ARSITEKTUR INDIS DALAM PERKEMBANGAN TATA KO TA B ATAVIA AWAL ABAD 20

ARSITEKTUR INDIS DALAM PERKEMBANGAN TATA KO TA B ATAVIA AWAL ABAD 20 SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyarat an guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilm u Sejarah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun O leh DESC A DW I SAVO LTA S

C0504018

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIV ERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

PERSETUJUAN ARSITEKTUR INDIS DALAM PERKEMBANGAN TATA KOTA BATAVIA AWAL ABAD 20

Disusun ole h

DESC A DW I SAVO LTA S

C0504018

Telah disetujui oleh pembimbing

Pem bim bing

Drs. Soedarm ono, SU

NIP 194908131980031001

Mengetahui Ketua Jurusan Ilmu Sejarah

Dra. Sri Wahyu ningsih, M.H um

NIP 195402231986012001

ii

PENGESAHAN ARSITEKTUR INDIS DALAM PERKEMBANGAN TATA KOTA BATAVIA AWAL ABAD 20

Disusun ole h DESC A DW I SAVO LTA S C0504018

Telah disetujui oleh T im Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Pada tanggal……………….

Jabatan Nam a T anda Tangan

Ketua : Dra. Sri W ahyuningsih, M.Hum (............................)

NIP. 195402231986012001

Sekretaris : T iwuk Kusum a Hastuti,SS, M.Hum (............................)

NIP. 197306132000032002

Penguji I

: Drs. Soedarm ono, SU

NIP 194908131980031001

Penguji 2 : Drs. Suharyana, M.Pd (…………………) NIP. 195801131986031002

Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Drs. Sudarno, M.A.

NIP 195303141985061001

iii

PERNYATAAN

Nam a : DESCA DWI SAVOLTA S NIM : C0504018

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Arsitektur Indis Dalam Perkembangan tata kota Batavia Awal Abad 20 adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daft ar pustaka.

Apabila di kem udian hari terbukt i pernyataan ini tidak benar m aka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, April 2010

Yang m embuat pernyataan

Desca Dwi Savolta S

C0504018

iv

MOTTO

“ Bukanlah yang dinamakan kaya dengan banyaknya harta, akan tetapi kaya adalah

yang kaya jiwanya”

(H R. Muslim : 1051)

Mimpi itu bisa kit a raih jika kita berusaha dengan sungguh-sun gguh untuk mewujudkannya

(Penul is)

PERSEMB AHA N

Skripsi ini penulis persembahkan kepada :

1. Bapak dan Ibu tercinta, terima kasih atas do’a, kasih sayang dan motivasinya

2. Kakakku tersayang

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah SWT berkat lim pahan rahmad sert a hidayah- Nya sehingga penulis dapat selesaikan skripsi. Skripsi ini disusun guna m eraih gelar sarjana pada Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Di dalam penyusunan skripsi tersebut, tidak m ungkin segala aral melint ang yang m enghadang bisa dilalui tanpa bant uan dari berbagai pihak. Sepantasnya penulis mengucapkan terim a kasih kepada:

1. Drs. Sudarno, M.A. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kem udahan kepada penulis selam a studi

sampai terselesaikannya skripsi ini.

2. Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah dan Pem bim bing Akademis Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah m em berikan kemudahan dan petunjuk.

3. Dra. Sawitri Pri Prabawati, M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah m em berikan kem udahan dan petunjuk.

4. Drs. Soedarmono, SU, selaku pembimbing utama dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini teram at sabar dan teliti memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis.

5. Segenap dosen pengajar di Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakart a yang telah mem berikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

6. Segenap staf dan karyawan UPT Perpustakaan Pusat UNS, Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, Perpustakaan Nasional, Arsip Nasional dan

Perpustakaan Museum Fattahillah Jakarta.

7. Teman-teman Historia Community’04,: Daryadi dan Asih (Terima kasih atas masukan yang kalian berikan) Arif, W ulan, Eta, Eddy, Auditya, Nurus, Ning, Jufri, RM. Iwan , Sapt o, Erni, Aminudin, Azka, Inez, Iken, W idita, Joko P dan

vii vii

8. Sahabat-sahabatku Aris, Wahyu ajie w, Arie, Boby dan Eli Ricardo (atas bant uannya selam a di Jakarta) serta temen-temen yang lain trim akasih kebersam aan bersam a kalian sangat m enyenangkan.

9. Ayah dan Ibu beserta Mbak Livia trimakasih atas curahan kasih sayang, iringan doa dan sem angat yang kalian berikan.

10. Segenap pihak yang telah mendukung dan membantu terlaksananya penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis m enyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan dan kekeliruan, serta masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis sangat menghargai adanya saran dan kritik yang bersifat membangun guna menyem purnakan penulisan-penulisan serupa di masa yang akan datang.

Akhirnya penulis berharap bahwa hasil skripsi ini dapat memberikan m anfaat bagi pem baca sekalian. Am in.

Surakarta, April 2010

Penulis

viii

DAFTAR GAMBAR

Halam an Gam bar 1. Gam bar an

B at avia, kot a yang di dirikan C oen tahun 1619. ....................... 24 Gam bar 2 keadaan kam pung Kebon Djati di daerah bant aran kali T anah Abang 62

Gam bar 3. Pem ukim an Konin gsple in yan g terletak di ka wasan W eltevre den ..... 63 Gam bar 4. Kawasan M aester Corn elis pada tahun 1930an ................................. 65

Gam bar 5 Kawasan Pasar Bar u di tah un 1930an .................................................. 68 Gam bar 6. Hot el Des Indis, di wilayah Weltevreden setelah di renovasi oleh AIA

pada tahun 1930an............................................................................ 69 Gam bar 7. . Gere ja Kart edral Lapangan Banten g dan ger eja Imm anuel ............... 83

Gam bar 8. Rum ah tinggal di Batavia Pada Abad 19 ............................................ 92 Gam bar 9. Ruang Utama Sebuah Rum ah Tin ggal di Batavia.............................. 93

Gam bar 10. Gedun g Javasche Bank Batavia T ah un 1935 .................................... 110 Gam bar 11. Bagian Samping Gedung Jav asche Bank Batavia T ahun 1935 ....... 111 Gam bar 12. Kantor lam a BPM (Bataafsche Petrolium M aatschappij), sekarang Kant or

Pusat Pertamina................................................................................... 119

xi

DAFTAR TABEL

Halam an T abel 1. Pop ulasi penduduk di wilayah pin ggiran Jak arta pada tahun 1930. ....... 45

xii

DAFTAR ISTILA H

Amsterdam school : pecahan dari aliran Niewe Kunt Anemm er : Pemborong pekerjaan pem bangunan

Arsitektur Indo-Eropa : sebuah gaya arsitektur yang bercitra lokal t etapi dengan teknik

barat Babah m ayor : pem im pin atau kepala masyarakat kampung Pecinan. Cornice : Hiasan berupa molding m em ahkotai entablature. Bentuknya

dengan aliran atau gaya

Cultuurstelsel

: Sistem Tanam Paksa

Desentralisasi : Undang-undang yang mem uat kewenagan yang diberikan pemerintah pusat kepada kota madya atau gemeent e unt uk memerint ah dan mengatur daerahnya.

