Pengaruh Lama Pengeringan Bahan Baku dan Metode Penyulingan Rebus dan Uap terhadap Kualitas Minyak Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L.)

PENGARUH LAMA PENGERINGAN BAHAN BAKU DAN METODE PENYULINGAN REBUS DAN UAP TERHADAP KUALITAS MINYAK SEREH WANGI
(Cymbopogon nardus L. Rendle)
HASIL PENELITIAN
Oleh: Tri Ayu Kurnia 081203051/ Teknologi Hasil Hutan
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian
Nama NIM Program Studi

: Pengaruh Lama Pengeringan Bahan Baku dan Metode Penyulingan Rebus dan Uap terhadap Kualitas Minyak Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L.)
: Tri Ayu Kurnia : 081203051 : Kehutanan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

Irawati Azhar, S.Hut, M.Si Ketua

Tito Sucipto, S.Hut, M.Si Anggota


Mengetahui,
Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D Ketua Program Studi Kehutanan

Tri Ayu Kurnia. Pengaruh Lama Pengeringan Bahan Baku dan Metode Penyulingan Rebus dan Uap terhadap Kualitas Minyak Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L. Rendle). Dibimbing oleh Irawati Azhar dan Tito Sucipto.
ABSTRAK
Penyulingan dilakukan menggunakan dua metode yaitu penyulingan metode rebus dan penyulingan metode uap dengan bahan baku sereh wangi dengan perlakuan lama pengeringan bahan baku tanpa pengeringan (segar), pengeringan tiga hari, dan pengeringan enam hari. Perbedaan metode penyulingan dan lama pengeringan bahan baku diduga mempengaruhi kualitas dan rendemen minyak sereh wangi yang dihasilkan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh lama pengeringan bahan baku dan metode penyulingan terhadap kualitas minyak sereh wangi dan mengevaluasi sifat fisis dan kimia minyak sereh wangi yang dihasilkan.
Minyak sereh wangi disuling dengan menggunakan penyulingan metode rebus dan penyulingan metode uap. Rendemen yang dihasilkan dari penyulingan metode rebus lebih besar dibandingkan dengan penyulingan metode uap. Nilai sifat fisis minyak sereh wangi yang memenuhi SNI 06-3953-1995 adalah nilai bobot jenis pada minyak sereh wangi tanpa pengeringan (segar) dengan penyulingan metode rebus, sedangkan nilai indeks bias tidak memenuhi standar. Nilai sifat kimia yang memenuhi SNI 06-3953-1995 adalah total geraniol pada minyak sereh wangi dengan penyulingan metode rebus pada bahan baku tanpa pengeringan (segar), pengeringan tiga hari, dan pengeringan enam hari serta nilai total sitronellal pada minyak sereh wangi dengan penyulingan metode rebus pada bahan baku tanpa pengeringan (segar), pengeringan tiga hari, dan pengeringan enam hari, serta pada minyak sereh wangi dengan penyulingan metode uap pada bahan baku dengan pengeringan tiga hari dan enam hari. Nilai kelarutan dalam etanol 80% tidak memenuhi standar.
Kata kunci : penyulingan, sereh wangi, rendemen, sifat fisis, sifat kimia

Tri Ayu Kurnia. Effect of Long Drying Raw Materials and Methods Hydro and Steam Distillation of the Quality Fragrant Lemongrass Oil
(Cymbopogon nardus L. Rendle). Academic supervised by Irawati Azhar and Tito Sucipto.
ABSTRACT
Destillation was done using two methods, hydro and refining methods steam distillation method with lemongrass fragrance raw materials with long drying treatment without drying the raw material (fresh), draining three days and six days drying. Differences destillation methods and long drying materials suspected to affect the quality and yield of lemongrass scented oil produced. The purpose of this study was to analyze the effect of long drying materials and methods of refining the quality of fragrant lemongrass oil and evaluate the physical and chemical properties of lemongrass scented oil produced.
Lemongrass scented oil extracted by destillation method using hydro and the steam distillation method. The yield produced by the destillation method hydro greater than steam destillation method. Value of the physical properties of lemongrass scented oils that meet the SNI 06-3953-1995 is the value of specific gravity in fragrant lemongrass oil without drying (fresh) with hydro destillation method, while the refractive index values did not meet standards. Value of chemical properties meet SNI 06-3953-1995 was total geraniol in lemongrass scented oil with hydro destillation method without drying the raw material (fresh), draining three days, six days and drying as well as the total value sitronellal scented with lemongrass oil refining methods boiled the raw material without drying (fresh), draining three days, six days and drying, and the fragrant lemongrass oil with steam distillation method on raw materials by drying three days and six days. Value of solubility in 80% ethanol did not meet the standard.
Keywords: refining, lemongrass scented, rendemen, physical properties, chemical properties

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala berkat dan karunia-Nya sehingga hasil penelitian yang berjudul “Pengaruh Lama Pengeringan Bahan Baku dan Metode Penyulingan Rebus dan Uap terhadap Kualitas Minyak Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L. Rendle)” diselesaikan dengan baik. Hasil penelitian ini merupakan suatu aplikasi ilmu yang didapat dari pembelajaran di ruang perkuliahan dan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan (S.Hut).
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ibu Irawati Azhar, S.Hut, M.Si, dan Bapak Tito Sucipto, S.Hut, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah banyak mengarahkan dan memberikan saran kepada penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua, saudara-saudara serta teman-teman yang telah mendukung, membantu dan mendoakan penulis dalam penulisan hasil penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis menerima kritikan dan saran yang membangun dari pembaca untuk menyempurnakan di masa yang akan datang. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan memberi kontribusi yang baru khususnya dalam bidang kehutanan dan bidang pendidikan.

Medan, Januari 2013
Penulis

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...............................................................................

i

ABSTRACT .............................................................................

ii

KATA PENGANTAR ……………………………………………… iii

DAFTAR ISI ………………………………………………………... iv

DAFTAR GAMBAR……………………………………………….. v

DAFTAR TABEL…………………………………………………... vi


DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………. vii

PENDAHULUAN Latar Belakang …………..……………………………………. Tujuan Penelitian ………….………………………………….. Manfaat Penelitian ………….……………………………….... Hipotesis ……………………………………………………....

