INFORMASI TENTANG MODUL bambu (1)
INFORMASI TENTANG MODUL
RINCIAN MODUL
Nama Modul
: Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat
Jam Kuliah
: 2.5 (dua setengah)
Pertemuan ke
:13 (Tiga Belas)
TUJUAN INSTRUKSIONAL
Tujuan Instruksional Umum:
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan memiliki pemahaman tentang
penanggulangan bencana berbasis masyarakat.
Tujuan Instruksional Khusus:
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa memahami:
1.
2.
3.
4.
Konsep Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat
Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat pada saat Persiapan
Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat pada saat Penangana
Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat pada saat Pemulihan
KEGUNAAN MODUL:
Modul ini disusun untuk mengembangkan pemahaman mahasiswa tentang penanggulangan
bencana berbasis masyarakat.
PENYAMPAIAN MODUL
Strategi Penyampaian Modul
Modul ini disampaikan kepada mahasiswa dalam bentuk presentasi (ceramah), Tanya jawab,
pembahasan kasus, dan permainan, serta diskusi kelompok.
Media Penyampaian Modul
Media belajar yang digunakan adalah: Laptop, LCD Projector, Hand-Out, Lembar Kasus,
Spidol, Whiteboard, dan Metacard.
SUMBER ACUAN:
Aribowo. 2008.Pekerjaan Sosial Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana
Berbasis Komunitas. Kertas Kerja.Tidak Dipublikasikan.
Bastian Affeltranger, dkk. 2006. Hidup Akrab dengan Bencana: sebuah tinjauan
global tentang inisiatif-inisiatif pengurangan bencana. Jakarta: MPBI
Yayasan IDEP-USAID. 2004. Panduan Umum: Penanggulangan Bencana Berbasis
Masyarakat. Ubud Bali
URAIAN MATERI
PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS MASYARAKAT
1. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang berada di wilayah yang sangat rawan bencana
(Bakornas, 2005), baik gempa bumi, gunung meletus, banjir, tsunami, kebakaran hutan,
konflik etnis yang disebabkan oleh masyarakat multi etnik, transisi demokrasi, dan
sebagainya.
Catatan dari Direktorat Vulkanolgi dan Mitigasi Bencana Geologi
(DVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (2006) menunjukkan bahwa
ada 28 wilayah di Indonesia yang tergolong rawan gempa besar dan Tsunami, diantaranya
NAD, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jateng dan DIY
bagian selatan, Jatim Bagian selatan, Bali, NTB, Sulut, Sulteng, Sulsel, Maluku Utara,
Maluku Selatan, Biak, Yapen, Fak-fak, serta Balikpapan Kaltim.
Permasalahan tersebut akan semakin nyata akibat kerentanan masyarakat yang semakin
tinggi sebagai dampak dari kemiskinan, ketidak adilan, ketimpangan sosial, kebijakan
yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat, proses pembangunan yang tidak
memperhatikan daya dukung lingkungan, efek negatif dari desentralisasi kekuasaan, dan
sebagainya.
Situasi tersebut menjadi semakin buruk jika dikaitkan dengan situasi
penanganan bencana (baik sebelum, pada saat, serta pasca bencana) yang bersifat parsial,
tidak utuh, dan tidak berkelanjutan. (MPBI, 2007)
Situasi yang ada menunjukkan
bencana gempa atau bencana alam yang tidak terlalu besarpun akan membawa dampak
kerugian jiwa maupun material yang sangat besar.
Kondisi ini nampaknya dapat
disimpulkan bahwa masyarakat tidak memiliki kesiapsiagaan terhadap terjadinya
bencana.
Berdasarkan Deklarasi dan Kerangka Aksi Hyogo serta aksi Beijing yang merupakan tiga
dokumen penting tak terpisahkan yang menjadi tekad dan program kerja masyarakat
sedunia dalam rangka mengurangi risiko bencana untuk satu dekade mendatang (2005 –
2015) juga mencantumkan posisi masyarakat sipil yang dirumuskan dan dibacakan pada
konferensi Kobe sebagai posisi yang sama pentingnya dengan isi risalah Hyogo. Berbagai
memorandum dunia ini menggarisbawahi pentingnya masyarakat sipil dalam bersiap
menghadapi bencana.
Dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh pemerintah,
seperti rendahnya kemampuan ekonomi yang tidak sebanding dengan risiko bencana yang
sering muncul, serta berbagai persoalan teknis lainnya, maka Keterlibatan masyarakat
sangat dibutuhkan.
Penanggulangan Bencana Berbasiskan Masyarakat (PBBM)
menjadi suatu alternatif
solusi yang cukup dapat dipertanggungjawabkan untuk mencapai tujuan tersebut. PPBM
merupakan suatu langkah alternatif yang bertujuan untuk menggapai kesiapsiagaan
komunitas dalam menghadapi bencana, baik bencana alam maupun bencana sosial.
Proses PPBM ini bukan diarahkan dalam merespon bencana yang sudah terjadi,
melainkan lebih pada merajut kekuatan lokal masyarakat dalam menggalang
kesiapsiagaan terhadap bencana.
PPBM merupakan suatu rangkaian proses-proses praktek teknis yang dikembangkan
berdasarkan pengalaman praktek lapangan (Practice Wisdom), yang belum memiliki
landasan teoritik secara komprehensif, terutama dilihat dari perspektif pekerjaan sosial
masyarakat (Lokakarya CBDRM STKS, 2007). Dengan demikian, studi mendalam untuk
mengeksplorasi lebih lanjut tentang pengembangan PPBM menjadi suatu langkah
strategis yang sangat dibutuhkan.
PPBM sebenarnya bukan merupakan paradigma baru dalam pengembangan sosial
masyarakat, khususnya dalam perspektif pekerjaan sosial. Paradigma pelayanan sosial
atau aksi-aksi bersama dengan berlandaskan kekuatan masyarakat (Community Based)
telah dikembangkan sejalan dengan perkembangan perhatian pekerjaan sosial pada
masalah-masalah yang bersifat lebih luas / makro.
Pekerjaan sosial terhadap bencana mulai dikembangkan secara intensif sejak “Charity
Organization Societies” (COS) memberikan respon terhadap gempa bumi besar di San
Francisco tahun 1906 (Zakour, tanpa tahun). Upaya yang dilakukan oleh pekerjaan sosial
waktu itu terutama dipusatkan pada koordinasi antar lembaga pelayanan untuk
memberikan respon secara lebih baik terhadap korban bencana. Pelayanan-pelayanan
diarahkan pada dua pendekatan sekaligus, yaitu mobilisasi komunitas (Community
mobilization) dan koordinasi pelayanan (Service Coordination).
Mobilisasi komunitas terutama diarahkan pada upaya-upaya meningkatkan kondisi
lingkungan fisik agar berfungsi secara penuh dalam memenuhi kebutuhan individu
maupun keluarga.
Koordinasi pelayanan terutama diarahkan untuk meningkatkan
aksesibilitas kelompok-kelompok rentan pada pelayanan sosial yang dibutuhkan. Selain
itu, koordinasi juga mengupayakan kontinyuitas pelayanan lembaga terhadap korban
bencana. Pendekatan utama yang digunakan dalam respon pekerjaan sosial ini terutama
berkisar pada keberfungsian sosial individu korban bencana, mikro serta mezzo.
Pendekatan makro hanya terbatas pada pengembangan organisasi pelayanan saja. Upaya
ini juga baru bersifat respon terhadap permasalahan yang muncul jika terjadi bencana.
