Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Dalam Penatagunaan Lahan Hutan
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DALAM
PENATAGUNAAN LAHAN HUTAN
Penyusun:
Siti Latifah S,Hut. MSi Ph.D
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2010
Universitas Sumatera Utara
Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam Penatagunaan Lahan Hutan
Siti Latifah
Program Studi Kehutanan
Fakultas Pertanian USU
PENDAHULUAN
Hutan merupakan sumberdaya alam yang penting dan bermanfaat bagi kehidupan
manusia baik langsung maupun tidak langsung, misalnya sebagai pengatur air,
melindungi tanah, wisata, ilmu pengetahuan, kelestarian lingkungan, sumber pemenuhan
kebutuhan kayu dan hasil hutan lainnya. Agar hutan memberikan manfaat yang optimal
dan lestari, hutan perlu dikelola secara bijaksana sesuai dengan kondisi fisik hutan dan
potensi hutan.
Kegiatan penatabatasan hutan merupakan salah satu bentuk kegiatan pengelolaan
hutan yang sangat penting. Dalam kegiatan penatabatasan kawasan hutan harus merujuk
kepada kriteria-kriteria penetapan kawasan hutan yang meliputi kelerengan/kemiringan
lahan, jenis tanah dan curah hujan harian sehingga didapatkan batas deliniasi kawasan
hutan yang sebenarnya dan sesuai dengan kriteria fungsi hutan yang telah ditetapkan.
Salah satu bentuk metode pemantauan dan pengawasan hutan yang digunakan
saat ini adalah dengan sistem penginderaan jauh (inderaja)
(Howard, 1996). Dalam
pemanfaatannya, sistem penginderaan jauh memperoleh informasi (data) dari foto udara
dan citra satelit. Informasi yang diturunkan dari analisis citra penginderaan jauh
dilakukan untuk diintegrasikan dengan data yang disimpan dalam bank data SIG.
Terkait dengan hal diatas maka pemanfaatkan data citra melalui SIG sehingga
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam kegiatan pengelolaan kawasan hutan .
Penatagunaan hutan
Penatagunaan hutan adalah penataan batas dari bagian-bagian kawasan hutan
menurut fungsinya, yaitu sebagai hutan lindung, hutan produksi, suaka alam (cagar alam,
suaka margasatwa) dan hutan wisata (taman wisata, taman buru). Penatagunaan hutan
Universitas Sumatera Utara
didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan yang bersangkutan dengan keadaan
topografi, tanah, iklim, dan keadaan serta perkembangan sosial ekonomi masyarakat, baik
yang berda di sekitar hutan maupun di lahan-lahan di luar kawasan hutan serta ketentuanketentuan lain. Tujuan penatagunaan hutan adalah untuk mencapai pemanfaatan hutan
secara maksimal dan lestari dan dilakukan atas semua hutan yang meliputi hutan negara
dan hutan milik (Pamulardi, 1996).
Sistem Informasi Geografis (SIG)
Menurut Arnoff (1989) dalam Prahasta (2002) SIG adalah sistem yang berbasikan
komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi
geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganilisis objek-objek
dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakterisitik yang penting atau kritis
untuk dianalsis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki
empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografi : (a)
masukan, (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) analisis dan
manipulasi data,
(d) keluaran.
Komponen dasar untuk perangkat keras SIG sesuai dengan fungsinya antara lain
adalah (a) peralatan untuk pemasukan data, yaitu digitizer, disket dan lain-lain, (b)
peralatan untuk menyimpan dan pengelolaan seperti komputer dan perlengkapannya,
yaitu monitor, keyboard, unit pusat pengelolaan (CPU-central processing unit), harddisk, floppy-disk, dan (c) peralatan untuk mencetak hasil seperti printer dan plotter.
Analisis dan Interpretasi Citra
Dalam melakukan analisis citra, dapat dilakukan secara digital dan visual.
