Interkoneksi Integrasi Agama dan Ilmu

REVISI MAKALAH
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
INTERKONEKSI - INTEGRASI AGAMA DAN ILMU

M. ANUGRAH ARIFIN
154141009
DI AJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS UAS MATA KULIAH
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

DOSEN PENGAMPU
Prof. Dr. H. M.Taufik, M.Ag

PASCASARJANA
Jurusan Magister Pendidikan Agama Islam
Institut Agama Islam Negeri Mataram
INTERKONEKSI - INTEGRASI AGAMA DAN ILMU
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH

2


Salah satu faktor yang menyebabkan kemunduran pendidikan umat Islam di
Indonesia adalah adanya sistem pendidikan sekuler yang mendikotomi ilmu agama dengan
ilmu-ilmu umum. Paradigma sekuler dalam pendidikan menyebabkan tumbulnya anggapan
bahwa jika peserta didik berakhlak buruk, dan tidak menjalankan ajaran agama dengan baik
maka yang patut disalahkan adalah guru agama, guru matematika

ataupun guru umum

lainnya tidak masalah jika tidak mengerti persoalan agama dan tidak masalah jika tidak
benar-benar taat beragama. Kondisi ini kemudian membuat sekat yang sangat jelas antara
ilmu-ilmu agama dan umum dalam dunia pendidikan Indonesia.
Secara normatif konseptual dalam Islam tidak terdapat dikotomi ilmu. Baik Al
Qur'an maupun hadits tidak memilah antara ilmu yang wajib dipelajari dan yang tidak.
Dikotomi dalam Islam timbul sebagai akibat dari beberapa hal. Pertama, faktor
perkembangan pembidangan ilmu itu berbagai cabang disiplin ilmu, bahkan anak
cabangnya. Kedua, faktor historis perkembangan umat Islam ketika mengalami masa
kemunduran sejak abad pertengahan. Ketiga, factor internal kelembagaan pendidikan Islam
yang kurang mampu melakukan upaya pembenahan dan pembaharuan akibat kompleknya
problematika ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya yang dihadapi umat Islam.1
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam mengembangkan

potensi diri yang dimilikinya secara utuh, baik potensi jasmaniah maupun rohaniah. dalam
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 disebutkan bahwa
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 2
Pendidikan

dalam

pengertian

tersebut

mengharuskan

adanya

pembentukan


dan

pengembangan skill dan knowledge yang beriringan, berdampingan, serta menjadi satu
kesatuan yang utuh dengan pengembangan nilai-nilai spritual keagamaan yang terwujud
dalam akhlak serta kpribadian yang baik.
Umat Islam perlu meninjau ulang format pendidikan Islam nondikotomik melalui
upaya pengembangan struktur keilmuan yang integratif-interkonektif, agar dapat dicapai
konsep keutuhan ilmu. Yang dimaksud integratif disini adalah keterpaduan kebenaran wahyu
(burhan qauli) dengan bukti-bukti yang ditemukan di alam semesta (burhan kauni).
1 Muliawan, Jasa Ungguh, 2004, Pendidikan Islam Integratif, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005.3.
2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Internet available
from http://www.geocities,com/frans_98/uu/uu_20_03.htm. Accesed on April 10th 2008

3

Sedangkan interkonektif adalah keterkaitan satu pengetahuan dengan pengetahuan yang lain
akibat adanya hubungan yang saling mempengaruhi.
Muara dari Integrasi-Interkoneksi Agama dan Ilmu merupakan usaha untuk
menyatukan dan menjadikan sebuah keterhubungan antara nilai-nilai agama dengan
keilmuan umum dalam upaya untuk membentuk embrio-embrio intelektual yang mampu

mebumikan nilai-nilai Al-Quran dan As-Sunnah dalam kehidupan sehari-hari.
Bertolak dari prinsip integrasi-interkoneksi di atas, dapat di garis bawahi bahwa
setiap guru diluar mata pelajaran agama dapat menjadikan mata pelajaran yang diajarkan
sebagai medium untuk menanamkan nilai-nilai Al-Quran. Atau sekurang-kurangnya, setiap
guru perlu mengungkapkan nilai-nilai yang dikandung mata pelajaran yang dipegangnya
untuk menanamkan benih-benih moralitas pada diri siswa. Untuk mencapai tujuan tersebut,
setiap guru mata pelajaran seharusnya merupakan guru Al-Quran atau sekurang-kurangnya
mengetahui nilai-nilai kebaikan di dalam Al-Quran.
Oleh karena konsep integasi-interkoneksi agama dan ilmu masih mencari bentuk
ideal untuk diterapkan dalam pendidikan di Indonesia, maka dalam makalah ini, penulis
berusaha mengeksplor berbagai hal tentang Interkoneksi - Integrasi agama dan ilmu
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan integrasi-interkoneksi agama dan ilmu..?
2. Bagaimana konsep integrasi-interkoneksi agama dan ilmu..?
3. Bagaimana konsep ideal integrasi-interkoneksi agama dan ilmu dalam pendidikan di
Indonesia..?
C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH

