ANALISIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT FAJAR MAS KARYATAMA

ANALISIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT FAJAR MAS KARYATAMA

  Diajukan Oleh:

MARINDO PUTRA

  Email : Pembimbing I :

  FARIDAH

  Email : Pembimbing II :

  THANWAIN

  Email :

  Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Bosowa Makassar ABSTRACT Value Added Tax (VAT) is Tax that imposed on any apreciation in value of the goods or services in its circulation from producers to consumers. Through the calculation dan reporting is good, then the company may be said it has complied with the applicable rules in order to enhance the national development budget of the Government. PT Fajar Mas Karyatama as a company engaged intrade of goods subject to VAT, as in general make a purchase with Input Tax which may be credited. The purpose of this study to know whether the application of VAT and VAT underpayment or overpayment in accordance with law of VAT No. 42 of 2009. This study used a comparative method. The company will account for and report the delivery of Added Value Tax in the Notice Period of Added Value Tax (VAT Period SPT). VAT calculations made by company are the basis for the report required to implement Tax Laws for the companies. Conclusion is that application of VAT in the calculating and reporting of PT Fajar Mas Karyatama was almost accordance with the VAT Act applied and through the application of VAT, namely the purchase and sale of Taxable Goods so that the sum of the difference by the number of Input Tax or Output Tax generate VAT Less/More Pay at the end each mont, it ============================ is accordance with the Law of VAT No. 42 of 2009.

  Keywords : Value Added Tax (VAT), Input Tax, Output Tax.

  PENDAHULUAN

  Beragam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dilakukan oleh negara melalui pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan kegiatan yang terus berlangsung dan berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk melaksanakan pembangunan nasional dalam membiayai berbagai keperluannya pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana pembangunan tersebut salah satunya diperoleh dari penerimaan sektor pajak.

  Salah satu jenis pajak yang merupakan sumber penerimaan negara adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang menggantikan Pajak Penjualan (PPn) sejak

  1 April 1985. yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.11 Tahun 1994 dan Undang-Undang No.18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM. Undang-undang ini disebut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984. Dasar pemikiran pengenaan pajak ini pada dasarnya adalah untuk mengenakan pajak pada tingkat kemampuan masyarakat untuk berkonsumsi, yang pengenaannya dilakukan secara tidak langsung kepada konsumen.

  Pajak pertambahan nilai adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) ataupun Jasa Kena Pajak (JKP) didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha pajak ini memiliki ciri khas, yaitu mempunyai nilai tambah. Pajak Pertambahan Nilai lebih dikenal dengan sebutan pajak atas konsumsi (tax on consumption).

  Oleh karena itu. Secara teoritis, nilai tambah itu sendiri berarti suatu nilai yang merupakan hasil penjumlahan biaya produksi dan distribusi. Secara sederhana, nilai tambah dibidang perdagangan juga dapat diartikan sebagai selisih antara harga jual dan harga beli.

  PT Fajar Mas Karyatama yang beralamatkan Jl. Kalimantan No. 71, Makassar, merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan seperti material bahan bangunan, elektronik serta barang campuran. PT Fajar Mas Karyatama memiliki cabang di berbagai daerah di Sulawesi Selatan dan di Sulawesi Barat.

  Sistem yang dianut dalam perpajakan Indonesia adalah sistem self

  assessment . Dalam sistem ini, Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk

  menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya. Dan PT Fajar Mas Karyatama ditinjau dari kegiatan usaha dan sebagai salah satu wajib pajak tentu melakukan perhitungan pajak dalam aktivitas jual belinya, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan judul “Analisis Perhitungan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT Fajar Mas Karyatama ”.

  Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini ini “Apakah perhitungan dan pelaporan

  Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dilakukan oleh PT Fajar Mas Karyatama telah sesuai dengan prosedur dan undang-undang perpajakan UU No. 42 Tahun 2009 ? ”.

TINJAUAN PUSTAKA

  

Pajak adalah suatu iuran yang harus dibayar setiap warga negara yang bersifat

memaksa karena telah diatur sedemikian rupa dalam Undang-Undang yang dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dan hasil pembayaran pajak yang Wajib Pajak lakukan tidak langsung terlihat hasilnya.

  Secara umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terdiri dari dua komponen yaitu Pajak Masukan dan Pajak Keluaran. Menurut UU PPN No. 42 tahun 2009

  Pasal 1 ayat 24 dan 25 mengatakan bahwa: Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Penerimaan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak, sedangkan Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak

  ” . Subjek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yaitu orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, yang melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean dan atau melakukan ekspor BKP, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk ditetapkan sebagai PKP.

