SEJARAH BURUH DAN ORGANISASI BURUH DI INDONESIA AWAL ABAD 20
SDM INDONESIA DALAM B U R U H
SEJARAH BURUH DAN ORGANISASI DUA TERBILANG ESA HILANG PERSAINGAN GLOBAL BURUH DI INDONESIA AWAL ABAD 20 REFERENSI TEBING TINGGI DELI SINERGI
May Day www.tebingtinggikota.go.id 1978 - 8080 | NOMOR 137 TAHUN 2014 | TAHUN XII MEI 2014
0 0 1 3 7 N S
IS ESA HILANG
7 7 1 9 7 9 8 0 0 8 8 5
9 DUA TERBILANG MEDIA PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI
ESA HILANG
Drs. BAMBANG SUDARYONO Pembaca Budiman...
May Day. Belakangan kata- kata ini akrab ditelinga anak negeri. Khususnya ketika bulan Mei men- jelang. Pasalnya pada 1 Mei diraya- kan sebagai ‘hari besar’ kaum bu- ruh di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Pada hari itu, seluruh buruh dan pekerja akan menun- jukkan keberadaan mereka dalam lingkaran sosial dunia. Umumnya mereka akan menuntut satu hal, yakni agar nasib mereka diperhati- kan oleh para majikan pemilik capi- tal. Hingga hari ini, tuntutan agar kesejahteraan kaum buruh diperha- tikan terus menggema. Mereka me- nilai pengusaha sampai kapan pun tidak pernah punya niat baik untuk mensejahterakan buruh mereka, meski dari keringat buruh, mereka bisa hidup berlebihan dan kaya raya.
Sejarah buruh di negeri ini penuh sesak dengan berbagai kisah tuntutan yang nilai heroismenya demikian menggoda untuk dikaji dan diketahui. Baruh di masa Ko- lonial Belanda, adalah kisah ten- tang penderitaan akibat adanya kebijakan cultur stelsel alias tana- man paksa yang dipaksakan kepada anak negeri. Industrialisasi yang diawali dengan kahadiran perke- bunan di Sumatera Timur menjadi kisah pilu tentang ‘penghisaban darah’ Kolonial Capitalis terhadap warga jajahan.Sehingga berbun- tut pada upaya konsolidasi buruh untuk memperjuangkan nasib mereka berhadapan dengan pengusaha, bah- kan belakangan dengan penguasa.
Belum lagi merdeka, sejumlah organisasi buruh tumbuh dan berkembang menjadi kekuatan power share dalam memperjuang- kan nasib mereka. Serikat Islam (SI) sebagai organisasi awal memper- juangkan keadilan terhadap warga Inlander menjadi cika bakal berdi- rinya organisasi buruh ‘merah’ yang kemudian menjadi pertai politik PKI (Partai Komunias Indonesia). PKI adalah salah satu corong buruh yang paling kuat dalam memperjuangkan kesejahteraan buruh. Dengan pen- dekatan Sosialisme Marxis, mereka menjadi gerakan politik yang san- gat garang, hingga berakhir den- gan terseraknya darah di negeri ini.
Belakangan, ketika refor- masi menggelinding orgnisasi buruh kian memiliki power share politik yang signifikan. Bahkan, belakangan Pemerintah sudah menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional. Edisi kali Sinergi Mei 2014 ini, mencoba un- tuk melihat realitas buruh dan peker- ja kita dalam berbagai perspektif.
Pembaca terhormat…
Pada rubrik lain, kami men- coba meneropong sejauh mana hak bersekolah terhadap anak dari warga miskin. Demikian pula dengan ru- bric ekonomi yang mencoba melihat apa saja usaha-usaha prospektif yang bisa dimulai oleh masyarakat. Tak lupa, dalam rubric lingkungan, kam menyajikan laporan tentang kam- panye rokok dalam perspektif me- nolak dan menerima kampanye itu.
Ada juga beberapa rubric yang kami sajikan ditulis oleh be- berapa rekan wartawan serta penulis lepas lainnya. Kami berharap rubric itu akan memperkaya isi Sinergi edisi Mei ini. Misalnya, halaman sosial adalah tulisan tentang nasib pedagang lemang Cong A Fie yang selama ini jadi ikon kota Tebing Tinggi. Tulisan ini kami ajukan, karena prihatin atas nasib peda- gang lemang yang di era 1980-an sangat dinamis, bahkan membuat para pedagang menjadi orang-orang sukses. Tapi kali ini kondisi mere- ka hidup segan mati pun tak mau.
Seperti biasa, edisi kali ini pun terlambat, karena sudah menja- di penyakit setiap media cetak, jika sekali terlambat, maka seterusnya akan terjadi kelambatan dalam pe- muatan dan pencetakan. Kami memo- hon maaf yang sebesar-besarnya atas kinerja yang tak maksimal ini, karena faktanya hal itu sangat mengggang- gu sekali. Pada akhirnya kami tetap berharap agar pembaca tidak com- plain atas kinerjanya, karena kami berusaha agar media kesayangan kita ini bisa tampil maksimal dalam isi meski lambat dalam penyampaian.
Salam kami dari meja redaksi…
2 D A R I R E D A K S I
ESA HILANG DUA TERBILANG KETUA PENGARAH Ir.Umar Zunaidi Hasibuan, MM ( WaliKota Tebing Tinggi ) PENGENDALI
30.
IKLAN OVOP GRATIS
TEPIAN
D A F T A R I S I E D I S I 1 3 7 | M E I 2 0 1 4INFO NASIONAL
59. SALAM REDAKSI MOMENTUM SINERGITAS Buruh
UTAMA
SDM Indonesia Dalam Persaingan Global Sejarah Buruh Dan Organisasi Buruh Di Indonesia Awal Abad 20 Nasib Buruh Indonesia Dalam Cerita Film PENDIDIKAN Semua Orang Berhak Peroleh PendidikanEKONOMI
Tembakau, Rokok Serta Rakyat KESEHATAN Bersama Posbindu Ubah Gaya Hidup LINGKUNGAN HIDUPWANITA
HUKUM
LENSA PEMKO PEMKO KITA PARLEMENTARIAAGAMA
OLAH RAGA PUISI/CERPEN OPINI RAGAM PLURALIS JURNAL ILMIAH58.
57.
55.
49.
47.
44.
43.
42.
40.
26.
