ANALISIS AATHP SEBAGAI HASIL DARI KEBIJA

ANALISIS AATHP SEBAGAI HASIL DARI KEBIJAKAN GEOPOLITIK
DAN MEMBENTUK REGIONALISME ASIA TENGGARA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Kawasan
Dosen Pengampu:
Dr. Siti Muti’ah Setiawati

Disusun Oleh :
Adam Chaesar
(15/384125/SP/26837)
Ade Tri Widodo
(15/384126/SP/26838)
Adimas Maulana M
(15/384127/SP/26839)
Grace Lolona Hutapea
(15/381320/SP/26783)
Ratih Dwi Hapsari
(15/381321/SP/26784)

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA
2016
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Indonesia di kawasan Asia Tenggara memiliki posisi yang penting dan strategis.
Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah yang paling besar dan memiliki garis
perbatasan yang panjang dibandingkan dengan berbagai negara di kawasan Asia tenggara.
Segala aktivitas dan peristiwa yang terjadi di dalam wilayah Indonesia tentunya akan
mempengaruhi wilayah lain yang berdekatan atau berbatasan, salah satunya mengenai
permasalahan kabut asap dan kebakaran hutan. Indonesia.
Kebakaran Hutan skala besar mulai terjadi di Indonesia pada 1982-1983 dan 1984
disebabkan oleh El-Nino dan kebijakan pengelolaan hutan Presiden Soeharto pada masa itu 1.
Kebakaran hutan ini pada 1982-1993 menghanguskan sekitar 3,2 juta Ha hutan Indonesia.
Kebakaran hutan tahun 1991 menghanguskan sekitar 5 juta Ha hutan Indonesia yang
mengganggu arus transportasi udara dan laut di Indonesia, Malaysia dan Singapura. Pada
1997-1998 kebakaran hutan menjadi semakin parah dan menelan sekitar 10 juta Ha hutan
Indonesia2. Kebakaran hutan terus berlanjut, pada 2005-2006 diperkirakan 65.167,1 Ha,
kemudian terus berlanjut hingga tahun 2007-2009. Kebakaran hutan pada 2011 terjadi antara

bulan Januari hingga Juli yang merupakan musim kemarau, pola-pola kebakaran hutan di
musim kemarau mulai lazim terjadi. Pada kebakaran hutan 2011 juga didapatkan fakta bahwa
71% dari wilayah yang terbakar merupakan wilayah indusri masyarakat 3. Hal tersebut
menunjukkan kebakaran hutan banyak terjadi akibat dari buruknya pengelolaan dan alih
fungsi hutan. Asap kebakaran hutan menyebabkan kualitas udara menjadi sangat buruk dan
kondisi jarak pandang yang rendah, hal ini tidak hanya menggangu arus transportasi tetapi
juga menyebabkan berbagai permasalahan kesehatan utamanya yang berhubungan dengan
saluran pernapasan. Kebakaran hutan Indonesia seringkali menuai protes dari negara-negara
sekitar yang terkena dampak.

1 FWI/GFW. 2002. The State of the Forest: Indonesia. Bogor, Indonesia: Forest Watch Indonesia,

and Washington DC: Global Forest Watch. p.53.
2 FWI/GFW. p.54.
3 Fire Bulletin Special Edition-End of Year_Des 06-Draft.
http://awsassets.wwf.or.id/downloads/fb_2006endspc.pdf/ (diakses April 30, 2016).