  Objek yang dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah sebagai berikut:

  1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;

  2. Impor Barang Kena Pajak; 3.

  Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;

  4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

  5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; 6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; 7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan

  8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

  Tarif dan Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah sebagai berikut:

1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

  Tarif PPN adalah 10% untuk penyerahan barang kena pajak/jasa kena pajak/barang tidak berwujud kena pajak di dalam negeri. Sedangkan untuk ekspor barang kena pajak/jasa kena pajak/barang tidak berwujud kena pajak dikenakan tarif 0%. (pasal 7 UU No. 42 tahun 2009)

  2. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Mekanisme PPN adalah mengurangkan Pajak Keluaran (PK) dengan Pajak Masukan (PM). Pajak Keluaran adalah

  1) PK > PM maka selisihnya adalah PPN yang harus disetor oleh

  Pengusaha Kena Pajak (Ps 9 (3) UU No. 42 tahun 2009) 2)

  PK < PM maka selisihnya adalah PPN yang lebih disetor dan dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau direstitusikan (Ps 9 (4), (4a), (4b) UU No. 42 tahun 2009). Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender yang disebut dengan Faktur Pajak gabungan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Faktur Pajak diantaranya : 1.

  Waktu Pembuatan Faktur Pajak a. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak; b. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan

  Jasa Kena Pajak; c. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau d. saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.

2. Ketentuan Pembuatan Faktur Pajak

  Faktur Pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak dengan ketentuan sebagai berikut : a.

  Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP atau penyerahan JKP.

  b.

  Setiap Faktur Pajak harus menggunakan Kode dan Seri Faktur Pajak yang telah ditentukan di dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

  c.

  Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan Pengusaha Kena Pajak dan dalam hal diperlukan dapat ditambahkan keterangan lain selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam butir a di atas. Pengadaan formulir Faktur Pajak dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak.

  d.

  Faktur Pajak paling sedikit dibuat dalam rangkap dua.

  e.

  Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani termasuk kesalahan dalam pengisian kode dan nomor seri merupakan Faktur Pajak cacat; f. Dalam hal rincian BKP atau JKP yang diserahkan tidak dapat ditampung dalam satu Faktur Pajak g.

  PKP wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama pejabat (dapat lebih dari 1 orang termasuk yang diberikan kuasa) yang berhak menandatangani Faktur Pajak disertai contoh tandatangannya kepada Kepala KPP di tempat PKP dikukuhkan paling lambat pada saat pejabat yang berhak menandatangani mulai menandatangani Faktur Pajak.

  h.

  Faktur Penjualan yang memuat keterangan dan yang pengisiannya sesuai dengan ketentuan pada huruf a di atas dapat dipersamakan sebagai Faktur Pajak. i.

  Atas Faktur Pajak yang cacat, atau rusak, atau salah dalam pengisian, atau penulisan, atau yang hilang, PKP yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut dapat membuat Faktur Pajak Pengganti.

3. Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak

  Peraturan Direktorat Jendral Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yakni sebagai berikut : Format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 16 (enam belas) digit, yaitu: a.

  2 (dua) digit pertama adalah kode transaksi; b. 1 (satu) digit berikutnya adalah kode status; c. 13 (tiga belas) digit berikutnya adalah nomor seri faktur pajak yang ditentukan olah Direktorat Jenderal Pajak (DJP);

  Sehingga format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak secara keseluruhan menjadi sebagai berikut :

  • . 0 0 .

  Kode Status Nomor Seri Faktur Pajak Kode Transaksi

  Kode transaksi Faktur Pajak diisi dengan ketentuan sebagai berikut : 1)

  Kode 01 digunakan untuk penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang terutang PPN dan PPNnya dipungut oleh PKP penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP. 2)

  Kode 02 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN Bendahara Pemerintah yang PPNnya dipungut PPN Bendahara. 3)

  Kode 03 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN lainnya (selain Bendahara Pemerintah) yang PPNnya dipungut oleh PPN lainnya (selain Bendahara Pemerintah). 4)

  Kode 04 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang menggunakan DPP Nilai Lain yang PPNnya dipungut oleh PKP penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP. 5)

  Kode 05 tidak digunakan 6)

  Kode 06 digunakan untuk penyerahan lainnya yang PPNnya dipungut oleh PKP penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing) sebagaimana dimaksud pasal 16E Undang-undang PPN. 7)

  Kode 07 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau ditanggung oleh Pemerintah (DTP)

  8) Kode 08 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN.

  9) Kode 09 digunakan untuk penyerahan aktiva pasal 16D yang PPNnya dipungut oleh PKP penjual yang melakukan penyerahan BKP.

