FUNGSI VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BU

FUNGSI VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DI
DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN
DENGAN RACUN BERDASAR UNDANG-UNDANG NOMOR 8
TAHUN 1981 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
ACARA PIDANA

Oleh :
Belinda Carissa Santoso
2130069

BAB I
PENDAHULUHAN
1.1 Latar Belakang
Tindak pidana pembunuhan dengan menggunakan racun merupakan suatu
kejahatan atau tindak pidana yang cukup jarang terjadi,tapi beberapa kasus yang
pernah terjadi di Indonesia mendapat perhatian yang sangat besar dikalangan
masyarakat.Tentu kita sangat mengenal nama ini yaitu, Munir Said Thalib dan Wayan
Mirna Salihin yang merupakan salah satu korban dalam kejahatan tersebut.Tindak
pidana pembunuhan dengan racun ini termasuk ke dalam Pasal 340 Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP).
Adapun dalam KUHP Pasal 340 soal pembunuhan berencana menyatakan ; "Barang
siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain,

diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu
tertentu, paling lama 20 tahun."
Jika mempelajari sejarah, jenis tindak pidana/kejahatan ini sudah ada sejak
dulu,Sebagai contoh nyatanya,
“Alexander Litvinenko yang merupakan mantan petinggi di KGB, yang sekarang
menjadi FSB. Litvinenko spesialis memerangi kejahatan terorganisir. Dia kemudian
membangkang dengan mengklaim atasannya di KGB menyuruhnya untuk membunuh
orang dekat Presiden Boris Yeltsin.Dia mengaku dipecat dari FSB, ditahan dua kali
atas tuduhan palsu yang kemudian dibatalkan. Ditangkap yang ketiga kalinya pada
tahun 2000 dengan tuduhan palsu, dan melarikan diri sebelum sempat dipenjara.

Melarikan diri ke Turki menyusul anak-istrinya yang telah meninggalkan Rusia
dengan visa turus, kemudian ke Inggris dan meminta suaka di sana.Pada Oktober
2006, Litvinenko mendapatkan kewarganegaraan Inggris. Selama di pelarian dia
mengkritik pemerintahan rezim Presiden Vladimir Putin, mengklaim tuduhan bahwa
bekas PM Italia Romano Prodi adalah orang KGB di Italia.Pada November 2006,
Litvinenko mendadak sakit hingga meninggal. Scotland Yard menyelidiki
kemungkinan Litvinenko diracun dengan talium yang bersimbol kimia Ti. Talium
bisa larut dalam air, tidak berwarna, tidak berbau, menjadi salah satu bahan dalam
racun tikus. Gejala keracunan adalah kerontokan rambut dan merusak syaraf tepi. Ada

foto yang dirilis bahwa Litvinenko mengalami kebotakan”.1
“Stepan Bandera adalah politisi Ukraina, pemimpin gerakan nasionalis Ukraina.
Dia bekerja sama dengan Nazi pada 1939-1941, kemudian dipenjara oleh Nazi pada
1941 dan dibebaskan pada 1944. Pada 15 Oktober 1959, Bandera mendadak sakit di
Munich, Jerman, dan meninggal sesaat kemudian. Pemeriksaan medis menyatakan
penyebab kematian Bandera adalah gas sianida.2 Tahun kemudian, 17 November
1961, pengadilan Jerman mengumumkan bahwa Bandera dibunuh oleh agen KGB
Bohdan Stashynsky, atas suruhan Kepala KGB Alexander Shelepin dan PM Uni
Soviet Nikita Khrushchev. Sidang yang berlangsung pada 8-15 Oktober 1962 di
Jerman ini membuktikan bahwa Dinas Rahasia Soviet berada di balik pembunuhan
Bandera”.2
“Yuri Petrovich Shchekochikhin adalah jurnalis investigatif Rusia, yang juga
seorang penulis dan pengacara liberal di parlemen Duma, yang mengawasi kinerja
eksekutif, legislatif dan yudikatif. Yuri menulis tentang perlawanan terhadap korupsi
dan kriminal terorganisasi. Buku nonfiksinya berisi tentang informan-informan agen
rahasia Uni Soviet, KGB, yang sekarang bernama FSB.Yuri yang bekerja di koran
oposisi Novaya Gazeta, juga menginvestigasi pengeboman apartemen yang diduga
didalangi agen rahasia Rusia karena berhubungan dengan 3 kasus korupsi besar
sekaligus pencucian uang yang melibatkan pejabat FSB.Yuri meninggal secara
mendadak pada Juli 2003, beberapa hari sebelum dia berangkat ke Amerika Serikat

(AS) untuk bertemu penyidik FBI. Yuri diduga meninggal karena penyakit misterius.
Sebelum meninggal, Yuri mengeluhkan kelelahan, bercak-berak merah yang muncul
di kulit, kegagalan organ-organ tubuh dan kebotakan. Dia sempat dirawat di RS yang
dikontrol oleh FSB.Teman Yuri, Kirril Kaganov, mantan anggota FSB yang bepergian
dengannya sebelum meninggal mengatakan, "Secara pribadi saya menghubungi
koneksi saya di agen rahasia, dan mengatakan 90 persen Yuri diracuni dengan
talium".3

1
http://news.detik.com/berita/1969474/9-tokoh-di-dunia-yang-tewas-diracun/5, diakses
pada tanggal 5 Mei 2016 Pukul 15.00 WIB
2

Ibid., hlm.6.

