Engineering Technology for Increasing Soybean Production and to Control Damping-off Disease Using Biological Fertilization Mixture

  Engineering Technology for Increasing Soybean Production and to Control Damping-off Disease Using Biological Fertilization Mixture

  Ika Rochdjatun Sastrahidayat Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya

  Corresponding author: ika_rochdjatun@yahoo.com

  ABSTRACT

  Fall seedling diseases (damping-off) caused by Sclerotium rolfsii is one factor in low productivity of soybean in Indonesia, which may cause loss results achieved 30-75% depending on the level of attacks. Given the character of soil borne diseases (soil borne), then all control efforts through many obstacles, either because the pathogen can survive for decades in the form resistant propagules (Sclerotium) although there is no host for the development.

  This study aimed to find ways to control the disease by utilizing the potential of natural biological materials and find ways to get control for effective results. For this purpose the various steps of research has been conducted both in laboratory and greenhouse using experimental research design (completely randomized design) and F test to see the difference. The results show that in the first year of research proven to provide results tuba root extract is effective in controlling pathogens. Streptomyces isolates proved to be antagonistic to

  Sclerotium rolfsii, and when combined with

  mycorrhizae (AM) will be able to increase its effectiveness. Introduction of inoculum will likely increase their effectiveness when mixed directly into cropping land that can be done as a biological fertilizer just before planting. There is a tendency that the combination treatment between biopesticide will help the effectiveness of its control, though not necessarily affect the production, so the increase in soybean production is due to the protection of soybean from the dead early in the seedling that can suppress up to 50 percent compared with the control.

  Keywords: actinomycetes, Sclerotium rolfsii, biopesticide, soybean.

  PENDAHULUAN

  Penyakit rebah semai (damping-off) yang disebabkan oleh jamur Sclerotium rolfsii Sacc. merupakan penyakit penting pada tanaman kedelai di Indonesia dan dapat bertahan lama (puluhan tahun) di dalam tanah dalam bentuk sklerotia sehingga sulit dikendalikan (Willetts dan Wong, 1980; Munnecke, dkk., 1982; Punja, dkk., 1986; Semangun, 1991).

  Penyakit ini sering ditemukan serang- annya pada kedelai baik lahan kering, tadah hujan maupun lahan pasang surut dengan intensitas serangan sebesar 5-55 %. Tingkat serangan lebih dari 5 % di lapang sudah dapat merugikan secara ekonomi, tanaman kedelai yang terserang hasilnya akan rendah atau sama sekali gagal panen. Kehilangan hasil akibat S. rolfsii Sacc. dapat mencapai 30 %, kerugian ini sering terjadi pada lahan-lahan yang selalu ditanami tanaman kedelai dan kacang-kacangan lainnya (Punja, 1985).

  Pengendalian serangan penyakit tersebut diutamakan dengan mengoptimalkan penggunaan agens hayati dan pestisida organik. Penggunaan pestisida organik dapat menjamin keamanan ekosistem dan mencegah lahan pertanian menjadi keras akibat penggunaan bahan kimia yang berlebihan dan menghindari ketergantungan pada pestisida kimia (Elad, dkk., 1982).

  Pelaksanaan penelitian telah dilaksanakan selama tiga tahun. Pada tahun pertama target yang telah dicapai adalah seleksi mikroba antagonis dan pestisida organik untuk pengendalian pathogen S.

  rolfsii. Pengujian dilakukan secara

  laboratorium dengan meng-gunakan media biakan in-vitro. Mikroba yang memiliki daya antagonis tertinggi selanjutnya digunakan untuk tahapan penelitian tahun kedua, yakni penelitian rumah kaca. Pada tahun pertama dan kedua telah diuji efektifitas ekstrak tanaman sebagai pestisida nabati terhadap perkembangan pathogen S. rolfsii dan kesesuaian medium untuk actinomycetes. Pada tahun ketiga telah dilaksanakan pengujian kompatibilitas pencampuran antara fungisida organic dengan mikroba antagonis dalam menekan perkembangan pathogen serta efek ekstrak tanaman tersebut terhadap antagonis (Streptomyces). Percobaan dilakukan di labo-ratorium dan di rumah kaca.