A. Mengeksplorasi hal-hal yang berkaitan dengan integrasi-interkoneksi agama dan ilmu
B. Mengetahui konsep integrasi-interkoneksi agama dan ilmu

C. Mengetahui konsep ideal integrasi-interkoneksi agama dan ilmu dalam pendidikan di
Indonesia

4

BAB II PEMBAHASAN
A. DEFINISI ISTILAH
Secara etimologis, kata interkoneksi berarti hubungan satu sama lain, sedangkan
integrasi berarti pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat.3
Poerwadarminta mengungkapkan bahwa integrasi secara etimologis dapat dipahami
sebagai perpaduan, penyatuan, dan penggabungan dua objek atau lebih.4 Pengertian
semakna juga disampaikan oleh Triantono5 yakni integrasi adalah penyatuan supaya
menjadi suatu kebulatan atau menjadi utuh.
Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan
pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari
kehidupan.6 Banyak agama memiliki narasi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan
untuk menjelaskan makna hidup dan / atau menjelaskan asal usul kehidupan atau alam
semesta. Dalam terminologi Islam agama di sebut dengan Ad-Din. Dalam KBBI kata
Din merupakan kata benda yang berarti "agama". Contoh; dinul-Islam, agama Islam. 7
istilah Millah juga digunakan untuk menyebutkan agama yang maknanya hampir serupa

dengan Ad-Din . Kedua istilah tersebut digunakan dalam konteks yang berlainan. Millah
digunakan ketika dihubungkan dengan nama Nabi yang kepadanya agama itu
diwahyukan dan Din digunakan ketika dihubungkan dengan salah satu agama, atau sifat
agama, atau dihubungkan dengan Allah yang mewahyukan agama itu. 8
3

Tim
Penyusun,
KBBI,
Jakarta:Pusat
Bahasa,
2008,
559.
Lihat
juga
http://kamusbahasaindonesia.org/integrasi/interkoneksi
4 Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1985, h. 384.
5 Triantono, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2007, 38.
6 The Everything World's Religions Book: Explore the Beliefs, Traditions and Cultures of Ancient and Modern
Religions, page 1 Kenneth Shouler - 2010

7 http://kbbi.web.id/din
8 http://www.ruangihsan.net/2008/04/analisis-semantik-pengertian-din-millah.html

5

Para peneliti antropologi agama menemukan dan mencatat dengan cermat bahwa
apa yang disebut agama antara lain meliputi unsur-unsur dasar ebagai berikut : 1)
doktrin (believe certain things), 2) ritual (perform certain activities), 3) kepemimpinan
(invest authority in certain personalities), 4) nass/teks kitab suci (hallow certain texts),
5) sejarah (tellvarious stories), 6) moralitas (legitimate morality) dan bisa ditambah 7)
Alat-alat (tools).9 Agama yang dimaksudkan dalam makalah ini adalah agama-agama
samawi secara umum dan Islam secara khusus.
Ilmu dalam bahasa Indonesia dipahami sebagai pengetahuan tentang suatu
bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. 10
Dalam makalah ini, istilah ilmu digunakan untuk pengetahuan-pengetahuan social,
sains, dan humaniora yang kemudian dikelompokkan dalam Ilmu umum.
B. Sejarah dikotomi Agama dan Ilmu
Islam tidak pernah mengenal dikotomi Ilmu. Dalam awal perkembanganya,
agama Islam memfokuskan para sahabat yang baru memeluk agama Islam untuk

mempelajari agama sekaligus juga memotivasi dan menfasilitasi mereka yang tidak
memiliki kemampuan membaca dan menulis.11 Mencari, mendalami, dan menekuni Ilmu
dalam makna yang luas, merupakan salah satu doktrin Islam yang telah disampaikan
oleh Allah dan Rasulnya :
     
    
      
     
     
   
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.
dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
9 James L. Cox, A Guide to the Phenomenology of Religion: Key Figures, Formative Influences and Subsequent
Debates (London: The Continuum International Publishing Group, 2006), 236. Bandingkan dengan Ninian Smart,
Dimensions of the Sacred: An Anatomy of the World’s Beliefs (London: Fontana Press,1977).
10 Tim Penyusun, KBBI, __________370-371
11 Dalam banyak refrensi sejarah dan sudah menjadi pengetahuan umum yang dipahami oleh umat Islam bahwa
Rasulullah saw menjadikan tawanan perang Uhud yang pandai membaca dan menulis sebagai pengajar untuk kaum

muslim saat itu yang belum bisa membaca dan menulis.

