PENERAPAN SANKSI TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA DALAM PERSPEKTIF RESTORATIVE JUSTICE di Wilayah Hukum Polres Mataram
Fahrurrozi
Dosen Tetap Hamzar Lombok Timur-NTB email : fahrurrozish@yahoo.co.id
Naskah diterima : 02/02/2015; direvisi : 30/03/2015; disetujui : 05/04/2015
Abstract This research aims are to analyze the implementation of sanction on children as criminal in restorative justice perspective. Legal issues that arise on this research are, how is the sanction implementation on
children as a criminal on restorative justice perspective in Polres Mataram Jurisdiction and how the effectivity of sanction implementation on children as criminal on restorative justice perspective in Polres Mataram Jurisdiction. This research is normative-empirical legal research beside the use of statute this research also use the data on the field related to the issues on this research. Can be concluded that the sanction implementation against children as criminal on restorative justice perspective in Polres Mataram Jurisdiction is be returned according to article 11 and 71 paragraph (1) letter b number
3 Law Number 11 Year 2012. And the effectiveness on sanctions implementation against children on restorative justice perspective in Polres Mataram Jurisdiction is quite effective because of victim, criminal and society feel satisfied with the restorative justice settlement.
Kay Word : Sanctions, Children, Restorative Justice.
Abstrak Penelitian ini bertujuan menganalisis penerapan sanksi terhadap anak sebagai pelaku tindak
pidana dalam perspektif restorative justice. Isu hukum yang muncul dalam penelitian ini meliputi: Bagaimana penerapan sanksi terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dalam perspektif restorative justice di Wilayah Hukum Polres Mataram, serta Bagaimana efektivitas penerapan sanksi terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dalam perspektif restorative justice di Wilayah Hukum Polres Mataram. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris berdasarkan pertimbangan bahwa selain berangkat dari Undang-undang maka peneliti juga menggali apa yang ada di lapangan terkait dengan judul yang peneliti angkat. Dapat disimpulkan, bahwa penerapan sanksi terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dalam perspektif restorative justice di Wilayah Hukum Polres Mataram adalah dikembalikan kepada orang tuanya sesuai dengan Pasal 11 dan Pasal 71 ayat (1) huruf b angka 3 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012. Sedangkan efektivitas penerapan sanksi terhadap anak dalam perspektif restorative jusitce di Wilayah Hukum Polres Mataram adalah cukup efektif karena korban, pelaku dan masyarakat puas dengan penyelesaian secara restorative justice dan mengingat lahirnya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Kata Kunci : Sanksi, Anak, Restorative Justice.
PENDAHULUAN
manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Dalam konstitusi indo-
a nak adalah bagian yang tidak ter- nesia, anak memiliki peran strategis yang pisahkan dari keberlangsungan hidup
IUS 189 Kajian Hukum dan Keadilan
J Urnal IUS | Vol III | Nomor 7 | April 2015 | hl m, 189~206
secara tegas dinyatakan bahwa negara hukum, lebih tepatnya diatur dalam Pasal menjamin hak setiap anak atas ke ber-
59 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 langsungan hidup, tumbuh, dan ber kembang tentang Perlindungan Anak. 3 serta atas perlindungan dari keke rasan dan diskriminasi. 1
Perlindungan terhadap anak tidak hanya diberikan kepada anak yang menjadi korban
Perkembangan kemajuan budaya dan tindak pidana, namun juga kepada anak Ilmu Pengetahuan dan Teknologi mem- yang menjadi pelaku tindak pidana,sehingga buat perilaku manusia di dalam hidup dalam proses hukum apalagi dalam mem- bermasyarakat dan bernegara justru se- berikan putusan pidana seharusnya juga makin kompleks. Perilaku demikian apa- mempertimbangkan masa depan si anak bila ditinjau dari segi hukum tentunya ada karena bagi suatu negara, anak merupakan perilaku yang dapat dikategorikan sesuai harapan masa depan negara. dengan norma dan ada perilaku yang tidak
Terhadap anak yang melakukan sesuai dengan norma.
tindak pidana ini juga dikenai sanksi Perilaku yang tidak sesuai dengan pidana. Berbicara mengenai pemidanaan norma inilah yang dapat menimbul- ter hadap anak sering menimbulkan per- kan permasalahan di bidang hukum dan debatan, karena masalah ini mempunyai merugikan masyarakat, sehingga oleh konsekuensi yang sangat luas baik me- masyarakat dianggap sebagai suatu pe- nyangkut diri prilaku maupun masya rakat.
langgaran, bahkan sebagai suatu kejahatan. 2 Pemidanaan merupakan unsur dari hukum pidana,dimana pemidanaan itu mempunyai
Anak-anak yang melanggar norma yang akibat negatif bagi orang yang diberikan hidup dalam masyarakat dan melakukan
sanksi pidana.
tindak pidana dikatakan sebagai anak yang berhadapan dengan hukum. Anak yang
Seiring dengan perkembangan zaman, berhadapan dengan hukum adalah anak dan dengan mendasarkan pada kovenan yang berkonflik dengan hukum, anak yang internasional yang telah diratifikasi oleh menjadi korban tindak pidana, dan anak Pemerintah Indonesia melalui Keputusan yang menjadi saksi tindak pidana.
Presiden R.I Nomor 36 tahun 1990 tentang Konvensi Anak. Berdasarkan pada
Anak bukanlah miniatur orang dewasa, kepentingan terbaik bagi anak kemudian
anak mempunyai ciri dan karakteristik muncullah istilah “Restorative Justice” (RJ) tersendiri, sehingga harus diperlakukan yang merupakan hal baru dan akhir-akhir
secara berbeda (istimewa) pula, sehingga ini dikenal dalam sistem peradilan pidana harus memperhatikan hak-haknya, ke- Indonesia khususnya dalam penanganan
langsungan hidupnya di masa depan, dan anak yang berkonflik dengan hukum atau juga harus mempertimbangkan kepentingan yang biasa diistilahkan dengan ABH.
terbaik bagi anak, oleh karena itu Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Restorative Justice merupakan salah
satu cara (alternatif) penyelesaian perkara Perlindungan Anak telah mengatur tentang
pidana anak di luar jalur konvensional perlindungan khusus yang dapat diberikan
(peradilan). Dengan adanya Restorative terhadap anak yang berhadapan dengan
Justice, maka penyelesaian perkara pidana
Konsep Anak Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
3 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 Ten- 2 Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Sinar
tang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Ta- Grafika, Jakarta, 2004, hlm. 1.