  Pada percobaan ini digunakan berbagai konsentrasi dan dosis yang berbeda yang diharapkan paling optimal dalam mengen- dalikan pathogen S. rolfsii dalam kondisi alamiahnya. Diuji pula berbagai paket campur-an yang paling kompatibel untuk mendukung aplikasi campuran fungisida organic dan mikroba antagonis.

  Dalam penelitian ini digunakan rancangan acak lengkap dengan 10 ulangan yang perlakuannya sebagai berikut: 1.

  Pertumbuhan tanaman khususnya per- semaian dipelihara dengan penyiraman dan kondisi sinar yang memadai. Untuk melihat efek ekstrak tanaman terhadap pertumbuhan

  dan non steril dimasukkan dalam pot-pot plastik sebanyak 10 kg/pot. Ektrak akar tuba yang dilakukan secara destilasi disiapkan untuk perendaman bibit kedelai selama 20 menit. Streptomyces dan jamur uji (S. rolfsii) diperbanyak dalam medium semi sintetis sesuai dengan kesesuaiannya, yang dari penelitian sebelumnya umur pertumbuhan selama dua minggu cukup representatif digunakan sebagai inokulum. Kedua jenis antagonis ini kemudian diinokulasi pada tanah yang menjadi perlakuan (steril dan non steril) dengan masig-masing berat inokulum sekitar 10 gr/pot yang dilakukan dengan cara mencampurnya pada tanah dalam pot tesebut secara merata. Setelah diinkubasikan selama 10 hari (agar terjadi adaptasi dan pertumbuhan), pada masing-masing pot tersebut ditanam bibit kedelai yang sudah mendapat perlakuan ekstrak tuba.

  autoclave 15 menit dengan suhu bertekanan)

  Percobaan ini dilakukan di rumah kaca dalam pot kultur sesuai dengan perlakuan tersebut di atas. Tanah diambil dari daerah pertanaman kedelai yang menunjukan adanya epidemi penyakit rebah semai pada lapisan perakaran kedelai (daerah rhizophere). Setelah diperlakukan sterilisasi (dalam

  2. Jenis inokulum: 1) Ekstrak akar tuba. 2) Streptomyces sp. 3) Trichoderma sp.

  Kondisi tanah: 1) Steril. 2) Non Steril.

  A. Efek ekstrak tanaman terhadap ke- mampuan hidup antagonis

  Penelitian adalah:

  Ada dua hal yang akan diuji dalam hal ini yang diharapkan menjadi solusi bagi penekanan patogen rebah semai pada kedelai, yakni:

  Rekayasa Paket Teknologi Secara Campuran

  Penelitian ini merupakan penelitian tahap ketiga yang telah dimulai selama dua (2) tahun yang dimulai tahun 2008, sejak dari eksplorasi potensi plasma nutfah (telah dilaksanakan pada tahun pertama 2008), sampai dengan pengujian kesesuain medium untuk actinomycetes dan efek ekstrak tanaman terhadap pathogen dan tanaman kedelai di laboratorium dan rumah kaca (2009). Adapun metode pelaksanaan ini dimaksudkan untuk penelitian tahun ketiga (2010) sebagai kelanjutan dari penelitian kedua tersebut, tahapan-tahapannya diuraikan sebagai berikut:

  METODE Pelaksanaan

  dicapai antara lain pupuk campuran mikroorganisme antagonis dan fungisida organic yang efektif mengendalikan penyakit rebah semai dan meningkatkan produktifitas kedelai.

  1) Untuk memperoleh cara yang tepat (paket teknologi) dalam introduksi pupuk hayati baik pestisida nabati maupun antagonis ke bibit tanaman kedelai agar dapat meningkatkan produktifitas kedelai dan mengendalikan penyakit rebah semai.

2) Paket teknologi yang diharapkan dapat

  antagonis, maka dilakukan monitoring per- tumbuhan populasi actinomycetes dan Trichoderma pada medium tanah dalam pot secara destruktif setiap minggu (7 harian) dengan metode dilution soil plate, serta identifikasi terhadap koloni yang didapat.

  Data yang didapat dianalisis secara statistika (Anova) dan uji F dan BNT (5%). Bentuk hubungan dianalisis dengan persamaan statistika dengan melihat nilai nilai korelasinya dan diplot dalam bentuk persamaan. Untuk analisis ini digunakan program SPSS atau Stats.

