Pengaruh Lama Pengeringan Bahan Baku dan Metode Penyulingan Rebus dan Uap terhadap Kualitas Minyak Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L.)

  TINJAUAN PUSTAKA Hasil Hutan Non Kayu

  Secara ekologis hasil hutan non kayu (HHNK) tidak memiliki perbedaan fungsi dengan hasil hutan kayu, karena sebagian besar HHNK merupakan bagian dari pohon. Menurut UU Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, disebutkan bahwa HHNK adalah hasil hutan hayati maupun non hayati yang berasal dari hutan atau lahan sejenis.

  Hasil hutan non kayu merupakan manfaat yang dihasilkan secara langsung dari hutan. Hasil hutan non kayu dapat berupa getah, kulit kayu, daun, akar, buah, bunga dan lain-lain. Sebetulnya, banyak tumbuhan yang cepat berproduksi yang dapat ditanam di lahan hutan sebagai hasil hutan non kayu, baik sebagai tanaman utama, tanaman tumpang sari maupun sebagai tanaman sela. Beberapa diantaranya adalah bahan pangan (padi, jagung, garut, talas, ubi, dan sebagainya), sumber minyak lemak (jarak, bunga matahari), tanaman obat, bahan pakan ternak, dan sebagai penghasil minyak atsiri (Sumadiwangsa, 2001).

  Hasil hutan non kayu sudah sejak lama masuk dalam komponen penting strategi penghidupan penduduk hutan. Saat ini, upaya untuk mempromosikan pemanfaatan hutan yang ramah lingkungan berhasil meningkatkan perhatian terhadap pemasaran dan pemungutan hasil hutan non kayu sebagai suatu perangkat dalam mengembangkan konsep kelestarian (CIFOR, 1998).

  Minyak Atsiri

  Minyak atsiri disebut juga minyak eteris atau minyak terbang (essential oil atau volatile). Dinamakan demikian karena minyak atsiri mudah atsiri umumnya khas, sesuai jenis tanamannya. Minyak atsiri mudah larut dalam pelarut organik, tetapi tidak larut dalam air (Munadi, 2003).

  Hampir seluruh tanaman penghasil minyak atsiri yang saat ini tumbuh di wilayah Indonesia sudah dikenal oleh sebagian masyarakat. Bahkan beberapa jenis tanaman penghasil minyak atsiri menjadi bahan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Minyak atsiri dihasilkan dari berbagai jaringan tanaman tertentu seperti akar, batang, kulit, daun, bunga, buah, atau biji (Lutony dan Rahmayati, 2002).

  Di Indonesia banyak dibuat jenis-jenis minyak atsiri, seperti minyak nilam, minyak cengkeh, minyak pala, minyak lada, minyak sereh dan lain-lain.

  Minyak sereh adalah salah satu minyak atsiri yang penting di Indonesia di samping minyak atsiri lainnya. Produksi minyak sereh sebelum perang dunia II menempati puncak yang tertinggi di pasaran dunia, begitu juga tentang mutunya. Akan tetapi setelah perang dunia II produksi tersebut menurun dengan cepat, sehingga penghasil minyak sereh sampai akhir tahun 1941 nilainya seperdelapan dari nilai sebelumnya (Guenther, 1987).

  Sifat-sifat Minyak Atsiri Menurut Gunawan dan Mulyani (2004), terdapat beberapa sifat minyak atsiri yang dijelaskan sebagai berikut :

1. Tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa.

  2. Memiliki bau khas. Umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalnya. Bau minyak atsiri satu dengan yang lain berbeda-beda, sangat tergantung dari macam dan intensitas bau dari masing-masing komponen penyusun.

  3. Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberi kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika sampai di kulit, tergantung dari jenis komponen penyusunnya.

  4. Dalam keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa-senyawa lain) mudah menguap pada suhu kamar sehingga bila diteteskan pada selembar kertas akan menguap, tidak meninggalkan bekas noda pada kertas yang ditempel.

  5. Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubah menjadi tengik. Ini berbeda dengan minyak lemak yang tersusun oleh asam-asam lemak.

  6. Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh udara, sinar matahari (terutama gelombang ultra violet), dan panas karena terdiri dari berbagai macam komponen penyusun.

  7. Indeks bias umumnya tinggi.

  8. Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisasi dengan rotasi yang spesifik karena banyak komponen penyusun yang memiliki atom C asimetrik.

  9. Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air, tetapi cukup dapat larut hingga dapat memberikan baunya kepada air walaupun kelarutannya sangat kecil.