Menurut Howard (1996), analisis visual merupakan aktivitas visual untuk mengkaji citra
yang menunjukkan gambaran muka bumi yang tergambar di dalam citra tersebut untuk
tujuan identifikasi objek.. Objek/target dapat dikenal dalam pengertian caranya
melepaskan radiasi dari energi yang diterimanya. Radiasi ini kemudian diukur dan
direkam oleh sensor yang pada akhirnya digambarkan sebagai sebuah produk citra seperti
foto udara dan citra satelit. Pengenalan target merupakan kunci dari interpretasi dan
Universitas Sumatera Utara
pengambilan informasi. Pengamatan perbedaan diantara objek dengan lingkungannya
melibatkan satu atau beberapa dari unsur-unsur visual. Adapun unsur-unsur diagnotik
pada analisis visual menurut Howard (1996) dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Rona dan Warna
Merupakan unsur dalam analisis citra digital penginderaan jauh dan merupakan
tingkat kecerahan atau tingkat kegelapan objek. Kontras warna dan rona citra yang
tegas dalam foto udara penting untuk identifikasinya, dan tanpa kontras unsur-unsur
pengenalan yang lain yaitu ukuran, bentuk, tekstur, dan pola tidak akan bermanfaat.
2. Bentuk
Merupakan variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu
objek, sehingga bentuk dan ukuran sering berasosiasi sangat erat.
3. Ukuran
Adalah atribut objek yang antara lain berupa luas, tinggi, lereng dan volume dan
harus selalu dikaitkan/dihubungkan dengan skala.
4. Tekstur
Yaitu frekuensi perubahan rona pada citra atau pengulangan rona kelompok objek
yang telalu kecil untuk dibedakan, sehingga sering dinyatakan dengan halus atau
kasar.
5. Pola
Merupakan sebuah karakteristik makro yang digunakan untuk mendeskripsi tata
ruang pada citra, termasuk didalamnya pengulangan kenampakan-kenampakan alami.
Pola sering diasosiasikan dengan geologi, topografi, tanah, iklim dan komunitas
tanaman.
6. Bayangan
Bersifat menyembunyikan detail atau objek yang berada di daerah gelap dan
bayangan merupakan kunci pengenalan yang penting.
7. Asosiasi
Keterkaitan antara objek yang satu dengan yang lain dan adanya suatu objek
merupakan petunjuk adanya objek yang lain. Istilah kolerasi sering digunakan untuk
menggantikan istilah asosiasi.
Universitas Sumatera Utara
8. Situs
Situs memiliki dua buah arti yang berbeda. Pertama, kata situs banyak digunakan
dalam kajian foto udara untuk menjelaskan tentang posisi muka bumi dari citra yang
diamati dalam kaitannya dengan kenampakan-kenampakan yang ada disekitarnya.
Arti yang lebih penting, ialah berkonotasi terhadap gabungan faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan pohon, lereng, geologi, tanah, dan
karakteristik alami dari vegetasi, semuanya merupakan faktor yang penting dalam
mengkaji situs hutan pada citra.
Analisis data SIG dalam Penatagunaan Hutan dengan Metode Skoring Menurut SK
Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam penetapan
fungsi hutan adalah lereng lapangan, jenis tanah menurut kepekaan terhadap erosi dan
intensitas hujan dari wilayah bersangkutan. Dimana nilai bobot untuk masing-masing
faktor adalah 20 untuk kelas lereng lapangan, 15 untuk kelas jenis tanah dan 10 untuk
kelas intensitas curah hujan. Nilai timbang adalah perkalian nilai kelas masing-masing
faktor dengan bobotnya.
Adapun kriteria yang ditetapkan adalah sebagai berikut :
a. Lereng Lapangan
Lereng lapangan dibagi dalam kelas-kelas sebagai berikut :
Tabel 1. Klasifikasi lereng lapangan
Kelas Lereng
Lereng (%)
Klasifikasi
Bobot
Nilai Timbang
1
0–8
Datar
20
20
2
9 – 15
Landai
20
40
3
16 – 25
Agak Curam
20
60
4
26 – 40
Curam
20
80
5
> 40
Sangat Curam
20
100
Sumber : SK Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980
b. Jenis Tanah
Menurut kepekaannya terhadap erosi, jenis tanah dibagi ke dalam kelas-kelas
sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Klasifikasi kepekaan jenis tanah terhadap erosi
Kelas
Tanah
1
Jenis Tanah
Aluvial, tanah glei planosol,
hidroworf, laterita air tanah
Latosol
2
Brown forest soil, non calcis
3
brown, mediteran
Andosol, leterits, frumusol, podsol,
4
padsolik
Regosol, litosol, organozol, renzina
5
Sumber : SK Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980
Klasifikasi
Bobot
Tidak peka
15
Nilai
Timbang
15
Agak peka
Kurang peka
15
15
30
45
Peka
15
60
Sangat Peka
15
75
Untuk jenis tanah kompleks, kelasnya adalah sama dengan kelas dari jenis yang
terpeka terhadap erosi yang terdapat dalam jenis tanah kompleks tersebut.
