Analisis Normatif dan Sosiologis Penggu

1

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang Masalah

Hubungan Industrial adalah kegiatan yang mendukung terciptanya hubungan
yang harmonis antara pelaku bisnis yaitu pengusaha, karyawan dan pemerintah,
sehingga tercapai ketenangan bekerja dan kelangsungan berusaha. Tidak dapat
dipungkiri bahwa hubungan antara pekerja dan pengusaha adalah hubungan yang
saling membutuhkan dan saling mengisi satu dengan yang lainnya. Pengusaha tidak
akan dapat menghasilkan produk barang atau jasa jika tidak didukung oleh pekerja,
demikian pula sebaliknya. Hubungan antara semua pihak yang terkait atau
berkepentingan atas suatu proses timbal balik dari pekerja dengan pengusaha yang
bertujuan menciptakan hubungan yang aman dan harmonis dalam proses produksi
baik barang maupun jasa antara pekerja, pengusaha, pemerintah, dan masyarakat
dalam suatu hubungan kerja.1
Dalam melaksanakan hubungan industrial, pengusaha dan organisasi
pengusahanya mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha,

memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja secara terbuka,
demokratis, dan berkeadilan.2
Berdasarkan amandemen Undang - Undang Dasar Tahun 1945 tentang
ketenagakerjaan disebutkan dalam Pasal 28d ayat (2). Hal tersebut berimplikasi setiap
orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan perlakuan yang adil dan layak
dalam hubungan kerja. Termasuk perlakuan yang sama dalam menyelesaikan
perselisihan yang terjadi dalam hubungan kerja yang merupakan keterikatan antara

1 Supomo Suparman, S.H., Hukum Acara Pengadilan Hubungan Industrial, Tata Cara Penyelesaian
Sengketa Perburuhan, Jala Permata Aksara, Jakarta, 2009, hlm. 3.
2 Pasal 103 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

2

pekerja/buruh dengan pengusaha berpotensi menimbulkan perbedaan pendapat,
bahkan perselisihan antara kedua belah pihak.
Perselisihan Hubungan Industrial terjadi karena suatu perbedaan pendapat
yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha
dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh karena adanya perselisihan
mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan

perselisihan antarserikat pekerja.3
Dalam bidang perburuhan timbulnya perselisihan antara pengusaha dengan
buruh biasanya berpangkal dari adanya perasaan kurang puas. Dimana pengusaha
memberikan kebijakan yang menurut pertimbangannya sudah baik dan bakal diterima
oleh buruh, namun kenyataannya buruh yang bersangkutan memiliki pertimbangan
dan pandangan yang berbeda - beda, maka akibatnya kebijakan yang diberikan oleh
pengusaha itu menjadi tidak sejalan sehingga terjadilah yang namanya perselisihan.
Perselisihan pemutusan hubungan kerja mempunyai kekhususan karena dua
hal, yaitu

frekuensinya, dan substansinya. Frekuensi perselisihan Pemutusan

Hubungan Kerja selalu di atas tiga jenis perselisihan lainnya. Secara sosiologis
harapan untuk mendapatkan penghasilan dan memenuhi kebutuhan hidup telah pupus
begitu saja lantaran terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja yang tidak disangkasangka oleh para pekerja. Hal ini dikarenakan kondisi kehidupan politik yang goyah,
kemudian disusul dengan carut marutnya kondisi perekonomian yang berdampak
pada banyak industri yang harus gulung tikar, dan tentu saja berdampak pada
pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan sangat tidak terencana. Namun,
mau tidak mau para pekerja/buruh harus menerima kenyataan bahwa mereka harus
menjalani Pemutusan Hubungan Kerja.4


3 Ugo, S.H.,M.H., Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Sinar Grafika,
Jakarta, 2011, hlm. 27.
4

https://anggaraniintan.wordpress.com/2014/01/06/makalah-pemutusan-hubungan-kerja/

pada 11 November 2016 Pukul 12.32.

Diakses

3

Dalam menjalani pemutusan hubungan kerja, pihak-pihak yang bersangkutan
yaitu pengusaha dan pekerja/buruh harus benar-benar mengetahui hal-hal yang
berhubungan dengan PHK, terutama untuk para pekerja/buruh, agar mereka bisa
mendapatkan apa yang menjadi hak mereka setelah di PHK. Hal ini dapat dilihat dari
data putusan yang ada pada Mahkamah Agung bahwa frekuensi perselisihan
Pemutusan Hubungan Kerja paling banyak dibandingkan ketiga jenis perselisihan
lainnya. Substansi perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja mengandung kerumitan,