hun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
190 IUS Kajian Hukum dan Keadilan
Fahrurrozi|Penerapan Sanksi Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Dalam Perspektif ....... anak yang berkonflik dengan hukum namun perbuatan yang menyakitkan itu
tidak harus melalui jalur peradilan. Dalam disembuhkan dengan pemberian dukungan perkembangannya kemudian disusun kepada korban dan mensyaratkan pelaku RUU Sistem Peradilan Pidana Anak, untuk bertanggungjawab, dengan bantuan yang didalamnya menyebutkan mengenai keluarga dan masyarakat bila diperlukan. istilah keadilan restoratif yang diartikan
Berdasarkan latar belakang di atas, sebagai suatu penyelesaian secara adil yang
mendorong penyusun untuk melakukan melibatkan pelaku, korban, keluarga mereka penelitian dengan judul Penerapan Sanksi dan pihak lain yang terkait secara bersama
Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak sama mencari penyelesaian terhadap tindak Pidana Dalam Perspektif Restorative Justice pidana tersebut dan implikasinya dengan
di Wilayah Hukum Polres Mataram. Masalah menekankan pemulihan kembali pada yang menjadi fokus dalam penelitian tesis keadaan semula bukan pembalasan.
ini adalah penerapan sanksi terhadap
Di Indonesia ajaran tentang restorative anak sebagai pelaku tindak pidana dalam justice baru mulai diperhatikan semenjak perspektif restorative justice di Wilayah dirancangnya Undang-undang Nomor 35 Hukum Polres Mataram, dan efektivitas Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak penerapan sanksi terhadap anak dalam terutama dalam ruang lingkup sistem perspektif restorative justice di Wilayah peradilan pidana anak atau dalam istilah Hukum Polres Mataram. asing dikenal dengan istilah Juvenile Justice
Dalam penelitian ini, jenis penelitian System (JJS).
adalah penelitian hukum normatif, yaitu
Adanya undang-undang terbaru yaitu suatu penelitian dimana hukum dikonsep- Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 sikan sebagai apa yang tertulis dalam tentang Sistem Peradilan Pidana Anak maka peraturan perundang-undangan (law in sistem peradilan anak wajib mengutamakan books) atau hukum yang dikonsepsikan
pendekatan keadilan restoratif. 4 sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan prilaku manusia yang dianggap
Lahirnya pemikiran tentang model pantas. 5 Namun, untuk memperkaya hasil restorative justice diharapkan anak akan penelitian ini, maka peneliti juga me-
mendapat hak yang semestinya. Dalam ke- nempatkan pendekatan hukum empiris adilan restoratif ini fokusnya adalah pada sebagai upaya untuk menggali berbagai
penyelesaian masalah, tanggungjawab, ke- kasus-kasus yang terjadi secara faktual, wajiban dan masa depan apa yang harus khususnya dengan penerapan sanksi
dilakukan, dengan melakukan dialog dan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana negosiasi normal, sebagai cara untuk mem- dalam perspektif restorative justice.
berikan pemulihan kepada dua belah pihak “rekonsiliasi/restorasi” sebagai tujuan akhir.
Pendekatan ini dilakukan karena dalam penelitian hukum tidak dikenal adanya
Konsep restorative justice pada dasarnya dikotonomi antara penelitian normatif dan
merupakan ukuran sederhana dari keadilan, empiris. Hal ini tergambar dalam ungkapan yang tidak lagi berdasarkan pembalasan Peter Mahmud Marzuki, bahwa :
setimpal dari korban kepada pelaku (baik secara fisik, psikis atau hukuman), Dikotonomi dalam penelitian hukum
5 Amirudin & Zainal Asikin, Pengantar Metode Pene- 4 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang
litian Hukum, (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2012), Sistem Peradilan Pidana Anak
hlm. 118.
Kajian Hukum dan Keadilan IUS 191
J Urnal IUS | Vol III | Nomor 7 | April 2015 | hl m, 189~206 normatif dan penelitian hukum empiris PEMBAHASAN
adalah menyesatkan karena tidak
1. Penerapan Sanksi Terhadap Anak mempunyai dasar hukum berpijak.
Sebagai Pelaku Tindak Pidana Dalam Dapat diketahui bahwa yang membuat Perspektif Restorative Justice di Wilayah
dikotonomi semacam itu tidak paham
Hukum Polres Mataram
terhadap ilmu hukum, begitu juga dikotonomi antara penelitian normatif
Data Tindak Pidana Anak Di Unit PPA
dan penelitian empiris tidak dikenal, baik Polres Mataram Tahun 2012-2014adalah di negara-negara common law system sebagai berikut : maupun civil law system. 6
Dalam penelitian ini di- TAHUN
KET tekankan untuk dilaku kan 2012 2013 2014
NO
JENIS TP
penelitian yang terkait den-
7 13 3 23 gan asas-asas hukum, sebab
1 PENGANIAYAAN
tidak setiap pasal dalam suatu 2 PENGEROYOKAN
3 6 alnya, me ngandung kaidah-
perundang-undangan mis- 3 PENCABULAN
1 2 1 4 kaidah hukum, Menurut So-
4 BERSETUBUH
erjono Soekanto, “...ada pasal- 5 PERKOSAAN
1 batasan saja sebagaimana
pasal yang hanya merupakan 6 BAWA LARI
lazimnya ditemukan pada bab- 7 PENCURIAN
bab ketentuan umum dari pe- 8 PORNOGRAFI
1 Berdasarkan
rundang-undangan tersebut. 7 9 PENGANCAMAN
17 23 9 penelitian ini, maka pe nelitian
pendeka tan
JUMLAH
Sumber: Unit PPA Polres Mataram menitik beratkan pada asas-
asas hukum, per aturan perundang-undan- Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa gan yang terkait dengan penerapan sanksi pada tahun 2012 anak yang melakukan
terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana tindak pidana sebanyak 17 anak, jenis tindak dalam perspektif restorative justice, serta pidana yang dilakukan anak tersebut seperti menemukan aturan-aturan tentang anak se- penganiayaan, pengeroyokan, pencabulan, bagai pelaku tindak pidana dalam perspektif bersetubuh, perkosaan, bawa lari (membawa restorative justice.
anak orang tanpa persetujuan orang tua),
Selain itu, pendekatan penelitian empiris dan pencurian. Dari 7 jenis tindak pidana ini juga mengungkap berbagai kasus-kasus yang dilakukan oleh anak tersebut, maka yang faktual terkait dengan adanya berbagai kasus anak yang diselesaikan secara res- kasus-kasus anak.
torative justice sebanyak 14 kasus anak dengan kasus penganiayaan, pengeroyokan, pencabulan, bersetubuh, dan pencurian.
6 Mukti Fadjar & Yulianto Ahmad, Dualisme Peneli- tian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta; Pustaka
Pada tahun 2013 anak yang melakukan
Pelajar, 2010), hlm. 154.
tindak pidana sebanyak 24 anak, jenis tindak
7 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta Rajawali Pers, 2010),
pidana yang dilakukan anak tersebut seperti
hlm. 62.
