Kriminologi Pelanggaran yang Berkaitan d
TUGAS KRIMINOLOGI
“Pelanggaran Yang Berkaitan Dengan Psikis”
Disusun Oleh :
Rangga P.R. Kartasasmita (2014200157)
Fridho Pambudi (2014200018)
Muhammad Galing Ganesworo (2014200133)
DOSEN : Dr. Anne Safrina Kurniasari, S.H., LL.M.
KELAS : B
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
BANDUNG
2016
LATAR BELAKANG
Kejahatan pada dasarnya adalah perbuatan tingkah laku yang melawan hukum dan secara
norma atau nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat berlawanan. Dahulu anggapan
kejahatan oleh orang-orang dipercayai sebagai perbuatan yang berasal dari setan. Seiring
perkembangan, filsuf-filsuf di dunia mulai beranggapan bahwa perbuatan kejahatan bukanlah
dari setan dan dianggap tidak masuk akal. Menurut Becaria, “Pada dasarnya manusia adalah
makhluk yang memiliki free will atau kehendak bebas” artinya, tiap orang bertindak sesuai
keinginannya sendiri. Adapun pemikiran tentang kehendak bebas yang berkembang pada zaman
klasik mulai melahirkan adanya pengelompokkan hukum contohnya code civil yang dibuat oleh
Napoleon. Namun pada kenyataannya zaman klasik masih menimbulkan ketidakadilan bagi
pelaku kejahatan itu sendiri, maka berkembanglah zaman neo klasik yang tidak dilandaskan pada
pemikiran ilmiah namun aspek-aspek kondisi pelaku dan lingkungannya mulai diperhatikan. Hal
ini yang membedakan dengan zaman klasik. Pada zaman positivisme perkembangan mengenai
kejahatan sendiri mulai terbagi menjadi dua pendekatan yaitu Determinisme Biologis dan
Determinisme Cultural, pada zaman ini teori yang berkembang amat bertolak belakang dengan
zaman klasik yang masih indeterminisme. Metode ilmiah yang berkembang mengenai kejahatan
berkembang karena pemikiran Cesare Lombrosso yang melahirkan teori “born criminal” dimana
seseorang memang memiliki sifat jahat sejak lahir, meskipun pada akhirnya teori Lombrosso
mengalami banyak perbaikan karena ciri fisik bukanlah satu-satunya pendekatan untuk
mengetahui apakah seseorang akan melakukan kejahatan atau tidak. Tetapi lanjutan dari ajaran
Lombrosso berkembang menjadi ajaran psikiatri. Pokok dari ajaran ini adalah organisasi tertentu
dari kepribadian orang yang berkembang jauh terpisah dari pengaruh-pengaruh jahat akan tetapi
menghasilkan kelakuan jahat tanpa mengingat situasi-situasi sosial.
Setelah mengetahui perkembangan sejarah kejahatan menurut para ahli, hal itu melatar
belakangi kami untuk lebih mendalami kejahatan tersebut dari sisi yang lebih spesifik, yaitu
psikis. Kami melihat kejahatan di jaman sekarang ini tidak selalu terpaku teori Lombrosso yang
memperkasai tentang teori “Born Criminal”. Justru perbaikan dari teori Lombrosso menjadi
ajaran psikiatri yang akhirnya menjadi tolak ukur kami melakukan studi psikis dengan membuat
analisa terhadap Panti Rehabilitasi Sosial.
TEORI
Dalam penelitian ini, kami menggunakan 4 teori yang relevan dengan bahasan kami, yakni :
A.
Teori Psikiatrik
Menurut Made Darma Weda, (1996;18), bahwa :
1
Teori psikiatrik merpakan lanjutan teori-teori Lombroso dengan melihat tanpa adanya
perubahan pada cirri-ciri morfologi (yang berdasarkan struktur). Teori ini lebih menekankan
pada unsure psikologis, epilepsy, dan oral insanity sebagai sebab-sebab kejahatan.
Lebih lanjut menurut Made Darma Weda, (1996:18), bahwa :
Teori psikiatrik ini, memberikan arti penting kepada kekacaun emosional, yang dianggap timbul
dalam interaksi social dan bukan karena pewarisan. Pokok teori ini adalah organisasi tertentu
dari pada kepribadian orang, yang berkembang jauh terpisah dari pengaruh jahat, tetapi tetap
akan menghasilkan kelauan jahat tanpa mengingat situasi situasi social.
B.
Teori Sosiologis
Menurut Made Darma Weda, (1996;18), bahwa :
2
Dalam memberi kausa kejahatan, teori sosiologis merupakan aliran yang sangat bervariasi.
Analisis sebab-sebab kejahatan secara sosiologis banyak di pengaruhi oleh teori kartografik dan
sosialis. Teori ini menafsirkan kejahatan sebagai fungsi lingkungan social ( crime as a function
of social environment ).
Lebih lanjut menurut Made Darma Weda, (1996:18), bahwa :
Pokok pangkal dengan ajaran ini adalah, bahwa kelakuan jahat dihasilkan oleh proses-proses
yang sama seperti kelakuan social. Dengan demikian proses terjadinya tingkah laku jahat tidak
berbeda dengan tingkah laku lainnya termasuk tingkah laku yang baik. Orang melakukan
kejahatan disebabkan karena orang tersebut meniru keadaan sekelilingnya.
C.
Teori Biososiologi
Menurut Made Darma Weda, (1996;18), bahwa :
Darma, Tinjauan Kriminologis Terhadap Penyalahgunaan Psikotropika , dala
478/Pid.B/2009/PN.Mks (Makassar, 2010), hlm. 34
2
ibid
1
Studi Kasus Putusan No.
3
Tokoh dari aliran ini adalah A. D. Prins, van Humel, D. Simons dan lain-lain. Aliran ini
sebenarnya merupakan perpaduan dari aliran antropologi dan aliran sosiologis, oleh karena
ajarannya didasarkan bahwa tiap-tiap kejahatan itu timbul karena factor individu seperi keadaan
psikis dan fisik dari si penjahat dan juga karena factor lingkungan.