  Status Faktur Pajak diisi dengan ketentuan sebagai berikut: 1) 0 (nol) untuk status normal 2) 1 (satu) untuk status pengganti. Informasi terkait dengan nomor seri faktur pajak adalah sebagai berikut:

  1) Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 11 digit nomor urut yang dipisahkan oleh 2 digit tahun penerbitan.

  2) Nomor Seri Faktur Pajak diberikan dalam bentuk blok nomor dengan jumlah sesuai permintaan PKP.

  Contoh: PKP meminta 100 Nomor Seri Faktur Pajak, maka Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh DJP dapat berupa:

  900.13.00000001 s.d. 900.13.00000100; 900.13.99999901 s.d. 901.13.00000000; 900.13.99999999 s.d. 901.13.00000098, dan sebagainya.

  Cara penggunaan nomor seri Faktur Pajak adalah sebagai berikut : a.

  Nomor Seri Faktur Pajak digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak dalam tahun yangsama dengan 2 digit tahun penerbitan yang tertera dalam Nomor Seri Faktur Pajak.

  b.

  Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak digunakan dalam satu tahun dilaporkan ke KPP bersamaan dengan SPT Masa PPN masa pajak Desember.

4. Cara Mendapatkan Nomor Seri Faktur Pajak

  Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh PKP adalah sebagai berikut: a. PKP mengajukan permohonan Kode Aktivasi dan Password.

  1) PKP mengajukan surat permohonan Kode Aktivasi dan Password yang disampaikan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat

  PKP dikukuhkan. 2)

  KPP akan menerbitkan Kode Aktivasi dan Password jika PKP telah memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif.

  3) Surat pemberitahuan Kode Aktivasi akan dikirimkan melalui pos dalam amplop tertutup ke alamat PKP.

  4) Password akan dikirimkan melalui surat elektronik (email) ke alamat email PKP yang dicantumkan dalam surat permohonan Kode Aktivasi dan Password.

  b.

  PKP menyampaikan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak.

  1) PKP menyampaikan surat permintaan secara langsung ke KPP tempat PKP dikukuhkan.

  2) PKP menginput sendiri Kode Aktivasi dan Password yang telah diterima ke dalam aplikasi yang ada di KPP.

  3) KPP menerbitkan Surat Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak untuk digunakan dalam penomoran Faktur Pajak.

  5. Sanksi

  

PKP dikenai sanksi administrasi sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak apabila

tidak membuat Faktur Pajak, tidak mengisi Faktur Pajak secara lengkap, dan

melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak.

  Atas Faktur Pajak yang hilang dapat dilakukan penggantian dengan cara sebagai berikut:

  1. Pengusaha Kena Pajak Penjual atau Pemberi Jasa Kena Pajak a.

  Pengusaha Kena Pajak Penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dapat mengajukan permohonan tertulis untuk meminta copy dari Faktur Pajak yang hilang kepada Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dengan tembusan kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan dan kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan.

  b.

  

Berdasarkan permohonan dari Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak membuat copy dari arsip Faktur Pajak yang disimpan oleh Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak, untuk dilegalisir oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan. Copy dibuat dalam rangka 2 (dua), yaitu : 1)

  Lembar ke-1 : diserahkan ke Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak melalui Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa kena Pajak.

2) Lembar ke-2 : arsip Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan.

  c.

  Legalisir diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan setelah meneliti asli arsip Faktur Pajak dan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak tersebut.

  d.

  

Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi

Jasa Kena Pajak dikukuhkan wajib melakukan penelitian atas Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak atau pemberi Jasa Kena Pajak untuk meyakinkan bahwa Faktur Pajak yang dilaporkan hilang tersebut sudah dilaporkan sebagai Pajak Keluaran.

2. Pengusaha Kena Pajak Pembeli atau Penerima Jasa kena Pajak.

  a.

  Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dapat mengajukan permohonan tertulis untuk meminta copy dari Faktur Pajak yang hilang kepada Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dengan tembusan kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan dan kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan.

  b.

  Berdasarkan permohonan dari Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak membuat copy dari arsip Faktur Pajak yang disimpan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak, untuk dilegalisir oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan. Copy dibuat dalam rangkap 2 (dua), yaitu :

  1) Lembar ke-1 : diserahkan ke Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak melalui Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa kena Pajak.

2) Lembar ke-2 : arsip Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan.

  c.

  Legalisir diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan setelah meneliti asli arsip Faktur Pajak dan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak tersebut.

  d.

  Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan wajib melakukan penelitian atas Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak untuk meyakinkan bahwa Faktur Pajak yang dilaporkan hilang tersebut sudah dikreditkan sebagai Pajak Masukan. Tata cara pembatalan Faktur Pajak dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

  1. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak-nya telah diterbitkan, maka Faktur Pajak tersebut harus dibatalkan.