1 2 3 3

TINJAUAN PUSTAKA Hasil Hutan Non Kayu..……………………………………… Minyak Atsiri.…………………….……………….………….. Sifat-Sifat Minyak Atsiri ……...………………………….. Sereh Wangi………………………….……………………….. Syarat Tumbuh Sereh Wangi……………………………… Jenis-Jenis Sereh Wangi…………………………………… Komposisi Minyak Sereh Wangi………………………….. Syarat Mutu Minyak Sereh Wangi………………………... Kadar Air ……………………………………………………... Penyulingan Minyak Sereh Wangi……………………………

4 4 5 6 7 8 9 10 12 12

METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ………………………………… Alat dan Bahan ………………………………………………... Metode Penelitian..…………………………………………….. Persiapan Bahan Baku……………………………………... Metode Penyulingan..…………………………..…………... Pengujian Kualitas Minyak Sereh Wangi…………………... Rancangan Percobaan dan Analisis Data ………………….

16 16 17 17 20 21 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Bahan Baku Berdasarkan Lama Pengeringan……..... Pengujian Rendemen dan Sifat Fisis dan Kimia ………………. Rendemen ……………………………………………………

30 31 32

Bobot Jenis ………………………………………………….. Indeks Bias ………………………………………………….. Total Geraniol ………………………………………………. Total Sitronellal ……………………………………………. Kelarutan dalam Etanol 80% …………………………….…

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ………………………………………………….. Saran …………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

34 37 40 43 46
49 49

DAFTAR GAMBAR

1. Bagan alir pembuatan minyak sereh wangi ……………………….. 2. Sistem penyulingan dengan air .................................................... ... 3. Sistem penyulingan dengan metode uap........................................... 4. Nilai kadar air minyak sereh wangi .............................................. ... 5. Nilai rendemen minyak sereh wangi ............................................. 6. Bobot jenis minyak sereh wangi ................................................... 7. Indeks bias minyak sereh wangi ................................................... 8. Total geraniol minyak sereh wangi ............................................... 9. Kadar sitronellal minyak sereh wangi ...........................................

19 21 22 30 32 35 37 40 43

DAFTAR TABEL

1. Standar mutu minyak sereh wangi Indonesia berdasarkan sifat fisis dan kimia……………………………………………….........
2. Standar mutu minyak sereh wangi……………………………….. 3. Berat minyak untuk menentukan bilangan ester setelah asetilasi.. 4. Nilai sifat fisis-kimia minyak sereh wangi ……………………….. 5. Nilai kelarutan dalam etanol 80% …………………………………

11 11 24 31 46


DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil pengukuran kadar air bahan baku sereh wangi .............. 49
Lampiran 2. Hasil pengukuran rendemen minyak sereh wangi dari dua metode penyulingan …………………………………………………… 50
Lampiran 3. Hasil pengukuran bobot jenis dari dua metode penyulingan . .. 51
Lampiran 4. Hasil pengukuran nilai indeks bias dari dua metode penyulingan .. 53
Lampiran 5. Nilai total geraniol minyak sereh wangi dari dua metode penyulingan ………………………………………… 54
Lampiran 6. Kelarutan dalam etanol 80% dari dua metode penyulingan …… 55
Lampiran 7. Nilai sidik ragam rendemen dengan dua metode penyulingan dan perlakuan pengeringan bahan baku …………………………….. 56
Lampiran 8. Nilai sidik ragam bobot jenis dengan dua metode penyulingan dan perlakuan pengeringan bahan baku ……………………………... 57
Lampiran 9. Nilai sidik ragam indeks bias dengan dua metode penyulingan dan perlakuan pengeringan bahan baku …………………………….. 58
Lampiran 10. Nilai sidik ragam total geraniol dengan dua metode penyulingan dan perlakuan pengeringan bahan baku ……………………………. 59
Lampiran 11. Nilai sidik ragam total sitronellal dengan dua metode penyulingan dan perlakuan pengeringan bahan baku ……………………….. 60
Lampiran 12. Nilai sidik ragam kelarutan dalam etanol 80% dengan dua metode penyulingan dan perlakuan pengeringan bahan baku …………. 61

Tri Ayu Kurnia. Pengaruh Lama Pengeringan Bahan Baku dan Metode Penyulingan Rebus dan Uap terhadap Kualitas Minyak Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L. Rendle). Dibimbing oleh Irawati Azhar dan Tito Sucipto.
ABSTRAK
Penyulingan dilakukan menggunakan dua metode yaitu penyulingan metode rebus dan penyulingan metode uap dengan bahan baku sereh wangi dengan perlakuan lama pengeringan bahan baku tanpa pengeringan (segar), pengeringan tiga hari, dan pengeringan enam hari. Perbedaan metode penyulingan dan lama pengeringan bahan baku diduga mempengaruhi kualitas dan rendemen minyak sereh wangi yang dihasilkan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh lama pengeringan bahan baku dan metode penyulingan terhadap kualitas minyak sereh wangi dan mengevaluasi sifat fisis dan kimia minyak sereh wangi yang dihasilkan.
Minyak sereh wangi disuling dengan menggunakan penyulingan metode rebus dan penyulingan metode uap. Rendemen yang dihasilkan dari penyulingan metode rebus lebih besar dibandingkan dengan penyulingan metode uap. Nilai sifat fisis minyak sereh wangi yang memenuhi SNI 06-3953-1995 adalah nilai bobot jenis pada minyak sereh wangi tanpa pengeringan (segar) dengan penyulingan metode rebus, sedangkan nilai indeks bias tidak memenuhi standar. Nilai sifat kimia yang memenuhi SNI 06-3953-1995 adalah total geraniol pada minyak sereh wangi dengan penyulingan metode rebus pada bahan baku tanpa pengeringan (segar), pengeringan tiga hari, dan pengeringan enam hari serta nilai total sitronellal pada minyak sereh wangi dengan penyulingan metode rebus pada bahan baku tanpa pengeringan (segar), pengeringan tiga hari, dan pengeringan enam hari, serta pada minyak sereh wangi dengan penyulingan metode uap pada bahan baku dengan pengeringan tiga hari dan enam hari. Nilai kelarutan dalam etanol 80% tidak memenuhi standar.
Kata kunci : penyulingan, sereh wangi, rendemen, sifat fisis, sifat kimia