192 IUS Kajian Hukum dan Keadilan
Kajian Hukum dan Keadilan 193 IUS
Fahrurrozi|Penerapan Sanksi Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Dalam Perspektif ....... penganiayaan, pengeroyokan, bersetubuh,
perkosaan, pornografi, dan pengancaman. Dari 6 jenis tindak pidana yang dilakukan oleh anak tersebut, maka kasus anak yang diselesaikan secara restorative justice sebanyak 18 anak dengan kasus pe- nganiayaan, pengeroyokan, bersetubuh, perkosaan, dan pengancaman. Sedangkan Pada tahun 2014 anak yang melakukan tindak pidana sebanyak 9 anak, jenis tindak pidana yang dilakukan anak tersebut seperti penganiayaan, pengeroyokan, pen- cabulan, dan bersetubuh. Dari 4 jenis tindak pidana yang dilakukan oleh anak tersebut, maka kasus anak yang diselesaikan secara restorative justice sebanyak 6 anak dengan kasus penganiayaan, pengeroyokan, pen- cabulan, dan bersetubuh.
Berdasarkan data statistik kriminal di atas, terlihat bahwa jumlah anak yang melakukan tindak pidana dan ditangani oleh Satuan Kriminal Polres Mataram cukup tinggi dengan rata-rata 40% dari seluruh jumlah kasus yang ditangani, dalam penyelesainnya pun cukup tinggi dengan rata-rata penyelesaian sebesar 70%. Dalam proses penyelesaian kasus, baik pelaku maupun korban cenderung memilih penerapan konsep restorative justice dengan jalan kesepakatan untuk berdamai dari pada harus melalui jalur pengadilan.
Sehubungan dengan hal tersebut, kasat PPA Polreas Mataram mengatakan bahwa: Memang dalam beberapa perkara yang melibatkan anak sebagai pelakunya, ter utama kasus-kasus yang kerugian materiilnya kecil, antara korban dan pelaku lebih memilih penyelesaiannya melalui jalan perdamaian, karena mereka merasa lebih memperoleh kemudahan dan tidak berlarut- larut. 8
8 Wawanara dengan Kasat PPA Polres Mataram tgl 12 januari 2015
Salah satu contoh konkret perkara pidana yang dilakukan oleh anak yang ditangani oleh unit PPA Polres Mataram, dikemukakan perkara pidana yang dilakukan Bintang (bukan nama asli) telah melakukan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan secara bersama-sama dimuka umum terhadap Feb- riatun yang mengakibatkan luka di bagian kepala dan punggung.
Dari kasus di atas selanjutnya telah terjadi penyelesaian secara kekeluargaan berupa:
a. Saudara Bintang (bukan nama aslinya) yang merupakan anak disangka melakukan tindak pidana penganiayaan yang di- lakukan secara bersama-sama dimuka umum sebagaimana diatur dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP menyatakan Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan atau Pasal 351 ayat (1) KUHP menyatakan Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, dikembalikan kepada orang tuanya sesuai surat pernyataan terlampir demi mendapatkan pembinaan lebih lanjut oleh orang tuanya, BAPAS, dan LPA agar anak tersebut mendapatkan haknya untuk melanjutkan pendidikan yang pelaksanaannya dalam pengawasan instansi-instansi terkait di atas.
b. Pembinaan terhadap saudara Bintang (bukan nama aslinya) dilakukan dirumah orang tuanya sesuai kesepakatan (surat pernyataan terlampir).
c. Bahwa diversi ini dilakukan karena sau- dara Bintang (bukan nama aslinya) hanya baru kali ini melakukan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan secara
J Urnal IUS | Vol III | Nomor 7 | April 2015 | hl m, 189~206
bersama-sama dimuka umum sebagaimana kerugian yang besar, menyebabkan luka
dimaksud dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP berat apalagi menimbulkan kematian pe- menyatakan Barang siapa dengan terang- midanaan tentunya tetap menjadi bentuk terangan dan dengan tenaga bersama penyelesaian yang utama. menggunakan kekerasan terhadap orang
Sesuai dengan tanggapan dari Kasat PPA atau barang, diancam dengan pidana polres Mataram,yang mengatakan bahwa: penjara paling lama lima tahun enam bulan
Mengingat kasus yang ditangani oleh atau Pasal 351 ayat (1) KUHP menyatakan penyidik Polres Mataram cukup banyak, Penganiayaan diancam dengan pidana
maka untuk efisiensi dan kecepatan pe- penjara paling lama dua tahun delapan nanganan perkara, memang ada beberapa bulan atau pidana denda paling banyak
kasus yang melibatkan anak sebagai pe- empat ribu lima ratus rupiah dan diversi laku, penyidik menerapkan konsep ke- ini tidak berlaku apabila saudara bintang adilan restoratif yang tentunya dengan mengulangi perbuatannya tersebut. mempertimbangkan dan memperhatikan
d. Pihak terlapor mengakui telah memukul dari berbagai aspek, misalnya kerugian kepala belakang korban menggunakan yang ditimbulkan kecil, tidak menimbulkan helm sebanyak satu kali dan memukul korban jiwa, dan yang paling penting kedua punggung dengan tangan terkepal kepada belah pihak sepakat untuk diselesaiikan
korban pada haru kamis tanggal 29 mei secara kekeluargaan. 9 2014 sekitar pukul 13.30 wita bertempat di
Melihat kasus anak yang diselersaikan laundri yang beralamat di jalan dewanata secara restorative justice maka anak tersebut No.14 Lingkungan. Wanasara, kelurahan
dikembalikan kepada orang tuanya sesuai cilinaya, kecamatan cakranegara kota dengan Pasal 11 Undang-undang Nomor mataram.
11 Tahun 2012 menyebutkan bahwa hasil
e. Pihak korban memaafkan perbuatan kesepakatan diversi dapat berbentuk, antara
ter lapor dan perkara terlapor saudara lain: Bin tang (bukan nama aslinya) tidak
a. Perdamaian dengan atau tanpa ganti akan dilanjutkan ke tingkat pengadilan
kerugian
mengingat terlapor masih dibawah umur.
b. Penyerahan kembali kepada orang tua/
f. Sesuai dengan Undang-undang Republik
wali
Indonesia No. 11 Tahun 2012 tentang
c. Keikut sertaan dalam pendidikan atau sistem peradilan pidana anak Pasal 11
pelatihann di lembaga pendidikan atau hurup b, hasil kesepakatan diversi terhadap
LPKS paling lama 3(tiga) bulan; atau
d. Pelayanan masyarakat terlapor Bintang diserahkan kembali 10 kepada orang tua wali.