6

pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(QS.Al-Mujadalah:11)
Rasulullah SAW bersabda:
(‫عللى ك م ل لل ممسسللمم )رواه ابن ماجه‬
‫ب ساللعل سلم لفلري سلضةة ل‬
‫لطل ل م‬
“Menuntut ilmu merupah sebuah kewajiban bagi setiap individu muslim” (HR.Ibn
Majah)
Dalam kedua contoh doktrin ilmu diatas, tidak ada dikotomi antara ilmu umum
maupun ilmu agama, islam memandang keduanya sebagai kesatuan yang utuh sebagai
Ayat-Ayat Allah yang kauliyah maupun Kauniyah. Pemahaman Ilmu yang teringgrasi
sedemikian rupa dalam bingkai keagamaan yang kuat kemudian yang mendorong para
Khalifah dan orang-orang yang berkuasa dimasa Daulah bani Umayyah dan Abbasyiah
giat mengembangkan ilmu dan segala fasilitas pendukungnya tampa melepaskan diri dari
dasar islam yang paling utama Al-Quran dan As-Sunnah sehingga lahirlah ilmuan-ilmuan
yang fenomenal seperti Ibnu Rusyd, Al-Kindi, Al-Farabi, ibn Thufail, jabir bin

Hayyan,Umar Al-Farukhan, Al-Farazi dalam ilmu Filsafat, Kedokteran, matematika dan
astronomi.12
Dikotomi Agama dan Ilmu muncul dikemudian hari akibat kelemahan umat
Islam dan Pengaruh dikotomi Ilmu dan Agama yang berkembang di Dunia Barat.
Embrio kelemahan umat Islam dalam menggunakan logika muncul saat timbulnya
paham Pintu Ijtihad sudah tertutup yang kemudian diikuti oleh pemakruhan bahkan
pengharaman menggunakan Akal dalam beragama yang sebenarnya merupakan reaksi
berlebihan terhadapa faham Mu’tazilah yang meletakkan akal diatas wahyu.13
Dalam kajian sejarah, dikotomi Agama dan Ilmu pertama kali muncul hampir
seiringan dengan masa renaissance dunia barat. Saat itu

kondisi

sosio-relegius

maupun sosio intlektual, di kuasai oleh greja. Kebijakan-kebijakannya mendominasi
dalam berbagai aspek kehidupan. Ajaran-ajaran Kristen dilembagakan dan menjadi
penentu kebenaran Ilmiah, bahkan semua penemuan hasil dari penelitian ilmiah
dianggap sah dan benar jika sejalan dengan doktrin-doktrin gereja. Sekelompok ilmuan
yang masih tetap pada ideologinya, mempertahankan kebenaran penelitian ilmiah yang

mereka yakini walaupun bertentangan dengan otoritas gereja seperti Charles Darwin
12 M. Mukhlis Fahruddin. 2009. Pusat Peradaban Islam Abad Pertengahan: Kasus Bayt al Hikmah. El-Harakah, Vol.
11, No. 3. 191
13 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung:
PT. Rosdakaryaa, 2004), 42.

7

dengan teori Evolusi atau Galileo Galilei yang berani mengatakan Bumi berbentuk bulat
disaat gereja meyakini Bumi berbentuk datar. Gerakan – gerakan ini kemudian
berkembang secara masif dan membentuk paradigma sekuler yang menetapkan bahwa
ideology agama tidak boleh dicanpur adukkan dengan ideology ilmiah dalam artian
Ilmu-Ilmu Alam, sosio, Humaniora harus berpisah dari Agama.
Berlawanan dengan perkembangan dunia barat, Islam mengalami kemunduran
dan sebagian besar wilayah islam mulai dijajah barat. Dalam masa penjajahan yang
panjang dan hampir merata diseluruh dunia Islam, terjadi Alkulturasi budaya, Alkulturasi
pemikiran dan intelektualisme Barat dengan negeri-negeri Islam sebagai daerah
jajahannya. Azmuyardi Azra mengatakan bahwa dikotomi pendidikan agama dan umum
kemudian muncul sebagai akibat dari penjajahan barat yang menyebabkan umat islam
mengalami keterbelakangan dan disintegrasi dalam kemasyarakatan dan keilmuan
sehingga memunculkan intelektual baru yang disebut Intelektual sekuler.14
Sebagai reaksi dari munculnya para intlektual muslim sekuler yang mewarisi
paham dikotomi agama dan ilmu dari dunia barat, Para fuqaha mengambil langkah
protektif dengan cara memakruhkan bahkan mengharamkan tindakan mengambil apapun
yang bersumber dari dunia barat, termasuk Ilmu-Ilmu Alam, Sosial, Humaniora. Imam
Ghazali sebagai salah satu tokoh dalam dunia Islam kemudian mengmbil langkah
protektif yang tidak terlalu ekstrim dengan cara membagi Ilmu itu menjadi Ilmu Fardu
‘ain dan Ilmu Fardu Kifayah.