c. Intensitas Curah Hujan
Intensitas hujan yaitu rata-rata curah hujan dalam mm setahun dibagi dengan ratarata jumlah hari hujan setahun, dibagi kedalam kelas-kelas sebagai berikut :
Tabel 3. Klasifikasi intensitas curah hujan
Kelas
Intensitas Hujan
Klasifikasi
Bobot
Nilai Timbang
1
< 13,6
Sangat rendah
10
10
2
13,6 – 20,7
Rendah
10
20
3
20,7 – 27,7
Sedang
10
30
4
27,7 – 34,8
Tinggi
10
40
5
> 34,8
Sangat tinggi
10
50
Sumber : SK Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980
Dengan menggunakan teknik overlay, ketiga peta tersebut yaitu peta kelas lereng
lapangan, peta jenis tanah dan peta intensitas curah hujan ditumpang tindihkan sehingga
dapat diketahui pada setiap areal berapa nilai totalnya. Tahapan penatagunaan lahan
hutan menurut fungsinya dengan SIG dapat dilihat pada Gambar 1.
Universitas Sumatera Utara
Peta Rupa Bumi
Indonesia (RBI)
Peta Jenis
Tanah
Permodelan
DEM/TIN
Peta Curah
Hujan
Citra Landsat TM
Terkoreksi
Overlay
Pembuatan slope map
/ peta kelerengan
Peta intersect Jenis
Tanah + Curah Hujan
Klasifikasi Citra
pada Layar
Overlay
Peta Hasil Skoring
(Model SIG)
Peta Penutupan Lahan
Overlay
Hasil Analisis
Penentuan fungsi Hutan
Gambar 1.. Diagram alir tahapan penentuan fungsi hutan dengan SIG
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan penetapan fungsi hutan berdasarkan nilai totalnya adalah sebagai berikut :
1. Wilayah yang mempunyai jumlah nilai skor ≤ 124 termasuk kriteria hutan produksi
tetap.
2. Wilayah yang mempunyai jumlah nilai skor 125 – 174 termasuk kriteria hutan
produksi terbatas.
3. Wilayah yang mempunyai jumlah nilai skor ≥ 175 termasuk kriteria hutan lindung.
Kesimpulan
Pembuatan peta peruntukan kawasan dilakukan dengan analisis skoring menurut SK
Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan
Lindung, kriteria yang digunakan adalah kelerengan, jenis tanah dan curah hujan.
Berdasarkan analisis tersebut didapat tipe-tipe lahan yang menyusun suatu kawasan,
dimana setiap tipe lahan memiliki nilai/skor tersendiri. Semakin tinggi nilai skoring
tersebut maka nilai tersebut dapat menerangkan bahwa lahan tersebut memiliki kepekaan
terhadap erosi yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Aronoff, S. 1989. Geographic Information System : A Management Perspective. WDL
Publications. Ottawa. Canada.
Arifin, B. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Alam Indonesia : Perspektif Ekonomi, Etika
dan Praksis Kebijakan. Erlangga. Jakarta.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Utara. 2003. Peraturan
Daerah (Perda) Propinsi SumateraUtara Nomor 7 Tahun 2003 Tentang Tata
Ruang Wilayah Propinsi Sumtera Utara.
Barus, B. dan U. S. Wiradisastra. 2001. Sistem Informasi Geografis SaranaManajemen
Sumberdaya. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi. Jurusan Tanah
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hardjowigeno, S.1995. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta.
Rajan, M. S. 1996. Remote Sensing and Geographic Information System for Natural
Resource Management. Asian Development Bank. Philippines.