De Stijl : pecahan dari aliran Niuwe Kunt Doric : kolom batu yang mem iliki bentuk gemuk sederhana dengan

ketinggian 4-6 kaki. Dormer : jendela pada atap Gavel atau Gable : bidang horizontal atau segitiga yang berada di atas

jendela,berfun gsi utnuk m encegah sinar matahari atau air hujan masuk dalam ruangan.

Gem eente : kot amadya muncul setelah dicanangkannya Undang-undang

Desent ralisasi tahun 1903

Gubernem en : wilayah yang dikuasai secara langsung pemerintah kolonial Ionic : kolom batu yang ramping dengan m odel yunani atau romawi

tetapi pada bagian atas terdapat m ahkota atau hiasan yang lebih rumit dan indah dan lebih tinggi (9 kaki)

Indische em pire style : gaya arsitektur yang dipelopori oleh Deandels berkembang

ant ara tahun 19830-1900 Indo-Eropa : keturunan cam puran

Landhuizen : model rum ah peristirahatan orang-orang Eropa (Belanda) yang telah mengadopsi bentuk arsitektur lokal (Jawa). Landmark : bent uk yang m enonjol atau ciri dari sebuah kota Nieuwe Indische Stad : pusat kota baru

xiii

Niewe kunt : sebutan bagi cabang arsitektur art-neauveau versi Belanda Oculus : Jendela atau lobang ventilasi, berbent uk lingkaran Order : Susunan kolom dengan entablature

Oud Indische Stad

: pusat kota lam a Ondernem ing : perkebunan

Opzichterplus : pengawas bangunan yang merangkap perencana gam bar

bangunan.

Pakhtuis mester

: penjaga gudang

Pediment : kontruksi dari arsitekt ur klasik, berbentuk segitiga diujung atap yang berbentuk pelana (dua sisi miring) Pilaster

: kolom penguat yang m enyatu dengan dinding. Rust en Orde : keamanan dan ketertiban Societiet : kepanjangan dari Soos yang merupakan pusat pertemuan

yang bersifat informal bagi kalangan elite Eropa atau elite

pribum i dan eksklusif. Tym panum : bidang segitiga atau lengkung pada pediment .

Vorstenlanden

: tanah-t anah kerajaan Wijkenstelsel : pem bagian pemukiman berdasarkan ras atau etnis

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halam an

1. Gambar Tentang Bangunan-Bangunan T ua di Batavia .................................. 128

2. Peta Batavia dan sekitarnya tahun 1909an…………………………………….. 133

3. Peta Batavia dan sekitarnya tahun 1920an ..................................................... 134

xv

ABSTRAK

DESCA DWI SAVOLT A S C0504018. Skripsi: Arsitektur Indis Dalam

Perkembangan Tata Kota Batavia Abad 20 . Jurusan Ilm u Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakart a.

Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu : (1) Bagaim ana perkembangan arsitekt ur Indis di Batavia pada awal abad 20. (2) Fakt or-fakt or apa yang mempengaruhi arsitektur Indis terhadap perkem bangan kot a Batavia.

Tujuan penelitian ini adalah untuk m engetahui : (1) Perkembangan arsitektur serta bentuk dan strukt ur Indis di Batavia awal abad 20, (2) Mengetahui seberapa

besar pengaruh arsitekt ur Indis terhadap perkembangan kota Batavia. Sejalan dengan tujuan penelitian tersebut, m aka penelitian ini m enggunakan metode sejarah yang m eliputi empat tahap, pert ama adalah heuristik yang merupakan langkah awal dalam m encari sum ber data baik lisan maupun tulisan, kedua adalah kritik sumber yang bert ujuan untuk m encari keaslian data, ketiga adalah interpretasi merupakan penafsiran fakta-fakt a yang dim unculkan dari data yang diseleksi, keem pat adalah historiografi yang m erupakan penulisan dari kumpulan data tersebut. Data primer diperoleh dari koleksi arsip perpustakaan Reksopustoko Mangkunegaran.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kota Batavia merupakan, pusat penguasa kolonial di Indonesia, konfigurasi penduduk besert a wilayah pem ukimannya sudah berkiblat pada bentuk kemajem ukan. Sem enjak tanggal 1 April 1905, ibu kota Batavia menjadi gem eente (kotapraja) dengan wakil sendiri. Percampuran dua budaya yang ada antara budaya Belanda dengan budaya lokal Indonesia yang m enim bulkan budaya baru yang didukung penduduk kepulauan keragam an budaya Indonesia disebut budaya Indis atau Belanda-Jawa. Arsitekt ur merupakan sebuah perpaduan dua budaya, karya seni dan pengetahuan tentang bangunan membicarakan keindahan nilai dari seni. Arsitek sebagai orang ahli unt uk sebuah bangunan tersebut. Gaya indische em pire selam a abad 19 sam pai awal abad 20 di Batavia banyak diterapkan pada bangunan-bangunan pem erintahan, tempat peribadatan sert a pada bangunan rumah tinggal. Perkem bangan arsitekt ur pada awal abad ke 20 sam pai tahun 1920-an yang cenderung mengadopsi bentuk dan gaya bangunan barat , pada tahun 1930 m ulai mendapatkan kritik dari beberapa arsitek. Mereka m engangap bahwa kot a pada periode ini berciri kota kolonial atau kot a barat karena berbagai unsur didalam kota mulai terpengaruh oleh budaya barat mulai dari cara hidup dan bentuk-bent uk bangunan. Nam un dem ikian tidak dapat dipungkiri bahwa para pengelola kota dan para arsitek Belanda, tidak sedikit menerapkan konsep lokal atau tradisional di dalam merencanakan dan mengem bangkan sebuah kot a, pem ukiman dan bangunan- bangunan.

xvi

BAB I PENDAH ULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang terdiri atas pulau-pulau dan dikelilingi lautan yang luas. Letak geografis Indonesia tersebut berpengaruh terhadap perkem bangan kot a-kota di Indonesia. Kota-kota tua di Indonesia berada di daerah pedalam an yang berada di sekit ar sungai-sungai besar dan daerah pant ai Jawa sert a pulau-pulau besar yang lainnya. Kot a-kota tua tersebut selalu terletak berdekat an dengan pusat-pusat pemerintahan di kerajaan yang menawarkan keamanan bagi kot a-kota itu.