15

Pembagian ini kemudian yang menjadi dasar dikotomi

agama dan ilmu yang amat kontras dalam dunia Islam Indonesia yang termanifestasi
dalam prilaku sebagian besar Pelajar Islam (santri) dalam bentuk menfokuskan diri pada
ilmu-ilmu agama dan mengesampingkan bahkan membuang ilmu-ilmu Alam, Sosial,
Humaniora.
Dikotomi ilmu ini merambah kedalam sitem pendidkan Islam, dengan
munculnya dikotomi sekolah umum pada satu sisi dan madrasah yang merupakan
perwakilan sekolah agama pada sisi lain. Kondisi ini lebih parah dengan dikeluarkannya
Surat keputusan Bersama (SKB) tiga Mentri-Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan dan Menteri Agama pada tahun 1975 yang telah mempersamakan
kedudukan sekolah umum dengan madrasah yang masih berstatus sekolah agama.16
14 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999. 159-160.
15
16 Muliawan, Jasa Ungguh, 2004, Pendidikan Islam Integratif, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005.4

8

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dikotomi dalam Islam timbul
sebagai akibat dari beberapa hal. Pertama, faktor perkembangan pembidangan ilmu itu
berbagai cabang disiplin ilmu, bahkan anak cabangnya. Kedua, faktor historis
perkembangan umat Islam ketika mengalami masa kemunduran dan penjajahan sejak
abad pertengahan. Ketiga, faktor internal kelembagaan pendidikan Islam yang kurang
mampu melakukan upaya pembenahan dan pembaharuan akibat kompleknya
problematika ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya yang dihadapi umat Islam.17
C. Hubungan Agama dengan Ilmu
Sebagaimana dipaparkan oleh Ian G. Barbour, setidaknya, ada 4 pola hubungan
antara agama dan ilmu, yaitu Konflik (bertentangan), Independensi (masing-masing
berdiri sendiri-sendiri), Dialog (berkomunikasi) atau Integrasi (menyatu dan bersinergi).
18

Sebagai ilustrasi dari ke empat hubungan agama dan ilmu tersebut, M.Amin
Abdullah memberikan ilustrasi kasus yang terjadi Pada tanggal 17 Februari 2012,
dimana Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan ketetapan baru, menyempurnakan
pasal 43, ayat 1, Undan-gundang Perkawinan 1974, dengan menetapkan bahwa “anak
yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan
keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan
berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum
mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”.
Dengan ketetapan ini, maka hak keperdataan anak hasil pernikahan sirri antara
almarhum Moerdiono, mantan Mensekneg dan Machica Mochtar. Mahkamah Konstitusi
menetapkan bahwa almarhum Moerdiono adalah ayah biologis dari M. Iqbal Ramadlan,
sebagai anak hasil perkawinan sirri dengan Machica Mochtar berdasar atas bukti ilmu
pengetahuan (DNA).19
Peradilan Agama di wilayah Jakarta, pada awalnya memutuskan atas gugatan
yang diajukan oleh Machica Mochtar bahwa anak hasil nikah sirri (yang sah menurut
17 Muliawan, Jasa Ungguh, 2004, Pendidikan Islam Integratif, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005.3.
18 M. Amin Abdullah . Agama, Ilmu Dan Budaya Paradigma Integrasi-Interkoneksi Keilmuan. PDF.3
19http://www.dakwatuna.com/2012/02/18766/pakar-putusan-mk-terkait-anak-di-luar-nikah dekatiaturan-kuhperdata/#ixzz1poZ2qXJH

