Situasi dan Tantangan Sumber Daya Manusi

Catatan Kebijakan
Oleh Syahril Sangaji dan Irawan
Peneliti KOMPAK

Agustus 2017

Situasi dan Tantangan Sumber Daya Manusia
di Sektor Kesehatan, Pendidikan dan Kecamatan:
Dari Pengadaan sampai Kinerja
RINGKASAN
Undang-Undang No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) mensyaratkan
bahwa pengelolan sumber daya manusia aparatur sipil negara di instansi pemerintah harus
didasarkan pada sistem manajemen berbasis kompetensi dan kinerja (merit system). Di saat
yang sama, program reformasi di sektor pendidikan, kesehatan, dan kecamatan terus
digulirkan pemerintah pusat. Program-program reformasi tersebut secara langsung telah
berimplikasi pada perubahan tata kelola organisasi dan manajemen sumber daya manusia
pada unit-unit layanan dasar seperti Puskesmas, sekolah, dan kantor kecamatan.
Dengan alasan itu KOMPAK (Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan)
melakukan Kaji Cepat manajemen sumber daya manusia di Puskesmas, sekolah, dan kantor
kecamatan di lima kabupaten. Tujuan Kaji Cepat ini adalah (1) mengidentifikasi masalahmasalah (diagnosis) terkait 3 aspek utama dari sistem manajemen sumber daya manusia yaitu
pengadaan dan distribusi, kompetensi dan Diklat, serta kinerja dan remunerasi. 2)

menghasilkan rekomendasi kebijakan bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk
perbaikan tata kelola Aparatur Sipil Negara (ASN) di Puskesmas, sekolah, dan kantor
Kecamatan.
Hasil kaji cepat yang dilakukan di lima kabupaten, Lombok Utara (NTB), Bireun (Aceh),
Bantaeng (Sulawesi Selatan), Pacitan (Jawa Timur), dan Brebes (Jawa Tengah) selama kurun
waktu Maret-Mei 2017 menunjukkan bahwa isu-isu manajemen sumber daya manusia pada
sektor kesehatan dan sektor pendidikan memiliki banyak kemiripan, baik dalam artian
kondisi menggembirakan maupun kondisi memprihatinkan.
Kondisi menggembirakan ditunjukkan oleh adanya peningkatan penghasilan sampai dua kali
lipat pada tenaga kesehatan dan tenaga guru. Sementara kondisi memprihatinkan ditunjukkan
oleh kompetensi dan kinerja tenaga kesehatan dan guru yang belum signifikan
peningkatannya, kecuali kedisiplinan. Selain itu, masalah klasik soal amburadulnya proses
rekrutmen, seleksi, dan distribusi tenaga kesehatan dan guru juga masih terjadi.
Pada sektor kecamatan, terdapat dua isu penting yang menjadi perhatian pemerintah
kecamatan di seluruh kabupaten yang dikunjungi. Pertama soal kompetensi staf terkait
pelaksanaan UU Desa, kedua terkait dengan pembagian urusan antara pemerintah kabupaten
dan pemerintah kecamatan yang dianggap belum jelas dan tuntas sehingga mempengaruhi
kinerja pemerintah kecamatan dalam implementasi pelimpahan kewenangan.
KONTEKS
Diluncurkannya serangkaian agenda reformasi di sektor kesehatan, pendidikan, dan

kecamatan oleh pemerintah Indonesia dalam 10 tahun terakhir telah berimplikasi pada
perubahan tata kelola dan proses bisnis di ketiga sektor tersebut, khususnya pada unit unit
layanan dasar seperti Puskesmas, sekolah, dan kantor kecamatan. Agenda reformasi
pemerintah tersebut menekankan pada pentingnya pelimpahan peran dan tanggung jawab
1

Situasi dan Tantangan Sumber Daya Manusia di Sektor
Kesehatan, Pendidikan dan Kecamatan: Dari Pengadaan
sampai Kinerja

