Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kabupaten Toba Samosir

(1)

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR

SKRIPSI Oleh :

PUTRI SINAMBELA

071201035/MANAJEMEN HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Usul : Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis dalam Pemetaan Daerah Rawan Longsor Kabupaten Toba Samosir

Nama : Arni Aryana Sinaga Nim : 071201034

Program Studi : Manajemen Hutan

Disetujui Oleh Komisis Pembimbing:

Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D Riswan, S.Hut

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Departemen Kehutanan

Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D NIP. 19710416 200112 2001


(3)

ABSTRAK

PUTRI SINAMBELA : Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kabupaten Toba Samosir. Dibimbing oleh SITI LATIFAH dan RAHMAWATY.

Tutupan lahan pada kawasan berhutan berubah dengan cepat. Interaksi antara masyarakat dan lahan menyebabkan terjadinya perubahan tutupan lahan sehingga menimbulkan dampak negatif yang besar terhadap keberlangsungan sumberdaya hutan. Untuk itu perlu adanya upaya pemantauan terhadap perubahan lahan agar dampak negatif akibat perubahan tutupan lahan dapat ditanggulangi dan upaya pengelolaan sumberdaya tersebut ke depan bisa direncanakan dengan tetap mengacu pada pengelolaan sumberdaya secara lestari. Teknologi penginderaan jauh serta Sistem Informasi Geografis akan memberikan kemudahan dalam melakukan pemantauan terhadap perubahan tutupan lahan dan pengelolaan sumberdaya tersebut secara lestari. Selama periode tahun 2000-2010, tutupan lahan di Kabupaten Toba samosir mengalami perubahan terutama perubahan tutupan lahan hutan menjadi pertanian lahan kering atau kebun campuran, pemukiman, semak, lahan terbuka, dan persawahan. Secara umum, berdasarkan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG) diperoleh informasi perubahan hutan terbesar adalah hutan menjadi kebun campuran, dimana total area hutan yang berubah menjadi kebun campuran adalah 11643,432 ha. Kondisi ini apabila terus berlangsung akan memperparah fungsi hutan di Kabupaten Toba Samosir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola perubahan lahan di kawasan hutan dalam kurun waktu selama 10 tahun (2000-20010). Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan analisis data Landsat ETM7 2000, 2005 dan 2010. Selain itu dengan analisis SIG diharapkan dapat memberikan evaluasi dalam pengelolaan kawasan hutan di Kabupaten Toba Samosir


(4)

ABSTRACT

PUTRI SINAMBELA : Analysis of Toba Samosir Regency’s Land Cover

Changes. Supervised by SITI LATIFAH and RAHMAWATY.

Land cover in forested area has changed rapidly. Interaction among society and land is factor which caused land cover changes. It causing negative impact to the forest resources. The forest resources become degraded and therefore needed an observation so that effects negative impact of land cover changes can be handle and that resource management effort can be plotted. Remote Sensing and Geographic Information System are kind of technology which can help monitoring land cover changes and used to help the forest management process. During the 2000 to 2010, land cover in Toba Samosir Regency was changed especially forest cover becomes dry farming agricultural or mixture garden, settlement, bush, open area, and rice field. Based on Geographic Information System analysis, the most forest change happened is forest changed into dry farming which 11643,432 ha forest changed into dry farming agricultural. Implementing on management planning is important to avoid forest degradation. Remote Sensing and Geographic Information System analysis used to help the forest management process in Toba Samosir Regency. The aim of this research was to know the forest change in toba Samosir Regency for 10 years. The method in this research is Landsat ETM+ multitemporal (year 2000-2010) interpretation, and analysis in Geographic Information System (GIS) to analysis forest change detection using overlay.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Balige, 04 nopember 1988 sebagai anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak A.Sinambela dan Ibu A.Tambunan. Penulis memulai pendidikan formal di TK HKBP Balige dan lulus Tahun 1995, kemudian melanjutkan ke SDN 173524 Balige dan lulus Tahun 2001, kemudian melanjutkan SLTP Negeri 4 Balige lulus tahun 2004, pendidikan menengah di SMAN 2 Soposurung Balige lulus tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis masuk ke jenjang pendidikan perguruan tinggi di Universitas Sumatera Utara melalui jalur SMPTN di Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian yang selanjutnya memilih bidang minat Biometrika dan Perencanaan Hutan.

Penulis mengikuti kegiatan lapang dan profesi bidang kehutanan antara lain: Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di hutan dataran rendah Aras Napal dan di hutan mangrove Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten langkat Propinsi Sumatera Utara dan Praktek Kerja Lapang di Perum Perhutani KPH Banyuwangi Utara pada Tahun 2010. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Silva (HIMAS).

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan penulis

menyusun sebuah karya ilmiah yang berjudul “Analisis Perubahan Tutupan Lahan kabupaten Toba Samosir”, di bawah bimbingan Siti latifah, S.Hut.,M.Si.,Ph.D dan Rahmawaty S.Hut.,M.Si.,Ph.D.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini tepat pada waktunya.

Adapun judul dari penelitian ini adalah “Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kabupaten Toba Samosir”. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada orangtua penulis yang telah membimbing, mendidik serta mendukung penulis dalam doa dan materil. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ketua komisi pembimbing ibu Siti Latifah S.Hut.,M.Si.,Ph.D dan anggota komisi pembimbing ibu Rahmawaty S.Hut.,M.Si.,Ph.D yang terus membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian proposal usulan ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman penulis yang telah membantu penulis dalam penyelesaian penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini tidak lepas dari kekurangan. Menyadari hal ini, penulis dengan segala kerendahan hati menerima saran dan kritikan yang sifatnya membangun demi kesempurnaa usulan penelitian ini.

Akhir kata, penulis menyampaikan terimakasih dan semoga usulan penelitian ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Agustus 2011


(7)

DAFTAR ISI

Halaman.

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Manfaat ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Penutupan Lahan Indonesia ... 3

Penggunaan lahan ... 4

Degradasi Hutan ... 5

Penginderaan Jarak Jauh ... 6

Sistem Informasi Geografis ... 9

Citra Landsat ... 11

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 15

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 15

Bahan dan Alat ... 16

Pengumpulan Data ... 17

Persiapan Data ... 25

Metode Pengukuran dan Pengumpulan Data ... 26

Metode Analisis Penutupan Lahan ... 26

Analisis Perubahan Tutupan lahan ... 38

Analisis Perbandingan Kawasan Hutan Tahun 2010 dengan Kawasan Hutan Berdasarkan SK Menhut No. 44 Tahun 2005 ... 42

HASIL DAN PEMBAHASAN Klasifikasi Penutupan Lahan ... 44

Penutupan Lahan Tahun 2000, 2005, dan 2010 ... 45

Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2005 ... 50

Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2005-2010... 55

Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2010... 61

Perbandingan SK Menhut No. 44 Tahun 2005 dan Penutupan Lahan Tahun 2010 ... 67

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 75

Saran ... 75


(8)

(9)

DAFTAR TABEL

No. Halaman.

1. Band-band pada Landsat-TM dan kegunaannya ... 12 2. Jenis Data yang Digunakan ... 17 3. Manual Panduan Interpretasi Citra ... 36 4. Penutupan Lahan Kabupaten Toba Samosir

Tahun 2000, 2005, dan 2010 ... 45 5. Perubahan bentuk dan luas tutupan lahan di

Kabupaten Toba Samosir periode Tahun 2000-2005 ... 52 6. Perubahan bentuk dan luas tutupan lahan di

Kabupaten Toba Samosir periode Tahun 2005-2010 ... 57 7. Perubahan bentuk dan luas tutupan lahan di

Kabupaten Toba Samosir periode Tahun 2000-2010 ... 63 8. Perbandingan SK Menhut No 44 tahun 2004 dengan penutupan


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman.

1. Lokasi Penelitian ... 15

2. Peta Sebaran Titik Ground Check... 18

3. Citra Landsat TM 7 payh/row 128/58 Tahun 2000 ... 19

4. Citra Landsat TM 7 payh/row 128/58 Tahun 2005 ... 20

5. Citra Landsat TM 7 payh/row 128/58 Tahun 2000 ... 19

6. Peta Jaringan Sungai Kabupaten Toba Samosir ... 22

7. Peta Jalan Kabupaten Toba Samosir ... 22

8. Peta Kawasan Hutan Kab. Toba Samosir Berdasarkan SK Menhut No. 44 Tahun 2005... 23

9. Jenis Tutupan Lahan yang Dianalisis ... 25

10. Tahapan Analisis Citra Klasifikasi Terbimbing ... 28

11. Proses Klasifikasi dengan Metode Digitasi On Screen ... 34

12. Proses Analisis Perubahan Tutupan Lahan ... 41

13. Bagan Alir Prosedur Perbandingan Kawasan Hutan ... 43

14. Penutupan Lahan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2000, 2005, dan 2010 ... 45

15. Peta Penutupan Lahan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2000 ... 47

16. Peta Penutupan Lahan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2005 ... 48

17. Peta Penutupan Lahan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2010 ... 49

18. Pembukaan Hutan menjadi Persawahan ... 50

19. Perubahan tutupan lahan Kabupaten Toba Samosir 2000-2005 ... 51

20. Peta Perubahan tutupan lahan Kabupaten Toba Samosir 2000-2005 ... 53

21. Akibat Kebakaran Hutan ... 54

22. Perubahan tutupan lahan Kabupaten Toba Samosir 2005-2010 ... 57

23. Peta Perubahan tutupan lahan Kabupaten Toba Samosir 2005-2010 ... 58

24. Tutupan Lahan Padang Rumput ... 59

25. Pemadaman Kebakaran Hutan ... 60

26. Grafik Perubahan tutupan lahan Kabupaten Toba Samosir 2000-2010 ... 62

27. Peta Perubahan tutupan lahan Kabupaten Toba Samosir 2000-2010 ... 64

28. Lahan Terbuka ... 65

29. Perbandingan SK Menhut No 44 tahun 2005 Dengan Kondisi Penutupan Lahan Tahun 2010 ... 68

30. Peta Perbandingan SK Menhut No 44 tahun 2005 Dengan Peta Administrasi Toba Samosir ... 69

31. Peta Overlay SK Menhut No 44 tahun 2004 pada Peta Tutupan Lahan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2010 ... 71


(11)

ABSTRAK

PUTRI SINAMBELA : Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kabupaten Toba Samosir. Dibimbing oleh SITI LATIFAH dan RAHMAWATY.

Tutupan lahan pada kawasan berhutan berubah dengan cepat. Interaksi antara masyarakat dan lahan menyebabkan terjadinya perubahan tutupan lahan sehingga menimbulkan dampak negatif yang besar terhadap keberlangsungan sumberdaya hutan. Untuk itu perlu adanya upaya pemantauan terhadap perubahan lahan agar dampak negatif akibat perubahan tutupan lahan dapat ditanggulangi dan upaya pengelolaan sumberdaya tersebut ke depan bisa direncanakan dengan tetap mengacu pada pengelolaan sumberdaya secara lestari. Teknologi penginderaan jauh serta Sistem Informasi Geografis akan memberikan kemudahan dalam melakukan pemantauan terhadap perubahan tutupan lahan dan pengelolaan sumberdaya tersebut secara lestari. Selama periode tahun 2000-2010, tutupan lahan di Kabupaten Toba samosir mengalami perubahan terutama perubahan tutupan lahan hutan menjadi pertanian lahan kering atau kebun campuran, pemukiman, semak, lahan terbuka, dan persawahan. Secara umum, berdasarkan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG) diperoleh informasi perubahan hutan terbesar adalah hutan menjadi kebun campuran, dimana total area hutan yang berubah menjadi kebun campuran adalah 11643,432 ha. Kondisi ini apabila terus berlangsung akan memperparah fungsi hutan di Kabupaten Toba Samosir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola perubahan lahan di kawasan hutan dalam kurun waktu selama 10 tahun (2000-20010). Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan analisis data Landsat ETM7 2000, 2005 dan 2010. Selain itu dengan analisis SIG diharapkan dapat memberikan evaluasi dalam pengelolaan kawasan hutan di Kabupaten Toba Samosir


(12)

ABSTRACT

PUTRI SINAMBELA : Analysis of Toba Samosir Regency’s Land Cover

Changes. Supervised by SITI LATIFAH and RAHMAWATY.

