BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu - Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Nasabah Perempuan Terhadap Keputusan Menjadi Debitur Kredit Peduli Usaha Mikro (KPUM) Sumut Sejahtera Bank Sumut Di Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

  Penelitian Anisa (2007) dengan judul “Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Keputusan Nasabah dalam Mengambil Kredit Modal Usaha Pada BRI Cabang Malang Martadinata”. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara simultan dan parsial antara faktor internal dan eksternal terhadap keputusan nasabah dalam mengambil kredit modal usaha pada BRI Cabang Malang Martadinata. Jumlah sampel sebanyak 65 orang nasabah BRI Cabang Malang Martadinata dengan menggunakan teknik pengambilan sampel accidental sampling.

  Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pertama dinyatakan bahwa peubah bebas yang terdiri atas faktor kelas sosial (X

  1 ), kelompok referensi (X 2 ), keluarga

  (X ), motivasi (X ), persepsi (X ), dan sikap (X ) secara simultan mempunyai

  3

  4

  5

  6 pengaruh signifikan terhadap keputusan nasabah dalam mengambil kredit.

  Berdasarkan hasil pengujian hipotesis kedua, hasil perhitungan menunjukkan t hitung faktor kelas sosial (X ) sebesar 3,877, kelompok referensi

  1

  (X

  2 ) sebesar 4,800, keluarga (X 3 ) sebesar 4,047, motivasi (X 4 ) sebesar 2,480,

  persepsi (X ) sebesar 6,762, dan sikap (X6) sebesar 2,446

  5

  ≥ t tabel sebesar 1,671 maka keputusan terhadap Ho ditolak dan Ha diterima artinya hipotesis yang menyatakan peubah bebas secara parsial mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel terikat dapat diterima. Faktor persepsi (X ) mempunyai nilai koefisien

  5 regresi paling tinggi yaitu 0,299. Penelitian Shodiq (2006), dengan judul “Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Keputusan Nasabah Dalam Menggunakan Kredit Cepat Aman (KCA) Pada Perum Pegadaian Cabang Kepenjen Malang”.

  Penelitian Shodiq bertujuan untuk menjelaskan hubungan kausal antara faktor internal, eksternal dan keputusan konsumen melalui pengujian hipotesis.

  Penelitian dilakukan di Perum Pegadaian Cabang Kepanjen Malang. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 80 orang yang diperoleh menggunakan rumus Malhotra. Variabel bebasnya terdiri dari pengalaman belajar, sikap, kebudayaan dan kelompok referensi. Teknik analisis yang digunakan yaitu Uji Validitas dan Reliabilitas dari item-item kuesioner, dan Uji Regresi Linier Berganda. Kemudian model regresi tersebut dilakukan pengujian hipotesis; yakni secara Simultan (uji F), secara Parsial (uji t) dan variabel yang dominan.

  Hasil penelitian Shodiq menunjukkan bahwa variabel pengalaman belajar, sikap, kebudayaan, dan kelompok referensi secara bersama-sama mempunyai hubungan dan pengaruh yang signifikan terhadap keputusan nasabah menggunakan Kredit Cepat Aman (KCA) pada Perum Pegadaian Cabang Kepanjen Malang dengan koefisien regresi berganda (R) sebesar 0,777 (77,7%) dan tingkat signifikan 0,000 serta nilai F hitung sebesar 28,248. Selain itu Adjusted R Square yang diperoleh adalah sebesar 0,583 (58,3%). Komponen variabel faktor internal dan eksternal yang mempunyai pengaruh yang dominan terhadap keputusan nasabah adalah variabel sikap yakni sebesar (0,624) dan nilai t hitung sebesar 4,911.

Tabel 2.1. Perbedaan penelitian terdahulu

  Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Keputusan Nasabah Dalam Menggunakan Kredit Cepat Aman (KCA) Pada Perum Pegadaian Cabang Kepenjen Malang

  Analisis Regresi Berganda dan Analisis Deskriptif

  Proportio nal Random Sampling

  Bank Sumut di Medan Motivasi, Persepsi, Sikap, Kelas Sosial, Kelompok Referensi dan Keluarga

  Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Nasabah Perempuan Terhadap Keputusan Menjadi Debitur Kredit Peduli Usaha Mikro (KPUM) Sumut Sejahtera (Studi Kasus Nasabah Bank Sumut di Medan

  3 Truly Okto Hasudu ngan Purba (2011)

  Analisis Regresi Berganda

  Accidental Sampling

  Pengalaman Belajar, Sikap, Budaya dan Kelompok Referensi

  Perum Pegadaian Cabang Kepenjen Malang

  2 Muham mad Shodiq (2006)

  No Nama Peneliti

  Analisis Regresi Berganda

  Accidental Sampling

  Kelas Sosial, Kelompok Referensi, Keluarga, Motivasi, Persepsi dan Sikap

  BRI Cabang Malang Martadinata

  Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Keputusan Nasabah dalam Mengambil Kredit Modal Usaha Pada BRI Cabang Malang Martadinata

  1 Woro Rahma Anisa (2007)

  Metode Analisis Data

  Teknik Sampling

  Judul Penelitian Tempat Variabel Penelitian

  Sumber: Hasil Penelitian, 2011 (Data Diolah)

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Teori perilaku konsumen

2.2.1.1. Definisi konsumen. Menurut Sumarwan (2004:24-25), istilah

  konsumen sering diartikan sebagai dua jenis konsumen yaitu: konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri. Misalnya membeli pakaian, sepatu dan sabun. Konsumen individu membeli barang dan jasa yang akan digunakan oleh anggota keluarga yang lain, misalnya susu formula untuk bayi, atau digunakan untuk seluruh anggota keluarga, misalnya TV, furniture, rumah dan mobil. Konsumen individu mungkin juga membeli barang dan jasa untuk hadiah teman, saudara atau orang lain. Dalam konteks barang dan jasa yang dibeli kemudian digunakan langsung oleh individu dan sering disebut sebagai “pemakai akhir” atau “konsumen akhir”.