H. Johan Samose Harahap, SH, MSP (Sekdako Tebing Tinggi Deli ) PENANGGUNG JAWAB Ir. H. Zainul Halim (Asisten Administrasi Umum ) PIMPINAN REDAKSI Drs. Bambang Sudaryono (Kabag Adm. Humas PP) WAKIL PIMPINAN REDAKSI Maslina Dalimunthe.SE (Kasubag Adm. Humas PP) BENDAHARA : Jafet Candra Saragih KOORDINATOR LIPUTAN Drs Abdul Khalik, MAP SEKRETARIS REDAKSI Dian Astuti REDAKSI Rizal Syam, Khairul Hakim, Juanda, Ulfa Andriani,S.Sos LAYOUT DESAIN GRAFIS Aswin Nasution, ST FOTOGRAFER : Sulaiman Tejo, Tomy Erlangga, Agung Purnomo KOORDINATOR DISTRIBUSI Edi Suardi, S.Sos Ridwan LIPUTAN DAN REPORTER Wartawan Unit Pemko Tebing Tinggi Redaksi menerima tulis,photo juga surat berisi saran penyempurnaan dari pembaca dengan melampirkan tanda pengenal (KTP, SIM, Paspor) dan Redaksi berhak mengubah tulisan sepanjang tidak mengubah isi dan maknanya.
25.
23.
22.
21.
20.
18.
7.
6.
4.
J A J A R A N R E D A K S I TA H U N 2 0 1 4 REFERENSI TEBING TINGGI DELI 2.
SINERGI Redaksi JUANDA Redaksi KHARUL HAKIM Sekretaris Redaksi DIAN ASTUTI Bendahara JAFET CHANDRA SARAGIH Koordinator Liputan Drs.ABDUL KHALIK,MAP Redaksi RIZAL SYAM Distributor RIDWAN Koordinator Distributor EDI SUARDI Layout Desain Grafis ASWIN NAST,ST Foto Grafer Sinergi SULAIMAN Foto Grafer Sinergi TOMY ERLANGGA Foto Grafer Sinergi AGUNG PURNOMO Redaksi ULFA ANDRIANI,S.Sos Pimpinan Redaksi Drs.BAMBANG SUDARYONO
Wakil Pimpinan Redaksi
MASLINA DALIMUNTHE,SE
ESA HILANG DUA TERBILANGTERBIT SEJAK 16 Juli 2002 SK WALIKOTA TEBING TINGGI NO.480.05/ 286 TAHUN 2002
Bagian Administrasi Humasy Pimpinan dan Protokol Sekreariat Daerah Kota Tebing Tinggi Jl,Dr Sutomo No : 14 Kota Tebing Tinggi Eimail : [email protected] Facebook : [email protected]
3
ESA HILANG
M o m e n t u m
ESA HILANG DUA TERBILANG
ESA HILANG
S I N E R G I TA S A
ESA HILANG
kan tetapi pada intinya, keem- pat kata ini sama m e m p u n y a i arti satu yaitu: pekerja. Hal ini terutama merujuk pada Undang- undang Ketenagakerjaan, yang ber- laku umum untuk seluruh pekerja maupun pengusaha di Indonesia.
May Day yang dirayakan setiap tanggal 1 Mei merupakan momentum untuk memperingati perjuangan kaum buruh. Perin- gatan hari buruh ini, tentu saja berkaitan dengan peningkatkan kesejahteraan dan memantapkan eksistensi kaum buruh di tengah cengkraman kaum pemodal yang kerap kali mengeksplotasi kaum buruh guna mengejar keuntungan. Saat ini kaum buruh Indonesia masih diperhadapkan pada berba- gai masalah yang akan menggerus kesejahteraan dan eksistensi buruh. Dan sudah hampir menjadi kenis- cayaan, bahwa nasib buruh akan terus dimarjinalkan oleh berbagai kebijakan. Buruh selalu ditempat- kan sebagai obyek pembangunan dan korban pertumbuhan ekonomi.
Rendahnya kualitas pertumbuhan ekonomi menyebabkan semakin menurunnya tingkat pembukaan lapa- ngan kerja, sementara calon pekerja usia produktif sudah menunggu un- tuk ditampung dalam dunia kerja.
Kegagalan menghadirkan lapangan kerja yang layak me- nyebabkan tenaga kerja kita banyak memutuskan bekerja di luar neg- eri sebagai TKI. Namun tragisnya, pemerintah tidak bisa melindungi para TKI yang menghadapi berbagai masalah di luar negeri. Nasib pekerja Indonesia dibiarkan dalam pusaran liberalisasi. Pemerintah belum juga mmpersiapkan SDM pekerja Indo- nesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang akan dimulai 1 Januari 2015 ini. Pemerin- tah telah membuka pasar tenaga kerja bagi pekerja asing dan membiarkan pekerja Indonesia berpotensi menja- di “penonton” di negerinya sendiri.
Kebebasan politik yang tersedia di masa reformasi, telah mendatangkan berkah bagi kebang- kitan gerakan sosial di Indonesia. Termasuk di dalamnya, gerakan buruh. Ada begitu banyak organ- isasi buruh yang tumbuh, ada be- gitu sering demonstrasi buruh ter- jadi. Soalnya, sejauh mana iklim kebebasan itu secara optimal di- manfaatkan untuk sebesar-besarn- ya pembangunan gerakan buruh?
Peringatan Hari Buruh In- ternasional (May Day) telah di- peringati termasuk di Indonesia. Pemerintah baru harus berusaha keras untuk menstabilkan harga dan mendukung peningkatan daya beli buruh, seperti pembanguan rumah murah bagi buruh, transportasi lay- ak dan terjangkau, operasi pasar bagi kebutuhan pokok buruh di kawasan-kawasan industri, pendidi- kan bermutu dan terjangkau bagi anak-anak buruh, jaminan keseha- tan yang mempunyai dan jaminan sosial yang memproteksi buruh ke depan (Jaminan Hari Tua, Pensiun, Kematian dan Kecelakaan Kerja).
Semoga dengan perayaan Hari Buruh tahun 2014 ini, terus membuat kaum buruh lebih optimis dan bekerja keras dalam menyelsai- kan segala permasalahannya. Sela- mat Hari Buruh! (Kairul Hakim)
B u r u h
Pada dasarnya, buruh, pekerja, tenaga kerja maupun karyawan adalah sama.Namun dalam kultur Indonesia, "Buruh" berkonotasi sebagai pekerja rendahan, hina, kasaran dan sebagainya. Sedangkan pekerja, tenaga kerja dan karyawan adalah sebutan untuk buruh yang lebih tinggi, dan diberikan cenderung kepada buruh yang tidak memakai otot tapi otak dalam melakukan kerja.