Catatan Kebijakan
Oleh Syahril Sangaji dan Irawan
Peneliti KOMPAK

Agustus 2017

pemerintah daerah (SKPD/OPD) kepada unit-unit layanan di bawahnya guna mempermudah
masyarakat menikmati layanan secara murah dan cepat.
Di Sektor kesehatan terdapat program Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) yang diperkenalkan pada tahun 2010 dan 2014 di mana programprogram tersebut mengharuskan Puskesmas secara aktif dan mandiri mengelola anggaran dan

programnya. Begitu juga yang terjadi di sektor pendidikan, penerapan Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) dan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di tahun 2005 membuat
sebagian tugas dan tanggungjawab dinas pendidikan di daerah telah dialihkan ke sekolah
serta tak kalah pentingnya adalah program sertifikasi profesi guru yang memiliki banyak
implikasi positif dan negatif . Di sektor pemerintah kecamatan, kehadiran UU Desa dan
Anggaran Dana Desa turut memberi pengaruh terhadap kompleksitas peran dan fungsi
kecamatan dalam hal pengawasan dan pembinaan desa.
Perubahan-perubahan yang sedang berlangsung di ketiga sektor tersebut tanpa disadari telah
berimplikasi pada kompleksitas tata kelola organisasi, khususnya yang terkait dengan proses
bisnis dan manajemen sumber daya manusia. Oleh karenanya, unit-unit layanan yang dimiliki
pemerintah daerah seperti puskesmas, sekolah, dan kantor kecamatan sebagai eksekutor
program reformasi di lapangan merupakan pihak yang secara tidak langsung dituntut
melakukan penyesuaian penyesuaian organisasional secara cepat. Apalagi ada begitu banyak
sumber pendanaan yang masuk kepada sektor-sektor tersebut, terutama Puskesmas dan
sekolah.
PENDEKATAN STUDI
Menggunakan metode kualitatif dengan model induktif, Kaji Cepat ini memilih focus group
discussion (FGD) sebagai cara mengumpulkan data di lapangan. Agar dapat menggali
informasi kualitatif secara mendalam dan meyakinkan maka Kaji Cepat juga mengumpulkan
data sekunder yang dimiliki atau dipublikasikan oleh pemerintah daerah, dinas, dan unit

layanan, khususnya terkait dengan data sektoral dan data manajemen SDM.
Untuk mengembangkan instrumen pertanyaan, studi ini mengadopsi model best practice
manajemen SDM pada umumnya dan terutama yang dipraktikkan pemerintah Indonesia
sebagaimana tertuang di dalam UU Aparatur Sipil Negara No. 5 tahun 2014. Model sistem
manajemen SDM yang menjadi rujukan desain instrumen tersebut terdiri dari
perencanaan/pengadaan, rekrutmen/seleksi dan distribusi, mutasi/rotasi, kompetensi dan
pendidikan pelatihan (Diklat), serta kinerja dan remunerasi. Dari hasil uji coba instrumen,
akhirnya tim mengerucutkan instrumen pertanyaan ke dalam 3 aspek saja, yakni pengadaan
dan distribusi tenaga, kompetensi dan Diklat, serta kinerja dan remunerasi.
Metode Pengumpulan Data
Kaji Cepat dilakukan dalam dua tahap pengumpulan data, yaitu tahap prelimenary
assessment dan tahap field assessment. Pertama, prelimenary assessment adalah tahapan awal
studi yang dilakukan melalui pemilihan dan penelaahan regulasi dan literatur yang relevan
dengan isu manajemen SDM aparatur pemerintah, begitu juga terhadap isu-isu sektoral di
kesehatan, pendidikan dan kecamatan. Assessment awal ini bertujuan untuk memetakan
2

Situasi dan Tantangan Sumber Daya Manusia di Sektor
Kesehatan, Pendidikan dan Kecamatan: Dari Pengadaan
sampai Kinerja