Tri Ayu Kurnia. Effect of Long Drying Raw Materials and Methods Hydro and Steam Distillation of the Quality Fragrant Lemongrass Oil
(Cymbopogon nardus L. Rendle). Academic supervised by Irawati Azhar and Tito Sucipto.
ABSTRACT
Destillation was done using two methods, hydro and refining methods steam distillation method with lemongrass fragrance raw materials with long drying treatment without drying the raw material (fresh), draining three days and six days drying. Differences destillation methods and long drying materials suspected to affect the quality and yield of lemongrass scented oil produced. The purpose of this study was to analyze the effect of long drying materials and methods of refining the quality of fragrant lemongrass oil and evaluate the physical and chemical properties of lemongrass scented oil produced.
Lemongrass scented oil extracted by destillation method using hydro and the steam distillation method. The yield produced by the destillation method hydro greater than steam destillation method. Value of the physical properties of lemongrass scented oils that meet the SNI 06-3953-1995 is the value of specific gravity in fragrant lemongrass oil without drying (fresh) with hydro destillation method, while the refractive index values did not meet standards. Value of chemical properties meet SNI 06-3953-1995 was total geraniol in lemongrass scented oil with hydro destillation method without drying the raw material (fresh), draining three days, six days and drying as well as the total value sitronellal scented with lemongrass oil refining methods boiled the raw material without drying (fresh), draining three days, six days and drying, and the fragrant lemongrass oil with steam distillation method on raw materials by drying three days and six days. Value of solubility in 80% ethanol did not meet the standard.
Keywords: refining, lemongrass scented, rendemen, physical properties, chemical properties

PENDAHULUAN
Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat memberikan manfaat
berlipat ganda, baik manfaat secara langsung maupun manfaat secara tidak langsung. Manfaat hutan yang tidak langsung meliputi sumber keanekaragaman hayati (biodiversity) yang terbesar di dunia meliputi flora dan fauna, sumber lingkungan regional dan global yang tidak ternilai, baik sebagai pengatur iklim dan penyerap CO2, serta fungsi hidrologi yang sangat penting artinya bagi kehidupan manusia di sekitar hutan dan plasma nutfah yang dikandungnya. Manfaat hutan secara langsung adalah sebagai sumber berbagai jenis hasil hutan kayu, maupun hasil hutan non kayu. Hasil hutan non kayu (HHNK) merupakan potensi hasil hutan yang mulai banyak dikembangkan untuk kebutuhan masyarakat. HHNK yang dimanfaatkan oleh masyarakat menjadi bahan baku berbagai industri seperti getah, kulit kayu, daun, akar, buah, bunga dan lain-lain (Forest Watch Indonesia, 2011).
Salah satu HHNK yang mulai banyak diminati adalah minyak atsiri. Minyak atsiri merupakan zat yang memiliki bau yang khas pada tanaman yang pada suhu ruang mudah menguap di udara terbuka. Hampir seluruh tanaman penghasil minyak atsiri yang saat ini tumbuh di wilayah Indonesia sudah dikenal oleh sebagian masyarakat. Bahkan beberapa jenis tanaman penghasil minyak atsiri menjadi bahan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu tanaman penghasil minyak atsiri adalah sereh wangi. Menurut Agusta (2000) minyak sereh wangi dapat digunakan dalam industri sebagai ramuan obat-obatan tradisional, keperluan bahan pangan, cita rasa (penyedap),

kosmestik, obat penolak serangga, dan wangi-wangian (parfume). Upaya untuk meningkatkan nilai tambah sereh wangi diperlukan pengolahan lebih lanjut. Salah satunya dengan cara penyulingan daun dan batang tanaman sereh wangi.
Penyulingan merupakan pemisahan komponen-komponen suatu campuran dari dua jenis cairan atau lebih berdasarkan perbedaan uap. Sistem penyulingan yang digunakan adalah sistem air (rebus) dan sistem uap. Ciri khas sistem air (rebus) adalah bahan baku dan air ditempatkan dalam wadah yang sama pada waktu penyulingan dan biasanya digunakan untuk bahan baku yang bertekstur ringan seperti daun-daunan atau bunga. Sedangkan ciri penyulingan sistem uap adalah uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas, bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Guenther, 1987).
Selain dua metode penyulingan yang digunakan, penelitian ini akan menggunakan bahan baku dengan lama pengeringan bahan baku yang berbeda yaitu bahan baku tanpa pengeringan (segar), bahan baku setelah dikeringkan selama 3 hari, dan bahan baku setelah dikeringkan selama 6 hari. Penelitian ini juga menggunakan dua metode penyulingan, yaitu metode rebus dan uap. Maka dari itu, dilakukan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh lama pengeringan bahan baku dari dua metode penyulingan yang diharapkan dapat menghasilkan kualitas dan rendemen yang optimal.
Tujuan Penelitian 1. Menganalisis pengaruh lama pengeringan bahan baku dan metode penyulingan terhadap kualitas minyak sereh wangi.

2. Mengevaluasi sifat fisis dan kimia minyak sereh wangi yang dihasilkan berdasarkan SNI 06-3953-1995.
Manfaat Penelitian 1. Untuk mengetahui metode penyulingan dan kadar air bahan baku yang terbaik berdasarkan kualitas minyak sereh wangi yang maksimal dan rendemen terbanyak. 2. Untuk menambah pengetahuan mengenai kualitas minyak atsiri.

Hipotesis 1. Metode penyulingan mempengaruhi kualitas dan rendemen minyak sereh wangi yang dihasilkan. 2. Lama pengeringan bahan baku mempengaruhi kualitas dan rendemen minyak sereh wangi yang dihasilkan. 3. Interaksi antar metode penyulingan dan lama pengeringan bahan baku mempengaruhi kualitas dan rendemen minyak sereh wangi yang dihasilkan.

TINJAUAN PUSTAKA
Hasil Hutan Non Kayu Secara ekologis hasil hutan non kayu (HHNK) tidak memiliki perbedaan
fungsi dengan hasil hutan kayu, karena sebagian besar HHNK merupakan bagian dari pohon. Menurut UU Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, disebutkan bahwa HHNK adalah hasil hutan hayati maupun non hayati yang berasal dari hutan atau lahan sejenis.
Hasil hutan non kayu merupakan manfaat yang dihasilkan secara langsung dari hutan. Hasil hutan non kayu dapat berupa getah, kulit kayu, daun, akar, buah, bunga dan lain-lain. Sebetulnya, banyak tumbuhan yang cepat berproduksi yang dapat ditanam di lahan hutan sebagai hasil hutan non kayu, baik sebagai tanaman utama, tanaman tumpang sari maupun sebagai tanaman sela. Beberapa diantaranya adalah bahan pangan (padi, jagung, garut, talas, ubi, dan sebagainya), sumber minyak lemak (jarak, bunga matahari), tanaman obat, bahan pakan ternak, dan sebagai penghasil minyak atsiri (Sumadiwangsa, 2001).
Hasil hutan non kayu sudah sejak lama masuk dalam komponen penting strategi penghidupan penduduk hutan. Saat ini, upaya untuk mempromosikan pemanfaatan hutan yang ramah lingkungan berhasil meningkatkan perhatian terhadap pemasaran dan pemungutan hasil hutan non kayu sebagai suatu perangkat dalam mengembangkan konsep kelestarian (CIFOR, 1998).
Minyak Atsiri Minyak atsiri disebut juga minyak eteris atau minyak terbang
(essential oil atau volatile). Dinamakan demikian karena minyak atsiri mudah menguap pada suhu kamar (250C) tanpa mengalami dekomposisi. Aroma minyak