U TA M A DUA TERBILANG ESA HILANG SDM Indonesia Dalam Persaingan Global
Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi, yakni bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global yang selama ini kita abaikan.
Dalam kaitan terse- angkatan kerja Indonesia masih did- batas bagi lulusan perguruan tinggi but setidaknya ada dua hal ominasi pendidikan dasar yaitu seki- ini menimbulkan dampak semakin penting menyangkut kondi- tar 63,2 %. Kedua masalah tersebut banyak angka pengangguran sar- si SDM Indonesia, yaitu: menunjukkan bahwa ada kelangkaan jana di Indonesia. Menurut cata-
Pertama adanya ketimpangan antara kesempatan kerja dan rendahnya tan Direktorat Jenderal Pendidikan jumlah kesempatan kerja dan ang- kualitas angkatan kerja secara na-
Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas katan kerja. Jumlah angkatan kerja sional di berbagai sektor ekonomi. angka pengangguran sarjana di In- nasional pada krisis ekonomi tahun
Lesunya dunia usaha akibat donesia lebih dari 300.000 orang. pertama (1998) sekitar 92,73 juta krisis ekonomi yang berkepanjan-
Fenomena meningkatnya orang, sementara jumlah kesem- gan sampai saat ini mengakibatkan patan kerja yang ada hanya sekitar angka pengangguran sarjana seyo- rendahnya kesempatan kerja teru-
87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 gyanya perguruan tinggi ikut ber- tama bagi lulusan perguruan ting- juta orang penganggur terbuka (open tanggungjawab. Fenomena pengan- gi. Sementara di sisi lain jumlah unemployment). Angka ini menin- guran sarjana merupakan kritik bagi angkatan kerja lulusan perguruan gkat terus selama krisis ekonomi perguruan tinggi, karena ketidak- tinggi terus meningkat. Sampai den- yang kini berjumlah sekitar 8 juta. mampuannya dalam menciptakan gan tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta
Kedua, tingkat pendidi- iklim pendidikan yang mendukung angkatan kerja lulusan perguruan kan angkatan kerja yang ada masih kemampuan wirausaha mahasiswa. tinggi. Kesempatan kerja yang ter- relatif rendah. Struktur pendidikan
U TA M A
ESA HILANG
Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan selama ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai. Itu sebabnya keberhasilan pembangunan yang selama 32 tahun dibanggakan den- gan tingkat pertumbuhan rata-rata 7%, hanya berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam intensif (hutan, dan hasil tambang), arus modal as- ing berupa pinjaman dan investasi langsung. Dengan demikian, bukan berasal dari kemampuan manaje- rial dan produktivitas SDM yang tinggi. Keterpurukan ekonomi na- sional yang berkepanjangan hingga kini merupakan bukti kegagalan pembangunan akibat dari rendahn- ya kualitas SDM dalam mengha- dapi persaingan ekonomi global.
Kenyataan ini belum men- jadi kesadaran bagi bangsa Indone- sia untuk kembali memperbaiki ke- salahan pada masa lalu. Rendahnya alokasi APBN untuk sektor pendidi- kan -- tidak lebih dari 12% -- pada peme-rintahan di era reformasi. Ini menunjukkan bahwa belum ada per- hatian serius dari pemerintah pusat terhadap perbaikan kualitas SDM. Padahal sudah saatnya pemerin- tah baik tingkat pusat maupun dae- rah secara serius membangun SDM yang berkualitas. Sekarang bukan saatnya lagi Indonesia membangun perekonomian dengan kekuatan as- ing. Tapi sudah seharusnya bangsa Indonesia secara benar dan tepat memanfaatkan potensi sumberdaya daya yang dimiliki (resources base) dengan kemampuan SDM yang tinggi sebagai kekuatan dalam mem- bangun perekonomian nasional.
Orang tidak bekerja alias pengangguran merupakan masalah bangsa yang tidak pernah selesai. Ada tiga hambatan yang menjadi alasan kenapa orang tidak bekerja, yaitu hambatan kultural, kurikulum sekolah, dan pasar kerja. Hambat- an kultural yang dimaksud adalah menyangkut budaya dan etos kerja. Sementara yang menjadi masalah dari kurikulum sekolah adalah be- lum adanya standar baku kurikulum pengajaran di sekolah yang mampu menciptakan dan mengembang- kan kemandirian SDM yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Sedangkan hambatan pasar kerja lebih disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM yang ada untuk me- menuhi kebutuhan pasar kerja. Ekonomi abad ke-21, yang ditandai dengan globalisasi ekonomi, meru- pakan suatu proses kegiatan ekono- mi dan perdagangan, di mana nega- ra-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisa- si yang sudah pasti dihadapi oleh bangsa Indonesia menuntut adanya efisiensi dan daya saing dalam dunia usaha. Dalam globalisasi yang men- yangkut hubungan intraregional dan internasional akan terjadi persaingan antarnegara. Indonesia dalam kancah persaingan global menurut World Competitiveness Report menempati urutan ke-45 atau terendah dari se- luruh negara yang diteliti, di bawah Singapura (8), Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40).
Perwujudan nyata dari glo- balisasi ekonomi yang akan diha- dapi bangsa Indonesia antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk berikut: Produksi, di mana perusahaan ber- produksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi men- jadi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang ren- dah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang memadai atau- pun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Dunia dalam hal ini menjadi lokasi manufaktur global. Pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memper- oleh pinjaman atau melakukan inv- estasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun langsung) di semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Tel- kom dalam memperbanyak satuan sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol telah memanfaatkan sis- tem pembiayaan dengan pola BOT (build-operate-transfer) bersama mitrausaha dari mancanegara.Tena- ga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesion- al diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman inter- nasional dan\atau buruh diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas. Jaringan informasi. Masyarakat sua- tu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negara- negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV, radio, media cetak dan lain-lain. Dengan jaringan komunikasi yang semakin maju telah membantu me- luasnya pasar ke berbagai belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh KFC, Hoka Hoka Bento, Mac Donald, dll melanda pasar di mana-mana. Akibatnya se- lera masyarakat dunia --baik yang berdomisili di kota maupun di desa-- menuju pada selera global.
