Analisis Perubahan Fungsi Lahan Sebagai Upaya Mitigasi Perubahan Iklim dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis di Sumatra Utara

  Turnitin Originality Report 21._PROSIDING_APIKI2014_FINAL_LENGKAP.pdf by Anonymous From Rahmawaty (Penelitian Dosen 2018)

  Processed on 31-Jul-2018 4:15 PM WIB

  ID: 986524345 Word Count: 157924

  Similarity Index 15% Similarity by Source Internet Sources:

  12% Publications:

  0% Student Papers:

  6%

  sources:

  7% match (Internet from 15-Feb-2017)

  1

  3% match (Internet from 10-Dec-2016)

  2

  3% match (student papers from 27-Aug-2014)

  2% match (Internet from 18-Jul-2018)

  4

paper text:

  ISBN 978-602-73376-0-2 PROSIDING Seminar Nasional MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM MENUJU TATA KELOLA HUTAN DAN LAHAN LESTARI Jakarta, 18-19 November 2014 KERJASAMA ASOSIASI AHLI PERUBAHAN IKLIM DAN KEHUTANAN INDONESIA BADAN PENGELOLA REED+ KEMENTERIAN KEHUTANAN JAKARTA AP K INDONESIA BADAN PENGELOLA RED REPUBLIK

  INDONESIAD KEMENTERIAN KEHUTANAN ISBN 978-602-73376-0-2 PROSIDING Seminar Nasional MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM MENUJU TATA KELOLA HUTAN DAN LAHAN LESTARI Jakarta, 18-19 November 2014 Editor: Prof. Dr. Ir. Deddy Hadriyanto, M. Agr Prof. Dr. Ir. Hermansah, MS, M.Sc Prof. Dr. Ir. Agus Kastanya, MS Dr. Satyawan Pudyatmoko, S.Hut, M.Sc Dr. Ir. Markum, M.Sc Ir. Agus Susatya, M.Sc, Ph.D Dr. Ishak Yassir, S.Hut, M. Sc Dr. Ir. Sabaruddin, M.Sc Penyusun : Yayan Hadiyan S.Hut, M.Sc Muhammad Farid, S.Hut, M. Sc Kestri Ariyanti Sumardi S.Hut, M.Sc Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK) Alamat: Jl. Argo No. 1, Bulaksumur Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta Telp. (0274) 512102, 901420 Email : apik.indonesia@yahoo.co.id

  

   Prosiding Seminar Nasional MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM MENUJU TATA KELOLA HUTAN DAN LAHAN LESTARI Jakarta, 18-19 November 2014 KERJASAMA ASOSIASI AHLI PERUBAHAN IKLIM DAN KEHUTANAN INDONESIA BADAN PENGELOLA REED+ KEMENTERIAN KEHUTANAN JAKARTA INDONESIA i

  

  Prosiding

  

  Jakarta Indonesia @Tahun 2015 Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia) Editor: Prof. Dr. Ir. Deddy Hadriyanto, M. Agr Prof. Dr. Ir. Hermansah, MS, M.Sc Prof. Dr. Ir. Agus Kastanya, MS Dr. Satyawan Pudyatmoko, S.Hut, M.Sc Dr. Ir. Markum, M.Sc Ir. Agus Susatya, M.Sc, Ph.D Dr. Ishak Yassir, S.Hut, M. Sc Dr. Ir. Sabaruddin, M.Sc Penyusun : Yayan Hadiyan S.Hut, M.Sc Muhammad Farid, S.Hut, M. Sc Kestri Ariyanti Sumardi S.Hut, M.Sc Design dan Tata letak: Edy Wibowo Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang Dilarang menggandakan buku ini sebagian atau seluruhnya, baik dalam bentuk fotokopi, cetak, microfilm, elektronik maupun dalam bentuk lainnya, kecuali untuk keperluan pendidikan atau keperluan non komersial lainnya dengan mencantumkan sumbernya, seperti berikut : Sitasi: Hadriyanto, D. et all (EDS). 2015. Mitigasi Dan Adaptasi Perubahan Iklim Menuju Tata Kelola Hutan Dan Lahan Lestari, 8-9 November 2014. Jakarta Indonesia Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia. Yogyakarta.

  ISBN 978-602-73376-0-2 Diterbitkan oleh: Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia Jl. Argo No. 1, Bulaksumur Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta Telp. (0274) 512102, 901420 Email : apik.indonesia@yahoo.co.id ii

  

  

  KATA PENGANTAR Hutan sebagai common property adalah sumberdaya bersama yang memiliki fungsi penting baik dari sisi ekonomi maupun ekologi. Pengelolaan hutan yang selama ini diterapkan masih belum sepenuhnya bersifat berkelanjutan dan diikuti dengan terjadinya degradasi fungsi, baik secara ekonomi maupun ekologi. Fungsi hutan menjadi bagian yang sangat penting dalam perubahaan iklim, karena level carbon dan gas rumah kaca di atmosphir sangat bergantung pada kesetimbangan pengikatan dan emisi karbon di ekosistim hutan. Urgensi dari pengurangan emisi untuk menjaga kesetabilan konsentrasi GRK di atmosfer telah mendorong berbagai pemikiran penanganannya, baik terkait upaya mitigasi maupun adaptasi terhadap perubahan iklim. Berbagai kebijakan pemerintah terkait penanggulangan perubahan iklim telah dilahirkan untuk mendorong penanganan yang terintegrasi berbagai sektor. Salah satunya adalah REDD+ (Pengurangan Emisi dari Deforestasi, Degradasi Hutan, Peran Konservasi, Peningkatan Serapan Karbon dan Pembangunan Kehutanan yang Berkelanjutan), yang menjadi bagian yang sangat penting dalam upaya menurunkan emisi karbon sektor kehutanan sebagai mandat COP ke 13 di Bali. Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia) merupakan kumpulan mereka yang perhatian dan turut berpartisipasipasi untuk menghimpun, membina, mengembangkan, dan mengamalkan IPTEK di bidang perubahan iklim dan kehutanan serta memberikan masukan ilmiah kepada pemerintah untuk memperkuat posisi Indonesia baik di tingkat nasional dan internasional terkait dengan kebijakan perubahan iklim dan kehutanan. Asosiasi ini juga merupakan jejaring dari beberapa perguruan tinggi, lembaga penelitian, lembaga diklat serta lembaga swadaya masyarakat di 7 region di Indonesia : region Sumatera, Jawa, Bali Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Memandang pentingnya persoalan mitigasi,

  adaptasi dan tata kelola hutan dan lahan, dalam konteks penanganan perubahan iklim di Indonesia, Apik berkejasama dengan BP-REDD+ telah melaksanakan Seminar Nasional dengan tema “Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Menuju Tata Kelola Hutan dan Lahan Lestari ”. Seminar tersebut telah mejadi sasrana berbagi informasi status perkembangan kebijakan perubahan iklim Internasional dan Nasional, berbagi informasi status penelitian adaptasi dan mitigasi penanganan perubahan iklim dan kehutanan di Indonesia, dan telah merumuskan masukan terkait kebijakan, strategi dan rencana aksi penanganan perubahan iklim ke depan, khususnya menyongsong implementasi REDD+ di Indonesia. Pada kesempatan ini, diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kementerian Kehutanan dan Bp REDD+ yang telah membantu baik operasional maupun pendaaan atas penyelenggaraan Seminar Nasional tersebut.