Kot a-kota tua yang terdapat di Indonesia, baik kota pedalam an maupun kot a pesisir pant ai, mempunyai ciri-ciri yang berbeda kota-kota di daerah pedalam an m erupakan pusat-pusat administratif, sehingga dari kot a ini raja memiliki wewenang unt uk mengatur wilayah yang ada di sekitarnya. Kota pedalam an mempunyai fungsi mem berikan berbagai macam barang dan jasa untuk kerat on. Kot a itu juga menikmat i kemegahan yang m elim pah dari istana kerajaan. Pant ai kot a pesisir m em punyai atm osfer yang lebih kosmopolitan. Pedagang asing dan pengrajin ahli m erupakan porsi penduduk yang besar di kota pesisir. Kot a pesisir sangat terpengaruh oleh berbagai kontak dengan negara asing. Para pedagang dan pekerja ahli dikelompokkan dalam wilayah menurut negara

asal di bawah kepala kelompok mereka. 1

Wertheim, W .F, Masyarakat Indonesia Dalam Transisi; Studi Perubahan Sosial. (Yogyakarta: Tiara W acana), 1999, hlm. 133.

Sekit ar abad 18 perkembangan kota di Indonesia mengalami babak yang baru. Hal ini terjadi atas prakarsa Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen yang ingin m em bangun sebuah tiruan dari kota Belanda lama dalam bent uk Batavia, yang berada di pantai utara Jawa. Jan Pieterszoon Coen mempunyai keinginan untuk mengisi kot a Batavia dengan warga Belanda dan juga ingin m emindahkan karakter dan budaya borjuis Belanda ke Indonesia. Kota itu dengan cepat berkem bang m enjadi Kot a T imur yang khas dan mem berikan contoh akulturasi

yang sangat terstrukt ur. 2 Sejak dari awal pembent ukannya sebagai kota, Batavia dijadikan pusat penguasa kolonial di Indonesia, konfigurasi penduduk besert a wilayah pemukimannya sudah berkiblat pada bentuk kemajemukan.

Kebijaksanaan kolonial menetapkan bahwa wilayah-wilayah tert entu dipakai unt uk pemukiman penduduk dari asal daerah kelom pok etnis tert entu. Pengaturan wilayah dengan kelom pok pem ukim annya dilaksanakan melalui kepala-kepala kelompok suku bangsa yang diangkat oleh Pemerintah Kolonial. Mereka diberi jabatan sebagai Kom mandant, Luitnant, Kapiten atau Majoor. Maka dari itu terlihat jelas bahwa pola pem erint ahan secara tidak langsung berasal dari VOC di Hindia Belanda, yang dalam adm inistrasi Binnenlands Bestuur

dianut pelapisan antara Europees Bestuur dan Inlands Bestuur. 3 Pada awal peralihan dasawarsa terakhir abad 19, pembaharuan

adm inistrasi pem erint ah di Residensi Batavia telah m em buat konsepsi pengelompokan etnis ini. Akan tetapi, dasar pembagian ras dalam soal

Ibid, hlm. 135. 3 Djoko Soekiman. Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat Pendukungnya di Jawa ( Abad XVIII-Medio-Abad XX ,(Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya), 2000, hlm:194.

kependudukan dan susunan wilayah pem ukiman tetap dipertahankan. Bagaim anapun juga, pengelom pokan etnis dan pemisahan pem ukiman berdasarkan ras dalam suatu kebijakan kolonial tidak sepenuhnya mampu membuat dikot om i m utlak. T ata pemukiman penduduk kot a pada abad 19 di Jawa menunjukkan secara jelas akan adanya m acam-macam golongan masyarakat kolonial yang ada di Residensi Batavia.

1. Di bagian kota tertentu terdapat kompleks rumah tembok (loji) berhalaman luas dengan bangunan berat ap tinggi. Ini adalah pem ukiman golongan Eropa atau golongan elit pribumi.

2. Daerah Pecinan umumnya merupakan kelompok bangunan padat penduduk dan rapat satu sam a lain, rum ahnya berat apkan pelana lengkug, bagian m uka rumah dipakai untuk berjualan, usaha pert okoan, atau pelayanan yang lain. Gaya bangunan yang seragam dari para penduduk Cina cenderung mendekati gaya bangunan Belanda lazim nya kompleks Pecinan t erletak di dekat pasar kota di tepi jalan raya.

3. Kampung adalah tempat tinggal khusus bagi golongan pribumi. Biasanya rum ahnya beratap pelana (kam pung) dari ijuk, daun rumbia (dadhuk) sejenis palem atau gent ing yang pada waktu itu (abad 19) jumlahnya masih sedikit. Biasanya rum ah bangsa pribum i sangat kontras dengan tempat pemukim an suku-suku lainnya, baik dilihat dari kualitas bahan bangunan, sanitasi maupun lingkungannya.

Batavia menjadi pusat pelabuhan laut timur atau Asia T imur pada abad ke-

18. Sisa dari Belanda hanya rumah-rum ah dengan kanal-kanal berbentuk kaku, mempunyai cerobong tidak menyebarkan suasana borjuis tetapi m enyebarkan

wabah dan kemat ian. 4 Pada pertengahan abad ke-18, ketika masih bernama Batavia, Jakart a sudah terkenal di dunia sebagai salah satu kot a pant ai yang

menjadi pusat perdagangan di Timur Jauh. T ak mengherankan, ket ika itu Jakart a dijuluki sebagai "Queen of The East". Pem erint ahan Hindia Belanda sangat mengandalkan Jakarta sebagai pelabuhan dan pusat perdagangan di T im ur Jauh. Apalagi ket ika tahun 1886 dibangun pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan modern. Hal membuat peran Jakart a semakin penting dan diperhit ungkan, sekaligus menjadi pengimbang dalam perdagangan dunia yang kian dinamis setelah pem bukaan Terusan Suez pada tahun 1869. Sebagai kot a yang pent ing dan diperhitungkan di dunia, pembangunan dan pengembangan Batavia ket ika itu tidak lagi hanya sebagai kota dagang dan persinggahan. Batavia ditujukan menjadi daerah koloni yang nyaman sesuai selera orang Eropa. Oleh karena itu, pem erintahan Hindia Belanda memindahkan pusat pem erint ahan dari Oud Batavia (kota lama) ke Weltevreden, dengan mem bangun kota baru.