  Jenis kedua adalah konsumen organisasi, yang meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, dan lembaga lainnya (sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit). Semua jenis organisasi ini harus membeli produk peralatan dan jasa-jasa lainnya untuk menjalankan seluruh kegiatan organisasinya.

  Pabrik mi instan misalnya, harus membeli bahan baku seperti tepung terigu, bumbu-bumbu dan bahan baku lainnya untuk membuat dan menjual produk mi instannya. Demikian juga perusahaan jasa seperti perusahaan asuransi harus membeli alat tulis, komputer, kendaraan untuk bisa menghasilkan jasa yang akan dijualnya.

  Konsumen individu dan konsumen organisasi sama pentingnya. Mereka memberikan sumbangan yang sangat penting bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Tanpa konsumen individu, produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan tidak mungkin bisa laku terjual. Konsumen individulah yang langsung mempengaruhi kemajuan dan kemuduran perusahaan. Produk sebaik apapun tidak akan ada artinya bagi perusahaan jika ia tidak dibeli oleh konsumen individu. Konsumen individu adalah tulang punggung perekonomian nasional. Sebagian besar pabrik dan perusahaan serta sektor pertanian menghasilkan produk dan jasa untuk digunakan oleh konsumen akhir.

2.2.1.2. Definisi perilaku konsumen. Perilaku konsumen merupakan

  suatu bagian dari perilaku manusia dan oleh karena itu tidak dapat dipisahkan dari bagiannya. Dalam bidang pemasaran, studi tentang perilaku konsumen bertujuan untuk mengetahui selera konsumen yang senantiasa berubah dan untuk mempengaruhinya agar bersedia untuk membeli barang dan jasa perusahaan pada saat mereka butuhkan.

  Perusahaan berkepentingan dengan setiap kegiatan manusia. Dalam sistem ini perilaku konsumen merupakan kegiatan manusia, sehingga membicarakan perilaku konsumen berarti membicarakan ruang lingkup kegiatan manusia hanya dalam ruang lingkup yang lebih terbatas.

  Mowen dan Minor (2002:6) memberikan definisi perilaku konsumen sebagai studi tentang unit pembelian (buying units) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi, dan pembuangan barang, jasa, pengalaman, serta ide-ide. Definisi yang sederhana ini mengandung sejumlah konsep penting.

  Pertama, perhatikan kata-kata dalam definisi tersebut, yaitu “pertukaran”. Seorang konsumen tidak dapat mengelak dari proses pertukaran (exchange process) di mana segala sumber daya ditransfer di antara kedua belah pihak. Sebagai contoh, terjadi pertukaran antara seorang dokter dan pasiennya. Dokter memperdagangkan jasa medisnya untuk memperoleh uang. Sumber daya lainnya seperti perasaan, informasi dan status, mungkin juga dipertukarkan di antara kedua belah pihak.

  Mowen dan Minor (2002:6) berpendapat bahwa proses pertukaran merupakan unsur mendasar dari perilaku konsumen. Pertukaran terjadi antara konsumen dengan perusahaan. Di samping itu juga terjadi di antara perusahaan pada situasi pembelian industrial. Akhirnya pertukaran juga terjadi di antara konsumen sendiri seperti pada saat tetangga meminjam secangkir gula atau mesin pemotong rumput.

  Perilaku konsumen menurut Shiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2004:25) adalah “The term consumer behavior refers to the behaviour that

  

consumers display in searching for, purchasing, using, evaluating, and diposing

of products and services that they expect will satisfy they needs” . Pengertian

  tersebut berarti perilaku yang diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.

  Supranto dan Limakrisna (2007:4) berpendapat, perilaku konsumen merupakan tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, menggunakan (memakai, mengonsumsi) dan menghabiskan produk (barang dan jasa) termasuk proses yang mendahului dan mengikuti tindakan ini.

  Perilaku konsumen pada hakikatnya untuk memahami “why do consumers

  

do what the do?”. Dari beberapa definisi yang telah disebutkan di atas, dapat di

  simpulkan bahwa perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi.

  Shiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2004:26) mengemukakan bahwa studi perilaku konsumen adalah suatu studi mengenai seorang individu membuat keputusan untuk mengalokasikan sumber daya yang tersedia (waktu, uang, usaha dan energi). Studi perilaku konsumen meliputi hal-hal seperti: apa yang dibeli konsumen (what the buy), mengapa konsumen membelinya (why they buy it), kapan mereka membelinya (when they buy it), di mana mereka membelinya (where they buy it), berapa sering konsumen membelinya (how often the buy it), berapa sering konsumen menggunakannya (how often they use it). Contohnya: jenis shampo apa yang dibeli konsumen adalah anti ketombe, rambut normal, rambut kering atau rambut berminyak. Merek yang dibeli adalah merek nasional seperti Sunsilk, Clear atau merek internasional seperti Pantene, Rejoice. Konsumen membelinya untuk menghilangkan ketombe, menghitamkan rambut atau menambah kecantikan rambut. Konsumen membelinya di warung dekat rumah, di pasar tradisional, di supermarket, atau di department store. Konsumen menggunakannya setiap dua hari sekali, tiga hari sekali, atau seminggu sekali.

  Informasi mengenai studi perilaku konsumen sangat diperlukan oleh para produsen dan pemasar, karena harus menyesuaikan jumlah produksi dengan frekuensi penggantian produk oleh konsumen. Jawaban bukan hanya penting bagi pemasar, tapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan.

2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen

2.2.2.1. Faktor internal. Menurut Kotler (2003:219) terdapat dua faktor

  dasar yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor internal adalah motivasi, persepsi, sikap, gaya hidup, kepribadian dan belajar. Sedangkan faktor eksternal meliputi pengaruh keluarga, kelas sosial, kebudayaan, dan kelompok referensi.

  Hawkins dalam Supranto dan Limakrisna (2007:18) berpendapat bahwa ciri perilaku konsumen dibedakan atas dua yakni faktor internal dan eksternal.