Pihak-pihak yang dilibatkan dalam resto- rative justice, yaitu antara lain :
Konsep perdamaian bahwa pelaku tidak mengulangi perbuatannya dan korban me-
a. Korban dan keluarga korban maafkan pelaku. Berdasarkan perdamaian
Keterlibatan korban dan keluarga ini, selanjutnya korban mencabut Laporan
korban dalam penyelesaian secara res- Polisi di atas, akan tetapi penerapan konsep
restorative justice tetap harus selektif,
9 Wawancara Dengan Kasat PPA Polres Mataram
untuk anak-anak yang sudah berulangkali tanggal 12 januari 2015 10 melakukan tindak pidana, menimbulkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak
194 IUS Kajian Hukum dan Keadilan
Fahrurrozi|Penerapan Sanksi Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Dalam Perspektif .......
torative justice sangat penting, hal ini keterlibatan masyarakat dalam mengambil dikarenakan selama ini dalam sistem inisiatif pelaksanaan restorative justice. peradilan pidana korban kurang di- Langkah-langkah tersebut seperti: libatkan padahal korban adalah pihak
a. Pelatihan dan informasi tentang res- yang terlibat langsung dalam konflik torative justice dan model apa yang dapat (pihak yang menderita kerugian). Dalam diterapkan dalam masyarakat. menyelesaikan kasus secara restorative
justice suara atau kepentingan korban
b. Memberikan pendidikan secara mandiri sangat penting untuk di dengar dan
kepada aparat pelaksana restorative justice merupakan bagian dari putusan yang
tentang kondisi masyarakat tempat pilot akan diambil. Selanjutnya keterlibatan
projek tersebut dilaksanakan. keluarga korban di dalam pelaksanaan restorative justice sangat penting karena
c. Mengidentifikasi pemimpin yang ber- kemampuan dan berpengaruh dalam
dalam masyarakat Indonesia, konflik pidana sering menjadi persoalan keluarga,
masyarakat sekitarnya melalui informasi- informasi atau catatan-catatan mengenai
apalagi keluarga masih di bawah umur.
orang-orang tersebut.
b. Pelaku dan keluarga
d. Memahami peran kelompok masyarakat Pelaku merupakan pihak yang mut-
yang memungkinkan untuk diajak kerja- lak dilibatkan, karena keluarga pelaku
sama.
dipandang perlu untuk dilibatkan lebih disebabkan karena usia pelaku yang belum
e. Menjelaskan kepada masyarakat tujuan pelaksanaan restorative justice secara jelas
dewasa (anak). keterlibatan keluarga pe- laku juga di dalam penyelesaian secara
dan terbuka pada masyarakat. restorative justice sangat penting karena
f. Merangkul pendukung potensial dalam keluarga adalah bagian dari kesepakatan
sistem peradilan pidana dan memberikan dalam penyelesaian seperti halnya
pendidikan terhadap para pemimpinnya dalam hal pembayaran ganti rugi atau
tentang restorative justice. pelaksanaan kompensasi lainnya.
g. Kerjasama yang baik antara dengan
c. Wakil masyarakat pimpinan masyarakat untuk menjelajahi keinginan yang ada dan berkembang
Wakil masyarakat penting untuk mewakili kepentingan dari lingkungan
dan mengundang partisipasi masyarakat dalam setiap program yang dijalankan.
di mana peristiwa pidana itu terjadi. Tujuannya agar kepentingan-kepenti-
h. Setiap perekrutan mediator diusahakan ngan yang bersifat publik diharap-
untuk melibatkan anggota masyarakat. kan tetap dapat terwakilkan dalam pe- ngambilan putusan. 11 i. Tetap melakukan pertukaran informasi dengan anggota masyarakat dan me-
Menurut Kay Pranis, dalam rangka mem- nampung pendapatnya terutama dari kom-
berikan pemahaman mengenai jalan nya ponen kelompok masyarakat yang tidak
proses restorative justice di area pilot projek, selamanya terlibat dalam pengambilan
ada beberapa langkah untuk membangun keputusan saat pembuatan restorative
11 Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia:
justice.
Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, Re- fika Aditama, Bandung, 2012, hlm. 208.
Kajian Hukum dan Keadilan IUS 195
J Urnal IUS | Vol III | Nomor 7 | April 2015 | hl m, 189~206
j. Berusaha semaksimal mungkin me- Selanjutnya dalam penjelasan pelaku juga
libatkan anggota masyarakat dalam setiap memaparkan tentang bagaimana dirinya proses terutama pihak yang diperlukan bertanggung jawab terhadap korban dan dalam proses seperti korban, pelaku, masyarakat atas perbuatan yang telah di- organisasi pemuda, organisasi masjid atau lakukannya. Selama pihak pelaku me- organisasi lainnya.
mapar kan tentang tindakan yang telah di laku kannya dan sebab-sebab mengapa
k. Menyediakan training dasar mengenai sampai tindakan tersebut dilakukan pelaku, keadilan, restorative justice penyelesaian korban wajib mendengarkan dengan teliti
konflik dan pembangunan lingkungan penjelasan pelaku. Selanjutnya pihak masyarakat kepada staf sistem peradilan korban dapat memberikan tanggapan atas
pidana dan anggota masyarakat serta pen jelasan pelaku. Disamping itu, juga membuat acuan sistem dan tata tertib hadir pihak masyarakat yang mewakili ke-
pelaksanaannya. pentingan masyarakat. Wakil masyarakat
l. Menjelaskan tanggung jawab masing- tersebut memberikan gambaran tentang
masing pihak yang terlibat pelaksanaan kerugian yang diakibatkan oleh terjadinya
restorative justice. 12 tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku. Restorative justice adalah sebuah proses
Dalam penjelasannya tersebut masya- dimana para pihak yang berkepentingan rakat mengharapkan agar pelaku melaku- dalam pelanggaran tertentu bertemu ber- kan suatu perbuatan atau tindakan untuk sama-sama untuk menyelesaikan per soalan memulihkan kembali keguncangan/kerusa- secara bersama-sama menyelesai kan akibat kan yang telah terjadi karena perbuatannya. dari pelanggaran tersebut demi kepentingan Di Indonesia praktek secara restorative
masa depan. 13 justice telah dilakukan yang dikenal
Konsep restorative justice, proses pe- dengan penyelesaian secara ke keluargaan. nyelesaian tindakan pelanggaran hukum Praktek-praktek yang ada tetap mempunyai yang terjadi dilakukan dengan membawa dasar prinsip restorative justice yang telah korban dan pelaku (tersangka) bersama- diakui di banyak negara yang mana dalam sama duduk dalam satu pertemuan untuk pelaksanaanya kini telah diimplementasikan bersama-sama berbicara. Dalam pertemuan dalam sejumlah aturan dan pola atau cara. tersebut mediator memberikan kesempatan Bentuk praktik restorative justice yang telah kepada pihak pelaku untuk memberikan berkembang di negara Eropa, Amerika gambaran yang sejelas-jelasnya mengenai Serikat, Canada, Australia, dan New Zealand
tindakan yang telah dilakukannya. 14 dapat dikelompokkan dalam empat jenis praktek yang menjadi pioner penerapan
Pihak pelaku yang memberikan pen- restorative justice di beberapa negara yaitu: jelasan sangat mengharapkan pihak korban
untuk dapat menerima dan memahami
a. Victim Offender Mediation kondisi dan penyebab mengapa pihak
Proses restorative justice terbaru yang pelaku melakukan tindak pidana yang
pertama adalah victim offender mediation. menyebabkan kerugian kepada korban.
Victim offender mediation pertama kali dilaksanakan sejak tahun 1970 di Amerika
12 Kay Pranis, Engaging the Community in Restorative
bagian utara dan Eropa seperti Norwegia
Justice. Balance and Restorative Justice. Minnesota , Flori- da, 1998, hlm. 14.
dan Finlandia.