Catatan Kebijakan
Oleh Syahril Sangaji dan Irawan
Peneliti KOMPAK

Agustus 2017

kembali masalah-masalah sektoral yang relevan dengan isu manajemen SDM di instansi
pemerintah.
Kedua, field assessment (field data collection) yang dilakukan dengan metode pengumpulan
data primer secara kualitatif melalui forum FGD yang dilakukan di setiap level pemerintahan;
dari level sekretariat daerah/Badan Kepegawaian Daerah (BKD), dinas, kecamatan, sampai
ke Puskesmas dan sekolah. Selain itu, data sekunder berupa dokumen resmi pemerintah
daerah, khususnya dinas dan unit layanan juga turut dikumpulkan untuk melengkapi data
primer.
Dalam prosesnya, pada masing-masing daerah, FGD dilakukan di puskesmas, sekolah,
kecamatan, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, dan BKD. Waktu pelaksanaan FGD tercatat
antara Maret sampai dengan Mei 2017. Setiap FGD melibatkan 5-7 responden dan
menghabiskan waktu sekitar 2 jam. Dengan FGD dilaksanakan sebanyak 5 kali pada setiap
daerah, maka responden yang terlibat rata-rata sebanyak 30 orang per daerah. Dengan

demikian, total responden yang terlibat dari 5 daerah sampel berkisar 150 orang.
HASIL TEMUAN
Bab ini akan memaparkan hasil analisis Kaji Cepat manajemen sumber daya manusia di lima
kabupaten di Lombok Utara, Bireun, Bantaeng, Pacitan dan Brebes. Berikut hasil analisis
lintas kabupaten (cross-district analysis) yang mengungkapkan temuannya secara berurutan
mulai dari sektor kesehatan, pendidikan, dan kecamatan.
Logika Pembahasan

A. Sektor Kesehatan
Pengadaan dan distribusi tenaga kesehatan
3 Situasi dan Tantangan Sumber Daya Manusia di Sektor
Kesehatan, Pendidikan dan Kecamatan: Dari Pengadaan
sampai Kinerja

Catatan Kebijakan
Oleh Syahril Sangaji dan Irawan
Peneliti KOMPAK

Agustus 2017


Jika merujuk pada Permenkes 75/2014 tentang Puskesmas khususnya terkait tentang
ketersediaan tenaga medis (dokter umum dan dokter gigi) maka beberapa daerah sampel di
luar Jawa seperti KLU, Bireun, dan Bantaeng kondisinya masih lebih baik karena telah
memiliki kecukupan dokter umum dan dokter gigi. Bahkan di Kabupaten Bireun, setiap
Puskesmas telah memiliki minimal 3 dokter umum dan 1 dokter gigi. Sebaliknya di
Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Brebes lebih dari separuh Puskesmasnya tidak memiliki
dokter gigi. Bahkan Kabupaten Brebes memiliki masalah kepadatan penduduk yang tidak
diimbangi dengan jumlah ketersediaan fasilitas dan tenaga kesehatan yang cukup, akibatnya
beberapa Puskesmas memiliki beban kerja yang cukup tinggi.
Untuk tenaga paramedis, seluruh Puskesmas, baik di Jawa dan di luar Jawa menyatakan
bahwa ketersediaan jenis ketenagaan bidan dan perawat (PNS) sudah cukup. Bahkan di
beberapa Puskesmas di KLU, Bireun, dan Bantaeng, jumlah tenaga perawat dan terutama
bidan (PNS dan non-PNS) sudah melebihi kebutuhan riil saat ini. Sebalikya seluruh
kabupaten sampel menyatakan tenaga kesehatan seperti tenaga gizi, analis kesehatan,
sanitarian, rekam medik, dan tenaga promosi kesehatan (Promkes) masih sangat kurang kalau
tidak dikatakan langka.
Selain masalah kekurangan staf, persoalan distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata
juga masih terjadi di beberapa kabupaten (lihat laporan individual per kabupaten). Sebagai
contoh, di Kabupaten Brebes ada beberapa Puskesmas perawatan yang memiliki sampai 4
dokter umum sementara Puskesmas perawatan Paguyangan hanya ditangani oleh 1 dokter