Sumber: ASEAN website4

Bila kita melihat pada peta kawasan Asia Tenggara dan negara-negara anggota

ASEAN, Indonesia menempati wilayah yang paling luas, selain itu kawasan di sekitar Pulau
Sumatera, khususnya Pantai Timur Sumatera berada dekat dengan wilayah Selat Malaka yang
sangat terkenal dan sibuk oleh arus perdagangan dunia. Pulau Sumatera dan Kalimantan juga
sangat dekat dengan wilayah Malaysia, Thailand, Singapura dan Brunei Darussalam sehingga
ketika wilayah pulau Sumatera dan Kalimantan ini dilanda kebakaran hutan maka wilayah–
wilayah tersebut akan dengan sangat mudah terkena dampak.
ASEAN Agreement On Transboundary Haze Pollution (AATHP) adalah sebuah
kesepakatan untuk mengurangi polusi udara di kawasan Asia Tenggara 5. Kesepakatan di
antara negara-negara Asia Tenggara ini berawal dari keprihatinan negara-negara di kawasan
Asia Tenggara terhadap krisis lingkungan yang terjadi, utamanya berkaitan dengan kebakaran
hutan dan kerusakan alam di Pulau Sumatera yang berdampak luas bagi kawasan. Definisi
haze polution menurut ASEAN Agreement On Transboundary Haze Pollution (AATHP);
“Haze pollution” means smoke resulting from land and/or forest fire which causes
deleterious effects of such a nature as to endanger human health, harm living

4ASEAN. ASEAN Member States (Daring). http://www.asean.org/asean/asean-member-states/

(diakses April 30, 2016).
5ASEAN agreement on transboundary haze pollutions. http://www.aseansec.org/pdf/agr_haze.pdf/
(diakses April 30, 2016).


resources and ecosystems and material property and impair or interfere with
amenities and other legitimate uses of the environment6
Sehingga jelas apa yang dimaksud dengan haze polution dalam kesepakatan ini adalah
asap yang berasal dari tanah dan atau kebakaran hutan yang menyebabkan berbagai efek yang
dapat membahayakan kesehatan manusia, mengganggu sumberdaya, ekosistem, materi dan
mengganggu pemanfaatan lingkungan. Selain itu AATHP juga mendefinisikan mengenai apa
yang dimaksud dengan Transboundary haze pollution;
“Transboundary haze pollution” means haze pollution whose physical origin is
situated wholly or in part within the area under the national jurisdiction of one
Member State and which is transported into the area under the jurisdiction of another
Member State7.
Perjanjian tersebut mendefinisikan transboundary haze pollution sebagai polusi
yang berasal dari seluruh atau sebagian wilayah negara yang berpindah/bergerak ke wilayah
yurisdiksi negara lain. Dari definisi-definisi yang mengawali persetujuan itu dapat terlihat
bahwa persetujuan yang berusaha dicapai melalui AATHP ini sangat menyasar dan berkaitan
dengan kepentingan-kepentingan negara-negara di kawasan Asia Tenggara mengenai
permasalahan pencemaran udara dan kabut asap akibat kebakaran hutan, khususnya hutan
Indonesia meski tanggung jawab perjanjian ini berlaku bagi semua yang telah menyetujui,
menandatangani, dan meratifikasinya.

AATHP ini menjadi penting mengingat pentingnya wilayah Indonesia dan besarnya
dampak yang dihasilkan akibat dari kabut asap. Akibat dari kerusakan hutan di Indonesia
yang merupakan paru-paru kedua di dunia setelah Brazil menjadi tanggung jawab bersama
dan tidak dapat diselesaikan oleh satu negara saja, demikian juga dengan permasalahan polusi
lintas batas yang tidak dapat diselesaikan oleh satu negara saja. Permasalahan ini telah
menjadi isu kawasan dan pentingnya kerjasama antara negara-negara dalam satu kawasan
untuk menyelesaikan permasalahan bersama ini.
Pada 2010, Singapura mengirimkan nota protes kepada Indonesia mengenai masalah
kabut asap karena menyebabkan gangguan kesehatan bagi warga Singapura dan buruknya
kualitas udara di Singapura. Hal tersebut menunjukkan pentingnya permasalahan ini bagi
6 Loc.cit.
7 Loc.cit.