13 Marlina, Op.cit, hlm. 85. 14 Ibid, hlm. 180.
196 IUS Kajian Hukum dan Keadilan
Fahrurrozi|Penerapan Sanksi Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Dalam Perspektif ....... Victim offender mediation adalah
terkenal dengan sebutan wagga-wagga satu proses yang menyediakan kemauan
dan telah dipakai untuk menyelesaikan korban sebagai pokok dari kejahatan
permasalahan dalam masyarakat tra- dan kekerasan untuk bertemu dengan
disional dan merupakan tradisi yang pelaku, dalam suasana aman dan teratur
telah ada sejak lama. Minat negara yang dengan tujuan membuat tanggung jawab
besar untuk mencari alternatif bentu langsung dari pelaku dengan adanya bentuk
penyelesaian perkara, maka tradisi kompensasi kepada korban.
masyarakat ini diangkat ke permukaan untuk diteliti dan dibuat pilot projectnya
Tujuan dilaksanakannya victim of- bagi penyelesaian perkara pidana di fen der mediation adalah memberi pe- negara tersebut. Pada kesempatan be-
nye lesaian terhadap peristiwa yang rikut nya bentuk penyelesaian secara ter jadi, diantaranya dengan membuat tra disional ini dapat diterima sebagai
sanksi alternatif bagi pelaku atau untuk sebuah proses resmi di negara tersebut melakukan pembinaan di tempat khusus dengan sebutan conferencing. Conferencing
bagi pelanggaran yang benar-benar serius. adalah konferensi, perundingan atau
Sasaran victim offender mediation
musyawarah.
yaitu proses penyembuhan terhadap Sasarannya memberikan kesempatan
korban dengan menyediakan wadah bagi kepada korban untuk terlibat secara semua pihak untuk bertemu dan berbicara langsung dalam diskusi dan pembuatan
secara sukarela serta memberi kesempatan keputusan mengenai pelanggaran yang pada pelaku belajar terhadap akibat dari terjadi kepadanya dengan sanksi yang
per buatannya dan mengambil tanggung tepat bagi pelaku serta mendengar jawab langsung atas perbuatannya itu serta secara langsung penjelasan dari pelaku
membuat rencana penyelesaian kerugian tentang pelanggaran yang terjadi. Ke- yang terjadi. mudian meningkatkan kepedulian pe-
Peserta yang terlibat dalam bentuk laku atas akibat perbuatannya kepada mediasi adalah korban (secara sukarela,
orang lain serta memberi kesempatan pelaku, pihak yang bersimpati terhadap
pelaku bertanggung jawab penuh atas kedua pihak, orang tua/wali dari kedua
per buatannya. Selain itu bagi keluarga pihak dan orang yang dianggap penting
atau pihak pelaku dapat bersama- bila diperlukan.
sama menentukan sanksi bagi pelaku dan membimbingnya setelah mediasi
b. Family Group Conferencing berlangsung. Terakhir adalah memberikan Conferencing dikembangkan per-
kesempatan korban dan pelaku untuk tama kali di negara New Zealand pada
saling berhubungan dalam memperkuat tahun 1989 dan di Australia pada tahun
kembali tatanan masyarakat yang sempat 1991.Conferencing pada mulanya me-
terpecah karena terjadinya pelanggaran rupakan refleksi atau gambaran aspek
oleh pelaku terhadap korban. Orang yang proses secara tradisional masyarakat yang
ikut serta dalam family group conferencing diperoleh dari penduduk asli New Zealand
adalah anggota masyarakat, pelaku, yaitu bangsa Maori. Proses yang dilakukan
korban, mediator, keluarga atau pihak masyarakat bangsa Maori. Proses yang
dari korban dan pelaku serta lembaga yang dilakukan masyarakat bangsa Maori ini
Kajian Hukum dan Keadilan IUS 197
J Urnal IUS | Vol III | Nomor 7 | April 2015 | hl m, 189~206
punya perhatian terhadap permasalahan peserta dalam circles adalah korban, pelaku, anak.
lembaga yang memperhatikan masalah anak, dan masyarakat, untuk kasus yang
Tata cara pelaksanaan family group serius dihadirkan juga hakim dan jaksa. conferencing adalah diawali dengan pihak Kehadiran aparat penegak hukum tersebut
mediator menghubungi para peserta untuk menjamin kelancaran pelaksanaan pertemuan yaitu: korban, pelaku, anggota proses sesuai dengan prinsip restorative
masyarakat, serta lembaga yang bersimpati justice dan bukan untuk mencampuri atau
melalui telepon. melakukan intervensi pada proses yang
c. Circles
sedang dijalankan
Pelaksanaan circles pertama kali seki- Tata cara pelaksanaan circles pada tar tahun 1992 di Yukon, Canada. Circles
awalnya diambil dari praktik pelak- sama halnya dengan conferencing yang
sana an yang ada di negara canada dalam pelaksanaanya memperluas parti-
dengan tetap menjaga kemurniannya. sipasi para peserta dalam proses mediasi
Se belum pelak sanaan circles yang se- di luar korban dan pelaku utama. Pihak
benarnya, maka mediator melakukan keluarga dan pendukung dapat diikutser-
per temuan secara terpisah dengan takan sebagai peserta peradilan pidana.
korban dan pelaku sebagai prioritas Disamping itu, dalam pelaksanaan proses
utama kehadirannya untuk menjelaskan circles ada beberapa anggota masyarakat
proses yang akan dilaksanakan dan apa sebagai pihak yang ikut serta. Masyarakat
yang menjadi tujuannya. Dalam praktek tersebut adalah masyarakat yang terkena
circles, semua peserta dampak dari tindak pidana yang terjadi
pe laksanaan
duduk secara melingkar. Caranya pelaku sehingga merasa ter tarik dengan kasus
memulai dengan men jelaskan tentang yang ada untuk ambil bagian dalam proses
semua yang dilakukannya. Selanjutnya mediasi.
semua peserta yang duduk melingkar diberikan kesempatan untuk berbicara
Tujuannya membuat penyelesaian untuk menyampaikan apa yang menjadi terhadap suatu tindak pidana dengan
harapannya.
mempertemukan korban, pelaku, masy-
a rakat dan pihak lainnya yang ber ke-
d. Reparative Board
pentingan dengan terjadinya suatu tindak Program ini mulai dilaksanakan di pidana. negara bagian Vermont pada tahun 1996
Sasaran yang ingin dicapai melalui dengan lembaga pendamping Bureau of proses circles adalah terlaksananya
Justice Assistance setelah melihat respon penyembuhan pada pihak yang terluka
yang baik dari warga negara terhadap studi karena tindakan pelaku dan memberi
yang dibuat oleh spring tahun 1994 yang kesempatan kepada pelaku untuk mem-
memaparkan keikutsertaan masyarakat perbaiki dirinya dengan tanggung jawab
dalam program reparative tersebut dan penyelesaian kesepakatan. Masya-
sifat perbaikan yang menjadi dasarnya. rakat digubah untuk peduli terhadap
Tujuan menyelesaikan perkara tindak permasalahan anak yang ada disekitarnya pidana yang dilakukan oleh anak dengan dan mengawasi penyebab tindakan yang melibatkan pelaku, korban, masyarakat, dilakukan oleh anak. Orang yang menjadi mediator dan juga hakim, jaksa dan
198 IUS Kajian Hukum dan Keadilan
Fahrurrozi|Penerapan Sanksi Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Dalam Perspektif ....... pembela secara bersama merumuskan 3) Melibatkan korban, pelaku, dan
bentuk sanksi yang tepat bagi pelaku dan masyarakat dalam suasana dialog ganti rugi bagi korban atau masyarakat.