sebab salah satu kemungkinan amar putusan Pengadilan Hubungan Industrial adalah
memerintahkan pengusaha untuk mempekerjakan kembali pekerja/buruh. Ada
persoalan tersendiri apabila pengusaha yang diperintah tersebut tidak dengan sukarela
melaksanakan putusan Pengadilan Hubungan Industrial tersebut.
Hal ini dapat dilihat dari kasus yang dikaji oleh penulis pada Perkara Nomor
10/G/2013/PHI.YK dimana Penggugat adalah pekerja dari Tergugat pada bagian
pramugara /kondektur di PT. Jogja Tugu Trans. Penggugat bekerja di tempat Tergugat
sejak tahun 2008 secara terus menerus dan tanpa terputus masa tenggang sampai
dengan adanya pemutusan hubungan kerja secara sepihak yang dilakukan Tergugat
pada Tahun 2013, dan mendapatkan upah yang tidak sesuai dengan perjanjian kerja.
Setelah melewati perundingan bipartit namun tidak didapati kesepakatan, maka
perkara tersebut dibawa ke Pengadilan Hubungan Industrial Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk membahas “Analisis
Normatif dan Sosiologis Penggunaan Alasan Mempekerjakan Kembali Sebagai
Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perselisihan Hubungan Industrial”
(Studi Kasus Putusan Nomor. 10/G/2013/PHI.YK).

4


B.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, Penulis

menetapkan rumusan masalah sebagai berikut:
1.

Bagaimana tinjauan normatif dan sosiologis untuk mempekerjakan kembali

dalam perkara Nomor. 10/G/2013/PHI.YK ?
2.

Bagaimana

pertimbangan

hakim

dalam


memutus

perkara

Nomor.

10/G/2013/PHI.YK ditinjau dari sistem perundang-undangan dan kondisi sosiologis ?

5

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Tinjauan Normatif dan Sosiologis Alasan Hakim Untuk Mempekerjakan

Kembali dalam Perkara Nomor. 10/G/2013/PHI.YK
Perselisihan Hubungan Industrial hanya mengenal empat macam perselisihan
yaitu perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan

kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Dalam kasus ini adalah Buruh yang di putus hubungan kerja-nya oleh pengusaha,
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu
hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan
perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian
oleh perusahaan atau habis kontrak.5
Ada dua kemungkinan amar putusan perselisihan pemutusan hubungan kerja.
Yang pertama adalah mengabulkan untuk terjadi pemutusan hubungan kerja. Yang
kedua adalah menolak pemutusan hubungan kerja (PHK) disertai perintah untuk
mempekerjakan pekerja/buruh. Hal ini berdasarkan pertimbangan praktis bahwa tidak
pernah terjadi pekerja/buruh diputus hubungan kerja-nya oleh pengusaha.
1.

Tinjauan Normatif
Secara normatif - kasuistis, hakim dalam memutus Pemutusan Hubungan

Kerja dan Upah Proses bisa menggunakan pendekatan rasa keadilan. Kebolehan itu
terutama bila gugatan perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja itu diajukan oleh
pengusaha disertai dengan alasan Pemutusan Hubungan Kerja yang sesuai dengan
hukum. Sebaliknya, bila Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan menyimpang dari

5

http://www.gajimu.com/main/pekerjaan-yanglayak/kontrak-kerja/pemutusan-hubungan-kerja

Diakses pada tanggal 15 November 2016 Pukul 16.00.

6

hukum dan pengusaha tidak memperlihatkan keinginan untuk menyelesaikan
perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja sesuai hukum positif sesuai putusan
Mahkamah Konstitusi No. 37/PUU-IX/2011.6
Majelis hakim yang memimpin jalannya persidangan hubungan industrial
dalam mengambil keputusan harus mempertimbangkan hukum, perjanjian yang ada,
kebiasaan dan keadilan. Ketika memutuskan suatu perselisihan hubungan industrial,
majelis hakim wajib terlebih dahulu menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat agar putusan hakim itu
nantinya sudah sesuai dengan hukum dan keadilan yang ada dimasyarakat.7
Majelis hakim yang memimpin persidangan dengan perkara perselisihan
Pemutusan Hubungan Kerja setelah melihat bukti-bukti perjanjian-perjanjian serta
fakta-fakta hukum yang dihadirkan dipersidangan, maka majelis hakim memutuskan

untuk pihak pekerja tidak layak diputus hubungan kerja-nya dan memerintahkan
untuk

mempekerjakan

10/G/2013/PHI.YK,

kembali.

Hakim

Seperti

memutus

dalam

untuk

kasus


Menghukum

Perkara
Tergugat

Nomor.
untuk

mempekerjakan kembali Penggugat paling lama 14 (empat belas) hari sejak putusan
ini mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pada praktiknya, Hakim mengupayakan faktor putusan yang isi amar
putusannya mempekerjakan kembali untuk dihindari dalam mengambil keputusan,
karena apabila amar putusannya mempekerjakan kembali nantinya berakibat fatal
kepada pihak pekerja/buruh yang nantinya apabila amar putusannya itu dilaksanakan
akan memperoleh perbedaan sosial yang diterima oleh pekerja/buruh apabila
diperkerjakan kembali sesuai dengan amar putusan tersebut.

6


http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4ef3dcaacf2c6/putusan-mk-dan-ragam-tafsir-tentang-

upah-proses-phk-broleh--juanda-pangaribuan- Diakes pada tanggal 16 November 2016 pukul 19.43.
7 Farid Mu’azd, Pengadilan Hubungan Industrial dan Alternative Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial di Luar Pengadilan, Jakarta, 2006, hlm 127 .