Universitas Sumatera Utara
PENATAGUNAAN LAHAN HUTAN
Penyusun:
Siti Latifah S,Hut. MSi Ph.D
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2010
Universitas Sumatera Utara
Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam Penatagunaan Lahan Hutan
Siti Latifah
Program Studi Kehutanan
Fakultas Pertanian USU
PENDAHULUAN
Hutan merupakan sumberdaya alam yang penting dan bermanfaat bagi kehidupan
manusia baik langsung maupun tidak langsung, misalnya sebagai pengatur air,
melindungi tanah, wisata, ilmu pengetahuan, kelestarian lingkungan, sumber pemenuhan
kebutuhan kayu dan hasil hutan lainnya. Agar hutan memberikan manfaat yang optimal
dan lestari, hutan perlu dikelola secara bijaksana sesuai dengan kondisi fisik hutan dan
potensi hutan.
Kegiatan penatabatasan hutan merupakan salah satu bentuk kegiatan pengelolaan
hutan yang sangat penting. Dalam kegiatan penatabatasan kawasan hutan harus merujuk
kepada kriteria-kriteria penetapan kawasan hutan yang meliputi kelerengan/kemiringan
lahan, jenis tanah dan curah hujan harian sehingga didapatkan batas deliniasi kawasan
hutan yang sebenarnya dan sesuai dengan kriteria fungsi hutan yang telah ditetapkan.
Salah satu bentuk metode pemantauan dan pengawasan hutan yang digunakan
saat ini adalah dengan sistem penginderaan jauh (inderaja)
(Howard, 1996). Dalam
pemanfaatannya, sistem penginderaan jauh memperoleh informasi (data) dari foto udara
dan citra satelit. Informasi yang diturunkan dari analisis citra penginderaan jauh
dilakukan untuk diintegrasikan dengan data yang disimpan dalam bank data SIG.
Terkait dengan hal diatas maka pemanfaatkan data citra melalui SIG sehingga
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam kegiatan pengelolaan kawasan hutan .
Penatagunaan hutan
Penatagunaan hutan adalah penataan batas dari bagian-bagian kawasan hutan
menurut fungsinya, yaitu sebagai hutan lindung, hutan produksi, suaka alam (cagar alam,
suaka margasatwa) dan hutan wisata (taman wisata, taman buru). Penatagunaan hutan
Universitas Sumatera Utara
didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan yang bersangkutan dengan keadaan
topografi, tanah, iklim, dan keadaan serta perkembangan sosial ekonomi masyarakat, baik
yang berda di sekitar hutan maupun di lahan-lahan di luar kawasan hutan serta ketentuanketentuan lain. Tujuan penatagunaan hutan adalah untuk mencapai pemanfaatan hutan
secara maksimal dan lestari dan dilakukan atas semua hutan yang meliputi hutan negara
dan hutan milik (Pamulardi, 1996).
Sistem Informasi Geografis (SIG)
Menurut Arnoff (1989) dalam Prahasta (2002) SIG adalah sistem yang berbasikan
komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi
geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganilisis objek-objek
dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakterisitik yang penting atau kritis
untuk dianalsis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki
empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografi : (a)
masukan, (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) analisis dan
manipulasi data,
(d) keluaran.
Komponen dasar untuk perangkat keras SIG sesuai dengan fungsinya antara lain
adalah (a) peralatan untuk pemasukan data, yaitu digitizer, disket dan lain-lain, (b)
peralatan untuk menyimpan dan pengelolaan seperti komputer dan perlengkapannya,
yaitu monitor, keyboard, unit pusat pengelolaan (CPU-central processing unit), harddisk, floppy-disk, dan (c) peralatan untuk mencetak hasil seperti printer dan plotter.
Analisis dan Interpretasi Citra
Dalam melakukan analisis citra, dapat dilakukan secara digital dan visual.
