untuk melakukan
bermacam-macam kegiatan (Hakim dan Utomo, 2003:50). Ruang terbuka terdiri atas
RTH dan RTNH.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok,

yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh
tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (Peraturan Menteri PU no.12
tahun 2009 sesuai dengan Perda Kabupaten Pasuruan nomor 12 tahun 2010).
Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) adalah ruang terbuka di bagian wilayah
perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras atau
yang berupa badan air, maupun kondisi permukaan tertentu yang tidak dapat ditumbuhi
tanaman atau berpori (Peraturan Menteri PU no.12 tahun 2009).

(a)
(b)
Gambar 2.1 Jenis RTH secara fisik: (a) RTH alami, (b) RTH binaan
RTH juga dapat mengurangi peristiwa pencemaran udara seperti hujan asam, dan
dapat dikatakan sebagai sink melalui proses oksigenasi dan menghilangkan partikel gas
serta bau di atmosfer (Purnomohadi 1995).
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan menjelaskan
bahwa :
Tujuan penyelenggaraan RTH yaitu :
a. Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air;
b. Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan

alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat;
b. Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman
lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih.
Fungsi RTH yaitu :
a. Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis:

memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara
(paru-paru kota);
 pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat
berlangsung lancar;
 sebagai peneduh;
3

 produsen oksigen;
 penyerap air hujan;
 penyedia habitat satwa;
 penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta;
 penahan angin.
b. Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu:
 Fungsi sosial dan budaya:

- menggambarkan ekspresi budaya lokal;
- merupakan media komunikasi warga kota;
- tempat rekreasi;
- wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari
alam.
 Fungsi ekonomi:
- sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun, sayur
mayur;
- bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lainlain.
 Fungsi estetika:
- meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala
mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap
kota secara keseluruhan;
- menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota;
- pembentuk faktor keindahan arsitektural;
- menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak
terbangun.
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas :
a. Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu membentuk
keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan

untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah);
b. Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu pembersih
udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah,
pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi
hayati atau keanekaragaman hayati).
Tipologi RTH yaitu sebagai berikut :
a. Berdasarkan fisik
1. RTH Alami, berupa habitat liar alami, kawasan lindung, dan taman-taman
nasional.
2. RTH Non Alami/Binaan, yang terdiri dari taman, lapangan lahraga, makam, dan
jalur-jalur hijau jalan.
b. Berdasarkan struktur ruang
1. RTH dengan pola ekologis, merupakan RTH yang memiliki pola mengelompok,
memanjang, tersebar.
2. RTH dengan pola planologis, merupakan RTH yang memiliki pola mengikuti
hirarki dan struktur ruang perkotaan.
c. Berdasarkan segi kepemilikan
1. RTH Publik yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang
dilimiliki oleh Pemerintah (pusat, daerah).
4


2. RTH Privat yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat.
d. Berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya
1. RTH kawasan perdagangan
2. RTH kawasan perindustrian
3. RTH kawasan permukiman
4. RTH kawasan pertanian
5. RTH kawasan-kawasan khusus, seperti pemakaman, hankam, olahraga, alamiah
Berdasarkan standar teknis pada Peraturan Menteri Perindustrian Republik
Indonesia No.35/M-IND/PER/3/2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri bahwa
pola penggunaan lahan untuk pengembangan kawasan industri adalah luas ruang terbuka
hijau (RTH) minimum 10% dari total luas areal. RTH dapat berupa jalur hijau (greenbelt),
taman dan perimeter.
2.2 Pasuruan Industrial Estate Rembang (PIER)
PT SIER (Surabaya Industrial Estate Rungkut) adalah merupakan perusahaan
perseroan yang utama bergerak dibidang jasa penyediaan tanah untuk lokasi industri di
Jawa Timur. Pasuruan Industrial Estate Rembang (PIER) merupakan salah satu wilayah
kawasan industri PT. SIER. Pada tahun 1989 dikembangkan di Rembang Pasuruan
dengan luas tanah 520 ha.
Kawasan Pasuruan Industrial Estate Rembang merupakan kawasan industri yang