7

Tetapi apabila memang harus memberikan putusan yang amar putusannya
mempekerjakan kembali, maka juga harus disertai dengan uang paksa (Dwangsom)
yang nantinya uang paksa tersebut sebagai hukuman apabila pihak yang kalah dalam
berperkara tidak mau menjalankan putusannya. Agar putusan yang amar putusannya
mempekerjakan kembali dapat dilaksanakan dengan sukarela.
Para hakim pun pasti telah berupaya sebaik mungkin untuk penyelesaian
kasus pemutusan hubungan kerja ini. Hakim tidak dapat menolak perkara tersebut
dengan alasan apapun. Namun para hakim disini lebih mementingkan kepentingan
bagi para pekerja yang berselisih. Agar nantinya hak-hak yang akan diperoleh dari
putusan tersebut untuk para pekerja dapat diperoleh dengan maksimal dan juga dapat
dirasakan seadil-adilnya untuk semua pihak.
Menurut penulis, untuk menciptakan keadaan yang seadil-adilnya serta tidak
ada kejadian-kejadian yang tidak diinginkan terjadi pada pelaksanaan eksekusi
putusan hakim tersebut berlangsung, tidak diinginkan artinya pada pelaksanaan
eksekusi tersebut berlangsung terjadi juga demo besar-besaran yang dilakukan oleh
pihak pekerja, yang nantinya ditakutkan akan menambah resiko serta kerugian yang
dialami oleh para pihak. Sebelum pelaksanaan eksekusi itu berlangsung alangkah
baiknya untuk dirundingkan terlebih dahulu untuk menciptakan situasi dan kondisi
yang kodusif agar kepentingan semua pihak dapat telaksana dengan lancar tanpa ada
lagi hambatan-hambatan.
Lewat putusan, hakim bisa memerintahkan agar pengusaha mempekerjakan
pekerja/buruh. Hal ini berarti hakim memerintahkan agar pengusaha melakukan
perbuatan hukum tertentu, yakni berupa mempekerjakan pekerja/buruh. Apabila hal
ini tidak dilaksanakan, maka pengusaha tersebut telah melakukan perbuatan melawan
hukum, karena perbuatannya bertentangan dengan hak orang lain. Akibat hukum
bentuknya adalah bahwa pengusaha tersebut harus menanggung ganti kerugian yang
diderita oleh pekerja.

8

2.

Tinjauan Sosiologis
Secara sosiologis alasan hakim mempekerjakan kembali buruh yang terkena

Pemutusan Hubungan Kerja oleh pengusaha apabila buruh/pekerja tersebut sudah diPHK secara sepihak oleh pihak pengusaha dan dilarang untuk masuk kembali ke
perusahaan, maka para pekerja/buruh yang telah di-PHK tersebut untuk dipekerjakan
kembali agak sulit bahkan tidak pernah terjadi lagi hal tersebut, karena penilaian dari
pengusaha tentang pekerja/buruh tersebut sudah negatif atau sudah dinilai sebagai
pembuat masalah di perusahaan tersebut.
Pelaksanaan putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap
dan isi amar putusannya tersebut adalah mempekerjakan kembali, meskipun pihak
yang menang tersebut telah mengajukan permohonan eksekusi kepada ketua
Pengadilan hubungan industrial pada, tapi pada kenyataannya pihak pengusaha tidak
mau untuk melaksanakan putusan hakim tersebut, karena tadi faktor penilaian dari
pengusaha kepada pekerja/buruh tersebut sudah buruk. Nantinya akan berdampak
diperlakukan tidak baik oleh pengusaha terhadap pekerja/buruh yang bersangkutan.
Meskipun pada akhirnya pihak pengusaha mau melaksanakan putusan
tersebut,

namun

nanti

pada

akhirnya

pihak

pekerja/buruh

tersebut

yang

mengundurkan diri sendiri karena faktor sosial dan pergaulan dalam perusahaan tadi
yang sulit untuk diterima kembali, bahkan sudah dinilai buruk oleh pengusaha itu
kedepannya juga tidak baik untuk kinerja pekerja/buruh tersebut untuk perusahaan
tersebut.8
Hakim juga harus memperhatikan faktor psikologis, dan ekonomis/financial
dalam memutus suatu perkara, dalam hal ini Pemutusan Hubungan Kerja, sebab:

8 hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/.../510 Diakses pada tanggal 20 November 2016 pukul
20.22.

9

a. Dengan adanya Pemutusan Hubungan Kerja, bagi buruh telah kehilangan mata
pencaharian.
b. Untuk mencari pekerjaan yang baru sebagai penggantinya, harus banyak
mengeluarkan biaya (keluar masuk perusahaan, di samping biaya-biaya lain seperti
pembuatan surat-surat untuk keperluan lamaran dan foto copy surat-surat lain).
c. Kehilangan biaya hidup untuk diri dan keluargannya sebelum mendapat pekerjaan
yang baru sebagai penggantinya.
3.