Upaya-upaya sistematis untuk menyiapkan masyarakat atau meningkatkan kesiapsiagaan
masyarakat terhadap bencana, resiko bencana, maupun kerentanan masyarakat belum
secara jelas diuraikan pada berbagai literatur maupun artikel tentang pekerjaan sosial.
Secara definitif, PBBM merupakan serangkaian kegiatan untuk mengurangi risiko
terjadinya bencana yang diakibatkan oleh gejala alam dan atau ulah manusia yang
dilakukan oleh masyarakat sebagai pelaku utama dengan didukung oleh pemerintah dan
aktor lainnya.
Dari definisi tersebut nampak bahwa pekerjaan sosial masyarakat,
khususnya dalam model pengembangan masyarakat lokal (locality development) memiliki
relevansi yang sangat dekat. Yaitu suatu model pengembangan masyarakat lokal yang
menempatkan masyarakat sebagai inisiator serta motor penggerak utama. PBBM lebih
diarahkan pada upaya upaya preventif, bukan pada respon bencana, lebih memiliki posisi
yang menggelembung pada fase pra maupun pasca bencana.
Kesiapsiagaan serta
keberdayaan warga masyarakat lokal dalam menghadapi ancaman bencana menjadi fokus
perhatian. Hal ini dilandasi oleh asumsi bahwa :
Masyarakat lokal merupakan masyarakat yang paling terpapar pada ancaman dan
terkena dampak bencana.
Dalam keadaan daruratpun, masyarakat “korban” masih mempunyai kekuatan yang
bisa didayagunakan.
Dengan memusatkan perhatian kepada masyarakat, akan mengefektikan kerjasama
dengan pihak lain untuk melakukan dukungan lanjutan bila dibutuhkan.
Masyarakat lokal, mengenal lebih baik karakteristik wilayahnya, dan mempunyai cara
adaptasi yang telah teruji dari waktu ke waktu. (Subagyo, Oxfam, tanpa tahun).
Selanjutnya dalam UU RI No: 24 Th 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Pasal 27
mengemukakan bahwa masyarakat memiliki kewajiban:
1. Menjaga kehidupan sosial masyarakat yang harmonis, memelihara keseimbangan,
keserasian, keselarasan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup;
2. Melakukan kegiatan penanggulangan bencana;
3. Memberikan informasi yang benar kepada publik tentang penanggulangan
bencana
Salah satu bentuk Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat (PBBM)
dikembangkan oleh IDEP.
2. Definisi dan Tujuan PBBM
PBBM adalah serangkaian kegiatan untuk mengurangi risiko terjadinya bencana yang
diakibatkan oleh gejala alam dan atau ulah manusia yang dilakukan oleh masyarakat
sebagai pelaku utama dengan didukung oleh pemerintah dan aktor lainnya.
Selama ini, tindakan dalam usaha penanggulangan bencana dilakukan oleh pemerintah,
yang pelaksanaannya kemudian dilakukan bersama antara pemerintah daerah dengan
organisasi-organisasi yang tetkait dengan masyarakat yang tertimpa bencana.
Pada saat menghadapi bencana, masyarakat yang belum mampu untuk menanganinya
sendiri harus menunggu bantuan yang kadang-kadang tidak segera datang.
Perlu disadari bahwa upaya/kegiatan yang dilaksanakan pada detik-detik pertama saat
terjadi bencana, sangat menentukan dampak bencana tersebut.
Didasari pemikiran tersebut, dan sejalan dengan program pengembangan masyarakat
yang mandiri, masyarakat sendiri perlu mengetahui secara menyeluruh semua upaya
penanggulangan bencana supaya bias segera mengambil tindakan yang tepat pada waktu
bencana terjadi. Pelaksanaan penanggulangan bencana berbasis masyarakat ini
memerlukan dukungan dan partisipasi dari seluruh masyarakat.
Secara keseluruhan, tujuan PBBM ini adalah:
1. Meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat, terutama pada daerah-daerah
yang rawan bencana.
2. Memperkenalkan cara membuat peta bahaya setempat.
3. Memperkuat kemampuan masyarakat dalam menanggulangi bencana dengan menjalin
4.
5.
6.
7.
kerjasama dengan pihak-pihak terkait.
Mengembangkan organisasi bencana di daerah.
Memperkaya pengetahuan masyarakat dengan pendidikan tentang bencana.
Mempertinggi kesadaran masyarakat akan lingkungan hidup.
Membina kemampuan masyarakat yang mandiri.
Pada akhirnya, seluruh tindakan penanggulangan bencana ini bertujuan untuk mengurangi
dampak bencana.
C. Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat
1. PERSIAPAN DAN PENCEGAHAN
Tujuan persiapan adalah untuk:
a. Mengurangi risiko bencana
Untuk mencegah bencana secara mutlak memang mustahil, namun ada banyak
tindakan yang bisa dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bencana
atau mengurangi dampak bencana. Contoh : Untuk mencegah longsor, masyarakat
membuat sengkedan/penahan daerah longsor dengan pagar bambu/pohon yang
berakar kuat/beton. Untuk mencegah banjir, sebelum musim hujan masyarakat bias
membersihkan saluran air, got dan sungai serta tidak membuang sampah di
sembarang tempat apalagi sungai.
b. Mengurangi korban
Apabila masyarakat sudah mempersiapkan diri, akan lebih mudah untuk menentukan tindakan
penyelamatan pada saat bencana terjadi. Persiapan yang baik akan bisa membantu masyarakat
untuk melakukan tindakan yang tepat guna dan tepat waktu. Contoh: Masyarakat yang
dilanda bencana gunung berapi berkali-kali bisa mempersiapkan diri dengan membuat
perencanaan serta mendapatkan pelatihan yang diperlukan.
c. Meringankan penderitaan
Sebagai contoh: umumnya pada kasus bencana, masalah utama adalah persediaan air bersih.
Akibatnya banyak masyarakat yang terjangkit penyakit menular. Dengan melakukan
persiapan terlebih dahulu kesadaran masyarakat akan pentingnya sumber air bersih bisa
mengurangi penyakit menular.
d. Menjalin kerjasama
Tergantung dari cakupan bencana dan kemampuan masyarakat, penanganan bencana
bisa dilakukan oleh masyarakat itu sendiri atau apabila diperlukan bisa bekerjasama
dengan pihak-pihak yang terkait. Untuk menjamin kerjasama yang baik, pada tahap
persiapan ini masyarakat perlu menjalin hubungan dengan pihak-pihak tertentu.
2. Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana (KMPB)
a. Apa KMPB itu?
KMPB terdiri dari anggota-anggota masyarakat baik laki-laki maupun perempuan,
yang dibentuk atas hasil keputusan masyarakat bersama. Masyarakat sendiri berhak
untu melakukan segala usaha untuk mengurangi risiko dan dampak bencana.
b. Manfaat KMPB
Jam-jam pertama adalah masa krisis bagi korban bencana. Banyak korban yang
akhirnya meninggal atau menjadi cacat seumur hidup karena tidak mendapatkan
pertolongan segera. Oleh karena itu perlu disiapkan sebuah kelompok masyarakat
untuk mampu menanggulangi hal-hal seperti itu.
c. Tugas KMPB
Membuat perencanaan untuk mengurangi dampak bencana yang mungkin terjadi di
wilayahnya.Apabila diperlukan, KMPB dapat bekerja sama dengan pihak-pihak
terkait dalam menanggulangi bencana misalnya BPBD.
d. Memilih Anggota KMPB
Anggota KMPB harus dipilih berdasarkan kemampuan masing-masing orang dalam
melaksanakan tugas yang dibutuhkan. Biasanya, orang-orang yang sehat secara fisik
dan mental, serta mampu mengatasi tekanan akibat bencana, dapat menjadi anggota
KMPB
3. Mengenal beberapa Jenis Bencana
a. Dua Kondisi Bencana
Kondisi Darurat: adalah kondisi bencana mendadak, dimana tidak ada
waktu untuk melakukan persiapan kecuali menyelamatkan diri. Ciricirinya; tidak ada gejala atau peringatan, keselamatan jiwa terancam,
keadaan tidak terkendali.