Singapura dan negara-negara yang berbatasan dengan Indonesia yang juga terkena dampak
masalah polusi akibat kebakaran hutan ini.8
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pertimbangan

geopolitik


negara-negara

dalam AATHP dan

dampaknya terhadap regionalisme di Asia Tenggara?
1.2 Landasan Teori
1.2.1 Geopolitik
Teori geopolitik merupakan suatu teori yang mempelajari mengenai hubungan
antara kondisi geografis suatu negara dengan kebijakan politik yang diambil negara
tersebut. Teori geopolitik mempelajari ruang dari sudut pandang suatu negara. Dengan
kata lain, teori geopolitik adalah sebuah teori yang mempelajari sistem politik atau
peraturan-peraturan dalam wujud kebijaksanaan dan strategi nasional yang didorong oleh
faktor-faktor geografis (kepentingan negara bertumpu pada pertimbangan geografi,
wilayah atau teritorial dalam arti luas) suatu negara. Apabila kebijakan-kebijakan tersebut
berhasil dilaksanakan maka akan berdampak langsung kepada sistem politik negara
tersebut. Sebaliknya, hal tersebut secara langsung akan berdampak kepada geografis
negara yang bersangkutan. Geopolitik berakar dari ilmu geografi sosial (hukum geografi),
mengenai situasi, kondisi, atau konstelasi geografi dan segala sesuatu yang dianggap
relevan dengan karakteristik geografi suatu negara.9
1.2.2 Regionalisme

Teori regionalisme merupakan suatu teori yang mengkaji mengenai pertumbuhan
identitas dan kesadaran regional. Regionalisme sendiri merupakan hasil dari pengaliran
barang, orang, dan ide dalam suatu entitas spasial yang kemudian menjadi lebih
terintegrasi dan kohesif. Regionalisme dapat berkembang dari atas dan bawah.
Regionalisme sendiri memiliki 3 unsur yaitu: adanya pengalaman historis bersama dan
sense of shared problems di antara kelompok negara dalam suatu wilayah. Kemudian
adanya close linkages dari perbedaan-perbedaan di antara negara-negara tersebut. Lalu
adanya proximity dan intensitas hubungan antar negara-negara yang berada dalam suatu
wilayah geografis tertentu. Kerjasama yang biasa dilakukan dalam regionalisme dapat
8 B. Siwi Tri Puji. Terganggu Kabut Asap, Singapura Kirim Nota Protes ke Jakarta. Republika

(Daring). 23 Oktober 2010. http://www.republika.co.id/berita/breakingnews/internasional/10/10/23/141844-terganggu-kabut-asap-singapura-kirim-nota-protes-ke-jakarta/
(diakses April 1,2016).
9 A. G. K. Teori Geopolitik Hubungan Internasional. https://id.scribd.com/doc/206707862/TeoriGeopolitik-Hubungan-Internasional/ (diakses April 30, 2016).

meliputi ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Di dalam regionalisme sendiri sudah
berdiri suatu organisasi regional yang digunakan untuk semakin mengintensifkan
hubungan yang terjalin.
1.4 Argumentasi Utama
Untuk menjawab rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, kami percaya

bahwa kehadiran atau diratifikasinya AATHP (Asean Agreement on Transboundary Haze
Pollution) membawa dampak yang signifikan terhadap regionalisme yang terjadi di antara
negara-negara yang tergabung dalam ASEAN. Dampak tersebut berupa dampak positif yang
kemudian diimplementasikan dalam tindakan tiap-tiap negara dalam menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi, khususnya permasalahan asap. Negara-negara anggota ASEAN
kini menjadi lebih terbuka dan transparan tanpa adanya perilaku saling menuduh yang dahulu
kerap kali dialamatkan pada salah satu negara saja yakninya Indonesia. Tuduhan kesalahan
yang dialamatkan pada salah satu negara tersebut tentunya dapat membawa pada perpecahan
yang akan memperburuk atau menghancurkan regionalisme yang terjalin di dalam ASEAN.
Walaupun berfokus pada satu bidang yakni permasalahan asap, namun isu yang
diangkat oleh AATHP tersebut merupakan salah satu isu yang krusial dan sensitif bagi
kebanyakan negara anggota ASEAN. Hal ini dikarenakan permasalahan asap dari hasil
kebakaran hutan yang terjadi seringkali menyebabkan banyak kerugian bagi negara-negara
lain yang berada di dekat lokasi kebakaran. Kerugian yang ditimbulkan mulai dari aspek
kesehatan, ekonomi, bahkan kehidupan sosial masyarakat negara lain. Dan apabila kebakaran
tersebut terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama, maka asap yang merugikan pun akan
semakin lama mengganggu kehidupan dalam negara-negara tersebut.
Dengan adanya AATHP, regionalisme yang terjadi di dalam ASEAN kini menuju ke
arah yang lebih baik dengan mengedepankan kerjasama dan saling membantu serta
mengesampingkan pandangan-pandangan negatif negaranya terhadap suatu atau beberapa