Lebih lanjut menurut Made Darma Weda, (1996:18), bahwa :
Teori individu itu dapat meliputi sifat individu yang diperoleh sebagai warisan dari orang tuanya,
keadaan badaniah, kelamin, umur, intelek, temperamen, kesehatan, dan minuman keras. Keadaan
lingkungan yang mendorong seseorang melakukan kejahatan itu meliputi keadaan alam
( geografis dan kilmatologis ), keadaan ekonomi, tingkat peradaban dan keadaan politik suatu
Negara misalnya meningkatnya kejahatan menjelang pemilihan umum dan menghadapi siding
MPR
D.
Teori Labeling
Teori Labeling atau Labelling Theory dikemukakan oleh Frank Tannenbaum, David Matza, dll
bahwa Teori ini adalah membicarakan :
4
Proses yang membuat kejahatan adalah sebuah proses yang panjang yang secara terus menerus
bergulir dan saling terkait antara satu hal dengan hal yang lain.
Ketika orang melakukan tindak kejahatan, tidak secara oto-matis proses labeling memberikan
cap bahwa ia adalah seorang penjahat. Teori labeling menekankan issu sentralnya dari meng-apa
atau bagaimana seseorang melakukan tindak kejahatan hingga bagaimana seseorang dapat
didefinisikan sebagai seorang penjahat.
Dar a, Ti jaua Kri i ologis Terhadap Pe yalahgu aa Psikotropika , dala “tudi Kasus Putusa No.
478/Pid.B/2009/PN.Mks (Makassar, 2010), hlm. 35
4
Prof. Drs. Koentjoro, MBSc., Ph. D , Kri i ologi , dalam bahan kuliah Fakultas Psikologi Universtitas Gadjah
Mada (Yogyakarta), hlm. 16-17
3
HASIL PENELITIAN-ANALISA
Wawancara
Dalam penelitian ini kami mendatangi 5Balai Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra naungan Dinas
Sosial Provinsi Jawa Barat dan melakukan wawancara dengan narasumber bernama Dra.
Heryanti Wahyuningsih, M.M. , beliau menjabat sebagai Kepala Seksi Pelayanan Rehabilitasi
Sosial di Balai Rehabilitas Sosial Pamardi Putra Lembang, Bandung Barat.
Kami mengajukan beberapa pertanyaan kepada Dra. Heryanti Wahyuningsih, M.M, yakni :
1. Apa saja faktor yang membuat seseorang menggunakan obat-obatan terlarang?
2. Secara psikologis apakah seorang pengguna sadar akan perbuatannya ?
3. Tahap-tahap apa saja yang harus dilalui oleh seorang pengguna hingga dirinya
dinyatakan sembuh dan dapat meninggalkan panti rehabilitasi sosial ?
4. Bagaimana perbandingan sikap seorang pengguna sebelum dilakukan rehabilitasi, saat di
rehabilitasi dan sesudah direhabilitasi ?
Kemudian Dra. Heryanti Wahyuningsih, M.M menjawab pertanyaan kami tersebut :
1. Faktor yang mempengaruhi penggunaan obat-obatan terlarang adalah gaya hidup atau
lifestyle yang kebanyakan terjadi pada anak-anak muda saat ini. Gaya hidup ini awalnya
terjadi pada orang-orang mapan karena mereka merasa tidak puas dan ingin mencobacoba sesuatu hal dan pola hidup yang baru, ternyata ujung-ujungnya mereka
ketergantungan terhadap pemakaian obat-obatan tersebut. Tapi, faktor yang paling utama
adalah kemiskinan karena mereka merasa depresi dengan kehidupannya yang serba
kurang sehingga mereka memilih untuk mengkonsumsi obat-obatan tersebut. Selain itu
ada ketidaktahuan dari pengguna bahwa yang dikonsumsinya adalah obat-obatan
terlarang, maka dibutuhkan juga edukasi terhadap keluarga dan anak-anak muda sekarang.
Ada juga yang tertipu dengan modus obat-obatan yang diklaim merupakan vitamin atau
obat vitalitas yang sebenarnya adalah doping yang termasuk obat-obatan terlarang,
sehingga penggunanya pun akan mengalami ketergantungan.
2. Sebenarnya secara psikologis mereka tidak sadar menggunakan obat-obatan tersebut,
mengkonsumsi berulang kali obat-obatan tersebutpun mereka tidak akan sadar karena zat
dari obat-obatan tersebut telah menyerang otak mereka. Karena ketidaksadaran mereka
itu, mereka akan cenderung melakukan perbuatan melanggar hukum seperti mencuri atau
melakukan kekerasan demi mendapatkan obat-obatan lagi. Maka dari itu mereka harus
direhabilitasi karena yang sadar bahwa mereka menggunakan obat-obatan adalah orang
lain bukan diri mereka sendiri.
