PENDAYAGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT UNTUK MENGAWASI BEKERJANYA SISTEM PERADILAN PIDANA DI JAWA TENGAH
PENDAYAGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT UNTUK MENGAWASI BEKERJANYA SISTEM PERADILAN PIDANA DI JAWA TENGAH
Agus Raharj o dan Sunaryo
Fakult as Hukum Universit as Jenderal Soedirman Purwokert o E-mail: agus. raharj o007@gmail. com
Nurul Hidayat
Program St udi Teknik Inf ormat ika Fakult as Sains dan Teknik Unsoed E-mail: nurul_unsoed@yahoo. com
Abst r act
Cr i mi nal Just i ce Syst em di d an appr oach of syst em. Focus of t his r esear ch i s ef f or t t o make a soci et y par t i ci pat ion model i n obser vat i on t o t he wor ki ng of cr i mi nal j ust i ce syst em. Met hod whi ch used i n t hi s r esear ch i s l aw as act ion i s soci al science st udy whi ch i s non-doct r i nal and hake t he char act er of empi r i c. Exper i ment at i on t est t o made sof t war e t o be done t o f i nd r eal l y exact l y model . Cr imi nal Just i ce Syst em has cr i mi nogen char act er i st i c, and t his i s one of t he f act or causi ng soci et y par t i ci pat ion l evel t o enf or cement of l aw i n Indonesi a l ower . Ef f or t t o i mpr ove societ y par t i ci pat ion in t his case use i nf or mat ion t echnol ogy whi ch i n t he f or m of r eady of sof t war e abl e t o
be accessed by whosoever and wher ever . Thi s ef f or t expect al so can i mpr ove image of enf or cement of l aw whi ch t i l l now i s bad.
Keywor d : Cr i mi nal
j ust i ce
syst em,
communit y empower ment ,
communit y par t i ci pat ion,
i nf or mat ion t echnology
Abst rak
Sist em peradilan pidana dilakukan melalui sebuah pendekat an sist em, at au lebih dikenal dengan nama Criminal Just ice Syst em (CJS). Penelit ian ini menit ikberat kan pada upaya unt uk membuat model part isipasi masyarakat dalam pengawasan t erhadap bekerj anya sist em peradilan pidana. Met ode yang digunakan dalam penelit ian ini adalah penelit ian t erhadap hukum sebagai law in act ion, merupakan st udi ilmu sosial yang non-dokt rinal dan bersif at empiris. Uj i eksperiment asi t erhadap sof t ware yang dibuat dilakukan unt uk menemukan model yang benar-benar t epat . Sist em peradilan pidana memiliki sif at kriminogen, dan ini merupakan salah sat u f akt or yang menyebabkan t ingkat part isipasi masyarakat t erhadap penegakan hukum di Indonesia rendah. Upaya unt uk meningkat kan part isipasi masyarakat , dalam hal ini dengan mendayagunakan t eknologi inf ormasi yang berupa penyediaan sof t ware yang dapat diakses oleh siapa saj a dan di mana saj a. Diharapkan pula dapat meningkat kan cit ra penegakan hukum yang sampai saat ini masih t erpuruk.
Kat a kunci : Sist em peradilan pidana, pemberdayaan masyarakat , part isipasi masyarakat , t eknologi inf ormasi
Pendahuluan
baga-lembaga pendukung, yait u Kepolisian, Ke- Penegakan hukum pidana dilaksanakan
j aksaan, Pengadilan, dan Lembaga Pemasya- dalam suat u sist em yang dinamakan Sist em
rakat an. Meskipun penegakan hukum pidana Peradilan Pidana/ SPP ( Cr imi nal Just i ce Sys-
sudah t erlaksana dalam sebuah sist em, akan t em/ CJS). Dalam SPP t ersebut , t erdapat lem-
t et api hasilnya masih j auh dari harapan se- hingga Indonesia masuk dalam kat egori sebagai
Art ikel ini merupakan hasil penel i t i an Hi bah Kompet i t if
salah sat u negara yang reput asinya t erburuk
Penel i t i an Sesuai Prior it as Nasional Bat ch II yang di bi ayai
ol eh Anggaran DIKTI 2009-2010 dalam penegakan hukum.
198 Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 10 No. 3 Sept ember 2010
Salah sat u penyebab reput asi it u buruk pi dana. Kedua, berkait an secara langsung de- adalah kinerj a aparat penegak hukum yang
ngan SPP adalah kenyat aan ef ekt ivit asnya yang kurang baik, dilihat dari segi et ika at au moral
t erbat as. Persoalan ini berkait an dengan ke- maupun dari segi int egrit as dalam bekerj a.
mampuan inf rast rukt ur pendukung sepert i sara- Akibat yang muncul asas peradilan yang cepat ,
na dan prasarana, kemampuan prof esional apa- sederhana dan biaya ringan t idak t ercapai se-
rat penegak hukum sert a budaya hukum masya- hingga t erj adilah penumpukan perkara di se-
rakat . Ket i ga, persoalan yang secara t idak lang- mua t ingkat peradilan. Akibat lainnya muncul
sung t imbul dari disparit as pidana ( di spar it y of put usan yang diambil baik oleh kepolisian,
sent encing), yang dianggap sebagai t he di st ur b- kej aksaan maupun pengadilan t erkadang hanya
i ng i ssue dalam SPP. 3
memberikan keadilan birokrat is yang hanya Prakt ik peradilan pidana yang menj urus menerapkan undang-undang saj a, bukan ke-
pencarian keunt ungan sehingga memperkecil adilan subst ansial.
peluang masyarakat unt uk berpart isipasi me- Gambaran mengenai cit ra penegakan
nyebabkan peradilan pidana bersif at krimino- hukum dan kinerj a t ersebut menyebabkan Sis-
gen. Ini bisa dicegah dengan adanya part isipasi t em Peradilan Pidana memiliki sif at krimino-
masyarakat dengan pendayagunaan t eknologi gen, apabila t erj adi prakt ik-prakt ik yang t idak
inf ormasi dalam pengawasan t erhadap bekerj a- konsist en dengan melihat sist em peradilan baik
nya SPP. Pengawasan bukan hanya dilakukan sebagai sist em f isik ( physi cal syst em) maupun
ket ika proses peradilan at au di dalam ruang sebagai sist em abst rak ( abst r act syst em). Kon-
sidang, karena pot ensi penyelewengan at au disi ini dilat ar belakangi pula oleh suat u kenya-
kriminogen it u j ust ru berada di luar sidang. t aan int eraksi, int erkoneksi dan int erdependen-
Lembaga pengawasan negara (Komisi Kepolisi- si merupakan karakt erist ik ut ama dari suat u
an, Komisi Kej aksaan, Komisi Yudisial) belum sist em. 1 dapat menj angkau secara keseluruhan t erhadap
Fakt or kriminogen Sist em Peradilan Pida- prakt ik-prakt ik yang demikian it u. na (SPP) dapat disebabkan oleh beberapa
Kurangnya akses dan minimnya inf ormasi persoalan. Per t ama, berkait an dengan perun-
bekerj anya SPP menyebabkan masyarakat sulit dang-undangan pidana yang mencipt akan l egi s-
unt uk mendapat kan keadilan, sekaligus sulit l at ed envi r onment . Masalah yang t imbul di sini
unt uk mengungkap kej ahat an yang dilakukan menyangkut kecermat an dalam melakukan
oleh aparat penegak hukum. Melihat hal t er- kriminalisasi sebagai suat u proses unt uk men-
sebut , perbaikan at as kinerj a SPP t ak dapat j adikan suat u perbuat an yang semula bukan
dilakukan t anpa pemberdayaan masyarakat .
