Makalah Sejarah Perkembangan Islam Kelom (1)

Makalah Sejarah Perkembangan Islam

Kelompok 5
SMK NEGERI 43 JAKARTA

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah alrabbi al‘alamin kami ucapkan kepada Allah SWT
yang telah memberikan nikmatnya kepada kami dan seizin-Nyalah sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Dan kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Ridwan dan teman-teman yang
telah memberikan saran dan bantuannya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pelajaran Pendidikan
Agama Islam (PAI) tentang Sejara Perkembangan Agama Islam di Pulau
Kalimantan, Maluku, Bali, NTB, NTT .
Kami mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini banyak sekali
kekurangan- kekurangannya, dan kami sangat berbesar hati dan berlapang dada
sekali apabila Bapak Guru, teman-teman serta para pembaca untuk memberikan
saran dan kritiknya.

Jakarta, 11 November 2016


Daftar Isi

1.
2.
3.
4.
5.

Kata Pengantar
…………………………………………………………………….
1
Daftar isi
…………………………………………………………………………...2
Sejarah Perkembangan Islam Masuk di Kalimantan ………………...…………3
Sejarah Perkembangan Islam Masuk di Maluku………………………………..6
Sejarah Perkembangan Islam Masuk di Bali…………………………………10
Sejarah Perkembangan Islam Masuk di NTB………………............................14
Sejarah Perkembangan Islam Masuk di NTT…………………….……………22
DAFTAR PUSTAKA

…………………………………………………………...26

1. Sejarah Perkembangan Islam di Kalimantan
Para ulama yang berdakwah di Sumatera dan Jawa melahirkan kader-kader
dakwah yang terus menerus mengalir sehingga inilah awal dari masuknya islam
di kalimantan. Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan
Borneo kala itu melalui dua jalur.
Jalur pertama yang membawa Islam masuk ke tanah Borneo adalah jalur
Malaka yang dikenal sebagai Kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya
Malaka ke tangan penjajah Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar.
Para mubaligh-mubaligh dan komunitas Islam kebanyakan mendiami pesisir
Barat Kalimantan.
Jalur lain yang digunakan menyebarkan dakwah Islam adalah para mubaligh
yang dikirim dari Tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini menemui
puncaknya saat Kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak mubaligh
ke negeri ini. Perjalanan dakwah pula yang akhirnya melahirkan Kerajaan Islam
Banjar dengan ulama-ulamanya yang besar, salah satunya adalah Syekh
Muhammad Arsyad al Banjari.
Di Kalimantan Selatan terutama sejak abad ke-14 sampai awal abad ke-16 yakni
sebelum terbentuknya Kerajaan Banjar yang berorientasikan Islam, telah terjadi

proses pembentukan negara dalam dua fase. Fase pertama yang disebut Negara
Suku (etnic state) yang diwakili oleh Negara Nan Sarunai milik orang Maanyan.
Fase kedua adalah negara awal (early state) yang diwakili oleh Negara Dipa dan
Negara Daha. Terbentuknya Negara Dipa dan Negara
Daha menandai zaman klasik di Kalimantan Selatan. Negara Daha akhirnya
lenyap seiring dengan terjadinya pergolakan istana, sementara lslam mulai
masuk dan berkembang disamping kepercayaan lama. Zaman Baru ditandai
dengan lenyapnya Kerajaan Negara Daha beralih ke periode negara kerajaan
(kingdom state) dengan lahirnya kerajaan baru, yaitu Kerajaan Banjar pada
tahun 1526 yang menjadikan Islam sebagai dasar dan agama resmi kerajaan.
Zaman keemasan Kerajaan Banjar terjadi pada abad ke-17 hingga abad ke-18.

Pada masa itu terjadi puncak perkembangan Islam di Kalimantan Selatan
sebagaimana ditandai oleh lahirnya Ulama-ulama Urang Banjar yang terkenal
dan hasil karya tulisnya menjadi bahan bacaan dan rujukan di berbagai negara,
antara lain Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari
Berbeda dengan Muhammad Arsyad yang menjadi perintis pusat pendidikan
Islam, Muhammad Nafis mencemplungkan dirinya dalam usaha penyebarluasan Islam di wilayah pedalaman Kalimantan. Dia memerankan dirinya
sebagai ulama sufi kelana yang khas, keluar-masuk hutan menyebarkan ajaran
Allah dan Rasul-Nya. Dan oleh karena itu beliau memainkan peranan penting

dalam mengembangkan Islam di Kalimantan.
Islam masuk Kalimantan Selatan lebih belakangan ketimbang misalnya,
Sumatera Utara dan Aceh. Seperti diungkapkan Azra, diperkirakan pada awal
abad ke-16 sudah ada sejumlah muslim di sini, tetapi Islam baru mencapai
momentumnya setelah pasukan Kesultanan Demak datang ke Banjarmasin
untuk membantu Pangeran Samudra dalam perjuangannya melawan kalangan
elite di Kerajaan Daha. Setelah kemenangannya, Pangeran Samudra beralih
memeluk Islam pada sekitar tahun 936/1526, dan diangkat sebagai sultan
pertama di Kesultanan Banjar. Dia diberi gelar Sultan Suriansyah atau Surian
Allah oleh seorang da’i Arab. Dengan berdirinya Kesultanan Banjar, otomatis
Islam dianggap sebagai agama resmi negara.
Namun demikian, kaum muslimin hanya merupakan kelompok minoritas di
kalangan penduduk. Para pemeluk Islam, umumnya hanya terbatas pada orangorang Melayu.
Islam hanya mampu masuk secara sangat perlahan di kalangan suku Dayak.
Bahkan di kalangan kaum Muslim Melayu, kepatuhan kepada ajaran Islam
boleh dibilang minim dan tidak lebih dari sekadar pengucapan dua kalimah
syahadat.
Di bawah para sultan yang turun-temurun hingga masa Muhammad Arsyad dan
Muhammad Nafis, tidak ada upaya yang serius dari kalangan istana untuk
menyebarluaskan Islam secara intensif di kalangan penduduk Kalimantan.

Karena itu, tidak berlebih jika Muhammad Nafis dan terlebih Muhammad
Arsyad Al-Banjari merupakan tokoh penting dalam proses Islamisasi lebih
lanjut di Kalimantan. Dua orang ini pula yang memperkenalkan gagasangagasan keagamaan baru di Kalimantan Selatan.
Pengembangan Islam di Kutai dilakukan oleh dua orang muslim dari makassar
yang bernama Tuan di Bandang dan Tuan Tunggang Parangan, dengan cepat
islam berkembang di Kutai, termasuk raja mahkota memeluk islam. Kemudian
pengembangan islam dilanjutkan ke daerah-daerah pedalaman pada
pemerintahan Aji di Langgar. Pada tahun 1550 M, di Sukadan (Kalimantan
Barat) telah berdiri kerajaan islam. Ini berarti jauh sebelum tahun itu rakyat
telah memeluk agama islam, Adapun yang meng-islamkan daerah Sukadana
adalah orang Arab islam yang datang dari Sriwijaya. Di Sukadana Sultan yang
masuk islam adalah Panembahan Giri Kusuma (1591) dan Sultan Hammad

Saifuddin (1677).
Ketika perebutan kekuasaan pada Kerajaan negara Daka di Kalimantan Selatan,
R.Samudera merasa ia lebih berhak menjadi raja dari Pangeran Tumenggung.
Akhirnya timbul pertentangan dan perang saudara. R.Samudera meminta
bantuan dari kerajaan Islam Demak dan ia menang dan dapat berkuasa
memegang puccuk pimpinan kerajaan di Daha yang ada di Banjarmasin pada
tahun 1550. R.Samudera memeluk agama Islam dan bergelar Suryanullah.