Upaya Hukum atas Putusan Pengadilan Terkait Perintah Bekerja

Kembali
Belum adanya aturan yang jelas mengenai mekanisme pelaksanaan terhadap
putusan pengadilan, yang amarnya memerintahkan pihak perusahaan untuk
mempekerjakan kembali, menjadi masalah baru bagi buruh untuk mewujudkan
kepastian bekerja. Ketidak-sempurnaan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, semakin menunjukkan keberpihakkan
peraturan kepada pengusaha.9
Kepastian bekerja menjadi tanggung jawab Pemerintah untuk memenuhinya,
hingga kini masih menjadi bahasa tekstual dalam UUD 1945. Kepastian bekerja
menjadi 2 (dua) bagian, yaitu:
1.

adanya penyediaan lapangan kerja oleh Pemerintah

2.

pengaturan mekanisme terhadap putusan bekerja kembali.

Terhadap penyediaan lapangan kerja bukanlah hal yang mudah bagi
Pemerintah. Sebab, Pemerintah masih sulit mempertahankan jumlah lapangan kerja
9

http://buruh-online.com/2016/03/belum-dipekerjakan-kembali-berdasarkan-putusan-buruh-gugat-

pesangon.html Diakses pada tanggal 24 November 2016 Pukul 12.19.

10

yang ada. terkait mekanisme putusan bekerja kembali, sedangkan upaya paksa
melalui hukum bukanlah jalan keluar yang baik. Hal tersebut dikarenakan hubungan
kerja antara pekerja dengan pengusaha merupakan hubungan konflik, yang setiap
waktu akan terjadi tanpa diduga sebelumnya. Oleh karenanya, dibutuhkan cara, alat
komunikasi dan peran Pemerintah yang baik dalam rangka menyelesaikan sengketa
yang berasal dari sebuah pertentangan pendapat.

B.

Pertimbangan Hakim dalam Memutus Perkara pada Pengadilan

Hubungan Industrial Yogyakarta dalam Perkara Nomor. 10/G/2013/PHI.YK
ditinjau dari sistem perundang-undangan dan kondisi sosiologis
1.

Duduk Perkara
Pada tanggal 04 Desember 2013 majelis hakim Pengadilan Hubungan Industrial

mengabulkan permohonan gugatan yang diajukan oleh Rima Satria Pamungkas sebagai

Penggugat dimana hak sebagai pekerja-nya dicabut oleh PT Jogja Tugu Trans yang
dalam persidangan ini sebagai Tergugat. Kejadian diawali dimana Penggugat adalah

pekerja Tergugat pada bagian pramugara/kondektur di PT. Jogja Tugu Trans sejak
tanggal 18 Februari 2008 secara terus-menerus dan tanpa terputus masa tenggang
sampai dengan adanya pemutusan hubungan kerja secara sepihak pada tanggal 01 Juli
2013. Perlu diketahui, bahwa Pemutusan Hubungan Kerja sepihak tersebut dilakukan
oleh Tergugat terhadap Penggugat dikarenakan Penggugat menuntut hak Perjanjian
Kerja Waktu Tidak Tertentu/status ‘tetap’ kepada Tergugat.
Selain itu permasalahan lainnya adalah gaji/upah Penggugat telah ditentukan
dan disepakati di dalam Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta dan PT. Jogja Tugu Trans maupun Perubahan Pertama atas
Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang

11

dimana Tergugat diwajibkan membayar upah proses kepada Penggugat sejak bulan
Juli 2013 (PHK sepihak) sampai dengan diterimanya gugatan ini di Pengadilan
Hubungan Industrial Yogyakarta pada bulan Desember 2013, Upah proses dari bulan
Juli 2013 sampai dengan bulan November 2013 adalah: 6 bulan x Rp. 1.939.247.00 =
Rp. 11.635.482,00 dan Tunjangan Hari Raya sebesar Rp. 6.878.000,00. Kemudian
Penggugat meminta kepada majelis hakim untuk memberi putusan sebagai berikut;
Dalam Provisi
-

Menerima dan mengabulkan permohonan dalam Provisi Penggugat untuk

seluruhnya.;
-

Menghukum dan memerintahkan Tergugat untuk membayar secara tunai upah

proses plus kekurangan gaji plus sisa cuti plus kekurangan THR yang belum
dibayarkan kepada Penggugat.;
-

Menyatakan bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) antara Tergugat

dan Penggugat demi hukum berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
(PKWTT).;
-

Menghukum dan memerintahkan Tergugat untuk mempekerjakan kembali

Penggugat di tempat Tergugat (PT. Jogja Tugu Trans).
Kemudian Tergugat dengan eksepsinya :
-

Exceptio Obscuur Libel

-

Bahwa gugatan Pengugat tidak jelas dan kabur karena isinya tidak sinkron

antara Posita dengan Petitum.
-

Bahwa gugatan Penggugat tidak jelas dan kabur karena penyusunan

petitumnya dalam pokok perkara membingungkan.
2.