5
Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 40 tahun 2010 tentang Tugas Pokok, Fungsi, Rincian Tugas dan Tata Kerja
Unit Pelaksana Teknis Dinas di Lingkugan Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat
3. Untuk di Balai Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra, terdapat beberapa tahap yang akan
dilakukan terhadap orang yang akan direhabilitasi (biasa dipanggil klien). Sebelumnya,
klien akan diseleksi atau screening karena 6Balai Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra hanya
menerima mereka yang kurang mampu dari segi ekonomi, diutamakan remaja usia 14-28
tahun dan tidak mengalami gangguan kejiwaan maupun penyakit kronis. Jika klien
mengalami gangguan kejiwaan maka akan dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa hingga keadaan
mereka sudah stabil, maka baru akan direhabilitasi di Balai Rehabilitasi Sosial Pamardi
Putra. Tahap Pertama adalah pendekatan awal dimana ada sosialisasi, konsultasi,
identifikasi, motivasi, screening dan penerimaan. Hal itu bertujuan untuk memperoleh
dukungan data awal klien. Tahap kedua adalah Pengungkapan dan Pemahaman
Masalah/Asesmen yang merupakan kegiatan mengumpulkan, menganalisis dan
merumuskan masalah, kebutuhan dan sumber yang meliputi aspek fisik, psikis, sosial dan
spiritual. Tahap ketiga adalah Rencana Pemecahan Masalah (Rencana Intervensi) dalam
tahap ini akan disusun masalah berdasarkan hasil pengungkapan dan pemahaman
masalah dengan melakukan kegiatan temu bahas khusus sesuai dengan kebutuhan
obyektif klien. Tahap keempat adalah Pemecahan Masalah (Intervensi) merupakan
penerapan dari tahap sebelumnya yang meliputi kegiatan bimbingan fisik, sosial dan
mental serta vokasional yang meliputi, keterampilan inti seperti : Otomotif Motor dan
Mobil, Menjahit, Sablon, Tata Rias/ Barbershop. Lalu, keterampilan penunjang seperti :
Komputer, pertanian, kesenian. Tahap ini merupakan tahap dimana klien akan diberikan
aktivitas atau kesibukan agar pikiran mereka akan obat-obatan secara perlahan akan
hilang dengan sendirinya. Tahap kelima adalah Resosialisasi, tahap ini bertujuan untuk
menyiapkan klien untuk diterima kembali di lingkungan keluarga dan sosial dengan
kegiatan : Bimbingan pemantapan ketrampilan, Praktek belajar kerja (PBK) di
perusahaan, Bimbingan cara hidup bermasyarakat, konseling individu. Tahap keenam
adalah pembinaan lanjut (After Care), kegiatan ini ditujukan pada klien yang telah selesai
mengikuti rangkaian kegiatan rehabilitasi sosial untuk kembali pada keluarga dan
lingkungan sosialnya agar mampu melaksanakan fungsi sosial, memelihara kepulihan dan
kemandirian ekonomi, dengan kegiatan : melakukan bimbingan sosial pada klien melalui
kunjungan ke rumah, tempat pendidikan, tempat kerja maupun tempat klien melakukan
aktivitas di luar panti rehabilitas. Dan melakukan pemantauan perkembangan kepulihan
klien yang telah selesai melakukan rehabilitasi sosial. Tahap terhadap adalah Terminasi,
kegiatan pada tahap ini merupakan pengakhiran dari proses rehabilitasi sosial dengan
kegiatan : Identifikasi keberhasilan yang telah dicapai klien dari aspek bio-psiko-sosial
dan spiritual, kunjungan pada keluarga dan pihak klien sendiri yang terkait dengan
rencana terminasi.
4. Kembali ke pernyataan awal, pengguna tidak akan sadar mengkonsumsi obat-obatan
terlarang tersebut sehingga untuk terjadinya tindakan kriminal akan sangat besar sebelum
6
Surat Edaran Mahkamah Agung RI. No 4 tahun 2010 tentang penempatan penyalahgunaan,korban
penyalahgunaan & pecandu Narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi medic dan rehabilitasi sosial
dilakukan rehabiltasi. Saat dilakukan rehabilitasi, kita harus pintar membina klien karena
rata-rata mereka sangat pintar memainkan watak, terkadang mereka terlihat seolah sedih
sejadi-jadinya dan terkadang mereka terlihat senang berlebihan. Disini pembibing perlu
memantau dan membina klien lebih dekat. Saat dilakukan pembinaan juga diperlukan
bantuan dari Senior Brother yang merupakan mantan pengguna dan alumni dari Balai
Rehabilitas Sosial Pamardi Putra Lembang yang dianggap bisa menjadi seorang leader ,
karena mereka merupakan mantan pengguna maka mereka tentu akan lebih mengetahui
sikap-sikap para klien. Intinya saat direhabilitasi, klien tidak boleh diberi kesempatan
untuk melamun karena jika dibiarkan, memori mengenai obat-obatan tersebut akan terus
terngiang di otak mereka. Setelah melalui beberapa tahap dan lulus dari tahap rehabilitasi
tentu para klien dianggap sudah bisa kembali bersosialisai dengan lingkungannya,
sikapnya pun sudah kembali menjadi orang biasa pada umunya. Justru yang menjadi
faktor adalah stigma dari masyarakatnya, jika diberi aura positif tentu sikapnya pun akan
positif, namun jika dari awal auranya sudah negatif maka mereka pun akan merasa
dikucilkan dan minder. Padahal mereka yang sudah lulus dari rehabilitasi malah sudah
mempunyai bekal keterampilan yang baik untuk bekerja. Seharusnya mereka
diperlakukan adil dan diberi kesempatan yang sama didalam bermasyarakat.
Analisa
Setelah mengumpulkan keterangan dari hasil wawancara dengan Dra. Heryanti Wahyuningsih,
M.M , kami mencari fakta-fakta yang menjadi topic utama kami dan kemudian menganalisis
keterangan tersebut. Sehingga kami mendapatkan poin-poin penting untuk hasil analisis kami.
Hasil analisa pertama adalah mengenai lifestyle dan kemiskinan yang menjadikan maraknya
penggunaan obat-obatan yang berpotensi melakukan tindakan kriminal. Mengenai lifestyle
sendiri yang timbul karena adanya hasrat individu yang tidak pernah puas, ingin melakukan
sesuatu yang berbeda dan ingin mengikuti gaya hidup sekitarnya selaras dengan Teori
Biososiologi dimana teori ini mendasarkan bahwa tiap-tiap kejahatan timbul karena faktor
individu seperti keadaan psikis dan fisik dari si penjahat dan juga karena faktor lingkungan.
Faktor kemiskinan yang paling erat kaitannya dengan keadaaan ekonomi membuat tindakan
kejahatan melalui penggunaan obat-obatan bisa timbul, hal itu juga sudah dinyatakan dalam
Teori Individu lanjutan dari Made Darma Weda bahwa keadaan ekonomi mempengaruhi sifat
dari individu itu sendiri. Jadi, sejauh ini faktor lifestyle dan kemiskinan memang merupakan
faktor-faktor yang paling banyak terjadi saat ini melalui jalur obat-obatan terlarang.