terluas diantara ketiga kawasan yang dikelola oleh PT. SIER. Kawasan Industri
(Industrial estate) adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi
dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh
Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No.2/HPL/DA/1976 Tanggal 2
Januari 1976, dimana PIER memperoleh hak pengolahan seluas 500 ha, yaitu 60% dari
luas lahan merupakan bangunan pabrik, sedangkan 40% merupakan sarana pengunjung.
Hak tersebut didaftarkan pada kantor Agraria Kabupaten Pasuruan pada tanggal 10
September 1986.
Lahan untuk keperluan industri tersebut dapat diperoleh dengan pembelian secara
tunai atau angsuran dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) selama 20 tahun dan
dapat diperpanjang. Pada sekarang ini jumlah perusahaan yang ada di kawasan industri
PIER sebanyak 54 perusahaan yang berasal dari Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA), dimana saat ini yang beroperasi 48
perusahaan dan yang lainnya masih dalam proses konstruksi atau lahan kosong.
Industri PIER terletak di Desa Pandean Kecamatan Rembang Kabupaten Pasuruan
Propinsi Jawa Timur. Dengan batas-batas wilayah disebelah utara industri PIER adalah
jalan penghubung ke desa Pandean,sebelah selatan berbatasan dengan desa
Pejangkungan,disebelah timur berbatasan dengan desa Curah Dukuh, dan sebelah barat
berbatasan dengan desa Mojoparon dan desa Pokeron. Kondisi Topografi PT. PIER

umumnya berbukit dengan ketinggian 4 – 45 meter dari permukaan air laut sedangkan
jarak dari sungai Raci 4 meter. Dari Jarak Perkotaan 14 kilometer dan jarak antara
pemukiman penduduk adalah 3 kilometer.
2.3 Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah ilmu pengetahuan dan seni dalam memperoleh informasi
tentang suatu obyek, area, gejala melalui analisis datayang diperoleh dengan alat tanpa
kontak langsung dengan obyek, area, gejala yang diamati. (Kiefer, 1994).
5

Konsep dasar penginderaan jauh terdiri atas beberapa elemen atau komponen yang
meliputi sumber tenaga, atmosfer, interaksi tenaga dengan objek dipermukaan bumi,
sensor, system pengolahan data, dan berbagai penggunaan data. Konsep dasar
digambarkan sebagai system penginderaan jauh dan penggunaannya (Gambar 2.1).
Matahari
Sensor

Reflected

Reflected

Reflected

Scattered

Sistim Penanganan data pada
stasiun bumi

Emitted

Atmosfir
Absorb

Added
reflectant

Interpretasi and analisis

Backgound reflectance

Absorb

Transmitted

Produk

Permukaan Bumi

Pengguna

Gambar 2.1 Uraian interaksi obyek-obyek di permukaan bumi dengan gelombang
elektromagnetik sehingga dihasilkan citra inderaja (Lillesand dan Kiefer 1994)
Sebuah sistem penginderaan jauh memerlukan sumber tenaga baik alamiah maupun
buatan. Tenaga yang dimaksud berupa spektrum elektromagnetik yang meliputi spektra
kosmis, gamma, sinar x, ultra violet, cahaya tampak, infra merah, gelombang mikro serta
gelombang radio. Jumlah total seluruh spektrum disebut spektrum elektromagnetik.
Dalam dunia penginderaan jauh, terdapat dua sistem tenaga pada wahana yaitu sistem
pasif dan sistem aktif.
 Sistem Pasif. Pada wahana yang menggunakan sistem pasif, sumber tenaga utama
yang dibutuhkan oleh satelit berasal dari sumber lain yang tidak terintegrasi dalam
wahana. Sumber tenaga yang dimaksud biasanya berupa energi yang berasal dari
matahari. Beberapa wahana yang menggunakan sistem ini antara lain Aster, Landsat,
SPOT, NOAA, MODIS dan lainnya.
 Sistem aktif. Pada wahana yang menggunakan sistem pasif, sumber tenaga utama yang
dibutuhkan oleh wahana menggunakan tenaga elektromagnetik yang dibangkitkan
oleh sensor radar ( radio detecting and ranging ) yang terintegrasi pada wahana
tersebut. Beberapa wahana yang menggunakan sistem ini antara lain Radarsat, JERS,
ADEOS dan lainnya.
Radiasi elektromagnetik yang mengenai suatu benda atau obyek kenampakan di
muka bumi akan berinteraksi dalam bentuk pantulan, serapan dan transmisi. Dalam
proses tersebut, ada tiga hal penting, yaitu bagian tenaga yang di serap, dipantulkan dan
ditransmisikan akan berbeda untuk setiap obyek yang berbeda tergantung pada jenis
materi dan kondisinya sehingga memungkinkan untuk membedakan obyek pada citra.
Hal lain adalah ketergantungan pada panjang gelombang obyek, berarti bahwa pada suatu
obyek yang sama akan berbeda pada panjang gelombangnya (Lillesand dan Kiefer 1994).
Data penginderaan jauh dapat berupa data citra dan data non citra. Data citra antara
lain data yang bersifat optik, analog dan digital. Sedang data non-citra berupa grafik,
6