Land cover in forested area has changed rapidly. Interaction among society and land is factor which caused land cover changes. It causing negative impact to the forest resources. The forest resources become degraded and therefore needed an observation so that effects negative impact of land cover changes can be handle and that resource management effort can be plotted. Remote Sensing and Geographic Information System are kind of technology which can help monitoring land cover changes and used to help the forest management process. During the 2000 to 2010, land cover in Toba Samosir Regency was changed especially forest cover becomes dry farming agricultural or mixture garden, settlement, bush, open area, and rice field. Based on Geographic Information System analysis, the most forest change happened is forest changed into dry farming which 11643,432 ha forest changed into dry farming agricultural. Implementing on management planning is important to avoid forest degradation. Remote Sensing and Geographic Information System analysis used to help the forest management process in Toba Samosir Regency. The aim of this research was to know the forest change in toba Samosir Regency for 10 years. The method in this research is Landsat ETM+ multitemporal (year 2000-2010) interpretation, and analysis in Geographic Information System (GIS) to analysis forest change detection using overlay.


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan dan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup makhluk hidup. Hutan mempunyai fungsi klimatologis dan merupakan sumber Oksigen yang sangat potensial bagi seluruh makhluk hidup. Degradasi hutan yang terus meningkat dari tahun ke tahun, dimana dari berbagai data yang ada diperkirakan pengurangan hutan Indonesia sampai akhir tahun 2003 telah mencapai 3,87 juta Ha/tahun (Bapepam, 2003).

Tutupan hutan pada wilayah berhutan dari tahun ke tahun semakin berkurang dikarenakan terjadinya alih fungsi hutan. Hal ini sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan manusia dan dampak gaya hidup modern dimana manusia telah mengesampingkan aspek lingkungan. Masyarakat melakukan kegiatan pembukaan lahan dengan cara pembakaran yang dapat menyebabkan berkurangnya kawasan hutan, untuk peruntukan yang lain seperti perkebunan, perladangan tidak terkendali, pemukiman, pembangunan industri dan lain-lain.

Interaksi antara masyarakat dan lahan yang menyebabkan terjadinya perubahan terhadap penggunaan lahan ini memiliki potensi menimbulkan dampak negatif yang besar terhadap kelangsungan sumberdaya itu. Untuk itu perlu adanya upaya pemantauan terhadap perubahan lahan agar dampak negatif akibat perubahan lahan dapat ditanggulangi dan upaya pengelolaan sumber daya tersebut ke depan bisa direncanakan dengan tetap mengacu kepada optimalisasi manfaat sumberdaya secara lestari.


(14)

Ketepatan informasi tutupan lahan akan memberikan kemudahan dalam melakukan pemantauan tehadap perubahan tutupan lahan. Pembuatan peta tutupan lahan, dapat memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG), dimana dalam prosesnya menggunakan perangkat lunak pengolah citra (Howard, 1996).

Teknologi penginderaan jauh serta Sistem Informasi Geogafis akan memberikan kemudahan dalam melakukan pemantauan tehadap perubahan tutupan lahan dan upaya pengelolaan sumberdaya tersebut secara lestari. Dengan adanya penelitian pemetaan perubahan kawasan ini, diharapkan dapat memberikan masukan terhadap tindakan pengendalian degradasi hutan dan lahan serta sebagai masukan dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya lahan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk

1. Mengetahui perubahan tutupan lahan di Kabupaten Toba Samosir pada selang waktu 2000 - 2005 - 2010

2. Mengetahui apakah kawasan hutan menurut SK Menhut No. 44 tahun 2005 masih sesuai dengan kondisi di lapangan Tahun 2010.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai perubahan tutupan lahan di Kabupaten Toba Samosir pada tahun 2000-2010 kepada pihak-pihak yang membutuhkan serta dapat digunakan sebagai informasi atau masukan dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya lahan.


(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Penutupan Lahan Indonesia

Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak dalam lintasan distribusi keanekaragaman hayati benua Asia (Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan) dan Benua Australia (Pulau Papua) serta sebaran wilayah peralihan Wallacea (Pulau Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara). Indonesia memiliki hutan tropis ketiga terluas di dunia setelah Brasil dan Zaire, sehingga sangat penting peranannya sebagai bagian dari paru-paru dunia serta penyeimbang iklim global. Untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari melalui optimalisasi manfaat hutan, pemerintah telah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan secara proporsional dan penutupan hutan untuk setiap daerah aliran sungai dan atau pulau, yaitu minimal 30% (tiga puluh persen), seperti dituangkan pada pasal 18 UU No. 41 tahun 1999. Kawasan hutan dimaksud kemudian dideliniasi sesuai dengan fungsinya, yaitu sebagai hutan konservasi, lindung atau produksi (Dephut, 2008).

Dephut (2008) juga menyatakan penutupan lahan pada kawasan hutan, terutama yang terkait dengan tutupan hutan sangat dinamis dan berubah dengan cepat dimana kondisi hutan semakin menurun dan berkurang luasnya. Berdasarkan data yang ada, luas hutan selama periode 1985-1997 untuk tiga pulau besar (Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi) telah berkurang seluas ± 1,6 juta ha/tahun. Untuk periode 1997-2000 laju pengurangan hutan di dalam kawasan hutan mencapai angka ± 2,84 juta ha/tahun atau 8,5 juta ha selama 3 tahun.


(16)

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan (land Use) diartikan sebagai setiap bentuk interaksi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material mauoun spititual. Penggunaan lahan dapat ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahan dan dimanfaaatkan atau atas jenis tumbuhan atau tanaman yang terdapat atas lahan tersebut. Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam lahan kota atau desa (pemukiman), industry, rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad, 2006).

Penggunaan lahan termasuk dalam komponen sosial budaya karena penggunaan lahan mencerminkan hasil kegiatan manusia atas lahan serta statusnya (Bakosurtanal, 2007). Adanya aktifitas manusia dalam menjalankan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya sehari-hari berdampak pada perubahan penutup/penggunaan lahan. Diperkotaan, perubahan umumnya mempunyai pola yang relatif sama, yaitu bergantinya penggunaan lahan lain menjadi lahan urban. Perubahan penggunaan lahan yang pesat terjadi apabila adanya investasi di bidang pertanian atau perkebunan. Dalam kondisi ini akan terjadi perubahan lahan hutan, semak, ataupun alang-alang menjadi lahan perkebunan. Perubahan yang dilakukan oleh masyarakat terjadi dalam skala kecil (Sitorus, dkk, 2006).

Wijaya (2004) menyatakan faktor-faktor yang menyebabkan perubahan penutupan lahan diantaranya adalah pertumbuhan penduduk, mata pencaharian, aksesibilitas, dan fasilitas pendukung kehidupan serta kebijakan pemerintah. Tingginya tingkat kepadatan penduduk di suatu wilayah telah mendorong


(17)

penduduk untuk membuka lahan baru untuk digunakan sebagai pemukiman ataupun lahan-lahan budidaya. Mata pencaharian penduduk di suatu wilayah berkaitan erat dengan usaha yang dilakukan penduduk di wilayah tersebut. Perubahan penduduk yang bekerja di bidang pertanian memungkinkan terjadinya perubahan penutupan lahan. Semakin banyak penduduk yang bekerja di bidang pertanian, maka kebutuhan lahan semakin meningkat. Hal ini dapat mendorong penduduk untuk melakukan konversi lahan pada berbagai penutupan lahan.

Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan adalah upaya pengelompokan berbagai jenis penutup lahan/penggunaan lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai dengan sistem tertentu. Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh untuk tujuan pemetaan penutup lahan/penggunaan lahan. Banyak sistem klasifikasi penutup/penggunaan lahan yang telah dikembangkan, yang dilatarbelakangi oleh kepentingan tertentu atau pada waktu tertentu (Sitorus,dkk, 2006).

Degradasi Hutan

Degradasi hutan adalah penurunan kuantitas tutupan hutan dan stok karbon selama periode tertentu yang diakibatkan oleh kegiatan manusia (Permenhut, 2009). Dalam upayanya untuk menentukan tingkat degradasi di tipe-tipe hutan yang terpenting, Forest Watch Indonesia melakukan analisis data spasial dari Inventarisasi Hutan Nasional. Dari hasil analisis ini disimpulkan, bahwa pada pertengahan 1990-an, Indonesia memiliki hutan yang berpotensi rusak dan memang sudah rusak seluas 41 juta ha; 59 juta ha hutan alam yang belum dialokasikan untuk bentuk konsesi apa saja, dan 9 juta ha hutan yang telah


(18)

ditebang untuk konversi menjadi hutan tanaman industri atau perkebunan tanaman keras, atau untuk kepentingan transmigrasi (FWI/GFW, 2001).

FWI/GWI (2001) juga menyatakan bahwa Laju kehilangan hutan semakin meningkat. Pada tahun 1980-an laju kehilangan hutan di Indonesia rata-rata sekitar 1 juta ha per tahun, kemudian meningkat menjadi sekitar 1,7 juta ha per tahun pada tahun-tahun pertama 1990-an. Sejak tahun 1996, laju deforestasi tampaknya meningkat lagi menjadi menjadi rata-rata 2 juta ha per tahun.

Penginderaan Jarak Jauh

Penginderaan jauh merupakan suatau teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai obyek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik. Tujuan utama penginderaan jau adalah untuk mengumpulkan data sumberdaya alam dan lingkungan. Biasanya teknik ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan diinterpretasi guna membuahkan data yang bermanfaat untuk aplikasi di bidang pertanian, arkeologi, kehutanan, geografi, geologi, perencanaan, dan bidang-bidang lainnya (Lo, 1995).

Karakter utama dari suatu image (citra) dalam penginderaan jauh adalah adanya rentang panjang gelombang (wavelength band) yang dimilikinya. Beberapa radiasi yang bisa dideteksi dengan sistem penginderaan jarak jauh seperti : radiasi cahaya matahari atau panjang gelombang dari visible dan near sampai middle infrared, panas atau dari distribusi spasial energi panas yang dipantulkan permukaan bumi (thermal), serta refleksi gelombang mikro. Setiap material pada permukaan bumi juga mempunyai reflektansi yang berbeda


(19)

terhadap cahaya matahari. Sehingga material-material tersebut akan mempunyai resolusi yang berbeda pada setiap band panjang gelombang (Thoha, 2008)

Thoha (2008) juga mengatakan piksel adalah sebuah titik yang merupakan elemen palong kecil pada citra satelit. Angka numerik (1 byte) dari piksel disebut Digital Number (DN). Digital Number bisa ditampilkan dalam warna kelabu, berkisar antara putih dan hitam (greyscale), tergantung level energi yang terdeteksi. Piksel yang disusun dalam order yang benar akan membentuk sebuah citra.

Berdasarkan resolusi yang digunakan, citra hasil penginderaan jarak jauh bisa dibedakan atas (Jaya, 2002):

1. Resolusi spasial

Merupakan ukuran terkecil dari suatu bentuk (feature) permukaan bumi yang bisa dibedakan dengan bentuk permukaan disekitarnya, atau sesuatu yang ukurannya bisa ditentukan. Kemampuan ini memungkinkan kita untuk mengidentifikasi (recognize) dan menganalisis suatu objek di bumi selain mendeteksi (detectable) keberadaannya.