Perdagangan.
Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambat- an nontarif. Dengan demikian keg- iatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin ketat dan fair. Bah- kan, transaksi menjadi semakin ce- pat karena "less papers/documents" dalam perdagangan, tetapi dapat mempergunakan jaringan teknologi telekomunikasi yang semakin cang- gih.Dengan kegiatan bisnis korpora- si (bisnis corporate) di atas dapat di
U TA M A
ESA HILANG
katakan bahwa globalisasi mengarah pada meningkatnya ketergantungan ekonomi antarnegara melalui pen- ingkatan volume dan keragaman transaksi antarnegara (cross-border transactions) dalam bentuk barang dan jasa, aliran dana internasional (international capital flows), per- gerakan tenaga kerja (human move- ment) dan penyebaran teknologi in- formasi yang cepat. Sehingga secara sederhana dapat dikemukakan bah- wa globalisasi secara hampir pasti telah merupakan salah satu kekuatan yang memberikan pengaruh terhadap bangsa, masyarakat, kehidupan ma- nusia, lingkungan kerja dan kegiatan bisnis corporate di Indonesia. Kekua- tan ekonomi global menyebabkan bisnis korporasi perlu melakukan tinjauan ulang terhadap struktur dan strategi usaha serta melandas- kan strategi manajemennya dengan basis entrepreneurship, cost effi- ciency dan competitive advantages.
Masalah daya saing dalam pasar dunia yang semakin terbuka merupakan isu kunci dan tantangan yang tidak ringan. Tanpa dibekali kemampuan dan keunggulan saing yang tinggi niscaya produk suatu negara, termasuk produk Indonesia, tidak akan mampu menembus pasar internasional. Bahkan masuknya produk impor dapat mengancam po- sisi pasar domestik. Dengan kata lain, dalam pasar yang bersaing, keunggu- lan kompetitif (competitive advan- tage) merupakan faktor yang desisif dalam meningkatkan kinerja perusa- haan. Oleh karena itu, upaya menin- gkatkan daya saing dan membangun keunggulan kompetitif bagi produk Indonesia tidak dapat ditunda-tunda lagi dan sudah selayaknya menjadi perhatian berbagai kalangan, bukan saja bagi para pelaku bisnis itu sendi- ri tetapi juga bagi aparat birokrasi, berbagai organisasi dan anggota masyarakat yang merupakan ling- kungan kerja dari bisnis corporate.
Realitas globalisasi yang demikian membawa sejumlah imp- likasi bagi pengembangan SDM di Indonesia. Salah satu tuntutan glo- balisasi adalah daya saing ekonomi. Daya saing ekonomi akan terwu- jud bila didukung oleh SDM yang handal. Untuk menciptakan SDM berkualitas dan handal yang diper- lukan adalah pendidikan. Sebab dalam hal ini pendidikan diang- gap sebagai mekanisme kelemba- gaan pokok dalam mengembangkan keahlian dan pengetahuan. Pendidi- kan merupakan kegiatan investasi di mana pembangunan ekonomi sangat berkepentingan. Sebab bagaimana- pun pembangunan ekonomi mem- butuhkan kualitas SDM yang unggul baik dalam kapasitas penguasaan
IPTEK maupun sikap mental, se- hingga dapat menjadi subyek atau pelaku pembangunan yang handal. Dalam kerangka globalisasi, peny- iapan pendidikan perlu juga disin- ergikan dengan tuntutan kompetisi.
Oleh karena itu dimensi daya saing dalam SDM semakin menjadi faktor penting sehingga upaya memacu kualitas SDM mel- alui pendidikan merupakan tun- tutan yang harus dikedepankan. Salah satu problem struktural yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah bahwa pendidikan merupa- kan subordinasi dari pembangunan ekonomi. Pada era sebelum reforma- si pembangunan dengan pendekatan fisik begitu dominan. Hal ini sejalan dengan kuatnya orientasi pertum- buhan ekonomi. Visi pembangunan yang demikian kurang kondusif bagi pengembangan SDM, sehingga pen- dekatan fisik melalui pembangunan sarana dan prasarana pendidikan tidak diimbangi dengan tolok ukur kualitatif atau mutu pendidikan.
Problem utama dalam pem- bangunan sumberdaya manusia adalah terjadinya missalocation of human resources. Pada era sebelum reformasi, pasar tenaga kerja mengi- kuti aliran ekonomi konglomeratif. Di mana tenaga kerja yang ada cend- erung memasuki dunia kerja yang bercorak konglomeratif yaitu mu- lai dari sektor industri manufaktur sampai dengan perbankan. Dengan begitu, dunia pendidikan akhirnya masuk dalam kemelut ekonomi poli- tik, yakni terjadinya kesenjangan ekonomi yang diakselerasi struk- tur pasar yang masih terdistorsi.
Kenyataan menunjukkan banyak lulusan terbaik pendidikan masuk ke sektor-sektor ekonomi yang justru bukannya memecahkan masalah ekonomi, tapi malah mem- perkuat proses konsentrasi ekonomi dan konglomerasi, yang memperta- jam kesenjangan ekonomi. Hal ini terjadi karena visi SDM terbatas pada struktur pasar yang sudah ada dan belum sanggup menciptakan pasar sendiri, karena kondisi makro ekonomi yang memang belum kon- dusif untuk itu. Di sinilah dapat disa- dari bahwa visi pengembangan SDM melalui pendidikan terkait dengan kondisi ekonomi politik yang dic- iptakan pemerintah.Sementara pada pascareformasi belum ada proses egalitarianisme SDM yang dibutuh- kan oleh struktur bangsa yang dapat memperkuat kemandirian bangsa.
Pada era reformasi yang ter- jadi barulah relatif tercipta reformasi politik dan belum terjadi reformasi ekonomi yang substansial terutama dalam memecahkan problem struk- tural seperti telah diuraikan di atas. Sistem politik multipartai yang telah terjadi dewasa ini justru menciptakan oligarki partai untuk mempertahan- kan kekuasaan. Pemilu 1999 yang konon merupakan pemilu paling demokratis telah menciptakan oli- garki politik dan ekonomi. Oligarki ini justru bisa menjadi alasan menge- lak terhadap pertanggungjawaban setiap kegagalan pembangunan.