Amar

Dalam Provisi

12

-

Menerima dan mengabulkan permohonan dalam Provisi Penggugat untuk

seluruhnya.;
-

Menghukum dan memerintahkan Tergugat untuk membayar secara tunai upah

proses plus kekurangan gaji plus sisa cuti plus kekurangan THR yang belum
dibayarkan kepada Penggugat.;
-

Menyatakan bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) antara Tergugat

dan Penggugat demi hukum berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
(PKWTT).;
-

Menghukum dan memerintahkan Tergugat untuk mempekerjakan kembali

Penggugat di tempat Tergugat (PT. Jogja Tugu Trans).
DALAM PROVISI :
-

Menerima Jawaban Tergugat dalam provisi untuk seluruhnya.;

-

Menolak Gugatan Dalam Provisi dari Penggugat untuk seluruhnya.;

DALAM POKOK PERKARA :
-

Menerima Jawaban Tergugat dalam pokok perkara untuk seluruhnya.;

-

Menolak gugatan Penggugat dalam pokok perkara untuk seluruhnya ;

3.

Pertimbangan Hakim

3.1.

Pengajuan gugatan telah memenuhi ketentuan Undang – undang Nomor

2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial untuk
dapat diperiksa dan diadili melalui Pengadilan Hubungan Industrial
-

Dalam Pasal 83 ayat (1) Undang – undang Nomor 2 tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, menyatakan “Pengajuan gugatan
yang tidak dilampiri risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi, maka
hakim Pengadilan Hubungan Industrial wajib mengembalikan gugatan kepada
penggugat”.

13

-

Keputusan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
: KEP-92/MEN/VI/2004 tentang pengangkatan dan pemberhentian Mediator
serta tata kerja Mediasi, Pasal 7 menyebutkan “ Mediator bertugas melakukan
mediasi kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan
hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan”;

-

Penggugat dengan Surat Gugatannya tertanggal 2 Desember 2013 yang telah
didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri Yogyakarta pada tanggal 4 Desember 2013 dengan register perkara :
10/G/2013/PHI.Yk telah melampirkan risalah penyelesaian perselisihan
hubungan industrial Melalui mediasi tertanggal 12 September 2013 yang
dikeluarkan oleh Mediator pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Pemerintah Kabupaten Bantul.
Menurut hemat penulis, Gugatan Penggugat sudah memenuhi ketentuan

Undang–undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial untuk diperiksa dan diadili oleh Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri Yogyakarta.
3.2.

Perjanjian kerja antara Penggugat dengan Tergugat adalah perjanjian

kerja waktu tidak tertentu (PKWTT)
-

Pasal 1 angka 15 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan, menyatakan “Hubungan Kerja adalah hubungan antara
pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang
mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan Perintah”

-

Pasal 1 angka 14 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan menyatakan ”Perjanjian kerja adalah perjanjian antara
pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syaratsyarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak “

14

Jadi dalam hal ini Perjanjian Kerja Waktu Tertentu antara Penggugat dengan
Tergugat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4)
dan ayat (6) Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
sehingga demi hukum menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu sejak tidak
terpenuhinya syarat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tersebut dan/atau terhitung mulai
tanggal 16 Februari 2011.
3.3.

Dasar Hukum Perihal Surat Keputusan Direksi PT Jogja Tugu Trans

Nomor : 179/JTT-SK/B/VII/2013 tanggal 1 Juli 2013 tentang Pemberhentian
Sebagai Karyawan Saudara Rima Satria Pamungkas Pada bagian Pramugara
PT Jogja Tugu Trans
-

Tergugat telah melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap Penggugat.
Hal tersebut dikuatkan dengan bukti T-9 berupa Surat Keputusan Direksi PT
Jogja Tugu Trans Nomor : 179/JTT-SK/B/VII/2013 tanggal 1 Juli 2013
tentang Pemberhentian Sebagai Karyawan Saudara Rima Satria Pamungkas
Pada bagian Pramugara PT Jogja Tugu Trans terhitung sejak tanggal 1 Juli
2013
-

Surat Keputusan Direksi PT Jogja Tugu Trans Nomor : 179/JTT-SK/B/VII/2013 tanggal 1 Juli 2013 tentang Pemberhentian Sebagai
Karyawan Saudara Rima Satria Pamungkas Pada bagian Pramugara PT
Jogja

Tugu

Trans

dalam

diktum

MENIMBANG

menyebutkan

pelanggaran yang dilakukan, yaitu :
-

Telah melanggar ijin tidak masuk kerja sesuai dengan ijin yang telah
diberikan oleh perusahaan,

-

Telah melakukan alpha selama 2 (dua) hari kerja,

-

Sering menggunakan HT tidak pada tempatnya dan beberapa kali mencela
perusahaan dan memprovokasi crew lain.