2. Resolusi spektral

Merupakan dimensi dan jumlah daerah panjang gelombang yang sensitif terhadap sensor

3. Resolusi radiometrik

Merupakan ukuran sensitifitas sensor untuk membedakan aliran radiasi (radiation flux) yang dipantulkan atau diemisikan suatu objek oleh permukaan bumi.


(20)

4. Resolusi Temporal

Merupakan frekuensi suatu sistem sensor merekam suatu areal yang sama (revisit). Seperti Landsat TM yang mempunyai ulangan setiap 16 hari, SPOT 26 hari dan lain sebagainya.

Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan citra satelit seperti Landsat TM mampu mendeteksi pola penggunaan lahan di muka bumi. Informasi yang diperoleh dari citra satelit tersebut dapat digabungkan dengan data-data lain yang mendukung ke dalam suatu sistem informasi geografis (SIG). hambatan dalam pemantauan penutupan lahan dapat dikurangi dengan adanya teknologi penginderaan jauh (remote sensing) (Sulistiyono, 2008).

Menurut Lillesand dan Kiefer (1992) dalam Wijaya (2005) penginderaan jauh meliputi dua proses utama yaitu pengumpulan data dan analisa data. Elemen proses pengumpulan data meliputi : a) sumber energi, b) perjalanan energi melalui atmosfer, c) interaksi antara energi dengan kenampakan di muka bumi, d) sensor wahana pesawat terbang dan/atau satelit, e) hasil pembentukan data dalam pembentukan data dalam bentuk piktoral dan/atau bentuk numerik. Singkatnya, kita menggunakan sensor untuk merekam berbagai variasi pancaran dan pantulan energi elektromagnetik oleh kenampakan di muka bumi. Proses analisis data meliputi pengujian data dengan menggunakan alat interpretasi dan alat pengamatan untuk menganalisis data piktoral, dan computer untuk menganalisis data sensor numerik dengan dibantu oleh data rujukan tentang sumberdaya yang dipelajari.


(21)

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem komputer yang memiliki 4 (empat) kemampuan dalam menangani data yang bereferensi geografis yaitu masukan, keluaran, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), analisis dan manipulasi data. Dengan keempat kemampuan tersebut maka Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk mengidentifikasi daerah yang rawan terhadap bencana (Prahasta, 2005).

Sistem Informasi Georafis atau Georaphic Information Sistem (GIS) merupakan suatu sistem informasi yang berbasis komputer, dirancang untuk bekerja dengan menggunakan data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Sistem ini merekam, mengecek, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan data yang secara spasial mereferensikan kepada kondisi bumi. Teknologi SIG mengintegrasikan operasi-operasi umum database, seperti query dan analisa statistik, dengan kemampuan visualisasi dan analisa yang unik yang dimiliki oleh pemetaan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dengan Sistem Informasi lainya yang membuatnya menjadi berguna berbagai kalangan untuk menjelaskan kejadian, merencanakan strategi, dan memprediksi apa yang terjadi (Sukojo dan Diah, 2003).

Aplikasi Pengineraan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis dalam Pemetaan Perubahan Tutupan Lahan

Kebutuhan teknologi penginderaan jauh yang dipadukan dengan Sistem informasi Geografi (SIG) untuk tujuan inventarisasi dan pemantaua sangat penting terutama bila dikaitkan dengan pengumpulan data yang cepat dan akurat. Disamping itu pengumpulan data dengan teknologi penginderaan jauh dapat


(22)

mengurangi bahkan menghilangkan pengaruh subyektivitas. Mengingat luasnya dan banyaknya variasi wilayah Indonesia, sejalan dengan kemajuan teknologi informasi, maka aplikasi penginderaan jauh dan SIG sangat tepat. Kedua teknologi tersebut dapat dipadukan untuk meningkatkan kemampuannya dalam hal pengumpulan data, manipulasi data, analisis data serta menyediakan informasi secara terpadu (Wahyunto, 2007).

Pemanfaatan teknologi Inderaja di Indonesia perlu lebih dikembangan dan diaplikasikan untuk mendukung efisiensi pelaksanaan inventarisasi sumberdaya lahan/tanah dan identifikasi penyebaran karakteristik lahan pertanian (lahan sawah, lahan kering, lahan rawa, lahan tidur, lahan kritis, estimasi produksi) terutama pada wilayah sentra produksi pangan. Teknologi Penginderaan Jauh (Inderaja) semakin berkembang melalui kehadiran berbagai sistem satelit dengan berbagai misi dan teknologi sensor. Aplikasi satelit penginderaan jauh telah mampu memberikan data/informasi tentang sumberdaya alam dataran dan sumberdaya alam kelautan secara teratur dan periodik. Penggunaan lahan tidak dapat langsung dikenali pada citra satelit, tetapi melalui vegetasi atau tanamannya. Dengan teknologi Inderaja, penjelajahan lapangan dapat dikurangi, sehingga akan menghemat waktu dan biaya bila dibanding dengan cara teristris di lapangan (Wahyunto,2004)

Dari sekian banyak satelit penginderaan jauh, yang sering digunakan untuk pemetaan penutupan lahan adalah Landsat (Land Satelite). Seri Landsat yang dikenal pertama kali adalah Earth Resource Technology Satelite (ERTS). Penggunaan nama Land Satelite yang kemudian disingkat menjadi Landsat ini dimulai sejak satelit ini digunakan untuk mempelajari lautan dan daerah pesisir


(23)

(Butler et al, 1988 dalam Bakosurtanal, 2003). Citra landsat TM terpilih untuk rancangan ini karena memiliki spasial dan resolusi spectral yang bagus. Sebagai pengetahuan yang baik, Landsat TM meliputi informasi spectral dan kenampakan (tiga band yaitu biru, hijau dan panjang gelombang merah) (Riano, et al, 2002). Pemetaan dan inventarisasi sumberdaya lahan suatu daerah melalui tutupan lahan dengan menggunakan Data Citra Satelit dilakukan untuk membantu perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian program pembangunan melalui basis data potensial tutupan lahannya dalam pengelolaan sumber daya lahan secara optimal (Rahmad, 2002).

Citra Landsat

Teknologi penginderaan jauh satelit dipelopori oleh NASA Amerika Serikat dengan diluncurkannya satelit sumberdaya alam yang pertama, yang disebut ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite) pada tanggal 23 Juli 1972, menyusul ERTS-2 pada tahun 1975, satelit ini membawa sensor RBV (Retore Beam Vidcin) dan MSS (Multi Spectral Scanner) yang mempunyai resolusi spasial 80 x 80 m. Satelit ERTS-1, ERTS-2 yang kemudian setelah diluncurkan berganti nama menjadi Landsat 1, Landsat 2, diteruskan dengan seri-seri berikutnya, yaitu Landsat 3, 4, 5, 6 dan terakhir adalah Landsat 7 yang diorbitkan bulan Maret 1998, merupakan bentuk baru dari Landsat 6 yang gagal mengorbit. Landsat 5, diluncurkan pada 1 Maret 1984, sekarang ini masih beroperasi pada orbit polar, membawa sensor TM (Thematic Mapper), yang mempunyai resolusi spasial 30 x 30 m pada band 1, 2, 3, 4, 5 dan 7. Sensor

Thematic Mapper mengamati obyek-obyek di permukaan bumi dalam 7 band


(24)

adalah infra merah dekat, infra merah menengah, dan band 6 adalah infra merah termal yang mempunyai resolusi spasial 120 x 120 m. Luas liputan satuan citra adalah 175 x 185 km pada permukaan bumi. Landsat 5 mempunyai kemampuan untuk meliput daerah yang sama pada permukaan bumi pada setiap 16 hari, pada ketinggian orbit 705 km (Sitanggang, 1999 dalam Ratnasari, 2000).

Tabel 1. Band-band pada Landsat-TM dan kegunaannya (Lillesand dan Kiefer, 1997)

Band Panjang Gelombang (µm)

Spektral Kegunaan

1 0.45 - 0.52 Biru Tembus terhadap tubuh air, dapat untuk pemetaan air, pantai, pemetaan tanah, pemetaan tumbuhan,pemetaan kehutanan dan mengidentifikasi budidaya manusia 2 0.52 – 0.60 Hijau Untuk pengukuran nilai pantul

hijau pucuk tumbuhan dan penafsiran aktifitasnya, juga untuk pengamatan kenampakan budidaya manusia

3 0.63 – 0.69 Infra

merah dekat

Dibuat untuk melihat daerah yang menyerap klorofil yang dapat digunakan untuk membantu dalam pemisahan spesies tanaman juga untuk pengamatan budidaya


(25)

manusia.

4 0.76 – 0.90 Infra

merah dekat

Untuk membedakan jenis tumbuhan aktifitas dan kandungan biomas untuk membatasi tubuh air dan pemisahan kelembaban tanah

5 1.55 – 1.75 Infra

merah sedang

Menunjukkan kandungan kelembaban tumbuhan dan kelembaban tanah, juga untuk membedakan salju dan awan.

6 10.4 – 12.5 Infra

merah termal

Untuk menganalisa tegakan tumbuhan, pemisahan kelembaban tanah dan pemetaan

7 2.08 – 2.35 Infra

merah sedang

Berguna untuk pengenalan terhadap mineral dan jenis batuan, juga sensitif terhadap kelembaban tumbuhan

Terdapat banyak aplikasi dari data Landsat TM: pemetaan penutupan lahan, pemetaan penggunaan lahan, pemetaan tanah, pemetaan geologi, pemetaan suhu permukaan laut dan lain-lain. Untuk pemetaan penutupan dan penggunaan lahan data Landsat TM lebih dipilih daripada data SPOT multispektral karena terdapat band infra merah menengah. Landsat TM adalah satu-satunya satelit non-meteorologi yang mempunyai band inframerah termal. Data termal


(26)

diperlukan untuk studi proses-proses energi pada permukaan bumi seperti variabilitas suhu tanaman dalam areal yang diirigasi (Thoha, 2008).

Kebanyakan citra satelit yang belum diproses disimpan dalam bentuk grayscale, yang merupakan skala warna dari hitam ke putih dengan derajat keabuan yang bervariasi. Untuk penginderaan jauh, skala yang dipakai adalah 256 shade grayscale, dimana nilai 0 menggambarkan hitam, nilai 255 putih. Untuk citra muktispektral, masing-masing piksel mempunyai beberapa DN, sesuai dengan jumlah band yang dimiliki. Sebagai contoh, untuk Landsat 7, masing-masing piksel mempunyai 7 DN dari 7 band yang dimiliki. Citra bisa ditampilkan untuk masing-masing band dalam bentuk hitan putih maupun kombinasi 3 band sekaligus, yang disebut color composites. Citra, sebagai dataset, bisa dimanipulasi menggunakan algorithm (persamaan matematis). Manipulasi bisa merupakan pengkoreksian error, pemetaan kembali data terhadap suatu referensi geografi tertentu, ataupun mengekstrak informasi yang tidak langsung terlihat dari data. Data dari dua citra atau lebih pada lokasi yang sama dikombinasikan secara matematis untuk membuat composite dari beberapa dataset. Produk data ini, disebut derived produk, bisa dihasilkan dengan beberapa penghitungan matematis atas data numerik mentah (DN) (Puntodewo, dkk, 2003).


(27)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Pengambilan data di lapangan dilaksanakan bulan Mei – Juni 2011. Interpretasi citra dan pengolahan data dilaksanakan di Laboratorium Manajemen Hutan Terpadu, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Gambar 1. Lokasi Penelitian Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Berdasarkan data yang diperoleh dari buku Statistik Daerah Kabupaten Toba Samosir (2010), secara astronomis berada antara 2003’ dan 2040’ Lintang


(28)

Utara dan antara 98056’ dan 99040’ Bujur Timur. Kabupaten Toba Samosir pada tahun 2009 terdiri dari 16 kecamatan, dan 216 desa/kelurahan.