Hasil analisa kedua adalah mengenai tindakan melanggar hukum yang dilakukan para pengguna
obat-obatan terlarang. Dengan adanya pernyataan dari Dra. Heryanti Wahyuningsih, M.M bahwa
secara psikis para pengguna tidak sadar melakukan tindakan melanggar hukum karena
ketergantungan akan obat telah menyerang otak mereka. 7Karena biasanya, setelah seorang
pecandu sembuh dan sudah sadar dari mimpi-mimpinya maka ia baru akan menyesali dan
menyadari semua perbuatannya. Psikis yang tidak sadar telah melakukan suatu tindakatan
tertentu tersebut sebenarnya telah dijeskan melalui Teori Psikiatrik dimana teori ini menekankan
pada unsur psikologis, epilepsy, dan oral insanity sebagai sebab-sebab kejahatan. Maka segala
kejahatan yang timbul karena penggunaan obat-obatan terlarang tersebut berkaitan erat dengan
Teori Psikiatrik lanjutan dari Lombroso.
Hasil analisa ketiga kami adalah mengenai sikap dari para pengguna obat-obatan terlarang ketika
direhabilitasi. Para klien menurut Dra. Heryanti Wahyuningsih, M.M sangat pintar bermain
watak ataupun berbohong. Sebenarnya hal ini juga tak lepas dari dampak tidak langsung dari
penggunaan obat-obatan terlarang yaitu 8tidak dipercaya lagi oleh orang lain karena umumnya
pemakai obat-obatan terlarang akan gemar berbohong dan melakukan tindak kriminal. Maka
dsegala pembina akan melakukan beberapa strategi salah satunya dengan memberikan tahaptahap kepada klien. Melalui tahap-tahap tersebut akan terlihat keadaan klien sampai menjadi
normal kembali.
Hasil analisa keempat adalah mengenai sikap dari mantan para pengguna obat-obatan terlarang
ketika sudah keluar dari tempat rehabilitasi. Pasca rehabilitasi sebenarnya fisik, mental ,
emosional dan spiritual mereka sudah menjadi normal. Namun masih akan dipantau melalaui
pembinaan lanjutan agar dapat melakukan fungsi sosialnya dengan baik. Jadi sebenarnya yang
menjadi perhatian disini adalah tinggal bagaimana masyarakat merespon secara positif pasca
rehabilitasi tersebut.
Hasil analisa kelima adalah mengenai Stigma masyarakat terhadap para mantan pengguna obatobatan terlarang. Jika masyarakat terus berfikiran negatif terhadap para mantan pengguna obatobatan terlarang maka hal tersebut akan menjadi labelling yang membuat adanya potensi
melakukan tindakan kriminal kembali. Teori labeling sendiri menekankan issu sentralnya dari
meng-apa atau bagaimana seseorang melakukan tindak kejahatan, sehingga jika orang tersebut
sudah pulih tetapi masih dicap sebagai seorang pelanggar hukum oleh masyarakat tentu rasanya
tidak adil.
Hasil analisa keenam adalah mengenai lingkungan bagi para mantan pengguna obat-obatan
terlarang. Menilik teori sosiologis yang menekankan bahwa proses terjadinya tingkah laku jahat
tidak berbeda dengan tingkah laku lainnya termasuk tingkah laku yang baik. Maka mantan
pengguna obat-obatan terlarang pun harus diberikan lingkungan yang lebih layak dan
memberikan dampak positif baginya agar sekaligus mengurangi potensi kejahatan.
7
Diakses dari http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2014/03/20/957/dampak-langsung-dan-tidaklangsung-penyalahgunaan-narkoba 3 April 2016
8
Ibid
KESIMPULAN
Dari hasil studi ke lapangan dan analisa, kami menyimpulkan bahwa pengguna obat-obat
terlarang bukanlah sesuatu yang selalu identik dengan tindakan kriminal. Karena para pengguna
obat-obatan tersebut hanyalah korban atau lebih tepatnya pelanggar hukum yang terjadi karena
adanya faktor gaya hidup dan kemiskinan yang terus meningkat. Konsumsi obat-obatan terlarang
akan memberikan dampak langsung yaitu merusak tubuh mereka sendiri, sedangkan melakukan
tindakan kriminal seperti mencuri atau melakukan kekerasan adalah dampak yang secara tidak
langsung terjadi karena kebutuhan untuk mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Selain itu
tindakan kriminal yang dilakukan oleh pengguna obat-obatan terlarang harus melihat aspek
psikisnya, karena kesadaran akan penting untuk menjeratnya kedalam hukum.
Maka, ketika para pengguna obat-obatan terlarang tersebut sudah di rehabilitasi atau
pasca rehabilitasi, masyarakat seharusnya bisa menerima mereka. Karena tindakan mereka
mengkonsumi obat-obatan tersebut tentu tidak bisa menjadi acuan stigma negatif seumur hidup.
Rasanya tidak adil, karena siapapun seseorang bisa saja berubah untuk kembali menjadi fungsi
sosial dalam bermasyarakat. Jika mereka berperan kembali dalam masyarakat dan lingkungan
mendukung pula, diharapkan juga ada pembelajaran dan penyadaran terhadap masyarakat
mengenai dampak bahayanya penggunaan obat-obatan terlarang selain melalui penyuluhan.
DAFTAR PUSTAKA
Santoso, Topo S.H.MM. & Zulfa, Eva Achjani, S.H., (2015), Kriminologi. Jakarta:
Rajawali Pers.
Darma, (2010), Tinjauan Kriminologis Terhadap Penyalahgunaan Psikotropika.
Makassar: Studi Kasus Putusan No. 478/Pid.B/2009/PN.Mks
Prof. Drs. Koentjoro, MBSc., Ph. D, Kriminologi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada.
Surat Keputusan Menteri Sosial RI No.6/HUK/1994 tentang Pembentukan 18 Panti di
Lingkungan Departemen Sosial, Panti Sosial Pamardi Putra
Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 40 tahun 2010 tentang Tugas Pokok, Fungsi, Rincian
Tugas dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas di Lingkugan Dinas Sosial Provinsi Jawa
Barat
Surat Edaran Mahkamah Agung RI. No 4 tahun 2010 tentang penempatan
penyalahgunaan,korban penyalahgunaan & pecandu Narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi
medic dan rehabilitasi sosial
Jaid (2014). Dampak Langsung Dan Tidak Langsung Penyalahgunaan Narkoba. From
http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2014/03/20/957/dampak-langsung-dan-tidaklangsung-penyalahgunaan-narkoba. 3 April 2016
Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat. BALAI REHABILITASI SOSIAL PAMARDHI
PUTRA (BRSPP). From http://dissos.jabarprov.go.id/files/727.pdf 1 April 2016
“Pelanggaran Yang Berkaitan Dengan Psikis”
Disusun Oleh :
Rangga P.R. Kartasasmita (2014200157)
Fridho Pambudi (2014200018)
Muhammad Galing Ganesworo (2014200133)
DOSEN : Dr. Anne Safrina Kurniasari, S.H., LL.M.