Berbagai gaya arsitekt ur bangunan Eropa yang telah diadaptasikan dengan iklim tropis dim asukkan dalam penataan dan pelaksanaan kota. Sarana dan prasarana pun dibangun dalam skala sebuah kot a besar. Sistem perusahaan bebas, yang dianut sebagai prinsip umum ekonom i sejak tahun 1870 mem punyai art i

4 F. De Haan, Oud Batavia. (Batavia: Genootschap Van Kunsteen En W etenschappen) , 1922, hlm. 12.

pent ing dalam bidang pembangunan perkotaan. Hal tersebut tidak hanya dalam pengert ian meningkatkan perdagangan dan meningkatkan industri pada tahun- tahun selanjutnya sehingga m engakibatkan kenaikan cepat pada populasi perkotaan, tetapi juga inisiatif individual yang tidak terkendalikan yang tam pak jelas dalam luasnya skala perluasaan kota.

Bent uk bangunan rumah tinggal para pejabat pemerintahan Hindia Belanda yang memiliki ciri-ciri perpaduan ant ara bent uk bangunan Belanda dan rum ah tradisional disebut dengan arsitekt ur Indis. 5 Selain bangunan rumah tinggal arsitekt ur Indis juga terdapat pada bentuk bangunan gedung pemerintahan bent uk rum ah tradisional Jawa ditent ukan oleh beberapa bangunan atapnya. Menurut pengertian orang Jawa, pada dasarnya ada em pat macam bentuk rumah, yaitu bent uk joglo, bent uk limasan, bent uk kampung, dan bent uk masjid. Kem udian melalui proses yang berlahan-lahan sert a adanya pertim bangan fungsi dan pengaruh budaya, m aka m asing-m asing bent uk mengalami perkem bangan sehingga m enjadi banyak macam nya.

Bent uk bangunan rum ah tempat tinggal dengan ukuran yang besar dan luas dengan perabot yang m ewah dapat dipergunakan sebagai tolak ukur derajat dan kekayaan pemilik rumahnya. Selain itu, gaya hidup mereka dapat menjadi lam bang prestise dan status sosial yang tinggi, sehingga berbagai macam sim bol ditunjukkan untuk m em beri gambaran secara nyata antara prestise jabatan, penghasilan yang tinggi dan tingkat pendidikannya. Bangunan-bangunan bergaya Belanda di Indonesia banyak memperhat ikan pada penghawaan dan pencahayaan

5 Parmono Atmadi. “ Arsitektur Tempat Tinggal, Pengaruh Hindu, Cina, Islam, dan Moder” . Seminar Arsitektur Tradisional di Surabaya, 8 Januari 1986, (Yogyakarta: Javanologi) 5 Parmono Atmadi. “ Arsitektur Tempat Tinggal, Pengaruh Hindu, Cina, Islam, dan Moder” . Seminar Arsitektur Tradisional di Surabaya, 8 Januari 1986, (Yogyakarta: Javanologi)

Model bangunan sepert i ini banyak digunakan oleh para arsitek Belanda. 6 Percam puran gaya hidup Belanda dengan gaya hidup pribum i khususnya

Jawa ini disebut sebagai gaya hidup Indis. Suburnya budaya Indis pada awalnya didukung oleh kebiasaan hidup m em bujang para pejabat Belanda. Dengan dem ikian, larangan m em bawa istri (kecuali pejabat tinggi) dan mendatangkan wanita Belanda ke Hindia Belanda mengakibatkan terjadinya percam puran darah yang m elahirkan anak-anak cam puran dan menum buhkan budaya dan gaya hidup

Belanda-pribum i yang disebut dengan gaya Indis. 7 Gaya Indis bukan lagi dim iliki oleh orang-orang Belanda di Hindia semata, namun telah menjadi ciri khas tersendiri bagi masyarakat m odern di Batavia pada awal abad 20 dengan diwakili oleh gaya arsitektur Indisnya.

Pada awal Abad 20, di Eropa sedang populer penataan kota taman (garden city ) dan Ir. T homas Karsten adalah salah seorang planolog taman saat itu. Tak

heran di Batavia pun m uncul peraturan unt uk membangun tam an-t aman kota. Sejak itu, berm unculan taman-t aman kota. Dan Batavia sem akin cantik dengan adanya Wilhelminapark (kini kompleks Masjid Istiqlal), From bergspark (kini Tam an Chairil Anwar), Decapark (taman di depan Istana Merdeka), sert a Burgerm eester Bisschopplein (kini T aman Surapati). Pengaruh tersebut (penat aan kot a taman) terlihat saat m engembangkan Menteng. Kawasan yang diam bil dari

Yulianto Sumalyo, Arsitektur Kolonial Belanda Di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press), 1993, hlm 41. 7

Ibid, hal: 8

van Muntinghe, pem ilik awal lahan di Menteng itu, dibangun m enjadi kawasan prestisius. Bahkan proyek ini dikuatkan oleh Peraturan BBV (sekarang Perda) 1919. Dibentuk pula badan Bowploeg, sebagai pengarah pem bangunan. Pola penataan ruang kota disesuaikan dengan syarat kot a m odern. Jalan utama Nassau Boulevard (kini Jalan Imam Bonjol) dan Oranye Boulevard (kini Jalan Diponegoro) m erupakan arteri, dengan titik pertemuan di Bisschoplein (Taman Surapati) dengan van Heuzt Boulevard. Untuk mem bangun vila-vila, sengaja diundang arsitek-arsitek Eropa. Di sinilah awal berkembangnya seni arsitektur Indotropis. Menteng yang dulunya terdiri dari Niew Gondangdia dan Ment eng, merupakan salah satu contoh perancangan kot a modern pert am a di Indonesia. Menteng dibangun oleh developer swasta NV (sekarang PT) de Bouwploeg yang dipimpin arsitek PJS Moojen yang tampaknya juga merencanakan tata letak dasar keseluruhan kawasan tersebut. Strategi perunt ukkan lahan kot a di Batavia,

mengadaptasi Sistem Zoning yang telah dikembangkan di kota-kota Eropa, tetapi sebenarnya sejak tahun 1930 metoda perunt ukkan lahan kota telah diperkenalkan.