  10. Sangat mudah larut dalam pelarut organik.

  Sereh Wangi

  Salah satu penghasil minyak atsiri adalah sereh wangi. Menurut

  

Integrated Tasonomic Information System (2005) taksonomi sereh wangi adalah

  sebagai berikut:

  Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Sub Kelas : Commelinidae Ordo : Poales Famili Genus Spesies : Cymbopogon nardus L. Rendle

  Sereh wangi dikenal dengan berbagai nama daerah, seperti sere mangat (Aceh), sange-sange (Toba), sere (Gayo, Jawa, Madura), sarai (Minangkabau), sorai (Lampung), sereh (Sunda), see (Bali), patahampori (Bima), kendoung witu (Sumba), nau sina (Roti), bu muke (Timor), tenian nalai (Leti), timbuala (Gorontalo), langilo (Buol), dirangga (Goram), hisa-hisa (Ambon), isola (Nusa laut), bisa (Buru), hewuwu (Halmahera). Sedangkan nama asingnya adalah

  citronella grass (Wardani, 2009).

  Syarat Tumbuh Sereh Wangi Tanaman sereh wangi tumbuh berumpun dengan tinggi sekitar 50-100 cm. Daun tunggal berjumbai, panjang sampai 1 meter, lebar 1,5 cm, bagian bawahnya agak kasar, tulang daun sejajar. Batang tidak berkayu, berusuk-rusuk pendek, dan berwarna putih. Akarnya serabut. Perbanyakan dilakukan dengan pemisahan stek anakan (Emmyzar dan Muhammad, 2002).

  Tanaman ini memiliki daun berwarna hijau muda, potongan sempit panjang, daun tunggal dan tidak lebar. Daunnya berbentuk pita yang semakin meruncing ke ujung, tepi daunnya kasar dan tajam. Selain itu, tanaman sereh mempunyai tekstur yang lemas dan sulit patah. Tulang daun tanaman ini berbentuk sejajar. Apabila daunnya dipecah atau diremas akan berbau wangi. Pangkal batang tanaman sereh ini membesar dan mempunyai pelepah daun berwarna kuning kehijauan bercampur dengan warna merah keunguan. Bentuk tanaman ini menyerupai rumput, berumpun banyak dan mengumpul menjadi gerombol besar. Batangnya melengkung sampai 2/3 bagian panjang daunnya (Emmyzar dan Muhammad, 2002).

  Umumnya akan tumbuh di daerah dengan ketinggian rendah sampai dengan 4.000 m dpl. Namun pertumbuhan akan optimal pada areal dengan jenis tanah aluvial yang subur pada ketinggian sampai 2.500 m dpl, beriklim lembab dengan curah hujan merata sepanjang tahun. Iklim yang sesuai adalah yang mempunyai curah hujan 1.800-2.500 mm per tahun dengan distribusi yang merata dalam waktu 10 bulan. Derajat keasaman (pH) sereh wangi yang disukai 6-7,5. Perbanyakan tanaman yang paling mudah adalah dengan pemecahan rumpun tanaman dewasa. Sereh wangi yang akan diambil minyak atsirinya agar dipangkas sebelum munculnya bunga, karena jika bunganya sudah muncul maka mutu minyaknya akan lebih rendah (Ginting, 2004).

  Jenis-jenis Sereh Wangi Tanaman sereh wangi yang diusahakan di Indonesia terdiri dari dua jenis yaitu lemabatu dan mahapengiri. Jenis mahapengiri mempunyai ciri-ciri daunnya lebih luas dan pendek, rumpun daun sereh wangi pada umur 6 bulan akan merunduk sehingga tinggi rumpun kurang dari 1 meter, membutuhkan lahan yang lebih subur, disamping itu menghasilkan minyak dengan kadar sitronellal dan geraniol yang tinggi. Sedangkan jenis lemabatu mempunyai ciri-ciri yaitu daunnya yang lebih panjang dan ramping, rumpunnya akan tumbuh lebih tinggi, dapat tumbuh pada lahan yang kurang subur, dan menghasilkan minyak atsiri dengan kadar sitronellal dan genariol yang lebih rendah (Munadi, 2003).

  Di Indonesia tanaman sereh terutama banyak tumbuh di daerah Tasikmalaya, Bandung, Palembang, Padang, Ujungpandang, dan Solo. Jenis mahapengiri banyak ditanam di Malaya, Birma, Suriname dan Kamerun, Amerika Tengah, Guatemala, Henduras, dan Pulau Haiti (Munadi, 2003).

  Komposisi Minyak Sereh Wangi Komponen kimia dalam minyak sereh wangi cukup komplek, namun komponen yang terpenting adalah sitronellal dan geraniol. Kedua komponen tersebut menentukan intensitas bau, harum, serta nilai harga minyak sereh wangi. Kadar komponen kimia penyusun utama minyak sereh wangi tidak tetap, dan tergantung pada beberapa faktor. Biasanya jika kadar geraniol tinggi maka kadar sitronellal juga tinggi (Harris, 1987).