  Yogyakarta, Agustus 2015 Ketua Umum, ttd. Dr. Sastyawan Pudyatmoko, S.Hut, M.Sc iii

  

  iv

  

  DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................... iii DAFTAR ISI .................................................................................................... v ADAPTASI....................................................................................................... 1 1 ADAPTASI SPESIES TANAMAN PADA KONDISI EKSTRIM BESERTA ADAPTASI PENDEKATAN PENANAMANNYA UNTUK ANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM ........................................................................................... 3 2 MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN MERESPON DAMPAK PERUBAHAN IKLIM: GENDER PERSPEKTIF ................................................................................... 17 3 ADAPTASI JENIS-JENIS POHON PIONIR PADA HUTAN RAWA GAMBUT YANG TERDEGRADASI BERAT DI OGAN KOMERING ILIR, SUMATERA SELATAN .................................................................................................................... 29 4 BIODIVERSITAS DAN PERAN MASYARAKAT ADAT DALAM PERUBAHAN IKLIM DI REGION PAPUA ......................................................................................... 39 5 WHAT DID DRIVE EXTREME DROUGHT EVENTS IN 2014? ................................... 55 6 STRATEGI ADAPTASI DAN MITIGASI DALAM MENGHADAPI BENCANA PESISIR AKIBAT PERUBAHAN IKLIM ..................................................................... 61 7 ARBORETUM DESA : AKSI LOKAL KONSERVASI JENIS TANAMAN HUTAN MENDUKUNG PENANGANAN PERUBAHAN IKLIM ................................ 71 8 STATEGI USAHA PERTANIAN PETANI KARET DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM DI NAGARI MUARO SUNGAI LOLO KEC. MAPAT TUNGGUL SELATAN KAB. PASAMAN - SUMBAR .................................................. 81 9 MENGGALI DAN MENEGAKKAN KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ARFAK UNTUK MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM 1 ............................................ 87 10 KEKUATAN KEARIFAN LOKAL DALAM RESTORASI EKOSISTEM TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI .................................................................................. 93 MITIGASI .................................................................................................... 101 11 ALIRAN KARBON DAN ENERGi PADA BERBAGAI TUTUPAN LAHAN SULAWESI TENGAH ................................................................................................ 103 12 ESTIMASI POTENSI CADANGAN DAN SERAPAN KARBON DI PROVINSI BENGKULU DENGAN MENGGUNAKAN DATA MODIS ........................................ 109 13 STUDI POTENSI BIOMASSA ATAS DAN BAWAH PERMUKAAN TANAH PADA PSP KPHP UNIT IV DAN KPHL UNIT XIV UNTUK MENDUKUNG SISTEM MRV STOK KARBON HUTAN DI MALUKU .............................................. 131 14 PERHITUNGAN STOK KARBON PADA DAERAH KAPUR DAN KARST DI PAPUA BARAT: STRATEGI UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN REDD+ ..............

  143 15 UPAYA PENURUNAN EMISI CO 2 SEKTOR KEHUTANAN DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ................................................................................................. 151 16

  

  ................................................................................... 161 v

  

  

  SERAPAN KARBON PADA BERBAGAI JENIS TEGAKAN HASIL REHABILITASI HUTAN POLA HUTAN KEMASYARAKATAN: STUDI KASUS HKM KAB. REJANG LEBONG BENGKULU ............................................................. 169 18 PERUBAHAN POPULASI DAN BIOMASA TEGAKAN DALAM KAITANNYA DENGAN AKUMULASI CARBON DI KAWASAN HUTAN HUJAN TROPIS ULU GADUT PADANG SUMATRA BARAT ............................................................. 175 19 REVIEW : VARIASI KANDUNGAN BIOMASA PADA BERBAGAI EKOSISTIM DI SUMATRA ............................................................................................................ 185 20 ANALISIS PERUBAHAN FUNGSI LAHAN SEBAGAI UPAYA MITIGASI PERUBAHAN IKLIM DENGAN APLIKASI SISTEM

  INFORMASI GEOGRAFIS DI SUMATRA UTARA ............................................................................................... 199 21 THE IMPACTs OF FOREST CONCESSIONS ON DEFORESTATION IN INDONESIA ............................................................................................................... 209 22

  

  ....................................................................................................................... 221

  

  

  ................................................................................................................... 231 24 MODEL ALOMETRIK PENDUGAAN BIOMASSA DAN KARBON TEGAKAN HUTAN JENIS KERUING (Dipterocarpus sp) PADA HUTAN ALAM PRODUKSI DI KALIMANTAN TENGAH ..................................................................................... 237 25 KUANTIFIKASI

  

  .............................................................................. 245 26 ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) BERDASARKAN TINGKAT KEBUTUHAN OKSIGEN, ABSORBSI KARBON DIOKSIDA DAN PENGENDALI IKLIM MIKRO DI WILAYAH PERKOTAAN ..................................... 251 27 PENELITIAN PENDAHULUAN TENTANG KONDISI UDARA DI BALI SEBAGAI INDIKASI PERUBAHAN IKLIM ............................................................... 265 28 EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN DI KABUPATEN

  POHUWATO PROVINSI GORONTALO ............................................................................................................ 269 29 POTENSI KARBON HUTAN NAGARI SIMANCUANG PROVINSI SUMATERA BARAT SEBAGAI UPAYA MENDUKUNG SISTEM MRV ........................................ 275 30 ESTIMASI NILAI TEGAKAN DI RTHKP KOTA BANJAR BARU .............................. 287 31 ADAPTASI DAN MITIGASI PEMANASAN GLOBAL MELALUI HUTAN JATI RAKYAT DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA ..................................................... 311 32 MODEL PENGHITUNGAN CADANGAN KARBON HUTAN RAKYAT BERSERTIFIKAT SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU ................................... 319 33 PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT MELALUI PROGRAM KULIAH KERJA NYATA MAHASISWA (KUKERTA) ........................... 337 34 KAJIAN KEGIATAN REDD + DALAM PERSPEKTIF PERUBAHAN IKLIM ............... 343 35 PENGEMBANGAN PARAMETER FRAKSI KARBON YANG HILANG ..................... 359 vi

  