Kondisi Non Darurat: adalah kondisi bencana dimana masih ada waktu
untuk melakukan persiapan. Ciri-cirinya; ada gejala atau peringatan,
ada waktu untuk mempersiapkan diri, ada waktu untuk melaksanakan
rencana.
b. Jenis-jenis Bencana
Penting bagi masyarakat untuk mengenal jenis-jenis bencana seperti; banjir, tanah
longsor, gunung berapi, badai dan angin topan, gempa bumi, tsunami, konflik
sosial dan serangan teoris. Dalam mengenal jenis-jenis bencana tersebut perlu
diketahu penyebabnya, persiapan dalam pencegahan kemungkinan terjadinya,
serta tindakan-tindakan apa yang harus dilakukan di rumah-rumah.
4. Memperkirakan Faktor Risiko Bencana
a. Mengenali kemungkinan Risiko; untuk menilai kemungkinan risiko bencana,
perlu dilakukan pengumpulan keterangan dari masyarakat yang telah
mempunyai pengalaman dalam hal ini, yaitu mereka yang telah mengalami
bencana sebelumnya, serta statistik yang diperoleh dari instansi terkait.
Misalnya: jenis bencana, penyebab bencana, tanggal terjadinya, jangka waktu
pemulihan, perkiraan jumlah korban dan kerusakan, lokasi, besarnya dampak.
b. Mendata Prasarana Masyarakat; pendataan prasarana seperti gedung sekolah,
puskesmas, sarana ibadah dan juga rumah masyarakat berguna untuk
mengetahui berapa besar nilai kerusakannya jika terjadi bencana di wilayah
tersebut.
c. Mendata Rumah Sakit atau Klinik Terdekat; pada saat bencana terjadi, korban
yang menderita cedera berat harus dibawa ke rumah sakit secepatnya. Untuk
itu
sebelumnya
regu
Pertolongan
Pertama
dan
Kesehatan
sudah
mempersiapkan daftar instansi-instansi kesehatan terdekat untuk kemudahan
pada waktu diperlukan.
5. Peta Bahaya
Dengan mengenal daerah sekitar dan mengenal potensi bencana yang bisa terjadi,
akan bisa mempermudah pembuatan rencana pencegahannya. Dengan alasan ini
diperlukan sebuah peta yang bisa menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan
bencana seperti: daerah rawan bencana, jalur-jalur bantuan, sumber air dan lainnya.
Peta ini harus bisa menggambarkan situasi desa dan wilayah sekitarnya sejelas
mungkin, sedangkan potensi bencana bisa dicantumkan sebagai lampiran keterangan
peta.
6. Rencana Persiapan dan Pencegahan
7. Rencana Pengungsian
a. Tentang Pengungsian: Pengungsian adalah proses pemindahan orang ke
tempat yang aman dari ancaman bahaya.
b. Yang Dipertimbangkan Dalam Menentukan Pengungsian.
Menilai besarnya dampak bencana
Kemungkinan bencana susulan
Tersedianya sarana/tempat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
dalam pengsian
c. Menentukan lokasipengungsian
Perlu diperhatikan bahwa besar kemungkinan penduduk yang
daerahnya digunakan untuk pengungsian mengalami pengaruhpengaruh akibat bencana. Apabila pengungsian dilakukan, hal-hal
mengenai penduduk yang daerahnya dipergunakan untuk pengungsian
perlu dipertimbangkan, termasuk:
Melibatkan perwakilan dari masyarakat yang daerahnya
digunakan untuk pengungsian dalam pengambilan keputusan
yang bisa mempengaruhi kedua pihak.
Mengundang anggota-anggota dari masyarakat yang daerahnya
digunakan untuk pengungsian dalam rapat-rapat umum untuk
membicarakan: rencana penanganan akomodasi, makanan dan
air, serta sanitasi.
Pertimbangan dalam memilih tempat pengungsian:
Tempat yang aman dari ancaman bencana
Cukup luas untuk menampung pengungsi dan kegiatan
pertolongan
Kemudahan jalur transportasi pengungsian
Fasilitas air bersih dan sarana lainnya.
d. Tempat Pengungsian untuk bencana Tertentu
Tanah Longsor- Tempat datar dan aman dari bencana
Gunung Berapi- Tempat tinggi dan terlindung dari abu dan gas
Tsunami- Tempat yang tinggi dan jaraknya 1 km atau lebih dari tepi
pantai
Banjir-Dataran tinggi
Gempa Bumi- Di luar bangunan/tempat terbuka
Konflik Sosial- Tempat yang netral dari pihak-pihak yang bertikai
Serangan Teroris- Tempat jauh dari keramaian, sarana umum &
bangunan penting.
8. Organisasi KMPB
Besarnya jumlah anggota KMPB tergantung pada besarnya wilayah dan
besarnya cakupan kemungkinan bencana. Untuk sebuah desa di Indonesia yg
rata-rata mempunyai 500 keluarga, anggota yang diperlukan untuk
membentuk KMPB adalah 45 orang.
Kelompok ini kemudian dibagi
menjadi 13 regu yangg masing-masing-masing memiliki tugas khusus. Setiap
regu mmilih seorang koordinator.
2. PENANGANAN BENCANA
a. Tindakan Langsung Pada Saat Bencana
Saksi yang mengetahui : BUNYIKAN TANDA BAHAYA
Meminta bantuan melalui telepon atau mengutus orang meminta bantuan ke
desa terdekat, menghubungi SATLAK, PMI, POLISI, TNI, LSM, Instansi
pemerintah, dan menghubungi media.
Kepala Desa/Pimimpinan wilayah memutuskan mengungsi atau tidak.
Nomor Telepon untuk Gawat Darurat
SAR
115
POLISI
112
PEMADAM KEBAKARAN
RSU/AMBULANCE
PLN
113
118
123
b. Penanganan Tanpa Rencana
Punya rencana atau tidak, segera adakan pembagian tugas dan tanggung jawab
dengan merujuk para relawan yang ada di lokasi dan dianggap mampu untuk
melakukannnya. Kumpulkan relawan-relawan itu untuk membentuk regu-regu
penanganan bencana. Besarnya jumlah relawan ini tergantung pada besarnya
wilayah dan besarnya bencana. Untuk sebuah desa di Indonesia, yang rata-rata
mempunyai 500 keluarga, relawan yang diperlukan adalah kurang lebih 45 orang.
Karena tidak memiliki rencana, maka pengaturan tugas perlu disesuaikan menurut
cakupan bencana, kondisi desa atau wilayah setempat; dengan melibatkan seluruh
masyarakat yang mampu.
c. Penanganan Bencana
Apabila sudah ada KMPB, pastikan kehadiran anggota-anggota KMPB tersebut.
Jika ada yang tidak hadir segera cari anggota lain untuk menggantikannya. Jika
KMPB sudah siap, pelaksanaan rencana sudah bisa dimulai. Jika ada, siapkan
Rencana Penanggulangan Bencana dan Peta Bahaya yang telah dibuat.
Langkah-langkah Pada Saat Bencana (Activiting)
Mempersiapkan tugas untuk regu.
Menangani korban.
Mencari orang yang belum ditemukan.
