AUDIT FORENSIK SEBAGAI ALAT UNTUK MEMBED
AUDIT FORENSIK SEBAGAI ALAT UNTUK MEMBEDAH LITIGASI DAN
FRAUD
Clarinta Wida Suwasti
Universitas Islam Indonesia
Maksi – 15919057
Audit forensik merupakan audit gabungan keahlian yang mencakup keahlian
akuntansi, auditing maupun bidang hukum/perundangan dengan harapan bahwa hasil audit
tersebut akan dapat digunakan untuk mendukung proses hukum di pengadilan maupun
kebutuhan hukum lainnya. Audit forensik dilakukan dalam rangka untuk memberikan
dukungan keahlian dalam proses legal pemberian keterangan ahli dalam proses
litigasi/litigation. Audit forensik yang sebelumnya dikenal dengan akuntansi forensik
mengandung makna antara lain “yang berkenaan dengan pengadilan”. Selain itu, juga sesuatu
yang berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada permasalahan hukum.
Fraud merupakan serangkaian kata perbuatan yang melawan hukum/illegal acts yang
dilakukan dengan sengaja dan merugikan pihak lain. Perbuatan yang merugikan tersebut
antara lain bisa berbentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), kecurangan,
penyelewengan, pencurian, penyogokan, manipulasi, penggelapan, penjarahan, penipuan,
penyelundupan, salah saji. Perbuatan tersebut secara keseluruhan merupakan perbuatan yang
menyimpang etika dan kepatutan/abuse.
Timbulnya fraud pada umumnya merupakan gabungan antara motivasi dan
kesempatan. Motivasi dapat muncul dari adanya dorongan kebutuhan dan kesempatan berasal
dari lemahnya pengendalian intern dari lingkungan, yang memberikan kesempatan terjadinya
fraud. Semakin besar dorongan kebutuhan ekonomi seseorang yang berada dalam lingkungan
pengendalian yang lemah, maka semakin kuat motivasinya untuk melakukan fraud. Dengan
demikian ada tiga unsur penting yang terkandung dalam fraud, yaitu:
1. Niat/kesengajaan
2. Perbuatan tidak jujur
3. Keuntungan yang merugikan pihak lain
Audit investigasi mendahului forensik secara kontekstual, perlu ditingkatkan
pemahaman yang maknanya merupakan audit yang bersifat khusus utamanya yang
ditujukan untuk mengungkap kasus-kasus atau kecurangan maupun penyimpanganpenyimpangan yang memiliki indikasi Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN). Audit
investigasi merupakan kegiatan pengumpulan fakta dan bukti yang dapat diterima dalam
sistim
hukum
yang
berlaku
dengan
tujuan
untuk
mengungkapkan
terjadinya
kecurangan/fraud
Tindak pidana kecurangan semakin berkembang seiring dengan perkembangan
inteligensia frauder dan menyelaraskan dengan perkembangan ilmu dan teknologi
informatika modern digital elektronik. Sebagai contohnya adalah kecurangan dalam bentuk
pencucian uang/money laundering dan penggelapan asset. Tentunya dibutuhkan peran
lembaga yang mampu mengendus tindak kecurangan lebih dini dengan menggunakan
teknologi modern melalui sistem lembaga-lembaga keuangan untuk menghentikan tindak
pidana tersebut.
Frauder akan berusaha mengamankan hasil kejahatannya antara lain dengan
merekayasa, menyamarkan dan menutupi/menyembunyikannya dari penegak hukum.
Namun demikian, auditor forensik harus menelusuri, menelisik jejak hasil fraud yang sudah
disamarkan atau dimanipulasikan dalam bentuk asset lainnya sehingga diperoleh alat bukti
yang handal dan memadai dalam rangka proses litigasi. Upaya kamuflase hasil tindak
pidana kecurangan bisa melalui money laundering maupun penggelapan aset.
Merujuk pada Undang Undang Nomor 15 tahun 2002 yang diubah dengan Undang
Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) bahwa
Pencucian Uang/money laundering adalah “Perbuatan menempatkan, menstransfer,
membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyampaikan, menitipkan, membawa
keluar negeri, menukarkan,atau perbuatan lainnya atas harta kekayaannya yang diketahui atau
patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal-usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang
sah.
Tindak
pidana
tersebut
melalui
tiga
proses
yaitu
penempatan/placement,
pelapisan/layering, dan Integrasi/integration. Tahap Penempatan/placement merupakan upaya
menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana kedalam sistem keuangan (finansial
system) atau upaya menempatkan uang giral kembali kedalam sistem perbankan (Bank, asel
mahal, barang antik dan perhiasan). Tahap pelapisan/layering merupakan upaya untuk
menstransfer harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana/dirty money yang telah berhasil
ditempatkan pada penyedia jasa keuangan (bank) sebagai hasil usaha penempatan
(placement) ke penyedia jasa keuangan yang lain (menjual sekuritas yang lain). Tahap
Integrasi/Integration merupakan upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak
pidana yang telah berhasil masuk dalam sistem keuangan melalui penempatan atau transfer,
sehingga seolah-olah menjadiharta kekayaan yang halal/clean money untuk kegiatan bisnis
yang halal.
Jadi auditor forensik dapat menelusuri, menelisik jejak hasil fraud yang sudah
disamarkan atau dimanipulasikan dalam bentuk asset lainnya
yang salah satunya yaitu
Money Laundering sehingga diperoleh alat bukti yang handal dan memadai dalam rangka
proses litigasi.