  Yang disebut faktor internal meliputi preferensi, pembelajaran, memori, motivasi, kepribadian, emosi dan sikap. Sedangkan faktor eksternal meliputi: budaya, sub budaya, kelas sosial, demografi, keluarga dan kelompok referensi.

  Faktor internal yang diteliti pada penelitian ini adalah: motivasi, persepsi dan sikap. Sedangkan faktor eksternal yang diteliti adalah: keluarga, kelas sosial dan kelompok referensi (acuan).

1. Motivasi

  Suryani (2008:27) mengemukakan bahwa motivasi berasal dari bahasa latin movere yang artinya menggerakkan. Seorang konsumen tergerak untuk membeli produk karena ada sesuatu yang menggerakkan. Proses timbulnya dorongan sehingga konsumen tergerak untuk membeli suatu produk itulah yang disebut motivasi, sedangkan yang memotivasi untuk membeli dinamakan motif.

  Sperling dalam Mangkunegara (2002:11) mendefinisikan motif “Motive is

defined as tendency to activity, started by a drive and ended by an adjustment.

  

The adjustment is said to satisfy the motive” . Pengertian tersebut berarti motif

  sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan dalam diri

  

(drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Penyesuaian diri dikatakan untuk

memuaskan motif.

  Mowen dan Minor (2002:205) mendefinisikan motivasi sebagai sebuah keadaan yang diaktivasi atau digerakkan di mana seseorang mengarahkan perilaku berdasarkan tujuan. Hal ini termasuk dorongan, keinginan, harapan atau hasrat.

  Motivasi dimulai dengan timbulnya rangsangan yang memacu pengenalan kebutuhan. Rangsangan ini bisa berasal dari dalam diri konsumen. Perasaan lapar dan keinginan untuk mengubah suasana adalah contoh rangsangan internal yang dapat menimbulkan pengenalan kebutuhan (makan, bepergian). Rangsangan juga dapat berasal dari luar konsumen, sebagai contoh, dari iklan atau komentar teman tentang sebuah produk.

  Kebutuhan akan timbul jika rangsangan menimbulkan perbedaan antara keadaan yang diinginkan konsumen dan keadaan aktual konsumen tersebut.

  Artinya, pengenalan kebutuhan (need recognition) terjadi apabila seseorang merasa bahwa terdapat ketidaksesuaian antara keadaan aktual dengan keadaan yang diinginkan.

  Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2004:34) mendefinisikan motivasi “Motivation can be described as driving force within individuals that

  

impels them to action. This driving force is produced by state of tension, which

exists as the results of an unfulfilled need”. Pengertian tersebut berarti motivasi

  dapat menjadi pendorong bagi individu yang mengajak mereka untuk bertindak. Dorongan ini sebagai hasil dari suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi.

  Solomon dalam Sumarwan (2004:34) mendefinisikan “Motivation refers

  

to processes that cause people to behave as they do. It occurs when a need is

  

aroused that the consumer wishes to satisfy. Once a need has been activated, a

state of tension exists that drives the consumer to attempt to reduce or eliminate

the need”. Pengertian ini artinya bahwa motivasi mengacu pada proses yang

  menyebabkan orang untuk berperilaku seperti yang mereka lakukan. Hal ini terjadi ketika seseorang merasa ada sesuatu kebutuhan yang harus dipenuhinya.

  Menurut Kotler dan Keller (2007:226), motivasi adalah kebutuhan yang cukup mampu untuk mendorong seseorang bertindak. Seseorang memiliki banyak kebutuhan pada waktu tertentu.

  Kebutuhan ada yang bersifat biogenis, berupa kebutuhan yang muncul dari tekanan biologis seperti lapar, haus dan tidak nyaman. Kebutuhan yang lain bersifat psikogenis, yaitu kebutuhan yang muncul dari tekanan psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan, penghargaan, atau rasa keanggotaan kelompok.

  Kebutuhan akan menjadi motivasi jika ia didorong hingga mencapai level intensitas yang memadai.

  Standford dalam Mangkunegara (2002:11) mendefinisikan “Motivation as

  

an energizing condition of the organisme that serve to direct that organism

toward the goal of a certain class ”. Pengertian ini berarti motivasi sebagai suatu

  kondisi yang menggerakkan manusia ke arah tujuan tertentu.

  Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri konsumen yang perlu dipenuhi agar konsumen tersebut dapat menyesuaikan diti terhadap lingkungannya. Sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan konsumen agar mampu mencapai tujuan motifnya.

  Motivasi muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan konsumen. Kebutuhan sendiri muncul karena konsumen merasakan ketidaknyamanan (state

of tension ) antara yang seharusnya dirasakan dan yang sesungguhnya dirasakan.

  Kebutuhan yang dirasakan tersebut mendorong seseorang untuk melakukan tindakan memenuhi kebutuhan tersebut. Inilah yang disebut sebagai motivasi.

  Motivasi konsumen akan berubah dan berkembang sejalan dengan berkembangnya pengalaman dan proses pembelajaran yang berlangsung.

  Kebutuhan akan berkembang seiring dengan perkembangan yang terjadi di lingkungan masyarakat.

  Konsumen akan berinteraksi dengan konsumen lain. Berdasarkan interaksi tersebut, konsumen akan mendapatkan informasi-informasi penting berkaitan dengan cara-cara untuk memenuhi kebutuhan. (Suryani, 2008:30) 2.

   Persepsi

  Pengolahan informasi pada diri konsumen terjadi jika salah satu pancaindera konsumen menerima input dalam bentuk stimulus. Stimulus bisa berbentuk produk, nama merek, kemasan, iklan, nama produsen. Iklan berbagai macam produk yang ditayangkan di televisi dan radio adalah stimulus yang dirancang khusus oleh produsen agar menarik perhatian konsumen, sehingga konsumen mau mendengarkan dan melihat iklan tersebut.