Dengan Islamnya raja Suryanullah maka rakyat pun banyak yang memeluk
agama Islam. Daerah-daerah lain pun banyak yang menyatakan masuk Islam.
Bantuan yang diberikan kerajaan Demak kepada R.Samudera juga mengandung
tipuan membendung pengaruh Portugis yang telah menguasai Malaka. Mereka
ingin menguasai daerah jalur perniagaan dan pelayaran di Indonesia.
Demak juga mengirimkan guru-guru agama yang mengajarkan tentang agama
Islam kepada raja-raja Banjar. Akhirnya Islam tersebar luas di kalangan rakyat
di sana.
Kerajaan Kutai yang menganut agama Hindu, sekitar abad 16 Islam masuk ke
sana. Pembawa Islam ke Kutai adalah Muslim dari Makasar yang terkenal Tuan
di Bandung dan Tun Tunggang Parangan. Atas ketentuan dan usaha kedua
mubaligh itu, raja Kutai menyatakan diri memeluk agama Islam.
Islam masuk ke Kutai + 1575M. Setelah raja memeluk Islam dan rakyat pun
telah banyak yang masuk Islam. Sebagian penduduk pedalaman masih banyak
yang memeluk kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Sejak raja Aji di
Langgar naik tahta, ia giat menyiarkan Islam ke daerah pedalaman. Usha ini
diteruskan oleh pengganti-pengantinya. Agama Islam didpeluk sampai ke
daerah Mura Kaman.
Kerajaan Brunai pada abad 15 diperintah oleh Maharaja Kali yang beragama
Islam. Raja Kali berkunjung ke negri Cina menemui Kaisar Cheng-Ho. Jauh

sebelum abad 15 Islam telah dianut di Brunai. Sultan Brunai menyiarkan agama
Islam ke daerah Mindano Filipina.

2. Sejarah Perkembangan Islam di Maluku
Kerajaan Islam di Indonesia
Diperkirakan kejayaannya berlangsung antara abad ke-13 sampai dengan
abad ke-16. Timbulnya kerajaan-kerajaan tersebut didorong oleh maraknya lalu
lintas perdagangan laut dengan pedagang-pedagang Islam dari Arab, India,
Persia, Tiongkok, dll. Kerajaan tersebut dapat dibagi menjadi berdasarkan
wilayah pusat pemerintahannya, yaitu di Sumatera, Jawa, Maluku, dan
Sulawesi.
Kedatangan Islam
Tak ada sumber yang jelas mengenai kapan awal kedatangan Islam di
Maluku khususnya Ternate. Namun diperkirakan sejak awal berdirinya kerajaan
Ternate masyarakat Ternate telah mengenal Islam mengingat banyaknya
pedagang Arab yang telah bermukim di Ternate kala itu. Beberapa raja awal
Ternate sudah menggunakan nama bernuansa Islam namun kepastian mereka
maupun keluarga kerajaan memeluk Islam masih diperdebatkan. Hanya dapat
dipastikan bahwa keluarga kerajaan Ternate resmi memeluk Islam pertengahan
abad ke-15.

Kolano Marhum (1465-1486), penguasa Ternate ke-18 adalah raja
pertama yang diketahui memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat
istana. Pengganti Kolano Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin (14861500). Beberapa langkah yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah
meninggalkan gelar Kolano dan menggantinya dengan Sultan, Islam diakui
sebagai agama resmi kerajaan, syariat Islam diberlakukan, membentuk lembaga
kerajaan sesuai hukum Islam dengan melibatkan para ulama. Langkahlangkahnya ini kemudian diikuti kerajaan lain di Maluku secara total, hampir
tanpa perubahan. Ia juga mendirikan madrasah yang pertama di Ternate. Sultan
Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada Sunan

Giri di pulau Jawa, disana beliau dikenal sebagai "Sultan Bualawa" (Sultan
Cengkih).
a.

Kerajaan Gapi atau yang kemudian lebih dikenal sebagai

Kesultanan Ternate (mengikuti nama ibukotanya)
Adalah salah satu dari 4 kerajaan Islam di Maluku dan merupakan salah
satu kerajaan Islam tertua di Nusantara. Didirikan oleh Baab Mashur Malamo
pada 1257. Kesultanan Ternate memiliki peran penting di kawasan timur
Nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke-17. Kesultanan Ternate menikmati

kegemilangan di paruh abad ke -16 berkat perdagangan rempah-rempah dan
kekuatan militernya. Di masa jaya kekuasaannya membentang mencakup
wilayah Maluku, Sulawesi utara, timur dan tengah, bagian selatan kepulauan
Filipina hingga sejauh Kepulauan Marshall di pasifik.
b.

Kesultanan Tidore
Kesultanan Tidore adalah kerajaan Islam yang berpusat di wilayah Kota
Tidore, Maluku Utara, Indonesia sekarang. Pada masa kejayaannya (sekitar
abad ke-16 sampai abad ke-18), kerajaan ini menguasai sebagian besar
Halmahera selatan, Pulau Buru, Ambon, dan banyak pulau-pulau di pesisir
Papua barat.
Pada tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai
sekutu untuk mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate saingannya yang
bersekutu dengan Portugis. Setelah mundurnya Spanyol dari wilayah tersebut
pada tahun 1663 karena protes dari pihak Portugis sebagai pelanggaran terhadap
Perjanjian Tordesillas 1494, Tidore menjadi salah kerajaan paling independen di
wilayah Maluku. Terutama di bawah kepemimpinan Sultan Saifuddin
(memerintah 1657-1689), Tidore berhasil menolak pengusaan VOC terhadap
wilayahnya dan tetap menjadi daerah merdeka hingga akhir abad ke-18.


c.

Kesultanan Bacan
Kesultanan Bacan adalah suatu kerajaan yang berpusat di Pulau Bacan,
Kepulauan Maluku. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja

Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Meski berada di Maluku,
wilayahnya cukup luas hingga ke wilayah Papua. Banyak kepala suku di
wilayah Waigeo, Misool dan beberapa daerah lain yang berada di bawah
administrasi pemerintahan kerajaan Bacan.
d.

Kerajaan Tanah Hitu
Kerajaan Tanah Hitu adalah sebuah kerajaan Islam yang terletak di Pulau
Ambon, Maluku. Kerajaan ini memiliki masa kejayaan antara 1470-1682
dengan raja pertama yang bergelar Upu Latu Sitania (raja tanya) karena
Kerajaan ini didirikan oleh Empat Perdana yang ingin mencari tahu faedah baik
dan tidak adanya Raja. Kerajaan Tanah Hitu pernah menjadi pusat perdagangan
rempah-rempah dan memainkan peran yang sangat penting di Maluku,

disamping melahirkan intelektual dan para pahlawan pada zamannya. Beberapa
di antara mereka misalnya adalah Imam Ridjali, Talukabessy, Kakiali dan
lainnya yang tidak tertulis di dalam Sejarah Maluku sekarang, yang beribu Kota
Negeri Hitu. Kerajaan ini berdiri sebelum kedatangan imprialisme barat ke
wilayah Nusantara.

e.