“Asser Arafat, pemimpin PLO Palestina yang pernah memperoleh Nobel
Perdamaian atas perjuangannya untuk perdamaian Palestina selama hampir 4 dekade
ini, meninggal dunia pada 11 November 2004 setelah menjalani perawatan beberapa
minggu di rumah sakit. Arafat menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit militer
Percy di Paris pada usia 75 tahun. Saat itu dikabarkan bahwa Arafat meninggal akibat

penyakit misterius. Beredar spekulasi juga bahwa Arafat tewas diracun dan pihak
Israel dituding sebagai dalang utama di balik kematian Arafat.Hasil penelitian terbaru
menyebutkan bahwa mantan pemimpin Palestina itu tewas akibat diracun zat kimia
jenis Polonium yang mengandung radioaktif. Hasil tersebut disampaikan oleh pakar
radiofisika dari Univeritas Lausanne, Swiss, Francois Bachud. Bochud melakukan
penelitian laboratorium di Swiss terhadap sampel biologis yang diambil dari bendabenda peninggalan mendiang Arafat”.4
Dari beberapa tokoh-tokoh sejarah tersebut tentu dapat di simpulkan bahwa
tindak pidana pembunuhan dengan Racun biasa dipergunakan untuk membunuh
orang-orang yang berpengaruh,baik di pemerintahan negara,maupun kalangan
petinggi

negara,termasuk

juga

aktivis

masyarakat.Seringkali

tindak


pidana

pembunuhan yang menggunakan media racun sulit utuk diungkap, tentunya karena
berbagai faktor,salah satu penyebabnya adalah karena sulitnya ditemukan alat bukti
yang kuat dalam tindak pidana ini,yang jelas berbeda dengan tindak pidana
pembunuhan dengan benda tajam,atau dengan senjata api.karena dalam kasus-kasus
tindak pidana pembunuhan dengan racun seringkali tidak ditemukan alat bukti
ataupun tanda-tanda jelas di tubuh korban jika dilihat secara kasat mata.
Alat bukti tentu diperlukan didalam pemeriksaan atau pembuktian terhadap suatu
perkara pidana. Alat bukti yang digunakan dalam pembuktian tindak pidana
pembunuhan dengan media racun haruslah alat bukti yang dapat menimbulkan suatu

3

Ibid., hlm.8.

4

ibid., hlm.9.


keyakinan bagi hakim bahwa korban tersebut telah dibunuh dengan menggunakan
Racun.karena pemeriksaan suatu perkara pidana pada hakikatnya adalah untuk
menemukan

kebenarn

materiil,tahapannya

pun

mulai

dari

penyelidikan,penyidikan,penuntutan,pemeriksaan di pengadilan agar mengetahui
putusan pidana apa yang paling tepat untuk diambil.Jadi keberadaan Alat bukti
merupakan suatu hal yang penting keberadaannya,
Sebagaimana di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Pasal 184 Ayat (1) menyatakan :

Alat bukti yang sah ialah :
1.Keterangan saksi ;
2.Keterangan Ahli ;
3.Surat ;
4.Petunjuk ;
5.Keterangan Terdakwa.
Seringkali para penegak hukum didalam mencari kebenaran materiil,dihadapkan
dengan suatu masalah-masalah yang tidak dapat diselesaikan sendiri Karena
kurangnya kempuan atau diluar kemampuannya,sehingga membutuhkan bantuan dari
tenaga-tenaga ahli, sebagaimana telah diatur di dalam Pasal 120 Ayat (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang menyatakan : “Dalam hal penyidik

menganggap perlu,Ia dapat meminta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki
keahlian khusus”. Berdasar Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,
Hakim baru dapat menjatuhkan pidana apabila telah ada sekurang-kurangnya dua alat
bukti yang sah yang dapat membentuk keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa.
Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana didasarakan pada
hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan dalam persidangan.
Menurut Hermien Hadiati Koeswadji yang dikutip dari Y.A Triana
Ohoiwutun, dalam bukunya yang berjudul Profesi Dokter dan Visum Et

Repertum(Penegakan Hukum dan Permasalahannya)menyatakan bahwa,“Hakim
tidak wajib meyakini Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter dalam memeriksa
perkarapidana, dan hakim berwenang sepenuhnya untuk meminta penjelasan dokter
secara lisan di persidangan.Apabila keterangan dokter dikategorikan sebagai alat
bukti keterangan ahli,maka dalam hokum pidana keterangan ahli itu mempunyai
nilai kekuatan pembuktian bebas,dalam hal ini hakim bebas menilai dan tidak ada
keharusan untuk menerima kebenaran keterangan ahli yang diberikan oleh saksi
ahli”.5
Pengetahuan, pendidikan dan pengalaman dari seseorang ahli dalam suatu bidang
khusus jauh lebih luas daripada orang yang tidak bergelut dalam dunia tersebut.
Dalam hal ini di Bidang Toksikologi.Bantuan ahli tersebut adalah dokter ahli dalam
kedokteran kehakiman (forensik) yang berkaitan erat dengan Ilmu Kedokteran
Kehakiman. Ilmu kedokteran kehakiman berperan dalam hal menentukan hubungan
antara suatu perbuatan dengan akibat yang akan timbul dari perbuatan tersebut, baik
yang menimbulkan akibat luka pada tubuh, atau yang menimbulkan gangguan