FRAUD
Clarinta Wida Suwasti
Universitas Islam Indonesia
Maksi – 15919057
Audit forensik merupakan audit gabungan keahlian yang mencakup keahlian
akuntansi, auditing maupun bidang hukum/perundangan dengan harapan bahwa hasil audit
tersebut akan dapat digunakan untuk mendukung proses hukum di pengadilan maupun
kebutuhan hukum lainnya. Audit forensik dilakukan dalam rangka untuk memberikan
dukungan keahlian dalam proses legal pemberian keterangan ahli dalam proses
litigasi/litigation. Audit forensik yang sebelumnya dikenal dengan akuntansi forensik
mengandung makna antara lain “yang berkenaan dengan pengadilan”. Selain itu, juga sesuatu
yang berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada permasalahan hukum.
Fraud merupakan serangkaian kata perbuatan yang melawan hukum/illegal acts yang
dilakukan dengan sengaja dan merugikan pihak lain. Perbuatan yang merugikan tersebut
antara lain bisa berbentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), kecurangan,
penyelewengan, pencurian, penyogokan, manipulasi, penggelapan, penjarahan, penipuan,
penyelundupan, salah saji. Perbuatan tersebut secara keseluruhan merupakan perbuatan yang
menyimpang etika dan kepatutan/abuse.
Timbulnya fraud pada umumnya merupakan gabungan antara motivasi dan
kesempatan. Motivasi dapat muncul dari adanya dorongan kebutuhan dan kesempatan berasal
dari lemahnya pengendalian intern dari lingkungan, yang memberikan kesempatan terjadinya
fraud. Semakin besar dorongan kebutuhan ekonomi seseorang yang berada dalam lingkungan
pengendalian yang lemah, maka semakin kuat motivasinya untuk melakukan fraud. Dengan
demikian ada tiga unsur penting yang terkandung dalam fraud, yaitu:
1. Niat/kesengajaan
2. Perbuatan tidak jujur
3. Keuntungan yang merugikan pihak lain
Audit investigasi mendahului forensik secara kontekstual, perlu ditingkatkan
pemahaman yang maknanya merupakan audit yang bersifat khusus utamanya yang
ditujukan untuk mengungkap kasus-kasus atau kecurangan maupun penyimpanganpenyimpangan yang memiliki indikasi Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN). Audit
investigasi merupakan kegiatan pengumpulan fakta dan bukti yang dapat diterima dalam
sistim
hukum
yang
berlaku
dengan
tujuan
untuk
mengungkapkan
terjadinya
kecurangan/fraud
Tindak pidana kecurangan semakin berkembang seiring dengan perkembangan
inteligensia frauder dan menyelaraskan dengan perkembangan ilmu dan teknologi
informatika modern digital elektronik. Sebagai contohnya adalah kecurangan dalam bentuk
pencucian uang/money laundering dan penggelapan asset. Tentunya dibutuhkan peran
lembaga yang mampu mengendus tindak kecurangan lebih dini dengan menggunakan
teknologi modern melalui sistem lembaga-lembaga keuangan untuk menghentikan tindak
pidana tersebut.
Frauder akan berusaha mengamankan hasil kejahatannya antara lain dengan
merekayasa, menyamarkan dan menutupi/menyembunyikannya dari penegak hukum.
Namun demikian, auditor forensik harus menelusuri, menelisik jejak hasil fraud yang sudah
disamarkan atau dimanipulasikan dalam bentuk asset lainnya sehingga diperoleh alat bukti
yang handal dan memadai dalam rangka proses litigasi. Upaya kamuflase hasil tindak
pidana kecurangan bisa melalui money laundering maupun penggelapan aset.
Merujuk pada Undang Undang Nomor 15 tahun 2002 yang diubah dengan Undang
Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) bahwa
Pencucian Uang/money laundering adalah “Perbuatan menempatkan, menstransfer,
membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyampaikan, menitipkan, membawa
keluar negeri, menukarkan,atau perbuatan lainnya atas harta kekayaannya yang diketahui atau
patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal-usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang
sah.
Tindak
pidana
tersebut
melalui
tiga
proses
yaitu
penempatan/placement,
pelapisan/layering, dan Integrasi/integration. Tahap Penempatan/placement merupakan upaya
menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana kedalam sistem keuangan (finansial
system) atau upaya menempatkan uang giral kembali kedalam sistem perbankan (Bank, asel
mahal, barang antik dan perhiasan). Tahap pelapisan/layering merupakan upaya untuk
menstransfer harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana/dirty money yang telah berhasil
ditempatkan pada penyedia jasa keuangan (bank) sebagai hasil usaha penempatan
(placement) ke penyedia jasa keuangan yang lain (menjual sekuritas yang lain). Tahap
Integrasi/Integration merupakan upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak
pidana yang telah berhasil masuk dalam sistem keuangan melalui penempatan atau transfer,
sehingga seolah-olah menjadiharta kekayaan yang halal/clean money untuk kegiatan bisnis
yang halal.
Jadi auditor forensik dapat menelusuri, menelisik jejak hasil fraud yang sudah
disamarkan atau dimanipulasikan dalam bentuk asset lainnya
yang salah satunya yaitu
Money Laundering sehingga diperoleh alat bukti yang handal dan memadai dalam rangka
proses litigasi.