B. Pencampuran antagonis dalam bentuk paket teknologi

  Dimaksudkan dengan pencampuran disini adalah dengan membiakan antagonis uji dalam medium semi sintetis secara bersamaan kemudian diuji efektifitasnya, apakah saling terjadi antagonis diantaranya atau justri terjadi sinergisme yang akan meningkatkan daya hambat terhadap patogen.

  Data yang didapat dianalisis dengan uji anova dan uji F dan BNT (5%) serta dilihat pula bentuk hubungannya dengan persamaan statistika yang menunjukan nila r nyata.

  Pertumbuhan tanaman dipelihara dengan penyiraman dan kondisi cahaya yang memadai. Kematian semai dihitung dan terhadap yang tumbuh terus diamati pertumbuhan dan produksinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  1) Streptomyces+ Trichoderma

  2) Streptomyces

  3) Trichoderma 3.

  Kondisi tanah.

  Pencampuran inokulum.

  2) Non steril

  Untuk mendapatkan bentuk inokulum (tablet dan cair), jenis antagonis uji (Streptomyces dan Trichoderma), setelah dibiakan dalam masing-masing medium semi sentetis sebagai pertumbuhannya, kemudian dipaket dengan cara mencampurnya dalam bentuk tablet (menggunakan pencetak tablet) dan medium cair yang diaduk secara merata dalam kondisi steril. Hasil pencampuran tersebut kemudian diinkubasikan selama satu minggu untuk memberi kesempatan terjadinya interaksi baik pada medium maupun antara antagonis, setelah itu siap digunakan sebagai pupuk hayati campuran. Sementara untuk perlakuan inokulum yang akan digunakan dalam uji kultur pot maka pada masing-masing pot (10 kg tanah/pot) diinokulasikan inokulum uji dengan dosis 10 gr/pot yang dicampur secara merata, setelah diinkubasikan selama 5 hari baru ditanami biji kedelai yang telah direndam ekstrak akar tuba selama 20 menit.

  2) Cair 2.

  1) Tablet

  Dari hasil penelitian ini dapat dirinci dalam dua bentuk percobaan sesuai dengan yang dikemukakan dalam bahan dan metode yakni: A.

   Efek ekstrak tanaman terhadap kemampuan hidup antagonis

  Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi pengaruh nyata dari pemberian inokulum biopestisida (Trichoderma, Streptomyces, dan ekstrak akar tuba) yang diinokulasikan ke tanah (dalam pot) yang diberikan dengan cara mencampurnya (inokulum dicampur tanah kultur pot). Pada Gambar 1 terlihat bahwa ekstrak akar tuba yang disiramkan pada daerah tempat tumbuhnya kecambah kedelai dalam kultur pot tersebut mampu menekan serangan patogen cukup nyata dibandingkan dengan kontrol (tanpa perlakuan), demikian pula dengan pemberian Streptomyces yang dicampur tanah dalam kultur pot, dan diikuti oleh Trichoderma.

  Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 10 kali ulangan, yang perlakuannya terdiri atas beberapa level sebagi berikut:

1. Bentuk inokulum.

  1) Steril

  Gambar 1. Pengaruh biopestisida terhadap tingkat

  (Gambar 2), dan tingkat serangannya hanya

  serangan S. rolfsii pada semai kedelai dalam kultur

  berkisar sekitar 3 persen pada akhir pot dengan kondisi tanah alami (non steril). pengamatan (umur 42 hari). Hal ini memberikan indikasi bahwa hasil percobaan

  Dari Gambar 1 tersebut terlihat bahwa pada tanah alami non steril semata-mata ekstrak akar tuba dan perlakuan karena pengaruh dari ketiga jenis perlakuan

  Streptomyces sampai dengan umur tanaman tersebut.