Awal Mula Kedatangan
Kedatangan Empat Perdana merupakan awal datangnya manusia di Tanah
Hitu sebagai penduduk asli Pulau Ambon. Empat Perdana Hitu juga merupakan
bagian dari penyiar Islam di Maluku. Kedatangan Empat Perdana merupakan
bukti sejarah syiar Islam di Maluku yang di tulis oleh penulis sejarah pribumi
tua maupun Belanda dalam berbagai versi seperti Imam Ridjali, Imam Lamhitu,
Imam Kulaba, Holeman, Rumphius dan Valentijn.
ABAD KE-13
Penduduk lokal Kampung Wawane, Provinsi Maluku, merupakan
penganut animisme. Lalu seabad kemudian, hal tersebut mulai berubah seiring
dengan kedatangan pedagang Jawa ke provinsi ini. Pedagang-pedagang Jawa ini
tidak hanya berdagang, namun juga menyebarkan ajaran Islam. Mereka

mencoba mengenalkan Islam kepada masyarakat lokal di Maluku, dan
kepercayaan animisme sedikit demi sedikit mulai memudar di Kampung ini.
Masjid Tertua di Indonesia Ada di Maluku
Perkembangan Islam di Maluku selanjutnya ditandai dengan dibangunnya
Masjid Wapaue pada 1414. Masjid ini terletak di kampung Wawane, dan
menurut sejarah setempat mesjid ini dibangun saudagar-saudagar kaya yang
bernama Perdana Jamillu dan Alahulu.
Masjid ini dinamakan Masjid Wapaue karena terletak di bawah pohon
mangga. Dalam bahasa setempat, "wapa" berarti "bawah" dan "uwe" berarti
mangga. Keseluruhan bangunan masjid ini terbuat dari kayu sagu yang
dilekatkan satu sama lain tanpa menggunakan paku.
Pada 1614, masjid ini disarankan untuk dipindahkan lokasinya ke
Kampung Tehalla, 6 kilometer dari sebelah timur Kampung Wawane. Relokasi
ini dipimpin Imam Rajali, seorang kyai bersama para pengikutnya yang disebut
Kelompok Dua Belas Tukang. namun, 50 tahun kemudian atau pada 1664,
mesjid ini secara ajaib telah berpindah ke Kaitetu, dan tidak ada seorangpun
yang memindahkannya. Para penduduk setempat percaya hal ini merupakan
suatu mukjizat atau keajaiban.
Hingga kini, Masjid Wapaue ini masih terawat dengan baik. tidak hanya
digunakan sebagai tempat ibadah umat muslim, tapi juga sebagai galeri museum
yang berisi koleksi-koleksi antik peninggalan kebudayaan muslim maluku kuno
antara lain Bedug yang berumur seratus tahun, Al-Quran antik yang ditulis
tangan, sebuah kaligrafi tulisan arab yang ditaruh di sebuah lempengan metal
dan sebuah timbangan kayu yang digunakan untuk menimbang zakat.
Mesjid tua Wapauwe ini terletak dekat dengan Benteng Amsterdam di
desa Kaitetu, Kabupaten Hila, Provinsi Maluku. Untuk mengunjungi mesjid ini
dibutuhkan waktu sekitar satu jam perjalanan menggunakan bis umum dari
Ibukota Maluku, kota Ambon
3.

Sejarah Perkembangan Islam di Bali

Bali merupakan salah satu kepulauan yang ada di Indonesia dan sebagai salah
satu tempat parawisata yang sangat populer. Agama mayoritas yang terdapat di
bali adalah agama hindu dengan kebudayaan yang masih sangat kental. Islam di
bali merupakan agama minoritas dan kali ini akan kita simak bagaimana sejarah
perkembangan islam di bali.
Masuknya agama Islam ke Bali dimulai sejak jaman kerajaan pada abad XIV
berasal dari sejumlah daerah di Indonesia, tidak merupakan satu-kesatuan yang
utuh atau berkelompok-kelompok. “Sejarah masuknya Islam ke Pulau Dewata
dengan latar belakang sendiri dari masing-masing komunitas Islam yang kini
ada di Bali, Penyebaran agama Islam ke Bali antara lain berasal dari Jawa,
Madura, Lombok dan Bugis. Masuknya Islam pertama kali ke Pulau Dewata
lewat pusat pemerintahan jaman kekuasaan Raja Dalem Waturenggong yang
berpusat di Klungkung pada abad ke XIV.
Raja Dalem Waturenggong yang berkuasa selama kurun waktu 1480-1550,
ketika berkunjung ke Kerajaan Majapahit di Jawa Timur dan sekembalinya
beliau diantar oleh 40 orang pengawal yang beragama Islam. Ke-40 pengawal
tersebut akhirnya diizinkan menetap di Bali, tanpa mendirikan kerajaan
tersendiri seperti halnya kerajaan Islam di pantai utara Pulau Jawa pada masa
kejayaan Majapahit. Para pengawal muslim itu hanya bertindak sebagai abdi
dalam kerajaan Gelgel menempati satu pemukiman dan membangun sebuah
masjid yang diberi nama Masjid Gelgel, yang kini merupakan tempat ibadah
umat Islam tertua di Pulau Dewata.
H. Mulyono, mantan asisten sekretaris daerah Bali itu menambahkan, hal yang
sama juga terjadi pada komunitas muslim yang tersebar di Banjar Saren Jawa di
wilayah Desa Budakeling, Kabupaten Karangasem, Kepaon, kelurahan
Serangan (Kota Denpasar), Pegayaman (Buleleng) dan Loloan
(Jembrana). Masing-masing komunitas itu membutuhkan waktu yang cukup
panjang untuk menjadi satu kesatuan muslim yang utuh. Demikian pula dalam
pembangunan masjid sejak abad XIV hingga sekarang mengalami akulturasi
dengan unsur arsitektur tradisional Bali atau menyerupai stil wantilan.
Akulturasi dua unsur seni yang diwujudkan dalam pembangunan masjid
menjadikan tempat suci umat Islam di di Bali tampak beda dengan bangunan
masjid di Jawa maupun daerah lainnya di Indonesia. “Akulturasi unsur IslamHindu yang terjadi ratusan tahun silam memunculkan ciri khas tersendiri, unik
dan menarik,” tutur Haji Mulyono.
Tengoklah desa-desa muslim yang ada di Bali, seperti Pegayaman (Buleleng),
Palasari, Loloan dan Yeh Sumbul (Jembrana) dan Nyuling (Karangasem). Atau,
kampung muslim di Kepaon Kota Denpasar.
Kehidupan di sana tak ubahnya seperti kehidupan di Bali pada umumnya. Yang
membedakan hanya tempat ibadah saja. Bahkan di Desa Pegayaman, karena
letaknya di pegunungan dan tergolong masih agraris, semua simbol-simbol adat
Bali seperti subak, seka, banjar, dipelihara dengan baik. Begitu pula nama-nama