  Produsen mengharapkan konsumen menyukai iklan produknya, kemudian menyukai produknya dan membelinya. Produsen, pemasar maupun pembuat iklan tidak menginginkan dana ratusan miliar yang telah dikeluarkannya untuk membuat iklan sia-sia, karena konsumen tidak memperhatikan, tidak memahami, bahkan tidak mengingat produk dan merek produk yang diiklankannya. Produsen harus memahami bagaimana konsumen mengolah informasi. Pengetahuan ini penting bagi produsen agar ia bisa merancang proses komunikasi yang efektif bagi konsumen.

  Engel, Blackwell dan Miniard dalam Sumarwan (2004:69) menyatakan, bahwa ada lima tahap pengolahan informasi (the information-processing), yaitu:

  1. Pemaparan (exposure) : pemaparan stimulus, yang menyebabkan konsumen menyadari stimulus tersebut melalui pancainderanya

  2. Perhatian (attention) : kapasitas pengolahan yang dialokasikan konsumen terhadap stimulus yang masuk

  3. Pemahaman (comprehension) : interpretasi terhadap makna stimulus

  4. Penerimaan (acceptance) : dampak persuasif stimulus kepada konsumen

  5. Retensi (retension) : pengalihan makna stimulus dan persuasi ke ingatan jangka panjang (long-term memory) Mowen dan Minor (2002:207) menyebut tahap pemaparan, perhatian dan pemahaman sebagai persepsi. Persepsi bersama keterlibatan konsumen (level of

  

consumer involvement ) dan memori akan mempengaruhi pengolahan informasi.

  Mowen dan Minor mendefiniskan persepsi sebagai “perception is the process

  through which individuals are exposed to information, attend to that information, and comprehend it”. Artinya, persepsi adalah proses di mana individu dihadapkan

  pada informasi, hadir untuk informasi tersebut, dan memahaminya.

  Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2004:70) mendefinisikan persepsi sebagai “perception is defined as the process by which an individuals

  

selects, organizes, and interprets stimuli into a meaningful and coherent picture

of the world”. Dalam pengertian ini persepsi didefinisikan sebagai proses dimana

  seorang individu memilih, mengatur, dan menafsirkan rangsangan ke ilustrasi yang penuh makna dan koheren.

  Kotler dan Keller (2007:228) mendefinisikan persepsi sebagai proses yang digunakan oleh individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik, tapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan.

  Poin pentingnya adalah bahwa persepsi dapat sangat beragam antara individu satu dengan yang lain yang mengalami realitas yang sama. Seseorang mungkin menganggap wiraniaga yang berbicara dengan cepat sebagai orang yang agresif dan tidak tulus, sementara yang lain mungkin menganggap orang yang sama seperti orang yang pintar dan suka membantu. Jadi, setiap orang akan menanggapi secara berbeda terhadap wiraniaga.

  Supranto dan Limakrisna (2007:166) mendefiniskan persepsi sebagai sebuah proses ketika sensasi diseleksi, diorganisasi dan diinterpretasikan. Sensasi merujuk kepada respon mendadak (segera) dari panca indera kita terhadap (mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, hidung untuk mengetahui bau, mulut untuk bersuara dan jari-jari untuk merasa). Rangsangan (stimuli) dasar biasanya berbentuk sinar, warna, suara, bau dan tekstur.

  Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa persepsi dapat dinyatakan sebagai proses menafsirkan sensasi-sensasi, dan memberi arti kepada stimuli. Konsumen seringkali memutuskan pembelian suatu produk berdasarkan persepsinya terhadap produk tersebut. Persepsi merupakan penafsiran realitas, dan masing-masing konsumen memandang realitas dari sudut perspektif yang berbeda-beda.

  Persepsi konsumen penting untuk dipahami bagi para pemasar dan produsen. Dua orang konsumen yang menerima dan memperhatikan suatu stimulus yang sama, mungkin akan mengartikan stimulus tersebut berbeda. Bagaimana seseorang memahami stimulus akan sangat dipengaruhi oleh nilai- nilai, harapan dan kebutuhannya, yang sifatnya sangat individual.

3. Sikap

  Peter dan Olson dalam Sumarwan (2004:136) menulis “We define attitude

  

as a person’s overall evaluation of a concept”. Melalui pengertian ini, Peter dan

  Olson mendefinisikan sikap sebagai evaluasi keseluruhan seseorang terhadap sebuah konsep.

  Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2004:136) mendefinisikan sikap sebagai “Attitudes are an expression of inner feelings that reflect whether a

  

person in favourably or unfavourably predisposed to some object (example: a

brand, a service). Selanjutnya dikemukakan bahwa “an attitude is a learned

predisposition to behave in a consistently favourable or unfavourable way with

respect to a given object”.

  Pengertian ini berarti sikap merupakan ekspresi perasaan batin seseorang ke beberapa obyek (contoh: merek, layanan). Selanjutnya dikemukakan bahwa sikap adalah kecenderungan yang dipelajari agar seseorang berperilaku dengan cara yang konsisten baik menguntungkan atau tidak menguntungkan terhadap suatu objek tertentu.

  Engel, Blackwell dan Miniard dalam Sumarwan (2004:136) mengemukakan, bahwa sikap menunjukkan sesuatu hal yang disukai konsumen dan yang tidak disukai. Definisi lain dikemukakan oleh Loudon dan Della Bitta dalam Sumarwan (2004:136) “An enduring organization of motivational,

  emotional, perceptual, and cognitive process with respect to some aspect of the individual world.

  Definisi tersebut menggambarkan pandangan kognitif dari psikolog sosial. Dalam hal ini, sikap dianggap memiliki tiga unsur yakni kognitif (pengetahuan), afektif (emosi, perasaan) dan konatif (tindakan).

  Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan ungkapan perasaan konsumen tentang suatu objek yang disukai atau tidak disukai. Sikap juga bisa menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai atribut dan manfaat dari objek tersebut.

  Mowen dan Minor (2002:320) mengemukakan empat fungsi dari sikap, yaitu: fungsi utilitarian, fungsi pembelaan ego, fungsi pengetahuan dan fungsi nilai ekspresif. Keempat fungsi sikap tersebut bisa digunakan oleh pemasar sebagai metode untuk mengubah sikap konsumen terhadap produk, jasa atau merek. Pemasar yang menggunakan pendekatan fungsi sikap dalam mengubah sikap konsumen disebut sebagai pendekatan “mengubah fungsi motivasi dasar dari konsumen”.

