PANDANGAN TEORI SITUASIONAL MENURUT PARA

PANDANGAN TEORI SITUASIONAL MENURUT PARA AHLI

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Kepemimpinan Pendidikan
yang dibina oleh Dr.H.Kusmintardjo.M.Pd,

oleh
Isnaini Afrita Syari
140131602306
Galuh Hardana Putra
140131602735
Melinda Fitria Febdriyana
140131603268

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
SEPTEMBER 2015

DAFTAR ISI


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
C. Tujuan ................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pandangan teori situasional Model Linkert ......................................... 5
B. Pandangan teori situasional menurut Reddin ....................................... 6
C. Pandangan teori situasional model Vroom Yetton .............................. 8
D. Pandangan teori situasional Model Path-Goal(House) ........................ 9
E. Model Kontingensi Oleh fiedler........................................................... 13
F. Model situasional oleh Hersey dan Blanchard ..................................... 15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 18
DAFTAR RUJUKAN ...................................................................................... 17
LAMPIRAN ..................................................................................................... 20

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kepemimpinan merupakan bagian penting dari manajemen yaitu
merencanakan dan mengorganisasi, tetapi peran utama kepemimpinan adalah
mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Guna
menyikapi tantangan globalisasi yang ditandai dengan adanya kompetisi global
yang sangat ketat dan tajam.
Sebuah sekolah adalah organisasi yang kompleks dan unik, sehingga
memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. Untuk membantu para kepala sekolah
di dalam mengorganisasikan sekolah secara tepat, diperlukan adanya satu esensi
pemikiran yang teoretis, seperti kepala sekolah harus bisa memahami teori
organisasi formal yang bermanfaat untuk menggambarkan kerja sama antara
struktur dan hasil sekolah. Oleh sebab itu dikatakan bahwa” keberhasilan sekolah
adalah sekolah yang memiliki pemimpin yang berhasil..
Masalah kepemimpinan pendidikan saat ini menunjukan kompleksitas,baik
dari segi komponen manajemen pendidikan, maupun lingkungan yang
mempengaruhi keberlangungan suatu pendidikan. Persoalan yang muncul bisa
sepontan, bisa berulang-ulang, makanya diperlukan interaksi yang kreatif dan
dinamis antar kepala sekolah , guru dan siswa.

Keberhasilan pendidikan di sekolah juga sangat ditentukan oleh
keberhasilan kepala sekolah dalam mengelola tenaga kependidikan yang tersedia
di sekolah. Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang
berpengaruh

dalam

meningkatkan

kinerja

guru.

Kepala

sekolah

bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi
sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta
pemeliharaan sarana dan prasarana (Mulyasa 2004:25). Hal tersebut menjadi lebih

penting sejalan dengan semakin kompleksnya tuntutan tugas kepala sekolah, yang
menghendaki dukungan kinerja yang semakin efektif dan efisien. Dalam perann

2

ya sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah harus dapat memperhatikan
kebutuhan dan perasaan orang-orang yang bekerja sehingga kinerja guru selalu
terjaga.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Pandangan teori situasional Model Linkert?
2. Bagaimana pandangan teori situasional menurut Reddin?
3. BagaimanaPandangan teori situasional model Vroom Yetton?
4. Apa yang dimaksud Pandangan teori situasional Model Path-Goal(House)?
5. Apa maksud Model Kontingensi Oleh fiedler?
6. BagaimanaModel situasional oleh Hersey dan Blanchard?

C.Tujuan
1. Mengetahui jenis kepemimpinan di dalam lembaga atau organisasi
2. Mengetahui peyelesaian masalah organisasi dengan teori situasional.

3. Mengetahui cara kepemimpinan dengan berbagai model.
4. Mengetahui cara mengembangkan potensi Anggota.
5. Memahami gaya kepemimpinan dengan berbagai sudut pandang.

3

BAB II
PEMBAHASAN

Teori situasional berasal dari pelawanan kaum psikologis dan sosiologis
terhadap teori sifat. Ia lebih menekankan pada analisis situasional. Para peneliti
berusaha mengidentifikasi karakteristik yang berbeda tentang keberhasilan
pemimpin. Mereka menyusun perangkat khusus situasi yang relevan untuk
perilaku dan performa pemimpin. Variabel yang dianggap sebagai determinan
kepemimpinan, meliputi :
1. Perangkat struktural organisasi (ukuran, struktur heirarkhis, dan
formalisasi).
2. Iklim organisasi (kekuatan posisi, tipe dan kesulitan tugas, dan aturan
prosedural).
3. Karakteristik bawahan ( pengetahuan dan pengalaman, toleransi terhadap