5
Y.A. Triana Ohoiwutun, 2006, Profesi Dokter dan Visum Et Repertum (Penegakan Hukum
dan Permasalahannya), DIOMA, Malang, hlm.57.


kesehatan, atau yang menimbulkan matinya seseorang, di mana akibat-akibat tersebut
patut diduga ada karena terjadinya tindak pidana sebelumnya.
Dokter ahli dalam kedoteran kehakiman (forensik) akan membuat laporan berupa
visum et repertum, yang dituangkan secara tertulis ke dalam surat hasil pemeriksaan
medis untuk tujuan peradilan. Menurut Karjadi dan Soesilo yang dikutip dari Y.A
Triana Ohoiwutun,dalam bukunya yang berjudul Profesi Dokter dan Visum Et
Repertum(Penegakan Hukum dan Permasalahannya)menyatakan bahwa,“dokter
juga seorang ahli kesehatan yang dalam perkara penganiayaan dan pembunuhan
(yang menerangkan tentang besar kecilnya luka atau tentang sebab kematian
korban).Dalam pemeriksaan perkara oleh penyidik,dokter sebagai seorang ahli
harus tunduk pada Pasal 120 KUHAP , yaitu untuk melaksanakan pembuatan surat
keterangan yang disebut Visum et Repertum”6
Visum et Repertum sendiri merupakan alat bukti yang cukup kuat untuk menggali
kebenaran materiil di dalam kasus-kasus pembunuhan,terutama pembunuhan dengan
menggunakan media racun.Menurut Y.A. Triana Ohoiwutun,dalam bukunya yang
berjudul Profesi Dokter dan Visum Et Repertum(Penegakan Hukum dan
Permasalahannya)menyatakan bahwa, “Istilah Visum et Repertum tidak disebutkan
dalam KUHAP,tetapi terdapat dalam Stbl. Tahun 1937 No.350 Tentang Visa Reperta.
Visa Reperta merupakan Bahasa Latin.Visa berarti Penyaksian atau pengakuan telah
melihat sesuatu; dan reperta berarti Laporan.Dengan demikian,Apabila

diterjemahkan secara bebas berdasarkan arti kata, Visa reperta, berarti laporan
yang dibuat berdasarkan penyaksian atau pengakuan telah melihat sesuatu”.7
Jadi sesuai Ketentuan Staatsblad tahun 1937 nomor 350 “Visum et Repertum
adalah laporan tertulis untuk kepentingan peradilan atas permintaan yang berwenang,
yang dibuat oleh dokter, terhadap segala sesuatu yang dilihat dan ditemukan pada
pemeriksaan barang bukti, berdasarkan sumpah pada waktu menerima jabatan, serta
berdasarkan pengetahuannya yang sebaik-baiknya”.

6

Ibid., hlm.14.

7

Ibid., hlm.13.

Begitu pula sesuai ketentuan pasal 133 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana yang menentukan bahwa: “Dalam hal penyidik untuk kepentingan
peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang
diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan

permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau
ahli lainnya”.
Berdasarkan uraian latar belakang ini, penulis tertarik untuk membahas lebih
mendalam mengenai hal tersebut ke dalam bentuk tulisan ilmiah,sekaligus untuk
melengkapi tugas mata kuliah Metode Penelitian Hukum.

1.2 Rumusan Masalah
1.Apakah fungsi/Kekuatan Visum et repertum sebagai alat bukti di dalam proses
peradilan pidana terutama pada kasus pembunuhan dengan racun berdasar UndangUndang nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana?

1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk menelaah fungsi serta kekuatan Visum et Repertum sebagai alat bukti di
dalam Proses Pembuktian tindak pidana dengan menggunakan racun;

2. Untuk menelaah secara khusus mengenai Visum et Repertum serta peran
Kedokteran Kehakiman didalam Tindak Pidana pembunuhan dengan menggunakan
Racun;
3.Untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian Mata Kuliah Metode Penelitian
Hukum.

1.4 Metode Penelitian
Penulis didalam memecahkan permasalahan ini akan menggunakan penelitian
yuridis normative,dengan menggunakan pendekatan conceptual approach serta statue
approarch.Bahan Hukum yang digunakan adalah Bahan hukum Primer serta Bahan
Hukum sekunder yang merupakan peraturan perundang-undangan, serta LiteraturLiteratur yang didapat melalui Studi kepustakaan.
-Bahan Hukum Primer : Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 Tentang
Kesehatan,Undang Undang nomor 1 tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana dan Undang-Undang nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana
-Bahan Hukum Sekunder : Berbagai macam Literatur-Literatur yang diperoleh
melalui studi kepustakaan