pemberdayaan masyarakat , t uj uan mat an dalam kriminalisasi dan penggunaan asas
t indak pidana menj adi t indak pidana. 2 Kecer-
Tanpa
hukum berupa keadilan akan semakin j auh dari subsidiarit as yang t epat dapat menghindari 4 j angkauan, dan upaya unt uk mewuj udkan per-
over cr imi nal i zat ion maupun deval uasi hukum
3 Persoal an per t ama berkait an dengan kecer mat an
1 Mul adi , 1995, Kapi t a Sel ekt a Si st em Per adi l an Pi dana, BP krimi nal i sasi dan penggunaan asas subsi di arit as, ini Undip, Semar ang, hl m. 24.
menunj ukkan f ungsi hukum pi dana sebagai ul t imum 2 Tidak mudah unt uk mel akukan kri mi nal i sasi , art inya
remi di um, at au al at t erakhir ar t inya j ika penyel esaian harus dil akukan kaj ian komprehensif mengenai t uj uan
at au sanksi l ain sudah t ak mampu maka baru sanksi hukum pidana it u sendiri, penet apan perbuat an yang
pi dana yang digunakan. Persoal an kedua menyebabkan t idak dikehendaki, perbandingan ant ar a sar ana dan hasil
t erj adinya kej ahat an yang t ak t erungkap ( hi ddne dan kemampuan badan penegak hukum. Lihat dal am
ket er bat asan dal am SPP. Sudart o, 1986,
Hukum dan Hukum Pi dana, Al umni, Persoal an ket iga t erkai t dengan put usan yang berbeda Bandung, hl m 32 dan 151. Berkait an dengan kri minal i-
t erhadap perkara yang sama yang dapat menimbul kan sasi i ni, Simposiun Hukum Pidana Nasional pada Agust us
kecurigaan t erhadap kinerj a SPP ol eh pel aku kej ahat an 1980 j uga t el ah menet apkan kri t eri a kri minal isasi dan
op. ci t , hl m. 24-26. dekri minal i sasi. Li hat l ebih l engkap dal am Laporan
maupun kor ban. Mul adi,
4 Esmi Warassih Puj irahayu, 1991, Pember dayaan Masya- Simposium Pembaharuan Hukum Pidana Nasional 1980 di
r akat dal am Mew uj udkan Tuj uan Hukum (Pr oses Pene- Semar ang sebagai mana dikut ip ol eh Bar da Nawaw i Ar ief ,
gakan Hukum dan Per soal an Keadi l an). Pidat o Pengukuh- 1994, Kebi j akan Legi sl at i f Dal am Penanggul angan Hukum
an dal am Jabat an Guru Besar Madya dal am Il mu Hukum. Pi dana, BP Undip, Semarang, hl m. 36.
Semar ang: FH Undi p, hl m. 8.
Pendayagunaan Teknol ogi Inf ormasi dal am Pember dayaan Masyar akat . . . 199
adilan yang bersih, berwibawa dan bebas dari diat asi, maka perbaikan kinerj a SPP dan pe- korupsi, kolusi dan nepot isme sulit t erwuj ud.
menuhan kebut uhan masyarakat akan inf ormasi Pemberdayaan merupakan suat u kekuat -
publik mengenai perkara yang diselesaikan an unt uk dapat mengaakses sumber-sumber
maupun kinerj a aparat nya menj adi t unt ut an daya yang ada sehingga merupakan pembagian
unt uk dit ingkat kan prof esionalismenya. kekuasaan yang adil, yang dapat meningkat kan
Tulisan ini didasarkan pada penelit ian kesadaran masyarakat
yang dilakukan di Jawa Tengah mengenai pen- Pemberdayaan hanya dapat dilakukan melalui
akan
eksist ensinya.
dayagunaan t eknologi inf ormasi sebagai upaya proses part isipasi, yang merupakan prakt ik ke-
meningkat kan part isipasi masyarakat dalam adilan. Oleh karena it u, perlu dilakukan pema-
meningkat kan pengawasan bekerj anya sist em haman part isipasi sebagai pemberdayaan rakyat
peradilan pidana. Pengawasan oleh masyarakat yang meliput i prakt ik keadilan dan hak unt uk
menj adi pent ing mengingat pihak yang ber- menikmat i hasil pembangunan yang mungkin
singgungan langsung dengan t ugas-t ugas inst i- dapat menimbulkan konf lik ant ara pihak-pihak
t usi penegak hukum adalah masyarakat . Ma- yang berkepent ingan.
syarakat lah yang merasakan puas at au t idak Pemanf aat an sumber daya yang ada
puas t erhadap pelayanan mereka, dan masya- dalam proses pemberdayaan masyarakat mut lak
rakat pula yang dapat memberikan inf ormasi diperlukan, di ant aranya pemanf aat an t ekno-
yang akurat , baik sebagai pihak dalam perkara logi inf ormasi. Pemerint ah t elah menet apkan
maupun sebagai pengamat . Hasil penelusuran pemberdayaan t eknologi inf ormasi menuj u t er-
t ent ang part isipasi masyarakat dalam pene- wuj udnya masyarakat berbudaya inf ormasi.
gakan hukum dan pengawasan bekerj anya sis- Jika kesadaran akan inf ormasi disadari oleh
t em peradilan pidana merupakan bahan unt uk seluruh komponen bangsa ini, maka bangsa ini
membuat sebuah model part isipasi masyarakat akan bangkit menuj u kej ayaan. Berdasarkan
dalam pengawasan t erhadap bekerj anya sist em hal t ersebut , inisiat if unt uk membuat komuni-
pidana yang diharapkan dapat t as inf ormasi menj adi kebut uhan mendesak
peradilan
menj awab kelemahan dan kekurangan yang ada yang perlu diwuj udkan.
pada model pengawasan yang selama ini kurang Sehubungan dengan hal t ersebut , di-
memuaskan.