Kabupaten Toba Samosir berada diantara lima kabupaten yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Simalungun, sebelah Timur berbatasan dengan Labuhan Batu dan Asahan, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara serta sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Samosir.

Berdasarkan data yang diperoleh lebih dari 150.000 hektare (ha) lahan kritis ditemukan di Kabupaten Toba Samosir. Lahan kritis tersebut meliputi lahan milik masyarakat seluas 4.405,47 ha dan di dalam kawasan hutan seluas 154.100,47 ha. Lahan kritis bisa ditemukan hampir di seluruh kecamatan di Toba Samosir yang mayoritas masuk di kawasan Danau Toba. Kerusakan lahan disebabkan berbagai faktor. Salah satunya adalah faktor pengolahan lahan oleh masyarakat yang masih tradisional, yakni dengan melakukan pembakaran hutan. (Sinar Indonesia, 2011).

Dengan adanya penelitian pemetaan perubahan kawasan ini, diharapkan dapat memberikan masukan terhadap tindakan pengendalian degradasi hutan dan lahan serta sebagai masukan dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya lahan.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Peta digital administrasi kabupaten Toba Samosir dengan skala 1 : 500.000, Citra Landsat TM 7 path row 128/58 (Glovis 10/04/2011) dengan resolusi 30 x 30 meter Perekaman tahun 2000, 2005, dan 2010, Peta Kawasan Hutan di Sumatera Utara menurut SK Menhut Tahun 2005 dengan skala 1 : 3.500.000, Peta Jalan


(29)

Kabupaten Toba Samosir dengan skala 1: 500.000, Peta Sungai Kabupaten Toba Samosir dengan skala 1 : 500.000.

Alat yang digunakan adalah: Komputer (PC atau Work Stasion) beserta pelengkapnya, Perangkat lunak pengolah citra, dan GIS (ERDAS Imagine 8,5 dan ArcView GIS 3,3), GPS dan Kamera Digital

Metode Penelitian 1. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder (Tabel 2):

Tabel 2. Jenis Data yang Digunakan

No Data Jenis Skala Tahun

1 2 3 4 5 6 7 8

Peta Administrasi Toba Samosir Titik Sampel Ground Check Citra Landsat Path/Row 128/58 Citra Landsat Path/Row 128/58 Citra Landsat Path/Row 128/58 Peta Kawasan Hutan SK Menhut No. 44 Peta Jalan Kab. Toba Samosir Peta Sungai Kabupaten Toba Samosir

Sekunder Primer Primer Primer Primer Primer Sekunder Sekunder

Dinas Kehutanan Kab. Toba Samosir GPS

www.glovis.usgs.gov www.glovis.usgs.gov www.glovis.usgs.gov

Dinas Kehutanan Kab. Toba Samosir Balai Pemantapan Kawasan Hutan Balai Pemantapan Kawasan Hutan

1 : 500.000

1 ; 500.000 1 : 500.000 1 : 500.000 1 ; 250.000 1 : 250.000 1: 250.000 2000 2011 2006 2010 2010 2009 2005 2009

Pengambilan titik sampel ground check dilaksanakan sebelum dan setelah dilakukan penafsiran citra. Titik ground check yang diambil sebelum dilaksanakan penafsiran citra disebut Training area. Training area merupakan areal yang merupakan perwakilan kelas-kelas yang ditentukan untuk selanjutnya dilakukan penafsiran citra. Jumlah training area dibuat minimal satu tiap kelas klasifikasi tutupan lahan. Training area yang telah didapatkan tersebut kemudian bisa dijadikan sebagai masukan dalam proses klasifikasi untuk keseluruhan citra.

Titik sampel ground check setelah dilakukan penafsiran citra diambil 80 titik. Jumlah titik sampel ground check telah cukup mewakili setiap jenis kelas


(30)

penutupan lahan. Titik sampel ground check minimal adalah sebesar N+10 dimana N merupakan jumlah band yang digunakan dalam penafsiran citra. Sebaran titik ground check dapat dilihat pada Gambar 2.


(31)

Citra yang digunakan untuk penafsiran tutupan lahan di kabupaten Toba Samosir adalah Citra landsat TM 7 path/row 128/58 tahun 2000, 2005, dan 2010 (glovis 10/04/2011). Citra landsat TM 7 yang digunakan untuk penafsiran citra dapat dilihat pada gambar berikut :


(32)

(33)

Gambar 5. Citra Landsat TM 7 path/row 128/58 Tahun 2010

Peta jalan dan peta sungai Kabupaten Toba Samosir digunakan untuk membantu membedakan tiap tutupan pada citra yaitu dengan mengamati asosiai atau kedekatan erat suatu obyek dengan obyek lainnya. Untuk penafsiran manual/visual (on screen digitation), perlu memperhatikan pola jaringan sungai, danau atau garis pantai didelineasi yang diikuti dengan pola jaringan jalan, hal ini akan membantu dalam penafsiran obyek-obyek Misalnya, pemukiman identik dengan adanya jaringan jalan yang lebih kompleks dibanding pemukiman pedesaan. Peta jalan dan peta sungai Kabupaten Toba Samosir dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7.


(34)

Gambar 6. Peta Jaringan Sungai kabupaten Toba Samosir


(35)

Peta kawasan hutan berdasarkan SK Menhut No. 44 tahun 2005 digunakan untuk melihat apakah kawasan hutan menurut SK Menhut No. 44 tahun 2005 masih sesuai dengan kondisi di lapangan Tahun 2010. Peta kawasan hutan berdasarkan SK Menhut No. 44 dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Peta kawasan Hutan kab. Toba Samosir berdasarkan SK Menhut No 44 Tahun 2005


(36)

Tutupan lahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah: a. Hutan

b. Kebun Campuran c. Pemukiman d. Semak e. Rumput f. Lahan terbuka g. Sawah

h. Badan air

(a) (b)


(37)

(e) (f)

(g) (h)

Gambar 9. Jenis Tutupan lahan yang dianalisis : (a) hutan, (b) kebun campuran, (c) pemukiman, (d) semak belukar, (e) padang rumput, (f) lahan terbuka, (g) sawah, (h) badan air

2. Persiapan Data Data Spasial

Data spasial merupakan data yang bersifat keruangan yang terdiri dari data citra satelit Landsat ETM 7 Kabupaten Toba Samosir, dan peta digital administrasi Kabupaten Toba Samosir. Data spasial merupakan dasar operasional sistem informasi geografis. Untuk memperoleh data spasial dapat dilakukan dengan digitasi. Proses digitasi akan mengubah objek titik, garis atau polygon analog dari sebuah hard copy menjadi vektor digital. Data spasial didigitasi dengan menggunkan perangkat lunak dengan teknik digitasi on screen. Digitasi


(38)

on screen adalah digitasi yang dilakukan pada layar monitor komputer dengan

memanfaatkan berbagai perangkat lunak seperti Arcview.

Data Ground Control Point (GCP) merupakan data yang menyatakan posisi keberadaan sesuatu di permukaan bumi dalam bentuk koordinat. Data tersebut diperoleh dengan melakukan survei di lapangan. Selanjutnya data GCP ini digunakan sebagai salah satu bahan dalam interpretasi citra dengan klasifikasi terbimbing (Supervised Classification).

Data Atribut

Data atribut merupakan data yang berbentuk tulisan maupun angka-angka. Data tersebut diantaranya data perubahan lahan yang pernah terjadi. Data mengenai informasi perubahan lahan diperoleh dari hasil wawancara dengan para informan seperti kepala desa dan tokoh masyarakat.

3. Metode Pengukuran dan Pengumpulan Data

Pengukuran data spasial dari data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dengan menggunakan aplikasi sistem informasi geografis. Secara detail pengukuran tersebut dapat dilihat pada metode pengolahan citra dan analisis perubahan penutupan lahan. Pengumpulan data yang digunakan sebagai bahan analisis faktor penyebab perubahan penutupan lahan dilakukan dengan studi literatur serta wawancara dengan beberapa informan di lokasi penelitian untuk mengetahui informasi perubahan penutupan lahan yang terjadi.

4. Metode Analisis Penutupan Lahan Pembuatan Peta Digital

Proses pemasukan data-data dilakukan dengan menggunakan scanner dan seperangkat komputer dengan software Erdas Imagine 8,5 dan Arc View yang


(39)

menghasilkan keluaran berupa digital. Data keluaran ini kemudian digunakan sebagai data acuan penentuan wilayah penelitian serta acuan untuk koreksi geometrik pada pengolahan citra. Peta hasil digitasi dipakai sebagai batasan kawasan yang diteliti. Peneliti tidak melakukan pembuatan peta digital, sebab peta digital telah diperoleh dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Sumatera Utara.

Pengolahan Citra

Analisis citra TM 7 bertujuan untuk memperoleh peta penggunaan lahan (Land Use) dari kawasan yang diteliti. Analisis citra dapat dilakukan dengan beberapa tahapan yang digambarkan dalam diagram alir pada Gambar 10, yang mencakup :


(40)

Gambar 10. Tahapan Analisis Citra Klasifikasi Terbimbing Koreksi

Geometris Radiometrik

Image Enhancement

Spasial Spektral

Citra Terkoreksi

Uji ketelitian Peta Land

Use Citra Landsat 128/58

2000, 2005, 2010

Pengambilan titik Training area

Klasifikasi Terbimbing Subset


(41)

1. Koreksi Citra (Image restoration)

Sebelum melakukan analisis citra langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan koreksi terhadap citra tersebut. Koreksi citra perlu dilakukan terhadap data mentah satelit dengan maksud untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan radiometrik dan geometrik.

Koreksi Radiometrik dilakukan pada kesalahan oleh sensor dan sistem sensor terhadap respon detektor dan pengaruh atmosfer yang stasioner. Koreksi radiometrik dilakukan untuk memperbaiki kesalahan atau distorsi yang diakibatkan oleh tidak sempurnanya operasi dan sensor, adanya atenuasi gelombang elektromagnetik oleh atmosfer, variasi sudut pengambilan data, variasi sudut eliminasi, sudut pantul dan lain-lain yang dapat terjadi selama pengambilan, pengiriman serta perekaman data.

Data penginderaan jauh pada umumnya mengandung kesalahan (distorsi) geometrik, baik sistematik maupun non sistematik, merupakan kesalahan yang diakibatkan oleh jarak orbit atau lintasan terhadap obyek dan pengaruh kecepatan

platform. Koreksi geometrik (rektifikasi) adalah suatu proses melakukan

transformasi data dari satu sistem grid menggunakan suatu transformasi geometrik. Koreksi geometrik bertujuan untuk memperbaiki kesalahan posisi atau letak obyek yang terekam pada citra yang disebabkan oleh pengaruh rotasi bumi pada saat perekaman, pengaruh kelengkungan bumi, efek panoramic (sudut pandang), pengaruh topografi, pengaruh gravitasi bumi yang menyebabkan terjadinya perubahan kecepatan dan ketinggian satelit dan ketidakstabilan ketinggian wahana (Lillesand dan Kiefer, 1979).


(42)

Koreksi geometrik mutlak diperlukan apabila posisi citra akan disesuaikan atau ditumpangsusunkan dengan peta-peta atau citra lainnya yang mempunyai sistem proyeksi peta. Dalam proses rektifikasi, kesalahan posisi dikoreksi dengan cara mentransformasikan koordinat data citra satelit ke posisi baru (proyeksi data acuan) berdasarkan data koordinat Ground Control Point (GCP) sehingga data citra mempunyai proyeksi standar (Lillesand dan Kiefer, 1979).