  2. Pembatalan transaksi harus didukung oleh bukti atau dokumen yang membuktikan bahwa telah terjadi pembatalan transaksi. Bukti dapat berupa pembatalan kontrak atau dokumen lain yang menunjukkan telah terjadi pembatalan transaksi.

3. Faktur Pajak yang dibatalkan harus tetap diadministrasi (disimpan) oleh Pengusaha Kena Pajak Penjual yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut.

  4. Pengusaha Kena Pajak Penjual yang membatalkan Faktur Pajak harus mengirimkan surat pemberitahuan dan copy dari Faktur Pajak yang dibatalkan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak Penjual dikukuhkan dan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha KenaPajak Pembeli dikukuhkan.

  5. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Penjual belum melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan di dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, maka Pengusaha Kena Pajak penjual harus tetap melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM.

6. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Penjual telah melaporkan Masa Pajak

  Pertambahan Nilai sebagai Faktur Pajak Keluaran, maka Pengusaha Kena Pajak penjual harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak yang bersangkutan, dengan cara melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM.

  7. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Pembeli telah melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagai Faktur Pajak Masukan, maka Pengusaha Kena Pajak Pembeli harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan MasaPajak Pertambahan Nilai Masa Pajak yang bersangkutan, dengan cara melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM.

METODOLOGI PENELITIAN

  Analis data dilakukan dengan menggunakan metode Komparatif, yaitu metode yang dilakukan untuk membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau

  lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang di teliti berdasarkan kerangka pemikiran tertentu.

  Dengan menggunakan analisa Komparatif yang membandingkan perhitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dilakukan oleh PT Fajar Mas Karyatama dengan perhitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menurut UU No.42 tahun 2009 lalu mengajukan kesimpulan yang logis berdasarkan hasil penelitian tersebut dan memberikan saran-saran.

  HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data

  Permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan adalah pengakuan penjualan berdasarkan SPT Masa tidak disertai dengan Faktur Penjualan Perusahaan, ini dikarenakan penjualan yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, atau kontrak, dan pada umumnya penyerahan transaksi jual beli dilakukan secara tunai dan pembeli langsung membawa Barang Kena Pajak yang dibelinya. Dampak dari hal ini perusahaan bisa dikenai sanksi administrasi berupa STP (Surat Tagihan Pajak) dengan denda 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.

  Penyampaian PPN yang dilakukan PT Fajar Mas Karyatama berupa penyampaian SPT Masa PPN yang dilengkapi dengan Formulir 1111 AB (Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan), Formulir 1111 B2 (Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan Atas Perolehan BKP/JKP), dan Surat Setoran Pajak (SSP). Dan untuk penyampaian SPT Masa PPN PT Fajar Mas Karyatama ini tidak dilengkapi dengan Formulir 1111 A2 (Daftar Pajak Keluaran Atas Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak) karena perusahaan selaku Pengusaha Kena Pajak dalam melakukan penjualan tidak membuat Faktur sehingga perusahaan tidak memenuhi Undang-undang PPN dan PPnBM No. 42 Pasal 13 ayat (1a), “Pengusaha

  Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana yang dimaksud Pasal 4 ayat (1) huruf a atau huruf f dan/atau

  Pasal 16D ”. KESIMPULAN Dari analisis yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan antara lain: 1. Hampir tiap bulan perusahaan membuat pembetulan atas SPT Masa PPN karena adanya keterlambatan pemberian Faktur Pembelian dari Pimpinan Cabang ke staf yang menangani Pajak.

2. Perusahaan dalam melakukan penjualan Barang Kena Pajak tidak menerbitkan

  Faktur Pajak Keluaran, kecuali jika costumer atau pembeli membutuhkan Faktur atas pembelian yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

  Gustian & Lubis, 2011. Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

  Muljono, Djoko, 2010. Panduan Brevet Pajak Akuntansi Pajak dan Ketentuan Umum Perpajakan. Yogyakarta. Andi.

  Rahayu, S.K & Suhayati, E, 2010. Perpajakan, Teori dan Teknis Perhitungan.

  Yogyakarta. Graha Ilmu. Soemarso, 2007. Perpajakan : Pendekatan Komprehensif. Jakarta. Salemba Empat.

  Supramono & Damayanti, T.W, 2010. Perpajakan Indonesia, Mekanisme dan Perhitungan. Yogyakarta. Andi.

  Undang-Undang RI No. 42, 2009. Tentang Perubahan ketiga atas Undang-

  Undang No.8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas barang mewah.

  Undang-undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya, , 2013, Susunan Dalam Satu

  Naskah Dari Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 Berikut Penjelasannya.

  Waluyo, 2011. Perpajakan Indonesia Edisi 10 Buku 2. Jakarta. Salemba Empat.