keragaman, tanggungjawab dan kekuasaan).
Pendapat lain menyatakan bahwa pengembangan teori situasional merupakan
penyempurnaan dari kelemahan-kelemahan teori sebelumnya. Dasarnya adalah
teori kontingensi dimana pemimpin efektif akan melakukan diagnosa situasi,
memilih gaya kepemimpinan yang efektif dan menerapkan secara tepat. Dua
hipotesis yang dikembangkan tentang kepemimpinan. Yaitu : (1) kualitas
pemimpin dan kepemimpinan yang tergantung kepada situasi kelompok, dan (2)
kualitas individu dalam mengatasi situasi sesaat merupakan hasil kepemimpinan
terdahulu yang berhasil dalam mengatasi situasi yang sama (Hocking and
Boggardus, 1994 dalam Mustiningsih, 2013).
Empat dimensi situasi secara dinamis akan memberikan pengaruh terhadap
kepemimpinan seseorang, yaitu :
1. Kemampuan manajerial, meliputi kemampuan sosial, pengalaman,
motivasi, dan penelitian terhadap reward yang disediakan oleh
organisasi.
2. Karakteristik pekerjaan, tugas yang penuh tantangan akan membuat
seseorang lebih bersemangat, tingkat kerjasama kelompok berpengaruh
pada efektivitas pemimpinnya.
3. Karakteristik organisasi : budaya organisasi, kebijakan, birokrasi,
merupakan faktor yang berpengaruh pada efektivitas pemimpinnya.

4. Karakteristik pekerja : kepribadian, kebutuhan, ketrampilan, pengalaman
bawahan, akan berpengaruh pada gaya memimpinnya (Shella, 2011
dalam Mustiningsih, 2013).

4

Seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan
harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan
bawahan (Duniabaca, 2011 dalam Mustiningsih, 2013). Pemimpin idealnya
memberikan pehatian kepada fakta bahwa terhadap bawahan yang memiliki
kematangan atau kemampuan dan komitmen berbeda seharusnya diterapkan gaya
kepemimpinan yang berbeda pula. Misalnya setelah bawahan matang, maka
menghendaki gaya kepemimpinan yang berbeda dari para pemimpin mereka.
Bawahan yang tidak berpengalaman menghendaki perhatian terhadap tugas yang
tinggi dari pemimpinny. Seseoarang yang cukup matang menghendaki dukungan
sosial dan emosional (consideration) yang tinggi. Sedangkan mereka yang telah
matang sepenuhnya menghendaki baik initiating structure (task orientation)
maupun consideration (relation orientation) yang rendah.
A.Pandangan teori situasional Model Linkert
Menurut Rensis Likert (dalam Mustiningsih, 2013) Ada 4 sistem

kepemimpinan yang dikembangkan yaitu sebagai berikut.
1. Sistem Otoritatif dan Eksploitif.
Pemimpin membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan
memerintah para bawahan untuk melaksanakannnya. Standar dan metode
pelaksanaan juga secara kakunditetapkan oleh pemimpin.
Ciri-ciri sistem otokratis eksploitif ini antara lain:
a. Pimpinan menentukan keputusan
b. Pimpinan menentukan standar pekerjaan
c. Pimpinan menerapkan ancaman dan hukuman
d. Komunikasi top down.
2. Sistem Otoritatif dan Benevolent.
Pemimpin tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan
kebebasan untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut.
Bawahan juga diberi berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas
mereka dalam batas-batas dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan.
Ciri-ciri dri sistem otokratis paternalistic atau otoriter bijak, antara lain.
a. Pimpinan percaya pada bawahan
b. Motivasi dengan hadiah dan hukuman
c. Adanya komunikasi ke atas
d. Mendengarkan pendapat dan ide bawahan

e. Adanya delegasi wewenang
3. Sistem Konsultatif.
Pemimpin menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah
setelah hal-hal itu didiskusikan dahulu dengan dengan bawahan. Bawahan
dapat membuat keputusan-keputusan mereka sendiri tentang cara pelaksanaan