umum berstatus kontrak.
Dari aspek rekrutmen dan seleksi, ada 4 dari 5 Kabupaten (KLU, Bireun, Bantaeng,
Pacitan) melakukan rekrutmen tenaga kesehatan non-PNS tanpa proses seleksi dan tidak
berdasarkan kebutuhan riil Puskesmas, dengan alasan kemanusiaan dan tekanan politik. Beda
dengan Puskesmas di Brebes yang berada dalam naungan holding BLUD sehingga proses
rekrutmen lebih terkendali karena mempertimbangkan aspek keekonomian.
Kompetensi dan Kebutuhan Diklat
Dibandingkan dengan kabupaten sampel di Pulau Jawa, Puskesmas-Puskesmas di luar Jawa
seperti Lombok Utara, Bireun, dan Bantaeng memiliki masalah mendasar terkait kapasitas
individu baik itu kompetensi teknis, khususnya terkait dengan kegawatdaruratan ataupun
kompetensi administrasi (akuntansi dan TI). Misalnya di Bireun, fasilitas PONED (Pelayanan
Obstetri Neonatal Emergensi Dasar) yang dimiliki Puskesmas menjadi sia-sia karena SDM
bidan dan perawat belum dibekali dengan pelatihan tentang PONED. Selain itu, untuk
pemahaman manajemen keuangan atau administrasi pelaporan, semua puskesmas
menyatakan belum mendapat pendampingan yang layak.
Dari sisi analisa kebutuhan Diklat pun tidak pernah dikaji atau dilakukan secara sistematis
baik oleh dinas kesehatan ataupun Puskesmas itu sendiri, mungkin karena minimnya
pemahaman terhadap proses analisis kebutuhan pelatihan dan bahwa kegiatan pelatihan harus
dilakukan lembaga bersertifikasi. Sehingga pengadaan kegiatan pelatihan lebih banyak
bergantung kepada ketersediaan atau penawaran dari jasa pelatihan yang datang dari

BKD/BKPP Propinsi maupun dari pihak swasta. Berita baiknya, dengan terbitnya PP 18/2016
tentang Perangkat Daerah maka terjadi perubahan SOTK di seluruh pemerintah propinsi dan
pemerintah kabupaten/kota. Salah satu imbasnya, terjadi juga di dinas kesehatan kabupaten
4

Situasi dan Tantangan Sumber Daya Manusia di Sektor
Kesehatan, Pendidikan dan Kecamatan: Dari Pengadaan
sampai Kinerja

Catatan Kebijakan
Oleh Syahril Sangaji dan Irawan
Peneliti KOMPAK

Agustus 2017

yang dikunjungi di mana urusan SDM Kesehatan yang tadinya hanya setingkat Seksi
sekarang naik menjadi Bidang. Hal ini memiliki makna penting bagi peningkatan SDM
kesehatan dari sisi kompetensi dan kinerja.
Manajemen Kinerja dan Remunerasi
Seluruh Puskesmas mengakui bahwa mereka belum memiliki sistem pengawasan yang

terpadu, baik itu yang dilakukan oleh dinas kesehatan ataupun yang dilakukan oleh
Puskesmas melalui sistem penetapan dan penilaian kinerja individu dan unit organisasi.
Padahal dalam 3 tahun terakhir jumlah dana BOK dan JKN yang dikelola Puskesmas terus
bertambah dan berimbas pada peningkatan pendapatan (Jaspel) tenaga Puskesmas hasil dari
pengelolaan dana JKN. Walaupun demikian, terdapat 1 Puskesmas sampel di Pacitan yang
telah menerapkan sistem pengaduan masyarakat. Bahkan secara khusus meminta agar kinerja
Puskesmas mereka bisa diawasi secara ketat oleh dinas kesehatan serta meminta dibuatkan
instrumen penilaian kinerja yang bisa segera diterapkan.
B. Sektor Pendidikan
Pengadaan dan Distribusi Guru
Ketersediaan dan distribusi guru di sektor pendidikan menjadi hal yang mendapat sorotan.
Dalam hal ketersediaan, dari seluruh daerah sampel terjadi kekurangan guru PNS jika
mendasarkannya pada rasio 1:20 baik di SD maupun SMP yang sudah menjadi rujukan
nasional. Hal ini berlaku setelah dikeluarkannya Surat Pemberitahuan Direktorat Jenderal
Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud No. 36762/B.B1.1/GT/2016 perihal Rasio
Minimal Jumlah Peserta Didik terhadap Guru pada 24 November 2016.
Pada jenjang SD umumnya kekurangan terjadi pada guru kelas, sementara pada jenjang SMP
umumnya kekurangan guru pada beberapa mata pelajaran tertentu, seperti Pendidikan
Jasmani, Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), Pendidikan Agama, Seni Budaya, dan
Muatan Lokal. Kekurangan tersebut diantisipasi sekolah dengan merekrut guru non PNS