diagram dan numerik. Citra hasil rekaman sensor harus dikoreksi, anatra lain dengan
menggunakan koreksi radiometrik, koreksi geometrik dan koreksi atmosferik.
Klasifikasi citra bertujuan untuk pengelompokan atau melakukan segmentasi
terhadap kenampakan-kenampakan yang homogen dengan menggunakan teknik
kuantitatif. Klasifikasi secara digital dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu klasifikasi
Terselia, Klasifikasi Tak Terselia dan klasifikasi gabungan.
Interpretasi citra merupakan kegiatan mengkaji foto udara atau citra dengan maksud
untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut. Interpretasi
dapat dilakukan secara manual maupun secara digital.
2.4 Citra SPOT 4
SPOT (Systeme Probatoire de l’Observation de la Terre) adalah proyek kerja sama
antara Perancis, Swedia dan Belgia, di bawah koordinasi CNES (Centre National
d’EtudesSpatiales), badan ruang angkasa Perancis. SPOT-1 diluncurkan pada tanggal 23
Februari 1986 dari stasiun peluncuran di Kourou, Guyana Perancis, dengan membawa
dua sensor identik yang disebut HRV (High Resolution Visible, resolusi tinggi pada
spectrum tampak). Disebut identik, karena memang kedua sensor tersebut sepenuhnya
sama. (Danoedoro 1996)
Pada Maret 1998 sebuah kemajuan signifikan SPOT-4 diluncurkan: sensor HRVIR
mempunyai empat disamping tiga band dan instument vegetasi ditambahkan. Vegetasi
didesain untuk hampir tiap hari dan akurat untuk monitoring bumi secara global.
Tabel 2.1 Karakteriktik SPOT 4 (Sirius.spotimage.fr)

7

2.5 Image Processing
Pengolahan gambar digital atau Digital Image Processing (DIP) adalah bidang
yang berkembang sangat pesat sejalan dengan kemajuan teknologi pada industri saat ini.
Fungsi utama dari Digital Image Processing adalah untuk memperbaiki kualitas dari
gambar hingga gambar dapat dilihat lebih jelas, karena informasi penting diekstrak dari
gambar yang dihasilkan harus jelas sehingga didapatkan gambar yang terbaik. Selain itu
DIP digunakan untuk memproses data yang diperoleh dalam persepsi mesin, yaitu
prosedur-prosedur yang digunakan untuk mengektraksi informasi dari gambar, informasi
dalam bentuk yang cocok untuk proses komputer.
Keuntungan menggunakan DIP adalah presisi, yaitu pada masing-masing proses
fotografi, disini terdapat penurunan kualitas gambar dan sinyal elektrik yang terdegradasi
akibat keterbatasan komponen elektrik, dalam kondisi ini DIP dapat menjaga hasil
gambar tetap presisi. Keuntungan yan lain adalah fleksibilitas, yaitu penggunaan yang
lebih besar, sebuah gambar dapat di magnified, reduced atau rotated, kontras, brightness
dapat diubah.
Selain keuntungan DIP juga memiliki kekurangan yaitu kecepatan dan mahal,
banyak operasi yang digunakan oleh DIP lebih lambat dan lebih mahal dibandingkan
operasi optik atau elektrikal lainnya dan resources untuk menghitung bisa mahal.
2.6 Koreksi Geometrik Citra
Transformasi geometrik yang paling mendasar adalah penempatan kembali posisi
piksel sedemikian rupa, sehingga pada citra digital yang tertransformasi dapat dilihat
gambaran obyek di permukaan bumi yang terekam oleh sensor. Pengubahan bentuk
kerangka liputan dari bujur sangkar menjadi jajaran genjang merupakan hasil dari
tranformasi ini. Tahap ini diterapkan pada citra digital mentah (langsung hasil perekaman
satelit) dan merupakan koreksi kesalahan geometrik sistematik. Pada sistem perekaman
HRV SPOT, koreksi hanya dilakukan dengan menghitung magnitude kecepatan rotasi
bumi, gerakan satelit dan sudut pandang sensor. Pada level ini, citra SPOT-HRV
dikatakan memiliki level koreksi 1B. Koreksi geometrik selanjutnya diperlukan untuk
menghasilkan data yang lebih teliti dalam aspek planimetrik. Pada koreksi ini, sistem
koordinat atau proyeksi peta tertentu dijadikan rujukan, sehingga dihasilkan citra yang
mempunyai sistem koordinat dan skala yang seragam. Citra terkoreksi ini siap untuk
dimanipulasi bersama dengan peta dalam kerangka sistem informasi geografi.
(Danoedoro 1996)
Proses koreksi geometrik pada data citra dilakukan dalam dua tahapan yaitu
registrasi dari citra dengan peta topografi dan rektifikasi citra dengan citra yang telah
terkoreksi. Sistem proyeksi yang dipakai adalah sistem UTM (Universal Transverse
Mercator) zona tertentu, dengan datum World Geodetic System (WGS) 1984.
Untuk uji ketelitian geometrik digunakan RMS (Root Mean Square), dari hasil
pelaksanaan koreksi geometrik, nilai kesalahan RMS rata-rata citra adalah harus lebih
kecil atau sama dengan 1 (satu) piksel dengan nilai strength of figure dari titik kontrol
registrasi citra adalah harus lebih kecil atau sama dengan 1 (satu). Sedangkan untuk uji
ketelitian radiometrik digunakan matriks korelasi klasifikasi atau matrix of confusion
classification adalah nilai matriks diagonalnya harus lebih kecil atau sama dengan 70%.
(Sukojo 2012).
2.7 Indeks Vegetasi
Indeks vegetasi merupakan suatu algoritma yang diterapkan terhadap citra
(biasanya multispektral), untuk menonjolkan aspek kerapatan vegetasi ataupun aspek lain
8