Mengamankan keadaan di lokasi bencana.
Membuat laporan kondisi sarana dan korban.
Mendirikan pos-pos bantuan kemanusiaan.
Penanganan jenazah dll.
d. Tindakan Pengungsian
Pengarahan Pengungsian
Persiapan Dapur Umum
Persiapan Obat-obatan
Memutuskan Aliran Listrik
Mempersiapkan Lokasi Pengungsian
Kebutuhan Kendaraan
Mempersiapkan Pengangkutan
Prioritaskan Kelompok Rentan
3. PEMULIHAN BENCANA
a. Tentang Pemulihan Bencana
Pemulihan bencana berarti membangun kembali segala yang rusak akibat dampak
suatu bencana yang menimpa sebuah masyarakat.
Tujuan dari pemulihan bencana :
Untuk mengurangi penderitaan korban bencana
Paling tidak mengembalikan kondisi seperti semula serta meningkatkannya
menjadi lebih baik daripada kondisi semula.
Memperkirakan perkembangan keadaan dengan menciptakan lingkungan yang
bisa mengurangi kemungkinan risiko bencana di masa depan.
b. Jangka Waktu Pemulihan
Jangka waktu pemulihan tergantung besarnya dampak bencana yang terjadi.
Kebutuhan pemulihan yang mendesak, adalah kebutuhan pemulihan yang
perlu diutamakan walaupun bersifat sementara.Tahap pemulihan jangka
pendek adalah tahap dimana masyarakat belum bisa memunuhi kebutuhan
dasarnya sendiri.
Kebutuhan pemulihan jangka panjang, pada tahap ini masyarakat perlu
memperkirakan kebutuhan untuk kehidupan yang berkelanjutan. Proses ini
sangat tergantung pada kerusakan yang terjadi dan kemampuan untuk
mendapatkan alat, bahan dan tenaga yang dibutuhkan. Pada dasarnya
pemulihan jangka panjang mencakup:
Membangun perekonomian lokal-seperti pembukaan peluang usaha,
pembukaan lapangan kerja, pelatihan tenaga kerja
Perbaikan unsur-unsur rohani dan adat budaya, seperti membangun
tempat ibadat yang permanen
Perbaikan aliran listrik dan sistem komunikasi permanen
Perbaikan produksi pangan, seperti pertanian, perkebunan, perikanan,
dan peternakan, dll
Perbaikan dan pelestarian lingkungan, seperti menanam pohon,
membersihkan sungai, dll
Pemulihan pendidikan, seperti penyediaan buku, sumber daya manusia,
dll.
c. KMPB Dalam Tahap Pemulihan
Tugas dasar KMPB adalah tetap untuk meringankan penderitaan masyarakat yang
dilanda bencana. KMPB harus bekerja sama dengan masyarakat dalam menangani
dan menyalurkan bantuan, baik dari dalam maupun luar.
Partisipan Pemulihan, atau yang terlibat dalam pemulihan adalah tokoh
masyarakat, perwakilan dari pemerintah daerah, organisasi pendukung, orang
yang mempunyai keahlian dalam proses pemulihan, sukarelawan dan anggota
masyarakat.
d. Memperkirakan Kebutuhan
Kebutuhan Dasar Perorangan atau Keluarga
Kebutuhan Rumah Tangga
Kebutuhan Pemukiman
Kebutuhan Masyarakat secara Umum
Kebutuhan untuk pos kesehatan
Penyuluhan kesehatan masyarakat
Perawatan kejiawaan
Kebutuhan sanitasi
Kebutuhan sarana dan pra sarana yang mendesak
Bahan bangunan, alat dan SDM
Kebutuhan ketentraman dan stabilitas
e. Proses Pemenuhan Kebutuhan
Lingkaran Proses pemenuhan kebutuhan:
Membuat kesimpulan kebutuhan
Mengenal sumber daya yang tersedia
Menentukan prioritas penyaluran sumber daya
Apabila sumber daya telah disalurkan menurut prioritas yang telah
ditentukan, KMPB perlu menghitung perkiraan kekurangan kebutuhan
yang masih diperlukan masyarakat.
f. Pembukuan dalam Proses Pemenuhan Kebutuhan
Pembukuan adalah catatan mengenai
semua transaksi pemasukan dan
pengeluaran barang dan uang. Pembukuan ini perlu dilakukan secara terperinci
supaya bisa mengetahui dengan jelas jumlah persediaan dan kekurangan
kebutuhan untuk mengambil keputusan tindakan selanjutnya.
Mendata bantuan yang diterima
Mendata bantuan yang disalurkan
Penyaluran bantuan kepada keluarga/orang
Penggunaan jurnal rangkuman transaksi keuangan
Penggunaan jurnal rangkuman transaksi barang
g. Proses Pencarian Bantuan
Apabila tidak bisa mencukupi kebutuhannya sendiri, maka masyarakat perlu untuk
mencari bantuan dari sumber lain. Peran KMPB dibutuhkan untuk mengajukan
permohonan kepada organisasi-organisasi donor dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat, terutama kebutuhan dasar yang mendesak.
Pada saat mencari bantuan, masyarakat dan KMPB sebaiknya menggunakan
kesempatan ini untuk memikirkan kebutuhan jangka panjang yang bisa
meningkatkan perkembangan wilayah.
Adapun sumber bantuan antara lain:
Bantuan Perseorangan (Swasta)
Bantuan dari Pemerintah
Bantuan dari Lembaga Donor
h. Bekerjasama dengan Media Massa
Melalui media massa, berita tentang bencana yang terjadi bisa disebarluaskan ke
seluruh pelosok tanah air. Pada bencana yang cakupannya besar akan ada banyak
pertanyaan dari khalayak umum dan media massa, maka KMPB dan masyarakat
perlu mempersiapkan diri untuk itu. Saat inilah diperlukan Regu Media dan
Hubungan Luar untuk mewakili masyarakat dalam menyampaikan berita yang
tepat.
Saat ini adalah kesempatan yang terbaik untuk menjelaskan kebutuhan masyarakat
yang tertimpa bencana dan menggunakan media massa untuk meminta bantuan
dariorang-orang yang terketuk hatinya. Media massa juga bisa menjadi perantara
antara masyarakat dan khalayak umum untuk melaporkan masalah yang terjadi
agar proses pemulihan berjalan lancar secara transparan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam bekerjasama dengan media adalah:
Cara menghubungi media
Pernyataan pers
Lembaran fakta
Tanggung jawab jurubicara
Tentang wawancara dengan korban
Pengumuman tentang keadaan korban
i. Tentang Pemulihan Jangka Panjang
Setelah kondisi stabil, masyarakat bisa memulai merencanakan pemulihan
keadaan jangka panjang. Tahap ini adalah kesempatan bagi masyarakat untuk
membangun keadaan yang lebih baik daripada keadaan semula. Karena itu
diperlukan rencana yang matang dan baik. Proses ini akan dibantu oleh pembuatan
peta pemulihan. Apabila dibutuhkan, bisa meminta keterangan lebih lanjut atau
menghubungi instansi pemerintah setempat, LSM, dan ahli-ahli penasihat yang
berpengalaman dalam hal ini.
Pada tahap ini masyarakat perlu memperkirakan kebutuhan untuk kehidupan yang
berkelanjutan. Proses ini sangat tergantung kepada kerusakan yang terjadi dan
kemampuan untuk mendapatkan alat, bahan dan tenaga yang dibutuhkan. Namun
pada dasarnya, pemulihan jangka panjang mencakup:
Membangun perekonomian lokal
Perbaikan sarana dan prasarana
Perbaikan dan pelestaraian lingkungan
RINCIAN MODUL
Nama Modul
: Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat
Jam Kuliah
: 2.5 (dua setengah)
Pertemuan ke
:13 (Tiga Belas)
TUJUAN INSTRUKSIONAL
Tujuan Instruksional Umum:
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan memiliki pemahaman tentang
penanggulangan bencana berbasis masyarakat.