  TATA KELOLA .......................................................................................... 366 36 TANTANGAN PELIBATAN MASYARAKAT DALAM MENGELOLA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP) DI BENGKULU UTARA ...................................................................................................................... 367 37 TATA KELOLA KPHP LAKITAN, MANDIRI DENGAN KEMITRAAN MASYARAKAT ........................................................................................................ 377 38 PERANAN BALAI DIKLAT KEHUTANAN DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM ........................................................................................................................ 387 39 PENGARUH BIOREMEDIASI DAN FITOREMEDIASI MERKURI (Hg) TERHADAP PENINGKATAN UNSUR HARA TANAH PADA LAHAN PASCA TAMBANG EMAS ..................................................................................................... 395 vii

  

  viii

  

  ADAPTASI 1

  

  2

  

  1 ADAPTASI SPESIES TANAMAN PADA KONDISI EKSTRIM BESERTA ADAPTASI PENDEKATAN PENANAMANNYA UNTUK ANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM Tree species adaptation under extreme

  conditions and adaptation in planting to anticipate climatic changes Rina Laksmi Hendrati *) dan Yayan Hadiyan *) *) Peneliti

  

   Jl. Palagan T. Pelajar km 15, Purwobinangun, Pakem, Yogyakarta. Telp 0274-896080. Fax. 0274-896-080,

  Email: rina.l.hendrati@gmail.com, ABSTRACT Drought as an effect following climate changes has been predicted to influence living creatures including trees. This might cause the loss of trees at various ages, and even more causing the disappearances of particular species. It is only adaptive species that will withstand and compete for their existence. Adaptive species, therefore, will be the most appropriate choices to anticipate the occurrence of extreme condition due to climate change in terms of keeping vegetation cover and restoring marginal ecosystem and in minimizing carbon emission especially by planting unused lands. A number of 25 tree accessions (21 species) selected and collected from various dry areas in Indonesia have been tested to 3 field dry sites in DIY, Wonogiri and Madura. Similar materials were tested under controlled conditions. Species with the best performances, include genetically improved species, have developed adaptive characters under dry situations. Those are prospective species for plantations under marginal dry areas, either at current situations or in areas that will be drier due to climatic chances in the future. In establishing plantation to anticipate dry conditions, useful adaptive steps include selection of adaptive species and modification of early maintenance in the fields which those have proven to affect differences for successful growth. Keyword : Species, adaptation, drought,climate change ABSTRAK Effek berantai perubahan iklim berupa kekeringan diprediksi akan mempengaruhi kehidupan makhluk hidup termasuk spesies tanaman pohon. Hal ini dimungkinkan bisa berakhir dengan kematian disegala umur bahkan menghilangnya spesies tertentu. Hanya spesies adaptif, yang akan berhasil tumbuh serta berkompetisi untuk mempertahankan kelestariannya. Spesies adaptif tersebut akan menjadi pilihan tepat dalam mengantisipasi terjadinya kondisi ekstrim karena perubahan iklim dalam hal menjaga penutupan vegetasi dan restorasi ekosistem marginal serta ikut mengoptimasikan pengurangan emisi karbon dengan penanaman lahan yang tidak dimanfaatkan. Sejumlah 25 aksesi tanaman pohon (21 spesies) yang terpilih yang dikoleksi dari berbagai kondisi kering di Indonesia telah di ujikan pada 3 kondisi lapangan kering di DIY, Wonogiri dan Madura. Materi yang sama persis juga diujikan pada uji kekeringan secara terkontrol. Jenis dengan penampilan terbaik, termasuk jenis yang bergenetik unggul, terbukti telah mengembangkan karakter adaptif pada kondisi kering. Jenis-jenis tersebut prospektif untuk digunakan untuk penanaman pada kondisi marginal kering saat ini, serta pada area-area yang pada masa yang akan datang akan menjadi semakin kering karena dampak perubahan iklim. Dalam penanaman spesies pohon untuk mengantisipasi kondisi kering, salah satu bentuk adaptasi yang menguntungkan selain dengan menggunakan spesies yang adaptif adalah dengan memodifikasi pemeliharaan awal yang terbukti sangat signifikan menunjukkan keberhasilan pertumbuhan. Kata kunci: Spesies, Adaptasi, Kering, Perubahan Iklim 3

  

  

  1.1 Perubahan Iklim 4 1. PENDAHULUAN Aktifitas manusia melalui proses pembakaran besar-besaran pada berbagai industri menggunakan batu bara, minyak, dan kayu, misalnya, serta pembabatan hutan telah menyebabkan peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer, berupa karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitrogen oksida (N 2 O) dan CFC. Pada 150 tahun terakhir, sejak Revolusi Industri, tingkat karbon dioksida meningkat dari 280 ppm menjadi 379 ppm. Kesimpulan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), suatu badan di PBB yang beranggotakan 1.300 ilmuwan dari seluruh dunia, menunjukkan bahwa 90% gas rumah kaca yang dihasilkan manusia tersebut (CO 2 , CH 4 (N 2 O), terutama selama 50 tahun terakhir ini, telah menaikkan suhu bumi secara drastis serta menyebabkan perubahan iklim terutama variabel iklim suhu udara dan curah hujan pada periode waktu panjang 50-100 tahun (inter centenial) (IPCC 2007) . Fourth Assessment Report, yang dipublikasikan IPCC terungkap bahwa, di pertengahan abad ini, di daerah subpolar serta daerah tropis basah rata-rata aliran air sungai serta ketersediaan air diperkirakan bertambah sampai 10-40%, sedangkan di daerah subtropis dan daerah tropis yang kering, air menyusut sampai 10-30% dan karenanya daerah-daerah yang saat ini sering mengalami kekeringan akan menjadi semakin parah keadaannya (IPCC 2007). Persoalan perubahan iklim ini cukup sulit dihindari dan sudah menjadi hal yang nyata. Oleh karenanya adaptasi terhadap kondisi tersebut harus dikembangkan dalam berbagai aspeknya oleh makhluk hidup termasuk manusia dan tanaman. Meningkatnya bencana alam terkait iklim seperti banjir, badai, tanah longsor, gelombang pasang, kebakaran hutan serta kerusakan lingkungan termasuk kekeringan dan peningkatan serangan hama dan penyakit, harus dijadikan pengalaman dan acuan untuk mencari solusi agar makhluk hidup termasuk tanaman dapat dipertahankan kelestariannya. 1.2 Dampak Perubahan Iklim terhadap Tanaman Efek berantai perubahan iklim yang menjadi problem saat ini salah satunya adalah kekeringan dan hal ini diprediksi akan mempengaruhi kehidupan makhluk hidup termasuk spesies tanaman pohon. Secara umum, respon tanaman terhadap kondisi ekstrim karena perubahan iklim, ada 4 yakni; 1) adaptasi 2) bergeser kisaran hidupnya 3) tetap eksis karena dipindahkan dengan bantuan manusia 4) punah. (Jackson et al.