yang berkaitan dengan kerapatan, misalnya biomassa, Leaf Area Index (LAI), konsentrasi
klorofil, dan sebagainya.
Secara praktis, indeks vegetasi ini merupakan suatu
transformasi matematis yang melibatkan beberapa saluran sekaligus, dan menghasilkan
citra baru yang lebih representative dalam menyajikan fenomena vegetasi. (Danoedoro
1996)
Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) merupakan kombinasi antara
teknik penisbahan dengan teknik pengurangan citra. Transformasi NDVI ini merupakan
salah satu produk standar NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration),
satelit cuaca yang berorbit polar namun member perhatian khusus pada fenomena global
vegetasi. Berbagai penelitian mengenai perubahan liputan vegetasi di benua Afrika
banyak menggunakan tranformasi ini. ((Tucker 1986) dalam Danoedoro 1996).
Algoritma NDVI secara aritmatik sebagai berikut : (Liliesand dan Kiefer 2000)
ρ NIR−ρ
ρ NIR+ ρ
¿
NDVI =¿ ¿ … … … … … … ..(1)
¿
ρ NIR− ρ
ρ NIR+ ρ
NDVI =¿ ¿ ¿
¿
Keterangan :
NDVI
= Normalized Difference Vegetation Index
NIR
= nilai band infra merah dekat
RED
= nilai band merah
ρ
= Unitless Planetary Reflectance

dimana untuk citra SPOT 4 untuk mendapatkan nilai ρ, perlu adanya transformasi nilai
spektral radian ke reflektan dengan persamaan :
2

ρ=

π Lλ d
… … … … … … … … ..(2)
ESUNλ cos θ

Dimana sebelum menghitung itu, diperlukan transformasi nilai Digital Number ke nilai
spektral dengan persamaan :
DN
Lλ =
… … … … … … … … ..(3)
Gλ∗A λ
Keterangan :

= Spectral Radiance at The Sensor’s Aperture
2
d
= Earth-Sun Distance in Astronomical Units
ESUNλ = Mean Solar Exoatmospheric Irradiances
θ
= Solar Zenith Angle in Degrees
π
= 3,141592654