15

Perbuatan tersebut oleh staf operasional lapangan telah dilakukan peneguran
tetapi tetap membantah dan susah diatur saat bertugas sehingga menghambat
kelancaran operasional armada dan perbuatan tersebut merupakan pelangaran
terhadap Peraturan Perusahaan PT Jogja Tugu Trans dan pelanggaran terhadap
standar pelayanan operasional serta janji yang tertuang surat kesepakatan kerja dan
untuk menegakkan disiplin dalam Peraturan Perusahaan, maka kepada yang
bersangkutan layak dilakukan pemberhentian sebagai karyawan
Saksi Sdri Ambar Barunaningrum, adalah karyawan PT Jogja Tugu Trans
dibawah sumpah memberikan keterangan Penggugat pernah ijin tidak masuk kerja
melebihi dari ketentuan perusahaan dengan alasan keluar kota, meski sudah diberikan
alternatif/solusi namun Penggugat tidak mematuhi
Bukti T-1 berupa Peraturan Perusahaan PT jogja Tugu Trans Periode 2012 –
2014 dan telah disahkan dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Bantul Nomor : 188/829 tanggal 23 Mei 2012
Pasal 32 ayat (2) huruf a Peraturan Perusahaan PT jogja Tugu Trans Periode
2012-2014 menyatakan “Pada umumnya karyawan yang melakukan pelanggaran
peraturan, tata tertib dan keselamatan kerja dapat dikenakan sanksi sebagai berikut :
-

Peringatan lisan / teguran,

-

Peringatan tertulis / surat teguran / pernyataan dan surat peringatan I, II & III
(terakhir),

-

Penundaan upah,

-

Pemindahan jabatan,

-

Pemutusan hubungan kerja (PHK)
Penggugat pernah mendapat surat peringatan ke II karena berdasarkan data
absensi tanggal 11 April 2011 dan laporan kegiatan operasional Penggugat mengatur
jadwal dengan rekan kerja lain tanpa sepengetahuan kantor sehingga berakibat alpha.
Dan surat peringatan tersebut berlaku selama 6 (enam) bulan.
Berdasarkan semua pertimbangan tersebut sudah dapat untuk menyatakan
Surat Keputusan Direksi PT Jogja Tugu Trans Nomor : 179/JTT-SK/B/VII/2013

16

tanggal 1 Juli 2013 tentang Pemberhentian Sebagai Karyawan Saudara Rima Satria
Pamungkas Pada bagian Pramugara PT Jogja Tugu Trans terhitung sejak tanggal 1
Juli 2013 adalah batal demi hukum dan kepada Penggugat tidak dapat diputus
hubungan kerjanya karena melakukan pelanggaran sebagai disebutkan dalam Surat
Keputusan Direksi PT Jogja Tugu Trans Nomor : 179/JTT SK/B/VII/2013 tanggal 1
Juli 2013.
Menurut penulis, Penggugat telah memenuhi alat bukti dan mengajukan lima
orang Saksi diantaranya adalah Sdr. Ignas Triyono, Sdr. Bahari Toharudin, SE., Sdr.
Arsiko, Sdr. Rina Fatmawati, dan Sdr. Addienulhaq Jati Panuntun, ST. Semuanya
adalah karyawan PT Jogja Tugu Trans serta Sdr. Addenulhaq bekerja di
DINASKERTRANS Bantul dibawah sumpah bukti Penggugat bertanda P-2a, sampai
dengan P-2f, P-4,P-7, P-8, P-9, P-10, P-14, P-15, P-16a, P-16b, P-19, P-20, P-21, P23 dan P-24 adalah berupa fotocopy yang telah dibubuhi materai cukup dan telah
disesuaikan dengan surat aslinya di persidangan, sedangkan surat bukti bertanda P-1a,
P-1b, P-1c, P-3, P-5, P-6,P-11, P-12, P-13, P-17, P-22 dan P-25 diserahkan berupa
fotocopy yang telah dibubuhi materai cukup tanpa memperlihatkan surat aslinya di
persidangan,
Sedangkan Tergugat telah mengajukan bukti surat bukti Tergugat bertanda T1, sampai T-7 dan T-9, T12, T-13 adalah berupa fotocopy yang telah dibubuhi materai
cukup dan telah disesuaikan dengan surat aslinya di persidangan, sedangkan surat
bukti bertanda T-8, dan T-10, T-11 diserahkan berupa fotocopy yang telah dibubuhi
materai cukup tanpa memperlihatkan surat aslinya di persidangan, dan mengajukan
dua orang saksi yang didengar keterangannya setelah disumpah bernama Saksi Sdri
Ambar Barunaningrum, Sdr. Subagyo, SH., Sdr. Rujito, SH.,MH., Sdr. Ir. Sigit
Haryanta, MT., Sdr. Totok Yulianta, dan Sdr. Widarto Catur Syahputra.
3.4.

Fakta Hukum

17

Setelah mengetahui pertimbangan hukum hakim dan isi gugatan penggugat maka
Hakim menemukan fakta-fakta hukum selama proses persidangan. Adapun fakta-fakta
hukumnya sebagai berikut:

-

Bahwa pekerjaan yang dilaksanakan oleh PT.Jogja Tugu Trans mendasarkan Kontrak
pertahun antara Pemerintah / Regulator melalui DISHUBKOMINFO Prop DIY yang
dievaluasi setiap tahun sehingga sewaktu-waktu kontrak dapat dihentikan oleh
DISHUBKOMINFO Prop DIY

-

Bahwa pekerjaan yang dilaksanakan Tergugat merupakan Program Pelayanan Umum
dan merupakan Pilot Projck Pemerintah yang sewaktu-waktu dievaluasi dan dapat
dihentikan, karena merupakan kegiatan baru, hal ini sesuai Pasal 59 ayat 1a, 1d UU
No.13 Tahun 2003.