atsiri umumnya khas, sesuai jenis tanamannya. Minyak atsiri mudah larut dalam pelarut organik, tetapi tidak larut dalam air (Munadi, 2003).
Hampir seluruh tanaman penghasil minyak atsiri yang saat ini tumbuh di wilayah Indonesia sudah dikenal oleh sebagian masyarakat. Bahkan beberapa jenis tanaman penghasil minyak atsiri menjadi bahan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Minyak atsiri dihasilkan dari berbagai jaringan tanaman tertentu seperti akar, batang, kulit, daun, bunga, buah, atau biji (Lutony dan Rahmayati, 2002).
Di Indonesia banyak dibuat jenis-jenis minyak atsiri, seperti minyak nilam, minyak cengkeh, minyak pala, minyak lada, minyak sereh dan lain-lain. Minyak sereh adalah salah satu minyak atsiri yang penting di Indonesia di samping minyak atsiri lainnya. Produksi minyak sereh sebelum perang dunia II menempati puncak yang tertinggi di pasaran dunia, begitu juga tentang mutunya. Akan tetapi setelah perang dunia II produksi tersebut menurun dengan cepat, sehingga penghasil minyak sereh sampai akhir tahun 1941 nilainya seperdelapan dari nilai sebelumnya (Guenther, 1987).
Sifat-sifat Minyak Atsiri Menurut Gunawan dan Mulyani (2004), terdapat beberapa sifat minyak
atsiri yang dijelaskan sebagai berikut : 1. Tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa. 2. Memiliki bau khas. Umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalnya. Bau minyak atsiri satu dengan yang lain berbeda-beda, sangat tergantung dari macam dan intensitas bau dari masing-masing komponen penyusun.

3. Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberi kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika sampai di kulit, tergantung dari jenis komponen penyusunnya.
4. Dalam keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa-senyawa lain) mudah menguap pada suhu kamar sehingga bila diteteskan pada selembar kertas akan menguap, tidak meninggalkan bekas noda pada kertas yang ditempel.
5. Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubah menjadi tengik. Ini berbeda dengan minyak lemak yang tersusun oleh asam-asam lemak.
6. Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh udara, sinar matahari (terutama gelombang ultra violet), dan panas karena terdiri dari berbagai macam komponen penyusun.

7. Indeks bias umumnya tinggi. 8. Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisasi dengan
rotasi yang spesifik karena banyak komponen penyusun yang memiliki atom C asimetrik. 9. Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air, tetapi cukup dapat larut hingga dapat memberikan baunya kepada air walaupun kelarutannya sangat kecil. 10. Sangat mudah larut dalam pelarut organik.
Sereh Wangi Salah satu penghasil minyak atsiri adalah sereh wangi. Menurut
Integrated Tasonomic Information System (2005) taksonomi sereh wangi adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Liliopsida

Sub Kelas : Commelinidae


Ordo

: Poales

Famili

: Poaceae

Genus

: Cymbopogon

Spesies

: Cymbopogon nardus L. Rendle

Sereh wangi dikenal dengan berbagai nama daerah, seperti sere mangat

(Aceh), sange-sange (Toba), sere (Gayo, Jawa, Madura), sarai (Minangkabau),


sorai (Lampung), sereh (Sunda), see (Bali), patahampori (Bima), kendoung witu

(Sumba), nau sina (Roti), bu muke (Timor), tenian nalai (Leti), timbuala

(Gorontalo), langilo (Buol), dirangga (Goram), hisa-hisa (Ambon), isola (Nusa

laut), bisa (Buru), hewuwu (Halmahera). Sedangkan nama asingnya adalah

citronella grass (Wardani, 2009).

Syarat Tumbuh Sereh Wangi Tanaman sereh wangi tumbuh berumpun dengan tinggi sekitar 50-100
cm. Daun tunggal berjumbai, panjang sampai 1 meter, lebar 1,5 cm, bagian bawahnya agak kasar, tulang daun sejajar. Batang tidak berkayu, berusuk-rusuk pendek, dan berwarna putih. Akarnya serabut. Perbanyakan dilakukan dengan pemisahan stek anakan (Emmyzar dan Muhammad, 2002).

Tanaman ini memiliki daun berwarna hijau muda, potongan sempit panjang, daun tunggal dan tidak lebar. Daunnya berbentuk pita yang semakin meruncing ke ujung, tepi daunnya kasar dan tajam. Selain itu, tanaman sereh mempunyai tekstur yang lemas dan sulit patah. Tulang daun tanaman ini berbentuk sejajar. Apabila daunnya dipecah atau diremas akan berbau wangi. Pangkal batang tanaman sereh ini membesar dan mempunyai pelepah daun berwarna kuning kehijauan bercampur dengan warna merah keunguan. Bentuk tanaman ini menyerupai rumput, berumpun banyak dan mengumpul menjadi gerombol besar. Batangnya melengkung sampai 2/3 bagian panjang daunnya (Emmyzar dan Muhammad, 2002).
Umumnya akan tumbuh di daerah dengan ketinggian rendah sampai dengan 4.000 m dpl. Namun pertumbuhan akan optimal pada areal dengan jenis tanah aluvial yang subur pada ketinggian sampai 2.500 m dpl, beriklim lembab dengan curah hujan merata sepanjang tahun. Iklim yang sesuai adalah yang mempunyai curah hujan 1.800-2.500 mm per tahun dengan distribusi yang merata dalam waktu 10 bulan. Derajat keasaman (pH) sereh wangi yang disukai 6-7,5. Perbanyakan tanaman yang paling mudah adalah dengan pemecahan rumpun tanaman dewasa. Sereh wangi yang akan diambil minyak atsirinya agar dipangkas sebelum munculnya bunga, karena jika bunganya sudah muncul maka mutu minyaknya akan lebih rendah (Ginting, 2004).
Jenis-jenis Sereh Wangi Tanaman sereh wangi yang diusahakan di Indonesia terdiri dari dua jenis
yaitu lemabatu dan mahapengiri. Jenis mahapengiri mempunyai ciri-ciri daunnya

lebih luas dan pendek, rumpun daun sereh wangi pada umur 6 bulan akan merunduk sehingga tinggi rumpun kurang dari 1 meter, membutuhkan lahan yang lebih subur, disamping itu menghasilkan minyak dengan kadar sitronellal dan geraniol yang tinggi. Sedangkan jenis lemabatu mempunyai ciri-ciri yaitu daunnya yang lebih panjang dan ramping, rumpunnya akan tumbuh lebih tinggi, dapat tumbuh pada lahan yang kurang subur, dan menghasilkan minyak atsiri dengan kadar sitronellal dan genariol yang lebih rendah (Munadi, 2003).

