Chapter II Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Dan Fraksi Fraksi Kulit Buah Markisa Ungu (Passiflora Edulis Sims) Terhadap Bakteri Aureus Dan Escherichia Coli

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman
2.1.1 Morfologi tanaman
Tanaman markisa merupakan tumbuhan semak yang hidup menahun dan
bersifat merambat hingga sepanjang 20 m atau lebih. Batang Tanaman sedikit
berkayu, bersulur dan memiliki bayak percabangan yang terkadang tumbuh
tumpang tindih. Pada tanaman muda, cabang berwarna hijau dan setelah tua
menjadi hijau kecoklatan. Daun tanaman sangat rimbun tumbuh secara bergantian
pada batang atau cabang. Bentuk daun menjari, bergerigi, berwarna hijau,
mengkilap dengan panjang tangkai 2-3 cm, panjang daun 9-12 cm dan lebar 7-9
cm (Rukmana, 2003).
Markisa berbunga tunggal, bulat,berkelamin dua, terletak di ketiak daun,
tangkai bergerigi, panjang3-4 cm dan berwarna hijau. Benang sari bertangkai,
berbentuk tabung, panjang sekitar 6 cm, dan berwarna kuning. Jumlah kelopak
lima dan mahkota bunga juga lima berbentuk lonjong dengan permukaan beralur
berwarna ungu, jumlah benang sari lima dan putik tiga. Markisa dapat berbunga
setiap waktu, namun musim utama di Indonesia terjadi pada bulan
Desember/Januari dan Juni. Buah markisa berbentuk agak bulat lonjong, panjang
4-6 cm. Kulit hijau muda, setelah masak berubah warna menjadi violet. Kulit

buah tipis, liat, dan tahan benturan pada saat pengangkutan. Bagian dalam buah
diliputi oleh lapisan berwarna putih (endocarp) yang mengandung banyak petkin.
Buah memiliki banyak biji berwarna hitam dan dibungkus oleh selaput berisi sari

5

buah (juice) yang masam manis dan beraroma harum semerbak.(Hermanto, dkk.,
2013).
2.1.2 Habitat
Markisa ungu adalah tanaman yang berasal dari Brazil bagian selatan yaitu
dari Paraguay hingga Argentina bagian utara. Di Indonesia, markisa ungu di
tanam didaerah dataran tinggi tropis dan didaerah subtropis pada ketinggian 700
sampai 2000 m diatas permukaan laut dengan suhu 18 sampai 25oC. Daerah
penghasil markisa ungu masih terpusat di beberapa kabupaten di provinsi
Sumatera Utara (Kabupaten Karo, Simalungun, Dairi, Tapanuli Utara) dan
provinsi Sulawesi Selatan(Kabupaten Gowa, Sinjai, Tator, Enrekang Dan Polmas)
(Karsinah, dkk., 2010).
2.1.3 Sistematika tanaman
Menurut Depkes RI (1999), sistematika tanaman markisa ungu sebagai
berikut:

Kindom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Dicotyledoneae

Bangsa

: Malpighiales

Suku

: Passifloraceae


Marga

: Passiflora

Jenis

: Passiflora edulis Sims.

2.1.4 Nama asing
Buah markisa ungu memiliki nama lain seperti purple granadilla (Inggris),
marajuca doce (Brazil), ji dan guo (Cina), linmangkon

6

(Thailand), paarse

passievrucht (Belanda), dan buah susu (Malaysia) (Rukmana, 2003).
2.1.5 Nama daerah
Tanaman markisa ungu di Indonesia memiliki berbagai macam nama
daerah seperti buah monyet (Sunda), markisah (melayu), dan buwah negri (jawa)

dan areuypasi (jawa) (Depkes RI, 1999).
2.1.6 Manfaat markisa ungu
Markisa banyak mengandung fitokimia yang mampu membunuh sel
kanker, kaya vitamin B dan potassium. Markisa berkhasiat menyembuhkan gejala
alergi kronis, memulihkan penyakit liver dan ginjal, meningkatkan kekebalan
tubuh dan kekuatan antibodi dalam darah. Markisa juga mampu menyaring,
memisahkan, dan membuang racun dari dalam tubuh. Markisa juga dapat
meningkatkan kesegaran kulit tubuh dan merangsang pertumbuhan sel muda pada
kulit wajah. Markisa mengandung vitamin C dosis tinggi dan antioksidan
(Hermanto, dkk., 2013).
2.1.7 Kandungan kimia
Markisa ungu mengandung berbagai macam senyawa metabolit sekunder.
Daun markisa ungu mengandung
alkaloid.