5

tugas. Penghargaan lebih digunakan untuk memotivasi bawahan daripada
ancaman hukuman.
Ciri-ciri sistem konsultatif antara lain:
a. Komunikasi dua arah
b. Pimpinan mempunyai kepercayaan pada bawahan
c. Pembuatan keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat atas
4. Sistem Partisipatif.
Adalah sistem yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana
organisasi seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusankeputusan kerja dibuat oleh kelompok. Bila manajer secara formal yang
membuat keputusan, mereka melakukan setelah mempertimbangkan saran dan
pendapat dari anggota kelompok. Untuk memotivasi bawahan, manajer juga
tidak hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga

mencoba memberikan kepeda bawahan perasaan yang dibutuhkan dan penting.
Ciri-ciri sistem partisipatorif antara lain.
a. Team work
b. Adanya keterbukaan dan kepercayaan pada bawahan
c. Komunikasi dua arah (top down and bottom up)
B. Pandangan teori situasional menurut Reddin
Menurut Reddin dalam wahjosumidjo (1992, h. 74) dinyatakan ada tiga
pola dasar yang dapat digunakan unuk menetapkan pola perilaku kepemimpinan
yang biasa disebut dengan Model Kepemimpinan Situasional Tiga Dimensi.
Model tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Berorientasi pada tugas (task oriented).
Menurut Reddin, tipe seseorang pemimpin dapat dilihat dari kualitas
keinginannya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Dengan demikian ada
seorang pemimpin yang memiliki keinginan kuat untuk menyelesaikan
pekerjaan yang dihadapinya, namun ada pula pemimpin yang lemah
hasratnya untuk menyelesaikan tugas.
2. Berorientasi pada hubungan (relationship oriented).
Reddin juga berpendapat bahwa tipe pemimpin dapat dilihat juga dari
kualitas perhatiannya terhadap hubungan dengan orang lain, baik dalam
hubungan dengan atasannya, dengan koleganya yang setingkat dan

terutama dengan bawahannya. Dengan demikian ada pemimpin yang

6

mempunyai hubungan yang erat dengan orang lain, dan ada pula yang
hubungannya sangat bersifat formal.
3. Berorientasi pada efektifitas (effectiveness oriented).
Reddin berpendapat bahwa komponen ketiga, yang menyebabkan seorang
pemimpin yang satu berbeda dengan pemimpin lainnya adalah kemauan
untuk memperoleh produktifitas yang tinggi. Dengan demikian ada
seorang pemimpin yang efektif sekali, dan ada pula pemimpin yang
kurang efektif, dan ada pula pemimpin yang tidak efektif sama sekali.
Kubus kepemimpinan menurut W.J. Reddin. Berdasarkan ketiga dasar
komponen tersebut Reddin membagi kepemimpinan menjadi 8 tipe, antara lain.
1. Deserter
Tipe pemimpin yang kurang memperhatikan produksi maupun
terhadap orang orang yang melaksanakannya. Cara kepemimpinannya
tidak efektif.
2. Bureaucrat
Tipe pemimpin yang selalu mentaati prosedur dan peraturan
perusahaan. Sekali peraturan ditetapkan, ia akan mematuhinya,
terlepas apakah peraturan itu tepat atau tidak. Karena itu seorang
"bureaucrat" akan cocok, kalau peraturan yang dibuat sudah benar.
Gaya kepemimpinannya harus mempunyai efektifitas saja.
3. Missionary
Tipe pemimpin yang hanya berorientasi pada yang melaksanakannya.
Gaya kepemimpinan ini condong pada manusia.
4. Developer
Tipe pemimpin yang memiliki orientasi atas efektifitas dan hubungan
baik dengan orang lain. Gaya kepemimpinannya efektif.
5. Autocrat
Tipe pemimpin yang mempunyai orientasi pada tugas saja sedangkan
perhatian terhadap orang yang melaksanakannya kurang. Gaya
kepemimpinannya condong kepada prestasi atau produksi.
6. Benevolent autocrat
Tipe pemimpin yang memiliki orientasi pada tugas dan efektifitas.

7

7. Compromiseer
Tipe pemimpin yang memiliki orientasi pada tugas dan hubungan baik
dengan orang lain.
8. Executive
Tipe pemimpin yang memiliki tiga sifat, yaitu orientasi pada tugas,
orientasi pada hubungan baik dan orientasi efektifitas. Gaya
kepemimpinan yang terbaik.
Tolok ukur dari tiga dimensi dar Redin adalah Kepemimpinan yang efektif
dan tidak efektif.
1. Kepemimpinan tidak efektif:
a. Deserter ( pembelot )

b. Autocrat ( Otokrasi )

c. Miiisionary ( pelindung )

d. Compromiser ( Kompromis )

2. Kepemimpinanefektif
a. Bureaucrat ( birocrat )

b. Developer ( pembangun )

c.Benevolent autocrat ( Otokrasi yang lunak)

d.Axecitutive ( eksekutif )