Tujuan Instruksional Khusus:
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa memahami:
1.
2.
3.
4.
Konsep Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat
Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat pada saat Persiapan
Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat pada saat Penangana
Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat pada saat Pemulihan
KEGUNAAN MODUL:
Modul ini disusun untuk mengembangkan pemahaman mahasiswa tentang penanggulangan
bencana berbasis masyarakat.
PENYAMPAIAN MODUL
Strategi Penyampaian Modul
Modul ini disampaikan kepada mahasiswa dalam bentuk presentasi (ceramah), Tanya jawab,
pembahasan kasus, dan permainan, serta diskusi kelompok.
Media Penyampaian Modul
Media belajar yang digunakan adalah: Laptop, LCD Projector, Hand-Out, Lembar Kasus,
Spidol, Whiteboard, dan Metacard.
SUMBER ACUAN:
Aribowo. 2008.Pekerjaan Sosial Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana
Berbasis Komunitas. Kertas Kerja.Tidak Dipublikasikan.
Bastian Affeltranger, dkk. 2006. Hidup Akrab dengan Bencana: sebuah tinjauan
global tentang inisiatif-inisiatif pengurangan bencana. Jakarta: MPBI
Yayasan IDEP-USAID. 2004. Panduan Umum: Penanggulangan Bencana Berbasis
Masyarakat. Ubud Bali
URAIAN MATERI
PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS MASYARAKAT
1. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang berada di wilayah yang sangat rawan bencana
(Bakornas, 2005), baik gempa bumi, gunung meletus, banjir, tsunami, kebakaran hutan,
konflik etnis yang disebabkan oleh masyarakat multi etnik, transisi demokrasi, dan
sebagainya.
Catatan dari Direktorat Vulkanolgi dan Mitigasi Bencana Geologi
(DVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (2006) menunjukkan bahwa
ada 28 wilayah di Indonesia yang tergolong rawan gempa besar dan Tsunami, diantaranya
NAD, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jateng dan DIY
bagian selatan, Jatim Bagian selatan, Bali, NTB, Sulut, Sulteng, Sulsel, Maluku Utara,
Maluku Selatan, Biak, Yapen, Fak-fak, serta Balikpapan Kaltim.
Permasalahan tersebut akan semakin nyata akibat kerentanan masyarakat yang semakin
tinggi sebagai dampak dari kemiskinan, ketidak adilan, ketimpangan sosial, kebijakan
yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat, proses pembangunan yang tidak
memperhatikan daya dukung lingkungan, efek negatif dari desentralisasi kekuasaan, dan
sebagainya.
Situasi tersebut menjadi semakin buruk jika dikaitkan dengan situasi
penanganan bencana (baik sebelum, pada saat, serta pasca bencana) yang bersifat parsial,
tidak utuh, dan tidak berkelanjutan. (MPBI, 2007)
Situasi yang ada menunjukkan
bencana gempa atau bencana alam yang tidak terlalu besarpun akan membawa dampak
kerugian jiwa maupun material yang sangat besar.
Kondisi ini nampaknya dapat
disimpulkan bahwa masyarakat tidak memiliki kesiapsiagaan terhadap terjadinya
bencana.
Berdasarkan Deklarasi dan Kerangka Aksi Hyogo serta aksi Beijing yang merupakan tiga
dokumen penting tak terpisahkan yang menjadi tekad dan program kerja masyarakat
sedunia dalam rangka mengurangi risiko bencana untuk satu dekade mendatang (2005 –
2015) juga mencantumkan posisi masyarakat sipil yang dirumuskan dan dibacakan pada
konferensi Kobe sebagai posisi yang sama pentingnya dengan isi risalah Hyogo. Berbagai
memorandum dunia ini menggarisbawahi pentingnya masyarakat sipil dalam bersiap
menghadapi bencana.
Dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh pemerintah,
seperti rendahnya kemampuan ekonomi yang tidak sebanding dengan risiko bencana yang
sering muncul, serta berbagai persoalan teknis lainnya, maka Keterlibatan masyarakat
sangat dibutuhkan.
Penanggulangan Bencana Berbasiskan Masyarakat (PBBM)
menjadi suatu alternatif
solusi yang cukup dapat dipertanggungjawabkan untuk mencapai tujuan tersebut. PPBM
merupakan suatu langkah alternatif yang bertujuan untuk menggapai kesiapsiagaan
komunitas dalam menghadapi bencana, baik bencana alam maupun bencana sosial.
Proses PPBM ini bukan diarahkan dalam merespon bencana yang sudah terjadi,
melainkan lebih pada merajut kekuatan lokal masyarakat dalam menggalang
kesiapsiagaan terhadap bencana.
PPBM merupakan suatu rangkaian proses-proses praktek teknis yang dikembangkan
berdasarkan pengalaman praktek lapangan (Practice Wisdom), yang belum memiliki
landasan teoritik secara komprehensif, terutama dilihat dari perspektif pekerjaan sosial
masyarakat (Lokakarya CBDRM STKS, 2007). Dengan demikian, studi mendalam untuk
mengeksplorasi lebih lanjut tentang pengembangan PPBM menjadi suatu langkah
strategis yang sangat dibutuhkan.
PPBM sebenarnya bukan merupakan paradigma baru dalam pengembangan sosial
masyarakat, khususnya dalam perspektif pekerjaan sosial. Paradigma pelayanan sosial
atau aksi-aksi bersama dengan berlandaskan kekuatan masyarakat (Community Based)
telah dikembangkan sejalan dengan perkembangan perhatian pekerjaan sosial pada
masalah-masalah yang bersifat lebih luas / makro.
Pekerjaan sosial terhadap bencana mulai dikembangkan secara intensif sejak “Charity
Organization Societies” (COS) memberikan respon terhadap gempa bumi besar di San
Francisco tahun 1906 (Zakour, tanpa tahun). Upaya yang dilakukan oleh pekerjaan sosial
waktu itu terutama dipusatkan pada koordinasi antar lembaga pelayanan untuk
memberikan respon secara lebih baik terhadap korban bencana. Pelayanan-pelayanan
diarahkan pada dua pendekatan sekaligus, yaitu mobilisasi komunitas (Community
mobilization) dan koordinasi pelayanan (Service Coordination).
Mobilisasi komunitas terutama diarahkan pada upaya-upaya meningkatkan kondisi
lingkungan fisik agar berfungsi secara penuh dalam memenuhi kebutuhan individu
maupun keluarga.
Koordinasi pelayanan terutama diarahkan untuk meningkatkan
aksesibilitas kelompok-kelompok rentan pada pelayanan sosial yang dibutuhkan. Selain
itu, koordinasi juga mengupayakan kontinyuitas pelayanan lembaga terhadap korban
bencana. Pendekatan utama yang digunakan dalam respon pekerjaan sosial ini terutama
berkisar pada keberfungsian sosial individu korban bencana, mikro serta mezzo.
Pendekatan makro hanya terbatas pada pengembangan organisasi pelayanan saja. Upaya
ini juga baru bersifat respon terhadap permasalahan yang muncul jika terjadi bencana.
Upaya-upaya sistematis untuk menyiapkan masyarakat atau meningkatkan kesiapsiagaan
masyarakat terhadap bencana, resiko bencana, maupun kerentanan masyarakat belum
secara jelas diuraikan pada berbagai literatur maupun artikel tentang pekerjaan sosial.