  2014). Oleh karenanya hal-hal yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan keberadaan tanaman adalah dengan menyeleksi dan menyediakan jenis-jenis yang mampu beradaptasi, memindahkan pada kondisi yang sesuai dengan habitat asalnya misalnya dengan konservasi eksitu serta memodifikasi model penanaman untuk membantu pertumbuhan tanaman saat penanaman. Jika kepunahan akan dihindari maka kita perlu untuk mengetahui apa yang menyebabkan tanaman bisa beradaptasi dan apa yang menyebabkan tanaman menjadi sensitif sehingga bisa memberikan prioritas utama pemilihan jenis sesuai dengan pelestariannya. Situasi kekeringan akan mempengaruhi pertumbuhan, perubahan fisiologi maupun anatomi pada tanaman. Hal ini disebabkan karena keterbatasan air akan menghambat pembesaran sel dan perubahan hormon yang berdampak terhadap berbagai proses fisiologi dan biokimia termasuk fotosintesa, translokasi, respirasi, pengambilan ion, serta proses pembentukan karbohidrat, nutrisi dan pemacu tumbuhan (Farooq et al., 2009, Jaleel et al 2009). Vegetasi umumnya juga akan rentan serangan hama atau penyakit jika dibandingkan dengan situasi normal tersedia air. Vigoritas tumbuhan menurun, dan adanya defisit kelembaban tanah yang terjadi pada periode yang lama serta datangnya hama dan penyakit mengakibatkan parahnya kehidupan tanaman yang bisa berakhir pada kematian

  

  pada jenis-jenis tertentu (Zhang 2010, Chenchouni 2010), dan karenanya di daerah yang sering mengalami kekeringan, terjadi banyak spesies tanaman yang akan hilang, manakala ketersediaan spesies-spesies tanaman yang adaptif pada kondisi tersebut tidak tersedia (Ouedraogo dan Thiombiano 2010). Penelitian yang dilakukan pada periode waktu 5 tahun (2010-2014) telah dilakukan untuk menguji berbagai spesies pohon yang dikoleksi dari kondisi kering di Indonesia. Pengujian yang dilakukan pada kondisi kering baik pada kondisi terkontrol maupun pada 3 kondisi lapangan kering bertujuan untuk memperoleh jenis-jenis tanaman pohon yang prospektif untuk digunakan dalam penanaman pada kondisi marginal kering saat ini, serta pada area-area yang pada masa yang akan datang yang akan menjadi semakin kering karena dampak perubahan iklim. Selain itu modifikasi penanaman pohon untuk mengantisipasi kondisi kering juga dicobakan sebagai salah satu bentuk adaptasi yang menguntungkan yakni dengan memodifikasi pemeliharaan awal untuk mendapatkan keberhasilan pertumbuhan. 2. ADAPTASI TANAMAN PADA KONDISI EKSTRIM 2.1 Urgensi adaptasi pada kondisi ekstrim Berbagai perubahan di bidang pertanian telah dilakukan untuk merespon perubahan iklim termasuk kekeringan. Hal ini disebabkan karena peningkatan frekuensi kekeringan memberikan dampak negatif terhadap produksi lokal, terutama di daerah subtropis dan tropis. Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim Kementerian BAPENNAS 2013 menyatakan bahwa perubahan iklim akan memberikan dampak pada berbagai sektor kehidupan, oleh karenanya diperlukan upaya Adaptasi. Dalam bidang pertanian adaptasi yang dilakukan termasuk dengan menciptakan bibit unggul tahan kondisi kekeringan serta memodifikasi penanaman dengan pengubahan waktu tanam agar diperoleh pertumbuhan yang optimal (Aldrian et al 2011). Pengembangan teknik budidaya yang sesuai misalnya untuk mengatasi kekeringan sehingga tanaman tetap sehat serta mampu bertahan terhadap organisme pengganggu juga di lakukan dalam bidang pertanian. Seperti juga di Indonesia, di

  Australia dampak perubahan iklim diantisipasi dengan melakukan adaptasi, dengan berbagai perubahan seperti mengubah tanggal penanaman, perubahan penggunaan pupuk, irigasi, serta pemilihan varietas tanaman yang dapat memiliki dampak yang signifikan (Stokes dan Howden 2013). Pelaksanaan adaptasi terhadap penanaman spesies tanaman kehutanan untuk mengantisipasi dampak dari perubahan iklim termasuk kekeringan belum banyak dilakukan. Perubahan iklim yang mengarah ekstrim yang akan mengancam daerah-daerah dimana kita hidup, harus dihadapi dengan berbagai penyesuaian tindakan- tindakan yang perlu diambil untuk mencari solusinya yang tepat demi kelestarian kehidupan tanaman pohon. Hal ini disebabkan karena tidak semua tanaman akan tahan terhadap kondisi kekeringan. Makhluk hidup termasuk tumbuhan memerlukan proses adaptasi terhadap efek pemanasan global agar lestari, dan diantara berbagai spesies tanaman terdapat perbedaan tingkat adaptasi pada situasi tertekan, yang berkisar dari level sensitif sampai ke level adaptif atau toleran (Atwell et al. 2003). Oleh karenanya pemilihan berbagai alternatif spesies adaptif yang toleran atau bahkan yang umggul tahan terhadap kondisi kering perlu dilakukan. Bagi spesies-spesies tertentu dampak berantai perubahan iklim ini mempengaruhi kehidupannya (Tognetti dan Palombo 2013, Wilfried dkk 2006) bahkan bisa menyebabkan kematian tanaman pohon (Allen 2010) disemua level umur (Chenchouni 2010), hingga hilangnya spesies tertentu (Steffen et al. 2009). Terhadap daerah yang diprediksi akan berkembang menjadi semakin parah kekeringannya, hanya 5

  