  Menurut Sastrohamidjojo (2007) kandungan utama yang terdapat pada sereh wangi adalah geraniol dan sitronellal. Dua senyawa ini mempengaruhi kualitas minyak sereh wangi yang dihasilkan. Apabila kandungan geraniol tinggi, maka kandungan sitronellal juga tinggi.

  1.

  10 H

  18 O)

  Geraniol (C Geraniol merupakan persenyawaan yang terdiri dari 2 molekul isoprene dan 1 molekul air. Geraniol dapat dioksidasi menjadi sitral dan senyawa ini digunakan pada pabrik pembuatan ionon. Alfa-ionon digunakan secara ekstensif dalam pewangi karena baunya yang mirip dengan bunga violet. Geraniol lebih lanjut digunakan dalam pembuatan nerolidol dan farnesol. Geraniol memiliki rumus bangun sebagai berikut : CH - C = CH - CH --- CH - C = CH - CH – OH

  3

  2

  2

  2 CH CH

  3

  3

  2. H O)

  10

16 Sitronellal (C

  Sitronellal merupakan senyawa penting yang terdapat pada sereh wangi. Kandungan sitronellal tinggi, maka kandungan geraniol juga tinggi.

  Penggunaan yang penting sitronellal adalah untuk pembuatan hidroksi sitronellal melalui hidrasi. Senyawa hidroksi sitronellal tidak diperoleh secara alami tetapi senyawa tersebut merupakan senyawa sintetik yang paling penting dalam pewangian. Senyawa tersebut memiliki bau yang harum seperti floral-lily dan digunakan secara luas dalam pewangi untuk sabun dan kosmetik. Rumus bangun senyawa sitronellal adalah: CH

  3 - C = CH - CH 2 --- CH 2 - C = CH - C - H

  CH CH

  3

3 Syarat Mutu Minyak Sereh Wangi

  Standar mutu minyak sereh wangi untuk kualitas ekspor dapat dianalisis fisis yaitu berdasarkan warna, bobot jenis, indeks bias, sedangkan secara kimia berdasarkan total geraniol, total sitronellal, dan kelarutan dalam etanol 80% yang ditampilkan dalam Tabel 1. Tabel 1. Standar Mutu Minyak Sereh Wangi Indonesia Berdasarkan Sifat Fisis dan Kimia

  Sifat Fisis dan Kimia Syarat Warna Kuning pucat sampai kuning kecoklatan Bobot jenis 0,88 - 0,922 Indeks bias (nD ) 1,466 - 1,475

20 Total geraniol

  ≥ 85% Sitronellal

  ≥ 35% Kelarutan dalam etanol 80% 1: 2 sampai larutan jernih

  Sumber : SNI 06-3953-1995 Minyak sereh wangi tidak memenuhi syarat ekspor apabila kadar geraniol dan sitronellal rendah atau mengandung bahan aging. Kadar geraniol dan sitronellal yang rendah biasanya disebabkan oleh jenis tanaman sereh yang kurang baik, di samping pemeliharaan tanaman yang kurang baik serta umur tanaman yang terlalu tua. Bahan-bahan tambahan yang terdapat dalam minyak sereh wangi berupa lemak, alkohol dan minyak tanah sering digunakan sebagai bahan pencampur (Ketaren dan Djatmiko, 1978).

  Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3953-1995, kualitas minyak berdasarkan kandungan geraniol dan sitronellal dapat digolongkan menjadi tiga golongan seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Standar Mutu Minyak Sereh Wangi Kualitas minyak sereh wangi Total geraniol (%) Total sitronellal (%)

  A ≥ 85% ≥ 35%

  • B 80 – 85% C ≤ 85%
  • Sumber : SNI 06-3953-1995

  Kadar Air

  Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air merupakan pemegang peranan penting, kecuali temperatur maka aktivitas air mempunyai tempat tersendiri dalam proses pembusukan dan ketengikan (Wardani, 2009).

  Kadar air dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis tanaman, kondisi tanah, dan tingkat kesuburan tanah. Kadar air sereh wangi juga dipengaruhi oleh lama penjemuran yang dilakukan. Penjemuran sereh wangi yang dianjurkan adalah penjemuran pada suhu ruangan selama 1-4 hari agar mendapatkan rendemen yang maksimal. Namun penjemuran di atas 4 hari akan menyebabkan kadar air yang terdapat pada sereh wangi berkurang sehingga menghasilkan penurunan kualitas minyak sereh wangi (Harris, 1987).