C.Pandangan teori situasional model Vroom Yetton
Menurut Mustiningsih (2013) salah satu tugas utama dari seorang
pemimpin adalah membuat keputusan. Karena keputusan yang dilakukan para
pemimpin seringkali sangat berdampak kepada para bawahan mereka, maka jelaas
bahwa komponen utama dari efektivitas pemimpin adalah kemapuan mengambil
keputusan yang sangat menentukan keberhasilan yang melaksanakan tugas-tugas
pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih
efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yang tidak mampu
membuat keputusan dengan baik.
Partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan
kepuasan kerja, mengurangi stres, dan meningkatkan produktivitas. Partisipasi
bawahan dalam pengambilan keputusan yang akan diberikan pemimpinnya.
Normative Theory dari Vroom & Yetton, yang membagi menjadi 5, yaitu :

1. AI (Autocratic): leader solves problem or makes decision unilaterally,
using available information.

8

Membuat keputusa dengan menggunakan informasi yang saat ini
terdapat pada pemimpin.
2. AII

(Autocratic):

leader

obtain

necessary

information

from

subordinates but then makes decision unilaterally.

Membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang terdapat
pada

seluruh

anggota

kelompok

tanpa

terlebih

dahulu

menginformasikan tujuan dari penyampaian informasi yang mereka
berikan
3. CI (Consultative): leader shares the problem with subordinates
individually, but then makes decision unilaterally.

Berbagi akan masalah yang ada dengan individu yang relevan,
mengetahui ide-ide dan saran mereka ke dalam kelompok lalu membuat
keputusan
4. CII (Consultative): leader shares problem with subordinates in group
meeting but then makes decision unilaterally.

Berbagi akan masalah dengan kelompok mendapatkan ide-ide dan saran
mereka saat diskusi kelompok berlangsung, dan kemudian membuat
keputusan
5. GII (Group Decision): leader shares the problem with subordinates in
a group meeting; decision is reaches through discussion to consensus.

Berbagai masalah yang ada dengan kelompok, mengepalai diskusi
kelompok, serta menerima dan menerapkan keputusan apapun yang
dibuat oleh kelompok

D. Pandangan teori situasional Model Path-Goal(House)
Teori kepemimpinan lain yang cukup banyak dikaji adalah path goal
theory. Teori ini didasarkan pada teori motivasi harapan . Teori ini secara modern
banyak dikembangkan oleh martin Evans dan Robert House ( Lunenburg dan
orstein, 2000). Menurut path goal theory dampak perilaku pimpinan terhadap
anggota, baik motivasi, kepuasan, dan kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor
situasi. Dalam menerapkan perilaku kepemimpinan untuk mencapai tujuan akhir
organisasi ada beberapa faktor moderator yang mempengaruhi dan menjadi jalur

9

untuk mencapai tujuan akhir, baik yang berasal dari faktor anggota atau
lingkungan kerja, untuk itu dalam upaya pencapaian tujuan akhir organisasi maka
perlu memperhatikan tujuan anggota organisasi dan situasi lingkungan kerja.
Sebuah teori kepemimpinan yang berfokus pada kebutuhan bagi pemimpin
untuk membuat hadiah tergantung pada pencapaian tujuan dan untuk membantu
anggota kelompok dalam mencapai penghargaan dengan menjelaskan tujuan dan
jalan untuk menghilangkan hambatan untuk kinerja. Menurut Teori path-goal ada
empat gaya kepemimpinan.
1. Kepemimpinan memberi petunjuk atau arahan . Pemimpin member
petunjuk atau menjelaskan tujuan dan memberikan aturan-aturan dan
peraturan khusus untuk membimbing bawahan untuk mencapai tujuan
itu.
2. Kepemimpinan yang mendukung; Pemimpin menampilkan kepedulian
pada bawahan termasuk bersifat ramah kepada bawahan dan peka
terhadap kebutuhan mereka.
3. Kepemimpinan berorientasi prestasi, pemimpin menekankan pada
pencapaian tugas-tugas yang sulit dan pentingnya performa yang baik
dan secara bersamaan menampilkan keyakinan bahwa bawahan akan
kinerja baik.
4. Kepemimpinan partisipatif, pemimpin “berkonsultasi” dengan bawahan
tentang pekerjaan tugas tujuan, dan jalan untuk mencapai tujuan gaya
kepemimpinan ini melibatkan berbagai informasi serta “?konsultasi”
dengan bawahan sebelum mengambil keputusan (Wiyono, 2013).
Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori
path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental
pressures and demmand (Gibson, 2003).