GCP minimal yang harus dibuat adalah 4 titik. Maksud dari GCP minimal 4 ini adalah 4 titik GCP ditentukan secara bergantian pada kedua citra baik citra yang dikoreksi maupun citra yang menjadi referensi. Namun untuk titik-titik GCP berikutnya hanya perlu menentukan titik pada citra referensi saja maka titik pada citra yang dikoreksi akan mengikuti.

GCP adalah suatu titik-titik yang letaknya pada suatu posisi piksel suatu citra yang koordinat petanya (referensinya) diketahui. GCP terdiri dari sepasang koordinat X dan Y yang terdiri atas koordinat sumber dan koordinat referensi. Karena posisi piksel pada citra output tidak sama dengan posisi piksel input (aslinya) maka piksel-piksel yang digunakan untuk mengisi citra yang baru harus di-resampling kembali. Resampling adalah suatu proses melakukan eksplorasi nilai data untuk piksel-piksel pada sistem grid yang baru dari nilai piksel citra aslinya.

Dalam melakukan koreksi geometrik, hal pertama yang harus dilakukan adalah menentukan titik control (Ground Control Points). Tititk kontrol ini berupa obyek yang terlihat pada citra sekaligus terlihat pada peta rujukan yang digunakan dalam koreksi geometrik. Titik kontrol ini bisa berupa persimpangan antara sungai


(43)

dengan jalan ataupun persimpangan jalan dan beberapa obyek lain yang tampak dengan jelas dicitra maupun peta rujukan.

2. Perbaikan Citra (Image Enhancement)

Image Enhancement bertujuan untuk meningkatkan mutu citra. Perbaikan

citra dilakukan untuk mengembalikan citra sesuai keadaan sebenarnya terhadap distorsi, degaradasi dan noise (gangguan). Memperkecil masalah kenampakan/feature. Menyesuaikan kenampakan dengan tujuan penggunaan citra.

Secara umum teknik- teknik perbaikan citra terdiri dari : a. Perbaikan Spasial (Spatial enhancement)

Spatial enhancement bertujuan memperbaiki citra menggunakan nilai-nilai piksel

yang bersangkutan dan yang ada di sekitarnya. b. Perbaikan Spektral (Spectral enhancement)

Spectral enhancement bertujuan memperbaiki citra menggunakan piksel sejumlah

band (basis multi-band). 3. Subset Image

Subset Image adalah memotong (cropping) obyek pada citra untuk mendapatkan daerah kawasan yang diteliti pada kedua citra tersebut. Citra dipotong sesuai dengan lokasi penelitian yaitu wilayah Kabupaten Toba Samosir.

4. Klasifikasi Citra (Image classification)

a. Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification)

Klasifikasi pada citra dapat dilakukan melalui 3 (tiga) cara yaitu Klasifikasi Tidak Terbimbing (Unsupervised classification), Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification) dan Digitasi On Screen. Pada penelitian


(44)

ini klasifikasi yang digunakan adalah gabungan antara Klasifikasi terbimbing dan Digitasi On Screen.

Klasifikasi terbimbing menggunakan training area berdasarkan titik-titik koordinat yang diambil di lapangan yang diambil di lapangan dengan menggunakan GPS. Training area merupakan identifikasi area-area tertentu di atas citra yang berisi tipe-tipe penutupan lahan yang diinginkan. Kemudian karakteristik spektral milik area-area ini digunakan untuk membimbing program aplikasi dalam menandai setiap piksel ke dalam salah satu kelas yang tersedia. Oleh karena itu, beberapa parameter multivariate seperti halnya rata-rata, standar elevasi, dan matrik korelasi akan dihitung untuk setiap training areanya, sementara setiap pikselnya akan dievaluasi dan kemudian ditandai sebagai anggota suatu kelas yang paling memungkinkan (maximum likelihood). Pemilihan

training area ini dilakukan pada tempat-tempat yang telah diketahui. Pengambilan

piksel contoh perkelas pada prakteknya dilanjutkan 10 kali jumlah band (N) atau 10 N atau bahkan 100 N (Swain dan Davis, 1976 dalam Thoha 2006).

Data landsat TM yang telah dikoreksi diimpor ke dalam program ERDAS, setelah itu dilakukan pengkombinasian data citra pada band 5,4,3 yang akan menghasilkan tampilan true color atau warna sebenarnya. Persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan pengklasifikasian adalah menetapkan kelas-kelas spektral yang terliput oleh citra satelit, kemudian membuat aturan penetapan klasifikasi untuk setiap piksel ke dalam kelas-kelas yang telah ditentukan. Pemilihan kelompok-kelompok piksel ke dalam kelas klasifikasi merupakan proses pemilihan objek (feature selection). Pembagian kelas klasifikasi dibuat


(45)

berdarkan kondisi penutupan lahan sebenarnya di lapangan dan dibatasi menurut kebutuhan pengklasifikasian.

Uji Ketelitan

Uji ketelitian dilakukan dengan menggunakan metode Maksimum

Likelihood. Uji ketelitian ini bertujuan untuk menguji kebenaran dari hasil

interpretasi yang diperoleh dengan cara pengecekan di lapangan serta pengukuran beberapa titik (sampel/area) yang dipilih dari setiap bentuk penutupan lahan yang diinterpretasikan. Besarnya tingkat akurasi akan diperoleh dari hasil uji ketelitian, yang dihitung dari matriks analisis dengan formulasi berikut (Jaya, 2002):

> 85% Keterangan :

N = Jumlah semua pixel yang digunakan untuk pengamatan r = Jumlah baris/lajur pada matriks kesalahan (jumlah kelas)

= Jumlah piksel pada kelas bersangkutan (diagonal matrika) = ∑ (jumlah semua kolom pada baris ke i)

= ∑ (jumlah semua kolom pada baris ke j)

b. Klasifikasi Citra dengan Digitasi On Screen


(46)

secara manual/visual atau delineasi secara on screen digitation. Penggabungan kedua metode ini menghasilkan klasifikasi yang lebih rinci dan cepat sebab klasifikasi terbimbing akan membantu mempermudah klasifikasi secara keseluruhan, terutama untuk memperoleh batas delineasi pada kelas-kelas dengan poligon yang besar seperti kelas hutan, laut, danau dan yang lainnya. Sedangkan metode secara manual/visual dapat lebih memperinci hasil kliasifikasi terbimbing, terutama untuk memisahkan, menggabungkan atau menambahkan kelas-kelas yang tidak bisa dilakukan melalui klasifikasi terbimbing misalnya keberadaan lahan yang ditutupi oleh awan pada citra yang tidak dapat diklasifikasikan pada metode klasifikasi terbimbing dapat diklasifikasikan dengan menggunakan Digitasi on screen pada software arcview.

Klasifikasi awal citra secara digital ditakukan dengan melakukan pemilihan sample objek yang memiliki kenampakan serupa pada training area didasari karakteristik spektral dan informasi penunjang lain dilanjutkan dengan klasifikasi. Dalam proses ini dipilih kenampakan yang homogen dan penutup lahan yang mempunyai luasan relatif luas. Selanjutnya dilakukan metode klasifikasi multisepkral. Klasifikasi multispektral yang digunakan adalah metode kemiripan maksimum. Sehingga dihasilkan peta land use hasil klasifikasi terbimbing yang selanjutnya akan diklasifikasikan dengan menggunakan metode

digitasi on screen. Proses klasifikasi dengan metode digititasi on screen dapat


(47)

Gambar 11. Proses klasifikasi dengan metode digititasi on screen

Untuk penafsiran manual/visual (on screen digitation), perlu memperhatikan pola jaringan sungai, danau atau garis pantai didelineasi yang diikuti dengan pola jaringan jalan, hal ini akan membantu dalam penafsiran obyek-obyek atau vegetasi yang terliput pada citra yang ada. Selanjutnya dilakukan deteksi pada obyek-obyek dengan melakukan delineasi batas luar pada kelompok yang yang mempunyai warna yang sama dan memisahkannya dari yang lain. Langkah terakhir adalah mengidentifikasi dan analisis obyek dengan menggunakan informasi spasial seperti ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan asosiasi dan situs (Lillesand dan Kiefer, 1979; Sutanto, 1985).

Manual panduan interpretasi yang digunakan adalah kelas kriteria penutupan lahan yang disusun oleh Badan Planologi (BAPLAN), Departemen Kehutanan (Tabel 3).

Peta Land Use hasil Klasifikasi terbimbing Tahun 2000, 2005 dan

2010

Proses Digitasi (On Screen Digitation)

Peta Land Use Digitasi on screen


(48)

Tabel 3. Manual Panduan Interpretasi Citra

Tipe Penutupan Lahan Kunci Penafsiran Monogram Hutan

Seluruh kenampakan hutan dataran rendah, perbukitan dan pegunungan yang belum menampakkan bekas penebangan, belum adanya jaringan jalan atau aktivitas manusia atau Seluruh kenampakan hutan dataran rendah, perbukitan dan pegunungan yang telah menampakkan bekas penebangan (jaringan jalan bercak bekas tebang dan aktifitas masyarakat

- Rona agak gelap - Warna hijau tua - Tekstur agak kasar

sampai dengan kasar

- Pola tidak teratur - Biasanya areal

cukup luas

Semak Belukar

Kawasan bekas hutan lahan kering yang telah tumbuh kem-bali atau kawasan dengan liputan pohon jarang (alami) atau kawasan dengan dominasi vegetasi rendah (alami). Kawas-an ini biasanya tidak menampakkan lagi bekas/bercak tebangan, bekas lading yang ditinggal

- Rona agak terang - Tekstur agak kasar - Bentuk tidak

beraturan

- Pola tidak teratur - Topografi landai

sampai dengan curam


(49)

Pertanian Lahan Kering Semua aktivitas pertanian di lahan kering seperti tegalan, kebun campuran dan ladang

- Rona agak terang - Warna merah

muda bercak-bercak

- Tekstur agak kasar sampai kasar - Bentuk tidak

beraturan

- Pola tidak teratur, dekat dengan pemukiman - Terdapat jaringan

jalan Sawah

Semua aktivitas pertanian lahan basah yang dicirikan oleh pola pematang

- Rona agak terang sampai gelap - Tekstur halus - Pola seragam - Dekat dengan

pemukiman dan perairan

Pemukiman

Kawasan permukiman, baik perkotaan, perdesaan, industri dan lain-lain, yang memperlihatkan pola alur rapat

- Rona Terang - Warna merah

muda

- Tekstur agak kasar - Pola seragam - Terdapat jaringan

jalan

- Kenampakan lahan terbangun


(50)

Setelah dilakukan proses klasifikasi maka akan diperoleh kelas-kelas penutup lahan yang dominan ada pada daerah terliput. Untuk mendetailkan dilakukan vektorisasi dan kemudian klas didetailkan dengan interpretasi visual dengan cara digitasi on screen diatas beberapa citra komposit yang telah ditajamkan. Kemudian akan diperoleh hasil Interpretasi Penutup Lahan dengan metode on screen digitation untuk Kabupaten Toba Samosir sesuai dengan klasifikasi dari Badan Planologi Departemen Kehutanan.

Cara membedakan tiap tutupan pada Citra dapat dilakukan dengan mengamati karakteristik obyek pada citra. Karakteristik obyek pada citra dapat Tanah Terbuka

Seluruh kenampakan lahan terbuka tanpa vegetasi (singkapan batuan puncak gunung, kawah vulkan, gosong pasir, pasir pantai), lahan terbuka bekas kebakaran.