meskipun hanya dengan dasar SK Kepala Sekolah—seperti yang terjadi di Kabupaten
Lombok Utara, Bireuen, dan Bantaeng—atau SK Komite Sekolah seperti yang terjadi di
Kabupaten Pacitan dan Brebes. Dari segi kuantitas, memang guru-guru Non-PNS tersebut
bisa menutupi kekurangan jumlah guru PNS. Sebagai contoh di Kabupaten Pacitan
kekurangan guru PNS di SMP sebanyak 111 guru ditutupi oleh 258 guru Non-PNS. Akan
tetapi, dari sisi kualitas masih terjadi kendala.
Adapun distribusi guru terlihat belum merata. Penumpukan jumlah guru umumnya berada di
kecamatan-kecamatan yang menjadi ibu kota kabupaten. Faktor geografis dan kelengkapan
infrastruktur menjadi alasan umum penumpukan itu terjadi. Terlebih lagi terjadinya praktik
mutasi yang dapat mengganggu manajemen dan efektivitas sekolah, seperti intervensi politik
atau kelompok tertentu, sangat menonjol terjadi di Kabupaten Bireuen.
Kompetensi dan Kebutuhan Diklat
Masalah berikutnya yang menjadi sorotan adalah peningkatan kompetensi guru yang masih
terbatas dan bersifat programatik, yang kadang kurang sesuai dengan kebutuhan. Proses
analisis kebutuhan pelatihan pun cenderung belum terlalu memperhatikan kebutuhan
5

Situasi dan Tantangan Sumber Daya Manusia di Sektor
Kesehatan, Pendidikan dan Kecamatan: Dari Pengadaan
sampai Kinerja

Catatan Kebijakan
Oleh Syahril Sangaji dan Irawan
Peneliti KOMPAK

Agustus 2017

peningkatan kompetensi. Padahal, akibat keterbatasan guru yang ada misalnya, dibutuhkan
peningkatan kompetensi pada hal-hal tertentu, seperti kompetensi pedagogik dan
profesionalisme guru pengampu mata pelajaran yang tidak sesuai dengan kualifikasi
akademiknya.
Masalah di atas hampir terjadi di semua kabupaten sampel. Namun demikian, terdapat hal-hal
khusus yang perlu mendapatkan perhatian terkait peningkatan kompetensi guru ini. Di
Kabupaten Lombok Utara, masalahnya lebih pada kelayakan guru mengajar dilihat dari
syarat minimal kualifikasi akademik. Di Kabupaten Bireuen masalahnya berupa diampunya
materi pembelajaran oleh guru yang memiliki kualifikasi akademik yang berbeda. Kabupaten
Bantaeng disibukkan oleh guru-guru pemula yang perlu ditingkatkan kompetensinya.
Kemudian di Kabupaten Pacitan muncul masalah berupa perlunya peningkatan kompetensi
bagi guru untuk mengelola proses belajar mengajar yang mengakomodir anak berkebutuhan
khusus (ABK). Sementara di Kabupaten Brebes, masalah muncul akibat pemberlakuan SKB
5 Menteri tentang Penataan dan Pemerataan Guru PNS yang memungkinkan guru dimutasi
mengajar mata pelajaran yang tidak linear dengan kualifikasi akademiknya, sehingga
memerlukan adanya peningkatan kompetensi.
Manajemen Kinerja dan Remunerasi
Pada seluruh daerah sampel, belum ada daerah yang menerapkan tunjangan berbasis kinerja.
Jika pun ada, sifatnya hanya sebatas tambahan penghasilan yang didasarkan pada aspek
kedisiplinan dan jabatan, seperti di Kabupaten Lombok Utara, Bireuen, dan Brebes.
Kinerja guru dan pengawas cenderung mengejar target mendapatkan tunjangan profesi.
Belum terlihat korelasi antara pencapaian kinerja individu (guru dan pengawas) dengan
peningkatan kinerja organisasi (sekolah). Pasalnya, penilaian kinerja individu (guru dan
pengawas) terkesan formalitas dan bersifat administratif untuk memenuhi syarat penerimaan
tunjangan profesi (sebagaimana diatur dalam Permendikbud No. 17 Tahun 2016 yang
kemudian direvisi menjadi Permendikbud No. 12 Tahun 2017) dan penilaian angka kredit
(sebagaimana diatur dalam Permendiknas No. 35 Tahun 2010). Padahal, jika dilakukan secara
objektif, kedua jenis profesi tersebut memiliki peranan yang sangat penting dalam
peningkatan kinerja sekolah.
C. Sektor Kecamatan
Pengadaan dan Distribusi Pegawai
Dari aspek ketersediaan dan distribusi ketenagaan, secara kuantitas sudah cukup terpenuhi
hanya ada keluhan soal kompetensi staf yang tidak memadai. Rerata setiap kecamatan sampel
yang diobservasi mempunyai paling sedikit 25 tenaga PNS dan non-PNS. Di KLU, Bireun,
Bantaeng, dan Brebes bahkan memiliki lebih dari 30 pegawai PNS dan non-PNS.
Kompetensi dan Kebutuhan Diklat
Dari aspek kompetensi, beberapa kecamatan sampel di luar Jawa yang dikunjungi di KLU,
Bireun, dan Bantaeng memiliki staf yang kebanyakan tidak dibekali dengan kompetensi yang
cukup terkait pemahaman UU Desa dan ADD/DD. Keluhan terkait masalah ini diungkapkan
langsung oleh beberapa Camat di KLU, Bireun, dan Bantaeng. Sebaliknya SDM pemerintah
6