KELAS : B
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
BANDUNG
2016
LATAR BELAKANG
Kejahatan pada dasarnya adalah perbuatan tingkah laku yang melawan hukum dan secara
norma atau nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat berlawanan. Dahulu anggapan
kejahatan oleh orang-orang dipercayai sebagai perbuatan yang berasal dari setan. Seiring
perkembangan, filsuf-filsuf di dunia mulai beranggapan bahwa perbuatan kejahatan bukanlah
dari setan dan dianggap tidak masuk akal. Menurut Becaria, “Pada dasarnya manusia adalah
makhluk yang memiliki free will atau kehendak bebas” artinya, tiap orang bertindak sesuai
keinginannya sendiri. Adapun pemikiran tentang kehendak bebas yang berkembang pada zaman
klasik mulai melahirkan adanya pengelompokkan hukum contohnya code civil yang dibuat oleh
Napoleon. Namun pada kenyataannya zaman klasik masih menimbulkan ketidakadilan bagi
pelaku kejahatan itu sendiri, maka berkembanglah zaman neo klasik yang tidak dilandaskan pada
pemikiran ilmiah namun aspek-aspek kondisi pelaku dan lingkungannya mulai diperhatikan. Hal
ini yang membedakan dengan zaman klasik. Pada zaman positivisme perkembangan mengenai
kejahatan sendiri mulai terbagi menjadi dua pendekatan yaitu Determinisme Biologis dan
Determinisme Cultural, pada zaman ini teori yang berkembang amat bertolak belakang dengan
zaman klasik yang masih indeterminisme. Metode ilmiah yang berkembang mengenai kejahatan
berkembang karena pemikiran Cesare Lombrosso yang melahirkan teori “born criminal” dimana
seseorang memang memiliki sifat jahat sejak lahir, meskipun pada akhirnya teori Lombrosso
mengalami banyak perbaikan karena ciri fisik bukanlah satu-satunya pendekatan untuk
mengetahui apakah seseorang akan melakukan kejahatan atau tidak. Tetapi lanjutan dari ajaran
Lombrosso berkembang menjadi ajaran psikiatri. Pokok dari ajaran ini adalah organisasi tertentu
dari kepribadian orang yang berkembang jauh terpisah dari pengaruh-pengaruh jahat akan tetapi
menghasilkan kelakuan jahat tanpa mengingat situasi-situasi sosial.
Setelah mengetahui perkembangan sejarah kejahatan menurut para ahli, hal itu melatar
belakangi kami untuk lebih mendalami kejahatan tersebut dari sisi yang lebih spesifik, yaitu
psikis. Kami melihat kejahatan di jaman sekarang ini tidak selalu terpaku teori Lombrosso yang
memperkasai tentang teori “Born Criminal”. Justru perbaikan dari teori Lombrosso menjadi
ajaran psikiatri yang akhirnya menjadi tolak ukur kami melakukan studi psikis dengan membuat
analisa terhadap Panti Rehabilitasi Sosial.
TEORI
Dalam penelitian ini, kami menggunakan 4 teori yang relevan dengan bahasan kami, yakni :
A.
Teori Psikiatrik
Menurut Made Darma Weda, (1996;18), bahwa :
1
Teori psikiatrik merpakan lanjutan teori-teori Lombroso dengan melihat tanpa adanya
perubahan pada cirri-ciri morfologi (yang berdasarkan struktur). Teori ini lebih menekankan
pada unsure psikologis, epilepsy, dan oral insanity sebagai sebab-sebab kejahatan.
Lebih lanjut menurut Made Darma Weda, (1996:18), bahwa :
Teori psikiatrik ini, memberikan arti penting kepada kekacaun emosional, yang dianggap timbul
dalam interaksi social dan bukan karena pewarisan. Pokok teori ini adalah organisasi tertentu
dari pada kepribadian orang, yang berkembang jauh terpisah dari pengaruh jahat, tetapi tetap
akan menghasilkan kelauan jahat tanpa mengingat situasi situasi social.
B.
Teori Sosiologis
Menurut Made Darma Weda, (1996;18), bahwa :
2
Dalam memberi kausa kejahatan, teori sosiologis merupakan aliran yang sangat bervariasi.
Analisis sebab-sebab kejahatan secara sosiologis banyak di pengaruhi oleh teori kartografik dan
sosialis. Teori ini menafsirkan kejahatan sebagai fungsi lingkungan social ( crime as a function
of social environment ).
Lebih lanjut menurut Made Darma Weda, (1996:18), bahwa :
Pokok pangkal dengan ajaran ini adalah, bahwa kelakuan jahat dihasilkan oleh proses-proses
yang sama seperti kelakuan social. Dengan demikian proses terjadinya tingkah laku jahat tidak
berbeda dengan tingkah laku lainnya termasuk tingkah laku yang baik. Orang melakukan
kejahatan disebabkan karena orang tersebut meniru keadaan sekelilingnya.
C.
Teori Biososiologi
Menurut Made Darma Weda, (1996;18), bahwa :
Darma, Tinjauan Kriminologis Terhadap Penyalahgunaan Psikotropika , dala
478/Pid.B/2009/PN.Mks (Makassar, 2010), hlm. 34
2
ibid
1
Studi Kasus Putusan No.
3
Tokoh dari aliran ini adalah A. D. Prins, van Humel, D. Simons dan lain-lain. Aliran ini
sebenarnya merupakan perpaduan dari aliran antropologi dan aliran sosiologis, oleh karena
ajarannya didasarkan bahwa tiap-tiap kejahatan itu timbul karena factor individu seperi keadaan
psikis dan fisik dari si penjahat dan juga karena factor lingkungan.