- Rona agak terang - Warna kemerahan - Tekstur halus - Pola tidak teratur - Dataran rendah

sampai dengan curam/Tidak Terbatas

Tubuh Air

Semua kenampakan perairan, terasuk laut, sungai, danau, waduk, terumbu karang, padang lamun dan lain-lain.

- Rona gelap - Warna biru kehitaman - Tekstur halus - Pola tidak teratur


(51)

digunakan untuk mengenali obyek yang dimaksud dengan unsur interpretasi seperti :

a. Rona / warna

Rona dan warna merupakan unsur pengenal utama atau primer terhadap suatu obyek pada citra penginderaan jauh. Fungsi utama adalah untuk identifikasi batas obyek pada citra. Penafsiran citra secara visual menuntut tingkatan rona bagian tepi yang jelas, hal ini dapat dibantu dengan teknik penajaman citra (enhacement). Rona merupakan tingkat / gradasi keabuan yang teramati pada citra penginderaan jauh yang dipresentasikan secara hitam-putih. Permukaan obyek yang basah akan cenderung menyerap cahaya elektromagnetik sehingga akan nampak lebih hitam disbanding obyek yang relative lebih kering. Warna merupakan wujud yang yang tampak mata dengan menggunakan spectrum sempit, lebih sempit dari spectrum elektromagnetik tampak. Contoh obyek yang menyerap sinar biru dan memantulkan sinar hijau dan merah maka obyek tersebut akan tampak kuning. Dibandingkan dengan rona, perbedaaan warna lebih mudah dikenali oleh penafsir dalam mengenali obyek secara visual. Hal inilah yang dijadikan dasar untuk menciptakan citra multispektral.

b. Bentuk

Bentuk dan ukuran merupakan asosiasi sangat erat. Bentuk menunjukkan konfigurasi umum suatu obyek sebagaimana terekam pada citra penginderaan jauh

c. Ukuran

Ukuran merupakan bagian informasi konstektual selain bentuk dan letak. Ukuran merupakan cerminan penyajian penyajian luas daerah yang ditempati oleh kelompok individu.


(52)

d. Tekstur

Tekstur merupakan frekuensi perubahan rona dalam citra ( Kiefer, 1979). Tekstur dihasilkan oleh kelompok unit kenampkan yang kecil, tekstur sering dinyatakan kasar,halus, ataupu belang-belang (Sutanto, 1986). Contoh hutan primer bertekstur kasar, hutan tanaman bertekstur sedang, tanaman padi bertekstur halus.

e. Pola

Pola merupakan karakteristik makro yang digunakan untuk mendiskripsikan tata ruang pada kenampakan di citra. Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan beberapa obyek alamiah. Hal ini membuat pola unsure penting untuk membedakan pola alami dan hasil budidaya manusia. Sebagai contoh perkebunan karet , kelapa sawit sanagt mudah dibedakan dari hutan dengan polanya dan jarak tanam yang seragam.

f. Situs

Situs merupakan konotasi suatu obyek terhadap faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan atau keberadaan suatu obyek. Sirtus bukan ciri suatu obyek secara langsung, tetapi kaitanya dengan faktor lingkungan. Contoh hutan mangrove selalu bersitus pada pantai tropik, ataupun muara sungai yang berhubungan langsung dengan laut ( estuaria).

g. Asosiasi (korelasi )

Asosiasi menunjukkan komposisi sifat fisiognomi seragam dan tumbuh pada kondisi habitat yang sama. Asosiasi juga berarti kedekatan erat suatu obyek dengan obyek lainnya. Contoh permukiman identik dengan adanya jaringan


(53)

tarnsportasi jalan yang lebih kompleks dibanding pemukiman pedesaan. Konvergensi bukti. Dalam proses penafsiran citra penginderaan jauh sebaiknya digunakan unsur diagnostic citra sebanyak mungkin.

5. Analisis Perubahan Tutupan Lahan

Citra hasil klasifikasi ditampilkan berdasarkan waktu perekaman citra untuk menghasilkan tampilan areal perubahan penutupan lahan selama periode tahun 2000 – 2010. Analisis perubahan penutupan lahan dilakukan dengan membandingkan peta penutupan lahan tahun 2000 dan tahun 2005, kemudian tahun 2005 dan 2010 serta tahun 2000 dan tahun 2010 dengan cara mengoverlay peta tersebut. Proses analisis perubahan tutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Proses analisis perubahan tutupan lahan Peta Land Use

Peta Land Use

Tahun 2000

Peta Land Use

Tahun 2010 Peta Land Use

Tahun 2005 Overlay (deteksi Perubahan) Overlay (deteksi Perubahan) Overlay (deteksi Perubahan) Peta Perubahan tutupan lahan Tahun 2000-2005 Peta Perubahan tutupan lahan Tahun 2000-2010 Peta Perubahan tutupan lahan Tahun 2005-2010


(54)

Perubahan yang terjadi selama kurun waktu tersebut selanjutnya dibuat dalam bentuk tabel dan grafik untuk memudahkan dalam melihat perubahan lahan yang terjadi.

6. Analisis Perbandingan Kawasan Hutan Tahun 2010 dengan Kawasan Hutan Berdasarkan SK Menhut No 44 Tahun 2005

Setelah tutupan lahan Kabupaten Toba Samosir diklasifikasikan maka akan diperoleh tutupan lahan di Kabupaten Toba Samosir pada Tahun 2010. Untuk melihat perbandingan Kawasan Hutan Tahun 2010 dengan Kawasan Hutan Berdasarkan SK Menhut Ni. 44 Tahun 2005 maka langkah yang dilakukan adalah memperkecil cakupan peta dengan memotong Citra Landsat sesuai dengan kawasan hutan Kabupaten Toba Samosir . Perbandingan Kawasan hutan menurut SK Menhut No. 44 tahun 2005 dengan kondisi kawasan hutan tahun 2010 dapat dilakukan dengan cara mengoverlay peta Kawasan Hutan menurut SK Menhut No. 44 tahun 2005 dengan Peta Penutupan lahan Tahun 2010 yang telah dipotong sesuai dengan kawasan hutan Kabupaten Toba Samosir.


(55)

Analisis Perbandingan Kawasan Hutan Tahun 2010 dengan Kawasan Hutan Berdasarkan SK Menhut No 44 Tahun 2005 digambarkan dalam Bagan alir pada Gambar 13.

Gambar 13. Bagan Alir Prosedur Perbandingan Kawasan Hutan

Peta tutupan lahan Kabupaten Toba Samosir tahun 2010 yang diperoleh dari interpretasi Citra dioverlaykan dengan peta kawasan hutan berdasarkan SK Menhut No. 44 Tahun 2005 serta dapat dilihat perbedaan diantara kedua peta tersebut dengan menggunakan tools changes detection pada software Arcview.

Peta Tutupan Lahan Kabupaten Toba Samosir tahun 2010

Peta perbandingan kawasan hutan SK 44 Tahun 2005 dan

Tutupan Lahan 2010

Peta Kawasan Hutan Berdasarkan SK 44

tahun 2005

Overlay


(56)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Klasifikasi Penutupan Lahan

Hasil klasifikasi citra Landsat tahun 2000, 2005 dan 2010 dengan menggunakan kombinasi Band 543 dengan format RGB (Red, Green, Blue) dengan menggunakan klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification) serta

Digitasi On Screen dan menggunakan metode Maksimum Likelihood mampu

membedakan penutupan lahan yang ada di Kabupaten Toba Samosir karena dengan kombinasi antara metode klasifikasi Terbimbing dan Digitasi On Screen dapat mempermudah proses klasifikasi sehingga diperoleh kelas-kelas penutup lahan yang dominan ada pada daerah terliput.

Penutupan lahan di Kabupaten Toba Samosir secara umum dibagi ke dalam 8 (Delapan) jenis tutupan lahan yaitu Hutan, Kebun Campuran (Pertanian Lahan Kering), Semak Belukar, Sawah, Padang Rumput, Badan Air, Pemukiman, dan Lahan Terbuka. Klasifikasi penutupan lahan dilakukan dengan metode Supervised

Classificasition (Klasifikasi Terbimbing) serta Digitasi On Screen. Adapun nilai Accuracy yang diperoleh dengan menggunakan Maksimum Likelihood pada

metode Supervised Classificasition (Klasifikasi Terbimbing) pada Tahun 2000 adalah sebesar 98.65 %, pada Tahun 2005 adalah sebesar 100%, dan pada Tahun 2010 adalah sebesar 100%. Menurut Jaya (2002) Uji Ketelitian ini bertujuan untuk menguji kebenaran dari hasil interpretasi yang diperoleh dengan cara pengecekan di lapangan serta pengukuran beberapa titik (sampel/area) yang dipilih dari setiap bentuk penutupan lahan yang diinterpretasikan. Besarnya


(57)

tingkat akurasi akan diperoleh dari hasil uji ketelitian. Semakin tinggi nilai akurasi maka hasil interpretasi akan semakin akurat.

Penutupan Lahan Tahun 2000, 2005, dan 2010

Klasifikasi Tutupan Lahan di Kabupaten Toba Samosir pada Tahun 2000, 2005 dan Tahun 2010 untuk setiap jenis tutupan dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 14. Penutupan Lahan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2000, 2005 dan 2010

Besarnya luas setiap Tutupan Lahan pada Tahun 2000, 2005 dan Tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Penutupan Lahan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2000, 2005 dan 2010 Jenis Tutupan

Lahan

Luas (Ha) Tahun 2000

Luas (Ha) Tahun 2005

Luas (Ha) Tahun 2010

Badan Air 72.1760 72.1760 72.1760

Hutan 164334.8890 160798.4340 151013.5340

Kebun Campuran 24951.8260 28567.504 37341.3260

Lahan Terbuka 68.4410 105.6730 92.9130

Padang Rumput 386.1480 386.1480 386.1480

Pemukiman 519.6760 734.345 1035.0070

Sawah 12880.0510 13191.4870 13917.5040


(58)

Klasifikasi Tutupan Lahan di Kabupaten Toba Samosir mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Luas keseluruhan Lahan di Kabupaten Toba Samosir adalah sebesar 207.462,1640 Ha. Tutupan Lahan pada Tahun 2000 didominasi oleh Hutan yaitu sebesar 164.334,8890 Ha kemudian diikuti dengan Kebun Campuran sebesar 24.951,8260 Ha, Sawah sebesar 12.880,0510 Ha, Semak Sebesar 4248,9570 Ha, Pemukiman sebesar 519,6760 Ha, Padang Rumput sebesar 386,1480, Badan Air sebesar 72,1760 Ha dan yang memiliki luas yang paling kecil adalah Lahan Terbuka yaitu sebesar 68,4410 Ha.

Pada Tahun 2005, terjadi penurunan luas Hutan yaitu menjadi 160.798,4340 Ha diikuti dengan Kebun Campuran sebesar 28.567,5040 Ha, Sawah sebesar 13.191,4870 Ha, Semak sebesar 3.603,5560 Ha, Pemukiman sebesar 734.5650 Ha, Padang Rumput sebesar 386,1480, Lahan Terbuka sebesar 105.6730 serta yang memiliki luasan terkecil yaitu Badan Air sebesar 72,1760 Ha.

Berdasarkan data pada Tabel 4 tersebut, dapat diketahui bahwa luasan untuk tutupan berupa hutan mengalami penurunan. Demikian halnya untuk Tahun 2010, luas tutupan lahan berupa Hutan kembali mengalami penurunan menjadi 151.013,5340 Ha sementara Pemukiman, Sawah dan Kebun Campuran terus bertambah yaitu berturut-turut menjadi sebesar 1035,0070 Ha, 37341.3260 Ha, dan 13917.5040 Ha.