negara anggota ASEAN lainnya yang menjadi lokasi kebakaran hutan. Negara-negara
anggota ASEAN, berdasarkan AATHP tersebut, kini dituntut untuk mampu menyelesaikan
permasalahan yang terjadi akibat kebakaran hutan dengan lebih dewasa dan mencari jalan
tengah atau solusi atas permasalahan tersebut dan saling terbuka satu sama lainnya.
Mengesampingkan pandangan pribadi negara terhadap negara lain juga tidak dapat dipungkiri
terjadi akibat adanya interdependensi atau ketergantungan antara negara-negara anggota
ASEAN. Negara-negara kini semakin bergantung terhadap transaksi dengan negara lain yang

semakin intens dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat negara mereka
masing-masing.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pertimbangan Geopolitik Negara-Negara ASEAN selain Indonesia terkait
Kebijakan AATHP (Asean Agreement On Transboundary Haze Pollution)
Dalam menyikapi permasalahan asap yang terjadi, negara-negara di kawasan Asia
Tenggara memiliki pertimbangan politik tersendiri yang seringkali didasarkan atas dasar letak
geografisnya. Pertimbangan-pertimbangan politik yang dipikirkan suatu negara tentunya
diperuntukkan bagi kepentingan warga negara dan demi keberlangsungan negara tersebut

sendiri. Apalagi jika permasalahan asap sudah berada pada level yang serius dan perlu adanya
penyelesaian secara sungguh-sungguh seperti yang terjadi pada pertengahan tahun 2015.
Pada waktu itu, negara-negara Asia Tenggara yang secara wilayah berbatasan secara langsung
dengan Indonesia, seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam terkena imbas dari
kebakaran hutan di Indonesia yang terpusat di Pulau Sumatra dan Kalimantan. Sebagian
besar atau bahkan seluruh wilayah beberapa negara tersebut tertutup oleh kabut asap yang
mengganggu kehidupan masyarakat di negara-negara tersebut.
Kebakaran hutan di Indonesia pada dasarnya diakibatkan oleh beberapa faktor
penyebab yaitu: pertama, lemahnya regulasi perihal perlindungan terhadap hutan dan
berbagai sumber kekayaan alam lainnya. Pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggung
jawab untuk menjaga sumber daya dan kekayaan alam Indonesia masih kurang
memaksimalkan kewenangannya dalam menegakkan peraturan yang bisa melindungi hutanhutan di Indonesia dari ancaman kerusakan yang bisa berdampak buruk tidak hanya bagi
Indonesia sendiri melainkan juga negara-negara yang lain yang berbatasan secara langsung
dengan Indonesia; Kedua, masuknya investor asing dalam produksi kelapa sawit yang mana
mengubah alih fungsi hutan yang pada mulanya menjadi penyangga ekosistem lingkungan
menjadi lahan perkebunan sawit yang menguntungkan. Perusahaan-perusahaan kelapa sawit
yang ingin mengembangkan usahanya di Indonesia melakukan pembukaan lahan dengan
membakar hutan secara terbuka. Cara tersebut kebanyakan dipilih karena dapat menekan
biaya untuk pembukaan lahan namun tidak memperdulikan dampak panjang yang
diakibatkan. Kejadian inilah yang seringkali membuat Indonesia disalahkan atas kebakaran

hutan yang terjadi dan berdampak pada memburuknya citra Indonesia di mata dunia dalam
penjagaan sumber daya dan kekayaan alamnya; Dan yang terakhir adalah penanganan yang
kurang optimal atas meluasnya titik-titik api yang terus bermunculan. Pemadaman api yang
dilakukan oleh pihak Indonesia seringkali terlambat. Pemadamanan dilakukan ketika sumber-