Situasi dan Tantangan Sumber Daya Manusia di Sektor
Kesehatan, Pendidikan dan Kecamatan: Dari Pengadaan
sampai Kinerja

Catatan Kebijakan
Oleh Syahril Sangaji dan Irawan
Peneliti KOMPAK

Agustus 2017

kecamatan di Jawa seperti di kabupaten Pacitan dan Brebes terlihat lebih tinggi
pemahamannya dalam pelaksanaan fungsi dan peran kecamatan yang berkaitan dengan
implementasi UU Desa.
Peran dan Kinerja Pemerintah Kecamatan
Untuk urusan pelimpahan kewenangan, hampir seluruh kecamatan yang dikunjungi
mengeluhkan soal tidak seriusnya pemerintah daerah dalam urusan pelimpahan kewenangan
ke kecamatan, terutama terkait bantuan keuangan dan penguatan kapasitas SDM dan
organisasi. Ada kesan yang muncul dari pemerintah kecamatan bahwa pelimpahan
kewenangan dari Pemda ke pemerintah kecamatan berjalan setengah hati.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Hasil paparan temuan di atas mengisyaratkan bahwa terdapat begitu banyak situasi yang tidak
ideal terkait sumber daya manusia di unit-unit layanan terdepan. Situasi ini dapat menjadi
tantangan tersendiri bagi pemerintah, khususnya pemerintah daerah untuk mendorong
terciptanya pelayanan publik yang murah, cepat, dan efektif bagi masyarakat. Berikut adalah
kesimpulan temuan dan rekomendasinya.
A. Sektor Kesehatan dan Pendidikan
Pengadaan dan Distribusi SDM Kesehatan dan Pendidikan
Pertama, untuk mengatasi ketersediaan dan distribusi tenaga kesehatan dan guru di beberapa
unit layanan yang tidak merata karena data yang tidak transparan dan mutakhir sehingga
mempengaruhi sistem distribusi pegawai, perlu dibuatkan peta distribusi dan ketersediaan
pegawai berbasis geographic information system (GIS), sehingga memudahkan kecepatan
pemangku kepentingan dalam mengambil keputusan redistribusi dan juga menjamin
akuntabilitas dan transparansi data jumlah dan jenis ketenagaan. Pemda perlu membuat
kebijakan yang isinya harus menggunakan peta distribusi dan ketersediaan pegawai berbasis
GIS dalam rangka perencanaan kebutuhan, pengangkatan, dan/atau penempatan/mutasi
tenaga kesehatan dan guru.
Kedua, terkait melimpahnya beberapa jenis tenaga tertentu seperti bidan, perawat, guru IPA
dan IPS, dan kekurangan bahkan kelangkaan pada analis kesehatan, rekam medik, guru kelas,
penjaskes, muatan lokal, dan seni prakarya yang diakibatkan oleh produksi dari kampus yang
kurang berimbang dapat diantisipasi dengan Peraturan Menteri Ristek Dikti yang mengatur
kriteria penyelenggaraan pendidikan profesi yang mempertimbangkan faktor supply-demand
di daerah. Kemudian, diperlukan adanya koordinasi kebijakan antara pemerintah kabupaten
dengan perguruan tinggi (keguruan maupun kesehatan) untuk memetakan kembali antara
kebutuhan jumlah dan jenis tenaga (demand) pada unit layanan dan persediaan
peminatan/jurusan pada lembaga pendidikan (supply). Khusus di sektor pendidikan, Pemda
perlu membuat MOU dengan perguruan tinggi setempat untuk mengokomodasi
program/kelas alih spesialisasi profesi guru.
Ketiga, untuk mengatasi masalah rekrutmen dan seleksi tenaga non-PNS yang tidak
berdasarkan kebutuhan riil, perlu dibuatkan sebuah instrumen rekrutmen dan seleksi tenaga
non-PNS. Intsrumen ini perlu diformalkan ke dalam bentuk kebijakan seperti Surat Edaran
7