  42 hari dari tanam hanya sekitar 20 persen yang mati, sementara pada perlakuan

  Trichoderma 30 persen. Tingkat serangan

  pada ketiga perlakuan tersebut relatif tetap setelah umur 21 hari, kecuali pada perlakuan

  Trichoderma yang naik sedikit. Sementara

  pada kontrol hampir mencapai 40 persen tanaman dalam pot mati dan laju pertumbuhan infeksinya meningkat terus dari awal pengamatan dan stabil setelah umur 35 hari. Hal ini berarti terjadi tingkat penekanan kematian semai kedelai sebesar kurang lebih

  Gambar 2. Perbandingan pengaruh biopestisida

  62 persen pada perlakuan ekstrak akar tuba terhadap tingkat serangan S. rolfsii pada semai

  kedelai dalam kultur pot dengan kondisi tanah

  dan Streptomyces dan sekitar 25 persen pada alami (non steril) dan steril. perlakuan Trichoderma yang dibandingkan angka kematian pada kontrol. Dari Gambar 1

  Selanjutnya pada percobaan pemberian tersebut terlihat perkembangan penyakit biopestisida secara campuran (Trichoderma + mempunyai pola linier pada semua perlakuan

  Streptomyces) dan yang tidak dicampur

  dengan masing-masing persamaan-nya 2 dibandingkan dengan kontrol (tanpa sebagai berikut: kontrol (Y = 25,19 + 0,33 X, R biopestisida) yang diberikan dalam bentuk

  = 0,94), perlakuan ekstrak akar tuba (Y = 3,97 2 cair dan tablet didapatkan hasil seperti pada

  • 0,31 X, R = 0,79), perlakuan Streptomyces
  • 2 Gambar 3 dan Gambar 4.

      (Y = 2,42 + 0,35 X, R = 0,85), perlakuan 2 Trichoderma (Y = 13,50 + 0,42X, R = 0,82).

      Hasil ini memberikan indikasi bahwa introduksi inokulum biopestisida ke dalam tanah yang mengandung patogen penyebab rebah semai tersebut sekalipun telah menunjukan adanya pengaruh namun masih perlu dikaji mengenai berbagai lamanya pemberian atau teknik pemberiannya agar supaya dapat meningkatkan daya hambatnya terhadap serangan patogen. Hal ini sesuai dengan penelitian Yuliani, 2004 dan Supriati,

      Gambar 3. Pengaruh biopestisida (cair) terhadap dkk., 2005), yang menunjukan adanya tingkat serangan S. rolfsii pada semai kedelai dalam kultur pot dengan kondisi tanah alami (non

      efektifitas pengendalian S. rolfsii dengan steril). berbagai isolat mikroba antagonis.

      Dari percobaan ini dikemukakan pula Dari Gambar 3 terlihat perkembangan adanya faktor koreksi tentang pengaruh penyakit yang diberi perlakuan biopestisida pemberian biopestisida tersebut yang campuran dan non campuran secara cair dilakukan pada tanah steril yang ternyata mempunyai pola linier pada semua perlakuan cukup memberikan indikasi bahwa tidak ada dengan masing-masing persamaannya 2 perbedaan diantara ketiga perlakuan tersebut

      2 + = 0,94), perlakuan Streptomyces = 0,94), perlakuan Trichoderma (Y = -6,28 + 2 Trichoderma (Y = - 0,23 + 0,46 X, R = 0,85), 0,71X, R = 0,85). 2 perlakuan Streptomyces (Y = 0,18 + 0,35 X, R Dari Gambar 3 dan 4 tersebut terlihat = 0,85), perlakuan Trichoderma (Y = -3,97 + bahwa perlakuan pencampuran Trichoderma 2

      0,70X, R = 0,96). dan Streptomyces cenderung akan menekan Sementara itu pada Gambar 4 juga laju perkembangan penyakit pada umur memberi indikasi pola perkembangan tanaman sekitar 30-40 hari setelah tanam penyakit yang linier pada perlakuan baik diberikan dalam bentuk cair maupun biopestisida yang diberikan dalam bentuk tablet. Hal ini berarti mampu menekan tablet. kematian tanaman kedelai diawal pertumbuhan (sejak semai) yang besarnya mencapai 50 persen dibandingkan pada perlakuan kontrol. Penelitian serupa mengenai formulasi Streptomyces dalam bentuk serbuk bedak telah digunakan untuk mengendalikan damping-off oleh Rhizoctonia

      solani yang di selimutkan pada biji yang

      hasilnya lebih efektif dibandingkan dengan alginate atau granulasi tepung, isolat

      Streptomyces potensial sebagai biocontrol

      terhadapat patogen (Sabaratnam dan

      Gambar 4. Pengaruh biopestisida (tablet) Traquair, 2002). terhadap tingkat serangan S. rolfsii pada semai