Misalnya di sebelah utara, Oud Batavia (kota tua), dipertahankan sebagai kawasan perdagangan. Di tengah, yaitu Noordwijk (kini Jalan Juanda), Rijswijk (kini Jalan Veteran), sam pai Pasar Baru dijadikan sebagai kawasan campuran ant ara pert okoan, perkant oran, arena hiburan dan hotel-hotel.

Di sebelah selatan, yakni Koningsplein (kini kawasan Monas) sebagai perkant oran dan pemukiman. Setelah abad ke-20 Koningsplein berkem bang sebagai pusat pem erint ahan. Pada tahun 1818, Daendels-lah yang pertama kali membuka lapangan seluas 1 x 0,85 km ini sebagai tempat latihan militer.

Peningkatan peran kawasan ini (sekarang Monas), diawali ket ika istana Wat erloplein (kini Gedung Depart em en Keuangan di Lapangan Bant eng) ditetapkan sebagai kantor pem erint ahan. Oleh karena itu, Gubernur Jenderal berdiam di Rijswijk (kini Istana Merdeka). Tempat itu kem udian dibangun menjadi istana dengan dua wajah, yakni m enghadap Rijswijk (kini Istana Merdeka) dan Koningsplein (kini Istana Negara). Di sekeliling Koningsplein berdiri pula rumah-rumah mewah kediaman para pem besar pemerint ahan Hindia Belanda disusul bangunan pent ing sepert i Museum (kini Museum Gajah). Kantor Gem eenteraad, Recht shoogeschool atau Sekolah Tinggi Hukum (kini Kantor Hankam), Kant or Pelayaran Nederland & Rotterdamsche Indische Radio Om roep Maatschappij atau disingkat NIROM (kini RRI), kantor perusahaan minyak Koloniale Petroleum Verkoop Maatschappij (KPM) dan Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM). Sebagai kota tua dan kuno, terkadang sejarah dan berbagai

hal yang ada tent ang Batavia belum banyak terkuak . Gam baran yang ada hanya mencakup adm inistrasi birokrasi dari struktur pemerint ahan yang simbolik sepert i

pada seni bagungan gaya Indis, sehingga mempengaruhi penataan ruang kota. 8 Penulisan skripsi ini penulis m engambil tahun 1900-1930 dikarenakan pada tahun 1900 awal berkembangnya bangunan Indis di Batavia. Untuk pem batasan waktu penulis mengam bil hingga tahun 1930 karena pada tahun tersebut para arsitek lulusan Belanda banyak berdatangan ke Hindia Belanda yang mengakibatkan perubahan gaya bangunan yang lebih m odern.

8 Grace Pamungkas, "Queen of The East"&W eltevreden ,<http:/renais.i-

2.co.id/artikel.html> (diakses tgl 8 desember 2008 pukul 08.00)

Dengan latar belakang yang telah diuraikan di atas m aka penulis menngadakan penelitian dengan judul “Arsitektur Indis Dalam Perkem bangan Tata Kota Batavia Awal Abad 20”.

B. Perumusan Masalah

Dari tema dan pem bahasan tersebut, maka ada beberapa permasalahan yang akan diungkapkan permasalahan tersebut yakni:

1. Bagaimana perkembangan arsitektur Indis di Batavia pada awal abad 20?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi arsitektur Indis terhadap perkem bangan kot a Batavia ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari latar belakang dan perm asalahan di atas, maka penelitian ini bert ujuan untuk :

1. Mengetahui perkembangan arsitektur serta bentuk dan struktur Indis di Batavia awal abad 20.

2. Mengetahui seberapa besar pengaruh arsitektur Indis terhadap perkem bangan kot a Batavia.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Akademis. Penelitian ini secara akademis diharapkan dapat m enambah khasanah keilmuan dan m em berikan m anfaat, sebagai sumbangan pem ikiran dan pengem bangan studi sejarah, khususnya tent ang kemajuan arsitekt ur di Indonesia pada m asa kolonial Belanda, yang terdapat di kota-kota besar di Indonesia yang salah satunya adalah Batavia

2. Secara Praktis. Kajian ini sem oga dapat dijadikan bahan referensi bagi akademisi khususnya mahasiswa sejarah dan arsitekt ur sert a Pemerint ah Kota Jakart a dalam melihat perkembangan arsitektur kolonial yang ada dikawasan Kota Lama. Sebagai bahan tinjauan bagi peneliti lain yang akan mengadakan penelitian serupa dim asa yang akan datang.

E. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan pada masalahan yang akan diteliti dan unt uk memperm udah pem ahaman serta agar tidak menimbulkan salah pengert ian, m aka perlu diberikan definisi yang berhubungan dengan perm asalahan yaitu m engenai perkem bangan arsitekt ur pada m asa pemerintahan kolonial Belanda di Batavia pada awal abad

20. Dalam hal ini, beberapa buku acuan yang berhubungan dengan permasalahan di atas antara lain:

Djoko Soekim an, dengan judul Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Pendukungnya di Jawa (Abad XVII-Medio Abad XX) (2000) Buku tersebut

mendiskripsikan kehidupan masyarakat Indis dengan datangnya bala tentara Jepang di Hindia Belanda. Di dalam nya dibahas secara rinci tentang budaya Indis yang merupakan perpaduan ant ara budaya Barat dan unsur budaya Timur, khususnya Jawa. Buku tersebut m em bahas tent ang hasil-hasil karya budaya tersebut yang mencakup seni dan pola-pola pem ukiman, serta penggunaan ragam - ragam hias pada rum ah tinggal bergaya Indis. sepert i yang terdapat pada pola pem ukiman yang ada di Batavia.

F. De. Haan, dalam Oud Batavia (1922) m enggam barkan tentang datangnya bangsa Eropa ke Batavia, keadaan sosial masyarakat, dan pola pem ukiman. Buku tersebut menjelaskan m engenai sistem pemerintahan, perkem bangan kota Batavia, serta sarana dan prasarana pendukung sepert i pendidikan, sanitasi, alat transportasi, dan pasar. Buku ini menjadi salah satu referensi yang sangat pent ing bagi penelitian ini dan m em berikan banyak informasi m engenai keadaan Batavia pada jaman pra gem eente.

Mona Lohanda, Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia (2007) menjelaskan tentang sejarah politik, sejarah pembesar atau lebih disebut dengan para pejabat-pejabat yang memimpin Batavia, sert a kehidupan sosial budaya para pejabat-pejabat pada m asa mereka pimpin sert a kehidupan masyarakat pada masa mereka m emimpin. Buku ini juga m enceritakan tentang kehidupan Gubernur Jenderal, Kapit an Cina, Kapitan Arab, Komandan Pribumi beserta aparatusnya dengan para istri serta para nyai-nyainya, term asuk juga bermacam -macam kebijakan dan perat uran yang mereka buat yang mempersulit m asyarakat.