9

Gambar 2.2 Rentang

data NDVI oleh NASA

Indeks vegetasi berbasis NDVI yang ditunjukkan pada persamaan (2), mempunyai
nilai yang hanya berkisar antara -1 (non-vegetasi) hingga 1 (vegetasi). Setelah NDVI
diperoleh, langkah selanjutnya adalah membuat skala warna (color map) tingkat vegetasi
agar diperoleh informasi lebih lanjut. NASA mengklasifikasikan tingkat kehijauan
vegetasi NDVI menggunakan skala seperti tampak pada gambar 2.2.
NDVI memiliki kelebihan dalam mengurangi gangguan tertentu dengan hubungan
band dan pengaruhnya dikaitkan dengan variasi tidak langsung, awan dan bayangan
awan, matahari dan sudutnya serta topografi. Pada NDVI, sebagai perbandingan, dapat
dihitung dari nilai digital baku hitungan, permukaan dari radiansi atmosfer, reflectances
nyata (normalisasi radiances), dan sebagian atau koreksi atmosfer total (Huete, A.,
Justice, C. dan Leeuwen, W.1999).
2.8 Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Basori (2012) dari Institut Teknologi
Sepuluh Nopember (ITS) bulan Januari 2012 hingga Juni 2012 dengan menggunakan
TERRA MODIS antara tahun 2007-2011 menunjukkan perubahan hutan dengan algortima
NDVI dan EVI. Lokasi penelitian berada di daerah propinsi Jawa Timur. Hasil dari
penelitian tersebut menunjukkan bahwa nilai indeks vegetasi dengan menggunakan
algoritma NDVI memiliki nilai minimal dan maksimal lebih stabil jika dibandingkan
dengan algoritma EVI. Luas area hutan dipengaruhi oleh perubahan musim. Pada musim
hujan, hutan memiliki luas area yang lebih besar dibandingkan pada musim kemarau
karena pada musim kemarau terdapat beberapa jenis pohon yang menggugurkan daunnya
sehingga indeks vegetasi lebih rendah.
Penelitian lain juga dilakukan oleh Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
bulan Januari 2011 hingga Juni 2011 dengan menggunakan ALOS AVNIR2 dan PRISM
tahun 2008 menunjukkan persebaran Ruang Terbuka Hijau. Lokasi penelitian berada di
darah Perkotaan Pati. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa persentase
tingkat kebenaran citra sebesar 82,05% dari hasil uji ketelitian dengan perhitungan
confusion matrix. Luasan wilayah perkotaan Pati telah memenuhi persyaratan ideal
wilayah perkotaan dengan jumlah persentase 49,934%. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa menggunakan metode Pan-Sharpening dari data citra pankromatik
(PRISM) yang resolusi spasialnya tinggi dan data citra multispectral (AVNIR2) yang
resolusi spasialnya rendah dapat mempertajam citra hasil klasifikasi. Citra ini dapat
membantu dalam identifikasi obyek-obyek atau kelas penutup lahan yang mencakup
kelas RTH.
Penelitian lain juga dilakukan oleh Insitut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
bulan Januari 2011 hingga Juni 2011 dengan menggunakan Landsat tahun 2003 dan
SPOT 4 tahun 2009 menunjukkan hubungan indeks vegetasi dengan ketinggian dan
kemiringan lahan. Lokasi penelitian berada di Kabupaten Pasuruan. Hasil dari penelitian
tersebut menunjukkan hubungan antara indeks vegetasi dengan ketinggian dan
kemiringan lahan melalui uji korelasi (NDVI Landsat, EVI Landsat, NDVI SPOT 4)
dengan ketinggian lahan diperoleh nilai korelasi tertinggi sebesar 0,542 pada NDVI
SPOT 4, dari ketiga hasil penelitian termasuk korelasi sedang (0,40-0,599). Hasil uji
korelasi antara indeks vegetasi (NDVI Landsat, EVI Landsat, NDVI SPOT 4) dengan
10

kemiringan lahan diperoleh nilai korelasi tertinggi sebesar 0,517 pada EVI Landsat, dari
ketiga hasil penelitian juga termasuk korelasi sedang (0,40-0,599).
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Dyah (2009) Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor dengan menggunakan SPOT tahun 1998
sampai tahun 2005 menunjukkan pola musiman penutupan lahan bervegetasi. Lokasi
penelitian berada di Provinsi Riau yang diambil secara acak dari beberapa titik. Jenis
tutupan lahan yang dianalisis terbatas pada tiga jenis penggunaan lahan bervegetasi
khususnya hutan, kebun dan ladang. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan pada
musim tertentu nilai indeks vegetasi cenderung tinggi pada bulan Juni-Agustus dan pada
bulan Desember-Februari cenderung rendah. Sebagai contoh nilai indeks vegetasi
(NDVI) penggunaan hutan di sekitar bulan Juni-Agustus bisa mencapai 0,8 atau lebih
sedangkan di sekitar bulan Desember-Februari bernilai sekitar 0,3. Demikian juga dengan
jenis penggunaan kebun pada bulan Desember-Februari nilai NDVI sekitar 0,4 sedangkan
bulan Juni-Agustus NDVI mendekati 0,8. Selanjutnya pada penggunaan ladang nilai
tertinggi dicapai pada sekitar Juni-Agustus dengan nilai sekitar 0,7 dan terendah
ditunjukkan pada bulan Desember-Februari dengan nilai sekitar 0,4 atau sedikit lebih
rendah. Secara umum perbedaan dari ketiga jenis penggunaan terletak pada nilai
maksimum dan minimum yang dapat dicapai serta amplitudonya selama satu periode
musim (setahun). Dalam hal ini, nilai maksimum NDVI hutan > kebun > ladang, nilai
minimum NDVI hutan < kebun < ladang.