susunlah model part isipasi masyarakat dalam pengawasan
t erhadap
bekerj anya
sist em
Permasalahan
peradilan pidana dengan mendayagunakan t ek- Ada 3 (t iga) permasalahan yang diaj ukan nologi inf ormasi. Model ini nant inya bukan ha-
dalam penelit ian dan disaj ikan dalam art ikel nya merupakan
Per t ama, f akt or-f akt or apa saj akah yang kepada inst it usi peradilan pidana, yang di
f eedback at au umpan balik
ini.
menghambat part isipasi masyarakat dalam pe- dalamnya proses perkara it u berj alan, t et api
negakan hukum? Kedua, langkah apakah yang sekaligus t erhubung ke komisi negara yang
harus dit empuh unt uk meningkat kan pengawas- berkait an dengan pengawasan t erhadap be-
an oleh masyarakat t erhadap bekerj anya sist em kerj anya SPP. Model ini memberi ruang kepada
peradilan pidana? Ket i ga, model part isipasi masyarakat unt uk berpart isipasi melalui pem-
masyarakat yang sepert i apakah yang dapat berian inf ormasi mengenai perkara pidana mau-
meningkat kan pengawasan masyarakat t er- pun bekerj anya aparat penegak hukum se-
hadap bekerj anya sist em peradilan pidana? hingga ket erlibat an masyarakat dalam proses penegakan hukum bukan menj adi suat u ut opia
Met ode Penelitian
belaka. Oleh karena t eknologi inf ormasi diguna- Penelit ian ini merupakan penelit ian kuali - kan, maka part isipasi masyarakat dapat me-
t at if dengan pendekat an yuridis normat if dan lint asi bat as wilayah kerj a inst it usi yang di
penelit ian t erhadap hukum sebagai l aw i n ac- awasi, sehingga kendala j arak, wakt u dan biaya
t i on, merupakan st udi ilmu sosial yang non- dapat diat asi. Apabila kendala t ersebut dapat
dokt rinal dan bersif at empiris. Dalam peneli-
200 Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 10 No. 3 Sept ember 2010
t ian non dokt rinal, perhat ian penelit i akan t er-
KUHAP menganut
due pr ocess of l aw
f okus pada akt ivit as pelaku kej ahat an (t ersang- (proses hukum yang adil) yang pengert iannya ka), korban kej ahat an (at au keluarganya) dan
lebih luas dari sekadar penerapan hukum at au aparat penegak hukum (polisi, j aksa, hakim dan
perat uran perundang-undangan secara f ormil. advokat ), sert a masyarakat dalam parisipasinya
Menurut Mardj ono Reksodiput ro, seharunya pe- mengawasi bekerj anya sist em peradilan pidana.
mahaman t ent ang proses hukum yang adil me- Spesif ikasi penelit ian ini bersif at deskript if de-
ngandung pula sikap bat in penghormat an t erha- ngan sumber dat a berupa manusia dengan
dap hak-hak yang dipunyai warga masyarakat , t ingkah lakunya, perist iwa, dokumen, arsip dan
meskipun menj adi pelaku suat u kej ahat an. 5 benda-benda lain. Lokasi penelit ian adalah Pro-
Sist em yang diat ur dalam KUHAP menurut pinsi Jawa Tengah dengan penent uan sampel
Mardj ono Reskodiput ro, secara garis besar da- lokasi dan inf orman penelit ian secara pur posive
pat t erbagi dalam t iga t ahap, yait u t ahap sebe- sampl i ng. Dat a dikumpulkan dengan met ode
lum sidang pengadilan at au pra-aj udikasi ( pr e- int erakt if dan non int erakt if dan dianalisis
adj udi cat i on); t ahap sidang pengadilan at au t a- dengan model analisis int erakt if dan analisis
hap aj udikasi ( adj udi cat ion); dan t ahap set elah mengalir.
pengadilan at au t ahap purna-aj udikasi ( post -
adj udi cat i on). 6
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Menurut Mardj ono, t ahap aj udikasi me-
Bekerj anya Sistem Peradilan Pidana
rupakan t ahap yang dominan. Hal ini didasar- Penyelesaian perkara pidana dapat di-
kan pada KUHAP yang menyat akan bahwa baik lakukan melalui j alur lit igasi dan non-lit igasi.
dalam put usan bebas, maupun put usan ber- Jalur non lit igasi merupakan j alur alt ernat if
salah, hal ini harus didasarkan pada f akt a dan yang sebenarnya t idak diakui keberadaannya
keadaan sert a alat pembukt ian yang diperoleh oleh at uran pokok hukum acara pidana, yait u
dari pemeriksaan di sidang. Menurut nya, suat u KUHAP. Akan t et api keberadaannya ada dan di-
SPP yang berkeinginan secara j uj ur melindungi akui oleh masyarakat sehingga digunakan seba-
hak seorang warganegara yang menj adi t er- gai salah sat u cara menyelesaikan perkara pida-
dakwa, akan paling j elas t erungkap dalam t a- na. KUHAP menent ukan model penyelesaian
hap aj udikasi. Hanya dalam t ahap di sidang pe- perkara pidana sebagaimana nampak dalam
ngadilanlah t erdakwa dan pembelanya dapat ragaan di bawah ini.
berdiri t egak sebagai pihak yang benar-benar Sistem Peradilan Pidana bersamaan deraj at nya berhadapan dengan pe-
nunt ut umum. 7
e e e e Pada t ahap aj udikasi t erdapat j aminan
Perkar a
Pi dana
sepenuhnya hak-hak kedua belah pihak, hak
BAP
P21
penunt ut umum adalah mendakwa dan hak
d e t erdakwa adalah membela dirinya t erhadap
Mar dj ono
Reksodi put ro,
Si st em Per adi l an Pi dana,
Mel i hat Kepada Kej ahat an dan Penegakan Hukum Dal am Bat as-bat as Tol er ansi , Pi dat o Pengukuhan Peneri maan Jabat an Guru Besar Tet ap Dal am Il mu Hukum Pada FH hl m. 6
UI, 1993,
Pengaduan Pel apor an,
Pengaj uan
Put usan
Ibi d, hal . 12. Bandingkan dengan pendapat Roml i yang
Tert angkap Tangan dakwaan,
Penghu-
mengat akan bahwa sist em dal am KUHAP t er dir i dari empat
t ahapan,
yait u
t ahap penyel idikan ol eh
bar ang bukt i
kuman
penyel idik, t ahap kedua berupa penangkapan, t ahap
dan t unt ut an
ket iga adal ah penahanan dan t ahap keempat adal ah proses pemeriksaan perkara pi dana di muka per si dangan.