Di Indonesia tanaman sereh terutama banyak tumbuh di daerah Tasikmalaya, Bandung, Palembang, Padang, Ujungpandang, dan Solo. Jenis mahapengiri banyak ditanam di Malaya, Birma, Suriname dan Kamerun, Amerika Tengah, Guatemala, Henduras, dan Pulau Haiti (Munadi, 2003).
Komposisi Minyak Sereh Wangi Komponen kimia dalam minyak sereh wangi cukup komplek, namun
komponen yang terpenting adalah sitronellal dan geraniol. Kedua komponen tersebut menentukan intensitas bau, harum, serta nilai harga minyak sereh wangi. Kadar komponen kimia penyusun utama minyak sereh wangi tidak tetap, dan tergantung pada beberapa faktor. Biasanya jika kadar geraniol tinggi maka kadar sitronellal juga tinggi (Harris, 1987).
Menurut Sastrohamidjojo (2007) kandungan utama yang terdapat pada sereh wangi adalah geraniol dan sitronellal. Dua senyawa ini mempengaruhi kualitas minyak sereh wangi yang dihasilkan. Apabila kandungan geraniol tinggi, maka kandungan sitronellal juga tinggi.

1. Geraniol (C10H18O) Geraniol merupakan persenyawaan yang terdiri dari 2 molekul
isoprene dan 1 molekul air. Geraniol dapat dioksidasi menjadi sitral dan senyawa ini digunakan pada pabrik pembuatan ionon. Alfa-ionon digunakan secara ekstensif dalam pewangi karena baunya yang mirip dengan bunga violet. Geraniol lebih lanjut digunakan dalam pembuatan nerolidol dan farnesol. Geraniol memiliki rumus bangun sebagai berikut : CH - C = CH - CH --- CH - C = CH - CH – OH
3 22 2
CH CH 33
2. Sitronellal (C10H16O) Sitronellal merupakan senyawa penting yang terdapat pada sereh
wangi. Kandungan sitronellal tinggi, maka kandungan geraniol juga tinggi. Penggunaan yang penting sitronellal adalah untuk pembuatan hidroksi sitronellal melalui hidrasi. Senyawa hidroksi sitronellal tidak diperoleh secara alami tetapi senyawa tersebut merupakan senyawa sintetik yang paling penting dalam pewangian. Senyawa tersebut memiliki bau yang harum seperti floral-lily dan digunakan secara luas dalam pewangi untuk sabun dan kosmetik. Rumus bangun senyawa sitronellal adalah: CH3 - C = CH - CH2 --- CH2 - C = CH - C - H
CH CH 33
Syarat Mutu Minyak Sereh Wangi Standar mutu minyak sereh wangi untuk kualitas ekspor dapat dianalisis
berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3953-1995. Menurut kriteria

fisis yaitu berdasarkan warna, bobot jenis, indeks bias, sedangkan secara kimia

berdasarkan total geraniol, total sitronellal, dan kelarutan dalam etanol 80% yang

ditampilkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Standar Mutu Minyak Sereh Wangi Indonesia Berdasarkan Sifat Fisis dan Kimia

Sifat Fisis dan Kimia Warna
Bobot jenis Indeks bias (nD20) Total geraniol Sitronellal Kelarutan dalam etanol 80% Sumber : SNI 06-3953-1995

Syarat
Kuning pucat sampai kuning kecoklatan 0,88 - 0,922 1,466 - 1,475 ≥ 85% ≥ 35% 1: 2 sampai larutan jernih

Minyak sereh wangi tidak memenuhi syarat ekspor apabila kadar

geraniol dan sitronellal rendah atau mengandung bahan aging. Kadar geraniol dan

sitronellal yang rendah biasanya disebabkan oleh jenis tanaman sereh yang kurang

baik, di samping pemeliharaan tanaman yang kurang baik serta umur tanaman

yang terlalu tua. Bahan-bahan tambahan yang terdapat dalam minyak sereh wangi

berupa lemak, alkohol dan minyak tanah sering digunakan sebagai bahan

pencampur (Ketaren dan Djatmiko, 1978).

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3953-1995, kualitas

minyak berdasarkan kandungan geraniol dan sitronellal dapat digolongkan

menjadi tiga golongan seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Standar Mutu Minyak Sereh Wangi

Kualitas minyak sereh wangi A B C
Sumber : SNI 06-3953-1995

Total geraniol (%) ≥ 85%
80 – 85% ≤ 85%

Total sitronellal (%) ≥ 35% -

Kadar Air Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air merupakan pemegang peranan penting, kecuali temperatur maka aktivitas air mempunyai tempat tersendiri dalam proses pembusukan dan ketengikan (Wardani, 2009).
Kadar air dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis tanaman, kondisi tanah, dan tingkat kesuburan tanah. Kadar air sereh wangi juga dipengaruhi oleh lama penjemuran yang dilakukan. Penjemuran sereh wangi yang dianjurkan adalah penjemuran pada suhu ruangan selama 1-4 hari agar mendapatkan rendemen yang maksimal. Namun penjemuran di atas 4 hari akan menyebabkan kadar air yang terdapat pada sereh wangi berkurang sehingga menghasilkan penurunan kualitas minyak sereh wangi (Harris, 1987).
Penyulingan Minyak Sereh Wangi Penyulingan adalah salah satu proses atau cara yang dilakukan untuk
memisahkan komponen-komponen campuran dari dua atau lebih cairan berdasarkan perbedaan tekanan uap masing-masing komponen tersebut. Proses penyulingan dilakukan dengan cara mendidihkan campuran air dengan bahan baku di dalam suatu ketel hingga diperoleh uap yang dibutuhkan atau juga dengan cara mengalirkan uap jenuh (saturated vapour), dari ketel pendidih air ke dalam ketel penyulingan. Dengan cara ini, berbagai zat bertitik didih tinggi dapat dipisahkan dari berbagai zat yang tidak dapat menguap. Proses ekstraksi minyak pada penyulingan pertama berlangsung cepat, dan secara bertahap semakin lambat sampai kira-kira 2/3 minyak telah tersuling (Ketaren dan Djatmiko, 1978).