anak mereka, Wayan, Nyoman, Nengah, Ketut tetap diberikan sebagai kata
depan yang khas Bali.
Penduduk kampung ini konon berasal dari para prajurit Jawa atau kawula asal
Sasak dan Bugis beragama Islam yang dibawa oleh para Raja Buleleng, Badung
dan Karangasem pada zaman kerajaan Bali.
Orang-orang muslim di Kepaon adalah keturunan para prajurit asal Bugis.
Kampung yang mereka tempati sekarang merupakan hadiah raja Pemecutan.
Bahkan, hubungan warga muslim Kepaon dengan lingkungan puri (istana)
hingga sekarang masih terjalin baik.
Beberapa gesekan pernah terjadi diantara warga muslim Kepaon dengan warga
asli bali , Raja Pemecutan turun tangan membela mereka. “Mereka cukup
disegani. Bahkan, jika ada masalah-masalah dengan komunitas lain, Raja
Pemecutan membelanya,” ujar Shobib, aktivis Mesjid An Nur.
Di Denpasar, komunitas muslim dapat dijumpai di Kampung Islam Kepaon,
Pulau Serangan dan Kampung Jawa. mayoritas Kampung Kepaon dan Serangan
dihuni warga keturunan Bugis.
Konon, nenek moyang mereka adalah para nelayan yang terdampar di Bali.
Ketika terjadi perang antara Kerajaan Badung dengan Mengwi, mereka
dijadikan prajurit. Setelah mendapat kemenangan, kemudian diberi tanah oleh
sang Raja.
Keberadaan ummat islam yang sudah ratusan tahun di bali sedikit banyak
memberikan ciri khas tersendiri, misalnya sebagian warga muslim
menambahkan nama khas Bali pada anak-anak mereka seperti Wayan, Made,
Nyoman dan Ketut, jadi tidaklah sesuatu yang ganjil apabila kita menemukan
nama seperti Wayan Abdullah, atau Ketut Muhammad misalnya. Tetapi ini
hanya dalam tataran budaya. Untuk idiom-idiom yang menyangkut agama,
mereka tidak mau kompromi. mereka tetap menjaga nilai-nilai syari'at islam
secara utuh.
Gelombang Muslim yang terjadi saat Belanda (VOC) berhasil menguasai
Makassar pada tahun 1667 M. di bawah tekanan Belanda, penduduk Makassar
banyak melarikan diri meninggalkan pulau Sulawesi. Salah satu tujuan pelarian
adalah pulau Bali. Etnis Bugis tersebut mendarat pertama kali di Air Kuning,
yang saat itu masih jarang penduduknya. Hingga pada akhirnya, atas ijin dari
Penguasa kerajaan Jembrana kala itu I Gusti Ngurah Pancoran, jadilah Air
Kuning sebagai perkampungan Islam pertama di Jembrana. Baru kemudian
pada sekitar abad ke 18 M datang rombongan Muslim melayu pontianak yang
dipimpin Syarif Abdullah bin Yahya Al-Qodary, yang nantinya menjadi cikal
bakal keberadaan kampung Islam Loloan.
Dalam gelombang selanjutnya, pasca kemerdekaan seiring dengan pesatnya
kemajuan industri pariwisata, banyak penduduk Muslim Jawa, Madura dan
Lombok, yang mengadu nasib ke pulau Bali ini. ini terjadi karena minimnya
lapangan pekerjaan di daerah asal, yang pada tahun-tahun berikutnya sampai

saat ini, terus mengalami peningkatan penduduk pendatang Muslim dari
berbagai daerah di Indonesia.
Dulunya, kontak budaya fase pertama dan fase kedua tidak terlalu menjadi
persoalan. Ini tentu berbagai faktor diantaranya ruang-ruang yang ada, baik
sosial-politik maupun ekonomi masih lapang. Akan tetapi, dalam atmosfir
kontak etnik-kultur dan religi fase ketiga ini persoalan struktural (sosial-politik
dan ekonomi) menjadi penting. Sedikit banyaknya, semua ini memicu reaksi
(sebagian) orang Bali. (Yudhis M Burhanuddin, 2008)
Karantinaisasai
Berbeda dengan perkembangan masuknya Islam di jawa, yang sejak awal motif
kedatangan Islam di jawa memang dakwah untuk Islamisasi, para
pendakwahnya yang dikenal dengan sebutan Walisongo. Walisongo merupakan
istilah bagi perkumpulan Dewan para Ulama terkemuka saat itu, yang dengan
perlahan namun pasti, dapat melakukan Islmisasi dengan rapi dan terorganisir.
Sehingga dalam bentangan waktu yang relatif tidak terlalu lama, pulau Jawa
dapat diIslamkan secara menyeluruh. Cara yang ditempuh para Walisongo
dengan dua cara, gerakan kultural dan gerakan politik.
Di bali, penyebaran Islam tidak terorganisir layaknya di Jawa. Keberadaan
Islam di Bali, para tokoh-tokoh Muslim kala itu tidak pernah melakukan
komunikasi antar daerah. Semisal tokoh Muslim yang ada di Jembrana tidak
pernah melakukan komunikasi dengan Muslim di Buleleng, Badung,
Karangasem, dan kantong-kantong Muslim seluruh Bali. Hal inilah yang
mungkin bagi keberadaan Islam di Bali, yang telah ratusan tahun ada di Bali,
tidak mengalami perkembangan yang signifikan. Salah satu sebabnya karena
penyebaran Islam di Bali hanya menggunakan satu cara, yakni dengan
penyebaran Islam secara kultural.
Para Penguasa di berbagai kerajaan di Bali saat itu menerapkan politik
Karantinaisasi bagi penduduk Islam. Ada beberapa alasan kenapa Raja-Raja
menerapkan politik karantinaisasi, yakni: pertama, mencegah timbulnya konflik
antara orang Islam dan orang Bali yang disebabkan oleh latar belakang
perbedaan Agama dan kebudayaan. Kedua, meminimalisir kemungkinan adanya
Islamisasi yang dilakukan oleh orang Islam terhadap orang Bali. Ketiga,
memberikan rasa aman secara sosiologis, kultural, keagamaan, dan psikologis
sebab dalam perkampungan yang berpola karantinaisasi mereka dapat
mengembangkan identitasnya secara bebas tanpa didominasi maupun
dihegomoni oleh etnik Bali. Keempat, etnik Bali Hindu yang ada di sekitarnya
bisa mempertahankan identitasnya, tanpa ada perasaan dirongrong oleh orang
Islam. (Nengah Bawa Atmajda, 2010)
Secara tidak langsung, dengan penerapan politik karantinaisasi, benturan
konflik antar agama dapat dihindari, sehingga muncul istilah Nyamaslam,
sebutan orang Hindu Bali kepada penduduk Islam, yang menganggap orang
Islam adalah saudara, bukan musuh