U TA M A
ESA HILANG
Dengan demikian, pada era reformasi dewasa ini, alokasi SDM masih belum mampu mengoreksi kecenderungan terciptanya konsen- trasi ekonomi yang memang telah tercipta sejak pemerintahan masa lalu. Sementara di sisi lain Indone- sia kekurangan berbagai keahlian untuk mengisi berbagai tuntutan globalisasi. Pertanyaannya sekarang adalah bahwa keterlibatan Indonesia pada liberalisasi perdagangan mod- el AFTA, APEC dan WTO dalam rangka untuk apa? Bukankah hara- pannya dengan keterlibatan dalam globalisasi seperti AFTA, APEC dan WTO masalah kemiskinan dan pengangguran akan terpecahkan.
Dengan begitu, seandain- ya bangsa Indonesia tidak bisa menyesuaikan terhadap pelbagai kondisionalitas yang tercipta aki- bat globalisasi, maka yang akan terjadi adalah adanya gejala men- jual diri bangsa dengan hanya men- gandalkan sumberdaya alam yang tak terolah dan buruh yang murah. Sehingga yang terjadi bukannya terselesaikannya masalah-masalah sosial ekonomi seperti kemiski- nan, pengangguran dan kesenjan- gan ekonomi, tetapi akan semak- in menciptakan ketergantungan kepada negara maju karena utang luar negeri yang semakin berlipat.
Oleh karena itu, untuk men- gantisipasi tuntutan globalisasi sey- ogyanya kebijakan link and match mendapat tempat sebagai sebuah strategi yang mengintegrasikan pembangunan ekonomi dengan pen- didikan. Namun sayangnya ide link and match yang tujuannya untuk menghubungkan kebutuhan tenaga kerja dengan dunia pendidikan be- lum ditunjang oleh kualitas kuriku- lum sekolah yang memadai untuk menciptakan lulusan yang siap pa- kai. Yang lebih penting dalam hal ini adalah strategi pembangunan dan industrialisasi secara makro yang seharusnya berbasis sumber- daya yang dimiliki, yakni kayanya sumberdaya alam (SDA). Kalau strategi ini tidak diciptakan maka yang akan terjadi adalah proses pen- gulangan kegagalan karena terjebak berkelanjutannya ketergantungan kepada utang luar negeri, teknologi, dan manajemen asing. Sebab SDM yang diciptakan dalam kerangka mikro hanya semakin memperkuat proses ketergantungan tersebut.
Bangsa Indonesia sebagai negara yang kaya akan SDA, me- miliki posisi wilayah yang strategis (geo strategis), yakni sebagai ne- gara kepulauan dengan luas laut 2/3 dari luas total wilayah; namun tidak mampu mengembalikan manfaat sumber kekayaan yang dimiliki ke- pada rakyat. Hal ini karena strategi pembangunan yang diciptakan tidak membangkitkan local genuin. Yang terjadi adalah sumber kekayaan alam Indonesia semakin mendalam dikua- sai oleh asing. Sebab meskipun an- daikata bangsa ini juga telah mampu menciptakan SDM yang kualifaid terhadap semua level IPTEK, namun apabila kebijakan ekonomi yang dic- iptakan tidak berbasis pada sumber- daya yang dimiliki (resources base), maka ketergantungan ke luar akan tetap berlanjut dan semakin dalam.
Oleh karena itu harus ada shifting paradimn, agar proses pembangunan mampu mendorong terbentuknya berbagai keahlian yang bisa mengolah SDA dan bisa semakin memandirikan struktur ekonomi bangsa. Supaya visi terse- but pun terjadi di berbagai daerah, maka harus ada koreksi total ke- bijakan pembangunan di tingkat makro dengan berbasiskan kepada pluralitas daerah. Dengan demikian harapannya akan tercipta SDM yang mampu memperjuangkan kebutuhan dan penguatan masyarakat lokal. Karena untuk apa SDM diciptakan kalau hanya akan menjadi perpan- jangan sistem kapitalisme global dengan mengorbankan kepentingan lokal dan nasional. Oleh: Didin S. Damanhuri, Guru Besar Ekono- mi IPB dan Pengamat Ekonomi Sumber: http://www.sinarharapan. co.id/berita/0306/13/opi01.html.
(Dikutip A. Khalik untuk Majalah SINERGI) Nasib Buruh Indonesia Dalam Cerita Film
S
ekarang ini yang mengua- sai dunia. Penyebab dari eksploitasi terhadap bu- ruh dan akar dari pergera- kan buruh yang menuntut keadilan. Bagaimana semua itu bisa dicapai apabila organisasi buruh masih saja lemah ? bagaimana mungkin bu- ruh bisa mendapat keadilan apabila aparat yang berwenang pun masih mempersulit proses yang merugui- kan buruh ? negara dengan pemerin- tahan yang bersih dan beradab san- gat dibutuhkan Indonesia dan negara negara dunia ketiga lain FILM do- kumenter karya john pilger berjudul ‘The New Rules Of The World’ menceritakan tentang kapitalis- kapitalis dari Amerika dan Barat yang memiliki industri di Indonesia.
Diceritakan bahwa para ka- pitalis ini begitu kejamnya dalam melakukan eksploitasi dan dehu- manisani terhadap para pekerjanya.
Upah yang rendah serta jam kerja yang melebihi batas telah menjadi makanan sehari hari bagi kaum pekerja yang bekerja di Industri asing tersebut.globalisasi yang digadang gadang akan memajukan ekonomi negara dan akan memberikan man- faat yang baik masyarakat kecil
ESA HILANG
11 U TA M A
serta akan memberikan pemer- ataandalam hal ekonomi ternyata malah memberikan penderitaan bagi negara negara berkembang yang menjadi sarang kapitalis tersebut. Yang terjadi adalah si kaya akan se- makin kaya dan si miskin akan se- makin miskin. Di film ini dicerita- kan bahwa teryata kapitalis malah menjadikan cepatnya arus glo- balisasi ini sebagai ajang untuk ne- gara berkembang yang dikuasainya.
John mengungkapkan fak- ta tentang penderitaan masyarakat terutama kaum pekerja dan beru- saha mengkaikannya dengan adanya aliansi kapitalis internasional yaitu MNC (multi national corporate) dan kekejaman pada rezim orde baru suharto. Ketimpangan benar be- nar terlihat jelas bila kita saksikan seksama dari film ini. Pada bagin awal ditampilkan sebuah tayan- gan tentang sepasang kekasih dari golongan bangsawan yang diper- temukan dan sedang menjalani resepsi pernikahan yang megah.