  1. Fungsi Utilitarian (The Utilitarian Function) Fungsi sikap utilitarian mengacu pada ide bahwa orang mengekspresikan perasaan untuk memaksimalkan penghargaan dan meminimalkan hukuman yang mereka terima dari orang lain. Menurut pengertian utilitarian, sikap memandu perilaku untuk mendapatkan penguatan positif dan menghindari hukuman.

  2. Fungsi Pembelaan Ego (Ego Defensive) Fungsi sikap sebagai pembela ego adalah melindungi orang dari kebenaran mendasar tentang diri sendiri atau dari kenyataan kekejaman dunia luar.

  Fungsi pembelaan ego yang disebut juga fungsi pertahanan harga diri (self

  

esteem maintenance function ), mengandalkan pada teori psikoanalitik. Sikap

  (seperti prasangka terhadap kaum minoritas), berfungsi sebagai mekanisme pembelaan orang fanatik yang tidak mau mengakui kesalahan diri mereka yang paling mendasar.

  3. Fungsi Pengetahuan (Knowledge Function) Sikap juga dapat dipergunakan sebagai standar yang membantu seseorang untuk memahami dunia mereka. Dalam memainkan peran ini, sikap membantu seseorang untuk memberikan arti pada dunia yang tidak beraturan dan semrawut. Fungsi pengetahuan juga membantu menjelaskan beberapa pengaruh kesetiaan merek. Konsumen dapat menyederhanakan hidup mereka dengan mempertahankan sikap positif terhadap produk,. Kesetiaan merek dapat mengurangi waktu pencarian yang diperlukan untuk memperoleh sebuah produk dalam memenuhi kebutuhannya. Sikap positif terhadap suatu produk seringkali mencerminkan pengetahuan konsumen terhadap suatu produk.

4. Fungsi Nilai Ekspresif (The Value-Expressive Function)

  Fungsi nilai ekspresif dari sikap mengacu pada bagaimana seseorang mengekspresikan nilai sentral mereka kepada orang lain, yang juga disebut fungsi identitas sosial. Ekspresi sikap bahkan dapat membantu seseorang dalam mendefinisikan konsep diri mereka kepada yang lain. Fungsi nilai ekspresif dapat dilihat pada situasi di mana seseorang mengekspresikan pandangan positif tentang berbagai produk, merek, dan jasa dalam rangka membuat pernyataan tentang diri mereka.

2.2.2.2. Faktor eksternal. Faktor eksternal merupakan faktor yang

  meliputi pengaruh keluarga, kelas sosial, kebudayaan, dan kelompok acuan (referensi). Dalam penelitian ini, faktor eksternal yang diteliti adalah: keluarga, kelas sosial dan kelompok referensi.

1. Keluarga

  Keluarga adalah lingkungan mikro, yaitu lingkungan yang paling dekat dengan konsumen. (Sumarwan, 2004:226). Keluarga adalah lingkungan di mana sebagian besar konsumen tinggal dan berinteraksi dengan anggota-anggota keluarga lainnya. Keluarga menjadi daya tarik bagi para pemasar karena keluarga memiliki pengaruh yang besar kepada konsumen. Anggota keluarga akan saling mempengaruhi dalam pengambilan keputusan pembelian produk dan jasa.

  Dua alasan utama, mengapa keluarga adalah bagian penting dari segi perspektif perilaku konsumen. Pertama: berbagai macam produk dan jasa dibeli oleh beberapa orang yang mengatasnamakan sebuah keluarga. Beberapa macam produk dibeli oleh sebuah keluarga dan dipakai secara bersama-sama oleh semua anggota keluarga. Pembelian rumah seringkali diputuskan bersama oleh suami dan istri. Mereka mungkin akan meminta pendapat dari anak-anaknya atau mertuanya atau anggota keluarga yang lain mengenai rumah yang akan dibelinya. Rumah akan ditempati oleh semua anggota keluarga. Barang-barang furnitur seperti mebel, sofa, meja makan, tempat tidur dan lemari, dan barang-barang lainnya seperti televisi, VCD, peralatan dapur, dan kulkas adalah beberapa contoh produk yang dibeli oleh keluarga dan digunakan bersama oleh semua anggota keluarga. Selain produk, beberapa kegiatan lain seperti rekreasi, berbelanja di mal juga melibatkan semua anggota keluarga. Produk, jasa, merek yang dibeli oleh keluarga merupakan hasil interaksi dan saling mempengaruhi antar anggota keluarga.

  Kedua: produk dan jasa yang digunakan oleh keluarga seringkali dibeli

  oleh seorang anggota (individu), namun pengambilan keputusan pembelian suatu produk atau jasa tersebut dipengaruhi oleh anggota keluarga lain atau diputuskan oleh beberapa anggota keluarga atau diputuskan bersama oleh semua anggota keluarga. Pembelian makanan dan minuman untuk kebutuhan keluarga mungkin akan dilakukan oleh ibu, ayah, atau pembantu keluarga. Namun, ibu dan ayah akan meminta pendapat ganggota keluarga yang lain mengenai jenis makanan yang akan dibeli. Anak mungkin memiliki preferensi yang berbeda dengan orangtuanya, sehingga ia akan meminta dibelikan makanan-makanan tertentu yang menjadi kesukaannya.