  Penyulingan Minyak Sereh Wangi

  Penyulingan adalah salah satu proses atau cara yang dilakukan untuk memisahkan komponen-komponen campuran dari dua atau lebih cairan berdasarkan perbedaan tekanan uap masing-masing komponen tersebut. Proses penyulingan dilakukan dengan cara mendidihkan campuran air dengan bahan baku di dalam suatu ketel hingga diperoleh uap yang dibutuhkan atau juga dengan cara mengalirkan uap jenuh (saturated vapour), dari ketel pendidih air ke dalam ketel penyulingan. Dengan cara ini, berbagai zat bertitik didih tinggi dapat dipisahkan dari berbagai zat yang tidak dapat menguap. Proses ekstraksi minyak pada penyulingan pertama berlangsung cepat, dan secara bertahap semakin lambat sampai kira-kira 2/3 minyak telah tersuling (Ketaren dan Djatmiko, 1978). Rendemen minyak yang dihasilkan dari daun sereh tergantung dari bermacam-macam faktor antara lain iklim, kesuburan tanah, umur tanaman dan cara penyulingan. Rendemen dipengaruhi oleh musim panas dengan rata-rata 0,7% dan musim hujan 0,5%. Daun sereh jenis lemabatu menghasilkan rendemen minyak 0,5% (Harris, 1987).

  Para penyuling skala rakyat mengeringkan daun di bawah sinar matahari selama 3-4 jam agar dihasilkan rendemen yang maksimum dan lama penyulingan sesuai bahan baku yang digunakan, sehingga komponen minyak seluruhnya terekstraksi dan berkualitas baik. Tetapi cara ini akan menghasilkan mutu minyak sereh wangi yang rendah (Ketaren, 1985).

  Pada penyulingan secara langsung, bahan atau daun sereh wangi yang akan diambil minyaknya dimasak dengan air, dengan demikian penguapan air dan minyak berlangsung bersamaan. Kendati penyulingan langsung seolah-olah memudahkan penanganan tetapi ternyata mengakibatkan kehilangan hasil dan penurunan mutu. Penyulingan langsung dapat mengakibatkan teroksidasi dan terhidrolisis, selain itu menyebabkan timbulnya hasil sampingan yang tidak dikehendaki. Pada penyulingan secara tidak langsung, yaitu dengan cara memisahkan penguapan air dengan penguapan minyak. Bahan tumbuhan diletakkan ditempat tersendiri yang dialiri uap air, atau secara lebih sederhana bahan tumbuhan diletakkan di atas air mendidih (Harris, 1987).

  Pada awal penyulingan akan tersuling sejumlah besar geraniol dan sitronellal, sedangkan pada penyulingan lebih lanjut total geraniol dan sitronellal yang dihasilkan semakin berkurang. Berdasarkan pengalaman pada penyulingan 4,5 jam akan menghasilkan minyak sereh wangi dengan kadar geraniol maksimum

  85% dan sitronellal 35%. Dengan demikian penyulingan diatas 4,5 jam (5-6) jam tidak akan menambah kadar kedua zat tersebut. Lama penyulingan tergantung dari tekanan uap yang digunakan dan faktor kondisi, terutama kadar air daun sereh. Pada prinsipnya, tekanan yang digunakan tidak boleh terlalu tinggi, karena pada tekanan yang terlalu tinggi minyak akan terdekomposisi, terutama pada waktu penyulingan yang terlalu lama. Satu hal yang penting dalam penyulingan minyak sereh adalah agar suhu dan tekanan tetap (Ginting, 2004).

  a.

  Penyulingan dengan metode rebus (hydro destilation) Penyulingan dengan cara ini, ketel penyulingan diisi air sampai volumenya hampir separuh, lalu dipanaskan. Sebelum air mendidih, bahan baku dimasukkan ke dalam ketel penyulingan. Dengan demikian, penguapan air dan bahan baku akan berlangsung secara bersamaan. Cara penyulingan ini biasanya menggunakan bahan baku yang mudah bergerak di dalam air seperti daun dan bunga karena bahan baku tersebut harus tidak mudah rusak oleh panas uap air. Setelah dipanaskan akan terbentuk uap campuran daun dan air. Uap tersebut lalu dialirkan menuju gelas pemisah yang terdapat air yang suhunya lebih rendah dari air yang ada pada ketel. Pemisahan terjadi karena adanya perbedaan berat jenis antara air dan minyak (Ginting, 2004).

  b.

  Penyulingan dengan metode uap (steam destilation) Pada sistem penyulingan dengan uap (steam destillation), air sebagai sumber uap panas terdapat dalam boiler yang letaknya terpisah dari ketel penyulingan. Uap yang dihasilkan mempunyai tekanan lebih tinggi dari tekanan udara luar. Proses penyulingan dengan uap ini baik jika digunakan untuk penyulingan bahan baku minyak atsiri berupa kayu, kulit batang, maupun biji-bijian yang relatif keras (Ginting, 2004).

  Menurut Sihite (2009) salah satu kelebihan metode ini adalah mempunyai ketel uap yang dapat dipasang seri sehingga proses produksi akan berlangsung lebih cepat. Namun memerlukan konstruksi ketel yang lebih kuat, alat pengaman yang lebih baik dan sempurna.