1.Karakteristik Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa
perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan
melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa
memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasankepuasan masa depan. Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:

10

a. Letak Kendali (Locus of Control)
Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan
penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak kendali internal
meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan
pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang
cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang
mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi
mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gaya
kepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal umumnya
lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.
b. Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain.
Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung
merespon gaya kepemimpinan yang directive, sedangkan bawahan
yang tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih gaya
kepemimpinan partisipatif.
c. Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi
apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang
berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang telah menentukan
tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi
yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka
memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang
mempunyai kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya
kepemimpinan achievement oriented, sedangkan bawahan yang
mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin
yang supportive.
2.Karakteristik Lingkungan
pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku
pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:

11

a. Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga
akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan
kerja.
b. Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para
bawahan yang dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan
penghargaan

yang

diperlukan

untuk

mengidentifikasikan

pelaksanaan kerja.
Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:
a. Struktur Tugas
Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan
yang direktif.
b. Wewenang Formal
Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan
participative bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang
tinggi
c. Kelompok Kerja
Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang
membutuhkan kepemimpinan supportive.
Masing-masing tipe kepemimpinan dapat diterapkan secara efektif dalam
situasi yang tepat. Faktor situasi tersebut diklasifikasikan menjadi dua yaitu faktor
yang berkaitan dengan anggota meliputi kemampuan locus of control, kebutuhan,
dan dorongan, sedangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan anggota meliputi
kemampuan, locus of control, kebutuhan dan dorongan sedangkan faktor-faktor
yang berkaitan dengan lingkungan kerja meliputi tugas,kelompok kerja dan sistem
kewenangan formal. Misalnya kepemimpinan dengan perilaku partisipatif
diberikan kepada bawahan dengan:locus of control tinggi, kebutuhan tinggi pada
otonomi, tanggung jawab dan aktualisasi diri tinggi, serta tidak ada kepastian
tinggi dalam pelaksanaan tugas. Perilaku supportif diberikan kepada bawahan
dengan sel- esteem dan afiliasi tinggi, tugas terstuktur, tugas dengan stess tinggi.
Perilaku direktif apabila bawahan dengan kemampuan kurang, kebutuhan tinggi
pada rasa aman, serta tugas terstuktur.

12

Hubungan antara tipe kepemimpinan, faktor-faktor moderator dan hasil
akhir yang dicapai tersebut dapat disajikan dalam Gambar berikut ini.
Variabel Moderator
Karakteristik bawahan
Variabel Penyebab

Kemampuan

Perilaku pemimpin

Locus of Control

Direktif

Kebutruhan dan Motif

Suportif

Keluatan Lingkungan

Partisipasif

Tugas

Variabel hasil
Kepuasan
Motivasi
Usaha
Kinerja

Kelompok Kerja
Sitem Otoritas

Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan
memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang
pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau
bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara
mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan
kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.
MenurutPath-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan
efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan
lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada.
Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna
dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan
dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan
klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik
pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.

E. Model Kontingensi Oleh fiedler
Menurut danim (2012) teori kontingensi atau Contigency theory beranjak
daei asumsi bahwa gaya kepemimpinan dalam pembuatan keputusan mondarmandir dari situasi ke situasi yang lain dan itu dipandang sebagai cara terbaik
untuk mengatur. Teori kontingensi melampaui pendekatan situasional, yang
mengamati bahwa semua faktor harus dipertimbangkan dan untuk menunjukkan

13

bagaimana mengelola ketika faktor-faktor kunci tersebut hadir. Pilihan manajer
tergantung pada tiga faktor kunci berikut.
1. Kekuatan pada manajer. Kekuatan pada manajer mengandung makna
nilai manajer, kepercayaan bawahan kecenderungan kepemimpinan, dan
perasaan aman dalam situasi yang tidak pasti.
2. Kekuatan pada bawahan. Kekuatan pada bawahan mengandung makna
eksopetasi, kebutuhan akan kemerdekaan, kesiapan untuk pembuatan
keputusan dan impilkasinya pada tanggung jawab toleransi teehadap
ambiguitas dalam difinisi tugas minat terhadap masalah, kemampuan
untuk