  spesies tanaman yang mengembangkan sistem adaptasi dalam hal ini terhadap kekeringan, yang nantinya akan relatif lebih mampu untuk tumbuh serta berkompetisi sehingga daya hidupnya lebih baik. Ekosistem tangguh yang diciptakan dengan mempertahankan biodiversitas terbukti merupakan solusi yang paling aman untuk menghindari kerusakan ekosistem (Lovett and Perry 2013). Penyediaan diversitas spesies yang adaptif terhadap kondisi tertekan kering sangat diperlukan karena, selain akan mempertahankan kelestarian tanaman serta penutupan vegetasi dengan berbagai variasi pohon juga akan menyediakan berbagai manfaat manfaat serta akan lebih menstabilkan ekosistem marginal yang akan direhabilitasi. Studi biodiversitas menunjukkan bahwa pentingnya biodiversity bukan dalam hal bereaksi, melainkan lebih sebagai kekuatan tangguh menghadapi aksi perubahan biofisik global sehingga mempunyai hubungan langsung dengan fungsi ekosistem (Brown et.al 2013). Biodiversity dengan menyediakan berbagai jenis spesies adaptif oleh karenanya penting dilakukan sebagai antisipasi mempertahankan penutupan vegetasi bagi area-area yang akan berkembang menjadi kering terutama dibawah kondisi perubahan iklim global yang tidak bisa diprediksi. Pembentukan ekosistem yang stabil akan memerlukan langkah yang bertahap, oleh karenanya untuk perbaikan dalam waktu singkat dalam rangka penanaman di daerah yang kering, spesies yang terbaik adalah spesies yang mempunyai kemampuan untuk cepat tumbuh karena diharapkan lebih cepat dalam penutupan lahan, perbaikan struktur tanah, penyimpanan air tanah serta perbaikan nutrisi tanah sehingga secara umum lebih mengurangi dampak ekstrim kekeringan dari permukaan tanah. Namun demikian tidak berarti bahwa jenis yang cepat tumbuh adalah yang lebih adaptif karena, masih ada faktor lain yang menentukan yakni persen hidup serta ketahanan tanaman terhadap serangan hama penyakit yang mematikan. Penanaman berbagai spesies tanam pada ekosistem yang rentan, juga akan merupakan pertahanan yang cukup kuat untuk menghindari berkembangnya hama dan penyakit tertentu. Informasi tentang spesies adaptif ini akan membantu masyarakat di daerah yang akan mengalami periode berat kekeringan untuk mengembangkan jenis yang terbaik untuk ditanam dalam rangka mengoptimalkan lahan mereka. 2.2 Seleksi Spesies Adaptif pada Kondisi Ekstrim Kondisi lingkungan asal (habitat) atau provenans asal dari suatu spesies akan menentukan kemampuan adaptifitas dari suatu spesies. Spesies yang sama bisa mempunyai perbedaan ketahanan karena perbedaan habitat asal yang dimilikinya. Tanaman yang tumbuh dari kondisi yang lebih tinggi tekanannya, akan mempengaruhi adaptifitasnya karena tekanan yang dilalui relatif lebih berat. Tanaman yang terseleksi dan masih bertahan hidup pada daerah asal tersebut dipastikan merupakan individu yang telah melewati seleksi alam sehingga lebih mampu bertahan hidup (Matyas, 1994; Matyas and Nagy, 2005; Rehfeldt et al., 1999; Spittlehouse and Stewart, 2003). Selama melalui periode beberapa generasi tanaman diharapkan lebih mengembangkan adaptifitas terhadap kondisi ekstrim, termasuk kekeringan. Pendekatan pemilihan jenis yang telah beradaptasi pada kondisi asalnya ini perlu dilakukan karena dimungkinkan struktur genetiknya telah sedemikian rupa terbentuk untuk mengantisipasi kondisi kering yang kurang menguntungkan tersebut. Oleh karenanya pemilihan sumber asal dari suatu tanaman sangat perlu untuk diperhitungkan untuk mendapatkan adaptifitas terbaik karena adaptifitas untuk bertahan terhadap kekeringan berhubungan erat dengan distribusi geografis jenis tersebut serta pola musim hujan yang terjadi pada habitat asalnya (Baltzer et al. 2008). 6

  

  Respon tanaman berdasarkan pada perubahan dengan basis morfologis, anatomis atau fisiologis, ketika bertahan pada kondisi keterbatasan air, memungkinkan kita untuk menyeleksi jenis yang lebih mampu bertahan (Nam et al., 2001; Martinez et al., 2007). Reaksi antar spesies umumnya sangat bervariasi dan tergantung pada waktu dan level cekaman kekeringan serta fase pertumbuhan (Ashraf dan Foolad 2007). Oleh karenanya dalam pelaksanaan seleksi, selain harus menyertakan jenis yang diasumsikan telah adaptif dari habitat asalnya, juga harus dilakukan pada saat umur muda dan umur dewasa serta diekspose pada tekanan ekstrim yang diasumsikan seragam sehingga seleksi lebih akurat untuk dilakukan. Selain pertumbuhan, persen hidup serta ketahanan hidup terhadap serangan hama dan penyakit, karakter yang diperkirakan menentukan adaptifitas perlu untuk diidentifikasikan sebagai karakter yang nantinya akan digunakan sebagai kriteria manakala pemilihan individu unggul terhadap kekeringan didalam spesies akan dilanjutkan. 3. LIMA TAHUN PERIODE UJI ADAPTASI SPESIES POHON PADA KONDISI EKSTRIM KERING Seperti juga pada bidang pertanian selain menyediakan jenis unggul tahan kondisi kering, modifikasi penanaman serta mengoptimalkan intensifikasi pertanian yang ramah lingkungan telah disarankan oleh para ahli sebagai penyesuaian atau adaptasi pada kondisi ekstrim yang disebabkan karena dampak perubahan iklim. Oleh karenanya dibidang kehutanan penyediaan spesies adaptif serta modifikasi pendekatan-pendekatan tertentu, baik secara teknis maupun pendekatan kepada manusianya, juga perlu dilakukan. Hal tersebut telah terbukti secara signifikan meningkatkan keberhasilan penanaman. Peneliitian selama 5 tahun (2009-2014), sebanyak 25 aksesi tanaman pohon dari 21 spesies yang terpilih telah dikoleksi dari berbagai kondisi kering di Indonesia. Semua jenis tersebut di uji pada 3 kondisi lapangan kering di DIY, Wonogiri dan Madura. Materi yang sama persis juga diuji pada uji kekeringan secara terkontrol dengan perlakuan kekeringan 0, 10, 20, 30 dan 40 hari kekeringan sampai mencapai kelengasan tanah 15- 23%. Beberapa tahapan kegiatan pengujian dan pendekatan pengelolaan plot uji dalam penelitian tersebut disajikan berikut ini : 3.1 Koleksi materi genetik yang telah beradaptasi sampai beberapa generasi: pemilihan spesies dengan multimanfaat dan perbandingan antar provenans Identifikasi spesies (2010) dilakukan sebelum pelaksanaan koleksi materi genetik pada lokasi dengan curah hujan rendah (<1000mm/th) di Indonesia yakni di Madura, NTT, Palu dan Sumba. Jenis yang teridentifikasi tumbuh pada daerah tersebut cukup banyak (> 125 spesies), karenanya seleksi perlu dilakukan dengan berbagai kriteria berdasarkan penampilannya (pohon), populasinya yang masih memadai, manfaatnya, rekomendasi setempat serta kemudahan budidayanya sehingga diperoleh 36 spesies terpilih. Koleksi materi genetik dari spesies-spesies tersebut kemudian dilakukan (2011) dengan menggunakan biji atau bahan vegetatifnya. Beberapa spesies diusahakan dikoleksi dari sumber habitat yang berbeda (provenans) untuk melihat perbedaan adaptasinya karena kondisi lingkungan asal (habitat) atau provenans asal dari suatu spesies akan menentukan kemampuan adaptifitas dari suatu spesies. Karena tekanan tertentu spesies tersebut diasumsikan telah mengembangakan kemampuan untuk bertahan hidup dari lingkungannya sampai terjadinya seleksi alami secara perlahan sehingga individu-individu yang adaptif yang bertahan hidup (Marcar and Crawford, 2004). Karena kendala ketersediaan biji saat eksplorasi, hanya sejumlah 29 spesies yang bisa dikoleksi dari 9 populasi di seluruh 7