9

agama) - karena tidak tercatat dalam catatan Kantor Urusan Agama ataupun Kantor
Catatan Sipil - maka anak yang lahir akibat perkawinan sirri tersebut hanya dapat
dinisbahkan kepada ibunya, dan tidak dapat dinisbahkan kepada ayah (biologis) nya.
Pada era pra modern, sesuai dengan tingkat perkembangan ilmu pengetahuan saat itu,
memang sulit sekali membuktikan secara biologis siapa laki-laki/ayah yang
sesungguhnya dari anak yang lahir dari seorang wanita/ibu, yang karena sesuatu dan
lain hal, tidak diketahui laki-laki yang membuahinya. Para ahli agama saat itu menerima
begitu saja kesepakatan yang berlaku saat itu. Namun, kesepakatan dan ketetapan yang
semula tidak bermasalah itu, tiba-tiba saja menjadi masalah ketika dapat ditemukan
bukti lain melalui kerja penelitian ilmu pengetahuan, khususnya ilmu biologi dan
kedokteran, yang berkembang pesat pada era modern. Ilmu biologi dan kedokteran
modern dapat membuktikan secara medis-biologis melalui test DNA siapa laki-laki
yang menjadi ayah biologis dari anak yang lahir dari seorang wanita. Ketika para hakim
agama mengabaikan bukti ilmu pengetahuan, semata-mata karena hanya menetapkan
amar keputusannya berlandaskan pada pendapat dan kesepakatan para ahli agama/fikih
yang tertuang dalam naskah kitab fikih abad tengah (pra scientific), maka akan tampak
bahwa paradigm yang digunakan oleh para hakim agama adalah paradigma Konflik atau
Independensi.
Para hakim agama dikatakan menggunakan paradigma Konflik, jika
pemahaman, penafsiran dan kesepakatan ilmuan agama (agama) abad tengah masih
digunakan pada era modern dan mereka tidak bersedia berdialog, enggan memanfaatkan
masukan yang dapat diperoleh dari temuan ilmu pengetahuan biologi modern.
Paradigma Independensi, jika masing-masing institusi, yakni institusi Peradilan Agama
(PA) dan institusi Mahkamah Konstitusi (MK), berdiri sendiri-sendiri diatas fundasi
legalitas dan otoritasnya masing-masing, tanpa melakukan dialog dan tanpa melakukan
penyesuaian sedikitpun. Adapun hubungan Dialogis dan Integrasi akan terwujud jika
para hakim dalam kasus diatas mau menerima masukan-masukan dan pertimbangan
sains modern dan bersedia mengitegrasi-interkoneksikan rumusan-rumusan hokum fikih
klasik dengan ilmu pengetahuan moderan.

10

Secara teoritik, dengan mengambil inspirasi dari Ian G. Barbour dan Holmes
Rolston, III, ada 3 kata kunci yang menggambarkan hubungan agama dan ilmu yang
bercorak Dialogis dan Integratif, yaitu Semipermeable, Intersubjective Testability dan
Creative Imagination.
Pertama, Semipermeable. Konsep ini berasal dari keilmuan biologi,dimana isu
Survival for the fittest adalah yang paling menonjol. Hubungan antara ilmu yang
berbasis pada “kausalitas” (Causality) dan agama yang berbasis pada “makna”
(Meaning) adalah bercorak semipermeable, yakni, antara keduanya saling menembus.
(The conflicts between scientific and religious interpretations arise because the
boundary between causality and meaning is semipermeable).20 Hubungan antara ilmu
dan agama tidaklah dibatasi oleh tembok/dinding tebal yang tidak memungkinkan untuk
berkomunikasi, tersekat atau terpisah sedemikian ketat dan rigidnya, melainkan saling
menembus, saling merembes. Saling menembus secara sebagian, dan bukannya secara
bebas dan total. Masih tampak garis batas demarkasi antar bidang disiplin ilmu, namun
ilmuan antar berbagai disiplin tersebut saling membuka diri untuk berkomunikasi dan
saling menerima masukan dari disiplin di luar bidangnya.
Kedua, Intersubjective testability (Keterujian intersubjektif). Rambu-rambu
kedua yang menandai hubungan antara ilmu dan agama yang bercorak dialogis dan
integratif adalah Intersubjective subjectivity. pemahaman tentang apa yang disebut
dengan objektif harus disempurnakan menjadi intersubjective testability, yakni ketika
semua komunitas keilmuan ikut bersama-sama berpartisipasi menguji tingkat kebenaran
penafsiran dan pemaknaan data yang diperoleh peneliti dan ilmuan dari lapangan.21
Ketiga, Creative imagination (Imaginasi kreatif). Meskipun logika berpikir
induktif dan deduktif telah dapat menggambarkan secara tepat bagian tertentu dari cara
kerja ilmu pengetahuan, namun sayang dalam uraian tersebut umumnya meninggalkan
peran imajinasi kreatif dari ilmuan itu sendiri dalam kerja ilmu pengetahuan. Memang
ada logika untuk menguji teori tetapi tidak ada logika untuk menciptakan teori. Tidak
ada resep yang jitu untuk membuat temuan-temuan yang orisinal Teori baru seringkali
muncul dari keberanian seorang ilmuan dan peneliti untuk mengkombinasikan
20 Holmes Rolston, III, Science and Religion: A Critical Survey (New York: Random House, Inc.,1987), h. 1.