Lebih lanjut menurut Made Darma Weda, (1996:18), bahwa :
Teori individu itu dapat meliputi sifat individu yang diperoleh sebagai warisan dari orang tuanya,
keadaan badaniah, kelamin, umur, intelek, temperamen, kesehatan, dan minuman keras. Keadaan
lingkungan yang mendorong seseorang melakukan kejahatan itu meliputi keadaan alam
( geografis dan kilmatologis ), keadaan ekonomi, tingkat peradaban dan keadaan politik suatu
Negara misalnya meningkatnya kejahatan menjelang pemilihan umum dan menghadapi siding
MPR
D.
Teori Labeling
Teori Labeling atau Labelling Theory dikemukakan oleh Frank Tannenbaum, David Matza, dll
bahwa Teori ini adalah membicarakan :
4
Proses yang membuat kejahatan adalah sebuah proses yang panjang yang secara terus menerus
bergulir dan saling terkait antara satu hal dengan hal yang lain.
Ketika orang melakukan tindak kejahatan, tidak secara oto-matis proses labeling memberikan
cap bahwa ia adalah seorang penjahat. Teori labeling menekankan issu sentralnya dari meng-apa
atau bagaimana seseorang melakukan tindak kejahatan hingga bagaimana seseorang dapat
didefinisikan sebagai seorang penjahat.
Dar a, Ti jaua Kri i ologis Terhadap Pe yalahgu aa Psikotropika , dala “tudi Kasus Putusa No.
478/Pid.B/2009/PN.Mks (Makassar, 2010), hlm. 35
4
Prof. Drs. Koentjoro, MBSc., Ph. D , Kri i ologi , dalam bahan kuliah Fakultas Psikologi Universtitas Gadjah
Mada (Yogyakarta), hlm. 16-17
3
HASIL PENELITIAN-ANALISA
Wawancara
Dalam penelitian ini kami mendatangi 5Balai Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra naungan Dinas
Sosial Provinsi Jawa Barat dan melakukan wawancara dengan narasumber bernama Dra.
Heryanti Wahyuningsih, M.M. , beliau menjabat sebagai Kepala Seksi Pelayanan Rehabilitasi
Sosial di Balai Rehabilitas Sosial Pamardi Putra Lembang, Bandung Barat.
Kami mengajukan beberapa pertanyaan kepada Dra. Heryanti Wahyuningsih, M.M, yakni :
1. Apa saja faktor yang membuat seseorang menggunakan obat-obatan terlarang?
2. Secara psikologis apakah seorang pengguna sadar akan perbuatannya ?
3. Tahap-tahap apa saja yang harus dilalui oleh seorang pengguna hingga dirinya
dinyatakan sembuh dan dapat meninggalkan panti rehabilitasi sosial ?
4. Bagaimana perbandingan sikap seorang pengguna sebelum dilakukan rehabilitasi, saat di
rehabilitasi dan sesudah direhabilitasi ?
Kemudian Dra. Heryanti Wahyuningsih, M.M menjawab pertanyaan kami tersebut :
1. Faktor yang mempengaruhi penggunaan obat-obatan terlarang adalah gaya hidup atau
lifestyle yang kebanyakan terjadi pada anak-anak muda saat ini. Gaya hidup ini awalnya
terjadi pada orang-orang mapan karena mereka merasa tidak puas dan ingin mencobacoba sesuatu hal dan pola hidup yang baru, ternyata ujung-ujungnya mereka
ketergantungan terhadap pemakaian obat-obatan tersebut. Tapi, faktor yang paling utama
adalah kemiskinan karena mereka merasa depresi dengan kehidupannya yang serba
kurang sehingga mereka memilih untuk mengkonsumsi obat-obatan tersebut. Selain itu
ada ketidaktahuan dari pengguna bahwa yang dikonsumsinya adalah obat-obatan
terlarang, maka dibutuhkan juga edukasi terhadap keluarga dan anak-anak muda sekarang.
Ada juga yang tertipu dengan modus obat-obatan yang diklaim merupakan vitamin atau
obat vitalitas yang sebenarnya adalah doping yang termasuk obat-obatan terlarang,
sehingga penggunanya pun akan mengalami ketergantungan.
2. Sebenarnya secara psikologis mereka tidak sadar menggunakan obat-obatan tersebut,
mengkonsumsi berulang kali obat-obatan tersebutpun mereka tidak akan sadar karena zat
dari obat-obatan tersebut telah menyerang otak mereka. Karena ketidaksadaran mereka
itu, mereka akan cenderung melakukan perbuatan melanggar hukum seperti mencuri atau
melakukan kekerasan demi mendapatkan obat-obatan lagi. Maka dari itu mereka harus
direhabilitasi karena yang sadar bahwa mereka menggunakan obat-obatan adalah orang
lain bukan diri mereka sendiri.