Situasi dan Tantangan Sumber Daya Manusia di Sektor
Kesehatan, Pendidikan dan Kecamatan: Dari Pengadaan
sampai Kinerja

Catatan Kebijakan
Oleh Syahril Sangaji dan Irawan
Peneliti KOMPAK

Agustus 2017

ataupun Keputusan Bupati sehinga bisa mempermudah proses implementasinya. Pembuatan
instrumen ini bisa sekaligus menjadi uji belajar ke depan jika keran rekrutmen PPPK sudah
resmi dibuka. Selain itu, Dinas Pendidikan & Kesehatan perlu menggunakan peta distribusi
ketenagaan berbasis GIS sebagai dasar perencanaan dan pengadaan SDM untuk guru/tenaga
kesehatan yang berstatus Non-PNS.
Kompetensi dan Diklat SDM Kesehatan dan Pendidikan
Pertama, untuk mengatasi masalah kurangnya kompetensi administrasi (TI dan akuntansi),
kompetensi bidang terkait kegawatdaruratan, dan manajemen puskesmas secara umum di
sektor kesehatan dan masalah pada kompetensi guru pemula, manajemen kepala sekolah,
kompetensi guru kelas, dan pengelolaan kelas inklusif di sektor pendidikan, diperlukan
pelatihan dan pendampingan secara terus-menerus. Pemahaman dan pembaharuan terhadap
SOP manajemen unit layanan juga perlu diperkuat ke dalam sistem teknologi informasi.
Di sektor kesehatan, beberapa pelatihan yang diperlukan adalah pelatihan kegawatdaruratan
khusus untuk bidan & perawat, diklat rangkap kerja terkait peningkatan kompetensi TI &
akuntansi, diklat alih fungsi bagi tenaga kesehatan yang mengerjakan tugas di luar
kompetensi bidangnya, pelatihan pengenalan penggunaan alat USG, dan pelatihan penguatan
proses bisnis menggunakan sistem informasi – termasuk di dalamnya manajemen aset – guna
meringankan beban kerja puskesmas. Adapun di sektor pendidikan perlu dilakukan pelatihan
peningkatan kompetensi guru pemula, pelatihan manajemen kepala sekolah, pelatihan
peningkatan kompetensi guru kelas, dan pelatihan pengelolaan kelas inklusif.
Kedua, proses analisis kebutuhan pelatihan yang belum pernah dilakukan baik oleh unit
layanan maupun dinas perlu diantisipasi dengan pelatihan mengenai analisis kebutuhan
pelatihan (TNA) yang melibatkan dinas dan unit layanan secara bersama-sama agar tidak
terjadi kesalahpahaman dan ketidaksesuaian kebutuhan di dalam penganggaran dan
pelaksanaan pelatihan secara programatik.
Manajemen Kinerja dan Remunerasi SDM Kesehatan dan Pendidikan
Pertama, untuk mengatasi masalah peningkatan pendapatan tenaga kesehatan yang tidak
berkorelasi terhadap penilaian kinerja individu, perlu dibuatkan instrumen penilaian kinerja
individu yang diturunkan dari indikator kinerja unit kerja. Jika indikator target kinerja unit
kerja belum ada maka terlebih dahulu dibuatkan instrumen untuk unit kerja. Sistem penilaian
kinerja tersebut dapat diformalkan melalui Peraturan Bupati ataupun SK Kepala Dinas
Kesehatan.
Kedua, lemahnya kinerja pengawasan dari dinas terhadap unit layanan bisa disebabkan oleh
belum adanya intsrumen pengawasan yang sistematis dan terukur. Oleh karena itu, perlu
dibuat sebuah instrumen pengawasan dinas untuk mengukur kinerja unit layanan di
bawahnya. Khusus sektor pendidikan, Peraturan Menteri yang merupaskan turunan dari PP
No. 19 Tahun 2017 yang berkenaan dengan beban kerja kepala satuan pendidikan dan beban
kerja pengawas harus menjelaskan adanya sinkronisasi proses, manajemen pengawasan, dan
pengendalian mutu melalui sekolah, bahkan sampai pada penyempurnaan indikator kerja
pengawas.