sumber api sudah terlalu banyak dan tersebar luas dalam puluhan hektar lahan. Hal inilah
yang menjadi salah satu penghambat untuk dapat memadamkan kebakaran hutan dengan
cepat. Selain faktor dari manusia tersebut, adanya dampak dari siklus El-Nino yang juga
semakin memperlambat proses pemadaman api. El-Nino sendiri merupakan siklus angin yang
mengakibatkan musim kemarau panjang dan kekeringan di hampir seluruh wilayah
Indonesia.10 Tahun 2015 merupakan tahun El Niño dimana suhu laut yang lebih tinggi di
perairan selatan menimbulkan perubahan cuaca ekstrim secara global. Di Indonesia sendiri,
El Nino menyebabkan kemarau panjang dan gagal panen di berbagai lokasi. Dalam situasi
kering seperti ini, hutan dan lahan gambat sangat rawan terbakar. Akibat adanya El Nino,
musim hujan yang datang terlambat diperkirakan akan lebih singkat.11
Peta sebaran titik panas kebakaran hutan di Indonesia (19 Oktober 2015)

Sumber: cnnindonesia.com

Permasalahan kebakaran hutan telah membawa dampak bagi negara-negara yang
berbatasan di Indonesia dengan adanya pencemaran asap lintas batas (transboundary haze
pollution). Pencemaran ini memiliki dampak bagi tiap negara khususnya di bidang-bidang
seperti kesehatan, transportasi, pendidikan, akomodasi makanan dan minuman dan
sebagainya yang akhirnya berdampak pada sektor ekonomi. Aspek-aspek tersebut merupakan
10 Supari. Sejarah Dampak El Nino Di Indonesia, Badan Metereologi, Klimatologi Dan Geofisika

(daring).
http://www.bmkg.go.id/bmkg_pusat/lain_lain/artikel/Sejarah_Dampak_El_Nino_di_Indonesia.bmkg,
(diakses April 30, 2016).
11 World Bank. Krisis Kebakaran dan Asap Indonesia (daring). 2015.
http://www.worldbank.org/in/news/feature/2015/12/01/indonesias-fire-and-haze-crisis/ (diakses Mei
1, 2016).

dimensi vital bagi masing-masing negara yang terdampak atas asap kebakaran hutan yang
semakin meluas.
Tingkat API Singapura dan Malaysia (19 Oktober 2015)

Sumber: aqicn.org

Berdasarkan laporan dari MAPI (Malaysia Air Pollutant Index) dan PSI (Pollutant
Standard Index) menjelaskan bahwa polusi udara mengandung sulfur dioksida, nitrogen
oksida, ozon, karbon monoksida, dan zat-zat tertentu. 12 Apabila dihirup oleh manusia maka
akan berefek pada penurunan kesehatan masing-masing individu. Kejadian ini apabila terjadi
secara kolektif maka juga akan berimbas pada tingkat kesehatan penduduk di beberapa
wilayah negara yang terkena dampak langsung atas asap kebakaran hutan tersebut. Dalam
jangka cepat, asap kebakaran hutan akan mengakibatkan iritasi selaput lendir mata, hidung,
tenggorokan, sehingga menimbulkan gejala mata perih dan berair, hidung berair dan rasa
tidak nyaman di tenggorokan, mual, sakit kepala, dan memudahkan terjadinya infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) yang mana dapat menyerang golongan rentan terpapar asap yaitu
bayi, balita, ibu hamil, lanjut usia dan penderita masalah kesehatan pada paru-paru atau
jantung.13

12 J. Cotton. The "Haze" over Southeast Asia: Challenging the ASEAN Mode of Regional

Engagement. Pacific Affairs. Vol. 72, No. 3. Autumn. 1999. p.332.
13 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Masalah akibat kabut asap dan kebakaran hutan,
Pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI (daring).
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-asap.pdf/ (diakses April 30,
2016).