   Indonesia (Sulawesi Tenggara, Gunung Kidul, Madura, Alas Purwo, Bondowoso, Baluran, NTB, Kefa NTT dan Soe Kupang) dengan beberapa jenis dikoleksi lebih dari 1 provenans. 3.2 Pengujian pada kondisi lapangan dan pada kondisi terkontrol Biji ataupun bahan vegetatif yang telah dieksplorasi dari tempat asalnya kemudian disemaikan dan dipelihara di persemaian, yang kemudian digunakan sebagai materi pengujian kekeringan di lapangan dan pada kondisi terkontrol. Sampai saat semai siap digunakan untuk pengujian, hanya 25 aksesi (21 spesies) yang mencukupi jumlahnya. Sejumlah 4 spesies (Aleuretes mollucana, Callophulum inophyllum, Sterculia foetida dan Casea seamea) berasal dari 2 provenans.

  Spesies yang digunakan untuk pengujian tersebut termasuk 2 spesies yang secara genetik telah unggul yakni yang berasal dari daerah kering (Acacia auriculiformis F1) dan dari daerah basah (Acacia mangium F2) sebagai pembanding. Pengujian lapangan dilakukan di 3 lokasi daerah kering di Pracimantoro, Gunung Kidul dan Madura dengan penanaman pada tahun 2012. Pengujian menggunakan 25 aksesi (21 spesies) dengan 25 tanaman/spesies (5X5), dengan jarak tanam 3X3m dan diulang 3-5 blok. Pengujian jenis-jenis tersebut juga dilakukan secara kering terkontrol dan dilakukan di persemaian B2PBPTH dengan perlakuan kekeringan 0, 10, 20 dan 40 hari disertai dengan kontrol. Karakter pertumbuhan tanaman serta lebar penutupan tajuk serta kerentanan hama dan penyakit diamati di lapangan, sementara pada pengujian terkontrol, karakter pertumbuhan, fisiologi, anatomi termasuk kandungan solute berupa prolin yang banyak diproduksi tanaman yang tahan terhadap kekeringan juga dilakukan bekerjasama dengan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada. Hasil Pengamatan secara ringkas (Tabel 1) menunjukkan bahwa setiap jenis mempunyai kemampuan adaptasi yang berbeda baik pada kondisi lapangan maupun kondisi terkontrol, dengan penampilan terbaik adalah bibit unggul Acacia auriculiformis, diikuti oleh Cassea seamea (Johar), Jati (Tectona grandis) dan ViteX pubescent. Jenis yang bagus di salah satu lokasi termasuk Kepuh (Sterculia foetida), Waru (Hibiscus tiliaceus), Kayu merah (Pterocarpus indicus), Kemiri (Aleuretes mollucana), Cedrela sp, Pulai (Alstonia scholaris) dan Nyamplung (Callophylum inophyllum). Karakter adaptif yang diobservasi pada kondisi terkontrol diharapkan dapat digunakan sebagai indikator manakala seleksi genotip di dalam spesies akan dilakukan. Terdapat keistimewaan dari tanaman Johar sebagai spesies yang tampil terbaik kedua, yakni adanya kemampuan memperpanjang (1-1,5m) akar kesamping pada kondisi tanaman muda untuk mendekati perakaran kompak tanaman didekatnya, yang diperkirakan dalam rangka mengambil keuntungan dari segi kelembabannya. Selain itu jenis tersebut juga menunjukkan diserang oleh hama ulat sampai daunnya habis, namun ternyata kepompongnya bisa dijual masyarakat (Rp 26.000/kg th 2013), sementara tanaman tetap mampu memulihkan diri dengan melakukan trubusan daun dengan cepat saat turun hujan. Spesies-spesies diatas yang menunjukkan kecepatan tumbuh yang berlainan, dengan berbagai kemanfaatan serta berbagai karakter perbedaan cara adaptasi ini diharapkan akan sangat bermanfaat serta saling melengkapi untuk menciptakan ekosistem yang stabil jika ditanam pada kondisi kering marginal atau sebagai antisipasi penutupan vegetasi bagi area yang nantinya diindikasikan akan menghadapi dampak perubahan iklim yang mengarah kering. Pada penelitian ini tanaman yang adaptif diharapkan menunjukkan kemampuan bertahan hidup pada kadar lengas tanah 12-23 % sampai 17-25%, yang merupakan 20-25% dari tanaman yang disirami secara normal (data uji terkontrol). Sementara itu pengujian lapangan yang dilakukan mencerminkan ekostem dengan presipitasi <1000 atau lokasi dengan iklim D, E, F (Klasifikasi Schmid dan Fergusson). 8

  

  Perlu untuk diperhatikan bahwa kondisi kekeringan di suatu daerah tidak hanya tergantung dari besarnya curah hujan saja. Meskipun curah hujan memadai manakala tanahnya merupakan jenis yang tidak bisa menahan air, misalnya lahan Karst di salah satu lokasi uji di Pracimantoro (CH 1500mm/th) atau pada lahan lereng batu bertanah di lokasi uji Gunung Kidul (CH 1500 mm/th) maka kondisi kering kekeringan ekstrim juga akan terjadi pada saat musim kemarau. Hal ini juga diindikasikan dengan kering kerontangnya atau sangat menyusutnya air hingga minimal dari sungai-sungai yang terdapat di dekat lokasi uji. Demikian juga pada daerah dimana kondisi masyarakatnya yang belum sadar akan pentingnya penanaman ataupun pentingnya keberadaan pohon, seperti di Madura (CH 900mm/th), maka kondisi kering marginal akan menjadi problem. 9

  

  Tabel 1. Penampilan dan potensi adaptasi spesies tanaman uji serta manfaat penggunaan. No Spesies (25 aksesi, 21 spesies) Penampilan pada kondisi kering Pertmbuhan di lapangan (R, S,T) % hidup di Lapangan (R, S, T) Karakter adaptif (dr uji terkontrol) Kayu energi Manfaat bagi masyarakat dan industri Kayu Pulp Non Pertukang kayu an dan alat 1. Kayu Merah (Pterocarpus indicus) NTT R-S S-T (56-77%) * √ √ 2. Kemiri (Aleuretes mollucana) NTB S-T R-T (30-95%) akar √ √ 3. Kemiri (Aleuretes mollucana) Baluran R-S R akar √ √ 4. Nyamplung (Calophyllum inophyllum) Baluran R-S R daun, akar, stomata √ √ 5. Nyamplung (Calophyllum inophyllum) Madura R S-T (66-72%) idem √ √ 6. Kepuh (Sterculia foetida) NTT R S-T (61- 86%) daun √ 7.Kepuh(Sterculiafoetida) AlaspurwoR T(71%) idem √ 8. Vitex (Vitex pubescent) Kendari R-S (1,7-2 m) T (72-83%) daun √ √ 9. Cemara Udang (Casuarina equisetifolia) Madura R R-S akar √ 10. Gebang (Corypha utan) Alaspurwo R S-T akar √ 11. Kesambi (Schleicera oleosa) Baluran R S-T trakhea akar N √ √