11

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian Tugas Akhir ini mengambil area di Kawasan PIER, Kabupaten
Pasuruan. Kabupaten Pasuruan terletak pada 112° 33` 55” hingga 113° 30` 37”BT dan 70°
32` 34” hingga 80° 30` 20” LS
Lokasi Penelitian

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian (www.peta-kota.com)
3.2 Data dan Peralatan
3.3.1 Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian Tugas Akhir ini antara lain :
1.
Citra satelit SPOT 4 Tanggal 21 Juli 2011. Pengambilan data ini disebabkan citra
satelit SPOT 4 mempunyai resolusi spasial yang memadai untuk dapat
mengidentifikasi RTH dan terdiri dari 4 band HRVIR, sehingga cocok dengan
metode NDVI.
2.
Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) digital Kawasan PIER skala 1 : 25.000
(pengambilan data tahun 1993) terbitan BAKOSURTANAL yang digunakan untuk
pembuatan Peta Tutupan RTH Kawasan PIER tahun 1993 dan sebagai data acuan
dalam koreksi geometrik.
3.3.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1.
Perangkat Keras (Hardware)
 Notebook Acer Extensa 4630Z Pentium Dual Core, memori 4 Gb, Hard Disk
320Gb yang digunakan untuk proses pengolahan data, pemodelan hasil, dan
penulisan laporan.
2.
Perangkat Lunak (Software)
 Sistem Operasi Windows 7 Ultimate digunakan untuk menjalankan semua
software.
 ENVI 4.6.1 digunakan untuk pengolahan data citra.
 Matlab 7.0 digunakan untuk perhitungan data.
12

 Microsoft Excel 2007 digunakan untuk perhitungan data.
 Microsoft Word 2007 digunakan untuk penulisan laporan.
 Microsoft Visio 2007 digunakan untuk pembuatan flowchart
3.3 Metodologi Penelitian
3.3.1 Tahap Penelitian
Tahapan yang dilaksanakan dalam penelitian Tugas Akhir ini adalah :
Identifikasi Masalah
Perubahan RTH di Kawasan PIER

Studi Literatur
RTH
NDVI
Peraturan Menteri Perindustrian

Pengumpulan Data
Citra SPOT 4
Peta RBI Kawasan PIER skala
25.000
Penelitian lain

1:

Pengolahan Data

Analisa

Penyusunan Laporan
Gambar 3.2 Diagram Alir Tahapan Penelitian
Berikut adalah penjelasan diagram alir metode penelitian:
1. Identifikasi Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana cara mengetahui perubahan
Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Pasuruan Industrial Estate Rembang (PIER)
menggunakan Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) digital Kawasan PIER skala 1 : 25.000
(pengambilan data tahun 1993) dan citra satelit SPOT 4 tahun 2011.
13

2. Tahap Persiapan
Pada tahap ini, kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah :
 Studi Literatur
Bertujuan untuk mendapatkan referensi yang berhubungan dengan Ruang Terbuka
Hijau (RTH), NDVI, Peraturan Menteri Perindustrian dan literatur lain yang
mendukung baik dari buku, jurnal, majalah, koran, internet dan lain-lain.
 Pengumpulan Data
Pengumpulan data berupa peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) digital Kawasan PIER
skala 1 : 25.000 (pengambilan data tahun 1993) terbitan BAKOSURTANAL, Citra
satelit SPOT 4 .
3. Tahap Pengolahan data
Pada tahapan ini dilakukan pengolahan dari data-data yang telah diambil dari lapangan
dan data penunjang lainnya untuk selanjutnya dilakukan analisa.
4. Tahap Analisa
Data yang telah diolah kemudian dianalisa sedemikian rupa sehingga didapatkan suatu
hasil dan kesimpulan yang nantinya digunakan untuk menyusun laporan Tugas Akhir.
5. Penyusunan Laporan
Penyusunan laporan merupakan tahap akhir dari peneltian Tugas Akhir ini.