Rendemen minyak yang dihasilkan dari daun sereh tergantung dari bermacam-macam faktor antara lain iklim, kesuburan tanah, umur tanaman dan cara penyulingan. Rendemen dipengaruhi oleh musim panas dengan rata-rata 0,7% dan musim hujan 0,5%. Daun sereh jenis lemabatu menghasilkan rendemen minyak 0,5% (Harris, 1987).
Para penyuling skala rakyat mengeringkan daun di bawah sinar matahari selama 3-4 jam agar dihasilkan rendemen yang maksimum dan lama penyulingan sesuai bahan baku yang digunakan, sehingga komponen minyak seluruhnya terekstraksi dan berkualitas baik. Tetapi cara ini akan menghasilkan mutu minyak sereh wangi yang rendah (Ketaren, 1985).
Pada penyulingan secara langsung, bahan atau daun sereh wangi yang akan diambil minyaknya dimasak dengan air, dengan demikian penguapan air dan minyak berlangsung bersamaan. Kendati penyulingan langsung seolah-olah memudahkan penanganan tetapi ternyata mengakibatkan kehilangan hasil dan penurunan mutu. Penyulingan langsung dapat mengakibatkan teroksidasi dan terhidrolisis, selain itu menyebabkan timbulnya hasil sampingan yang tidak dikehendaki. Pada penyulingan secara tidak langsung, yaitu dengan cara memisahkan penguapan air dengan penguapan minyak. Bahan tumbuhan diletakkan ditempat tersendiri yang dialiri uap air, atau secara lebih sederhana bahan tumbuhan diletakkan di atas air mendidih (Harris, 1987).
Pada awal penyulingan akan tersuling sejumlah besar geraniol dan sitronellal, sedangkan pada penyulingan lebih lanjut total geraniol dan sitronellal yang dihasilkan semakin berkurang. Berdasarkan pengalaman pada penyulingan 4,5 jam akan menghasilkan minyak sereh wangi dengan kadar geraniol maksimum

85% dan sitronellal 35%. Dengan demikian penyulingan diatas 4,5 jam (5-6) jam tidak akan menambah kadar kedua zat tersebut. Lama penyulingan tergantung dari tekanan uap yang digunakan dan faktor kondisi, terutama kadar air daun sereh. Pada prinsipnya, tekanan yang digunakan tidak boleh terlalu tinggi, karena pada tekanan yang terlalu tinggi minyak akan terdekomposisi, terutama pada waktu penyulingan yang terlalu lama. Satu hal yang penting dalam penyulingan minyak sereh adalah agar suhu dan tekanan tetap (Ginting, 2004).
a. Penyulingan dengan metode rebus (hydro destilation) Penyulingan dengan cara ini, ketel penyulingan diisi air sampai
volumenya hampir separuh, lalu dipanaskan. Sebelum air mendidih, bahan baku dimasukkan ke dalam ketel penyulingan. Dengan demikian, penguapan air dan bahan baku akan berlangsung secara bersamaan. Cara penyulingan ini biasanya menggunakan bahan baku yang mudah bergerak di dalam air seperti daun dan bunga karena bahan baku tersebut harus tidak mudah rusak oleh panas uap air. Setelah dipanaskan akan terbentuk uap campuran daun dan air. Uap tersebut lalu dialirkan menuju gelas pemisah yang terdapat air yang suhunya lebih rendah dari air yang ada pada ketel. Pemisahan terjadi karena adanya perbedaan berat jenis antara air dan minyak (Ginting, 2004).
b. Penyulingan dengan metode uap (steam destilation) Pada sistem penyulingan dengan uap (steam destillation), air sebagai
sumber uap panas terdapat dalam boiler yang letaknya terpisah dari ketel penyulingan. Uap yang dihasilkan mempunyai tekanan lebih tinggi dari tekanan udara luar. Proses penyulingan dengan uap ini baik jika digunakan

untuk penyulingan bahan baku minyak atsiri berupa kayu, kulit batang, maupun biji-bijian yang relatif keras (Ginting, 2004).
Menurut Sihite (2009) salah satu kelebihan metode ini adalah mempunyai ketel uap yang dapat dipasang seri sehingga proses produksi akan berlangsung lebih cepat. Namun memerlukan konstruksi ketel yang lebih kuat, alat pengaman yang lebih baik dan sempurna.

METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai November 2012.
Penyulingan minyak sereh wangi dilaksanakan di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara. Pengujian analisis sifat fisis-kimia dilaksanakan di laboratorium Kimia-Fisika, Departemen Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara.
Alat dan Bahan Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat suling sistem rebus (stahl) dan uap, aluminium foil, oven, pisau, blender, kompor, dan hot plate. Pada pengujian analisis sifat fisis-kimia minyak menggunakan timbangan analitik untuk penentuan rendemen minyak, piknometer untuk menghitung bobot jenis minyak, polarimeter untuk menentukan putaran optik, kertas lakmus, labu ukur untuk wadah mengekstraksi, refraktometer untuk menentukan indeks bias, labu erlenmeyer untuk wadah pencampuran, tabung reaksi, botol penyimpan berwarna gelap, pipet tetes untuk mengambil sampel dalam jumlah kecil, gelas ukur untuk mengukur volume, dan corong pemisah. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun dan batang sereh wangi yang masih segar, yang telah dikeringkan selama tiga hari dan enam hari. Bahan kimia yang digunakan untuk pengujian sifat kimia yaitu aseton, anhidrida asetat 98-100%, natrium asetat, etanol, larutan jenuh natrium khlorida, larutan natrium karbonat dalam natrium khlorida, magnesium sulfat, fenolftalein, larutan

kalium hidroksida 0,1 N dan 0,5 N, alkohol 90%, air suling, air ledeng, alkohol KOH 0,1 N, asam khlorida 0,5 N, hidroksilamonium khlorida larut dalam etanol, bromfenol biru larut dalam etanol.

Metode Penelitian

Persiapan Bahan Baku

Persiapan bahan baku mengacu pada Sastrohamidjojo (2004), yaitu

tanaman sereh wangi yang akan disuling, dipotong bagian batang sampai daun

dengan kriteria pemotongan 3 cm dari pangkal bawah. Penyulingan bahan baku

terdiri dari tiga jenis perlakuan berdasarkan pengeringan yang berbeda, yaitu

bahan baku tanpa pengeringan (segar), bahan baku yang dikeringkan selama tiga

hari, dan bahan baku yang dikeringkan selama enam hari. Pengeringan bahan

baku dilakukan dengan cara dikeringkan pada suhu ruangan yang tidak terkena

matahari langsung. Masing-masing bahan baku dihitung kadar airnya.

a. Bahan baku tanpa pengeringan (segar)