untuk mencari penyelesaian. Sasarannya adalah peran serta aktif ang-
K arakteristik pelaksanaan restorative gota masyarakat secara langsung dalam
justice sebagai berikut:
proses peradilan tindak pidana, kemudian memberi kesempatan kepada korban dan
a. Pelaksanaan restorative justice dituju- anggota masyarakat melakukan dialog
kan untuk membuat pelanggar ber- secara langsung dengan pelaku. Dalam
tanggung jawab untuk memperbaiki pertemuan yang dilakukan tersebut pe-
kerugian yang ditimbulkan oleh ke- laku melakukan pertanggungjawaban
salahannya.
secara langsung atas tindakan yang telah
15 b. dilakukannya. Memberikan kesempatan kepada pe langgar untuk membuktikan ke-
Perbandingan antara retributive mam puan dan kualitasnya dalam justice dengan restorative justice sebagai
bertanggung jawab atas kerugian yang berikut: 16
ditimbulkannya.
a. Retributive justice
c. Penyelesaian kasus tindak pidana yang dilakukan melibatkan korban,
1) Memfokuskan pada perlawanan ter- pe laku, orang tua korban dan pelaku, hadap hukum dan negara.
masyarakat, pihak sekolah.
2) Berusaha mempertahankan hukum
d. Penyelesaian dengan konsep restorative dengan menetapkan kesalahan dan
justice ditujukan untuk menciptakan mengatur tindakan hukumannya.
forum untuk bekerja sama dalam me- nyelesaikan masalah yang terjadi.
3) Melibatkan negara dan pelaku dalam proses peradilan formal.
e. Menetapkan hubungan langsung dan nyata antara kesalahan dan reaksi sosial.
b. Restorative justice Berdasarkan karakteristik restorative
1) Memfokuskan pada pengerusakan justice tersebut di atas maka ada persyaratan atau kekerasan terhadap manusia
yang harus dipenuhi untuk dapat ter- dan yang berhubungan dengannya.
laksananya restorative justice, yaitu:
2) Berusaha membela korban dengan
a. Harus ada pengakuan bersalah dari mem perhatikan perasaan sakitnya
pelaku.
dan memperhatikan pelaku dengan
b. Harus ada persetujuan dari pihak menetapkan kewajiban per tang-
gungjawabannya kepada korban korban untuk melaksanakan pe nye- lesaian di luar sistem peradilan pidana
dan memberikan peran masyarakat yang dirugikan sehingga semuanya
anak yang berlaku.
mendapatkan haknya masing-
c. Harus ada persetujuan dari kepolisian masing.
atau kejaksaan sebagai institusi yang memiliki kewenangan diskresioner.
15 Ibid., hlm. 194 16 Ibid., hlm. 26.
Kajian Hukum dan Keadilan IUS 199
J Urnal IUS | Vol III | Nomor 7 | April 2015 | hl m, 189~206
d. Dukungan komunitas setempat untuk penerapan restorative justice terhadap melaksanakan penyelesaian di luar kasus tindak pidana ringan sebagaimana sistem peradilan pidana anak.
dimaksud di atas, cukup efektif dalam : Adapun kasus yang bisa diselesaikan
a. Mendorong menyelesaikan suatu tindak me lalui konsep restorative justice adalah: 17 pidana dengan cara yang lebih informal dari pada penyelesaian dengan cara beracara
a. Kasus tersebut bukan kasus anak yang
yang formal.
mengorbankan kepentingan orang banyak dan bukan pelanggaran lalu
b. Membangun partisipasi bersama antara lintas.
pelaku, korban, dan masyarakat dalam menyelesaikan tindak pidana ringan.
b. Kenakalan anak tersebut tidak meng- Tindak pidana ringan yang dimaksud
akibatkan hilangnya nyawa orang, luka adalah tindak pidana yang hukumannya berat dan cacat seumur hidup. dibawah tujuh tahun seperti penganiayaan
c. Kenakalan anak tersebut bukan ke- ringan, pengeroyokan dan pengancaman. jahatan terhadap kesusilaan yang serius
c. Memprevensi pelaku penganiayaan untuk yang menyangkut kehormatan. tidak mengulangi perbuatannya dan
Sedangkan Menurut IPDA TIB- senantiasa menjalin hubungan personal NAS NUR selaku Penyidik PPA Polres
dan sosial dengan korban secara damai. Mataram, kasus anak yang bisa di sele-
Diversi yang didasarkan pada diskresi saikan melalui konsep restorative justice
dari aparat penegak hukum adalah me- salah satunya adalah kasus penganiayaan lindungi anak dari tindakan-tindakan yang sebagaimana diatur dalam Pasal 170 dan
18 Pasal 351 KUHP. bertentangan dengan kepentingan terbaik bagi anak. 19
Penyelesaian yang dilakukan secara Roescoe Pound, mengartikan diskresi restorative justic di polres mataram kepolisian adalah suatu tindakan pihak adalah dengan cara bermusyawarah yang berwenang berdasarkan hukum
dengan keterlibatan korban, pelaku, dan untuk bertindak pasti atas dasar situasi dan masyarakat guna untuk memulihkan kondisi, menurut pertimbangan dan ke-
segala kerugian dan luka yang telah di-
putusan nuraninya. 20
akibatkan oleh si pelaku tersebut. Restorative Justice Menurut Fruin J.A
2. Efektivitas Penerapan Sanksi Dalam sebagaimana dikutip oleh Paulus Hadi-
Perspektif Restorative Justice di Wilayah Hukum Polres Mataram
suprapto, peradilan anak restoratif be- rangkat dari asumsi bahwa tanggapan atau
Berdasarkan hasil wawancara dengan reaksi terhadap pelaku delinkuensi anak informan dan responden penelitian ini, yang tidak akan efektif tanpa adanya kerjasama terdiri dari inrorman: 2 orang penyidik PPA dan keterlibatan dari korban, pelaku dan Polres Mataram dan responden terdiri dari: 3 masyarakat. Prinsip yang menjadi dasar orang korban, 3 orang pelaku penganiayaan, adalah bahwa keadilan paling baik terlayani, dan 3 orang keluarga korban, menunjukkan
19 Wagiati Soetedjo dan Melani, Hukum Pidana Anak, PT. Refika Aditama, Bandung, 2013, hlm. 135.
17 Ibid., hlm. 206. 20 http://restorative justice/tindakan diskresi polisi_ 18 Wawancara dengan Penyidik PPA Polres Mataram
dalam pelaksanaan tugas= penyidikan pidana. Diakses Tanggal 13 Januari 2015.