Dijelaskan dalam film, sak- ing mahalnya biaya pernikahan sepasang bangsawan ini, seorang pe- layan yang melayani para tamu pada esepsi itu membutuhkan waktu 400 tahun untuk bisa menyelenggarakan resepsi pernikahan yang sama. Jika diambil rata-rata umur penduduk indonesia adalah 70 tahun , empat generasi dari pelayan itu pun tidak sanggup untuk mengumpulkan uang untuk menyelenggarakan pesta yang serupa. Sementara tidak jauh dari tempat pernikahan tersebut terda- pat suatu perkampunganh kumuh yang sebahagian warganya ada yang bekerja di pabrik pabrik kapitalis global yang membuat barang sep- erti Nike, Adidas, Reebok dan GAP. Warga disini banyak yang tidak ter- penuhi hak untuk kesehatan dan pendidikannya. Jelas sekali, bahwa kaum elit di Indonesia kini dengan adanya globalisasi yang semakin kencang arusnya ini akan semak- in menumpuk kapital mereka dan yang miskin akan semakin miskin.
Pertanyaannya sekarang ada- lah kenapa bisa terjadi seperti itu ? globalisasi itu memicu terjadinya pertumbuhan ekonomi yang be- bas dan tanpa pandang bulu akan melibas siapa siapa yang tidak me- miliki modal baik berupa kapital maupun alat produksi. Elit dengan kemampuan kapital yang kuat akan menanamkan modalnya pada cor- porate asing yang masuk ke indo- nesia. Imbasnya para rakyat kecil yang tidak memiliki modal kapital
U TA M A
ESA HILANG
mapun alat produksi akan menjadi semakin terasing dan mau tidak mau harus bekerja pada industri yang membayar pekerjanya dengan harga murah. Alienasi seperti ini mem- buat kualitas SDM semakin susah untuk ditingkatkan. Kenapa buruh tidak ada pilihan lain untuk bekerja dilain sektor selain di sektor indus- tri yang meng-eksploitasi mereka.? Seorang pimpinan organisasi dan tahanan politik bernama Dita Sari mengutarakan fakta pada film ini bahwa pemerintah pun tidak bisa menanggulangi permasalah pen- gangguran yang ada di Indonesia. Pemerintah hanya mengeluh dan kode etik pekerja pun tidak akan pernah berlaku di Indonesia. Orang miskin sudah semakin miskin, pen- gangguran semakin banyak meun- cul. Ini membuat pekerja tidak akan pernah bisa menolak untuk bekerja walaupun dengan upah yang rendah.
Begitu kejamnya kapitalis ! ada fakta lain dari film ini yang saya anggap cukup miris , dimana si peneliti yaitu john pilger mem- beli celana tinju di sebuah outlet GAP di London dengan harga 112 ribu rupiah. Dia mengungkapkan kalau celana itu diproduksi di Indo- nesia dan buruh yang di Indonesia hanya mendapatkan 500 rupiah saja dari hasil satu celana begitu juga dengan sepatu yang dihargai 1,4 juta tetapi para buruh yang mem- buat hanya mendapat 5000 rupiah saja. John berkata, “untuk mem- beli tali sepatu pun tidak cukup!” Pada bagian pertengahan dari film ini diungkapkan bagaimana organ- isasi seperti World Trade Organiza- tion (WTO), International Monetary Fund (IMF), dan World Bank den- gan licik memanfaatkan globalisasi untuk memasuki negara-negara du- nia ketiga seperti Indonesia agar bisa mengintervensi kebijakan negara tersebut dan memuluskan kepentin- gan untuk menguasai dunia ketiga.
WTO , IMF dan World Bank ber- hasil masuk ke Indonesia tidak lain dan tidak bukan adalah andil besar dari soeharto yang memiliki kekua- saan pada masa masa itu. Tragedi kemanusiaan yang sangat biadab terjadi pada masa sebelum suharto mulai menjabat sebagai presiden pada saat itu. Pembantaian lebih dari satu juta orang yang di klaim sebagai seorang komunis terjadi.
Tidak pandang bulu, semua orang dari kalangan komunis pada saat itu dibantai tanpa pandang bulu.
Hal ini ternyata mendapat- kan apresiasi yang besar dari bangsa Indonesia dan membuat suharto naik ke kursi president menggantikan se- orang nasionalis bernama sukarno yang menginginkan kemandirian ekonomi bagi negaranya. Ini lah permulaan dimana organisasi organ- isasi seperti WTO, IMF dan World Bank mulai masuk dan mengacak acak Indonesia. Mereka berhasil menjebak Indonesia dengan mem- berikan pinjaman dengan tujuan un- tuk pembangunan. Tapi dijelaskan pada oleh John melallui film ini bah- wa sebagian besar pinjaman tersebut tidak digunakan untuk melakukan pembangunan pada level nasional tapi malah masuk ke kantong busuk Soeharto dan antek-anteknya. Kalau begitu logika sederhananya kalau pinjam haruslah dikembalikan lagi. Lalu siapa yang mengembalikan ? ya rakyat sekarang yang menanggung akibatnya untuk semua uang yang sudah di bawa “mati” oleh si biadab suharto. Mau menuntut siapa ? raky- at tidak berdaya , pemerintah santai- santai saja dan suharto pun sudah bu- suk dimakan ulat didalam kuburnya.
Globalisasi memang men- imbulkan banyak implikasi baik positif maupun negatif. Tapi jelas pada film ini John Pilger memun- culkan lagi wacana wacana tentang buruknya globalisasi yang terjadi di Indonesia. Mulai dari pekerja yang sangat dieksploitasi sangat tidak dimanusiakan , sampai dengan or- ganisasi organisasi global seperti
IMF, WTO, World Bank yang se- benarnya malah mencekik negeri ini untuk terus menggelontorkan uangnya. Kesenjangan juga terlihat jelas disini dimana yang kaya akan menjadi semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Hal ini merupakan suatu jalan untuk mem- buat kesenjangan yang semakin jauh dan akan semakin akan mempersu- lit terjadinya integrasi sosial karena adanya perbedaan strata dan juga kepentingan yang terlau jauh antara rakyat kecil yang miskin dengan elit yang semakin kenyang akan kapital. Dikaitkan Dengan Teori
Review film dokumenter John Pilger diatas membuat mata kita terbuka tentang apa itu makna globalisasi yang sebenarnya dan apa- kah implementasinya di Indonesia benar benar maksimal ? Disini saya mencoba mengkaitkan antara isi dari review diatas dengan menggunakan teory ketergantungan (dependency theory) Theotonio Dos Santos. Dos Santos mengurai teori ketergantun- gan ini sebagai keadaan dimana ke- hidupan ekonomi negara – negara tertentu yaitu negara dunia ketiga dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari kehidupan ekonomi ne- gara – negara lain yaitu negara maju.