Di bidang transportasi khususnya transportasi udara juga berdampak serius atas
terjadinya fenomena kabut asap ini. Berbagai penerbangan antar wilayah maupun antar
negara yang terdampak kabut asap kebakaran hutan juga sangat terganggu dengan
kemampuan jarak pandang yang sangat minim dengan ketebalan asap yang cukup bervariasi.
Hal ini tentu saja berpengaruh pada keamanan dan keselamatan penerbangan yang mana
dapat memicu aspek-aspek lain seperti penurunan produktivitas masyarakat, turunnya jumlah
wisatawan yang ingin berkunjung ke destinasi wisata tertentu yang merugikan perekonomian
negara.
Pada bidang pendidikan terjadi kerugian dimana akibat adanya asap yang mengancam
kesehatan bagi siswa maka banyak sekolah di negara-negara tersebut diliburkan. Seperti yang
terjadi di Singapura pada tanggal 24 September 2015, indeks standar polutan mencapai angka
lebih dari 200. Hal ini sangat berbahaya bagi pernapasan manusia karena menurut National
Environmental Agency (NEA), kategori udara sehat yang bisa dihirup manusia maksimal
mencapai angka 100. Seluruh sekolah dasar dan menengah pertama di Singapura diliburkan
dan akibatnya ujian nasional yang dijadwalkan pada waktu itu terpaksa ditunda. 14 Hal ini
tentu merugikan baik bagi pihak siswa, sekolah, maupun pemerintah karena diperlukan
adanya penyusunan ulang jadwal ujian yang menyesuaikan kondisi asap yang menyelimuti
negara tersebut.
Dalam sektor akomodasi makanan dan minuman, fasilitas antar makanan (delivery)
juga untuk sementara ditiadakan oleh pengusaha di Singapura. Hal ini berkaitan dengan
kesehatan para pengantar atau pengirim makanan dan minuman yang dikhawatirkan akan
terganggu dan mengidap efek yang berbahaya apabila tetap turun ke jalan untuk bekerja. 15
Hal ini memunculkan suatu permasalahan baru yang cukup kompleks dimana ketika asap
menyelimuti negara tersebut maka orang akan cenderung untuk menghindari keluar atau
bepergian dari rumah di mana orang-orang akan memanfaatkan jasa delivery restoran untuk
mengantarkan makanan mereka. Namun di satu sisi, kesehatan dari pengantar makanan dan
minuman juga harus diperhatikan karena mereka juga warga negara yang berhak memperoleh
perlindungan kesehatan dari negara.

14 Ericssen. Kabut Asap Dekati Level Beracun, Sekolah di Singapura Diliburkan. 25 September 2015.

http://internasional.kompas.com/read/2015/09/25/02580061/Kabut.Asap.Dekati.Level.Beracun.Sekola
h.di.Singapura.Diliburkan/ (diakses Mei 1, 2016).
15 Ibid.

Apabila disimpulkan dari beberapa bidang yang terkena dampak negatif dari kabut
asap yang menyelimuti negara-negara yang berbatasan dengan Indonesia, khususnya titik api
di Sumatera dan Kalimantan, kebanyakan akan berujung pada kerugian dari sektor ekonomi.
Dengan terbatasnya gerak dan kegiatan masyarakat maka akan menyebabkan penurunan
tingkat produktivitas dari warga negara. Tingkat produktivitas ini akan berpengaruh pada
penurunan sumber pemasukan untuk negara. Ditambah lagi, negara masih harus menyediakan
berbagai program dan fasilitas untuk setidaknya mengurangi dampak buruk asap pada warga
negaranya seperti pembagian masker gratis oleh pemerintah Malaysia bagi ribuan warganya
setiap hari selama asap masih menyelimuti negaranya.16
Berdasarkan pertemuan Kuching dari Kementrian Lingkungan ASEAN pada 1998,
para peneliti menyimpulkan bahwa kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan di Indonesia
pada 1997 sebesar total biaya 4,5 milyar Dollar AS, yang terbagi menjadi kerusakan
kebakaran sebesar 3,1 milyar Dollar AS dan biaya kabut asap yang mencapai 1,4 milyar
Dollar AS.17 Sedangkan untuk kebakaran tahun 2015, World Bank melakukan perkiraan awal
kerugian ekonomi yakni melampaui 16 milyar Dollar AS. Jumlah ini dua kali lebih besar dari
kerugian dan kerusakan akibat tsunami tahun 2004 di Aceh. Estimasi ini mencakup kerugian
pertanian, kehutanan, transportasi, perdagangan, industri, pariwisata, dan sektor-sektor
lainnya. Sebagian dari kerugian-kerugian tersebut diakibatkan oleh kerusakan dan kerugian
langsung terhadap hasil panen, kehutanan, perumahan dan infrastruktur, dan biaya yang
ditimbulkan untuk menangani kebakaran.18 Bukti tersebut telah menunjukkan bahwa dampak
asap dari kebakaran hutan di Indonesia merupakan permasalahan cukup besar yang menyebar
di kawasan regional Asia Tenggara. Negara-negara yang terkena dampak asap pun memiliki
suara mereka masing-masing yang meminta Indonesia untuk dapat segera menyelesaikan
permasalahan asap ini untuk menghidari kerugian lebih besar yang akan ditanggung negaranegara tersebut dalam jangka waktu yang lebih lama nantinya.