pada tanggal 9 Februari 2015
200 IUS Kajian Hukum dan Keadilan
Fahrurrozi|Penerapan Sanksi Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Dalam Perspektif ....... apabila setiap pihak menerima perhatian
6) Setiap orang tidak boleh dipersalahkan secara adil dan seimbang, aktif dilibatkan
melakukan pelanggaran pidana karena dalam proses peradilan dan memperoleh
perbuatan atau kelalaian yang tidak keuntungan secara memadai dari interaksi
merupakan suatu pelanggaran pidana mereka dengan sistem peradilan anak. 21 menurut Undang-undang nasional atau internasional, ketika perbuatan
Konvensi internasional yang men jadi tersebut dilakukan. 22
dasar atau acuan pemerintah Indonesia dalam menyelenggarakan atau melaksana-
b. Konvenan Internasional tentang Hak- kan peradilan anak dan menjadi standar
Hak Sipil dan Politik (International Conv- perlakuan terhadap anak-anak yang berada
enan on Civil and Political Right) Resolusi dalam sistem peradilan pidana, yaitu:
Majelis Umum 20 A (XXI) tanggal 16 Desember 1966 mengatur tentang:
a. Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration Of Human
1) Setiap orang tidak boleh ditahan tanpa Rights),Resolusi No. 217 A (III) tanggal 10
alasan dan menurut prosedur yang Desember 1948 yang mengatur tentang:
ditentukan oleh undang-undang.
1) Setiap orang tidak boleh dianiaya atau
2) Setiap orang yang ditahan, saat pe- diperlakukan secara kejam dengan
nahanan harus diberitahukan alasan- hukuman yang menghinakan.
nya dan secepat mungkin di beri tahu tentang segala tuduhan terhadapnya
2) Setiap orang berhak atas pengadilan dan diperlakukan secara manusiawi
yang efektif sesuai dengan ketentuan dan dihormati martabatnya. Undang-undang yang berlaku.
3) Setiap orang yang ditahan atas tuduhan
3) Setiap orang tidak boleh ditangkap, kejahatan secepatnya disidangkan dan
ditahan atau dibuang secara sewenang-
diperiksa.
wenang.
4) Setiap orang yang ditahan berhak
4) Setiap orang berhak mendapatan me nuntut ke pengadilan agar segera
persamaan di dengar pendapatnya memutuskan tentang keabsahan pe- di muka umum dan secara adil oleh nahanannya dan memerintahkan pem-
pengadilan yang merdeka dan tidak bebasannya jika penahanan tidak sah memihak untuk menetapkan hak dan dan berhak mendapatkan ganti rugi.
kewajibannya di dalam setiap tuntutan pidana yang ditujukan terhadapnya.
5) Setiap anak yang dituduh melakukan
5) Setiap orang dituntut karena disangka tindak pidana penahanannya harus karena melakukan pelanggaran pidana
dipisahkan dari tertuduh dewasa dan dianggap tidak bersalah, sampai di-
secepat mungkin untuk diadili. buktikan kesalahannya menurut
6) Setiap narapidana berhak men dapat- Undang-undang dalam suatu sidang
kan perbaikan dan rehabilitasi sosial. pengadilan yang terbuka dan diberikan
7) Setiap orang mempunyai kedudukan segala jaminan untuk pembelaan.
yang sana di hadapan pengadilan dan majelis hakim, berhak atas
21 Paulus Hadisuprapto, Delinkuensi Anak, Pemaha-
pemeriksaan yang adil oleh majelis
man dan Penanggulangannya, (Malang, Ayumedia Pub- lishing, 2008), hlm.53
22 Marlina, Op., Cit. Hlm. 43
Kajian Hukum dan Keadilan IUS 201
J Urnal IUS | Vol III | Nomor 7 | April 2015 | hl m, 189~206
hakim yang berwenang, mandiri dan
2) Setiap negara peserta menjamin tidak berpihak menurut hukum.
bahwa pendidikan dan informasi me - ngenai larangan penganiayaan di-
8) Setiap orang yang dituduh melakukan masukkan dalam pelatihan personil pidana wajib dianggap tidak bersalah pe negakkan hukum, sipil atau militer,
sampai terbukti bersalah menurut personal kesehatan, pejabat-pejabat pe- hukum di sidang pengadilan. merintahan, interogasi atau perlakuan
9) Setiap orang dalam proses menunggu terhadap individu mana pun yang keputusan memiliki persamaan hak
menjadi sasaran bentuk penangkapan untuk diberi jaminan.
atau apapun, penahanan atau pe- menjaraan.
10) Prosedur pemeriksaan anak dibawah umur disesuaikan dengan usia dan
3) Setiap negara harus memasukkan diutamakan untuk direhabilitasi.
larangan ini dalam peraturan atau intraksi yang dikeluarkan mengenai
11) Setiap orang yang telah dihukum setiap kewajiban dan fungsi orang
atau suatu kejahatan berhak ditinjau
tersebut.
kembali keputusan dan hukumannya oleh majelis hakim lebih tinggi menurut
4) Setiap negara melakukan peninjauan hukum.
kembali secara sistematis peraturan- peraturan interogasi, metode, praktik
12)Setiap orang yang diputus bersalah dan peraturan penahanan dan
oleh pengadilan, kemudian ditemukan perlakuan terhadap orang-orang yang fakta baru karena telah terjadi ke-
ditangkap ditahan/dipenjarakan dalam salahan penerapan hukuman, maka
wilayah manapun yang berada di bawah orang tersebut harus diberikan ganti
yuridiksinya dengan tujuan mencegah rugi menurut hukum kecuali atas
setiap kasus penganiayaan.
kesalahannya sendiri. 23
5) Setiap negara peserta menjamin segera
c. Konvensi menentang penyiksaan dan memulai penyidikan bila ada alasan
perlakuan atau penghukuman lain yang yang layak bahwa suatu perbuatan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan
penganiayaan telah dilakukan. martabat manusia (Convention Against
Torture and Other Cruel, Inhuman or
6) Setiap negara peserta menjamin setiap Degranding Treatment or Punishment)
individu korban penganiayaan berhak Resolusi 39/46 Tanggal 10 Desember 1984,
mengadukan kasusnya dengan segera yang telah diratifikasi oleh Pemerintah
dan secara adil diperiksa oleh para Republik Indonesia dengan Undang-
penguasa yang berwenang. Undang No. 5 Tahun 1998. Beberapa pasal
7) Setiap negara peserta menjamin dalam yang memberikan perlindungan orang sistem hukumannya bahwa korban pe- yang berkonflik dengan hukum, yaitu: nganiayaan memperoleh ganti rugi dan
1) setiap negara peserta menjamin punya hak mendapatkan konpensasi bahwa semua perbuatan penganiayaan 24 yang adil, termasuk sarana rehabilitasi.
merupakan hukum pidana.