5
Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 40 tahun 2010 tentang Tugas Pokok, Fungsi, Rincian Tugas dan Tata Kerja
Unit Pelaksana Teknis Dinas di Lingkugan Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat
3. Untuk di Balai Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra, terdapat beberapa tahap yang akan
dilakukan terhadap orang yang akan direhabilitasi (biasa dipanggil klien). Sebelumnya,
klien akan diseleksi atau screening karena 6Balai Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra hanya
menerima mereka yang kurang mampu dari segi ekonomi, diutamakan remaja usia 14-28
tahun dan tidak mengalami gangguan kejiwaan maupun penyakit kronis. Jika klien
mengalami gangguan kejiwaan maka akan dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa hingga keadaan
mereka sudah stabil, maka baru akan direhabilitasi di Balai Rehabilitasi Sosial Pamardi
Putra. Tahap Pertama adalah pendekatan awal dimana ada sosialisasi, konsultasi,
identifikasi, motivasi, screening dan penerimaan. Hal itu bertujuan untuk memperoleh
dukungan data awal klien. Tahap kedua adalah Pengungkapan dan Pemahaman
Masalah/Asesmen yang merupakan kegiatan mengumpulkan, menganalisis dan
merumuskan masalah, kebutuhan dan sumber yang meliputi aspek fisik, psikis, sosial dan
spiritual. Tahap ketiga adalah Rencana Pemecahan Masalah (Rencana Intervensi) dalam
tahap ini akan disusun masalah berdasarkan hasil pengungkapan dan pemahaman
masalah dengan melakukan kegiatan temu bahas khusus sesuai dengan kebutuhan
obyektif klien. Tahap keempat adalah Pemecahan Masalah (Intervensi) merupakan
penerapan dari tahap sebelumnya yang meliputi kegiatan bimbingan fisik, sosial dan
mental serta vokasional yang meliputi, keterampilan inti seperti : Otomotif Motor dan
Mobil, Menjahit, Sablon, Tata Rias/ Barbershop. Lalu, keterampilan penunjang seperti :
Komputer, pertanian, kesenian. Tahap ini merupakan tahap dimana klien akan diberikan
aktivitas atau kesibukan agar pikiran mereka akan obat-obatan secara perlahan akan
hilang dengan sendirinya. Tahap kelima adalah Resosialisasi, tahap ini bertujuan untuk
menyiapkan klien untuk diterima kembali di lingkungan keluarga dan sosial dengan
kegiatan : Bimbingan pemantapan ketrampilan, Praktek belajar kerja (PBK) di
perusahaan, Bimbingan cara hidup bermasyarakat, konseling individu. Tahap keenam
adalah pembinaan lanjut (After Care), kegiatan ini ditujukan pada klien yang telah selesai
mengikuti rangkaian kegiatan rehabilitasi sosial untuk kembali pada keluarga dan
lingkungan sosialnya agar mampu melaksanakan fungsi sosial, memelihara kepulihan dan
kemandirian ekonomi, dengan kegiatan : melakukan bimbingan sosial pada klien melalui
kunjungan ke rumah, tempat pendidikan, tempat kerja maupun tempat klien melakukan
aktivitas di luar panti rehabilitas. Dan melakukan pemantauan perkembangan kepulihan
klien yang telah selesai melakukan rehabilitasi sosial. Tahap terhadap adalah Terminasi,
kegiatan pada tahap ini merupakan pengakhiran dari proses rehabilitasi sosial dengan
kegiatan : Identifikasi keberhasilan yang telah dicapai klien dari aspek bio-psiko-sosial
dan spiritual, kunjungan pada keluarga dan pihak klien sendiri yang terkait dengan
rencana terminasi.
4. Kembali ke pernyataan awal, pengguna tidak akan sadar mengkonsumsi obat-obatan
terlarang tersebut sehingga untuk terjadinya tindakan kriminal akan sangat besar sebelum
6
Surat Edaran Mahkamah Agung RI. No 4 tahun 2010 tentang penempatan penyalahgunaan,korban
penyalahgunaan & pecandu Narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi medic dan rehabilitasi sosial
dilakukan rehabiltasi. Saat dilakukan rehabilitasi, kita harus pintar membina klien karena
rata-rata mereka sangat pintar memainkan watak, terkadang mereka terlihat seolah sedih
sejadi-jadinya dan terkadang mereka terlihat senang berlebihan. Disini pembibing perlu
memantau dan membina klien lebih dekat. Saat dilakukan pembinaan juga diperlukan
bantuan dari Senior Brother yang merupakan mantan pengguna dan alumni dari Balai
Rehabilitas Sosial Pamardi Putra Lembang yang dianggap bisa menjadi seorang leader ,
karena mereka merupakan mantan pengguna maka mereka tentu akan lebih mengetahui
sikap-sikap para klien. Intinya saat direhabilitasi, klien tidak boleh diberi kesempatan
untuk melamun karena jika dibiarkan, memori mengenai obat-obatan tersebut akan terus
terngiang di otak mereka. Setelah melalui beberapa tahap dan lulus dari tahap rehabilitasi
tentu para klien dianggap sudah bisa kembali bersosialisai dengan lingkungannya,
sikapnya pun sudah kembali menjadi orang biasa pada umunya. Justru yang menjadi
faktor adalah stigma dari masyarakatnya, jika diberi aura positif tentu sikapnya pun akan
positif, namun jika dari awal auranya sudah negatif maka mereka pun akan merasa
dikucilkan dan minder. Padahal mereka yang sudah lulus dari rehabilitasi malah sudah
mempunyai bekal keterampilan yang baik untuk bekerja. Seharusnya mereka
diperlakukan adil dan diberi kesempatan yang sama didalam bermasyarakat.
Analisa
Setelah mengumpulkan keterangan dari hasil wawancara dengan Dra. Heryanti Wahyuningsih,
M.M , kami mencari fakta-fakta yang menjadi topic utama kami dan kemudian menganalisis
keterangan tersebut. Sehingga kami mendapatkan poin-poin penting untuk hasil analisis kami.
Hasil analisa pertama adalah mengenai lifestyle dan kemiskinan yang menjadikan maraknya
penggunaan obat-obatan yang berpotensi melakukan tindakan kriminal. Mengenai lifestyle
sendiri yang timbul karena adanya hasrat individu yang tidak pernah puas, ingin melakukan
sesuatu yang berbeda dan ingin mengikuti gaya hidup sekitarnya selaras dengan Teori
Biososiologi dimana teori ini mendasarkan bahwa tiap-tiap kejahatan timbul karena faktor
individu seperti keadaan psikis dan fisik dari si penjahat dan juga karena faktor lingkungan.
Faktor kemiskinan yang paling erat kaitannya dengan keadaaan ekonomi membuat tindakan
kejahatan melalui penggunaan obat-obatan bisa timbul, hal itu juga sudah dinyatakan dalam
Teori Individu lanjutan dari Made Darma Weda bahwa keadaan ekonomi mempengaruhi sifat
dari individu itu sendiri. Jadi, sejauh ini faktor lifestyle dan kemiskinan memang merupakan
faktor-faktor yang paling banyak terjadi saat ini melalui jalur obat-obatan terlarang.
Hasil analisa kedua adalah mengenai tindakan melanggar hukum yang dilakukan para pengguna
obat-obatan terlarang. Dengan adanya pernyataan dari Dra. Heryanti Wahyuningsih, M.M bahwa
secara psikis para pengguna tidak sadar melakukan tindakan melanggar hukum karena
ketergantungan akan obat telah menyerang otak mereka. 7Karena biasanya, setelah seorang
pecandu sembuh dan sudah sadar dari mimpi-mimpinya maka ia baru akan menyesali dan
menyadari semua perbuatannya. Psikis yang tidak sadar telah melakukan suatu tindakatan
tertentu tersebut sebenarnya telah dijeskan melalui Teori Psikiatrik dimana teori ini menekankan
pada unsur psikologis, epilepsy, dan oral insanity sebagai sebab-sebab kejahatan. Maka segala
kejahatan yang timbul karena penggunaan obat-obatan terlarang tersebut berkaitan erat dengan
Teori Psikiatrik lanjutan dari Lombroso.