8

Situasi dan Tantangan Sumber Daya Manusia di Sektor
Kesehatan, Pendidikan dan Kecamatan: Dari Pengadaan
sampai Kinerja

Catatan Kebijakan
Oleh Syahril Sangaji dan Irawan
Peneliti KOMPAK

Agustus 2017

Ketiga, berkaitan dengan kurang terlihatnya partisipasi masyarakat dalam melakukan
pengawasan, pemda dapat menghadirkan kembali Komite Kesehatan dan lebih
memberdayakan Komite Sekolah, misalnya dengan membuat SOP pengaduan masyarakat
dan disosialisasikan secara masih mengenai tata cara, kerahasiaan, dan tindak lanjut
pengaduan.
B. Sektor Kecamatan
Pertama, untuk mengatasi masalah staf kantor kecamatan yang tidak dibekali dengan
kompetensi yang cukup terkait pemahaman UU Desa, ADD/DD, dan yang berhubungan
dengan TI, perlu dilakukan penilaian kompetensi dan atau penguatan kapasitas secara intensif
terhadap staf pemerintah kecamatan untuk mendorong kinerja aparat pemerintah kecamatan
menjalankan fungsi dan peran pembinaan/pengawasan desa. Penguatan kapasitas ini terutama
perlu dilakukan di KLU, Bireun, dan Bantaeng. Di sisi lain, pemda perlu memberikan
dukungan program & pendanaan yang cukup.
Kedua, terkait pelimpahan kewenangan dari pemerintah kabupaten ke pemerintah kecamatan
yang tidak tuntas dan tidak jelas pembagian urusannya, sehingga mengakibatkan banyak
terjadi kebingungan pada tahap implementasi, maka perlu dibuat strategi pendampingan pada
masa transisi ini, termasuk memperjelas teknis pembagian urusan dan sosialisasi kepada
stakeholder dan pengguna layanan. Strategi pendampingan itu nanti akan membantu
mempermudah dan memperjelas proses implementasinya sehingga perebutan kewenangan
antara SKPD/OPD dan pemerintah kecamatan dapat dihindari. Begitupun dari sisi pengguna
layanan (masyarakat) menjadi lebih jelas bagaimana cara dan prosedur pengurusan dokumen
perizinan atau rekomendasi.
Ketiga, terkait koordinasi lintas sektor antara kantor kecamatan, Puskesmas, dan sekolah
yang masih lemah dan belum adanya forum yang memfasilitasi keterlibatan masyarakat,
perlu dibuat mekanisme koordinasi antara 3 sektor, termasuk mekanisme pelibatan
masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap 3 sektor tersebut, bisa dengan cara
memanfaatkan atau memperkuat forum-forum yang sudah ada, seperti Komite Sekolah atau
bisa juga dengan membuat sistem pengaduan masyarakat yang lebih transaparan dan cepat
tanggap.

9

Situasi dan Tantangan Sumber Daya Manusia di Sektor
Kesehatan, Pendidikan dan Kecamatan: Dari Pengadaan
sampai Kinerja

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24