tanin, glikosida, flavonoid, saponin dan

Batang tanaman markisa ungu mengandung glikosida, flavonoid,

saponin dan alkaloid. Buah mengandung tanin, glikosida, flavonoid dan alkaloid

(Akanbi, dkk., 2011).
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.
Diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah

7

pemilihan pelarut dengan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 1995). Ekstrak
adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati
atau hewani menurut cara dan pelarut yang cocok, di luar pengaruh cahaya
matahari langsung (Ditjen POM, 1979).
Menurut Ditjen POM (2000), beberapa metode

ekstraksi dengan

menggunakan pelarut yaitu:
a. Cara dingin
1. Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman
menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada suhu kamar.

Penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama
dan seterusnya disebut remaserasi.
2. Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru
sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur
kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi
antara dan tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/ penampungan ekstrak).
b. Cara panas
1. Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas
yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
2. Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur
lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50oC.
3. Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu
baru, dilakukan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinu

8

dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
4. Infudansi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90oC selama 15 menit.
5. Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90oC selama 30 menit.
2.3 Fraksinasi (Ekstraksi Cair-Cair)
Proses pemisahan selanjutnya masih menggunakan prinsip ekstraksi yang
dikenal dengan ekstraksi cair-cair atau yang biasa dikenal dengan nama fraksinasi.
Fraksinasi adalah suatu metode pemisahan senyawa organik berdasarkan
kelarutan senyawa-senyawa tersebut dalam dua pelarut yang tidak saling
bercampur, biasanya antara pelarut air dan pelarut organik (Dey, 2012).
Teknik pemisahan ekstraksi cair-cair ini biasanya dilakukan dengan
menggunakan corong pisah. Kedua pelarut yang saling tidak bercampur tersebut
dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian digojok dan didiamkan. Solut atau
senyawa organik akan terdistribusi ke dalam fasenya masing-masing bergantung
pada kelarutannya terhadap fase tersebut dan kemudian akan terbentuk dua
lapisan, yaitu lapisan atas dan lapisan bawah yang dapat dipisahkan dengan
membuka kunci pipa corong pisah (Odugbemi, 2008).
Ekstrak dipartisi dengan menggunakan peningkatan polaritas pelarut
seperti petroleum eter, n-heksan, kloroform, dietil eter, etilasetat dan etanol.
Pemilihan pelarut pada ekstraksi umumnya bergantung pada sifat analitnya
dimana pelarut dan analit harus memiliki sifat yang sama, contohnya analit yang

sifat lipofilitasnya tinggi akan terekstraksi pada pelarut yang relatif nonpolar
seperti n-heksan sedangkan analit yang semipolar terlarut pada pelarut yang

9

semipolar seperti etilasetat atau diklorometana (Venn, 2008).
Aglikon pada umumnya terekstraksi pada fraksi non-polar seperti
terpenoid dan steroid sedangkan flavonoid, glikosida, saponin dan gula ester
ditemukan pada fraksi yang lebih polar dan fraksi air. Petroleum eter dan nheksana juga dapat digunakan untuk menghilangkan lipid, wax dan senyawa
lemak (Dey, 2012).
Pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi ini cukup banyak, namun
ternyata ada banyak pelarut yang tidak memenuhi syarat. Pertama, pelarut harus
tidak bercampur dengan air, mempunyai titik didih yang rendah (jika digunakan
untuk evaporasi) dan sebaiknya memiliki densitas yang lebih rendah daripada air
(untuk membentuk lapisan atas sehingga pemisahan lebih mudah dilakukan).
Kedua,

pelarut

harus


aman

dan

tidak

merusak

lingkungan

jika

digunakanPraktisnya, hanya ada beberapa pelarut saja yang biasa digunakan
seperti n-heksana, metil tertier butil eter (MTBE) dan etilasetat (Venn, 2008).
2.4 Bakteri
2.4.1 Uraian umum
Nama bakteri berasal dari kata “bakterion” bahasa Yunani yang berarti
tongkat atau batang, sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme yang bersel satu, berbiak dengan pembelahan diri serta demikian

kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop (Dwidjoseputro, 1978).
Pertumbuhan dan perkembangan bakteri dipengaruhi oleh :
1. Zat makanan (nutrisi)
Sumber zat makanan bagi bakteri diperoleh dari senyawa karbon, nitrogen,
sulfur, fosfor, unsur logam (natrium, kalsium, magnesium, mangan, besi, tembaga