H.C.C Clockener Brousson, Batavia Awal Abad 20 (2007) Buku ini menjelaskan tentang gam baran kehidupan sosial kem asyarakatan yang lengkap tent ang kehidupan di tangsi m iliter hingga keunikan Batavia sert a kehidupan masyarakat Batavia yang kosm opolitan, serta m enggam barkan situasi Batavia awal abad 20 sepert i perkampung Pecinan di kawasan Glodok, sarana dan prasarana pendukung Batavia, keindahan daerah Weltevreden, tempat-tem pat peribadatan dan pelesiran khas Batavia. Buku ini memberikan pengetahuan H.C.C Clockener Brousson, Batavia Awal Abad 20 (2007) Buku ini menjelaskan tentang gam baran kehidupan sosial kem asyarakatan yang lengkap tent ang kehidupan di tangsi m iliter hingga keunikan Batavia sert a kehidupan masyarakat Batavia yang kosm opolitan, serta m enggam barkan situasi Batavia awal abad 20 sepert i perkampung Pecinan di kawasan Glodok, sarana dan prasarana pendukung Batavia, keindahan daerah Weltevreden, tempat-tem pat peribadatan dan pelesiran khas Batavia. Buku ini memberikan pengetahuan

Juga karya Supratikno Rahardjo, Kota-Kota Prakolonial Indonesia Pertum buhan Dan Keruntuhan (2007) m enguraikan tentang kota-kota prakolonial di Indonesia yang dapat dikelom pokkan ke dalam dua kategori wilayah pert um buhan, yaitu wilayah-wilayah dengan basis ekonom i pertanian sawah dan wilayah-wilayah dengan basis ekonomi perladangan. Kot a-kota yang term asuk dalam kategori pertama (disebut dengan prosum tif) cenderung memiliki kekuatan besar untuk dapat m enghidupi keperluan sendiri dan bahkan dapat m em asok kebutuhan masyarakat luar. Sebaliknya kota-kota yang kategori kedua, yang disebut dengan konsumt if cenderung tidak m em punyai kekuatan besar untuk memenuhi kebutuhan pokoknya sendiri, tetapi dapat berkembang dengan mengandalkan akt ifitas perdagangan dengan dunia luar. Karena sifat keduanya yang berlawanan dalam aspek ekonomi, maka m em bawa akibat yang berbeda pula dalam cara-cara kota-kota tersebut tumbuh dan runtuhnya.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini m enggunakan bentuk penulisan diskripsi analitis. Untuk mendukung adanya penulisan tersebut diperlukan adanya data atau sum ber- sum ber yang dijadikan dasar dalam penulisan ini. Unt uk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data yang diperoleh dari studi dokumen dan buku-buku yang berkaitan dengan tema. Dari data yang berhasil dikum pulkan kemudian analisa dan dicari hubungan sebab- Penelitian ini m enggunakan bentuk penulisan diskripsi analitis. Untuk mendukung adanya penulisan tersebut diperlukan adanya data atau sum ber- sum ber yang dijadikan dasar dalam penulisan ini. Unt uk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data yang diperoleh dari studi dokumen dan buku-buku yang berkaitan dengan tema. Dari data yang berhasil dikum pulkan kemudian analisa dan dicari hubungan sebab-

1. Lokasi Peneliti an

Lokasi penelitian yang dilaksanakan adalah di sekitar Museum Fattahillah, sepert i di Jalan Kali Besar Tim ur, Kali Besar Barat, Jalan Kantor Pos, Jalan Malaka, perkam pungan Pecinan di kawasan Glodok, Menteng, Cikini, kawasan Lapangan Monas, dan di kawasan kota lam a yang di jaman kolonial Belanda bangunan tersebut dipergunakan sebagai pusat pemerint ahan pada abad 18 sampai awal abad 20 . Peneliti memilih lokasi ini dikarenakan di kawasan tersebut banyak terdapat berbagai peninggalan bangunan-ban gunan yang berarsitektur Indis.

2. Metode Peneliti an

Penelitian ini adalah penelitian sejarah, sehingga metode yang relevan digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Proses metode

sejarah ada empat t ahap yaitu:

a. Heuristik, yaitu suatu proses pengumpulan bahan atau sumber-sumber sejarah. Dalam proses ini peneliti m engumpulkan bahan-bahan di perpustakaan Museum Fatahillah, karena ditempat tersebut banyak terdapat sum ber-sum ber primer yang sangat m em bant u dalam penulisan penelitian ini .

b. Kritik sumber yang bertujuan untuk mencari keaslian sumber yang diperoleh m elalui kritik intern dan ekstern. Kritik intern bert ujuan dilakukan untuk mencari keaslian, isi sumber, digunakan untuk b. Kritik sumber yang bertujuan untuk mencari keaslian sumber yang diperoleh m elalui kritik intern dan ekstern. Kritik intern bert ujuan dilakukan untuk mencari keaslian, isi sumber, digunakan untuk

c. Interpretasi yaitu penafsiran terhadap suatu fakta-fakta yang diperoleh dari data-data yang telah diseleksi dan telah dilakukan kritik sum ber. Fakta yang ada diperoleh penulis dari arsip dan sebagian besar Koran m aupun majalah kem udian diseleksi dan dianalisis sesuai dengan permasalahan yang ada.

d. Historiografi atau penelitian sejarah, yaitu menyampaikan sumber yang diperoleh dalam bentuk kisah sejarah atau penulisan sejarah. T ujuan

kegiatan ini adalah merangkai fakta-fakt a m enjadi kisah sejarah dari bahan sum ber-sumber yang belum merupakan suatu kisah sejarah.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Studi Dokumen Studi dokumen ini unt uk m emperoleh data-data primer yang berhubungan dengan arsitektur Indis yang berada di kawasan kot a lama, khususnya data tentang asal m ula kawasan kota lam a yang pada waktu a. Studi Dokumen Studi dokumen ini unt uk m emperoleh data-data primer yang berhubungan dengan arsitektur Indis yang berada di kawasan kot a lama, khususnya data tentang asal m ula kawasan kota lam a yang pada waktu

1934 No 686, Staatsblad van Nederlandsc Indie 1934 No 109, 9 art ikel dan beberapa foto-fot o dikawasan Kot a Lam a sepert i foto gedung

Javasche Bank Batavia tahun 1927, foto Kant or lam a BPM (Bataafsche Peetroleum Maatschappij) yang diperoleh dari koleksi KIT LV dan dari beberapa buku eksklopedia tentang Batavia Tempoe Doeloe..

b. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan sebagai bahan pelengkap dalam sebuah penelitian. Dalam penelitian ini sum ber pustaka yang digunakan adalah yang berkaitan dengan tema penelitian. T ujuan dari studi pustaka adalah untuk m enambah pemahaman teori dan konsep yang diperlukan dalam penelitian. Sum ber pustaka yang digunakan antar lain buku-buku yang berhubungan dengan kebudayaan indis sert a arsitektur kolonial di Batavia, m ajalah, surat kabar, artikel yang berisi tentang kehidupan masyarakat pada awal abad 20, dan sumber lain yang mem berikan informasi tentang tema yang diteliti.