Negara negara dunia ketiga hanya akan berperan sebagai peneri- ma dari akibat dan negara maju akan menikmati limpahan kapital yang terus menerus mengalir. Negara du- nia ketiga ini, setelah disentuh oleh kapitalis maju, bukan malah maju mengikuti alur dan perkembangan pembangunan dunia maju namun malah akan menjadi terbelakang dan tereksploitasi. Mengapa ? karena ne- gara negara dunia ketiga yang praka- pitalis memiliki karakter dan dinami- ka tersendiri sehingga bila disentuh
U TA M A oleh negara maju belu tentu akan akan maju justru perkembangan- nya akan terhambat. Dos Santos men- guraikan 3 bentuk ketergantungan:
ESA HILANG
1. Ketergantungan Kolonial Terjadi penjajahan dari negara pu- sat ke negara pinggiran. Kegiatan ekonominya adalah ekspor barang- barang yang dibutuhkan negara pusat. Hubungan penjajah – pen- duduk sekitar bersifat eksploitatif.
2. Ketergantungan Finansial-Indus- trial: Negara pinggiran merdeka tetapi kekuatan finansialnya masih dikua- sai oleh negara-negara pusat. Ek- spor masih berupa barang – barang yang dibutuhkan negara pusat. Ne- gara pusat menanamkan modalnya baik langsung maupun melalui ker- jasama dengan pengusaha lokal.
3. Ketergantungan Teknologis-Indus- trial: Bentuk ketergantungan baru. Keg- iatan ekonomi di negara pinggi- ran tidak lagi berupa ekspor bahan mentah untuk negara pusat. Perusa- haan multinasional mulai menana- mkan modalnya di negara pinggiran dengan tujuan untuk kepentingan negara pinggiran. Walaupun de- mikian Dos Santos sendiri mengu- tarkan bahwa teknologi dan paten sebenarnya itu masih dikuasai oleh negara maju. Jika demikian maka struktur produksi pada proses in- distrialisasi di dunia ketiga adalah :
1. Upah yang dibayarkan ke- pada buruh rendah sehing- ga daya beli buruh rendah.
2. Teknologi padat modal memun- culkan industri modern, sehingga: Menghilangkan lapangan kerja yang sudah ada. Menciptakan lapa- ngan kerja baru yang jumlahnya lebih sedikit. Larinya keuntungan ke luar negeri membuat ketiadaan modal untuk membentuk indus- tri nasional sendiri.Jika fakta yang ada dilapangan adalah seperti itu maka sebenarnya sistem ekonomi
kapitalisme bukan merupakan so-
lusi yang tepat jika diterapkan di ne-
gara dunia ketiga seperti indonesia.
Latar belakang teori ketergan-
tungan pertama yang paling pokok ada-
lah hubungan antara negara maju den-
gan negara dunia ketiga yang bersifat
eksploitatif. Ini terbukti dengan paparan
dari film john pilder mengenai konteks
di Indonesia. Bagaimana para kapitalis
itu menguras habis tenaga para buruh
atau pun pekerjanya untuk melakukan
apa yang diperintahkan si “bos” tanpa
memberikan insentif ataupun upah yang
layak. Dimana para buruh di indonesia
dibayar rata rata 9000 rupiah perharinya
dengan waktu bekerja yang bisa menca-
pai 12 jam atau bahkan yang sangat tidak
dimanusiakan adalah ada juga sebagian
buruh dengan alasan untuk menge-
jar kuantitas dan kualitas ekspor harus
bekerja selama 24 jam dalam seharinya.
Betapa biadabnya seorang bos kapitalis
yang sampai tega melakukan tinda-
kan yang sangat tidak manusiawi demi
mengejar limpahan kapital yang dia cari.
Dengan sistem yang seperti itu , maka
nalar tentang teori ketergantungan
yang menguntungkan kaum elit yang
semakin menjadi kaya dan kaum mis-
kin akan semakin termarjinalisasi dan
tereksploitasi terjawab sudah. Dimana
kaum kapitalis akan semakin mengejar
kapital mereka dan akan menguntung-
kan kaum elit di negara dunia ketiga
dengan pmberlakukan tentang regulasi
yang melemahkan kaum pekerja dan
semakin menguatkan kaum kapitalis.
Disisi lain kaum pekerja tidak memi-
liki pilihan lain untuk bekerja, karena
saking banyaknya pekerja dan lapa-
ngan pekerjaan yang semakin sempit
membuat harga buruh menjadi murah.