10

dan kobalt), vitamin dan air untuk fungsi metabolik dan pertumbuhannya (Pelczar,
dkk.,1986).
2. Keasaman dan kebasaan (pH)
Kebanyakan bakteri patogen mempunyai pH optimum pertumbuhan antara
7,2-7,6 (Staf Pengajar FK Universitas Indonesia, 1993).
3. Temperatur
Proses pertumbuhan bakteri tergantung pada reaksi kimiawi dan laju
reaksi kimia yang dipengaruhi oleh temperatur. Berdasarkan ini maka bakteri
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Bakteri psikofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 0-30oC,
dengan temperatur optimum umtuk pertumbuhannya adalah 10-20 oC.
b. Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 5-60 oC,

temperatur optimum adalah 25-40 oC.
c. Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur optimum
adalah 55-65 oC (Pelczar, dkk.,1986).
4. Oksigen
Pembagian bakteri berdasarkan kebutuhan oksigen adalah:
a. Aerobik, yaitubakteri yangmembutuhkan oksigen dalam pertumbuhannya.
b. Anaerobik, yaitu bakteri yang dapat tumbuh tanpa oksigen.
c. Anaerobik fakultatif, yaitu bakteri yang dapat tumbuh dengan oksigen ataupun
tanpa oksigen.
d. Mikroaerofilik, yaitu bakteri yang dapat tumbuh baik dengan adanya sedikit
oksigen (Staf Pengajar FK Universitas Indonesia, 1993).
5. Tekanan osmosa

11

Medium yang baik bagi pertumbuhan bakteri adalah medium isotonis
terhadap isi sel bakteri (Pelczar,dkk.,1986).
6. Kelembapan
Secara umum bakteri tumbuh dan berkembang biak dengan baik pada
lingkungan yang lembap. Kebutuhan akan air tergantung dari jenis bakterinya
(Pelczar, dkk.,1986).
2.4.2 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus termasuk dalam suku Micrococcaceae, merupakan
bakteri gram positif, berbentuk bulat (kokus) dengan diameter sekitar 1 μm, tidak
membentuk spora dan termasuk anaerob fakultatif. Staphylococcus aureus adalah
bakteri mesofil dengan suhu pertumbuhan optimum 37oC. Staphylococcus
aureushidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran pengeluaran lendir dari
tubuh manusia dan hewan seperti hidung, mulut,.Keracunan makanan oleh
enterotoksin Staphylococcus aureus dapat menimbulkan berbagai gejala. Gejalagejala tersebut yaitu meliputi muntah, diare, mual, kejang dan serta sakit kepala.
(Supardi dan Sukamto, 1999).
Menurut Holt (1988), sistematika dari Staphylococcus aureus yaitu:
Divisi

: Schizophyta

Kelas

: Schizomycetes

Ordo

:Eubacteriales

Suku

: Micrococcaceae

Genus

: Staphylococcus

Spesies

: Staphylococcus aureus

2.4.3 Escherichia coli

12

Bakteri Escherichia coli umumnya merupakan flora normal saluran
pencernaan tubuh manusia dan hewan. Escherichia coli merupakan bakteri gram
negatif berbentuk batang, tidak berkapsul, umumnya mempunyai fimbria dan
bersifat motile. Sel Escherichia coli mempunyai ukuran panjang 2,0-6,0 μm dan
lebar 1,1-1,5 μm, tersusun tunggal, berpasangan dengan flagella peritikus (Supardi
dan Sukamto, 1999).
Escherichia coli dapat memproduksi enterotoksin. Organ sasaran
enterotoksin Escherichia coli adalah usus kecil dan hasilnya berupa diare sebagai
akibat dari pengeluaran cairan dan elektrolit (Tim Mikrobiologi FK Brawijaya,
2003).
Menurut Holt (1988) sistematika dari Escherichia coli adalah sebagai
berikut:
Divisi

: Schizophyta

Kelas

: Schizomycetes

Ordo

:Eubacteriales

Suku

: Enterobacteriaceae

Genus

: Escherichia

Spesies

: Escherichia coli

2.5 Morfologi Bakteri
Berdasarkan morfologinya bakteri dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu:
a. Bentuk basil
Basil adalah bakteri yang mempunyai bentuk batang atau silinder,
membelah dalam satu bidang, berpasangan ataupun bentuk rantai pendek atau
panjang. Bentuk basil dapat dibedakan atas:

13

- Monobasil yaitu basil yang terlepas satu sama lain dengan kedua ujung tumpul.
- Diplobasil yaitu basil yang bergandeng dua dan kedua ujungnya tumpul.
- Streptobasil yaitu basil yang bergandengan panjang dengan kedua ujung tajam.
Adapun contoh bakteri dengan bentuk basil yaitu Eschericia coli, Bacillus
anthracis, Salmonella typhimurium, Shigella dysentriae (Pelczar, dkk.,1986).
b. Bentuk kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya seperti bola-bola kecil, ada yang
hidup sendiri dan ada yang berpasang-pasangan. Bentuk kokus ini dapat
dibedakan atas:
- Diplokokus yaitu kokus yang bergandeng dua.
- Tetrakokus yaitu kokus yang mengelompok empat.
- Stafilokokus yaitu kokus yang mengelompok dan membentuk anggur.
- Streptokokus yaitu kokus yang bergandengan panjang menyerupai rantai.
- Sarsina yaitu kokus yang mengelompok seperti kubus.
Contoh bakteri dengan bentuk kokus yaitu Staphylococcus aureus, Sarcina luten,
Diplococcus pneumoniae, Streptococcus lactis (Volk dan Wheeler, 1993).
c. Bentuk spiral
Bakteri dalam bentuk spiral apat dibedakan sebagai berikut:
- Spiral yaitu menyerupai spiral atau lilitan.
- Vibrio yaitu bentuk batang yang melengkung berupa koma.
- Spirochaeta yaitu menyerupai bentuk spiral, bedanya dengan spiral dalam
kemampuannya melenturkan dan melengkukkan tubuhnya sambil bergerak.
Contoh: Vibrio cholerae, Spirochaeta palida (Volk dan Wheeler, 1993).
2.6 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme

14

Ada empat macam fase pertumbuhan mikroorganisme, yaitu fase lag, fase
log (fase esksponensial), fase stasioner dan fase kematian.
- Fase lag
Fase lag merupakan fase adaptasi, yaitu fase penyesuaian mikroorganisme
pada suatu lingkungan baru. Waktu penyesuaian ini umumnya berlangsung
selama 2 jam. Kuman belum berkembang biak dalam fase ini, tetapi aktivitas
metabolismenya sangat tinggi. Fase ini
merupakan persiapan untuk fase berikutnya (Staf Pengajar FK Universitas
Indonesia, 1993).
- Fase log (fase esksponensial)
Fase ini merupakan fase dimana mikroorganisme tumbuh dan membelah
pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika mikroorganisme, sifat
media, dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan dan
massa yang bertambah secara eksponensial. Hal yang dapat menghambat laju
pertumbuhan adalah bila satu atau lebih nutrisi dalam kultur habis, sehingga hasil
metabolisme yang bersifat racun akan tertimbun dan menghambat pertumbuhan
bakteri. Hasil metabolisme bakteri yang bersifat racun dapat menganggu
pewrtumbuhan bakteri (Pratiwi, 2008).
- Fase stationer
Pada fase ini kuman mulai ada yang mati dan pembelahan pun terhambat
seiring dengan meningkatnya jumlah kuman, meningkat juga jumlah hasil
metabolisme yang toksis. Pada suatu saat terjadi jumlah kuman yang hidup tetap
sama (Staf Pengajar FK Universitas Indonesia, 1993).
- Fase kematian

15

Pada fase ini jumlah sel yang mati meningkat. Konsentrasi produk
buangan yang bersifat toksis meningkat dan ketersediaan makanan untuk bakteri
menurun. Jumlah bakteri yang mati meningkat dengan cepat. (Engelkirk, 2010).
2.7 Pengukuran Aktivitas Antibakteri
Penentuan kepekaan bakteri terhadap antibakteri tertentu dapat dilakukan
dengan salah satu dari dua metode pokok yaitu metode dilusi dan metode difusi.
a. Metode Dilusi
Metode ini digunakan untuk mengukur kadar hambat minimum (KHM)
dan kadar bunuh minimum (KBM). Cara yang dilakukan yaitu dengan membuat
seri pengenceran agen antimikroba pada media yang telah ditambahkan dengan
mikroba uji. Larutan uji agen antimkroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih
tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang
ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media tanpa
penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi selama 18-24
jam. Media yang tetap terlihat jernih ditetapkan sebagai KBM (Pratiwi, 2008).
b. Metode Difusi Agar
Metode yang paling sering digunakan yaitu metode difusi agar. Obat
dengan jumlah tertentu ditempatkan pada permukaan media padat yang
sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya dan kemudian
diinkubasi. Diameter zona hambatan sekitar pencadang digunakan untuk
mengukur kekuatan hambatan obat terhadap organisme uji. Metode ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor fisika dan kimia, misalnya sifat medium,
kemampuan difusi, ukuran molekular dan stabilitas obat (Jawetz, dkk., 2001).
BAB III

16