  Anggota keluarga saling mempengaruhi dalam keputusan pembelian dan konsumsi suatu produk atau jasa. Masing-masing anggota keluarga memiliki peran dalam pengambilan keputusan. Seorang anggota keluarga mungkin memiliki lebih dari satu peran. Berikut diuraikan beberapa peran anggota keluarga dalam pengambilan keputusan, yaitu sebagai berikut: a. Inisiator (initiator)

  Seorang anggota keluarga yang memiliki ide atau gagasan untuk membeli atau mengkonsumsi suatu produk. Ia akan memberikan informasi kepada anggota keluarga lain untuk dipertimbangkan dan untuk memudahkan pengambilan keputusan.

  b. Pemberi pengaruh (influencer) Seorang anggota keluarga yang selalu diminta pendapatnya mengenai suatu produk atau merek yang akan dibeli dan dikonsumsi. Ia diminta pendapatnya mengenai criteria dan atribut produk yang sebaiknya dibeli.

  c. Penyaring informasi (gatekeeper) Seorang anggota keluarga yang menyaring semua informasi yang masuk ke dalam keluarga tersebut. Seorang ibu mungkin tidak akan menceritakan mainan-mainan baru yang ada di toko kepada anak-anaknya, agar mereka tidak menjadi konsumtif. Seorang ayah mungkin tidak akan menceritakan kesulitan- kesulitan yang dihadapinya kepada semua anggota keluarganya, agar mereka tidak menjadi tertekan.

  d. Pengambil keputusan (decider) Seorang anggota keluarga yang memiliki wewenang untuk memutuskan apakah membeli suatu produk atau suatu merek. Ibu biasanya memiliki wewenang untuk memutuskan mengenai makanan apa yang baik bagi keluarga, dan menu apa yang disajikan sehari-hari. Seorang ibu mungkin akan meminta ijin kepada bapak jika harus membeli barang-barang yang berharga mahal, atau keduanya mengambil keputusan bersama.

  e. Pembeli (buyer) Seorang anggota keluarga yang membeli suatu produk, atau yang diberi tugas untuk melakukan pembelian produk. Ibu mungkin akan menyuruh anaknya membeli beras yang sudah habis, atau menyuruh pembantu rumah tangganya untuk berbelanja setiap hari.

  f. Pengguna (user ) Seorang anggota keluarga yang menggunakan atau mengkonsumsi sebuah produk atau jasa. Sebuah produk mungkin akan dikonsumsi oleh semua anggota keluarga, misalnya: nasi. Akan tetapi, beberapa produk mungkin hanya dikonsumsi oleh anggota keluarganya yang berusia muda, misalnya: susu bayi atau diaper.

2. Kelas Sosial

  Kelas sosial adalah bentuk lain dari pengelompokan masyarakat ke dalam kelas atau kelompok yang berbeda. Kelas sosial akan mempengaruhi jenis produk, jenis jasa, dan merek yang dikonsumsi konsumen. Kelas sosial juga mempengaruhi pemilihan took, tempat pendidikan, dan tempat berlibur dari seorang konsumen.

  Konsumen juga sering memiliki persepsi mengenai kaitan antara satu jenis produk atau sebuah merek dengan kelas sosial konsumen. Misalnya, kapal pesiar biasanya dimiliki oleh konsumen kelas atas, konsumen kelas bawah biasanya menggunakan transportasi umum seperti bis dan angkot, kelas menengah memiliki dan menggunakan kendaraan pribadi sebagai alat transportasi.

  Pengertian kelas sosial dikemukakan oleh penulis buku perilaku konsumen. Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2004:218) mendefinisikan

  “Social class is defined as the division of members of a society into hierarchy of

distinct status classes, so that members of each class have relatively the same

status and members of all other classes have either more or less status”. Artinya

  kelas sosial didefinisikan sebagai pembagian anggota masyarakat ke dalam hierarki status kelas yang berbeda, sehingga anggota kelas masing-masing memiliki status yang sama relatif dan anggota dari semua kelas lainnya mempunyai status lebih baik atau kurang.

  Engel, Blackwell dan Miniard dalam Sumarwan (2004:216) mendefinisikan “Social class is defined as relatively permanent and homogeneous

  

divisions in a society into which individuals or families sharing similar values,

lifestyle, interests, and behaviour can be categorized. It refers to a grouping of people who are similar in their behaviour based on their economic position in the market place”. Pengertian ini bermakna bahwa kelas sosial didefinisikan sebagai

  pembagian yang relatif tetap dan homogen dalam masyarakat di mana individu atau keluarga berbagi nilai-nilai, gaya hidup, minat dan perilaku yang sama.

  Mowen dan Minor dalam Sumarwan (2004:217) mendefinisikan “Social

  

classes are those relatively permanent strata in a society that differ in status,

wealth, education, possessions, and values. All societies possess a hierarchical

structure that stratifies resident into classes of people” .

  Peter dan Olson (2000:93) berpendapat, pengidentifikasian setiap kelas sosial sangat kuat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pekerjaan seseorang (termasuk pendapatan sebagai suatu ukuran keberhasilan bekerja). Akan tetapi kelas sosial juga dipengaruhi oleh keahlian sosial, aspirasi status, partisipasi komunitas, sejarah keluarga, tingkat budaya, kebiasaan berekreasi, penampakan fisik dan penerimaan sosial oleh kelas tertentu.

  Berdasarkan pendapat Peter dan Olson, kelas sosial adalah sebuah gabungan dari berbagai ciri personal dan sosial disbanding ciri-ciri tunggal seperti pendapatan atau pendidikan, Kelas sosial dapat dianggap sebagai sebuah subbudaya besar karena anggotanya memiliki makna dan perilaku bersama.

  Menurut Supranto dan Nandan (2007:55), kelas sosial merujuk pada suatu hirearki status nasional di mana kelompok dan individu-individu dibedakan dalam penghargaan (esteem) dan prestise (prestige). Kelas sosial tersebut adalah kelas atas (upper), kelas menengah (middle), kelas kerja (working) dan kelas bawah (lower class).

  Berdasarkan beberapa definisi kelas sosial yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa kelas sosial adalah pembagian masyarakat ke dalam kelas-kelas yang berbeda atau strata yang berbeda. Perbedaan kelas atau strata akan menggambarkan perbedaan pendidikan, pendapatan, pemilikan harta benda, gaya hidup, nilai-nilai yang dianut. Perbedaan-perbedaan tersebut akan mempengaruhi perilaku konsumsi seseorang atau keluarga.