14

3.3.2 Tahap Pengolahan Data
Tahapan dalam pengolahan data ini adalah :

Gambar 3.3 Diagram Alir Tahap Pengolahan Data

15
Peta Perubahan Ruang Terbuka Hijau
Skala

Berikut ini adalah penjelasan diagram alir tahap pengolahan data :
1. Tahap Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah
a. Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) digital Kawasan PIER skala 1 : 25.000 (pengambilan
data tahun 1993) yang diterbitkan BAKOSURTANAL, dari data ini dihasilkan Peta
Tutupan RTH Kawasan PIER tahun 1993.
b. Citra satelit SPOT 4 tanggal 21 Juli 2011, dari data ini dihasilkan Peta Tutupan RTH
Kawasan PIER tahun 2011.
2. Pra Pengolahan Data
a.
Pemotongan Citra
Pemotongan citra dilakukan untuk membatasi daerah penelitian dan memperkecil
memori penyimpanan sehingga mempercepat proses pengolahan.
b.
Koreksi Citra
Dalam pengolahan citra yang pertama dilakukan adalah koreksi geometrik bertujuan
untuk mereduksi kesalahan geometrik sehingga dihasilkan citra terkoreksi geometrik.
Ada dua cara yang dilakukan untuk mereduksi kesalahan yaitu registrasi adalah
koreksi geometrik antara citra yang belum terkoreksi dengan citra terkoreksi atau
antara citra dengan peta. Rektifikasi adalah koreksi geometrik antara citra dengan peta.
Koreksi geometrik yang bersifat random diselesaikan dengan analisa titik kontrol
tanah (ground control point) melalui fungsi transformasi yang menghubungkan antara
sistem koordinat tanah dan citra.
c.
Perhitungan RMS (Road Mean Square)
Apabila nilai RMS Error lebih besar dari satu (RMSe > 1 piksel) maka harus
dilakukan koreksi geometrik sampai di dapat nilai RMS kurang atau sama dengan satu
(RMSe ≤ 1 piksel). Hasil RMS Error rata-rata citrakurang dari 1 piksel dan SOF
mendekati nol maka akan dianggap memenuhi toleransi yang diberikan. (Purwadhi
2001)
3. Pengolahan Data
a.
Algoritma NDVI
Yaitu algoritma NDVI digunakan untuk memperoleh nilai spectral indeks vegetasi
yang digunakan untuk mengidentifikasi Ruang Terbuka Hijau (RTH). Proses
memasukkan algoritma NDVI ini akan menghasilkan nilai spectral citra -1 sampai 1.
Selanjutnya dilakukan proses Density Slicing atau dikenal juga dengan level slicing,
yaitu salah satu teknik enhancement untuk mendistribusikan nilai spectral pada sumbu
x (axis) dari histogram citra yang dibagi dalam beberapa interval analisis. Hasilnya
adalah Peta Tutupan RTH Kawasan PIER tahun 2011. (Liliesand and Kiefer 2000)
b. Indentifikasi kelas RTH
Untuk mendapatkan Peta Tutupan RTH Kawasan PIER tahun 1993, pada penelitian ini
mengindentifikasi kelas RTH yang ada pada Peta RBI digital Kawasan PIER skala 1 :
25.000 (pengambilan data tahun 1993) yang kemudian dibuat Peta Tutupan RTH
Kawasan PIER tahun 1993.
c. Overlay
Peta Tutupan RTH Kawasan PIER tahun 1993 dioverlay dengan Peta Tutupan RTH
Kawasan PIER tahun 2011.
4. Analisis
Pada tahap ini dilakukan analisis perubahan Ruang Terbuka Hijau dengan
membandingkan luas RTH dari Peta Tutupan RTH Kawasan PIER tahun 1993 dengan
Peta Tutupan RTH Kawasan PIER tahun 2011. Selain itu, dianalisis juga kesesuaian RTH

16

tahun 2011 dengan Permenperin no. 35 Tahun 2010. Selanjutnya dari analisa tersebut
dapat ditarik suatu kesimpulan.
5. Hasil
Dari pengolahan data citra dan analisis yang dilakukan diperoleh hasil akhir yaitu
Perubahan RTH Kawasan PIER serta Kesesuaiannya dengan Permenperin No. 35 Tahun
2010.