Secara definitif, PBBM merupakan serangkaian kegiatan untuk mengurangi risiko
terjadinya bencana yang diakibatkan oleh gejala alam dan atau ulah manusia yang
dilakukan oleh masyarakat sebagai pelaku utama dengan didukung oleh pemerintah dan
aktor lainnya.
Dari definisi tersebut nampak bahwa pekerjaan sosial masyarakat,
khususnya dalam model pengembangan masyarakat lokal (locality development) memiliki
relevansi yang sangat dekat. Yaitu suatu model pengembangan masyarakat lokal yang
menempatkan masyarakat sebagai inisiator serta motor penggerak utama. PBBM lebih
diarahkan pada upaya upaya preventif, bukan pada respon bencana, lebih memiliki posisi
yang menggelembung pada fase pra maupun pasca bencana.
Kesiapsiagaan serta
keberdayaan warga masyarakat lokal dalam menghadapi ancaman bencana menjadi fokus
perhatian. Hal ini dilandasi oleh asumsi bahwa :
Masyarakat lokal merupakan masyarakat yang paling terpapar pada ancaman dan
terkena dampak bencana.
Dalam keadaan daruratpun, masyarakat “korban” masih mempunyai kekuatan yang
bisa didayagunakan.
Dengan memusatkan perhatian kepada masyarakat, akan mengefektikan kerjasama
dengan pihak lain untuk melakukan dukungan lanjutan bila dibutuhkan.
Masyarakat lokal, mengenal lebih baik karakteristik wilayahnya, dan mempunyai cara
adaptasi yang telah teruji dari waktu ke waktu. (Subagyo, Oxfam, tanpa tahun).
Selanjutnya dalam UU RI No: 24 Th 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Pasal 27
mengemukakan bahwa masyarakat memiliki kewajiban:
1. Menjaga kehidupan sosial masyarakat yang harmonis, memelihara keseimbangan,
keserasian, keselarasan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup;
2. Melakukan kegiatan penanggulangan bencana;
3. Memberikan informasi yang benar kepada publik tentang penanggulangan
bencana
Salah satu bentuk Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat (PBBM)
dikembangkan oleh IDEP.
2. Definisi dan Tujuan PBBM
PBBM adalah serangkaian kegiatan untuk mengurangi risiko terjadinya bencana yang
diakibatkan oleh gejala alam dan atau ulah manusia yang dilakukan oleh masyarakat
sebagai pelaku utama dengan didukung oleh pemerintah dan aktor lainnya.
Selama ini, tindakan dalam usaha penanggulangan bencana dilakukan oleh pemerintah,
yang pelaksanaannya kemudian dilakukan bersama antara pemerintah daerah dengan
organisasi-organisasi yang tetkait dengan masyarakat yang tertimpa bencana.
Pada saat menghadapi bencana, masyarakat yang belum mampu untuk menanganinya
sendiri harus menunggu bantuan yang kadang-kadang tidak segera datang.
Perlu disadari bahwa upaya/kegiatan yang dilaksanakan pada detik-detik pertama saat
terjadi bencana, sangat menentukan dampak bencana tersebut.
Didasari pemikiran tersebut, dan sejalan dengan program pengembangan masyarakat
yang mandiri, masyarakat sendiri perlu mengetahui secara menyeluruh semua upaya
penanggulangan bencana supaya bias segera mengambil tindakan yang tepat pada waktu
bencana terjadi. Pelaksanaan penanggulangan bencana berbasis masyarakat ini
memerlukan dukungan dan partisipasi dari seluruh masyarakat.
Secara keseluruhan, tujuan PBBM ini adalah:
1. Meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat, terutama pada daerah-daerah
yang rawan bencana.
2. Memperkenalkan cara membuat peta bahaya setempat.
3. Memperkuat kemampuan masyarakat dalam menanggulangi bencana dengan menjalin
4.
5.
6.
7.
kerjasama dengan pihak-pihak terkait.
Mengembangkan organisasi bencana di daerah.
Memperkaya pengetahuan masyarakat dengan pendidikan tentang bencana.
Mempertinggi kesadaran masyarakat akan lingkungan hidup.
Membina kemampuan masyarakat yang mandiri.
Pada akhirnya, seluruh tindakan penanggulangan bencana ini bertujuan untuk mengurangi
dampak bencana.
C. Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat
1. PERSIAPAN DAN PENCEGAHAN
Tujuan persiapan adalah untuk:
a. Mengurangi risiko bencana
Untuk mencegah bencana secara mutlak memang mustahil, namun ada banyak
tindakan yang bisa dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bencana
atau mengurangi dampak bencana. Contoh : Untuk mencegah longsor, masyarakat
membuat sengkedan/penahan daerah longsor dengan pagar bambu/pohon yang
berakar kuat/beton. Untuk mencegah banjir, sebelum musim hujan masyarakat bias
membersihkan saluran air, got dan sungai serta tidak membuang sampah di
sembarang tempat apalagi sungai.
b. Mengurangi korban
Apabila masyarakat sudah mempersiapkan diri, akan lebih mudah untuk menentukan tindakan
penyelamatan pada saat bencana terjadi. Persiapan yang baik akan bisa membantu masyarakat
untuk melakukan tindakan yang tepat guna dan tepat waktu. Contoh: Masyarakat yang
dilanda bencana gunung berapi berkali-kali bisa mempersiapkan diri dengan membuat
perencanaan serta mendapatkan pelatihan yang diperlukan.
c. Meringankan penderitaan
Sebagai contoh: umumnya pada kasus bencana, masalah utama adalah persediaan air bersih.
Akibatnya banyak masyarakat yang terjangkit penyakit menular. Dengan melakukan
persiapan terlebih dahulu kesadaran masyarakat akan pentingnya sumber air bersih bisa
mengurangi penyakit menular.
d. Menjalin kerjasama
Tergantung dari cakupan bencana dan kemampuan masyarakat, penanganan bencana
bisa dilakukan oleh masyarakat itu sendiri atau apabila diperlukan bisa bekerjasama
dengan pihak-pihak yang terkait. Untuk menjamin kerjasama yang baik, pada tahap
persiapan ini masyarakat perlu menjalin hubungan dengan pihak-pihak tertentu.
2. Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana (KMPB)
a. Apa KMPB itu?
KMPB terdiri dari anggota-anggota masyarakat baik laki-laki maupun perempuan,
yang dibentuk atas hasil keputusan masyarakat bersama. Masyarakat sendiri berhak
untu melakukan segala usaha untuk mengurangi risiko dan dampak bencana.
b. Manfaat KMPB
Jam-jam pertama adalah masa krisis bagi korban bencana. Banyak korban yang
akhirnya meninggal atau menjadi cacat seumur hidup karena tidak mendapatkan
pertolongan segera. Oleh karena itu perlu disiapkan sebuah kelompok masyarakat
untuk mampu menanggulangi hal-hal seperti itu.
c. Tugas KMPB
Membuat perencanaan untuk mengurangi dampak bencana yang mungkin terjadi di
wilayahnya.Apabila diperlukan, KMPB dapat bekerja sama dengan pihak-pihak
terkait dalam menanggulangi bencana misalnya BPBD.
d. Memilih Anggota KMPB
Anggota KMPB harus dipilih berdasarkan kemampuan masing-masing orang dalam
melaksanakan tugas yang dibutuhkan. Biasanya, orang-orang yang sehat secara fisik
dan mental, serta mampu mengatasi tekanan akibat bencana, dapat menjadi anggota
KMPB
3. Mengenal beberapa Jenis Bencana
a. Dua Kondisi Bencana
Kondisi Darurat: adalah kondisi bencana mendadak, dimana tidak ada
waktu untuk melakukan persiapan kecuali menyelamatkan diri. Ciricirinya; tidak ada gejala atau peringatan, keselamatan jiwa terancam,
keadaan tidak terkendali.