memahami

dan

mengidentifikasikan

tujuan

organisasi,

pengetahuan dan pengalaman untuk menangani masalah.
3. Kekuatan pada situasi, tergantung pada jenis organisasi,efektivitas
kelompok, masalah tugas itu sendiri, dan tekanan waktu.
Pada sisi lain, telah muncul tanggapan bahwa telah diyakini oleh sejumlah
pakar dan peneliti bahwa seorang pemimpin yang baik menggunakan semua gaya
tergantung pada kekuatan apa yg terlibat antara lain pengikut, pemimpin, dan
situasi. Alur gerakan itu sangat ditentukan disamping oleh situasi juga atas dasar
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh pemimpin atau pengikutnya.
Beberapa contoh disajikan berikut ini.
1. Menggunakan gaya otoriter pada karyawan baru yang belajar bekerja.
Dia tampil laksana pemimpin yang kompeten dan pelatih yang baik.
Karyawan termotivasi untuk belajar keterampilan baru, situasi adalah
lingkungan yang baru bagi karyawan.
2. Gaya paternalistik, yang kemudian dikenal dengan paternalisme
bermakna sebuah sistem dimana wewenang menyanggupi untuk
memasok kebutuhan atau mengatur perilaku orang-orang dibawah
kendali dalam masalah-masalah yang mempengaruhi mereka sebagai
individu maupun dalam hubungan mereka kepada penguasan dan
kepada satu sama lain. Jadi patternalisme merupakan pasokan
kebutuhan bagi orang-orang dibawah perlindungan atau control.
Pertama diarahkan ke dalam, sedangkan yang terakhir diarahkan kea
rah luar.

14

3. Gaya partisipatif digunakan pada sebuah tim pekerja yang mengetahui
pekerjaan mereka. Pemimpin tahu masalah, tetapi tidak memiliki semua
informasi. Karyawan mengetahui pekerjaan mereka dan ingin menjadi
bagian dari tim.
4. Gaya kepemimpinan delegatif digunakan seseorang dengan pekerja
yang tahu lebih banyak tahu tentang pekerjaan daeipada pemimpinya
sendiri. Pemimpin tidak dapat melakukan semuanya . Kebutuhan
karyawan untuk mengambil andil besar dari pekerjaanya. Selain itu,
tuntutan situasi mungkin memaksa pimpinan berada di tempat atau
melakukan hal-hal lain.
5. Gaya kepemimpinan Demokratisasi mengedepankan msuyawarah untuk
mencapai mufakatt, pendekatan kerja dari, oleh, dan untuk kepentingan
bersama. Gaya ini dipakai jika tersedia wahana dan waktu untuk itu.
Fielder cukup terkenal dengan teori kepemimpinan model kontigensi yang
dalam literatur disebut sebagai Fielder’s Contigency Model. Dalam model ini
pemimpin dipandang akan efektif bila menggunakan gaya kepemimpinan yang
tepat untuk situasi yang ditentukan oleh 3 faktor utama.
1. Hubungan pemimpin-anggota. Sifat dari hubungan antar pribadi pemimpin
dan pengikut, dinyatakan dalam istilah baik atau buruk. Kepribadian
keduanya memainkan peran penting dalam variabel ini.
2. Striktur tugas. Sifat tugas yang digambarkan sebagai terstruktur atau tidak,
berhubungan dengan kebebasan kreatif yang memungkinkan bawahan
untuk menyelesaikan tugas dan bagaimana tugas didefinisikan.
3. Posisi

kekuasaan.

Sejauh

mana

posisi

pemimpin

itu

sendiri

memungkinkan untuk mendapatkan anggota kelompok mematuhi dan
menerima arah kepemimpinannya.

F. Model situasional oleh Hersey dan Blanchard
Dengan mempertimbangkan dua orientasi perilaku kepemimpinan, hersey
dan blanchard dalam Wiyono (2013) mengembangkan teori kepemimpinan
situasional. Kondisi anggota organisasi dapat diklasifikasikan menjadi empat,
yaitu rendah motivasi dan kemampuan, tinggi motivasi dan rendah kemampuan,