17

BAB IV
PELAKSANAAN KEGIATAN
4.1 Jadwal Pelaksanan
Pelaksanaan penelitian tugas akhir ini diperkirakan selesai selama empat bulan.
Adapun rencana jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1. berikut:
Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan
No
.

Kegiatan

Nopember
1 2 3 4

Bulan
Desember
Januari
1 2 3 4 1 2 3 4

Februari
1 2 3 4

1

Tahap Persiapan
Studi Literatur
Pengumpulan Data
2 Tahap Pelaksanaan
Pengolahan Data
Analisa
3 Tahap Akhir
Penyusunan
Laporan Akhir
Keterangan:
: Tahun 2012
: Tahun 2013

18

DAFTAR PUSTAKA
Arozaq, M. 2008. Penginderaan Jauh (Remote Sensing). URL:http:www.geografi.ums.ac.id
/ebook/.../arcview_3x_Analisis_Citra_Arcview.pdf dikunjungi pada tanggal 24
Oktober 2012, jam 18.40 WIB.
Basori, 2012. Analisis Perubahan Hutan Di Jawa Timur Menggunakan Citra Satelit Terra
Modis Antara Tahun 2007-2011 (Studi Kasus : Daerah Propinsi Jawa Timur
Berdasarkan Indek Vegetasi NDVI dan EVI). Surabaya : Teknik Geomatika.
Danoedoro, P. 1996. Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Huete, A., Justice, C. dan Leeuwen, W.1999. Modis Vegetation Index (Mod 13) Algorithm
Theoretical Basis Document. dikunjungi pada
tanggal 1 November 2012, jam 6.45.
Janssen, L.F.L and Huurneman C.G. 2001. Principles of Remote Sensing. ITC Educational
Textbooks Series. ITC, Enshede, Netherlands.
Lillesand, T. M., dan Kiefer, R. W. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Dulbahri
et al, penerjemah. Yogyakarta : Gadjah Mada Unversity Press.
Lillesand, T.M., dan Kiefer, R.W. 1994. Remote Sensing and Image Interpretation. New
York.: John Wiley&Son, Inc,.
Lillesand, T.M., Kiefer R.W., dan Chipman J.W. 2004. Remote Sensing And Image
Interpretation. Fifth Edition. New York : John Wiley & Sons.
Maryanti, N. 2011. Analisa Perubahan Vegetasi Ditinjau Dari Tingkat Ketinggian Dan
Kemiringan lahan Menggunakan Citra Satelit Landsat Dan SPOT 4 (Studi Kasus
Kabupaten Pasuruan). Surabaya : Teknik Geomatika.
Nurhayati, A.S.D. 2011. Pemanfaatan Citra Satelit Alos Hasil Metode Pan-Sharpening Untuk
Pemetaan Ruang Terbuka Hijau Wilayah Perkotaan Pati. Surabaya : Teknik
Geomatika.
Panuju, D.R. 2009. Telaah Pola Musiman Penutupan Lahan Bervegetasi dengan X12ARIMA
pada NDVI SPOT Vegetation. Bogor : Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, IPB.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.5 tahun 2008. Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan
Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.
Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No.35/M-IND/PER/3/2010. Pedoman
Teknis Kawasan Industri
Peraturan Menteri PU no.12 tahun 2009. Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang
Terbuka.
Perda Kabupaten Pasuruan nomor 12 tahun 2010. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Pasuruan Tahun 2009-2029.
Purbowaseso, B. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Jakarta: UI-Press.
Purwadhi, S.H. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta: Grasindo.
Rushayati, S.B. 2011. Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu
Permukaan Di Kabupaten Bandung. Forum Geografi. Vol.25 No.1, Juli 2011.
Sudiana, D. 2008. Analisis Indeks Vegetasi menggunakan Data Satelit NOAA/AVHRR dan
TERRA/AQUA-MODIS Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas
Indonesia.
Sukojo, B. M. 2012. Penginderaan Jauh (Dasar Teori & Terapan). Surabaya : ITS-Press.
Thoha, A.S. 2008. Karakteristik Citra Satelit.Universitas Sumatera Utara.
URL:http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../karakteristik20citra20sat
elit6/ dikunjungi pada tanggal 10 Oktober 2012, jam 09.10 WIB.
19

Wardhani, D. E. 2006. Pengkajian Suhu Udara Dan Indeks Kenyamanan Dalam Ruang
Terbuka Hijau (Studi Kasus : Kota Semarang). Departemen Geofisika dan
Meteorologi FMIPA IPB. Bogor.

20