(59)

(60)

(61)

(62)

Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2005

Klasifikasi tutupan lahan pada citra Landsat pada Tahun 2000 dan Tahun 2005 yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar Tutupan Lahan mengalami perubahan baik bentuk maupun fungsi. Hal ini terlihat dari adanya perubahan jumlah luasan tiap tutupan Lahan. Perubahan tutupan lahan Hutan menjadi Pertanian Lahan Kering (Kebun Campuran) merupakan perubahan tutupan lahan yang mengalami perubahan yang paling besar pada tahun 2000 hingga tahun 2005 yaitu sebesar 2988.99 Ha. Perubahan tiap tutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 menunjukkan bahwa tutupan lahan berupa hutan selama rentang waktu 5 tahun mengalami perubahan luas dan bentuk yaitu menjadi Lahan Terbuka sebesar 37,2320 Ha, menjadi Sawah sebesar 357,4840 Ha, dan menjadi pemukiman sebesar 174,4510. Tutupan lahan berupa Badan air, Kebun campuran, Sawah, Lahan Terbuka, Pemukiman dan Semak tidak mengalami pengurangan jumlah luasan. Pengurangan jumlah luasan tutupan Hutan dari tahun ke tahun disebabkan oleh aktifitas manusia di sekitar hutan serta untuk kepentingan berbagai pihak.


(63)

Grafik perubahan tutupan lahan pada periode tahun 2000-2005 dapat dilihat pada Gambar 19.


(64)

Tabel 5. Perubahan bentuk dan luas tutupan lahan di Kabupaten Toba Samosir periode Tahun 2000-2005

Tutupan lahan tahun 2005

Perubahan Tutupan lahan Tahun 2005 Total Tahun 2000

Sawah Semak Pemukiman Kebun

Campuran

Hutan Badan Air Lahan

Terbuka

Padang Rumput

Luas (ha) Proporsi (%)

Sawah 12836.844 - - - 12836.844 6.19

Semak - 3603.556 - 630.111 - - - - 4233.667 2.04

Pemukiman - - 559.894 - - - 559.8940 0.27

Kebun Campuran - - - 24948.403 - - - - 2498.4030 12.02

Hutan 357.484 - 174.451 2988.990 160798.434 - 37.232 - 164356.591 79.22

Badan Air - - - 72.176 - - 72.1760 0.04

Lahan Terbuka - - - 68.441 - 68.4410 0.03

Padang Rumput - - - 386.148 386.1480 0.19

Total Luas 2005 13194.328 3603.556 734.345 28567.504 160798.4340 72.1760 105.673 386.148 207462.164 100

Perubahan Tutupan lahan (Ha) 357.484 -630.111 174.451 3619.101 3558.16 - 37.232 -

Perubahan Tutupan Lahan (%) 2.78 -14.88 31.16 14.51 -2.16 - 54.40 -


(65)

(66)

Berdasarkan survei yang telah dilakukan, perubahan tutupan lahan hutan menjadi tutupan lain seperti sawah, pemukiman, atau lahan terbuka disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk baik penduduk yang telah menetap selama bertahun-tahun di wilayah ini atau masyarakat pendatang yang menetap di kabupaten Toba Samosir. Pembukaan wilayah hutan menjadi kebun campuran merupakan penyebab terbesar terjadinya perubahan jumlah luas hutan dan penambahan jumlah luasan kebun campuran bahkan masyarakat di sekitar hutan yang memiliki mata pencaharian sebagi petani lahan kering tidak jarang membakar lahan hutan untuk membuka areal pertanian baru atau membuka akses jalan masuk ke wilayah pertanian yang dimilikinya.

(a) (b)

(c)

Gambar 21. Akibat kebakaran hutan : (a) Hutan, (b) Kebakaran hutan, (c) Akibat kebakaran hutan


(67)

Kebakaran yang terjadi di Kabupaten Toba Samosir biasanya diakibatkan oleh aktivitas manusia, sedangkan kondisi klimatologisnya hanya memberikan sedikit pengaruh. Hal ini berkaitan erat dengan aktivitas penyiapan lahan, seperti lahan pertanian. Ketika api digunakan sebagai alat penyiapan lahan tanpa prosedur yang baik, maka penyebaran yang tidak terkontrol sangat mungkin terjadi dan dapat membakar area lain yang berdekatan. Ketersediaan bahan bakar dari hutan serta keadaan iklim yang kering dapat mengakibatkan api menyebar dengan cepat. Hal ini mengakibatkan perubahan lahan hutan menjadi lahan terbuka dalam jumlah yang besar.

Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2005-2010

Hasil klasifikasi citra Landsat Tahun 2005 dan 2010 di Kabupaten Toba Samosir menunjukkan bahwa selama kurun waktu 5 Tahun perubahan tutupan lahan Kabupaten Toba Samosir tidak jauh berbeda dengan perubahan tutupan lahan pada kurun waktu 2000-2005. Perubahan tutupan yang terbesar adalah tutupan lahan berupa hutan yang mengalami perubahan jumlah luasan dan bentuk menjadi kebun campuran yaitu sebesar 8775.039 Ha sehingga kebun campuran mengalami penambahan luas sehingga menjadi sebesar 37342.543 Ha. Perubahan tutupan lahan ini dapat dilihat pada Tabel 6.

Penutupan lahan hutan juga mengalami perubahan bentuk menjadi sawah yaitu sebesar 723,1760 Ha sehingga sawah mengalami penambahan jumlah luasan sehingga menjadi 13917,5040 Ha. Pada periode tahun 2005-2010 tutupan lahan berupa lahan terbuka mengalami penutunan jumlah luasan menjadi 92,913 Ha. Lahan terbuka tersebut mengalami perubahan bentu menjadi pemukiman sebesar 120,7190 Ha sehingga pemukiman mengalami penambahan jumlah luasan


(68)

(69)

Tabel 6. Perubahan bentuk dan luas tutupan lahan di Kabupaten Toba Samosir periode tahun 2005-2010 Penutupan lahan tahun 2010

Perubahan Tutupan Lahan tahun 2010 Total Tahun 2005

Badan

Air Hutan Kebun

Lahan

Terbuka Pemukiman Sawah

Padang

Rumput Semak

Luas (Ha)

Proporsi (%))

Badan air 72.1760 - - - 72.176 0.03

Hutan - 151012.317 8775.039 51.8670 236.0350 723.1760 - - 160798.434 77.5

Kebun - - 28567.504 - - - 28567.504 13.77

Lahan Terbuka - - - 41.0460 120.7190 - - - 161.765 0.08

Pemukiman - - - - 678.2530 - - - 678.253 0.33

Sawah - - - 13194.3280 - - 13194.328 6.36

Padang Rumput - - - 386.1480 - 386.148 0.19

Semak - - - 3603.5560 3603.5560 1.74

Total Luas 72.1760 151012.317 37342.543 92.9130 1035.0070 13917.5040 386.1480 3603.5560 207462.164 100

Perubahan Tutupan Lahan (Ha) - -9786.1170 8775.039 -585.340 356.7540 723.1760 - -

Perubahan Tutupan Lahan (%) - -6.08 30.72 -361.84 52.60 5.48 - -


(70)

(71)

Padang rumput merupakan jenis tutupan lahan yang tidak memiliki perubahan jumlah luasan selama periode tahun 2005-2010. Berdasarkan survei yang telah dilaksanakan dapat diketahui bahwa padang rumput secara umum di temukan di wilayah perbukitan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai padang penggembalaan. Setiap hari masyarakat yang memiliki mata pencarian sebagai penggembala menggembalakan ternaknya di wilayah ini sehingga tidak diperlukan biaya yang besar untuk mendapatkan makanan ternak.

Gambar 24. Tutupan lahan padang rumput

Masyarakat melakukan pembukaan hutan dengan berpindah-pindah dengan alasan untuk dijadikan sebagai lahan pertanian. Pembukaan hutan dilakukan dengan cara membakar lahan hutan karena dianggap lebih praktis dan mudah tanpa memikirkan apa akibat yang akan ditimbulkan dari kebakaran hutan. Sampai saat ini masyarakat tidak menguasai teknik penyiapan lahan lain yang sederhana dan murah seperti dengan menggunakan api. Hal tersebut dikarenakan pengetahuan yang masih terbatas mengenai alternatif-alternatif


(72)

untuk penyiapan lahan tanpa dibakar. Selain itu, masyarakat setempat juga memiliki pengetahuan pengendalian kebakaran yang masih terbatas.

Gambar 25. Kegiatan pemadaman kebakaran hutan

Ketika kebakaran terjadi, teknik penanganan kebakaran yang dilakukan masih terbatas dan peralatan yang digunakan kurang memadai. Karena itu, ketika angin kencang datang dan menyebabkan kebakaran yang hebat, penanganan kebakaran tidak dapat dilakukan secara efektif. Demikian pula, kurangnya pengetahuan dalam tindakan pencegahan dan pasca kebakaran, sementara daerah kabupaten Toba Samosir merupakan salah satu DTA (Daerah Tangkapan Air) Danau Toba yang diharapkan agar dapat terus terjaga untuk mengendalikan ekologi. Kebakaran hutan di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan degradasi lahan di area tersebut.


(73)

Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2010

Perubahan tutupan lahan periode Tahun 2000-2010 merupakan akumulasi dari perubahan tutupan lahan yang terjadi pada periode Tahun 2000-2005 dan Tahun 2005-2010 sehingga diperoleh perubahan tutupan selama 10 Tahun secara keseluruhan yaitu dari Tahun 2000 hingga Tahun 2010 yang dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa Hutan merupakan jenis tutupan lahan terbesar yang mengalami perubahan jumlah luasan dalam kurun waktu 10 tahun. Selama kurun waktu 10 tahun, hutan mengalami penurunan jumlah luasan dan perubahan bentuk tutupan.

Perubahan tutupan lahan hutan menjadi kebun campuran merupakan jenis perubahan dengan jumlah yang paling besar yang menyebabkan tutupan lahan hutan berkurang. Tutupan lahan hutan yang berubah menjadi kebun campuran adalah sebesar 11643,432 Ha. Lahan hutan yang berubah menjadi pemukiman adalah sebesar 307,034 Ha, sementara yang berubah menjadi sawah adalah sebesar 1086.66 Ha dan menjadi lahan terbuka adalah sebesar 89.099 Ha sehingga tutupan hutan pada tahun 2010 mengalami pengurangan hingga 8,12% atau sebesar 13344,27 Ha dari luas mula-mula pada tahun 2000 yaitu sebesar 164356,591 Ha.


(1)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1.

Selama periode tahun 2000-2010, tutupan lahan di Kabupaten mengalami

perubahan terutama perubahan tutupan lahan hutan menjadi pertanian

lahan kering atau kebun campuran, pemukiman, semak, lahan terbuka, dan

persawahan.

2.

Kawasan hutan menurut SK Menhut No 44 tahun 2005 pada kenyataannya

di lapangan tidak hanya berupa hutan tetapi pemukiman, kebun campuran,

semak, padang rumput, sawah dan lahan terbuka.

Saran

Ketepatan informasi tutupan lahan akan memberikan kemudahan dalam

melakukan pemantauan tehadap perubahan tutupan lahan sehingga diperlukan

interpretasi citra dengan menggunakan citra yang memiliki resolusi spasial yang

lebih baik. Perlu diadakan revisi SK Menhut No 44 Tahun 2005 berdasarkan

fakta lapangan yang sebenarnya untuk menghindari konflik-konflik mengenai

batas kawasan hutan antara masyarakat dengan pemerintah.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Bakosurtanal, 2003. Inventarisasi Data Dasar Survei Sumberdaya Alam Pesisir

dan Laut. Sumberdaya mangrove Pulau Madura dan Kep. Kangean Jawa

Timur.

http://pssdal.Bakosurtanal.go.id/laporan/2003/lap_000045.pdf.