-

Bahwa berkaitan dengan Pemberhentian Sebagai Karyawan senyatanya yang dialami
Penggugat adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu telah habis jangka waktu
perjanjiannya dan tidak diperpanjang lagi oleh Tergugat

-

Bahwa senyatanya permasalahan yang ada bukanlah perselisihan hak akan tetapi
karena Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Penggugat yang sudah habis jangka
waktunya akan tetapi tidak diperpanjang kontraknya dan dipertegas lagi dengan
Pemberhentian Sebagai Karyawan
Maka, berdasarkan fakta-fakta hukum dalam persidangan tersebut diatas,
penulis berpendapat bahwa perkara Nomor. 10/G/2013/PHI.YK telah sesuai dengan
ketentuan/aturan-aturan yang mengatur tentang proses penyelesain perselisihan
hubungan industrial, dan aturan-aturan ketenagakerjaan. Sehingga dengan adanya
putusan ini maka buruh dinyatakan telah di PHK, dan tergugat harus memenuhi
kewajibannya kepada pihak penggugat sesuai ketentuan yang telah diputuskan.
Oleh karena itu, sesuai dengan permasalahan diatas maka hakim bertindak
sebagai pemberi keputusan akhir harus berlaku adil bagi masyarakat yakni tidak
hanya berdasarkan pertimbangan yuridis tetapi melihat juga pertimbangan
sosiologisnya yang mengarah pada latar belakang terjadinya perselisihan. sehingga
dalam pengambilan keputusan ini hendaknya majelis hakim dapat melihat dengan

18

cermat kesesuaian fakta-fakta yang ada, dengan alat bukti yang dihadirkan (fakta
persidangan).
3.5. Putusan Hakim
DALAM EKSEPSI
Menolak Eksepsi Tergugat untuk seluruhnya;
DALAM PROVISI
Menolak Gugatan Provisi Penggugat untuk seluruhnya;
DALAM POKOK PERKARA
1.

Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk sebagian;

2.

Menyatakan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu antara Penggugat dengan

Tergugat demi hukum menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu sejak tidak
terpenuhinya syarat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tersebut;
3.

Menyatakan Surat Keputusan Direksi PT Jogja Tugu Trans Nomor : 179/JTT-

SK/B/VII/2013 tanggal 1 Juli 2013 tentang Pemberhentian Sebagai Karyawan
Saudara Rima Satria Pamungkas Pada bagian Pramugara PT Jogja Tugu Trans adalah
batal demi hukum;
4.

Menyatakan antara Penggugat dengan Tergugat masih terikat hubungan kerja;

5.

Menghukum Tergugat untuk mempekerjakan kembali Penggugat paling lama

14 (empat belas) hari sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
6.

Menolak Gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;

7.

Menyatakan biaya yang timbul dalam pemeriksaan perkara ini dibebankan

kepada Negara;
3.6. Analisis terhadap putusan

19

Lahirnya putusan ini telah memberikan pengaruh terhadap hukum perburuhan
di Indonesia khususnya penyelesaian hubungan industrial, setiap pengusaha yang
mempekerjakan pekerjanya, baik dalam perusahaan besar maupun perusahaan kecil
di berbagai sektor bidang usaha harus mementingkan kepentingan pekerjanya,dimana
adanya perjanjian kerja dalam hubungan kerja itu sendiri yang dilandasi dengan
kesepakatan kerja bersama dan telah dibuat secara bersama-sama antara pihak
pengusaha dengan pihak pekerja atau serikat pekerja melalui musyawarah yang
memuat ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi kedua belah pihak dan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Maka dari itu, setiap perbuatan hukum yang dilakukan mempunyai
konsekuensi hukum, sama halnya dengan kasus ini karena adanya perselisihan antara
kedua belah pihak yang penyelesaian yang ditempuh melalui jalur hukum maka
lahirlah implikasi yang berkekuatan hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku
didalamnya, serta didukung oleh pertimbangan hakim yang didasari fakta-fakta
hukum untuk mendapatkan titik temu dalam penyelesaiannnya.
Namun dalam kasus ini proses peradilannya tidak berpedoman pada peradilan
yang cepat dan mudah, hal ini diperkuat dengan tanggal masuknya surat gugatan yang
didaftarkan di kepanitraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
Yogyakarta pada tanggal 4 Desember 2013, dan putusan dijatuhkan pada tanggal 20
Februari 2013, jadi proses peradilannya terhitung 78 hari yang semestinya hanya 50
hari untuk memenuhi syarat peradilan cepat dan mudah.

C.

PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa:

20

1.