16 Ibid.
17 Cotton.The "Haze" over Southeast Asia: Challenging the ASEAN Mode of Regional Engagement.

p. 333.
18 World Bank, Krisis Kebakaran dan Asap Indonesia (daring). 2015.
http://www.worldbank.org/in/news/feature/2015/12/01/indonesias-fire-and-haze-crisis, (diakses Mei
1, 2016).

2.2 Pertimbangan Geopolitik Indonesia Terkait Kebijakan AATHP (Asean Agreement
On Transboundary Haze Pollution)
Dalam meratifikasi suatu perjanjian internasional, aspek-aspek tertentu yang
mendukung penyusunan kebijakan luar negri suatu negara perlu untuk diperhatikan. Begitu
pun halnya dengan Indonesia dengan pertimbangannya meratifikasi AATHP dalam upaya
menentukan sikap dan aktivitasnya mengatasi dan menimbang cost and benefits dari
lingkungan eksternalnya. Pada kasus polusi atau pencemaran lingkungan hidup ini, Indonesia
melakukan beberapa pertimbangan dalam tindakannya yang pada awalnya enggan
meratifikasi AATHP mengingat posisi Indonesia sebagai negara anggota dan pengekspor
utama asap di ASEAN. Adapun pertimbangan Indonesia tersebut dapat dilihat dari
kepentingan politik dan kepentingan ekonomi dalam negri.
Berdasarkan faktor politik, Isu utama Indonesia dalam meratifikasi AATHP tidak
terletak pada detail perjanjian melainkan terletak pada ketidaksiapan Indonesia menerima
prinsip dalam perjanjian tersebut. Keterlambatan Indonesia menyepakati perjanjian tersebut
dipandang sebagai bentuk adu strategi politik di regional ASEAN diakibatkan oleh tuntutan
negara-negara anggota ASEAN kepada Indonesia untuk meningkatkan awareness terhadap
penanganan hutan yang faktanya perusakan hutan tersebut juga disebabkan oleh perusahaanperusahaan asing yang berasal dari negara-negara anggota ASEAN di Indonesia. Parlemen
Indonesia, yakninya DPR kerap meminta perjanjian kabut asap ini dikaitkan dengan isu-isu
lingkungan lainnya, seperti illegal logging, illegal fishing, dan pengiriman limbah beracun
dikarenakan masih banyak ditemukannya perusahaan asing yang melakukan praktik illegal
loging, deforestasi, dan limbah beracun di Indonesia. Direktorat Tindak Pidana Tertentu
Badan Reserse Kriminal Polri mencatat 7 perusahaan modal asing yang terlibat dalam
pembakaran hutan di Sumatra dan Kalimantan pada 2015 lalu, di antaranya PT ASP (China)
di Kalimantan Tengah; PT KAL (Australia) di Kalimantan Barat; PT IA (Malaysia), PT Hi
(Singapura), PT MBI (Malaysia) di Sumatra Selatan; PT PAH (Malaysia) serta PT AP
(Malaysia) di Jambi19

19 Irawan, Dika. 7 Perusahaan Asing Terjerat Kasus Kebakaran Hutan Dan Lahan. 20 Oktober 2015.

http://kabar24.bisnis.com/read/20151020/16/484126/7-perusahaan-asing-terjerat-kasus-kebakaranhutan-dan-lahan/ (diakses April 30, 2016).