9 Abdurachman Surjomiharjo, Sejarah Pemerintahan Kota Djakarta. (Jakarta: Dinas Museum & Sejarah Jakarta), 1973, hlm 92-94.

4. Teknik Analisa Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi analitis. Deskripsi analitis art inya m enggam barkan suatu fenomena beserta ciri- cirinya yang terdapat dalam fenom ena tersebut berdasarkan fakt a-fakta yang tersedia. Tahap selanjutnya adalah diadakan analitis, interpretasi, dan penafsiran isi. Data-data yang telah diseleksi dan diuji kebenarannya itu adalah fakta- fakt a yang akan diuraikan dan dihubungkan sehingga m enjadi kesatuan yang harmonis, berupa kisah sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan

kebenarannya. 10 Selain itu teknik yang digunakan untuk m enganalisa data penelitian ini adalah analisa historis. Yaitu analisa untuk mencari hubungan sebab akibat dari suatu fenomena historis pada ruang dan waktu tert entu.

H. Sistem ati ka Penulisan

Sistematika dalam penulisan ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Bab I merupakan bab pendahuluan yang berisi tent ang latar belakang

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, m anfaat penelitian, kajian pustaka, m etode penelitian yang meliputi metode dan t eknik analisis data.

Bab II membahas m engenai gambaran um um wilayah Batavia dijelaskan mengenai awal berdirinya kota Batavia, wilayah Batavia, pem ukiman penduduk, keadaan demografis, keadaan sosial, ekonom i dan migrasi dan populasi penduduk di Batavia awal abad 20..

Nugroho Notosusanto, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer. (Jakarta: yayasan Indayu), 1978, hlm. 36.

Bab III m embahas m engenai perkembangan kota Batavia awal abad 20 dijelaskan mengenai administratif, pola pem ukiman m asyarakat Indis di Batavia, lingkungan pemukim an distrik Batavia dan lingkungan pem ukiman distrik Weltevreden.

Bab IV.dalam bab ini m em bahas tent ang kemajuan arsitekt ur Indis di Batavia awal abad 20 yang beisi tentang perkembangan arsitekt ur Indis di Batavia, gaya dan susunan bangunan Indis, ornam en pada bangunan Indis sert a arsitek-arsitek yang berkarya di Batavia.

Bab V berisi kesim pulan dari keseluruhan pembicaraan yang telah dibahas. Seusai bab penutup dilanjutkan dengan disajikannya daft ar pustaka yang memuat literat ur dan lam piran yang menjadi sumber pendukung dalam penelitian ini.

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH BATAVIA

A. Awal Berdirinya Kota Batavia

Batavia selama rentang waktu yang cukup panjang, telah mengalami proses perkembangan dan perubahan pesat, terlebih karena posisinya sebagai kota pelabuhan dan perdagangan paling ramai di Nusantara. Kota Batavia juga telah mengalami beberapa kali pergantian nama seiring dengan terjadinya pergantian kekuasaan di sana. Sejarah kota Batavia erat hubungannya dengan kota pelabuhan. Batavia pada awalnya bernama Sunda Kelapa yang merupakan ibukota pelabuhan Kerajaan Pakuan Pajajaran dalam masa kerajaan Islam. Sunda Kelapa pada masa itu merupakan salah satu pelabuhan terpenting di pesisir utara Pulau Jawa bagian barat. Pelabuhan tersebut terletak dimuara Sungai Ciliwung yang dapat menghubungkan langsung kota

pelabuhan dengan pusat kerajaan di Bogor. 1 Pada masa itu banyak pedagang dari Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, serta

dari pulau Jawa dan M alaka yang datang ke sana dengan menggunakan kapal-kapal. Sunda Kelapa juga menjadi tempat diperolehnya komoditas yang dicari dan diminati

1 Profil Profinsi Republik Indonesia : DKI Jakarta, (Jakarta : Yayasan Bhakti Wawasan Nusantara), 1992, hlm. 13.

para pedagang Asia Barat dan Cina, 2 yaitu antara lain rempah-rempah khususnya lada, beras, kayu cendana, air mawar, akar wangi, dan biji-bijian. 3

Pesatnya aktivitas perdagangan di Sunda Kelapa tidak lepas dari pengaruh jatuhnya M alaka ke tangan Portugis pada tahun 1511. Pedagang-pedagang Islam yang semula berdatangan ke M alaka menjadi segan untuk berhubungan dengan pedagang- pedagang portugis, di samping mereka orang asing, juga beragama Nasrani. Sebaliknya, orang-orang Portugis sendiri lebih suka pada pedagang-pedagang yang beragama Hindu. Akibatny a, tidak sedikit pedangan-pedangan Islam yang

mengalihkan jalur perdagangannya dari Selat M alaka ke Selat Sunda. 4 Portugis pun berniat meluaskan jaringan perdagangannya ke Sunda Kelapa,

antara abad XI dan XVI kerajaan Sunda dengan pusat kekuasaannya di Pakuan Padjajaran di landa kekacauan akibat pemberontakan dan penyebaran agama Islam yang masuk melalui Banten, Cirebon, dan Sunda Kelapa. Kekuatan kerajaan tersebut di gerogoti oleh serangkaian pemberontakan dari daerah-daerah yang ingin melepaskan diri dari Pakuan, seperti Cirebon, Ciamis, Telaga, dan Banten.