Kondisi Non Darurat: adalah kondisi bencana dimana masih ada waktu
untuk melakukan persiapan. Ciri-cirinya; ada gejala atau peringatan,
ada waktu untuk mempersiapkan diri, ada waktu untuk melaksanakan
rencana.
b. Jenis-jenis Bencana
Penting bagi masyarakat untuk mengenal jenis-jenis bencana seperti; banjir, tanah
longsor, gunung berapi, badai dan angin topan, gempa bumi, tsunami, konflik
sosial dan serangan teoris. Dalam mengenal jenis-jenis bencana tersebut perlu
diketahu penyebabnya, persiapan dalam pencegahan kemungkinan terjadinya,
serta tindakan-tindakan apa yang harus dilakukan di rumah-rumah.
4. Memperkirakan Faktor Risiko Bencana
a. Mengenali kemungkinan Risiko; untuk menilai kemungkinan risiko bencana,
perlu dilakukan pengumpulan keterangan dari masyarakat yang telah
mempunyai pengalaman dalam hal ini, yaitu mereka yang telah mengalami
bencana sebelumnya, serta statistik yang diperoleh dari instansi terkait.
Misalnya: jenis bencana, penyebab bencana, tanggal terjadinya, jangka waktu
pemulihan, perkiraan jumlah korban dan kerusakan, lokasi, besarnya dampak.
b. Mendata Prasarana Masyarakat; pendataan prasarana seperti gedung sekolah,
puskesmas, sarana ibadah dan juga rumah masyarakat berguna untuk
mengetahui berapa besar nilai kerusakannya jika terjadi bencana di wilayah
tersebut.
c. Mendata Rumah Sakit atau Klinik Terdekat; pada saat bencana terjadi, korban
yang menderita cedera berat harus dibawa ke rumah sakit secepatnya. Untuk
itu
sebelumnya
regu
Pertolongan
Pertama
dan
Kesehatan
sudah
mempersiapkan daftar instansi-instansi kesehatan terdekat untuk kemudahan
pada waktu diperlukan.
5. Peta Bahaya
Dengan mengenal daerah sekitar dan mengenal potensi bencana yang bisa terjadi,
akan bisa mempermudah pembuatan rencana pencegahannya. Dengan alasan ini
diperlukan sebuah peta yang bisa menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan
bencana seperti: daerah rawan bencana, jalur-jalur bantuan, sumber air dan lainnya.
Peta ini harus bisa menggambarkan situasi desa dan wilayah sekitarnya sejelas
mungkin, sedangkan potensi bencana bisa dicantumkan sebagai lampiran keterangan
peta.
6. Rencana Persiapan dan Pencegahan
7. Rencana Pengungsian
a. Tentang Pengungsian: Pengungsian adalah proses pemindahan orang ke
tempat yang aman dari ancaman bahaya.
b. Yang Dipertimbangkan Dalam Menentukan Pengungsian.
Menilai besarnya dampak bencana
Kemungkinan bencana susulan
Tersedianya sarana/tempat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
dalam pengsian
c. Menentukan lokasipengungsian
Perlu diperhatikan bahwa besar kemungkinan penduduk yang
daerahnya digunakan untuk pengungsian mengalami pengaruhpengaruh akibat bencana. Apabila pengungsian dilakukan, hal-hal
mengenai penduduk yang daerahnya dipergunakan untuk pengungsian
perlu dipertimbangkan, termasuk:
Melibatkan perwakilan dari masyarakat yang daerahnya
digunakan untuk pengungsian dalam pengambilan keputusan
yang bisa mempengaruhi kedua pihak.
Mengundang anggota-anggota dari masyarakat yang daerahnya
digunakan untuk pengungsian dalam rapat-rapat umum untuk
membicarakan: rencana penanganan akomodasi, makanan dan
air, serta sanitasi.
Pertimbangan dalam memilih tempat pengungsian:
Tempat yang aman dari ancaman bencana
Cukup luas untuk menampung pengungsi dan kegiatan
pertolongan
Kemudahan jalur transportasi pengungsian
Fasilitas air bersih dan sarana lainnya.
d. Tempat Pengungsian untuk bencana Tertentu
Tanah Longsor- Tempat datar dan aman dari bencana
Gunung Berapi- Tempat tinggi dan terlindung dari abu dan gas
Tsunami- Tempat yang tinggi dan jaraknya 1 km atau lebih dari tepi
pantai
Banjir-Dataran tinggi
Gempa Bumi- Di luar bangunan/tempat terbuka
Konflik Sosial- Tempat yang netral dari pihak-pihak yang bertikai
Serangan Teroris- Tempat jauh dari keramaian, sarana umum &
bangunan penting.
8. Organisasi KMPB
Besarnya jumlah anggota KMPB tergantung pada besarnya wilayah dan
besarnya cakupan kemungkinan bencana. Untuk sebuah desa di Indonesia yg
rata-rata mempunyai 500 keluarga, anggota yang diperlukan untuk
membentuk KMPB adalah 45 orang.
Kelompok ini kemudian dibagi
menjadi 13 regu yangg masing-masing-masing memiliki tugas khusus. Setiap
regu mmilih seorang koordinator.
2. PENANGANAN BENCANA
a. Tindakan Langsung Pada Saat Bencana
Saksi yang mengetahui : BUNYIKAN TANDA BAHAYA
Meminta bantuan melalui telepon atau mengutus orang meminta bantuan ke
desa terdekat, menghubungi SATLAK, PMI, POLISI, TNI, LSM, Instansi
pemerintah, dan menghubungi media.
Kepala Desa/Pimimpinan wilayah memutuskan mengungsi atau tidak.
Nomor Telepon untuk Gawat Darurat
SAR
115
POLISI
112
PEMADAM KEBAKARAN
RSU/AMBULANCE
PLN
113
118
123
b. Penanganan Tanpa Rencana
Punya rencana atau tidak, segera adakan pembagian tugas dan tanggung jawab
dengan merujuk para relawan yang ada di lokasi dan dianggap mampu untuk
melakukannnya. Kumpulkan relawan-relawan itu untuk membentuk regu-regu
penanganan bencana. Besarnya jumlah relawan ini tergantung pada besarnya
wilayah dan besarnya bencana. Untuk sebuah desa di Indonesia, yang rata-rata
mempunyai 500 keluarga, relawan yang diperlukan adalah kurang lebih 45 orang.
Karena tidak memiliki rencana, maka pengaturan tugas perlu disesuaikan menurut
cakupan bencana, kondisi desa atau wilayah setempat; dengan melibatkan seluruh
masyarakat yang mampu.
c. Penanganan Bencana
Apabila sudah ada KMPB, pastikan kehadiran anggota-anggota KMPB tersebut.
Jika ada yang tidak hadir segera cari anggota lain untuk menggantikannya. Jika
KMPB sudah siap, pelaksanaan rencana sudah bisa dimulai. Jika ada, siapkan
Rencana Penanggulangan Bencana dan Peta Bahaya yang telah dibuat.
Langkah-langkah Pada Saat Bencana (Activiting)
Mempersiapkan tugas untuk regu.
Menangani korban.
Mencari orang yang belum ditemukan.
Mengamankan keadaan di lokasi bencana.