Uraian l engkap dari pent ahapan ini dapat dil ihat pada Model Penyelesaian Perkara Pidana Menurut KUHAP
Bagan 1
KUHAP, uraian secara singkat dapat dil ihat pada Roml i At masasmit a,
Bunga Rampai …, op. ci t , hl m. 17-24 dan
Roml i At masasmit a,
Si st em Per adi l an …, op. ci t , hl m. 33-
7 39 Ibi d, hl m. 12-13
Pendayagunaan Teknol ogi Inf ormasi dal am Pember dayaan Masyar akat . . . 201
dakwaan. Jaminan yang penuh ini harus diberi- dapat dikat akan pula sebagai keadilan biro- kan oleh pengadilan dan dalam kenyat aannya
krasi.
hanya dapat berlangsung apabila kit a selalu Nilai yang dit onj olkan dari t uj uan sist em dapat meyakini kenet ralan dan kebebasan
peradilan pidana sebagaimana dikemukakan hakim-hakimnya. Suat u proses hukum yang adil
oleh Mardj ono Reksodiput ro adalah menyelesai- di mana t erdapat keyakinan akan adanya
kan kasus kej ahat an yang t erj adi sehingga pengadilan yang bebas adalah sangat pent ing
masyarakat puas bahwa keadilan t elah dit egak- bagi rasa aman masyarakat , t idak kalah pent ing
kan dan yang bersalah dipidana. 10 Unt uk mene- dari usaha menanggulangi kej ahat an. 8 mukan kebenaran dan keadilan, sist em per- Pendapat Mardj ono ini dit ent ang oleh
adilan pidana bekerj a melalui sebuah birokrasi Romli At masasmit a. Romli t idak menyangkal
yang dinamakan birokrasi peradilan. SPP yang bahwa t ahap aj udikasi adalah t ahap yang pen-
bekerj a dengan cara t ersebut menggunakan t ing dalam SPP, akan t et api bukan t ahap yang
pendekat an hukum yang posit ivist is-analit is, dominan. Menurut nya, dilihat dari sudut krimi-
yang memberi perhat ian yang berlebihan pada nologi dan vikt imologi, proses st igmat isasi su-
asas, dokt rin dan perundang-undangan yang dah berj alan bahkan sej ak t ahap pra-aj udikasi
mengat ur SPP.
yait u pada t ahap penangkapan dan penahanan. Pemecahan masalah, penemuan kebenar- Pada t ahap aj udikasi t erj adi proses st igmat isasi
an dan keadilan sert a sarana kont rol akt ivit as dan vikt imisasi st rukt ural, bahkan proses ini
masyarakat , hukum bukanlah sat u-sat unya alat berj alan sej ak t ahap penyidikan. 9 dan it upun bukan yang t erampuh. Rakyat at au
Semua perkara yang t elah masuk ke ke- masyarakat berhak unt uk mendapat kan dan polisian, akan diproses oleh kepolisian dan se-
memperoleh kebenaran dan keadilan, peme- lanj ut nya dibuat kan Berit a Acara Pemeriksaan
cahan masalah yang t idak menimbulkan masa- (P-21) sebagai bahan bagi j aksa unt uk menyu-
lah lagi di kemudian hari. Sist em peradilan sun dakwaan, pelaksanaan proses persidangan
pidana merupakan sarana f ormal sebagai hasil sert a penunt ut an. Semua proses ini kemudian
perkembangan hukum moderen unt uk mencapai oleh pengadilan diberikan put usan, baik put us-
hal t ersebut , akan t et api di luar SPP, masih an penghukuman (yang berart i harus segera
t erdapat sarana lain yang dapat memberikan masuk ke lembaga pemasyarakat an) at aupun
keadilan yang lebih memuaskan at au dengan put usan bebas at au lepas dari segala t unt ut an
ist ilah Hart dikat akan sebagai pr i mar y r ul es of hukum (yang berart i dikembalikan ke masya-
obl i gat ion, yait u kaidah-kaidah dalam masya- rakat ).
rakat yang dibent uk secara spont an oleh para Apakah proses ini menj amin t erungkap-
anggot a masyarakat sepenuhnya. 11 nya kebenaran dan keadilan. Pert anyaan ini
Selain persoalan t ersebut , SPP dij alankan bagi inst it usi dalam SPP bukan ukuran mut lak,
oleh manusia, sehingga kecepat an dan ket epat - karena dasar kerj a dari SPP adalah undang-
an dalam penyelesaian perkara pidana t ak undang dan bekerj anya lembaga it u melalui
hanya dit ent ukan oleh prosedur at au at uran sebuah birokrasi, yang dinamakan birokrasi
belaka. Manusia memiliki berbagai macam kom- peradilan. Selama birokrasi peradilan it u di-
t empuh, prosedur dij alankan dengan benar, 10 Mar dj ono Reksodiput ro, 1993, Si st em Per adi l an Pi dana,
Mel i hat … op. ci t , hl m. 1. Dal am Kesempat an l ain,
put usannya pun dianggap sebagai adil. Sebe-
Mar dj ono mengemukakan bahwa CJS/ SPP adal ah sist em
narnya keadilan yang dihasilkan bukan keadilan
dal am suat u masyarakat unt uk menanggul nagi masal ah kej ahat an.
Menanggul angi di art ikan sebagai
dalam art i subst ansial melainkan keadilan pro-
mengendal ikan kej ahat an agar berada dal am bat as-bat as
sedural, yait u keadilan yang diperoleh set elah
t ol eransi
masyarakat .
Lihat dal am Mardj ono
Reksodiput ro, 1994,
Si st em Per adi l an Pi dana (Per an
melakukan serangkaian prosedur t ert ent u at au
Penegak Hukum Mel awan Kej ahat an), dal am Hak Asasi Manusi a Dal am Si st em Per adi l an Pi dana, Jakart a: Pusat Pel ayanan Keadil an dan Pengabdi an Hukum UI, hl m. 84-
9 Ibi d, hl m. 13 H. L. A. Har t , 1972, Roml i At masasmit a, The Concept of Law, London: Oxf ord Si st em Per adi l an …, op. ci t , hl m. 43 Uni versit y Press, hl m. 88-89
202 Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 10 No. 3 Sept ember 2010
pleksit as dan dengan kompleksit as yang di-
Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengawas-
milikinya it u dapat mempengaruhi kinerj anya
an Bekerj anya Sist em Peradilan Pidana
dalam penyelesaian perkara pidana yang Berdasarkan mekanisme yang t erdapat dit angani. Perilaku aparat penegak hukum se-
dalam UU No. 8 Tahun 1981, sebenarnya set iap ringkali menj adi f akt or yang memperburuk
perkara pidana yang t elah masuk at au dit angani kinerj a inst it usinya. Fakt or perilaku ini mem-
oleh Polisi, seharusnya dilanj ut kan unt uk di- bent uk cit ra dari kinerj a lembaga at au inst it usi
sidangkan di muka pengadilan, kecuali ada dan j ika cit ra it u buruk maka orang at au badan
alasan-alasan t ert ent u yang menyebabkan per- hukum t ak memiliki minat unt uk menyerahkan
kara pidana t ersebut hanya sampai di ke- masalahnya kepada aparat penegak hukum.