4. Sejarah Perkembangan Islam di NTB
Nusa Tenggara Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia. Sesuai dengan
namanya, provinsi ini meliputi bagian barat Kepulauan Nusa Tenggara. Dua
pulau terbesar di provinsi ini adalah Lombok yang terletak di barat
dan Sumbawa yang terletak di timur. Ibu kota provinsi ini adalah Kota
Mataram yang berada di Pulau Lombok.
Sebagian besar dari penduduk Lombok berasal dari suku Sasak,
sementara suku Bima dan Sumbawa merupakan kelompok etnis terbesar di
Pulau Sumbawa. Mayoritas penduduk Nusa Tenggara Barat beragama Islam
(96%).
Islam secara teologis, merupakan sistem nilai dan ajaran yang bersifat
Ilahiyah dan transenden. Sedangkan dari aspek sosiologis, Islam merupakan
fenomena peradaban, kultural dan realitas sosial dalam kehidupan manusia.
Dialektika Islam dengan realitas kehidupan sejatinya merupakan realitas yang
terus menerus menyertai agama ini sepanjang sejarahnya. Sejak awal
kelahirannya, Islam tumbuh dan berkembang dalam suatu kondisi yang tidak
hampa budaya. Realitas kehidupan ini –diakui atau tidak—memiliki peran yang
cukup signifikan dalam mengantarkan Islam menuju perkembangannya yang
aktual sehingga sampai pada suatu peradaban yang mewakili dan diakui okeh
masyarakat dunia.
Aktualisasi Islam dalam lintasan sejarah telah menjadikan Islam tidak
dapat dilepaskan dari aspek lokalitas, mulai dari budaya Arab, Persi, Turki,
India sampai Melayu. Masing-masing dengan karakteristiknya sendiri, tapi
sekaligus mencerminkan nilai-nilai ketauhidan sebagai suatu unity sebagai

benang merah yang mengikat secara kokoh satu sama lain. Islam sejarah yang
beragam tapi satu ini merupakan penerjemahan Islam universal ke dalam
realitas kehidupan umat manusia.
SEJARAH
Merekonstruksi sejarah Kerajaan Selaparang menjadi sebuah bangunan
kesejarahan yang utuh dan menyeluruh agaknya memerlukan pengkajian yang
mendalam. Permasalahan utamanya terletak pada ketersediaan sumber-sumber
sejarah yang layak dan memadai. Sumber-sumber yang ada sekarang, seperti
Babad dan lain-lain memerlukan pemilihan dan pemilahan dengan kriteria
yang valid dan reliable. Apa yang tertuang dalam tulisan sederhana ini mungkin
masih mengundang perdebatan. Karena itu sejauh terdapat perbedaan-perbedaan
dalam pengungkapannya akan dlmuat sebagai gambaran yang masih harus
ditelusurl sebagal bahan pengkajlan lebih lanjut.Agak sulit membuat kompromi
penafsiran untuk menemukan benang merah ketiga deskripsi di atas. Minimnya
sumber-sumber sejarah menjadi alasan yang tak terelakkan.
Zaman Majapahit
Menurut Lalu Djelenga (2004), catatan sejarah kerajaan-kerajaan di Lombok
yang lebih berarti dimulai dari masuknya Majapahit melalui ekspedisi di bawah
Mpu Nala pada tahun 1343 sebagai pelaksanaan Sumpah Palapa Maha
Patih Gajah Mada yang kemudian diteruskan dengan inspeksi Gajah Mada
sendiri pada tahun 1352.
Ekspedisi ini, lanjut Djelenga, meninggalkan jejak kerajaan Gelgel di Bali.
Sedangkan di Lombok dalam perkembangannya meninggalkan jejak berupa
empat kerajaan utama saling bersaudara, yaitu Kerajaan Bayan di barat,
Kerajaan Selaparang di Timur, Kerajaan Langko di tengah dan Kerajaan
Pejanggik di selatan. Selain keempat kerajaan tersebut, terdapat kerajaankerajaan kecil, seperti Parwa dan Sokong serta beberapa desa kecil,
seperti Pujut, Tempit, Kedaro, Batu Dendeng, Kuripan dan Kentawang. Seluruh
kerajaan dan desa ini selanjutnya menjadi wilayah yang merdeka setelah
kerajaan Majapahit runtuh.
Di antara kerajaan dan desa itu yang paling terkemuka dan paling terkenal
adalah Kerajaan Lombok yang berpusat di Labuhan Lombok. Disebutkan kota
Lombok terletak di teluk Lombok yang sangat indah dan mempunyai sumber air
tawar yang banyak. Keadaan ini menjadikannya banyak dikunjungi oleh
pedagang-pedagang dari Palembang, Banten, Gresik dan Sulawesi.
Masuknya Islam

Belakangan, ketika Kerajaan ini dipimpin oleh Prabu Rangkesari, Pangeran
Prapen, putera Sunan Ratu Giri datang mengislamkan kerajaan Lombok. Dalam
Babad Lombok disebutkan, pengislaman ini merupakan upaya dari Raden
Paku atau Sunan Ratu Giri dari Gersik, Surabaya yang memerintahkan rajaraja Jawa Timur dan Palembang untuk menyebarkan Islam ke berbagai wilayah
di Nusantara.
"Susuhnii Ratu Giri memerintahkan keyakinan baru disebarkan ke seluruh
pelosok. Dilembu Manku Rat dikirim bersama bala tentara ke Banjarmasin,
Datu bandan di kirim ke Makasar, Tidore, Seram dan Galeier dan Putra
Susuhunan, Pangeran Prapen ke Bali, Lombok dan Sumbawa. Prapen pertama
kali berlayar ke Lombok, dimana dengan kekuatan senjata ia memaksa orang
untuk memeluk agama Islam. Setelah menyelesaikan tugasnya, Prapen berlayar
ke Sumbawa dan Bima. Namun selama ketiadaannya, karena kaum perempuan
tetap menganut keyakinan Pagan, masyarakat Lombok kembali kepada faham
pagan. Setelah kemenangannya di Sumbawa dan Bima, Prapen kembali dan
dengan dibantu oleh Raden Sumuliya dan Raden Salut, ia mengatur gerakan
dakwah baru yang kali ini mencapai kesuksesan. Sebagian masyarakat berlari
ke gunung-gunung, sebagian lainnya ditaklukkan lalu masuk Islam dan sebagian
lainnya hanya ditaklukkan. Prapen meninggalkan Raden Sumuliya dan Raden
Salut untuk memelihara agama Islam dan ia sendiri bergerak ke Bali, dimana ia
memulai negosiasi (tanpa hasil) dengan Dewa Agung Klungkung."
Proses pengislaman oleh Sunan Prapen menuai hasil yang menggembirkan,
hingga beberapa tahun kemudia seluruh pulau Lombok memeluk agama Islam,
kecuali beberapa tempat yang masih memepertahankan adat istiadat lama.
Sementara di Kerajaan Lombok, sebuah kebijakan besar dilakukan Prabu
Rangkesari dengan memindahkan pusat kerajaan ke Desa Selaparang atas
usul Patih Banda Yuda dan Patih Singa Yuda. Pemindahan ini dilakukan dengan
alasan letak Desa Selaparang lebih strategis dan tidak mudah diserang musuh
dibandingkan posisi sebelumnya.
Menurut Fathurrahman Zakaria, dari wilayah pusat kerajaan yang baru ini,
panorama Selat Alas yang indah membiru dapat dinikmati dengan latar
belakang daratan Pulau Sumbawa dari ujung utara ke selatan dengan sekali
sapuan pandangan. Dengan demikian semua gerakan yang mencurigakan di
tengah lautan akan segera dapat diketahui. Wilayah ini juga memiliki daerah
belakang berupa bukit-bukit persawahan yang dibangun dan ditata rapi
bertingkat-tingkat sampai hutan Lemor yang memiliki sumber air yang
melimpah.