21 Ian G. Barbour, issues in science and religion (Newyork:Harper Torchbook.1966)h. 183

11

berbagai ide-ide yang telah ada sebelumnya, namun ide-ide tersebut terisolasi dari
yang satu dan lainnya.
Menurut Koesler dan Ghiselin,22 bahwa imajinasi kreatif baik dalam dunia ilmu
pengetahuan maupun dalam dunia sastra seringkali dikaitkan dengan upaya untuk
memperjumpakan dua konsep framework yang berbeda. Ilmu-ilmu keagamaan Islam
era sekarang, sebutlah sebagai contoh seperti fikih, ibadah, kalam/aqidah/tauhid, tafsir,
hadis, tarikh, akhlak, tidak boleh lagi steril dari perjumpaan, persinggungan dan
pergumulannya dengan disiplin keilmuan lain di luar dirinya. Pendidikan keagamaan
secara umum dan keislaman secara khusus tidak dapat lagi disampaikan kepada peserta
didik dalam keterisolasiannya dan ketertutupannya dari masukan dari disiplin ilmu-ilmu
lain dan begitu juga sebaliknya. Guru dan dosen perlu berpikir kreatif dan memiliki
imajinasi kreatif, berani mengkaitkan, mendialogkan uraian dalam satu bidang ilmu
agama dalam kaitan, diskusi dan perjumpaannya dengan disiplin keilmuan lain. Apabila
langkah ini tidak dilakukan, maka pelajaran agama di sekolah, apalagi perkuliahan di
perguruan tinggi, lambat laun akan terancam kehilangan relevansi dengan permasalahan
kehidupan sekitar yang sudah barang tentu semakin hari semakin kompleks.23

D. Konsep Pendidikan Integrasi-Interkoneksi
Dalam sistem pendidikan Indonesia, terjadi dikotomi yang nampak jelas antara
pendidikan Agama dan pendidikan Umum. Pemisahan mata pelajaran atau mata kuliah
Agama dan Umum merupakan salah satu bentuk nyata ketidak akraban kedua entitas
keilmua yang sejatinya merupakan satu keutuhan yang berasal dari sumber yang sama
yaitu Zat Yang Maha berilmu. Para pemikir Islam Kontenporer baik di Dunia
Internasional24 maupun di Tanah Air25 telah menyadari bahaya dikotomi Agama dan Ilmu
22 Ian G. Barbour, Op. cit., h. 143.
23 M. Amin Abdullah, AGAMA, ILMU DAN BUDAYA Paradigma integrasi-interkoneksi keilmuan. 16-1,
24 Seperti Hasan hanafi(mesir), Abdullah Saeed (Australia), Jasser Auda (Qatr dan Dublin) M. Fethullah Gulen (Turki
dan Pensylvania).
25 Seperti Prof. Dr. M. Amin Abdullah, Prof.Imam Suparyogo dan para pemikir tanah air lainnya.