  12. Johar (Cassia seamea) NTT S T (80-100%) daun, akar, transpirasi √ √ √ 13. Johar (Cassia seamea) Bondowoso S-T (2,3-4,4 m) T (81-98%) Idem √ √ √ 14. Cendana (Santalum album) G. Kidul R R * √ √

  15.Injuwatu(Pleigoniumtimoriense)NTTR S *√ 16. Legaran pantai (Alstonia spectabilis)) G. Kidul R-S R akar √ 17.Pongamia(Pongamiapinnata)AlaspurwoRR daun √√ 18. Jati (Tectona grandis) G. Kidul S (2,6-2,8 m) T (79-93%) daun, produksi prolin √ 19. Acacia auriculiformis 20 Famili F1 T (4,7-7,5 m) T (88-89%) daun, akar, trachea √ √ √ akar 20. Mimbo (Azadirachta indica) Jawa Timur R R * √ 21. Cidrela odorata Bondowoso R R- T (30-92%) daun √ 22. Waru (Hibiscus tiliaceus) Lombok R-S S-T (64-96%) * √ √ 23. Pulai (Alstonia scholaris) G. Kidul R T (74-85%) transpirasi √ 24.Sawokecik(Manilkarakauki) G.KidulR R akar √ 25. Acacia mangium# 5 Famili F2 T R daun √ * = hanya dilakukan pada uji lapangan dan tak diuji kondisi terkontrol karena keterbatasan bahan tanaman # = spesies kontrol bergenotip unggul yang habitat asalnya bukan dari kondisi kering Pertumbuhan: R = rendah (0.5 - 2 m ) Persen hidup : R = rendah (<50 ) S = sedang (2 - 4 m ) S = sedang ( 51-70 ) T = tinggi (>4 m ) T = tinggi ( >70 ) (Sumber: Hendrati, 2014) Rehab. lahan 10

  

  3.3 Perbaikan pemeliharaan penanaman terutama pada tahun pertama Adaptasi dengan modifikasi penanaman perlu juga dilakukan di bidang Kehutanan. Hal ini seperti adaptasi yang dilakukan pada bidang Pertanian yang salah satunya dilakukan dengan melakukan modifikasi penyesuaian waktu tanam (Aldrian et al 2011),. Secara umum pada lahan kering tanah akan mengalami retak-retak saat musim kemarau. Pengamatan menunjukkan bahwa akan banyak tanaman yang mati pada tahap awal di tahun pertama musim kemarau yang terutama disebabkan karena patahnya akar-akar tanam karena retaknya permukaan tanah. Oleh karenanya pada tahun pertama, bantuan manusia bagi tanaman yang baru ditanam tersebut sangat diperlukan agar tanaman dapat mengembangkan akarnya kedalam tanah secara optimal sehingga meminimalisir terjadinya akar yang patah-patah. Hal ini dilakukan dengan penyiraman infus yang dapat dilakukan secara mudah dan relatif cukup murah pada tahun pertama selama musim kemarau (4-5 bulan). Penyiraman dilakukan dengan menggunakan botol air mineral 1 liter yang diisi air diulang 2 minggu sekali dan diletakkan terbalik (dilobangi kecil) pada dudukan yang telah dibuat di sekitar akar tanaman. Cara ini telah menunjukkan hasil keberhasilan tanaman yang sangat signifikan. Praktek ini terbukti cukup murah namun dilain pihak mampu meningkatkan rata-rata persen hidup spesies2 tertentu sampai 14-20%, dan tinggi spesies- spesies tertentu sampai 16-20% sehingga tingginya persen hidup dan bagusnya pertumbuhan tanaman ini akan menghindarkan kerugian besar yang telah dikeluarkan sebelumnya dalam hal pengadaan bibit dan biaya penanaman. 3.4 Pendekatan Pada masyarakat Salah satu aspek yang menunjang daerah menjadi marginal kering adalah belum sadarnya masyarakat akan pentingnya manfaat pohon. Oleh karenanya pendekatan kepada masyarakat melalui berbagai cara perlu dilakukan. Adanya dampak yang mungkin terjadi dari adanya efek perubahan iklim juga perlu untuk dimasyarakatkan. Beberapa pendekatan yang dilakukan di salah satu lokasi uji menunjukkan hasil yang positif dari adanya kesusksesan dalam penanaman di lokasi kering di Pracimantoro. Pada lokasi ini tercatat sebelumnya telah dilakukan program penghijauan selama 3 kali, namun hasilnya sangat mengecewakan. Hal ini karena yang dilakukan hanyalah pemberian bibit yang diserahkan untuk ditanam, tanpa melakukan pendekatan kepada masyarakatnya untuk ikut berpartisipasi serta diberikan gambaran manfaatnya . Pendekatan-pendekatan baik secara teknis maupun sosial (Tabel 2.) di Pracimantoro ini telah tercatat meningkatkan persen hidup beberapa spesies jika dibandingkan dengan lokasi Gunung Kidul yang tidak dilakukan modifikasi sebagai tindakan adaptasi untuk antisipasi kondisi kekeringan. Beberapa jenis yang diamati menunjukkan tingginya persen hidup termasuk kemiri dari 30% menjadi 95%, kepuh dari 60 menjadi 80%, cemara udang dari 20 menjadi 64%, gebang dari 65 menjadi 93%, kesambi dari 60 menjadi 93%, johar dari 80 menjadi 99%, Cidrela dari 30 menjadi 90% dan waru dari 64 menjadi 96%. Bagi lokasi Madura yang masyarakatnya melakukan kerusakan tanaman uji dengan membakar lahan untuk menyediakan rumput pada musim hujan maupun dari pihak mitra kerjasama yang tidak melakukan pemeliharaan secara memadai sesuai perjanjian, maka persen hidup yang dicapai sangat rendah yakni hanya 37% dalam umur 18 bulan saja, sehingga kerjasama dihentikan karena dianggap tidak memadai. 11

  