Di bawah pimpinan Prabu Rangkesari, Kerajaan Selaparang berkembang
menjadi kerajaan yang maju di berbagai bidang. Salah satunya adalah
perkembangan kebudayaan yang kemudian banyak melahirkan manusiamanusia sebagai khazanah warisan tradisional masyarakat Lombok hari ini. ahli
sejarah berkebangsaan Belanda L. C. Van den Berg menyatakan bahwa,
berkembangnya Bahasa Kawi sangat memengaruhi terbentuknya alam pikiran
agraris dan besarnya peranan kaum intelektual dalam rekayasa sosial politik di
Nusantara, Fathurrahman Zakaria (1998) menyebutkan bahwa para intelektual
masyarakat Selaparang dan Pejanggik sangat mengetahui Bahasa Kawi. Bahkan
kemudian dapat menciptakan sendiri aksara Sasak yang disebut sebagai
jejawen. Dengan modal Bahasa Kawi yang dikuasainya, aksara Sasak dan
Bahasa Sasak, maka para pujangganya banyak mengarang, menggubah,
mengadaptasi atau menyalin manusia Jawa kuno ke dalam lontar-lontar Sasak.
Lontar-lontar dimaksud, antara lain Kotamgama, Lapel Adam, Menak Berji,
Rengganis dan lain-lain. Bahkan para pujangga juga banyak menyalin dan
mengadaptasi ajaran-ajaran sufi para walisongo, seperti lontar-lontar yang
berjudul Jatiswara, Lontar Nursada dan Lontar Nurcahya. Bahkan hikayathikayat Melayu pun banyak yang disalin dan diadaptasi, seperti Lontar Yusuf,
Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Sidik Anak Yatim dan sebagainya.
Dengan mengkaji lontar-lontar tersebut, menurut Fathurrahman Zakaria (1998)
kita akan mengetahui prinsip-prinsip dasar yang menjadi pedoman dalam
rekayasa sosial politik dan sosial budaya kerajaan dan masyarakatnya. Dalam
bidang sosial politik misalnya, Lontar Kotamgama lembar 6 lembar
menggariskan sifat dan sikap seorang raja atau pemimpin, yakni Danta, Danti,
Kusuma dan Warsa.
§ Danta artinya gading gajah, apabila dikeluarkan tidak mungkin dimasukkan lagi.
§ Danti artinya ludah, apabila sudah dilontarkan ke tanah tidak mungkin dijilat
lagi.
§ Kusuma artinya kembang, tidak mungkin kembang itu mekar dua kali.
§ Warsa artinya hujan, apabila telah jatuh ke bumi tidak mungkin naik kembali
menjadi awan.
Itulah sebabnya seorang raja atau pemimpin hendaknya tidak salah dalam
perkataan.
Selain itu, dalam lontar-lontar yang ada diketahui bahwa istilah-istilah dan
ungkapan yang syarat dengan ide dan makna telah dipergunakan dalam bidang
politik dan hukum, misalnya kata hanut (menggunakan hak dan kewajiban),
tapak (stabil), tindih (bertata krama), rit (tertib), jati (utama),tuhu (sungguh-

sungguh), bakti (bakti, setia) atau terpi (teratur). Dalam bidang ekonomi, seperti
itiq (hemat), loma (dermawan), kencak (terampil) atau genem (rajin).
Kemajuan Kerajaan Selaparang ini membuat kerajaan Gelgel di Bali merasa
tidak senang. Gelgel yang merasa sebagai pewaris Majapahit, melakukan
serangan ke Kerajaan Selaparang pada tahun 1520, akan tetapi menemui
kegagalan.
Mengambil pelajaran dari serangan yang gagal pada 1520, Gelgel dengan cerdik
memaanfaatkan situasai untuk melakukan infiltrasi dengan mengirimkan
rakyatnya membuka pemukiman dan persawahan di bagian selatan sisi barat
Lombok yang subur. Bahkan disebutkan, Gelgel menempuh strategi baru
dengan mengirim Dangkiang Nirartha untuk memasukkan faham baru berupa
singkretisme Hindu-Islam. Walau tidak lama di Lombok, tetapi ajaran-ajarannya
telah dapat memengaruhi beberapa pemimpin agama Islam yang belum lama
memeluk agama Islam. Namun niat Kerajaan Gelgel untuk menaklukkan
Kerajaan Selaparang terhenti karena secara internal kerajaan Hindu ini juga
mengalami stagnasi dan kelemahan di sana-sini.
PENYEBARAN ISLAM DI LOMBOK (abad ke-16)
Ada beberapa versi yang menyebutkan bermulanya penyebaran Islam di
Lombok, salah satunya adalah melalui Bayan, sebelah utara pulau ini. Selain di
Bayan, penyebaran agama Islam juga diyakini berawal dari Pujut dan Rembitan
di Lombok Tengah. Masjid kuno yang terdapat di tempat-tempat tersebut
menjadi salah satu bukti tentang penyebaran Islam dari wilayah itu.
Menurut beberapa catatan, penyebaran agama Islam melalui Bayan dila
kukan oleh Sunan Prapen, keturunan dari salah seorang Wali Songo— penyebar
agama Islam di Ja wa—yakni Sunan Giri. Namun, tak diketahui persis mengapa
Bayan menjadi tujuan pertama Sunan Prapen.
Penyebaran Melalui Dakwah
Sampailah kemudian Sunan Prapen di Lombok dalam misi penyebaran agama
Islam. Ia dibantu oleh Raden Sumuliya dan Raden Salut. Dengan kekuatan
senjata disebutkan, Sunan Prapen mampu menaklukkan beberapa kerajaan yang
merupakan warisan Majapahit, lalu mengislamkan masyarakatnya.
Satu yang mungkin bisa direka-reka yakni Sunan Prapen melakukan pelayaran
dalam upaya penyebaran Islam ke wilayah timur nusantara dari Gresik lewat
pantai utara Jawa. Dia tidak berlabuh ke Pulau Bali, tapi langsung ke Bayan.
Dari letak geografisnya, Bayan berada di tepi pantai utara Lombok sehingga
sangat mungkin Sunan Prapen melempar sauh di sini. Belakangan, Sunan