12

terhadap keterpurukan dunia Pendidikan Islam, sehingga timbullah gagasan untuk
membentuk paradigma pendidikan yang menginterkoneksi dan mengintegrasi kan nilainilai agama dalam Ilmu-ilmu alam maupun sosial humaniora atau yang dikenal dengan
Pendidikan Integrasi-Interkoneksi.
Secara etimologis, kata interkoneksi berarti hubungan satu sama lain, sedangkan
integrasi berarti pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. 26
Poerwadarminta mengungkapkan bahwa integrasi secara etimologis dapat dipahami
sebagai perpaduan, penyatuan, dan penggabungan dua objek atau lebih. 27 Pengertian
semakna juga disampaikan oleh Triantono28 yakni integrasi adalah penyatuan supaya
menjadi suatu kebulatan atau menjadi utuh.
Selanjutnya, para ahli di UIN Sunan Kalijaga mendefinisikan pendidikan dengan
pendekatan Integrasi-Interkoneksi adalah terpadunya kebenaran wahyu (burhan ilahi)
dalam bentuk pembidangan mata kuliah yang terkait dengan nash, (hadlarah al-nash),
dengan bukti-bukti yang di alam semesta ini (burhan kauni) dalam bentuk pembidangan
matakuliah empiris kemasyarakatan dan kealaman (hadlarah al-I'lm) dan pembidangan
matakuliah yang terkait dengan falsafah dan etika(hadlarah al-falsafah).29 Dalam
definisi tersebut terlihat adanya hubungan integratif antara Ilmu agama yang bersumber
dari ayat-ayat kauliyah (al-quran dan Al-Hadist) sebagai ruh atau sepirit keilmuan
dengan kuliah empiris sebagai ayat-ayat kauniyah yang berfungsi untuk membumikan
ayat-ayat kauliyah.
Pendapat serupa disampaikan oleh Imam Suprayogo bahwa Pendidikan IntegrasiInterkoneksi memosisikan Alquran dan hadis dalam pengembangan ilmu sebagai sumber
ayat-ayat qauliyyah sedangkan hasil observasi, eksperimen dan penalaran-penalaran
yang logis diletakkan sebagai sumber ayat-ayat kauniyyah.Dengan memposisikan
Alquran dan hadis sebagai sumber ilmu, maka dapat ditelusuri semua cabang ilmu
mempunyai dasar yang bersifat konsep di dalamnya. Ilmu hokum misalanya, sebagai
rumpun ilmu sosial maka dikembangkan dengan mencari penjelasan-penjelasan pada
Alquran dan hadis sebagai ayat qauliyyah sedangkan hasil hasildengan melalui
observasi, eksperiment, dan penalaran logis sebagai ayat-ayat yang kauniyyah.30
26

Tim
Penyusun,
KBBI,
Jakarta:Pusat
Bahasa,
2008,
559.
Lihat
juga
http://kamusbahasaindonesia.org/integrasi/interkoneksi
27 Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1985, h. 384.
28 Triantono, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2007, 38.
29 Tim, Kerangka dasar keilmuan UIN Sunan Kalijaga, (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2006),5

13

Dalam pemahaman penulis interkoneksi- integrasi Pendidikan Agama Islam dan
Pendidikan umum tidak hanya berhenti pada tataran ayatisasi atau islamisasi ilmu
dengan semata-mata mencari konsep dasar setiap ilmu umum dalam Al-Quran dan AsSunnah. Integrasi-Interkoneksi Pendidikan Agama Islam dengan Pendidikan Umum
seharusnya terwujud dalam pentransferan dan pembumian nilai-nilai universal Islam
dalam Ilmu-Ilmu umum. Sebagai contoh pengintegrasian PAI dalam ilmu kedokteran
dapat dilakukan dalam bentuk materi etika kedoktoren prespektif Al-Quran dan AsSunnah di samping itu para pengajarnya harus memahami karakter utama
pengtintegrasian ilmu dan agama ; semipermeable (mampu menembuskan nilai-nilai
agama kedalam ilmu), intersubjectif testability (keterujian intersubjektif), dan creatif
imajinationt (imajinasi kreatif)31
Dalam aplikasinya, Pembelajaran integrasi (terpadu) dibedakan berdasarkan pola
pengintergrasian materi atau tema. Berdasarkan tema tersebut, Triantono (2007:38)
mengemukakan bahwa terdapat sepuluh model pembelajaran terpadu, yaitu: (1) the
fragmented model (model tergambarkan), (2) the connedted model (model tergabung),
(3) the nested model (model tersarang), (4) the squenced model (model terurut), (5) the
shered model (model terbagi), (6) the webbed model (model terjaring), (7) the threaded
model (model tertali), (8) the integrated model (model terpadu), (9) the immersed model
(model terbenam), (10) the networked model (model Jaringan).32
Dari kesepuluh model tersebut ada tiga model yang dipandang layak untuk
dikembangkan dan mudah dilaksanakan pada pendidikan formal. Ketiga model ini
adalah (1) model keterhubungan (connected), Model ini merupakan model integrasi
interbidang studi, (2) model jaring laba-laba (webbed), model ini adalah pembelajaran
terpadu yang menggunakan pendekatan tematik (3) model keterpaduan ( integrated),
model ini merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan antar bidang
studi.

30 Imam Suprayogo, Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam Perspektif UIN Malang, (Malang:UIN-Malang
Press, 2006), 30
31 M, Amin Abdullah, Agama, Ilmu dan Budaya Paradigma Integrasi-Interkoneksi Keilmuan, Pdf.: 9
32 Triantono, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, Jakarta : Prestasi
Pustaka Publisher, 2007, 38-39.