Secara Normatif, majelis hakim yang memimpin jalannya persidangan

hubungan industrial dalam mengambil keputusan harus mempertimbangkan hukum,
perjanjian yang ada, kebiasaan, dan keadilan sesuai putusan Mahkamah Konstitusi
No. 37/PUU-IX/2011. Secara Sosiologis, Pelaksanaan putusan hakim yang sudah
mempunyai kekuatan hukum tetap dan isi amar putusannya tersebut adalah
mempekerjakan kembali, meskipun pihak yang menang tersebut telah mengajukan
permohonan eksekusi kepada ketua Pengadilan hubungan industrial pada, tapi pada
kenyataannya pihak pengusaha tidak mau untuk melaksanakan putusan hakim
tersebut, karena tadi faktor penilaian dari pengusaha kepada pekerja/buruh tersebut
sudah buruk. Nantinya akan berdampak diperlakukan tidak baik oleh pengusaha
terhadap pekerja/buruh yang bersangkutan.
2.

Pertimbangan Hakim dalam Memutus Perkara pada Pengadilan Hubungan

Industrial Yogyakarta dalam Perkara Nomor. 10/G/2013/PHI.YK diantaranya adalah
Pengajuan gugatan telah memenuhi ketentuan Undang – undang Nomor 2 tahun 2004
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial untuk dapat diperiksa dan
diadili melalui Pengadilan Hubungan Industrial, Perjanjian kerja antara Penggugat
dengan Tergugat adalah perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), dan Dasar
Hukum Perihal Surat Keputusan Direksi PT Jogja Tugu Trans Nomor : 179/JTTSK/B/VII/2013 tanggal 1 Juli 2013 tentang Pemberhentian Sebagai Karyawan
Saudara Rima Satria Pamungkas Pada bagian Pramugara PT Jogja Tugu Trans. dan
Akibat hukum yang ada setelah lahirnya putusan Perkara Nomor 10/G/2013/PHI.YK,
penggugat yang awalnya dinyatakan pekerja harian lepas berubah menjadi Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu telah habis jangka waktu perjanjiannya dan tidak diperpanjang
lagi oleh Tergugat, dan dipertegas oleh hakim melalui putusannya dimana Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu antara Penggugat dengan Tergugat demi hukum menjadi
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu sejak tidak terpenuhinya syarat Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu tersebut; Sehingga penggugat berhak menerima uang pesangon,

21

uang pengganti cuti, dan upah proses serta tergugat wajib membayar biaya perkara
nihil dan semua akibat hukum yang diperoleh dari kedua belah pihak berlandaskan
atas ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

SARAN
1.

Dengan adanya pengadilan hubungan industrial ini diharapkan dapat

memberikan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat dan mudah
serta biaya ringan. Dalam hal ini, seharusnya pihak pengusaha terlebih dahulu
memberikan kepastian mengenai status hukum pekerja/buruh, sehingga hak dan
kewajiban masing-masing pihak dapat terpenuhi, agar tidak terjadi perselisihan, dan
perlu adanya komunikasi dan keterbukaan dari pihak pengusaha terhadap
pekerja/buruh begitupun sebaliknya.
2.

Majelis hakim Pengadilan Hubungan Industrial mengupayakan semaksimal

mungkin untuk membuat putusan hakim yang sebenar-benarnya sesuai dengan
kenyataan yang ada dan juga mempertimbangkan asas kemanusiaan dan sosial.
Majelis hakim tidak perlu melanggar asas kehakiman yakni hakim tidak dapat
menolak perkara tersebut dengan alasan apapun. Sebaiknya para hakim disini lebih
mementingkan kepentingan bagi para buruh/pekerja yang berselisih. Agar nantinya
hak-hak yang akan diperoleh dari putusan tersebut untuk para buruh/pekerja dapat
diperoleh dengan maksimal dan juga dapat dirasakan seadil-adilnya untuk semua
pihak.
3.

Perlunya aturan yang jelas mengenai mekanisme pelaksanaan terhadap

putusan pengadilan, yang amarnya memerintahkan pihak perusahaan untuk
mempekerjakan kembali, yang berdampak bagi buruh untuk mewujudkan kepastian
bekerja.

22

DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 4279)

23

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6)
Buku
Mu’azd, Farid, 2006, Pengadilan Hubungan Industrial dan Alternative Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial di Luar Pengadilan, Jakarta.
Ugo, 2011, Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Sinar
Grafika, Jakarta.
Suparman, Supomo, 2009, Hukum Acara Pengadilan Hubungan Industrial, Tata
Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan, Jala Permata Aksara, Jakarta.
Internet
https://anggaraniintan.wordpress.com/2014/01/06/makalah-pemutusan-hubungankerja/ Diakses pada 11 November 2016 Pukul 12.32.
http://www.gajimu.com/main/pekerjaan-yanglayak/kontrak-kerja/pemutusanhubungan-kerja Diakses pada tanggal 15 November 2016 Pukul 16.00.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4ef3dcaacf2c6/putusan-mk-dan-ragamtafsir-tentang-upah-proses-phk-broleh--juanda-pangaribuan- Diakes pada tanggal 16
November 2016 pukul 19.43.
hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/.../510 Diakses pada tanggal 20 November
2016 pukul 20.22.
http://buruh-online.com/2016/03/belum-dipekerjakan-kembali-berdasarkan-putusanburuh-gugat-pesangon.html Diakses pada tanggal 24 November 2016 Pukul 12.19.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65