Menurut Howard (1996), analisis visual merupakan aktivitas visual untuk mengkaji citra
yang menunjukkan gambaran muka bumi yang tergambar di dalam citra tersebut untuk
tujuan identifikasi objek.. Objek/target dapat dikenal dalam pengertian caranya
melepaskan radiasi dari energi yang diterimanya. Radiasi ini kemudian diukur dan
direkam oleh sensor yang pada akhirnya digambarkan sebagai sebuah produk citra seperti
foto udara dan citra satelit. Pengenalan target merupakan kunci dari interpretasi dan
Universitas Sumatera Utara
pengambilan informasi. Pengamatan perbedaan diantara objek dengan lingkungannya
melibatkan satu atau beberapa dari unsur-unsur visual. Adapun unsur-unsur diagnotik
pada analisis visual menurut Howard (1996) dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Rona dan Warna
Merupakan unsur dalam analisis citra digital penginderaan jauh dan merupakan
tingkat kecerahan atau tingkat kegelapan objek. Kontras warna dan rona citra yang
tegas dalam foto udara penting untuk identifikasinya, dan tanpa kontras unsur-unsur
pengenalan yang lain yaitu ukuran, bentuk, tekstur, dan pola tidak akan bermanfaat.
2. Bentuk
Merupakan variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu
objek, sehingga bentuk dan ukuran sering berasosiasi sangat erat.
3. Ukuran
Adalah atribut objek yang antara lain berupa luas, tinggi, lereng dan volume dan
harus selalu dikaitkan/dihubungkan dengan skala.
4. Tekstur
Yaitu frekuensi perubahan rona pada citra atau pengulangan rona kelompok objek
yang telalu kecil untuk dibedakan, sehingga sering dinyatakan dengan halus atau
kasar.
5. Pola
Merupakan sebuah karakteristik makro yang digunakan untuk mendeskripsi tata
ruang pada citra, termasuk didalamnya pengulangan kenampakan-kenampakan alami.
Pola sering diasosiasikan dengan geologi, topografi, tanah, iklim dan komunitas
tanaman.
6. Bayangan
Bersifat menyembunyikan detail atau objek yang berada di daerah gelap dan
bayangan merupakan kunci pengenalan yang penting.
7. Asosiasi
Keterkaitan antara objek yang satu dengan yang lain dan adanya suatu objek
merupakan petunjuk adanya objek yang lain. Istilah kolerasi sering digunakan untuk
menggantikan istilah asosiasi.
Universitas Sumatera Utara
8. Situs
Situs memiliki dua buah arti yang berbeda. Pertama, kata situs banyak digunakan
dalam kajian foto udara untuk menjelaskan tentang posisi muka bumi dari citra yang
diamati dalam kaitannya dengan kenampakan-kenampakan yang ada disekitarnya.
Arti yang lebih penting, ialah berkonotasi terhadap gabungan faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan pohon, lereng, geologi, tanah, dan
karakteristik alami dari vegetasi, semuanya merupakan faktor yang penting dalam
mengkaji situs hutan pada citra.
Analisis data SIG dalam Penatagunaan Hutan dengan Metode Skoring Menurut SK
Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam penetapan
fungsi hutan adalah lereng lapangan, jenis tanah menurut kepekaan terhadap erosi dan
intensitas hujan dari wilayah bersangkutan. Dimana nilai bobot untuk masing-masing
faktor adalah 20 untuk kelas lereng lapangan, 15 untuk kelas jenis tanah dan 10 untuk
kelas intensitas curah hujan. Nilai timbang adalah perkalian nilai kelas masing-masing
faktor dengan bobotnya.
Adapun kriteria yang ditetapkan adalah sebagai berikut :
a. Lereng Lapangan
Lereng lapangan dibagi dalam kelas-kelas sebagai berikut :
Tabel 1. Klasifikasi lereng lapangan
Kelas Lereng
Lereng (%)
Klasifikasi
Bobot
Nilai Timbang
1
0–8
Datar
20
20
2
9 – 15
Landai
20
40
3
16 – 25
Agak Curam
20
60
4
26 – 40
Curam
20
80
5
> 40
Sangat Curam
20
100
Sumber : SK Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980
b. Jenis Tanah
Menurut kepekaannya terhadap erosi, jenis tanah dibagi ke dalam kelas-kelas
sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Klasifikasi kepekaan jenis tanah terhadap erosi
Kelas
Tanah
1
Jenis Tanah
Aluvial, tanah glei planosol,
hidroworf, laterita air tanah
Latosol
2
Brown forest soil, non calcis
3
brown, mediteran
Andosol, leterits, frumusol, podsol,
4
padsolik
Regosol, litosol, organozol, renzina
5
Sumber : SK Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980
Klasifikasi
Bobot
Tidak peka
15
Nilai
Timbang
15
Agak peka
Kurang peka
15
15
30
45
Peka
15
60
Sangat Peka
15
75
Untuk jenis tanah kompleks, kelasnya adalah sama dengan kelas dari jenis yang
terpeka terhadap erosi yang terdapat dalam jenis tanah kompleks tersebut.