Prapen diperkirakan barulah ke Pulau Bali (meski misinya gagal) setelah dari
Sumbawa dan Bima.
“Di setiap pantai, penyebaran itu memang ada. Penyebaran dilakukan
oleh pedagang-pedagang dari Arab dan Jawa. Kebanyakan datangnya dari
Jawa,” kata budayawan setempat, Ahmad JD, kepada Republika, tentang asal
muasal penyebaran Islam di Lombok melalui pantai utara. “Yang monumental
adalah peninggalan kebudayaan tulis dari Jawa. Ini menunjukkan adanya jejak
wali dari Jawa, yakni Sunan Prapen,” lanjutnya.
Anggun Zamzani (2009) dalam penelitiannya mengenai “Sejarah Masuk
dan Berkembangnya Islam di Lombok Abad XVI-XVIII” menemukan bahwa
agama Islam masuk ke Pulau Lombok pada abad XVI melalui misi yang
dipimpin oleh Sunan Prapen, putra Sunan Giri. Mengenai bukti-bukti
berkembangnya Islam di Lombok dapat dilihat dari adanya peninggalan masjid
kuno yang ada di Bayan, Lombok Utara, yang disebut dengan Masjid Bayan
Beleq dan masjid kuno yang ada di Pujut dan Rembitan Lombok Tengah. Selain
itu, juga terdapat makam raja-raja Selaparang yang ada di Lombok Timur.
Selain bukti arkeologi, Anggun juga menemukan bukti lain, yakni dalam
bidang seni sastra, baik itu seni tabuh, seni suara, maupun seni tulisan. Dalam
penelitian ini juga me nun jukkan bahwa agama Islam da pat ber kembang di
Lombok, selain karena peranan para penyebar agama Islam seperti Sunan
Prapen, juga adanya peranan dari rajaraja yang ada di Lom bok sendiri. Pada
perkembang an selanjutnya, agama Islam berkembang di Lombok lebih
diprakarsai oleh adanya Tuan Guru.
Dua versi
Dari literatur yang tersedia, penyebaran agama Islam di Lombok
disebutkan juga datang dari Gowa (Sulawesi Selatan) dan Bima. “Memang ada
dua versi mengenai masuknya penyebaran agama Islam di Pulau Lombok. Versi
pertama mengatakan datang dari Jawa, sementara versi satunya lagi yakni dari
Sulawesi atau Makassar,” kata Dr Akhyar Fadli, dosen dan peneliti sejarah
Islam di Lombok dari Institut Agama Islam Qomarul Huda, Praya, Lombok
Tengah. “Juga banyak versi tentang masuknya abad ke berapa,” tambahnya.
Menurut Akhyar, penyebaran yang datang dari Jawa dibawa oleh Sunan
Pengging (nama lain Sunan Prapen) sekitar abad ke-14. Pada saat itu, Sunan
Prapen bersama para pengikutnya berlabuh di Labuhan Carik, dekat Bayan,
Lombok Utara. “Menurut sejarah yang saya temukan, Sunan Pengging memang
pertama kali menginjakkan kakinya di Bayan untuk menyebarluaskan ajaran
Islam,” jelasnya.

Jejak yang seakan membenarkan mula penyebaran Islam di Lombok
melalui Bayan adalah terbentuknya komunitas/masyarakat adat Islam wetu telu
di sana. Ini adalah komunitas Islam tua yang sampai sekarang masih ada di
Lombok dengan pusatnya di Bayan. Mereka menjalani ajaran Islam dengan
tidak meninggalkan ritual adat leluhurnya.
Selain terbentuknya komunitas wetu telu, menurut Akhyar, masjid kuno
yang sampai sekarang masih berdiri di Bayan adalah bukti lain mengenai
penyebaran Islam oleh Sunan Prapen melalui Bayan. Setelah menemukan lokasi
yang tepat, Sunan Prapen mendirikan masjid di sana sebagai pusat syiarnya
dalam mengislamkan penduduk setempat sebelum menyebar ke seluruh
Lombok.
Dari Bayanlah kemudian penyebaran itu menuju ke sebelah barat, tengah,
serta timur. Jejaknya adalah terdapatnya komunitas wetu telu di wilayahwilayah tersebut. Di Lombok Barat, mereka ada di Narmada dan Sekotong. Di
Lombok Tengah, komunitas ini ada di Pegadang, Pujut, dan Rambitan.
Sedangkan, di Lombok Timur tidak begitu banyak.
Tidak banyaknya komunitas wetu telu di Lombok Timur terjawab dengan
versi penyebaran Islam melalui Sulawesi. Penyebaran ini dibawa oleh para
pedagang dan nelayan Sulawesi Selatan melalui Labuhan Kayangan, Lombok
Timur pada abad ke-14. Jejaknya adalah banyaknya komunitas nenek
moyangnya berasal dari Makassar di sepanjang pantai di Lombok Timur.
“Mereka lebih dikenal dengan sebutan Islam Suni. Ada juga yang menyebutnya
wetu lima,” kata Akhyar, yang menulis buku Islam Lokal: Akulturasi Islam di
Bumi Sasak pada 2008.
Diperkirakan pengaruh Sunan Prapen di Lombok Timur tidak besar
karena sudah ada penyebar agama Islam dari para pedagang dan nelayan
Makassar tersebut. Diduga, Sunan Pra penatau pengikutnya meninggal kan la
dang dakwah yang sudah dimasuki oleh para pedagang dan nelayan itu. Dalam
sejumlah catatan, Sunan Pra penmemang disebutkan tidak begitu lama menetap
di Lombok, dia kemudian menyerahkan tugas penyebar an Islam di pulau ini
kepada dua orang kepercayaannya, Raden Sumu liya dan Raden Salut. Setelah
itu, Sunan Pra pen menuju Pulau Sum bawa dan Bima.
Namun, Akhyar punya analisis tersendiri. Ada yang bilang dia ke
Sumbawa, ada juga yang bilang dia kembali ke Jawa. Setelah saya lacak yang di
Pulau Sumbawa ini banyak jejak kerajaan dari Makassar. Menurut saya, Sunan
Prapen langsung kembali ke Jawa, tidak berlayar ke Sumbawa, ujarnya.

Setelah lima abad, Lombok dan Sum bawa yang kemudian menjadi Nusa
Tenggara Barat mayoritas pendu duk nya adalah Islam. Dari sekitar 4,4 juta jiwa
penduduknya, sekarang ini 80 persen adalah pemeluk Islam. Sisanya adalah
Hindu, Budha, dan Kristen. Tentu saja Sunan Prapen, para muridnya, serta para
pedagang Arab dan Makassar perannya dalam penyebaran Islam di kedua pulau
ini tak bisa diabaikan.
Sebelum Islam masuk ke Lombok (juga Sumbawa), masyarakatnya
adalah penganut kepercayaan pada animisme, dinamisme, dan Hindu.
Masuknya agama Hindu di Lombok diyakini merupakan jejak dari kehadiran
imperium Majapahit di pulau ini pada pertengahan abad ke-14
Mengenai masuknya Islam di Lombok, beberapa catatan yang mengutip
Babad Lombok menyebutkan, proses penyebaran agama Islam ini adalah usaha
keras dari Raden Paku atau Sunan Giri dari Gresik yang memerintahkan rajaraja di Jawa Timur untuk menyebarkan Islam ke seluruh nusantara.

5. Sejarah Perkembangan Islam di NTT
Menurut beberapa sumber, agama Islam pertama kali memasuki Nusa Tenggara
Timur pada abad ke-15 yang dibawa oleh para pedagang dan ulama tepatnya di
Pulau Solor, Flores Timur. Penyebaran agama Islam ini pertama kali dilakukan
seorang ulama pedagang dari Palembang yang bernama Syahbudin bin Salman
Al Faris yang kemudian dikenal dengan sebutan Sultan Menanga. Daerah
selanjutnya yang dimasuki Islam adalah Ende, Alor, seluruh Flores, Timor, dan
Sumba. Mengenai pola pendekatan penyebar agama Islam di NTT asal
Palembang Syahbudin bin Salman Al Faris menggunakan pendekatan
kekeluargaan dan memegang tokoh-tokoh kunci daerah setempat.
Berikut beberapa pendapat tentang sejarah masuknya islam di nusa tenggara
timur:
Menurut Abdul Kadir G. Goro dalam sebuah thesisnya yang berjudul “Sejarah
Perkembangan Agama Islam di Kabupaten Kupang” (1977), Sejarah masuknya