  Konsumen yang berada pada kelas yang sama akan menunjukkan persamaan dalam nilai-nilai yang dianut, gaya hidup dan perilaku yang sama.

  Kelas sosial mengelompokkan keluarga atau rumah tangga, bukan konsumen sebagai individu, karena semua anggota keluarga menggambarkan persamaan dalam nilai-nilai yang dianut, penggunaan pendapatan bersama, dan daya beli yang sama.

3. Kelompok Acuan (Referensi)

  Seorang konsumen mungkin akan terlibat atau menjadi bagian dari satu atau lebih kelompok. Seorang konsumen yang bekerja sebagai manajer di salah satu perusahaan adalah anggota dari kelompok pegawai dari perusahaan tempat ia bekerja. Konsumen tersebut menjadi anggota masyarakat di komplek perumahan tempat ia tinggal. Jika konsumen menjadi anggota sebuah klub kebugaran, maka ia menjadi bagian dari kelompok klub kebugaran tersebut. Jika ia aktif di sebuah partai politik, maka ia adalah bagian dari kelompok partai tersebut.

  Menurut Sumarwan (2004:250), sebuah kelompok (group) merupakan kumpulan dari dua atau lebih orang-orang yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan yang sama. Tujuan tersebut bisa merupakan tujuan individu atau tujuan kelompok. Dalam perspektif pemasaran, masing-masing kelompok di mana konsumen menjadi anggotanya akan mempengaruhi perilaku pembelian dan konsumsi dari konsumen tersebut.

  Kelompok mempengaruhi proses pembelian dalam dua cara. Pertama: kelompok mempengaruhi pembelian yang dibuat oleh seorang konsumen. Kedua: anggota-anggota kelompok seringkali membuat keputusan bersama-sama sebagai sebuah kelompok. Sebagai anggota kelompok dari pegawai sebuah perusahaan, konsumen tersebut akan memakai pakaian kerja sesuai dengan ketentuan dari kantornya. Sebagai anggota masyarakat, konsumen tersebut harus mengikuti semua aturan yang digariskan oleh rukun warga di mana ia tinggal. Konsumen akan sukarela membayar segala macam iuran demi tercapainya tujuan keamanan semua warga masyarakat. Sebagai anggota klub kebugaran, seorang konsumen mungkin bersama-sama dengan anggota lain memutuskan tempat liburan yang akan dikunjungi pada musim panas. Singkatnya, konsumen akan dipengaruhi oleh kelompok di mana ia menjadi anggotanya.

  Kelompok acuan (reference group), adalah seorang individu atau sekelompok orang yang secara nyata mempengaruhi perilaku seseorang.

  Kelompok acuan digunakan oleh seseorang sebagai dasar untuk perbandingan atau sebuah referensi dalam membentuk respons afektif dan kognitif dan perilaku.

  Kelompok acuan akan memberikan standard dan nilai yang akan mempengaruhi perilaku seseorang.

  Pengaruh kelompok acuan terbagi atas tiga yakni pengaruh normatif, pengaruh ekspresi nilai dan pengaruh informasi.

  a. Pengaruh Normatif Pengaruh normatif adalah pengaruh dari kelompok acuan terhadap seseorang melalui norma-norma sosial yang harus dipatuhi dan diikuti. Pengaruh normatif akan semakin kuat terhadap seseorang untuk mengikuti kelompok acuan, jika ada: tekanan kuat untuk mematuhi norma-norma yang ada, penerimaan sosial sebagai motivasi kuat, dan produk dan jasa yang dibeli akan terlihat sebagai simbol dari norma sosial.

  Seorang konsumen cenderung akan mengikuti apa yang dikatakan atau disarankan oleh kelompok acuan jika ada tekanan kuat untuk mengikuti norma- norma yang ada. Pengaruh semakin kuat jika ada sanksi sosial bagi konsumen yang tidak mengikuti saran dari kelompok acuan. b. Pengaruh Ekspresi Nilai Kelompok acuan akan mempengaruhi seseorang melalui fungsinya sebagai pembawa ekspresi nilai. Seorang konsumen akan membeli kendaraan mewah dengan tujuan agar orang lain bisa memandangnya sebagai orang yang sukses atau kendaraan tersebut dapat meningkatkan citra dirinya. Konsumen memiliki pandangan bahwa orang lain menilai kesuksesan seseorang dicirikan oleh pemilikan kendaraan mewah, karena itu ia berusaha memiliki kendaraan tersebut agar bisa dipandang sebagai seseorang yang telah sukses.

  c. Pengaruh Informasi Kelompok acuan akan mempengaruhi pilihan produk atau merek dari seorang konsumen karena kelompok acuan tersebut sangat dipercaya sarannya karena ia memiliki pengetahuan dan informasi yang lebih baik. Seorang dokter adalah kelompok acuan bagi para pasiennya. Apapun obat yang disarankan oleh dokter biasanya diikuti oleh pasiennya.

  Kelompok acuan yang terkait dengan konsumen terbagi dalam lima kelompok yaitu: kelompok persahabatan (friendship groups), kelompok belanja (shopping groups), kelompok kerja (work groups), kelompok atau masyarakat maya (virtual groups or communities) dan kelompok pegiat konsumen (consumer

  action groups ).

  1. Kelompok Persahabatan (Friendship Groups) Kelompok persahabatan adalah kelompok informal dan mungkin bisa berbentuk kelompok primer maupun sekunder. Dalam hal ini konsumen membutuhkan teman dan sahabat sesamanya. Memiliki teman atau sahabat merupakan naluri dari konsumen sebagai makhluk sosial. Teman dan sahabat bagi seorang konsumen akan memenuhi beberapa kebutuhan konsumen: kebutuhan akan kebersamaan, kebutuhan rasa aman, kebutuhan untuk mendistribusikan berbagai masalah ketika konsumen merasa enggan untuk membicarakannya dengan orangtua atau saudara kandung. Konsumen yang memiliki teman adalah tanda bahwa konsumen telah membina hubungan sosial dengan dunia luar. Pendapat dan kesukaan teman seringkali mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen dalam membei dan memilih produk dan merek.