Hasil analisa ketiga kami adalah mengenai sikap dari para pengguna obat-obatan terlarang ketika
direhabilitasi. Para klien menurut Dra. Heryanti Wahyuningsih, M.M sangat pintar bermain
watak ataupun berbohong. Sebenarnya hal ini juga tak lepas dari dampak tidak langsung dari
penggunaan obat-obatan terlarang yaitu 8tidak dipercaya lagi oleh orang lain karena umumnya
pemakai obat-obatan terlarang akan gemar berbohong dan melakukan tindak kriminal. Maka
dsegala pembina akan melakukan beberapa strategi salah satunya dengan memberikan tahaptahap kepada klien. Melalui tahap-tahap tersebut akan terlihat keadaan klien sampai menjadi
normal kembali.
Hasil analisa keempat adalah mengenai sikap dari mantan para pengguna obat-obatan terlarang
ketika sudah keluar dari tempat rehabilitasi. Pasca rehabilitasi sebenarnya fisik, mental ,
emosional dan spiritual mereka sudah menjadi normal. Namun masih akan dipantau melalaui
pembinaan lanjutan agar dapat melakukan fungsi sosialnya dengan baik. Jadi sebenarnya yang
menjadi perhatian disini adalah tinggal bagaimana masyarakat merespon secara positif pasca
rehabilitasi tersebut.
Hasil analisa kelima adalah mengenai Stigma masyarakat terhadap para mantan pengguna obatobatan terlarang. Jika masyarakat terus berfikiran negatif terhadap para mantan pengguna obatobatan terlarang maka hal tersebut akan menjadi labelling yang membuat adanya potensi
melakukan tindakan kriminal kembali. Teori labeling sendiri menekankan issu sentralnya dari
meng-apa atau bagaimana seseorang melakukan tindak kejahatan, sehingga jika orang tersebut
sudah pulih tetapi masih dicap sebagai seorang pelanggar hukum oleh masyarakat tentu rasanya
tidak adil.
Hasil analisa keenam adalah mengenai lingkungan bagi para mantan pengguna obat-obatan
terlarang. Menilik teori sosiologis yang menekankan bahwa proses terjadinya tingkah laku jahat
tidak berbeda dengan tingkah laku lainnya termasuk tingkah laku yang baik. Maka mantan
pengguna obat-obatan terlarang pun harus diberikan lingkungan yang lebih layak dan
memberikan dampak positif baginya agar sekaligus mengurangi potensi kejahatan.
7
Diakses dari http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2014/03/20/957/dampak-langsung-dan-tidaklangsung-penyalahgunaan-narkoba 3 April 2016
8
Ibid
KESIMPULAN
Dari hasil studi ke lapangan dan analisa, kami menyimpulkan bahwa pengguna obat-obat
terlarang bukanlah sesuatu yang selalu identik dengan tindakan kriminal. Karena para pengguna
obat-obatan tersebut hanyalah korban atau lebih tepatnya pelanggar hukum yang terjadi karena
adanya faktor gaya hidup dan kemiskinan yang terus meningkat. Konsumsi obat-obatan terlarang
akan memberikan dampak langsung yaitu merusak tubuh mereka sendiri, sedangkan melakukan
tindakan kriminal seperti mencuri atau melakukan kekerasan adalah dampak yang secara tidak
langsung terjadi karena kebutuhan untuk mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Selain itu
tindakan kriminal yang dilakukan oleh pengguna obat-obatan terlarang harus melihat aspek
psikisnya, karena kesadaran akan penting untuk menjeratnya kedalam hukum.
Maka, ketika para pengguna obat-obatan terlarang tersebut sudah di rehabilitasi atau
pasca rehabilitasi, masyarakat seharusnya bisa menerima mereka. Karena tindakan mereka
mengkonsumi obat-obatan tersebut tentu tidak bisa menjadi acuan stigma negatif seumur hidup.
Rasanya tidak adil, karena siapapun seseorang bisa saja berubah untuk kembali menjadi fungsi
sosial dalam bermasyarakat. Jika mereka berperan kembali dalam masyarakat dan lingkungan
mendukung pula, diharapkan juga ada pembelajaran dan penyadaran terhadap masyarakat
mengenai dampak bahayanya penggunaan obat-obatan terlarang selain melalui penyuluhan.
DAFTAR PUSTAKA
Santoso, Topo S.H.MM. & Zulfa, Eva Achjani, S.H., (2015), Kriminologi. Jakarta:
Rajawali Pers.
Darma, (2010), Tinjauan Kriminologis Terhadap Penyalahgunaan Psikotropika.
Makassar: Studi Kasus Putusan No. 478/Pid.B/2009/PN.Mks
Prof. Drs. Koentjoro, MBSc., Ph. D, Kriminologi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada.
Surat Keputusan Menteri Sosial RI No.6/HUK/1994 tentang Pembentukan 18 Panti di
Lingkungan Departemen Sosial, Panti Sosial Pamardi Putra
Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 40 tahun 2010 tentang Tugas Pokok, Fungsi, Rincian
Tugas dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas di Lingkugan Dinas Sosial Provinsi Jawa
Barat
Surat Edaran Mahkamah Agung RI. No 4 tahun 2010 tentang penempatan
penyalahgunaan,korban penyalahgunaan & pecandu Narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi
medic dan rehabilitasi sosial
Jaid (2014). Dampak Langsung Dan Tidak Langsung Penyalahgunaan Narkoba. From
http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2014/03/20/957/dampak-langsung-dan-tidaklangsung-penyalahgunaan-narkoba. 3 April 2016
Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat. BALAI REHABILITASI SOSIAL PAMARDHI
PUTRA (BRSPP). From http://dissos.jabarprov.go.id/files/727.pdf 1 April 2016