15

tinggi kemampuan dan rendah motivasi, serta tinggi kemampuan dan tinggi
motivasi. Untuk itu, ada empat gaya yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi
bawahan, yaitu :
1. Gaya kepemimpinan direktif (directing), adalah gaya kepemimpinan yang
berorientasi tinggi terhadap tugas dan rendah terhadap hubungan manusia.
2. Gaya kepemimpinan konsultasi (coaching), adalah gaya kepemimpinan
yang berorientasi tinggi terhadap tugas dan tinggi terhadap hubungan
manusia.
3. Gaya kepemimpinan partisipasi (supporting), adalah gaya kepemimpinan
yang berorientasi rendah terhadap tugas dan tinggi terhadap hubungan
manusia.
4. Gaya kepemimpinan delegatif (delegating), adalah gaya kepemimpinan
yang berorientasi rendah terhadap tugas dan rendah terhadap hubungan
manusia.
Keberhasilan kepemimpinan tidak hanya ditentukan oleh perilaku
pemimpin tetapi juga faktor-faktor situasional organisasi, seperti jenis pekerjaan,
lingkungan organisasi, dan karakteristik individu yang terlibat dalam organisasi.
Tidak ada satu gaya kepemimpinan yang paling efektif untuk semua organisasi.
Kepemimpinan yang efektif adalah perilaku kepemimpinan yang sesuai dengan
karakteristik organisasi, terutama kematangan bawahan. Harsey dan blanchard
dalam Wiyono (2013) mengidentifikasi dua aspek kematangan bawahan, yaitu
kematangan kerja (job maturity) dan kematangan psikologi (psychological
maturity). Kematangan kerja mengacu pada kematangan atau kemampuan dalam

melaksanakan tugas, yang dipengaruhi dari aspek pendidikan dan pengalaman.
Sedangkan kematangan psikologi mengacu pada tingkat motivasi yang
direfleksikan dengan tanggung jawab atau kemauan dalam melaksanakan tugas.
Keberhasilan kepemimpinan tidak hanya ditekankan pada perilaku yang
ditampilkan pimpinan dalam kelompok, tetapi perlu ditelaah dari sisi perilaku
yang ditampilkan mentransformasi nilai kepada bawahan untuk mencapai tujuan
organisasi.

Salah

transformasional.

satu

teori

kepemimpinan

adalah

kepemimpinan

16

BAB III
PENUTUP

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian singkat makalah yang telah kelompok kami sajikan
diatas, maka sebagai kesimpulannya akan kami sampaikan beberapa hal
diantaranya adalah sebagai berikut:
Secara garis besar kepemimpinan kontinum dipengaruhi oleh tiga bidang yaitu:
bidang pengaruh pimpinan, bidang pengaruh kebebasan bawahan, dan bidang
situasi yang mempengaruhi pembuatan keputusan. Ketiga hal tersebut berperan
aktif terhadap pemimpin dalam membuat keputusan.
Kepemimpinan grid, Dalam pendekatan managerial grid ini, manajer
berhubungan dengan 2 hal yakni produksi di satu pihak dan orang-orang di pihak
lain. Managerial Grid menekankan bagaimana manajer memikirkan produksi dan
hubungan manajer serta memikirkan produksi dan hubungan kerja dengan
manusianya. Bukannya ditekankan pada berapa banyak produksi harus dihasilkan,
dan berapa banyak ia harus berhubungan dengan bawahan.
Kepemimpinan tiga dimensi, Reddin menyatakan ada tiga pola dasar yang
dapat dipergunakan dalam menetapkan pola perilaku kepemimpinan, yaitu:
Berorientasi

pada tugas (task orriented), Berorientasi pada hubungan

(relationship orriented), Berorientasi pada effektifitas (effectiveness orriented).
Kepemimpinan situasional, Teori ini menyatakan bahwa keefektifan
kepemimpinan sangat dipengaruhi oleh tingkat kemampuan (kesiapan dan
kematangan) anggota organisasi atau bawahan dalam menerima atau menolak
pemimpin

17

DAFTAR RUJUKAN

Danim, S. 2012. Kepemimpinan Pendidikan Kepemimpinan Jenius (IQ + EQ),
Etika, Perilaku Motivasional dan Mitos. Bandung: Alfabeta.
Kurnia, N. 2009. Teori Kepemimpinan; Teori Kepempimpinan Situasional Fiedler
Model Kepemimpinan Normatif Menurut Vroom dan Yetton, Path Goal
Theory
dalam
Kepemimpinan,
(Online)
(http://nindapsikologi.blogspot.com/2009/11/teori-kepemimpinan-teorikepemimpinan.html), diakses 2 September 2015.
Meilana,I. 2013.Teori Kepemimpinan Likert, (Online),

(https://ikachessmeilana.wordpress.com/2013/06/02/teori-kepemimpinanlikert/),diakses 2 September 2015.
Mustiningsih. 2013. Pengantar Kepemimpinan Pendidikan. Malang: Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Wiyono, B.B. 2013. Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah (Konsep,
Pengukuran dan Pengembangannya). Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Malang.