      Selanjutnya pengaruh perlakuan

      kedelai dalam kultur pot dengan kondisi tanah

      tersebut terhadap pertumbuhan tanaman dan alami (non steril). produksi pertanamannya dikemukakan dalam uraian berikutnya. Dari Gambar 4 terlihat perkembangan

      Dari hasil analisis statistika ternyata penyakit mempunyai pola linier pada semua terlihat perbedaan berat polongdan berat biji perlakuan dengan masing-masing persamaan- pertanaman yang diakibatkan introduksi nya sebagai berikut: kontrol (Y = 25,19 + 0,33 2 biopestisida pada kultur pot tanaman kedelai,

      X, R = 0,94), perlakuan Streptomyces + 2 sementara pada pertumbuhan vegetatifnya

      Trichoderma (Y = - 1,33 + 0,46 X, R = 0,91), 2 kurang nyata (Tabel 1).

      perlakuan Streptomyces (Y = -6,66 + 0,68 X, R

      Tabel 1. Pengaruh perlakuan biopestisida terhadap pertumbuhan generatif dan

      vegetatif tanaman kedelai

      Berat brangkasan/ Rerata jumlah Berat polong/ Berat biji/ Perlakuan tanaman (g) polong/tanaman tanaman (g) tanaman (g)

      Ekstrak akar tuba 27,86 30,39 14,37a 8,33a

      Streptomyces 39,85 39,20 24,04b 14,59b Trichoderma 28,77 37,79 21,00ab 12,53ab

      BNT (5%) NS NS 8,39 2,11 Dari Tabel 1 terlihat bahwa inokulasi Streptomyces memberikan perangsangan bagi pertumbuhan polong dan berat biji tanaman, sebaliknya ekstrak akar tuba kendatipun memberikan pengaruh yang lebih efektif dibandingkan perlakuan lain dalam menekan pertumbuhan patogen (Gambar 1), namun tidak serta merta merangsang pertumbuah tanaman. Dalam penelitian ini tidak ditinjau lebih jauh mengapa perlakuan biopestisida tersebut memberikan efek positif bagi produksi kedelai, namun diduga faktor inokulasi inokulum tersebut yang langsung dicampur ke tanah dalam pot percobaan akan meningkatkan kemampuannya dalam membantu pertumbuh-an tanaman disamping menghambat patogen. Hal ini dapat dibandingkan dengan inokulasi yang diberikan dalam bentuk cair atau tablet yang tidak memberikan pengaruh bagi pertumbuhan tanaman baik positif maupun negatif terhadap pertumbuah vegetatif dan generatif tanaman kedelai (Tabel 2 dan Tabel 3), pengaruhnya hanya dalam menekan perkembangan penyakit seperti pada Gambar 3 dan Gambar 4.

      Tabel 2. Pengaruh perlakuan biopestisida dalam bentuk cair terhadap pertumbuhan generatif dan vegetatif tanaman kedelai.

      Berat brangkasan/ Rerata jumlah Berat polong/ Berat biji/ Perlakuan tanaman (g) polong/tanaman tanaman (g) tanaman (g) Streptomyces +

      49,17 37,40 23,42 14,0

      Trichoderma Streptomyces 42,71 33,09 18,93 11,50 Trichoderma 44,62 36,29 19,18 12,37

      BNT (5%) NS NS NS NS

      Tabel 3. Pengaruh perlakuan biopestisida dalam bentuk tablet terhadap

      pertumbuhan generatif dan vegetatif tanaman kedelai

      Berat brangkasan/ Rerata jumlah Berat polong/ Berat biji/ Perlakuan tanaman (g) polong/tanaman tanaman (g) tanaman (g)

    • + Streptomyces

      38,3 34,0 17,97 10,59

      Trichoderma Streptomyces 38,0 33,70 16,26 9,73 Trichoderma 37,16 35,79 18,04 10,53

      BNT (5%) NS NS NS NS

      Gambar 5. Perbandingan jumlah polong kedelai

      Dari penjelasan tersebut di atas maka terbentuk pada beberapa perlakuan biopestisida. selanjutnya perlu dibandingkan antara per- lakuan biopestisida yang memberikan efek

      Kendatipun dalam introduksi inokulum positif terhadap pertumbuhan vegetatif kedelai, antara jenis perlakuan biopestisdia relatif sama, yang hasilnya ternyata relatif sama pada jumlah namun bila diberikan dalam bentuk cair mampu polong (Gambar 5). meningkatkan efektifitasnya dalam peningkatan berat polong dan berat biji (Gambar 6 dan 7).