14

BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
1. Integrasi-Interkoneksi Agama dan Ilmu adalah terpadunya kebenaran teks
agama/wahyu (burhan ilahi) dalam bentuk pembidangan mata kuliah yang terkait
dengan nash, (hadlarah al-nash), dengan bukti-bukti yang di alam semesta ini
(burhan kauni) dalam bentuk pembidangan mata kuliah empiris kemasyarakatan dan
kealaman (hadlarah al-I'lm) dan pembidangan matakuliah yang terkait dengan
falsafah dan etika(hadlarah al-falsafah).
2. Konsep integrasi-interkoneksi agama dan ilmu yaitu Semipermeable, Intersubjective
Testability dan Creative Imagination.
3. Terdapat sepuluh model pembelajaran terpadu, yaitu: (1) the fragmented model
(model tergambarkan), (2) the connedted model (model tergabung), (3) the nested
model (model tersarang), (4) the squenced model (model terurut), (5) the shered
model (model terbagi), (6) the webbed model (model terjaring), (7) the threaded
model (model tertali), (8) the integrated model (model terpadu), (9) the immersed
model (model terbenam), (10) the networked model (model Jaringan). Dari kesepuluh
model tersebut ada tiga model yang dipandang layak untuk dikembangkan dan mudah
dilaksanakan pada pendidikan formal. Ketiga model ini adalah (1) model
keterhubungan (connected), Model ini merupakan model integrasi interbidang studi,
(2) model jaring laba-laba (webbed), model ini adalah pembelajaran terpadu yang
menggunakan pendekatan tematik (3) model keterpaduan ( integrated), model ini
merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan antar bidang studi.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah M. Amin . Agama, Ilmu Dan Budaya Paradigma Integrasi-Interkoneksi
Keilmuan. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2005.)
ash-Shabuny, Muhammad Aly. Pengantar Studi Al-Qur'an (at-Tibyan)
(terjemahan: Moch. Chudlori Umar dan Moh. Matsna HS). Bandung. alMa’arif. 1996
Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1970.

15

Azra Azyumardi, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium
Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.)
Holmes Rolston, III, Science and Religion: A Critical Survey (New York:
Random House, Inc.,1987),
Ian G. Barbour, issues in science and religion (Newyork:Harper Torchbook.1966)
Imam Suprayogo, Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam Perspektif UIN
Malang, (Malang:UIN-Malang Press, 2006),
James L. Cox, A Guide to the Phenomenology of Religion: Key Figures, Formative Influences and
Subsequent Debates (London: The Continuum International Publishing Group, 2006)
Muliawan, Jasa Ungguh, 2004, Pendidikan Islam Integratif, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar, 2005.
M. Mukhlis Fahruddin. 2009. Pusat Peradaban Islam Abad Pertengahan: Kasus
Bayt al Hikmah. El-Harakah, Vol. 11, No. 3.
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah, (Bandung: PT. Rosdakaryaa, 2004)
Muliawan, Jasa Ungguh, 2004, Pendidikan Islam Integratif, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar, 2005.
Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka,
1985,
Sa‟ad Riyadh, Mengajarkan Al-Qur’an Pada Anak, (Surakarta: Ziyad, 2007),
Sugiyono, Metode Penelitian kuantitatife, Kualitatife, dan R & D. Bandung:
ALFABETA. 2008. .205
Tim Penyusun, KBBI, Jakarta:Pusat Bahasa, 2008.
Triantono, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, Jakarta :
Prestasi Pustaka Publisher, 2007,
Tim, Kerangka dasar keilmuan UIN Sunan Kalijaga, (Yogyakarta: Pokja
Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2006),
Triantono, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, Jakarta :
Prestasi Pustaka Publisher, 2007,
The Everything World's Religions Book: Explore the Beliefs, Traditions and Cultures of Ancient
and Modern Religions, page 1 Kenneth Shouler – 2010

16

James L. Cox, A Guide to the Phenomenology of Religion: Key Figures, Formative Influences and
Subsequent Debates (London: The Continuum International Publishing Group, 2006),
http://www.geocities,com/frans_98/uu/uu_20_03.htm. Accesed on April 10th 2008
http://kbbi.web.id/din
http://www.ruangihsan.net/2008/04/analisis-semantik-pengertian-din-millah.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Quran
http://www.geocities,com/frans_98/uu/uu_20_03.htm
http://www.dakwatuna.com/2012/02/18766/pakar-putusan-mk-terkait-anak-di-luar-nikah
dekatiaturan-kuh-perdata/#ixzz1poZ2qXJH

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

GANGGUAN PICA(Studi Tentang Etiologi dan Kondisi Psikologis)

4 75 2