polisian at au kej aksaan. Akan t et api sering kali Ada banyak cara dan t empat unt uk men-
t erj adi, perkara pidana yang berpot ensi unt uk dapat kan keadilan, peradilan pidana hanya
disidangkan di muka pengadilan dapat disele- salah sat u cara dan t empat yang dapat dit em-
saikan oleh polisi. Persoalan ini mencuat ket i- puh. Keadilan dapat dit emukan di mana saj a,
ka muncul indikasi bahwa dalam t ubuh polisi di ruang mana saj a, “ j ust i ce i n many r oom” ,
t erdapat “ permainan” yang menyebabkan per-
kara pidana dapat dihent ikan penyidikannya. memberikan keadilan yang harapkan, maka
kat a Marc Galant er. 12 Ket ika SPP t ak dapat
Ini dapat t erj adi karena t erdapat diskriminasi mereka yang bermasalah dapat mencari alt er-
hukum dalam penegakan hukum pidana. Do- nat if lain yang dapat memberikan harapan it u. 14 nald Black mengint rodusir adanya lima aspek
Bagi masyarakat yang masih memegang kuat yang menyebabkan t erj adinya diskriminasi hukum adat , dapat mencarinya di peradilan
hukum. Kelima aspek it u adalah st rat if ikasi, adat dan bagi masyarakat yang memiliki re-
morf ologi, kult ur, organisasi dan pengendalian ligiusit as yang t inggi dapat mencari melalui
sosial.
hukum agamanya. Proses peradilan pidana yang panj ang it u Hukum pidana di masa yang akan dat ang
t ernyat a hanya menit ikberat kan pada pelaku hendaklah memperhat ikan aspek-aspek yang
kej ahat an saj a, sedangkan korban berada berkait an dengan kondisi manusia, alam dan
dalam posisi yang t idak mengunt ungkan. Hasil t radisi yang sudah mengakar dalam budaya
penelit ian Angkasa dkk, membukt ikan posisi
korban dalam peradilan pidana belum menj adi hukum yang diprakt ekkan di peradilan adalah
bangsa Indonesia. 13 Pada masa kini, di mana
perhat ian sehingga penderit aannya t et ap di- hukum modern, perlu memperhat ikan sarana
t anggung sendiri t anpa ada upaya unt uk me- kont rol sosial lain yang ada di masyarakat dan
lakukan rest it usi at au kompensasi baik oleh mempert imbangkan apa yang dikat akan oleh
negara maupun pelaku kej ahat an. 15 Muladi di at as. Pemut lakan penyelesaian per-
Fakt or lain yang menent ukan cit ra pene- kara pidana melalui j alur lit igasi akan t ak akan
gakan hukum di Indonesia adalah perilaku apa- mendukung f ungsi hukum pidana sebagai ul -
rat penegak hukum, yang seringkali membuat t i mum r emi di um. Indonesia yang berkeadaan
cit ra penegakan hukum memburuk. Seorang serbaneka hendaknya pula memperhat ikan
f ilosof Taverne pernah mengungkapkan “ Beri- kebhinekaan it u, dan t ak mengandalkan semat a
kanlah saya seorang j aksa yang j uj ur dan cer- pada kinerj a SPP unt uk mendapat kan keadilan,
das, berikanlah saya seorang hakim yang j uj ur karena keadilan ada di banyak ruang.
dan cerdas, maka dengan undang-undang yang paling burukpun, saya akan menghasilkan pu-
Soci ol ogi cal Just i ce, New York: Pr i vat e Or der i ng, and Indegenous Law , Journal of Legal
12 Mar c Gal ant er, 1981, Just i ce i n Many Rooms: Cour t s,
14 Donal d Bl ack, 1976,
Oxf ord Uni versit y Press, hl m. 1-2. Pl ural i sm, No. 19, hl m. 1-47. Lihat j uga Roger Cot t errel l ,
Kedudukan Kor ban Ti ndak Pi dana 2001,
15 Angkasa dkk, 2006,
dal am Si st em Per adi l an Pi dana (Kaj i an t ent ang Model Burl ingt on: Ashgat e Publ ishing Co, hl m. 235-282.
Soci ol ogi cal Per spect i ve
Per l i ndungan Hukum Bagi Kor ban ser t a Pengembangan 13 Mul adi , Mul adi, 1990,
Pr oyeksi Hukum Pi dana Mat er i i l Model Pemi danaan dengan Memper t i mbangkan Per anan Indonesi a Di Masa Mendat ang, Pi dat o Pengukuhan
Kor ban). Laporan Hasil Penel it i an Hibah Ber saing XIII/ 1, Jabat an Guru Besar Undi p, Semarang, hl m. 15.
1. Purwokert o: FH Unsoed.
Pendayagunaan Teknol ogi Inf ormasi dal am Pember dayaan Masyar akat . . . 203
t usan yang baik” . 16 Dengan melihat pada ung- kapan ini sebet ulnya persoalan pada aparat penegak hukum bukan pada perat uran hukum- nya, akan t et api lebih kepada hat i nuraninya, dan berbicara t ent ang hat i nurani t ent unya kit a akan berbicara t ent ang et ika at au moral penegakan hukum.
Berdasarkan hasil penelit ian, inst it usi pe- negak hukum (t erut ama Kepolisian, Kej aksaan, dan Pengadilan) merasa sudah melaksanakan perint ah undang-undang unt uk melibat kan par- t isipasi masyarakat dalam penegakan hukum. Unt uk Lembaga Pemasyarakat an yang sif at nya lebih t ert ut up, part isipasi belum dapat dilak- sanakan secara maksimal karena pembinaan bagi narapidana bersif at t ert ut up, t erut ama unt uk narapidana yang baru menj alani pidana (masa isolasi). Akan t et api bent uk part isipasi masyarakat pada ket iga inst it usi t ersebut masih dalam t at aran normat if , yait u mengadukan at au melaporkan kasus at au perkara pidana yang dihadapi, sedangkan part isipasi masya- rakat yang t idak menj adi korban at au pelaku kej ahat an belum dapat dilaksanakan secara maksimal, dan j alan alt ernat if adalah melalui media massa. Kesulit an yang dihadapi dalam menj alankan amanat undang-undang ini adalah t idak dit ent ukannya bent uk part isipasi masya- rakat , sehingga lembaga penegak hukum lebih banyak bersif at menunggu.