Membuat laporan kondisi sarana dan korban.
Mendirikan pos-pos bantuan kemanusiaan.
Penanganan jenazah dll.
d. Tindakan Pengungsian
Pengarahan Pengungsian
Persiapan Dapur Umum
Persiapan Obat-obatan
Memutuskan Aliran Listrik
Mempersiapkan Lokasi Pengungsian
Kebutuhan Kendaraan
Mempersiapkan Pengangkutan
Prioritaskan Kelompok Rentan
3. PEMULIHAN BENCANA
a. Tentang Pemulihan Bencana
Pemulihan bencana berarti membangun kembali segala yang rusak akibat dampak
suatu bencana yang menimpa sebuah masyarakat.
Tujuan dari pemulihan bencana :
Untuk mengurangi penderitaan korban bencana
Paling tidak mengembalikan kondisi seperti semula serta meningkatkannya
menjadi lebih baik daripada kondisi semula.
Memperkirakan perkembangan keadaan dengan menciptakan lingkungan yang
bisa mengurangi kemungkinan risiko bencana di masa depan.
b. Jangka Waktu Pemulihan
Jangka waktu pemulihan tergantung besarnya dampak bencana yang terjadi.
Kebutuhan pemulihan yang mendesak, adalah kebutuhan pemulihan yang
perlu diutamakan walaupun bersifat sementara.Tahap pemulihan jangka
pendek adalah tahap dimana masyarakat belum bisa memunuhi kebutuhan
dasarnya sendiri.
Kebutuhan pemulihan jangka panjang, pada tahap ini masyarakat perlu
memperkirakan kebutuhan untuk kehidupan yang berkelanjutan. Proses ini
sangat tergantung pada kerusakan yang terjadi dan kemampuan untuk
mendapatkan alat, bahan dan tenaga yang dibutuhkan. Pada dasarnya
pemulihan jangka panjang mencakup:
Membangun perekonomian lokal-seperti pembukaan peluang usaha,
pembukaan lapangan kerja, pelatihan tenaga kerja
Perbaikan unsur-unsur rohani dan adat budaya, seperti membangun
tempat ibadat yang permanen
Perbaikan aliran listrik dan sistem komunikasi permanen
Perbaikan produksi pangan, seperti pertanian, perkebunan, perikanan,
dan peternakan, dll
Perbaikan dan pelestarian lingkungan, seperti menanam pohon,
membersihkan sungai, dll
Pemulihan pendidikan, seperti penyediaan buku, sumber daya manusia,
dll.
c. KMPB Dalam Tahap Pemulihan
Tugas dasar KMPB adalah tetap untuk meringankan penderitaan masyarakat yang
dilanda bencana. KMPB harus bekerja sama dengan masyarakat dalam menangani
dan menyalurkan bantuan, baik dari dalam maupun luar.
Partisipan Pemulihan, atau yang terlibat dalam pemulihan adalah tokoh
masyarakat, perwakilan dari pemerintah daerah, organisasi pendukung, orang
yang mempunyai keahlian dalam proses pemulihan, sukarelawan dan anggota
masyarakat.
d. Memperkirakan Kebutuhan
Kebutuhan Dasar Perorangan atau Keluarga
Kebutuhan Rumah Tangga
Kebutuhan Pemukiman
Kebutuhan Masyarakat secara Umum
Kebutuhan untuk pos kesehatan
Penyuluhan kesehatan masyarakat
Perawatan kejiawaan
Kebutuhan sanitasi
Kebutuhan sarana dan pra sarana yang mendesak
Bahan bangunan, alat dan SDM
Kebutuhan ketentraman dan stabilitas
e. Proses Pemenuhan Kebutuhan
Lingkaran Proses pemenuhan kebutuhan:
Membuat kesimpulan kebutuhan
Mengenal sumber daya yang tersedia
Menentukan prioritas penyaluran sumber daya
Apabila sumber daya telah disalurkan menurut prioritas yang telah
ditentukan, KMPB perlu menghitung perkiraan kekurangan kebutuhan
yang masih diperlukan masyarakat.
f. Pembukuan dalam Proses Pemenuhan Kebutuhan
Pembukuan adalah catatan mengenai
semua transaksi pemasukan dan
pengeluaran barang dan uang. Pembukuan ini perlu dilakukan secara terperinci
supaya bisa mengetahui dengan jelas jumlah persediaan dan kekurangan
kebutuhan untuk mengambil keputusan tindakan selanjutnya.
Mendata bantuan yang diterima
Mendata bantuan yang disalurkan
Penyaluran bantuan kepada keluarga/orang
Penggunaan jurnal rangkuman transaksi keuangan
Penggunaan jurnal rangkuman transaksi barang
g. Proses Pencarian Bantuan
Apabila tidak bisa mencukupi kebutuhannya sendiri, maka masyarakat perlu untuk
mencari bantuan dari sumber lain. Peran KMPB dibutuhkan untuk mengajukan
permohonan kepada organisasi-organisasi donor dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat, terutama kebutuhan dasar yang mendesak.
Pada saat mencari bantuan, masyarakat dan KMPB sebaiknya menggunakan
kesempatan ini untuk memikirkan kebutuhan jangka panjang yang bisa
meningkatkan perkembangan wilayah.
Adapun sumber bantuan antara lain:
Bantuan Perseorangan (Swasta)
Bantuan dari Pemerintah
Bantuan dari Lembaga Donor
h. Bekerjasama dengan Media Massa
Melalui media massa, berita tentang bencana yang terjadi bisa disebarluaskan ke
seluruh pelosok tanah air. Pada bencana yang cakupannya besar akan ada banyak
pertanyaan dari khalayak umum dan media massa, maka KMPB dan masyarakat
perlu mempersiapkan diri untuk itu. Saat inilah diperlukan Regu Media dan
Hubungan Luar untuk mewakili masyarakat dalam menyampaikan berita yang
tepat.
Saat ini adalah kesempatan yang terbaik untuk menjelaskan kebutuhan masyarakat
yang tertimpa bencana dan menggunakan media massa untuk meminta bantuan
dariorang-orang yang terketuk hatinya. Media massa juga bisa menjadi perantara
antara masyarakat dan khalayak umum untuk melaporkan masalah yang terjadi
agar proses pemulihan berjalan lancar secara transparan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam bekerjasama dengan media adalah:
Cara menghubungi media
Pernyataan pers
Lembaran fakta
Tanggung jawab jurubicara
Tentang wawancara dengan korban
Pengumuman tentang keadaan korban
i. Tentang Pemulihan Jangka Panjang
Setelah kondisi stabil, masyarakat bisa memulai merencanakan pemulihan
keadaan jangka panjang. Tahap ini adalah kesempatan bagi masyarakat untuk
membangun keadaan yang lebih baik daripada keadaan semula. Karena itu
diperlukan rencana yang matang dan baik. Proses ini akan dibantu oleh pembuatan
peta pemulihan. Apabila dibutuhkan, bisa meminta keterangan lebih lanjut atau
menghubungi instansi pemerintah setempat, LSM, dan ahli-ahli penasihat yang
berpengalaman dalam hal ini.
Pada tahap ini masyarakat perlu memperkirakan kebutuhan untuk kehidupan yang
berkelanjutan. Proses ini sangat tergantung kepada kerusakan yang terjadi dan
kemampuan untuk mendapatkan alat, bahan dan tenaga yang dibutuhkan. Namun
pada dasarnya, pemulihan jangka panjang mencakup:
Membangun perekonomian lokal
Perbaikan sarana dan prasarana
Perbaikan dan pelestaraian lingkungan