Ancaman paling serius datang dari Cirebon dan Banten. Untuk menghadapi ancaman tersebut, pada tahun 1521 kerajaan Padjajaran menjalin hubungan persahabatan dengan Portugis, kemudian pada tahun 1522 Gubernur d’ Albuquerque

2 S upratikno R, MPB. Manus dan P. Suryo, Sunda Kelapa sebagai pelabuhan di Jalur Sutra. (Jakarta : Depdikbud), 1996, hlm. 41-42. 3

Ibid., hlm. 54-55. 4

Ibid., hlm 46; lihat juga buku karya Susan Abeyasekere, Jakarta a History, (Singapore: : Oxford University P ress), 1987, hlm. 5-6.

yang berkedudukan di M aluku mengutus Henrique Leme berkunjung ke Padjajaran guna mendapatkan ijin mendirikan benteng di Sunda Kelapa. 5 Kerajaaan Padjajaran

menyambut baik maksud Portugis tersebut, kecuali karena alasan perdagangan, juga untuk melawan orang-orang M uslim yang makin banyak jumlahnya di Banten dan Cirebon. Pada tanggal 21 Agustus 1522 perjanjian tersebut di tanda tangani. Selanjutnya dibangunlah sebuah padrao (tugu batu) di pinggir Sungai Ciliwung

sebagai tanda perjanjian. 6 Kemajuan Bandar Banten, dkarenakan saudagar-saudagar M uslim yang

biasanya mengadakan transaksi perdagangannya di pantai barat Sumatera, melintasi Selat Sunda, itulah sebabnya yang ditaklukkan pertama kali oleh umat Islam, yang merupakan gabungan tentara Cirebon dan Demak adalah Bandar Sunda Kelapa dan Banten, Sultan Demak mempercayakan pimpinan pasukan dalam upaya menyerbu Bandar Sunda Kelapa kepada gurunya yaitu Tubagus Paseh yang nama lengkapnya adalah M aulana Fadhillah Khan Al Paseh Ibnu M aulana M akhdar Ibrahim Al Gujarat yang kemudian lebih dikenal dengan nama Fatahillah atau Falatehan.

Daerah Banten, di bawah pimpinan Fatahillah, orang-orang M uslim bergerak menuju Sunda Kelapa dengan bantuan pasukan Cirebon di bawah pimpinan Pangeran Cirebon, Dipati Keling dan Dipati Cangkuang berhasil menaklukkan Sunda Kelapa. Sunda Kelapa kemudian berganti nama menjadi Jayakarta yang berarti “Kemenangan sempurna”. Fatahillah kemudian diangkat sebagai kepala pemerintahan pertama di

5 Abdurracham Surjumihardjo, Pemekaran Kota Jakarta, (Jakarta: Djambatan), 1977, hlm. 9.

6 Ibid., hlm. 10.

bandar Sunda kelapa. Selanjutnya Bandar Sunda Kelapa atau jayakarta dimasukkan ke dalam kekuasaan Kerajaaan Banten.

Kesultanan Banten pada pemerintahan M aulana Hasanuddin mengalami kemajuan pesat dan sejak itu menjadi pusat penyebaran agama Islam ke seluruh wilayah Padjajaran, bahkan meluas sampai ke Lampung, Bengkulu, dan daerah lainnya. Sementara itu Jayakarta di bawah Pangeran Wijayakrama berkembang menjadi Bandar yang ramai dan menjadi pesaing Banten. Persaingan antara Banten dan jayakarta tersebut tidak berkembang sampai menjadi pertikaian yang serius.

Keberadaan Portugis di wilayah Asia dengan menunjukkan hasil perdagangan yang melimpah, menimbulkan keinginan orang-orang Belanda untuk mengirim utusannya. Pada tahun 1595, ekspedisi Cornelis de Houtman dikirim oleh perusahaan dagang Belanda “Van Vere Company” untuk mencari poros baru bagi perdagangan rempah-rempah di kepulauan Indonesia. Dua tahun kemudian (1597) empat buah kapal Belanda yang mengangkut pala, bunga pala, dan lada dalam perjalanannya ke Eropa, singgah di Bandar jayakarta dan Banten. Perjalanan tersebut memperoleh keuntungan sekitar 400 persen.

M elihat keuntungan yang berlipat tersebut, maka para pedangan Belanda mulai bersaing dan berlomba. Akibatny a, harga rempah-rempah di pasaran Eropa menjadi tidak terkendali. Untuk menghidari keadaan yang merugikan itu, maka pada tanggal 12 maret 1602 didirikanlah sebuah persekutuan dengan nama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Persekutuan dagang ini oleh pemeintahan kerajaan

Belanda di beri hak untuk mengatur administrasi pemerintahan sendiri, mengadakan perjanjian dengan raja-raja, dan juga untuk membuat uang sendiri. 7

Pada tahun 1602 Belanda mulai menancapkan kekuasaanyadi Bandar Jayakarta dan secara paksa mendirikan sebuah benteng di sekitar Teluk Jakarta yang diberinama Casteel Batavia (tepatny a 20 M aret 1602). Kastil Batavia ini selain berfungsi sebagai tempat pertahanan, juga dimaksudkan sebagai pusat persekutuan dagang VOC untuk wilayah Hindia bagian Timur. Sejak itulah Belanda memulai

penjajahannya si seluruh kepulauan Indonesia. 8 Dalam perkembangan selanjutny a, melihat letak Jayakarta yang strategis

untuk menyaingi Bandar M alaka dan Banten, Belanda (VOC) kemudian bertekad untuk mengusai dan mengembangkan Bandar jayakarta secara penuh. Pada tahun 1619 terjadi pertempuran antara orang Belanda melawan orang Inggris. Gubernur Jenderal VOC pada saat itu, Jan Pieterzoon Coen, terpaksa mencari bantuan dari pos Belanda di M aluku. Kedatangannya disusul dengan penyerbuan dan penghancuran kota Jayakarta yang terjadi pada tanggal 30 M ei 1619.

Setelah Inggris dapat di kalahkan oleh Belanda, maka di atas reruntuhan kota itu dibangunlah sebuah kota baru yang memiliki pola dan tata letak meniru kota-kota di negeri Belanda dan diperkuat pula dengan benteng-benteng. Benteng Jayakarta diubah namanya menjadi benteng Batavia, yang berasal dari kata Bataaf atau

7 P rofil Propinsi, Op. Cit. , hlm.14-15.

8 Jakarta dalam Angka, (Jakarta : kantor Statistik Propinsi DKI Jakarta), 1988, hlm. 1. Dalam Ervantia Restulita L.Sgai, 2002, Pemukiman Dan Penyakit Kolera Di Batavia. Skripsi Jurusan Ilmu

Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, hlm. 87.

Batavier , sebagai penghormatan pada suku bangsa leluhurnya, Coen akan menamainya Nieuw Hoorn, sesuai dengan nama kota kelahirannya di negeri Belanda

tetapi usulan itu ditolak oleh para pemimpin VOC. 9 Nama Batavia hanya dikenal di dunia Internasional, sedangkan penduduk asli