Sereh wangi yang telah dipotong dari bagian batang sampai daun

ditimbang berat basahnya sebagai berat awal (BA) dan disuling dengan

metode rebus dan uap. Sebagian sampel bahan baku dihitung kadar airnya dengan cara dioven pada suhu 103±20C sampai berat sereh wangi konstan

sehingga diperoleh berat kering oven (BKO). Setelah didapat berat yang

konstan, dihitung persentase kadar airnya dengan rumus:

KA (%) =

BA - BKO BKO x 100

Keterangan :

KA = kadar air (%)

BA = berat awal sereh wangi yang masih segar (gram)

BKO = berat kering oven (gram)

b. Bahan baku yang telah dikeringkan selama tiga hari

Sereh wangi yang telah dipotong, dikeringkan pada suhu ruangan

selama tiga hari. Setelah tiga hari, bahan baku disuling dengan metode rebus

dan uap. Sebagian sampel diambil untuk diukur kadar airnya dengan cara

menimbang beratnya sebagai berat awal (BA). Setelah diperoleh berat awal, sampel sereh wangi dioven pada suhu 103±20C sampai berat konstan untuk

mendapat data berat kering oven (BKO). Setelah berat sereh wangi konstan,

dihitung persentase kadar airnya dengan rumus:

KA (%) =

BA - BKO BKO

x 100

Keterangan :

KA = kadar air (%)

BA = berat awal setelah dikeringkan selama 3 hari (gram)

BKO = berat kering oven (gram)

c. Bahan baku yang telah dikeringkan selama enam hari Seperti pengukuran kadar air selama tiga hari, sereh wangi yang telah
dipotong, dikeringkan pada suhu ruangan selama enam hari. Setelah enam hari, bahan baku disuling dengan metode rebus dan uap. Sebagian sampel diambil untuk diukur kadar airnya dengan cara menimbang beratnya sebagai berat awal (BA). Setelah diperoleh pengukuran berat awal, sampel sereh wangi dioven pada suhu 103±20C sampai berat konstan untuk memperoleh data berat kering oven (BKO). Setelah berat sereh wangi konstan, dihitung persentase kadar airnya dengan rumus:

Keterangan :

BA - BKO KA (%) = BKO x 100

KA = kadar air (%)

BA = berat awal setelah dikeringkan selama 6 hari (gram)

BKU = berat kering oven (gram)

Proses penyulingan minyak sereh wangi menggunakan dua metode, yaitu metode rebus (hydro destilation) dan metode uap (steam destilation) dengan tiga kondisi kadar air bahan baku yang berbeda, yaitu bahan baku segar, bahan baku dikeringkan selama tiga hari, dan bahan baku yang dikeringkan selama enam hari. Bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 1.
Bahan baku daun dan batang sereh wangi

Bahan baku segar

Bahan baku dikeringkan selama 3 hari

Bahan baku dikeringkan selama 6 hari

Pengukuran kadar air

Penyulingan dengan metode rebus
(hydro destilation)

Penyulingan dengan metode uap (steam destilation)

Pengukuran rendemen

Minyak sereh wangi

Pengujian sifat fisis dan kimia

Gambar 1. Bagan alir penelitian

Metode Penyulingan Penyulingan daun sereh wangi menggunakan dua metode, yaitu
penyulingan dengan metode rebus (hydro destilation) dan penyulingan metode uap (steam destilation). Metode penyulingan dengan metode rebus mengacu pada penelitian Harison (2005) dan penyulingan metode uap mengacu pada Masriah (2007). 1. Penyulingan dengan metode rebus (hydro destilation)
Sereh wangi sebanyak 500 gram dan air ledeng sebanyak 800 ml dimasukkan ke dalam labu didih dan ditutup rapat. Labu dipanaskan dengan menggunakan hot plate. Penyulingan dilaksanakan setelah air mendidih yaitu pada suhu 1000C selama 4,5 jam. Uap air akan menguap dengan membawa uap minyak sereh wangi yang dikandung oleh bahan yang disuling. Uap yang dihasilkan dari labu dialirkan melalui pipa menuju kondensor (pendingin), sehingga uap terkondensasi menjadi air kembali. Cairan campuran antara air dan minyak ditampung pada sebuah bak pemisah cairan. Pada bak pemisah inilah terjadi pemisahan antara air dan minyak, hal ini disebabkan karena perbedaan berat jenisnya. Minyak yang terkumpul dalam alat dipindahkan ke dalam labu pemisah, kemudian minyak dalam labu pemisah dimasukkan ke dalam botol kaca dan dihitung volume minyak yang diperoleh. Proses penyulingan dengan metode ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Sistem penyulingan dengan metode rebus (hydro destilation)
2. Penyulingan dengan metode uap (steam destilation) Penyulingan dilakukan dengan menggunakan dua buah ketel. Ketel 1
diisi air ledeng sebanyak 2.500 ml sebagai pemanas yang menghasilkan uap, sedangkan ketel 2 diisi bahan baku sebanyak 500 gram. Setelah kedua ketel diisi kemudian ditutup rapat dan dihubungkan dengan kondensor, kemudian dipanaskan dengan alat pemanas. Penyulingan dilakukan selama 4,5 jam. Setelah ±1 jam, kondesat akan mulai menetes, dan tetesan pertama dihitung sebagai awal waktu penyulingan. Minyak yang terkumpul dalam alat dipindahkan ke dalam labu pemisah, kemudian minyak dalam labu pemisah dimasukkan ke dalam botol kaca dan dihitung volume minyak yang diperoleh. Proses penyulingan dengan metode uap dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Sistem penyulingan dengan metode uap (steam destilation)

Pengujian Kualitas Minyak Sereh Wangi

Pengujian sifat fisis-kimia minyak sereh wangi berdasarkan

SNI 06-3953-1995. Sifat fisis terdiri atas rendemen, bobot jenis, indeks bias, dan

warna. Sifat kimia meliputi total geraniol, total sitronellal, dan kelarutan dalam

etanol 80%. Sifat fisis minyak sereh wangi yang dianalisis yaitu:

1. Rendemen

Minyak hasil penyulingan ditampung dengan erlenmeyer kemudian

dipindahkan ke burat untuk memisahkan minyak dengan air. Minyak yang

diperoleh ditimbang beratnya dengan neraca analitik. Rendemen hasil

penyulingan dihitung dengan rumus sebagai berikut:

R (%) =

B1 x 100 B2

Keterangan :

R = rendemen (%)

B1 = berat minyak sereh wangi yang dihasilkan (gram)

B2 = berat daun sereh wangi yang disuling (gram)

2. Bobot Jenis

Piknometer dicuci bersih, kemudian dibasuh berturut-turut dengan etanol

dan dietil eter lalu keringkan. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan

selama 30 menit dan timbang (m). Isi piknometer dengan air suling yang telah dididihkan pada suhu 200 C dan celupkan piknometer ke dalam penangas air pada suhu 200C ± 0,20C selama 30 menit. Kemudian piknometer ditutup dan

dikeringkan. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit

kemudian timbang dengan isinya (m1). Kosongkan piknometer tersebut, cuci

dengan etanol dan dietil eter lalu keringkan. Kemudian isi piknometer dengan

minyak sereh wangi. Celupkan kembali piknometer ke dalam penangas air pada suhu 200 C ± 0,20 C selama 30 menit. Tutup piknometer dan dikeringkan.

Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbang

(m2). Bobot jenis minyak sereh wangi dihitung dengan rumus:

20
d= 20

m2 - m m1 - m

Keterangan :
20
d = bobot jenis 20
m = massa piknometer kosong (gram)

m1 = massa piknometer berisi air suling (gram)

m2 = massa piknometer berisi minyak sereh wangi (gram)

3. Indeks bias

Dialirkan air melalui refraktometer dan tempatkan minyak sereh wangi

satu tetes ke dalam alat pembacaan skala. Kemudian dilakukan pembacaan

skala pada alat refraktometer.

Sifat kimia sereh wangi yang dianalisis yaitu : 1. Total geraniol
Anhidrida asetat sebanyak 10 ml dicampur dengan 2 gram natrium asetat anhidrat dalam labu dari alat asetilasi. Dipanaskan labu dengan alat pemanas dan cairan dengan hati-hati selama 2 jam. Setelah itu biarkan dingin, dan ditambahkan 50 ml air suling dan panaskan pada suhu antara 40-500 C selama 15 menit sambil sering dikocok. Didinginkan pada suhu kamar, letakkan pada pipa refluks dan pindahkan cairan ke dalam corong pemisah. Setelah itu bilas labu 2 kali masing-masing dengan 10 ml air suling dan tambahkan air pencucian ke dalam isi corong pemisah. Kemudian cuci lapisan minyak berturut-turut dengan 50 ml larutan natrium khlorida, 50 ml larutan natrium karbonat natrium khlorida, 50 ml larutan natrium khlorida, dan 20 ml air suling dan dikocok.
Pindahkan lapisan minyak ke dalam tabung yang kering dan dikocok selama 15 menit dengan sedikitnya 3 gram magnesium sulfat anhidrat. Di dalam labu alat penyabunan, timbanglah sampai ketelitian 0,5 mg minyak atsiri yang terasetilasi dan tambahkan 5 ml etanol lalu lalu dinetralkan dalam larutan KOH dalam etanol. Ditambahkan 2 ml air suling dan 0,5 ml larutan fenolflatein dan 25 ml larutan etanol kalium hidroksida 0,5 N, dan didihkan selama 1 jam. Setelah itu, didinginkan dengan menambah 20 ml air suling dan titrasi kelebihan alkali dengan larutan asam khlorida 0,5 N.
Total geraniol yang akan dihitung memiliki kriteria bilangan ester yang telah di asetilasi. Kriteria berat minyak untuk menentukan bilangan ester setelah di asetilasi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Berat Minyak untuk Menentukan Bilangan Ester setelah Asetilasi

Bilangan yang diperkirakan ≤ 50
50 – 70 70 – 90 90 – 110 110 – 140 140 – 180 180 – 220 220 - 280
Sumber : SNI 06-3953-1995

Berat minyak (gram) 4,5 – 5,0 3,5 – 4,0 2,5 – 3,0 2,0 – 3,0 1,0 – 2,0 1,2 – 1,5 1,0 – 1,2 0,9 – 1,0

Perhitungan bilangan ester sebelum asetilasi :

Keterangan :

E = 28,08 (V0 - V1) W

E = bilangan ester minyak sebelum asetilasi

28,08 = ketetapan dalam penentuan bilangan ester sebelum asetilasi

V1 = volume larutan HCl

V0 = volume larutan HCl 0,5 N yang digunakan dalam penentuan blanko

W = massa minyak atsiri yang diuji (gram)

Perhitungan bilangan ester setelah asetilasi : A = 28,05 (V1 - V) W
Keterangan : A = bilangan ester minyak setelah di asetilasi 28,05 = ketetapan dalam penentuan bilangan ester setelah asetilasi V1 = volume larutan HCl 0,5 N yang digunakan untuk menitrasi blanko V = volume larutan HCl 0,5 N yang digunakan untuk menetralisasi
kelebihan alkali untuk hidrolisa W = massa minyak setelah asetilasi (gram)

Perhitungan persentase total geraniol :

M (A - E)

Total geraniol (%) =

x fk

561 - 0,42A

Keterangan

M = massa molekul geraniol

A = bilangan ester minyak setelah asetilasi

E = bilangan ester minyak sebelum asetilasi

561 = berat molekul KOH (56,1 x 10 gram)

0,42 = ketetapan dalam pengujian total geraniol

fk = faktor koreksi dari 0,5 N HCl (0,9982)

2. Total sitronellal

Larutan hidroksilamonium klorida sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam

labu erlenmeyer, dan tambahkan 10 ml larutan kalium hidroksida yang diukur

dengan buret dan dicampur, lalu tuang ke dalam labu yang berisi contoh

minyak. Didihkan dengan refluks selama beberapa waktu dan dinginkan

dengan cepat sebelum pendingin refluks dipindahkan. Jika larutan berwarna

gelap tambahkan bromfenol biru. Lalu tambahkan larutan asam klorida yang

ada pada buret sampai warna kehijau-hijauan, dan pindahkan separuh dari

campuran reaksi ini ke dalam labu erlenmeyer yang semula. Dinetralkan

campuran yang separuh lagi sampai timbul warna kuning muda dan

dicampurkan kembali ke dalam labu yang satu lagi. Setelah itu, lakukan

pengujian blanko dengan pereaksi-pereaksi yang sama.

Kadar senyawa-senyawa karbonil, yang dinyatakan sebagai aldehida atau

keton tertentu, dalam presentasi massa, dihitung dengan rumus:

Total sitronellal =

M (V0 20 m

V1)

x

fk

Keterangan : M = massa sitronellal V0 = volume larutan HCl yang digunakan dalam pengujian blanko V1 = volume larutan HCl yang digunakan dalam penentuan 20 = ketetapan dalam pengujian total sitronellal m = massa minyak fk = 0,8892 2. Pengujian kelarutan dalam etanol
Ditempatkan 1 ml minyak sereh wangi dalam tabung reaksi dan ditambahkan setetes demi setetes etanol dan dikocok sampai larutan bening. Ditentukan banyaknya larutan etanol 80% yang larut dalam minyak sereh wangi, hingga minyak sereh wangi lar