Part isipasi masyarakat dalam pengawasan t erhadap bekerj anya sist em peradilan pidana sebenarnya t idak t erbat as pada melaporkan at au mengadukan saj a. Bagi pihak-pihak lain yang t idak menj adi korban at au pelaku ke- j ahat an (at au keluarganya) dapat mengawal j alannya proses perkara it u sampai pelaksanaan put usan pengadilan di lembaga pemasyarakat -
16 Achmad Al i, 2002, Ket er pur ukan Hukum di Indonesi a (Penyebab dan Sol usi nya), Jakart a: Ghal ia Indonesia, hl m 28;
Bandi ngkan dengan
mengemukakan bahwa pandangan keadil an yang dicari merupakan produk yang dihasil kan at au didist ri busikan secara eksl usi f ol eh negara yang diber i l abel l egal cent r al ism, bukanl ah pendapat yang t i dak umum di kal angan orang-orang ber prof esi hukum. Pandangan l egal cent r al i sm memil iki banyak kel emahan, set i dak- t idaknya j ika dil ihat dar i perspekt if ant ropol ogis. Li hat Mar c
Ant r opol ogi Hukum Sebuah Bunga Rampai . Jakar t a: Yayasan Obor Indonesia hl m. 95.
an. Pemahaman penegak hukum yang mem- bat asi part isipasi masyarakat hanya sebat as proses penyidikan saj a menimbulkan resist ensi yang cukup besar t erhadap t erj adinya penya- lahgunaan wewenang oleh aparat penegak hu- kum. Misalkan saj a dalam upaya unt uk mene- mukan kebenaran mat eriil pada proses pe- nyidikan, seorang t ersangka dapat dipanggil sewakt u-wakt u unt uk diint erograsi t anpa ke- hadiran at au didampingi penasehat hukum at au ket ika int erogasi dilakukan pada t engah malam yang t idak memungkinkan bagi penasehat hu- kum unt uk dat ang. Kondisi yang demikian dapat menimbulkan pula penyalahgunaan wewenang selanj ut nya yait u brut alit as polisi, baik dalam skala yang kecil (kekerasan dengan mengguna- kan punt ung rokok at au t angan) maupun dalam skala besar yang menyebabkan luka berat .
Pemahaman penegak hukum yang mem- bat asi peran masyarakat (yang t erbat as pada pihak yang berperkara saj a) menyebabkan t erj adinya j ual beli inf ormasi. Di t ingkat kej ak- saan, seseorang yang menginginkan inf ormasi t ent ang suat u perkara, seseorang – bahkan pi- hak yang berperkara dan penasehat hukumnya, apalagi orang yang t idak ada sangkut paut nya dengan perkara t ersebut t et api memiliki per- hat ian yang besar t erhadap j alannya perkara it u – harus membayar sej umlah uang t ert ent u unt uk mendapat kan inf ormasi. Rupanya kesem- pat an ini digunakan oleh aparat penegak hukum unt uk mendapat kan keunt ungan dengan menya- lahgunakan wewenang at au j abat annya. Jika kondisi yang demikian t et ap dipelihara, akan semakin memperburuk cit ra penegak dan pe- negakan hukum di Indonesia yang sudah t er- puruk ini hingga ke dasar j urang, menuj u kepada kebusukan hukum.
Di pengadilan, part isipasi masyarakat j u-
ga lebih dibat asi lagi. Para pihak yang berper- kara, dapat t urut akt if dalam mencari dan menemukan kebenaran, sedangkan pihak yang t idak t erlibat dalam perkara “ hanya” dapat menj adi penont on at au pengamat j alannya peradilan t anpa boleh int ervensi. Selain para pihak yang berperkara, penasehat hukum ada- lah orang yang dapat t urut berpart isipasi akt if dalam menent ukan saksi-saksi yang hendak
204 Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 10 No. 3 Sept ember 2010
dihadirkan dalam persidangan. Akan t et api t er- ungkap bahwa t erhadap kasus-kasus yang me- libat kan masyarakat dengan st at us sosial eko- nomi t inggi, j alannya persidangan sudah diat ur sedemikian rupa at au dengan kat a lain sudah “ dikondisikan” oleh penasehat hukum, sehingga penasehat hukum dalam hal ini layaknya se- orang event or ganizer . Inilah yang menyubur- kan maf ia peradilan di bumi Indonesia.
Demikian pula di lembaga pemasyarakat - an, part isipasi masyarakat j uga t ak dapat dilaksanakan secara maksimal. Pembinaan bagi t erpidana bersif at t ert ut up dan t idak ada cam- pur t angan masyarakat di dalam proses pem- binaan it u. Meski dalam pembinaan it u melibat - kan ulama/ pemuka agama unt uk pembinaan kerohanian, akan t et api unt uk pembinaan yang dilakukan oleh lembaga pemasyarakat an t ak dapat diawasi secara langsung oleh masyarakat . St andar pembinaan dalam lembaga pemasyara- kat an memang t elah dit et apkan oleh Dit j en Pemasyarakat an, akan t et api dalam prakt eknya t ak t erelakkan pula t erj adinya penyalahgunaan kekuasaan oleh pet ugas sehingga kekerasan oleh pet ugas t erhadap t erpidana menj adi hal yang biasa.
Ket idakt erbukaan inf ormasi penegak hu- kum yang disebabkan karena sikap at au kult ur inst it usi yang t idak mengij inkan masyarakat t erlibat t erlalu j auh dalam pengawasan t er- hadap bekerj anya sist em peradilan pidana me- nyebabkan orang enggan unt uk t erlibat di da- lamnya. Keengganan ini menyebabkan prakt ik- prakt ik penyalahgunaan wewenang menj adi subur dan t ak dapat dikont rol. Jika masyarakat di sekit ar t ak dapat mengont rol j alanya per- adilan, apalagi orang-orang yang berada di luar lingkaran perkara pidana, t ent u akan lebih sulit . Ket erbukaan inf ormasi publik merupakan amanat undang-undang yang mest i dij alankan dan ini membut uhkan sist em dan mekanisme yang mendukung ke arah t erbent uknya masya- rakat yang berbudaya inf ormasi.
Ket erbat asan sarana dan prasarana inf or- masi menyebabkan perolehan inf ormasi t er- hadap j alannya peradilan menempuh j alan yang berliku. Bagi mereka yang t erlibat dalam per- kara pidana (korban, pelaku at au keluarganya)
dapat secara langsung menanyakan kepada inst ansi penegak hukum di mana perkara it u sedang diperiksa. Bagi masyarakat umum yang ingin menget ahui perkara yang menj adi per- hat iannya dapat menghadiri persidangan. Ma- salah yang t imbul adalah j ika pihak yang t er- libat (korban, pelaku at au keluarganya) mau pun masyarakat umum yang ingin menget ahui j alannya peradilan t et api berada di luar kot a, t ak dapat mengikut i perkembangan dan meng- awasi j alannya perkara/ peradilan yang sedang dilaksanakan.
Kekhawat iran besar penegak hukum t er- hadap ket erlibat an masyarakat dalam proses peradilan adalah ket akut an akan t erj adinya bias pada perkara yang dihadapi. Ket erlibat an masyarakat sebenarnya bukan dalam art i ke- t erlibat an langsung dan mencampuri proses peradilan, akan t et api lebih dari it u adalah mengawasi j alannya peradilan, sehingga peng- gunaan kewenangan at au kekuasaan yang di miliki penegak hukum dapat dikont rol agar t i- dak sampai pada t ingkat yang membahayakan.