Latar belakang yang kedua ada-
lah kemampuan negara dunia ketiga un-
tuk melakukan pengembangan ekonomi
dalam sistem kapitalistik terbukti tidak
sama. Karena sebenarnya indonesia se-
bagai negara dunia ketiga memiliki cara tersendiri untuk maju. Soekarno pada rezim orde baru Orde lama memiliki kontruksi pemikiran tentang bagaimana indonesia bisa maju dengan mengguna- kan caranya sendiri dan menolak ban- tuan asing. Orde baru sebagai tonggak masuknya kapitalis kapitalis pada sistem ekonomi indonesia membuat sekarang indonesia menjadi negara yang menda- pat efek dari neo imperialisme baru yang berwujud sisitem kapitalis. Soeharto sebagai president pada masa orde baru berhasil menumpas rezim ore lama ala soekarno yang nasionalis dengan pem- bantaian besar besaran pada kelompok yang dianggap komunis. Pada masa orde baru , teori pembangunan yang di cetus- kan oleh barat diterapkan oleh pemer- intahan yang berkuasa pada waktu itu. Memang benar pada permukaan terlihat jelas keberhasilan dari penerapan teori pembangunan ini, tatapi jika ditelisik lebih dalam, pengangguran meningkat pesat, angka ketergantungan semakin tinggi , dan tingkat eksploitasi semak- in besar akibat dari para bos industri yang tidak memberikan upah semes- tinya untuk kerja yang mereka lakukan.Latar belakang yang ketiga ada- lah modernisasi sebagai bentuk ekspan- si sistem ekonomi kapitalis. Modernisasi erat kaitannya dengan globalisasi seka- rang ini. Arus globalisasi yang semakin kencang membuat informasi semakin cepae untuk didapat. Globalisasi juga membuat kapitalis kapitalis yang ada diseluruh dunia untuk mencari tempat yamg memiliki tingkat upah terhadap buruh yang rendah seperti indonesia , china , dan juaga di wilayah wilayah dunia ketiga lain. Hal ini menurut saya adalah merupakan cita cita sekelompok orang yang berkuasa di dunia untuk men- ciptakan suatu tatanan sistem ekono- mi yang global yaitu sistem kapitalis. ‘New Rules Of The World’ begitu un- gkapan John Pilger terhadap sistem kapitalis sekarang ini.nikris-rivian- syah.blogspot.com/2013/12. (Dikutip A. Khalik untuk Majalah SINERGI)
U TA M A
Sejarah Buruh Dan Organisasi Buruh
Di Indonesia Awal Abad 20ESA HILANG
Tulisan ini adalah Cuplikan tulisan dari buku Gerakan Serikat Buruh Jaman Kolonial Hingga Orde Baru karangan Edy Cahyono dan Soegiri DS Terbitan Hasta Mitra yang berbentuk e-book. Dengan cuplikan ini kita dapat melihat bagaimana perkembangan transformasi petani menjadi buruh dan penderitaan buruh dibawah kekuasaan modal yang mulai masuk ke Hindia Belanda bagai banjir dengan perkebunan-perkebunannya hingga munculnya organisasi buruh yang mencoba untuk memperjuangkan kaum buruh yang tertindas pada masa kolonial Belanda.
A bad ke-19 adalah abad pal- ing revolusioner dan penuh perubahan dalam sejarah kepulauan yang saat ini dike- nal sebagai Indonesia. Di awal abad itu konsep negara—kolonial Hindia Belanda¬disiapkan oleh Herman Wil- lem Daendels (1808-1811)—seorang penga-gum revolusi Perancis—untuk mempertegas pengelolaan wilayah koloni yang sebelumnya hanya meru- pakan mitra perdagangan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC).
Di abad itu pula struktur masyarakat kapitalistik terbentuk. Lem- baga keuangan Nederlansche Handels-
Maaatschapij (NHm) danJavasche
Bank didirikan. Tampil pengusaha-
pengusaha Eropa mengelola industri
perkebunan dan pabrik-pabrik, semen- tara kaum bumiputera disiapkan men-jadi buruh. Perjalanan perburuhan sejak
jaman kolonial Hindia Berlanda¬ tong- gak pentingnya adalah 1830-1870 seba-gai kurun Cultuurstelsel, sedang setelah
1870,—pencanangan Agrarische Wet—, adalah jaman liberalism, tentu tidak
semua aktivitas buruh dan serikat buruh
dapat dicakup di dalam tulisan ini. Na- mun paling tidak tonggak-tonggak be-sar maupun peristiwa yang berpengaruh
luas akan dicoba untuk ditampilkan.Di abad 19 ini telah ada bu- ruh—karena industrial kapitalistik (hubungan buruh dengan modal) untuk memproduksi barang ¬dagangan secara masal (generalized commodity produc- tion) telah dimulai sejak 1830. Pada Mei 1842, saat terjadi rotasi penanaman la-
han tebu di kabupaten Batang—Ka- residenan Pekalongan—di desa-desa Kaliepoetjang Koelon, Karanganjar dan Wates Ageng akan diadakan perluasan penanaman tebu. Res- iden meminta tanah-tanah barn yang berkondisi balk untuk dipakai mena- nam tebu dalam jangka dua tahun.
ESA HILANG
15 U TA M A Instruksi gubernemen ini disampaikan langsung oleh bupati Batang kepada para kepala desa. Pada 22 Oktober, kon- trolir Batang melaporkan, sejumlah 46 desa yang penduduknya melakukan cul- tuurdienst tebu untuk masa tanam tahun yang lalu belum dilunasi upahnya untuk kerja musim panen tahun ini. Sebabnya, mereka dianggap belum cukup memen- uhi pajak natura tebu yang hams diser- ahkan, yang ada dalam kontrak-kerja tahun 1841, dengan upah sebesar 14,22 gulden per kepala. Keadaan menggent- ing, planter (penanam tebu) yang terli- bat kerjaondernemingtersebut tidak mau melunasi pajak natura yang dibebankan melainkan justru berbalik melakukan tuntutan untuk kenaikan upah dari 14,22 gulden menjadi 25 gulden. Protes plant- er ini terjadi pada 24 Oktober 1842, dan diikuti 600 planter dari 51 desa.
Di Yogyakarta tahun 1882 ter- jadi pemogokan berturut-turut. Gelom- bang pertama berlangsung sejak awal minggu terakhir bulan Juli 1882 sampai tanggal 4 Agustus 1882 melanda empat pabrik gula (PG). Gelombang kedua berlangsung dan tanggal 5 Agustus sampai dengan 22 Agustus 1882, mel- anda 5 pabrik dan perkebunan. Gelom- bang ketiga berlangsung dari tanggal 23 Agustus sampai pertengahan Oktober 1882, melanda 21 perkebunan. Lokasi pemogokan adalah Kabupaten Kalasan (pabrik gula Barongan), Kabupaten Sle- man (PG. Padokan, PG. Cebongan, PG. Bantul). Isu pemogokan tersebut adalah: 1). Upah; 2). kerja gugur-gunung yang terlalu berat; 3). kerja jaga (wachtdien- sten) yang dilakukan 1 hari untuk setiap 7 hari; 4). kerja moorgan yang tetap di- laksanakan padahal tidak lazim lagi; 5). upah tanam (plaantloon) yang sering tidak dibayar; 6). banyak pekerjaan tidak dibayar padahal itu bukan kerja wajib; 7). harga bambu petani yang dibayarkan oleh pabrik terlalu murah bila diband- ingkan harga pasar; 8). beberapa pen- gawas Belanda sering memukul petani.
Dilihat dan jumlah orang dan desa yang terlibat protes tentu ini protes besar. Namun disebabkan belum ada or- ganisasi modem (serikat, partai, dsb.), seringkali aktivitas politik buruh sep- erti melakukan protes dan mogok belum
menjadi perhatian para penulis, peneliti