18

Lampiran 1. Hasil Wawancara dengan Pimpinan yayasan Mts dn MI Nurul
Jadid, Bondowoso Dr. Juharyanto, M.M, M.Pd.
Pewawancara : Selamat siang Pak
Narasumber : Selamat siang
Pewawancara : terimakasih atas waktunya, berapa lama bapak memmpin
yayasan ini?
Narasumber : Baik, yayasan ini berdiri sejak tahun 2009 awal saya lulus dari
perguruan tinggi strata satu. Dan posisi saya saat ini hanya sebagai
pengawas wawasan.
Pewawancara : Selama bapak memimpin yayasan dan sebelum menjadi
pengawas yayasan, apakah banyak kendala yang bapak temui?
Narasumber : Selama saya memimpin yayasan, saya tidak pernah merasa
menemukan kendala dalam memimpin. Karena banyak timbul
kesadaran dari pihak guru, siswa, maupun masyarakat yakni dari
pihak wali murid.
Pewawancara : Bagaimana bisa, seperti itu pak?
Narasumber : Karena awal perekrutan, kami merekrut guru-guru Melalui orang
tua calon guru dimana orang tua sering bertemu kami di masjid
sekolah . Dan sering berjamaah di masjid kami. Kami yakin bahwa
orang yang sering berjamaah di Masjid adalah orang-orang yang
baik dan yakin pasti akan membimbing anaknya dengan baik,
sebelumnya kami Tanya kepada jamaah apakah mempunyai anak
yang mampu mengajar di yayasan kami. Ini bukan praktik
nepotisme tetapi kami yakin bahwa orang yang mendahulukan
sholat jamaah baik inshaaAllah kerjanya juga baik. Kami
menerima siapapun yang mau dan ikhlas bekerja sama dan
mengabdi dengan yayasan kami. Kami tetap mengadakan tes dasar.
Tes dasarnya mengenai keagamaan dan juga tes mengaji.
Pewawancara : Dengan cara penerimaan pengajar seperti itu, Apakah tidak
mempengaruhi sumber daya manusia. Apakah benar-benar tidak
terjadi masalah selama memimpin guru-guru dan juga karyawan?
Narasumber : Kami tidak pernah merasa ada masalah. Kami menganggap guruguru sudah memahami kewajiban juga memahami tugas apa yang
harus dilaksanakan. Pada yayasan kami tidak ada yang namanya
senioritas, semua sama setara. Hal yang paling membuat kami
semua saling memahami adalah kami sering mengadakan acara
yang membuat kepekaan para guru itu ada. Kami membagi uang
kesejahteraan guru dengan setiap bulan mengadakan istigatsah
bersama dan setelah istigatsah dibagikan uang bisharoh/
kesejahteraan. Dengan cara itu kekeluargaan kami terikat.
Pewawancara : Apakah bapak tidak pernah marah selama memimpin?

19

Narasumber

: Alhamdulillah, saya tidak pernah marah. Menurut saya guru-guru
sudah memahami masing-masing tugasnya, meskipun ada sedikit
kesalahan kami bersama-sama saling memperbaiki
Pewawancara : Apakah yayasan yang bapak pimpin sudah mencapai target yang
maksimal?
Narasumber : Menurut saya sudah, semua pihak yang ada pada yayasan sudah
mendukung penuh, semangat dari guru dan murid juga kompak, sehingga
Alhamdulillah yayasan kami sering mendapat kejuaraan akademik tingkat
Nasional dan bahkan murid-murid kami pernah menjadi panitia tentu dengan
bimbingan , yaitu mengadakan olimpiade yang diikuti 5 Negara. Menjadi
kebanggan tersendiri bagi kami.
Kesimpulan dari hasil wawancara kelompok kami adalah
Pemimpin seperti beliau menggunakan Gaya kepemimpinan
Demokratisasi mengedepankan msuyawarah untuk mencapai mufakat, pendekatan
kerja dari, oleh, dan untuk kepentingan bersama. Gaya ini dipakai jika tersedia
wahana dan waktu untuk itu. Beliau memimpin dengan sabar tetapi juga tegas.
Keberhasilan kepemimpinan tidak hanya ditekankan pada perilaku yang
ditampilkan pimpinan dalam kelompok, tetapi perlu ditelaah dari sisi perilaku
yang ditampilkan mentransformasi nilai kepada bawahan untuk mencapai tujuan
organisasi. Salah satu teori kepemimpinan adalah kepemimpinan
transformasional.
Beliau mempunyai cara sendiri yang membuat anak buahnya menjadi
malu jika tidak melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Beliau bilang, bahwa
tegas bukan berarti marah dan marah bukan satu-satunya menyelesaikan masalah.
Kita juga harus memahami bahwa gaya kepemimpinan masing-masing pemimpin
berbeda-beda dan cara menangani masalah juga berbeda-beda.