c. Intensitas Curah Hujan
Intensitas hujan yaitu rata-rata curah hujan dalam mm setahun dibagi dengan ratarata jumlah hari hujan setahun, dibagi kedalam kelas-kelas sebagai berikut :
Tabel 3. Klasifikasi intensitas curah hujan
Kelas
Intensitas Hujan
Klasifikasi
Bobot
Nilai Timbang
1
< 13,6
Sangat rendah
10
10
2
13,6 – 20,7
Rendah
10
20
3
20,7 – 27,7
Sedang
10
30
4
27,7 – 34,8
Tinggi
10
40
5
> 34,8
Sangat tinggi
10
50
Sumber : SK Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980
Dengan menggunakan teknik overlay, ketiga peta tersebut yaitu peta kelas lereng
lapangan, peta jenis tanah dan peta intensitas curah hujan ditumpang tindihkan sehingga
dapat diketahui pada setiap areal berapa nilai totalnya. Tahapan penatagunaan lahan
hutan menurut fungsinya dengan SIG dapat dilihat pada Gambar 1.
Universitas Sumatera Utara
Peta Rupa Bumi
Indonesia (RBI)
Peta Jenis
Tanah
Permodelan
DEM/TIN
Peta Curah
Hujan
Citra Landsat TM
Terkoreksi
Overlay
Pembuatan slope map
/ peta kelerengan
Peta intersect Jenis
Tanah + Curah Hujan
Klasifikasi Citra
pada Layar
Overlay
Peta Hasil Skoring
(Model SIG)
Peta Penutupan Lahan
Overlay
Hasil Analisis
Penentuan fungsi Hutan
Gambar 1.. Diagram alir tahapan penentuan fungsi hutan dengan SIG
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan penetapan fungsi hutan berdasarkan nilai totalnya adalah sebagai berikut :
1. Wilayah yang mempunyai jumlah nilai skor ≤ 124 termasuk kriteria hutan produksi
tetap.
2. Wilayah yang mempunyai jumlah nilai skor 125 – 174 termasuk kriteria hutan
produksi terbatas.
3. Wilayah yang mempunyai jumlah nilai skor ≥ 175 termasuk kriteria hutan lindung.
Kesimpulan
Pembuatan peta peruntukan kawasan dilakukan dengan analisis skoring menurut SK
Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan
Lindung, kriteria yang digunakan adalah kelerengan, jenis tanah dan curah hujan.
Berdasarkan analisis tersebut didapat tipe-tipe lahan yang menyusun suatu kawasan,
dimana setiap tipe lahan memiliki nilai/skor tersendiri. Semakin tinggi nilai skoring
tersebut maka nilai tersebut dapat menerangkan bahwa lahan tersebut memiliki kepekaan
terhadap erosi yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Aronoff, S. 1989. Geographic Information System : A Management Perspective. WDL
Publications. Ottawa. Canada.
Arifin, B. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Alam Indonesia : Perspektif Ekonomi, Etika
dan Praksis Kebijakan. Erlangga. Jakarta.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Utara. 2003. Peraturan
Daerah (Perda) Propinsi SumateraUtara Nomor 7 Tahun 2003 Tentang Tata
Ruang Wilayah Propinsi Sumtera Utara.
Barus, B. dan U. S. Wiradisastra. 2001. Sistem Informasi Geografis SaranaManajemen
Sumberdaya. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi. Jurusan Tanah
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hardjowigeno, S.1995. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta.
Rajan, M. S. 1996. Remote Sensing and Geographic Information System for Natural
Resource Management. Asian Development Bank. Philippines.
Universitas Sumatera Utara