Permasalahan mendasar yang menyebab- kan rendahnya t ingkat part isipasi masyarakat dalam pengawasan t erhadap bekerj anya sist em peradilan pidana adalah komunikasi. Bagai- mana inst ansi dalam SPP mengkomunikasikan apa yang dilakukan kepada masyarakat merupa- kan suat u kendala yang harus segera di at asi. Slogan kepolisian misalnya yang menyat akan bahwa “ kami siap melayani” j angan sampai hanya menj adi mit os yang t erus t erbukt i ke- bohongannya. Jika slogan it u dipegang t eguh sebagai et os kerj a, maka masalah komunikasi dengan masyarakat bukan menj adi penghalang. Jadi pada t at aran ini permasalahan komunikasi t erlet ak pada kemauan inst it usi unt uk bersif at t erbuka pada masyarakat dalam perolehan dan pemberian inf ormasi kepada publik. Masalah ini dapat diperparah oleh kemampuan sumber daya manusia yang t ak dapat mengaplikasikan kemauan inst it usi t ersebut .
Selain masalah kemauan inst it usi dan kemampuan sumber daya manusia, f akt or lain yang t idak kalah pent ing dalam upaya mening- kat kan part isipasi masyarakat adalah ket er- sediaan inf rast rukt ur komunikasi (t eknologi in-
Pendayagunaan Teknol ogi Inf ormasi dal am Pember dayaan Masyar akat . . . 205
f ormasi) pada masing-masing inst it usi penegak hukum. Berdasarkan hasil pengamat an (obser- vasi) penelit i, keadaan masing-masing inst it usi penegak hukum dalam inf rast rukt ur komunikasi bervariasi, akan t et api secara umum dapat dikat akan bahwa mereka t elah memanf aat kan t eknologi inf ormasi. Komput er misalnya, t elah menj adi hal yang umum dan dapat dij umpai dengan mudah pada inst ansi penegak hukum, demikian pula dengan modem yang menghu- bungkan komput er t ersebut ke j aringan int er- net . Akan t et api ket erbat asan akses dan orang yang boleh mengakses menyebabkan komput er dan j aringan int ernet hanya unt uk mencari inf ormasi saj a. Komput er lebih banyak diguna- kan sebagai penggant i mesin ket ik. Belum ada upaya dari masing-masing inst ansi unt uk mem- buat websit e t ersendiri yang memungkinkan penyampaian inf ormasi dapat disaj ikan secara cepat .
Inst ansi yang sudah menggunakan t ek- nologi inf ormasi unt uk meningkat kan part isipasi masyarakat dalam penegakan hukum adalah kepolisian. Inst it usi ini menggunakan Shor t Message Ser vi ce (SMS) unt uk menampung as- pirasi dan inf ormasi masyarakat t ent ang pene- gakan hukum baik laporan t ent ang t erj adinya t indak pidana maupun keperluan lain yang berkait an dengan t ugas-t ugas kepolisian. Ins- t ansi lain belum t erlihat menggunakan f asilit as ini unt uk kepent ingan inst it usi. Websit e yang t ersedia unt uk kepolisian baru ada di t ingkat Polda, sehingga inf ormasi yang t ersedia baru sebat as akt ivit as di Polda Jawa Tengah, belum mencakup seluruh Polres di Jawa Tengah.
Segala ket erbat asan inf rast rukt ur t ekno- logi inf ormasi it u t ak membuat pesimis. Ada semacam opt imisme dari para penegak hukum bahwa part isipasi masyarakat dapat dit ingkat - kan j ika mereka diberikan f asilit as yang me- madai. Kecepat an dalam penanganan perkara akan lebih dit ingkat kan dan inf ormasi yang di but uhkan masyarakat akan dapat t ersaj i dengan cepat . Akan t et api ini membawa konsekuensi berupa ket ersediaan sumber daya manusia yang menguasai t eknologi inf ormasi. Selain it u koor- dinasi di ant ara berbagai elemen (bagian at au sub bagian) dalam inst it usi penegak hukum
memerlukan koordinasi yang t epat dan cepat agar inf ormasi yang disaj ikan merupakan inf ormasi yang akurat .
Part isipasi masyarakat dalam pengawasan t erhadap bekerj anya sist em peradilan pidana dapat menj adi beban sekaligus anugrah. Men- j adi beban, yang berart i ada kewaj iban bagi penegak hukum unt uk memberikan inf ormasi dan mempert anggungj awabkan kebenaran in-
f ormasi t ersebut , dan menj adi anugerah apa- bila part isipasi masyarakat it u dapat mengung- kap kebenaran dari sebuah perkara yang sedang dit anganinya. Tant angan yang saat ini dihadapi dalam upaya meningkat kan kinerj a penegak hukum t erut ama t erhadap pendapat yang t idak menyenangkan at as kinerj a SPP adalah persoal- an prof esionalisme. Penegak hukum yang prof e- sional t ent u akan menghasilkan put usan yang berkualit as, demikian pula sebaliknya. Ter- hadap kemungkinan adanya prot es at au keluh- an dari masyarakat mengenai kinerj a SPP, menurut responden harus dikemukaka lewat prosedur yang resmi dan waj ar. Inst it usi dalam SPP bersikap t erbuka t erhadap set iap krit ik dan saran unt uk perbaikan kinerj anya.