  Pendekatan yang dilakukan kepada masyarakat No Pendekatan Lokasi Karst Pracimantoro 1 Pertemuan dengan masyarakat Dilakukan 4 kali sebelum penanaman (manfaat, dampak) 2 Penggunaan kompos dari industri Dilakukan dengan membeli dari industri petani setempat setempat 3 Pelaksanaan penanaman Semua penggarap ditawari untuk menanam dengan upah penanaman, meskipun tidak semuanya mau melaksanakan 4 Modifikasi pemeliharaan setelah penanaman Penyiraman menggunakan infus dengan ditawarkan biaya perpohon sampai tanaman hidup 5 Penawaran pemeliharaan per Dilakukan dengan tumpangsari tanaman kepada masyarakat 6 Perjanjian hitam diatas putih bagi penggarap tumpangsari Dilakukan diatas meterai 3.5 Kerjasama antar institusi Keberhasilan penanaman pada kondisi marginal kering juga dipengaruhi oleh keterlibatan berbagai insitusi. Khusus pada lokasi Pracimantoro tercatat 6 institusi (Din. Pertanian, Din Pariwisata, Din Lingkungan Hidup, Din. Pariwisata, Din. Kehutanan dan Perkebunan dan Pemda) ikut berdiskusi pada tahap awal pelaksaan kerjasama serta pada tahap awal peendekatan kepada masyarakat. Hal ini merupakan kekuatan yang solid dalam menghadapi masyarakat agar mau untuk bekerjasama. Hal penting lain yang diperkirakan mempengaruhi keterlibatan berbagai institusi tersebut adalah latar belakang yang kuat dalam pelaksanaan penanaman uji yang akan dilaksanakan dari pihak mitra, yakni sekaligus dalam rangka penghijauan untuk menunjang pariwisata Museum Karst yang telah dibangun, melengkapi Kamping Ground dan Arboretum pendidikan yang aklan dibangun, menanami lahan pemerintah yang selama ini ditanami masyarakat. Oleh karenanya kerjasama serta latar belakang yang kuat perlu diciptakan untuk diangkat bersama agar mencapai keberhasilan penanaman. Perubahan iklim yang menyebabkan kekeringan serta curah hujan ekstrim dipastikan akan mengarah menuju terjadinya lebih banyak bencana yang lebih besar (Sivakumar 2005). Oleh karenanya dalam rangka antisipasi hal tersebut kerjasama sangat diperlukan, karena dipastikan berbagai pihak akan menginginkan dampak yang minimal. Kemungkinan dan prediksi dampak perubahan iklim ini perlu untuk disosialisasikan dari masyarakat awam sekitar lokasi penanaman sampai ke berbagai pihak termasuk ke berbagai institusi. Pentingnya perilaku dan pola kerja yang adaptasif untuk mengantisipasinya perlu untuk ditekankan dalam rangka menjaga eksistensi penutupan vegetasi serta kestabilan ekosistem. Pola ini perlu untuk dimulai segera mungkin baik dalam rangka mengantisipasi kondisi kering yang saat ini sudah dihadapi maupun kondisi ekstrim kering yang akan melanda pada masa yang akan datang. 4. PENUTUP Perubahan iklim yang mengarah kepada kondisi kering di berbagai daerah merupakan sesuatu fenomena yang tak bisa dihindari dan dimungkinkan akan semakin parah. Pengujian adaptifitas pada berbagai spesies pohon baik pada kondisi terkontrol maupun pada 3 kondisi lapangan kering menunjukkan bahwa masing- masing menunjukkan kemampuan adaptasi yang bervariasi. Penampilan terbaik ditunjukkan oleh bibit unggul Acacia auriculiformis, diikuti oleh Cassea seamea (Johar), Jati (Tectona grandis) dan ViteX pubescent, sementara yang bagus di salah satu lokasi adalah Kepuh (Sterculia 12

  

  

  foetida), Waru (Hibiscus tiliaceus), Kayu merah (Pterocarpus indicus), Kemiri (Aleuretes mollucana), Cedrela sp, Pulai (Alstonia scholaris) dan Nyamplung (Callophylum inophyllum). Tanaman Acacia mangium sebagai kontrol yang merupakan tanaman bergenetik unggul, banyak ditanam luas di Indonesia namun habitat asalnya bukan dari daerah kering, meskipun secara biomasa tinggi namun banyak menunjukkan daun-daun yang kekuningan serta persen hidupnya sangat rendah. Adaptasi khusus ditunjukkan oleh Johar dengan kemampuan memperpanjang (1-1,5m) akar untuk mendekati perakaran kompak tanaman tetangganya, yang diperkirakan dalam rangka mengambil keuntungan dari segi kelembabannya. Selain itu Johar mempunyai kemampuannya untuk memulihkan diri dengan melakukan trubusan daun dengan cepat saat turun hujan setelah diserang habis oleh ulat yang kepompongnya menguntungkan masyarakat untuk dijual. Modifikasi pemeliharaan dengan penyiraman pada tahun pertama, yang cukup murah terbukti mampu meningkatkan rata-rata persen hidup spesies2 tertentu sampai 14- 20%, dan tinggi tanaman spesies- spesies tertentu hingga 16-20%. Hal ini mencegah kerugian besar dengan kematian yang mungkin dialami sehingga terhindar dari kerugian biaya yang telah dikeluarkan sebelumnya dalam hal pengadaan bibit dan biaya penanaman.

  

  

  Kepala Pusat beserta staf terkait Pusat Penelitian Kebijakan Hutan dan Perubahan Iklim, Bogor dan yang teristimewa adalah Dr. Niken Sakuntaladewi sebagai Koordinator RPI Adaptasi. Penghargaan juga kami sampaikan kepada Kepala

  

  beserta staf terkait yang telah memberikan dana dan fasilitas untuk pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terima kasih yang tulus juga disampaikan kepada semua anggota tim yang telah membantu terlaksananya penelitian ini dan semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan. DAFTAR PUSTAKA Aldrian E., Karmini M. Dan Budiman, 2011, Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia, Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara, Kedeputian Bidang Klimatologi, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Jakarta Pusat Ashraf, M. and M. R. Fooland. 2007. Roles of Glycine Betaine and Proline in Improving Plant Abiotic Stress Resistance. Environ Exp Bot. 59: 206-216. Atwell B., Kriedemann P dan Turnbull C, 2003, Plants in Action: Adaptation in Nature performance in cultivation, Macmillan Education Australia Pty Ltd, Melbourne, Australia Baltzer, J. L., Davies, S. J., Bunyavejchewin, S. and Noor, N. S. M. (2008), The role of desiccation tolerance in determining tree species distributions along the Malay–Thai Peninsula. Functional Ecology, 22: 221–231. Brown, J K, Herrmann, H W, Zia-Ur-Rehman, M, Hameed, U. and Haider MS (2013): Begomovirus diversity, phylogeography, and population genetics in cultivated and uncultivated plant ecosystems in Pakistan, In: International Conference of Biodiversity and Integrated Pest Management: working together for a sustainable future, 4-7 July, Manado, North Sulawesi, Indonesia, Virginia Tech, USAID and Sam Ratulangi University, Integrated Pest Management Innovation Lab, International Association for the Plant Protection Sciences Chenchouni, H, 2010, Drought-induced mass mortality of Atlas cedar forest (Cedrus atlantica) in Algeria, JA Parrota dan MA Carr. Eds. The International Forestry Review,