[6 Maret 2011]

---2007. Pedoman Penyusunan Direktori Pulau-pulau Kecil. Badan

Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. Pusat Survei Sumber Daya

Alam Laut. http://pssdal. Bakosurtanal.go.id/laporan/ 2003/ lap2003_

000045.pdf [6 Maret 2011]

BPS. 2010. Statistik Daerah Kabupaten Toba Samosir. Badan Pusat Statistik

Kabupaten Toba Samosir. Balige

Departemen Kehutanan. 2008. Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun

2008. Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Kehutanan. Badan Planologi

Kehutanan. Departemen Kehtanan.

FWI/GFW. 2001. Keadaan Hutan Indonesia. Bogor , Indonesia: Forest Watch

Indonesia dan Washington D.C. Global Forest Watch.

Howard, J.A. 1996. Penginderaan Jauh Untuk Sumberdaya Hutan, Teori dan

Aplikasi. UGM. Yogyakarta

Jaya. I.N.S. 2002. Penginderaan Jauh Satelit untuk Kehutanan. Laboratorium

Inventarsisasi Hutan, Jurusan Manjemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB

Khalil, B. 2009. Analisis Perubahan Penutupan Lahan di Hutan Adat Kasepuhan

Citorek, Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Departemen

Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas kehutanan IPB

Lillesand dan Kiefer, 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Dulbahri

(Penerjemah). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Lo, C.p. 1995. Penginderaan jauh Terapan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Prahasta, E. 2005. Sistem Informasi Geografis. Edisi Revisi, Cetakan kedua.

C.V.Informatika. Bandung.

Puntodeao, dkk. 2003. Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan Sumberdaya

Alam. CIFOR. Jakarta

Rahmad, 2002. Inventarisasi Sumber Daya Lahan Kabupaten Pelalawan dengan

Menggunakan Data Citra Satelit. Volume v (No. 1).


(3)

Ratnasari, E. 2000. Pemantauan Kebakaran Hutan dengan Menggunakan Data

Citra NOAA-AVHRR dan Citra Landsat-TM. Skripsi Mahasiswa

Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak

Dipublikasikan.

Riano, P et al. 2002. Generation of fuel Type Maps from Landsat TM Images and

Ancillary Data in Mediterranean Ecosystems. Pg. 1301. www.usu.ac.id .

[6 Maret 2011]

Sitorus, J. Dkk. 2006. Kajian Model Deteksi Perubahan Penutup Lahan

Menggunakan Data Inderaja Untuk Aplikasi Perubahan Lahan Sawah.

PUSBANGJA LAPAN.http://www.lapanrs.com/ INOVS /PENL I/ind/

INOVS--PENLI--255--ind-laplengkap--jansen_upap_2006.pdf [6 Maret

2011].

Sukojo, B.M, dan Diah S. 2003. Penerapan Metode Penginderaan Jauh Dan

Sistem Informasi Geografis Untuk Analisa Perubahan Penggunaan

Lahan. Makara, Teknologi, Vol. 7, No. 1.

Sulistiyono, S. 2008. Aplikasi Teknologi Penginderaan Jarak Jauh Mendeteksi

Pola Penggunaan Lahan di DAS Cikaso kabupaten Sukabumi, Jawa

Barat http://www.google.co.id/Frepository.usu.ac.id/kpr-jun2008.pdf

[6 Maret 2011]

Thoha, A.S. 2008. Karakteristik Citra Landsat. Universitas Sumatera Utara.

Medan

Wahyunto. 2007. Peranan Citra Satelit Dalam Penentuan Potensi Lahan.

http://www.litbang.deptan.go.id/warta-ip/pdf-file/wahyunto-13.html.

[6 Maret 2011]

Wahyunto, dkk. 2004. Aplikasi Teknologi Penginderaan Jauh Dan Uji

Validasinya Untuk Deteksi Penyebaran Lahan Sawah dan

Penggunaan/Penutupan Lahan. Informatika Pertanian Volume 13.

Wijaya CI. 2004. Analisis Perubahan Penutupan Lahan Kabupaten Cianjur Jawa

Barat Menggunakan Sistem Informasi Geografis [skripsi]. Bogor:

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut

Pertanian Bogor.


(4)

Lampiran 1. Titik Ground Check di Lapangan

No X=Longitude Y=Latitude X Y Perubahan

1 98 55 08.05 2 37 50.31 98.918903 2.630642 Hutan-Hutan

2 98 55 23.60 2 36 59.50 98.923222 2.616528 Hutan-Hutan

3 98 55 48.86 2 36 55.59 98.930239 2.615442 Hutan-Kebun Campuran

4 98 55 51.79 2 37 54.23 98.931053 2.631731 Hutan-Kebun Campuran

5 98 56 16.19 2 35 56.65 98.937831 2.599069 Kebun Campuran-Kebun Campuran

6 98 56 23.84 2 36 51.05 98.939956 2.614181 Hutan-Kebun Campuran

7 99 02 18.76 2 35 14.31 99.038544 2.587308 Hutan-Kebun Campuran

8 99 3 29.29 2 30 34.93 99.058136 2.509703 Hutan-Kebun Campuran

9 99 2 54.02 2 31 28.15 99.048339 2.524486 Hutan-Hutan

10 99 3 44.73 2 33 16.79 99.062425 2.554664 Kebun Campuran-Kebun Campuran

11 99 06 51.73 2 27 50.48 99.081036 2.464022 Kebun Campuran-Kebun Campuran

12 99 06 16.45 2 26 30.66 99.108517 2.441850 Semak-Semak

13 99 05 59.09 2 27 41.61 99.099747 2.461558 Hutan-Kebun Campuran

14 99 05 49.12 2 27 02.62 99.096978 2.450728 Sawah-Sawah

15 99 06 38.96 2 28 12.80 99.110822 2.470222 Kebun Campuran-Kebun Campuran

16 99 05 01.50 2 25 15.28 99.083750 2.420911 Hutan-Hutan

17 99 05 47.06 2 26 32.14 99.096406 2.442261 Hutan-Hutan

18 99 07 59.35 2 31 35,15 99.133153 2.526431 Sawah-Sawah

19 99 07 40.24 2 30 19.77 99.127844 2.505547 Sawah-Sawah

20 99 07 22.99 2 28 56.79 99.123053 2.482442 Hutan-Hutan

21 99 07 37.29 2 28 09.69 99.127025 2.469358 Hutan-Hutan

22 99 06 03.25 2 32 16.65 99.100903 2.537958 Sawah-Sawah

23 99 06 54.68 2 31 15.94 99.115189 2.521094 Sawah-Sawah

24 99 08 2.46 2 31 24.67 99.135556 2.523519 Kebun Campuran-Kebun Campuran

25 99 07 28.82 2 31 10.47 99.124672 2.519575 Kebun Campuran-Kebun Campuran

26 99 10 25.4 2 27 43.3 99.173722 2.462028 Pemukiman-Pemukiman

27 99 11 05.1 2 27 47.8 99.184750 2.463278 Pemukiman-Pemukiman

28 99 12 20.4 2 29 50.9 99.205667 2.497472 Semak-Semak

29 99 11 51.9 2 28 31.2 99.197750 2.475333 Semak-Semak

30 99 09 38.6 2 25 53.9 99.160722 2.431639 Badan Air-Badan Air

31 99 12 04.72 2 23 53.94 99.201311 2.398317 Sawah-Sawah


(5)

Lanjutan lampiran 1

34 99 12 18.93 2 20 19.03 99.205258 2.338592 Kebun Campuran-Kebun Campuran

35 99 13 10.38 2 20 09.85 99.219550 2.336069 Padang Rumput-Padang Rumput

36 99 12 18.3 2 23 4.3 99.205083 2.384528 Hutan-Hutan

37 99 12 46.45 2 20 11.25 99.203125 2.336458 Hutan-Hutan

38 99 09 18.4 2 23 25.5 99.155111 2.390417 Sawah-Sawah

39 99 10 05.7 2 23 51.5 99.168250 2.397639 Sawah-Sawah

40 99 10 28.8 2 24 44.4 99.174667 2.412333 Sawah-Sawah

42 99 10 47.54 2 19 43.40 99.179872 2.328722 Sawah-Sawah

43 99 07 18.14 2 20 10.77 99.121706 2.336325 Sawah-Sawah

44 99 08 46.31 2 20 53.63 99.146197 99.146197 Sawah-Sawah

45 99 09 40.68 2 20 34.41 99.161300 99.342892 Sawah-Sawah

46 99 09 53.90 2 19 30.84 99.164972 99.164972 Kebun Campuran-Kebun Campuran

47 99 06 01.73 2 20 40.34 99.100481 2.344539 Sawah-Sawah

48 99 06 26.91 2 19 53.64 99.107475 2.331567 Pemukiman-Pemukiman

49 99 06 12.26 2 19 42.44 99.103406 2.328456 Hutan-Hutan

50 99 05 22.29 2 20 06.10 99.089525 2.335006 Kebun Campuran-Kebun Campuran

51 99 03 33.41 2 19 45.24 99.059281 2.329233 Hutan-Hutan

52 99 03 34.53 2 18 39.39 99.059592 2.310942 Hutan-Hutan

53 99 00 10.77 2 18 38.64 99.002992 2.310733 Hutan-Sawah

54 99 00 19.81 2 18 06.00 99.005503 2.301667 Hutan-Sawah

55 99 00 35.42 2 17 48.23 99.009839 2.296731 Hutan-Hutan

56 98 59 54.75 2 18 23.35 98.998542 2.306486 Hutan-Hutan

57 98 59 36.09 2 18 11.18 98.993358 2.303106 Hutan-Hutan

58 98 59 31.34 2 17 57.32 98.992039 2.299256 Hutan-Hutan

59 99 13 17.81 2 21 11.70 99.221614 2.353250 Hutan-Hutan

60 99 14 41.63 2 26 33.18 99.244897 2.442550 Hutan-Hutan

61 99 12 41.2 2 30 04.30 99.201194 2.501194 Hutan-Hutan

62 99 13 26.3 2 30 13.5 2.503750 2.503750 Hutan-Hutan

63 99 12 57.39 2 10 08.35 99.215942 2.168986 Hutan-Kebun Campuran

64 99 12 47.10 2 10 12.4 99.213083 2.170111 Hutan-Kebun Campuran

65 99 19 25.82 2 11 03.96 99.323839 2.184433 Hutan-Kebun Campuran

66 99 19 15.02 2 10 31.38 99.320839 2.175383 Hutan-Kebun Campuran

67 99 20 15.64 2 10 16.33 99.337678 2.171203 Hutan-Hutan


(6)

Lanjutan lampiran 1

69 99 18 24.08 2 24 31.66 99.308794 2.408794 Hutan-Kebun Campuran

70 99 18 37.97 2 24 31.65 99.310547 2.408792 Hutan-Kebun Campuran

71 99 19 29.39 2 19 14.48 99.324831 2.320689 Hutan-Kebun Campuran

72 99 20 15.47 2 18 21.26 99.337631 2.305906 Hutan-Kebun Campuran

73 99 20 34.59 2 19 49.94 99.342942 2.330539 Hutan-Hutan

74 99 20 38.81 2 23 03.07 99.344114 2.384186 Hutan-Hutan

75 99 34 51.28 2 19 43.75 99.580911 2.328819 Hutan-Hutan

76 99 34 48.78 2 18 59.37 99.583158 2.316492 Hutan-Hutan

77 99 32 5.25 2 20 26.68 99.534792 2.340744 Hutan-Hutan

78 99 31 04.75 2 18 43.17 99.517986 2.311992 Hutan-Hutan

79 99 31 47.55 2 17 23.40 99.529875 2.289833 Hutan-Hutan