Berdasarkan kaj ian t eorit is mengenai per- undang-undangan yang mengandung amanat part isipasi masyarakat dalam peradilan pidana ant ara lain dapat disebut kan sebagai berikut : UU No. 25 Tahun 2004 t ent ang Sist em Peren- canaan Pembangunan Nasional; UU No. 8 Tahun 1981 t ent ang Kit ab Undang-undang Hukum Acara Pidana; UU No. 2 Tahun 2002 t ent ang Ke- polisian; UU No. 5 Tahun 2004 j o UU No. 14 Tahun 1985 t ent ang Mahkamah Agung; UU No. 8 Tahun 2004 t ent ang Kej aksaan; UU No. 2 Tahun 1986 t ent ang Peradilan Umum; UU No. 39 Ta- hun 1999 t ent ang Hak Asasi Manusia; UU No. 28 Tahun 1999 t ent ang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepot isme; UU No. 31 Tahun 1999 t ent ang Pemberant arasan Tindak Pidana Korupsi; UU No. 11 Tahun 2008 t ent ang Inf ormasi dan Tran- saksi Elekt ronik; dan UU No. 14 Tahun 2008 t ent ang Ket erbukaan Inf ormasi Publik; sert a berbagai perundang-undangan lainnya
Selain perundang-undangan, hasil pene- lit ian j uga menunj ukkan bahwa bekerj anya SPP
206 Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 10 No. 3 Sept ember 2010
seringkali keluar dari mainst ream penyelesaian l opi ng compet enci es, ski l l s and abi l it ies neces- perkara pidana. Penelit ian Agus Raharj o, dkk
sar y t o ef f ect ivel y par t i ci pat e in t heir soci al (2008) membukt ikan hal t ersebut , demikian
and pol i t i cal wor l ds” . 17
pula penelit ian dari Angkasa, dkk (2007) mem- Pemberdayaan hanya dapat dilakukan bukt ikan proses peradilan pidana selama ini
melalui proses part isipasi mengingat par t i - berat sebelah, sehingga korban t indak pidana
ci pat i on means shi f t i n deci sion-maki ng power menj adi korban unt uk yang kedua kalinya
f r om mor e power f ul t o poor , di sadvant aged, ket ika perkara pidana t ersebut berproses di
and l ess i nf l uent i al gr oups. 18 Part isipasi me- peradilan pidana. Dari hasil penelit ian it u mem-
rupakan prakt ek dari keadilan, oleh karena it u bukt ikan bahwa part isipasi masyarakat dalam
pemahaman part isipasi sebagai pemberdayaan pengawasan t erhadap bekerj anya SPP diperlu-
rakyat at au empowering people meliput i kan unt uk mengawal j alanya perkara pidana
prakt ek keadilan dan hak unt uk menikmat i hasil sekaligus mengawasi kinerj a apara penegak
pembangunan yang mungkin dapat menimbul- hukum agar t idak t erj adi penyalagunaan wewe-
kan konf lik ant ara pihak-pihak yang berkepen- nang at au kekuasaan yang dapat memperburuk
t ingan. 19
cit ra penegakan hukum di Indonesia. Kart asasmit a mengemukakan memberda- Prakt ik peradilan pidana yang menj urus
yakan rakyat harus dilakukan melalui t iga cara. kepada mencari keunt ungan sehingga mem-
Per t ama, mencipt akan suasana at au iklim yang perkecil peluang masyarakat unt uk berpart isi-
memungkinkan pot ensi masyarakat unt uk be- pasi menyebabkan peradilan pidana bersif at
Kedua, memperkuat pot ensi at au kriminogen. Hal ini bisa dicegah dengan ada-
rkembang.
daya yang dimiliki oleh rakyat dengan menerap- nya part isipasi masyarakat dengan pendaya-
kan langkah-langkah nyat a, menampung berba- gunaan t eknologi inf ormasi dalam pengawasan
gai masukan, menyediakan prasarana dan sara- t erhadap bekerj anya SPP. Pengawasan bukan
na, baik f isik maupun sosial yang dapat diakses hanya dilakukan ket ika proses peradilan at au di
oleh masyarakat dari berbagai lapisan. Ket i ga, dalam ruang sidang, karena pot ensi penyele-
memberdayakan rakyat dalam art i melindungi wengan at au kriminogen it u j ust ru berada di
dan membela kepent ingan masyarakat lemah. 20 luar sidang. Lembaga pengawasan negara (Ko-
Pengawasan dengan melibat kan semua misi Kepolisian, Komisi Kej aksaan, Komisi Kepo-
anggot a masyarakat t erhadap bekerj anya sis- lisian) belum dapat menj angkau secara ke-
t em peradilan pidana membut uhkan sarana dan seluruhan t erhadap prakt ik yang sedemikian.
prasarana. Dalam era t eknologi inf ormasi ini, Kurangnya akses dan minimnya inf ormasi
pendayagunaan t eknologi inf ormasi yang beru- dari bekerj anya SPP menyebabkan masyarakat
pa program komput er ( sof t war e) unt uk hal t er- sulit unt uk mendapat kan keadilan, sekaligus
sebut merupakan kebut uhan yang mendesak sulit unt uk mengungkap kej ahat an yang di-
yang dapat menj angkau semua lapisan masya- lakukan oleh aparat penegak hukum. Melihat
rakat .
hal t ersebut , maka perbaikan at as kinerj a SPP Mencermat i hal t ersebut , semua pot ensi t ak dapat dilakukan t anpa pemberdayaan
sumber daya yang ada perlu didayagunakan masyarakat . Pemberdayaan masyarakat dalam
upaya memperbaiki kinerj a SPP mut lak diperlu- 17 Kriesberg dal am Onny S Pr iyono dan A. M. W. Pranarka,
Pember dayaan,
Konsep, Kebi j akan dan
kan. Pemberdayaan merupakan suat u kekuat an
Impl ement asi . Jakart a: CSIS, hl m. 72; l ihat pul a Esmi
unt uk dapat akses t erhadap sumber-sumber
Warassih Puj irahayu,
op. ci t , hl m. 8. 18 El dridge dal am Onny S. Pr iyono dan A. M. W. Pranarka,
daya yang ada sehingga merupakan pembagian
19 i bi d, hl m 105; Esmi Warassih Puj ir ahayu, i bi d.
kekuasaan yang dapat meningkat kan kesadaran
Yosef P. Wi dyaat madj a, 1992, Per anan Par t i si pasi Rakyat dal am Pembangunan. Dal am UPKM FE UKSW, Yang
masyarakat akan eksist ensinya. Dikat akan oleh
Ter desak yang Ber kumpul , Semarang: Percet akan Sat ya
Kriesberg bahwa “ empower ment i nvolves i ndi -
Wacana, hl m. 7
20 Ginanj ar Kart asasmit a, 1995, Pemberdayaan Masyar akat :
vi dual gai ni ng cont r ol of t hei r l ives and f ul f i l l -
Sebuah Tinj auan Administ rasi, dal am Bul l et i n Al umni
i ng t hei r needs i n par t , as a r esul t of deve-
SESPA, hl m 105; l ihat j uga Onny S. Pri yono dan A. M. W. Pranarka,
op. ci t , hl m 105-106
Pendayagunaan Teknol ogi Inf ormasi dal am Pember dayaan Masyar akat . . . 207
unt uk meningkat kan part isipasi masyarakat t epat , sebuah bangsa akan mengenal j at i dalam penyelenggaraan negara, khususnya
dirinya. 23
pengawasan t erhadap bekerj anya sist em per- Sehubungan dengan hal t ersebut , inisia- adilan pidana. Teknologi inf ormasi dikat akan
t if unt uk membuat komunit as inf ormasi men- t elah membawa kit a kepada ambang revolusi
j adi kebut uhan mendesak yang perlu diwuj ud- keempat dalam pemikiran manusia yang di-
kan. Tit ik berat seluruh gerak bangsa harus cirikan dengan cara berf ikir yang t anpa bat as
dikonsent rasikan pada inf ormasi. Pendaya- ( bor der l ess way of t hi nki ng). 21 gunaan t eknologi inf ormasi sebagai upaya
Revolusi t eknologi inf ormasi it u dalam meningkat kan part isipasi masyarakat dalam kont eks keindonesiaan t elah direspon dengan
pengawasan t erhadap bekerj anya sist em per- t elah dibent uknya Kerangka Dasar Sist em In-
adilan pidana, pada masyarakat inf ormasi yang