      Gambar 6. Perbandingan berat polong kedelai

    UCAPAN TERIMA KASIH

      terbentuk pada beberapa perlakuan biopestisida

      Ucapan terima kasih disampaikan kepada yang diberikan dalam bentuk tablet dan cair. Dikti-Kementerian Pendidikan yang melalui DP2M telah membantu penulis dalam penelitian ini dengan memberikan dana melalui Hibah Kompetensi Batch I dari tahun 2008 s/d 2010. Tidak lupa kepada Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya yang telah membantu fasilitas penelitian berupa laboratorium dan rumah kaca.

    DAFTAR PUSTAKA

      Elad, Y.; I. Chet; Y. Henis. 1982. Degradation of Plant Pathogenic Fungi by

      Gambar 7. Perbandingan berat biji kedelai terbentuk Trichoderma harzianum. Can. J. pada beberapa perlakuan biopestisida yang Microbio., 28: 22: 121-124. diberikan dalam bentuk tablet dan cair.

      Munnecke, D.M.; L.M. Johnson; H.W. Talbot; S. Barik. 1982. Microbial Metabolism

      KESIMPULAN DAN SARAN And Enzymology Of Selected Pestisides.

      Dari hasil penelitian ini maka dapat In Biodegradation and Detoxification of disimpulkan beberapa hal yakni: Environmental Polutants.

    1. Biopestisida baik yang didapat dari sumber

      Punja, Z.K. 1985. The Biology, Ecology and tanaman seperti ekstrak akar tuba maupun Control of Sclerotium rolfsii. mikroba (Streptomyces dan Trichoderma) Phytopathology. 23: 97-127. cukup efektif dalam mengendalikan Punja, Z.K., J.S. Huang; S.F. Jenkins. 1986. patogen S. rolfsii penyebab penyakit

      Relationship of Mycelial Growth and damping-off pada tanaman kedelai. Production of Oxalic Acid and Cell Wall 2. Introduksi inokulum tersebut nampaknya

      Degrading Enzymes To Virulence In akan meningkat efektifitasnya apabila di-

      Sclerotium rolfsii. Can. J. Plant Pathol.

      campurkan langsung ke tanah pertanaman 7: 106 – 216. yang dapat dilakukan sebagai pupuk hayati Sabaratnam S. dan J.A. Traquair. 2002. pada saat sebelum tanam.

      Formulation of a Streptomyces 3. Terdapat kecenderungan bahwa kombinasi

      Biocontrol Agent for the Suppression of perlakuan antara biopestisida akan Rhizoctonia Damping-off in Tomato membantu efektifitas dalam pengendalian- Transplants. 23 (3): nya, sekalipun tidak serta merta ber- 245-253. pengaruh pada produksi, sehingga

      Semangun, H. 1991. Penyakit Penyakit terjadinya peningkatan produksi kedelai Tanaman Hortikultura. Fakultas adalah diakibatkan terproteksinya Pertanian. UGM. Jogjakarta pertanaman kedelai dari mati awal di

      Supriati, L., I.R. Sastrahidayat, dan A.L. Abadi. semai yang bisa menekan sampai 50

      2005. Potensi Antagonis Indigenus persen dibandingkan kontrol. Lahan Gambut Dalam Mengendalikan

      Saran:

      Penyakit Rebah Semai (Sclerotium rolfsii Perlu adanya perlakuan skala plot

      Sacc.) Pada Tanaman Kedelai. Habitat lapangan di daerah endemik dengan meng- 16 (4): 292-307 . gunakan pupuk hayati dari hasil penelitian ini.

      Willetts, H.J. dan A.L. Wong. 1980. The Biology Of Sclerotinia sclerotiorum, S.

      trifoliorum, and S. minor With Emphasis On Specific Nomenclature. Bot. Rev., 46: 101-65. Yuliani. 2004. Uji Antagonisme Actinomycetes

      Terhadap Patogen Sclerotium rolfsii Sacc Dan Perbanyakan Melalui Berbagai Macam Medium Semi Alami. Skripsi.

      Skripsi, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. 54 p.