23 Ibid, hlm. 44.
24 Ibid, hlm. 45
202 IUS Kajian Hukum dan Keadilan
Fahrurrozi|Penerapan Sanksi Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Dalam Perspektif .......
d. Konvensi tentang Hak-Hak Anak (Con- penahanan terhadap dirinya dihadapan vention on the Right of the child), Resolusi
suatu pengadilan atau penguasa lain No. 109 Tahun 1990.
yang berwenang, mandiri dan adil, dan mendapatkan keputusan segera
Indonesia sebagai negara anggota PBB terhadap tindakan yang dilakukannya.
telah meratifikasi konvensi internasional tentang Konvensi Hak Anak melalui
6) Anak harus mendapat penyembuhan Keppres No. 36 Tahun 1990, dengan
fisik dan psikologis dan integrasi meratifikasi ketentuan tersebut maka
sosial kembali oleh negara guna me- me wajibkan negara yang meratifikasi
ngembalikan martabat anak. ketentuan untuk melaksanakan ketentuan
7) Anak tidak boleh dituduh atau disangka tersebut. Hak anak yang wajib diberikan melanggar hukum pidana karena alasan perlindungan oleh negara ketika anak
berbuat atau tidak berbuat yang tidak tersebut berhadapan dengan hukum, yaitu: dilarang oleh hukum nasional atau
1) Anak tidak dapat dijadikan sasaran internasional pada waktu perbuatan- penganiyaan, atau perlakuan kejam lain
perbuatan itu dilakukan. yang tidak manusiawi atau hukuman
8) Anak yang dituduh melanggar hukum yang menghinakan, hukuman mati
pidana dianggap tidak bersalah sampai atau pemenjaraan seumur hidup tanpa terbukti bersalah menurut hukum. kemungkinan pembebasan.
9) Anak yang dituduh melanggar hukum
2) Anak tidak dapat dirampas kebebasan- harus diberi informasi dengan segera
nya secara melanggar hukum atau dan langsung tuduhan terhadap dengan sewenang-wenang. Pe nang- diri nya kepada orang tuannya atau kapan, penahanan atau pe menjara an wali hukumnya, dan mempunyai sesuai dengan undang-undang, dan bantuan hukum atau bantuan lain harus digunakan sebagai upaya terakhir yang tepat dalam mempersiapkan dan dalam waktu sesingkat mungkin. menyampaikan pembelaannya.
3) Anak yang ditahan harus diperlakukan
10) Proses pemeriksaan dan pengadilan secara manusiawi dan dihormati mar- terhadap anak dilakukan tanpa pe- tabat manusianya dan pemenuhan
nundaan oleh badan yang berwenang, kebutuhannya. mandiri dan adil, dihadiri oleh bantuan
4) Anak yang ditahan harus dipisahkan hukum atau bantuan lain yang tepat, dari orang dewasa kecuali pe nem-
kecuali demi kepentingan anak. patannya itu dianggap demi ke-
11)Anak tidak dipaksa memberikan pentingan si anak dan harus mem-
kesaksian atau mengaku bersalah; punyai hak untuk memper tahankan untuk memeriksa para saksi yang kontak dengan ke luarga melalui surat
berlawanan, dan untuk memperoleh menyurat dan kunjungan, kecuali keikutsertaan dan pemeriksaan para dalam keadaan luar biasa.
saksi atas namanya menurut syarat-
5) Anak yang dirampas kebebasannya
syarat keadilan.
berhak memperoleh bantuan hukum
12) Setiap orang yang dianggap telah dan bantuan lain yang tepat, dan juga
melanggar hukum pidana berhak hak untuk mendapat penjelasan tentang
Kajian Hukum dan Keadilan IUS 203
J Urnal IUS | Vol III | Nomor 7 | April 2015 | hl m, 189~206
mengajukan upaya hukum untuk pakaian lengkap yang layak dengan ditinjau kembali keputusan ter hadap-
iklim memadai untuk menjaganya nya oleh penguasa lebih tinggi yang
dalam kesehatan yang baik dan pakaian berwenang, mandiri dan adil atau oleh
yang diberikan tidak boleh menu- badan pengadilan menurut hukum.
runkan martabat atau penghinaan.
13) Anak berhak mendapatkan bantuan
6) Setiap narapidana harus tidur terpisah seorang penerjemah dengan cuma-
dan dengan selimut yang bersih. cuma kalau anak itu tidak dapat mengerti
7) Setiap narapidana harus diberi digunakan.
atau berbicara dengan bahasa yang
ma ka nan,
minuman bergizi, air minum,rekreasi dan latihan jasmani.
14) Kerahasiaan seorang pelaku anak dihormati dengan sepenuhnya pada
8) Petugas kesehatan secara teratur me- semua tingkat persidangan. 25 meriksa dan memberi nasihat kepada direktur lembaga pemasyarakatan.
e. Peraturan-peraturan Standar Minimum bagi Perlakuan terhadap Narapidana
9) Setiap narapidana tidak boleh di- (Resolusi No. 663 C (XXIV) Tanggal 31
hukum dua kali atas pelanggaran Juli 1957, Resolusi 2076 (LXII) Tanggal
yang sama dan berhak mendapatkan
13 Mei 1977). Menurut ketentuan tersebut pemberitahuan atas pelanggaran yang ada beberapa hak yang harus diperhatikan
dituduhkan kepadanya dan berhak me- terhadap tahanan anak, diantaranya:
nyampaikan pembelaan.
1) Tidak seorang pun dapat diterima 10)Hukuman badan, hukuman yang kejam dalam satu lembaga tanpa perintah
tidak manusiawi atau merendahkan pemenjaraan yang sah.
mar tabat harus dilarang sebagai hukuman untuk pelanggaran disiplin.
2) Adanya pembedaan penempatan ter- sangka pelaku anak di lembaga dan
11)Setiap narapidana harus diberikan klasifikasi: pria dan wanita, narapidana
informasi tertulis mengenai peraturan yang belum diadili dan narapidana
perlakuan terhadap narapidana saat yang telah terhukum, orang yang di-
masuk lembaga mengenai ke waji ban hukum penjara karena utang dan
dan haknya termasuk cara pe nyam- para narapidana sipil lainnya lainnya
paiannya keluhan dan ber komunikasi. terpisah dari orang-orang yang di-
12)Personil narapidana memiliki standar penjara karena alasan pelanggaran pendidikan dan kecerdasan yang me- pidana, narapidana anak-anak dan
madai.
narapidana dewasa.
f. Peraturan-Peraturan Minimum Standar
3) Setiap narapidana malam hari harus Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai masuk sel sendiri. Administrasi Peradilan bagi Anak (The
4) Setiap narapidana harus disediakan air Beijing Rules), Resolusi No. 40/33, dan peralatan toilet untuk keperluan
1985. Pada prinsipnya setiap anak yang kesehatan dan kebersihan.
berhadapan dengan peradilan anak berhak