  2. Kelompok Belanja (Shopping Groups) Kelompok belanja adalah dua atau lebih orang konsumen yang berbelanja bersama pada waktu yang sama. Kelompok belanja bisa merupakan kelompok persahabatan atau keluarga, namun bisa juga orang lain yang bertemu di toko untuk membeli produk bersama. Seorang konsumen sering membawa teman atau saudara ketika berbelanja. Tujuan membawa teman bisa bermacam-macam. Pertama: tujuan sosial, yaitu untuk menikmati kebersamaan dengan saudara atau teman. Kedua adalah untuk mengurangi risiko salah dalam membeli produk.

  Konsumen akan membawa teman atau saudara yang telah mengetahui produk tersebut.

  3. Kelompok Kerja (Work Groups) Konsumen yang telah bekerja akan menghabiskan waktunya 35 sampai 40 jam di tempat kerja. Konsumen akan berinteraksi dengan teman-teman sekerjanya baik dalam tim kecil maupun teman kerja lainnya dari bagian lain. Interaksi yang sering dan intensif memungkinkan teman-teman sebagai kelosmpok kerja mempengaruhi perilaku konsumsi dan pengambilan keputusan konsumen dalam membeli produk dan jasa dan pemilihan merek. Kelompok kerja bisa berbentuk kelompok kerja formal, jika kelompok kerja tersebut bekerja sebagai satu tim yang dibentuk oleh perusahaan. Kelompok kerja bisa juga berbentuk informal, jika kelompok kerja tersebut terdiri atas orang-orang yang bekerja di perusahaan yang sama.

  4. Kelompok atau Masyarakat Maya (Virtual Groups or Communities) Perkembangan teknologi komputer dan internet telah melahirkan suatu kelompok atau masyarakat baru yang disebut kelompok atau masyarakat maya, yang tidak dibatasi oleh batas kota, provinsi, atau negara bahkan tidak dibatasi oleh waktu. Melalui internet dan email, seorang konsumen yang masih belajar di sekolah dasar bisa mencari teman dari kota lain bahkan dari negara lain. Konsumen bisa berhubungan dengan teman sebayanya dari berbagai belahan dunia tersebut, kapan saja konsumen mau. Seorang konsumen bisa membuka internet dan bergabung dengan masyarakat internet, konsumen memiliki akses yang luas untuk mencari masyarakat internet yang sesuai dengan kebutuhannya kemudian bergabung dengan masyarakat tersebut. Konsumen yang menjadi anggota kelompok maya atau internet tentu akan sering mengakses informasi yang dibutuhkannya untuk mengambil keputusan dalam pemilihan dan pembelian produk. Masyarakat internet memberikan pengaruh besar kepada pengambilan keputusan konsumen.

  5. Kelompok Pegiat Konsumen (Consumer Action Groups) Beberapa hal yang akan dilakukan konsumen ketika merasa kecewa dalam pembelian produk dan jasa antara lain: diam dan kesal menyampaikan kekecewaannya kepada teman, berkirim surat ke tempat pembelian atau mendatangi toko tersebut untuk mengeluh dan minta ganti rugi dan berkirim surat dan mengeluh kepada surat kabar atau majalah atau bisa juga mengadu ke lembaga perlindungan konsumen. Apapun yang dilakukan konsumen ketika kecewa terhadap produk adalah gambaran tindakan protes dari konsumen.

  Konsumen memerlukan kelompok yang bisa membantunya ketika dirugikan oleh produsen. Perlindungan konsumen semakin dipentingkan dan diperhatikan ketika telah diundangkan dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999. Untuk melindungi kepentingan konsumen, pemerintah mengakui adanya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang diharapkan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) adalah lembaga swadaya tertua di Indonesia yang telah aktif melindungi kepentingan konsumen. Lembaga ini telah berperan penting dalam mempengaruhi keputusan konsumen, bahkan aktif memberikan masukan kepada lembaga pemerintah maupun swasta. YLKI bisa dianggap lembaga yang secara tidak langsung mewakili kepentingan konsumen.

2.2.3. Proses pengambilan keputusan konsumen

2.2.3.1. Definisi pengambilan keputusan. Menurut Amirullah (2002:61)

  pengambilan keputusan merupakan suatu proses penilaian dan pemilihan dari berbagai alternatif sesuai dengan kepentingan-kepentingan tertentu dengan menetapkan suatu pilihan yang dianggap paling menguntungkan. Sedangkan menurut Salusu (1996:47) pengambilan keputusan ialah proses memilih suatu alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai situasi.

  Pengambilan keputusan memerlukan satu seri tindakan dan membutuhkan beberapa langkah. Bisa saja langkah-langkah itu terdapat dalam pikiran seseorang yang sekaligus mengajaknya berpikir sistematis. Suatu aturan kunci dalam pengambilan keputusan ialah “sekali kerangka yang tepat sudah diselesaikan, keputusan harus dibuat”. Dan, sekali keputusan dibuat sesuatu mulai terjadi. Dengan kata lain, keputusan mempercepat diambilnya tindakan, mendorong lahirnya gerakan dan perubahan. Jadi, aturan ini menegaskan bahwa harus ada tindakan yang dibuat kalau sudah tiba saatnya dan tindakan itu tidak dapat ditunda. Sekali keputusan dibuat, harus diberlakukan dan kalau tidak, sebenarnya ia bukan keputusan, tetapi lebih tepat dikatakan suatu hasrat, niat yang baik (Salusu, 1996:48).

  Menurut Marimin (2004:10) dalam mengambil keputusan seseorang seringkali dihadapkan pada berbagai kondisi antara lain unik, tidak pasti, jangka panjang dan kompleks. Yang dimaksud dalam kondisi unik adalah masalah tersebut tidak mempunyai preseden dan di masa depan mungkin tidak akan berulang kembali. Tidak pasti maksudnya bahwa faktor-faktor yang diharapkan mempengaruhi dan memiliki kadar ketahuan atau informasi yang sangat rendah.