agama Islam di Kupang erat hubungannya dengan penyebaran agama Islam di
Indonesia. Dari Ternate, Islam meluas meliputi pulau-pulau di seluruh Maluku,
dan juga daerah pantau timur Sulawesi.
Seorang peneliti dan penulis buku tentang sejarah Islam di NTT, Munandjar
Widiyatmika di Kupang, Selasa mengatakan bahwa “Dari sumber-sumber
sejarah yang berhasil saya himpun, agama Islam masuk pertama kali di pulau
Solor di Menanga pada abat ke-15 kemudian ke Ende dan Alor,” katanya dalam
suatu wawancara terkait masuknya agama Islam pertama di NTT.
Beliau juga berpendapat bahwa Solor menjadi daerah pertama penyebaran
agama Islam di NTT karena letaknya strategis dengan bandar-bandar penting di
Pamakayo, Lohayong, Menanga dan Labala, sangat penting bagi kapal yang
menunggu angin untuk melanjutkan pelayaran ke Pulau Timor dan Maluku,
demikian pula di Ende dan Alor.
“Masuknya agama Islam ini dibawa oleh pedagang sehingga sangat wajar kalau
penyebarannya dilakukan mulai di sekitar bandar-bandar startegis yang banyak
dikunjungi para pedagang Islam dari luar, dan Solor adalah daerah
peristirahatan sebelum ke pusat penghasil cendana di Pulau Timor,” katanya.
Bahkan ketika itu Portugis sendiri membangun benteng di Pulau Solor karena
Solor merupakan daerah yang paling tepat untuk berisiraharat sambil
melanjutkan perjalanan ke Pulau Timor.
Sultan Menanga kawin dengan seorang puteri raja Sangaji Dasi dan menjadi
orang pertama yang memeluk agama Islam di NTT dan kemudian diikuti
anggota keluarganya. Artinya, berkat pengaruh Sangaji Dasi, keluarga dan
pengikutnya dengan mudah diajak menjadi pemeluk agama Islam. Bahkan
untuk kepentingan pengembangan agama Islam di Solor, Sultan Menanga
kemudian ditempatkan di perbatasan antara kerajaan Lamakera dan Lohayong
dan berhasil membangun kampung muslim pertama di Menanga. Dari situlah
agama Islam kemudian tersebar ke daerah lain seperti Alor, dan seluruh Flores,
Timor dan Sumba.
Sejak masuknya agama Islam di NTT sampai abat ke-16, para pembawa agam
islam belum tergerak mewujudkan lembaga sosial keagamaan Islam dan
lembaga pendidikan Islam sebagai penunjang penyebaran agama Islam. Hal ini
berbeda dengan penyebaran agama Islam di pulau Jawa yang tidak saja
ditunjang para wali dan ulama tetapi juga sistem pendidikan di Pondok
Pesantren.
Perkembangan agama Islam di NTT sejak abad ke 16
Pada abad ke-16 muncul Kerajaan Gowa yang berasal dari Sulawesi selatan.
Pengislaman dari Jawa disini tidak begitu berhasil, akan tetapi berkat usaha
seorang ulama asal Minangkabau pada awal abad ke-17, raja Gowa itu akhirnya
memeluk agama Islam juga. Nah, atas kegiatan orang-orang Bugis, maka Islam
masuk pula di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara, juga beberapa pulau
di Nusa Tenggara.

Dengan meluasnya kekuasaan Kerajaan Tallo dan Goa di Nusa Tenggara Timur,
maka masuklah agama Islam di Nusa Tenggara Timur. Selain pengaruh dari
Sulawesi Selatan, masuknya agama Islam di NTT disebabkan pula oleh
masuknya orang-orang yang beragama Islam dari Ternate – Maluku ke daerah
ini.
Menurut cerita rakyat di Pulau Alor, pembawa agama Islam yang pertama ke
Pulau Alor adalah “Djou Gogo”, Kima Gogo, Salema Gogo, Iyang Gogo,
Abdullah dan Muchtar yang berasal dari Ternate-Maluku.
Setelah masuknya agama Islam ke Pulau Solor sekitar abad ke XVI, maka
dengan perantaraan orang-orang yang beragama Islam dari Solor, agama Islam
masuk ke Batu Besi Kupang sekitar tahun 1613.
Melalui komunikasi laut, agama Islam berhasil dikembangkan di daerah-daerah
pesisir Kabupaten Kupang yang strategis letaknya, sehingga terbentuknya
masyarakat Islam di Kupang pada mulanya terjadi di daerah-daerah pesisir.
Dalam catatan sejarawan, masyarakat Islam yang berada di pesisir Pulau Timor
telah muncul di Kupang, Toblolong (Kecamatan Kupang Barat), Sulamu
(Kecamatan Kupang Timur), dan Naikliu (Kecamatan Amfoang Utara), Babau
(Kecamatan Kupang Timur). Di tempat inilah, para nelayan, pelayar, dan
pedagang menyinggahi dan menetap di daerah-daerah ini. Perkampungan Islam
juga terbentuk di Pulau Sabu (Kecamatan Sabu Barat) di daerah pesisir.
Bila diurai satu per satu, Toblolong merupakan daerah pesisir yang strategis,
karena letaknya sebagai jembatan penghubung antara Kupang dan Pulau Rote.
Sebelum menyebrang ke Rote, para pendakwah yang juga pelayar dan pedagang
terlebih dulu singgah di Toblolong untuk mempersiapkan perbekalan atau
menunggu keadaan angin dan arus yang memungkinkan mereka untuk
meneruskan pelayaran. Akibatnya, orang Islam yang singgah di daerah ini –
kabarnya orang-orang Islam dari Solor-Lamakera -- menetap di Toblolong
sekitar tahun 1.900, hingga terbentuklah masyarakat Islam di wilayah ini.
Adapun terbentuknya masyarakat Islam di Sulamu, berawal dari para nelayan
yang beragama Islam dari Kaledupa yang memasuki daerah Sulamu sekitar
tahun 1918, hingga terbentuklah masyarakat Isla di Sulamu.
Ihwal terbentuknya masyarakat muslim di Babau, bermula setelah masuknya
para nelayan yang beragama Islam (berasal dari Pulau Butung-Sulawesi) untuk
menangkap ikan ke daerah ini. Kemudian masuklah pedagang-pedagang Bugis,
Makasar dan Solor untuk berniaga.
Masuknya Ahmad Horsan ke Tainbira untuk berniaga dan berdakwah, pada
tahun 1952, ia berhasil mengislamkan masyarakat Tainbira. Begitupula,
masyarakat Islam terbentuk di Camplong sekitar tahun 1955, setelah
menetapnya Hamid dan Mahmud yang datang untuk mencari nafkah.
Masyarakat Islam juga terbentuk di Takari sejak 1955, saat masuknya keluarga
Aqlis untuk membeli hewan untuk diperdagangkan. Sedangkan masyarakat
Islam di Naikliu terbentuk ketika para pedagang dari Sulawesi memasuki
wilayah ini sekitar tahun 19

Daftar Pustaka
http://novalbunglon.blogspot.com/2013/12/makalah-perkembangan-islam-dipulau.html
http://jebongudik.blogspot.com/2012/03/perkembangan-islam-di-maluku.html
http://kota-islam.blogspot.com › asia › indonesia
http://destriska.blogspot.com/.../sejarah-perkembangan-islam-di-lombok.html
http://www.timorexpress.com/kupang-metro/jejak-sejarah-perkembanganmuslim-pribumi-di-nusa-tenggara-timur-1