The Image of Javanese Woman in Short Stories of Javanese Magazines

CITRA PEREMPUAN JAWA DALAM CERITA PENDEK MAJALAH BERBAHASA JAWA

The Image of Javanese Woman in Short Stories of Javanese Magazines

Yulitin Sungkowati

Subbidang Pengkajian Sastra Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur, Jalan Siwalanpanji, Buduran, Sidoarjo, Tlp./Faks. 031—8051752, Pos‐el: yulitins@yahoo.com

(Makalah diterima tanggal 7 Februari2012—disetujui tanggal 16 Mei 2012)

Abstrak: Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan citra perempuan Jawa dalam cerita pendek ma­ jalah berbahasa Jawa dengan pendekatan feminis. Sumber data yang digunakan dipilih secara purposive, yaitu cerita pendek yang menokohkan perempuan dan membicarakan persoalan pe­ rempuan dalam majalah berbahasa Jawa Panjebar Semangat yang terbit setelah bergulirnya re­ formasi tahun 1998. Pemilihan terbitan sejak tahun 1998 karena sejak itulah terjadi perubahan sosial budaya yang cukup signifikan di Indonesia. Penelitian ini menghasilkan temuan sebagai berikut. Majalah berbahasa Jawa Panjebar Semangat yang terbit di era reformasi menampilkan citra perempuan aktif, citra perempuan pelawan, citra perempuan materialis, citra perempuan korban, dan citra perempuan penggerak pembangunan.

Kata­Kat Kunci: citra, a perempuan Jawa, feminis

Abstract : The aim of this paper is to describe Javanese women image in the short story of Javanese magazines using feminist approach. Source of data used are purposively selected, those are short stories characterizing woman and discussing the woman issues in the Javanese magazine Panjebar Semangat published after the reformation in 1998. Publication since 1998 was selected because, in Indonesia, it was the period that the significant social­cultural change took place. The study found the following findings. Javanese magazine, Panjebar Semangat, published in the reformation era showed the image of active women, rebellion women, materialistic women, victim women, and the image of development mover.

Key Words : image, Javanese women, feminist

PENDAHULUAN

laki. Kemampuan perempuan untuk ber‐ Perempuan selalu menarik untuk dibica‐

kiprah di ruang publik pun terkadang di‐ rakan, tidak hanya menyangkut perem‐

pertanyakan karena ada stereotip‐ste‐ puan yang ada dalam kehidupan nyata,

reotip yang terlanjur dilekatkan pada pe‐ tetapi juga kehadirannya di dalam karya

rempuan, seperti perempuan lemah, pe‐ sastra. Di samping karena keindahan

rempuan lebih mengandalkan perasaan, bentuk fisiknya, perhatian terhadap pe‐

dan perempuan tidak dapat bersikap ob‐ rempuan utamanya terkait dengan keha‐

jektif. Hal‐hal tersebut, yang sebenarnya dirannya yang termarginalkan di ruang

merupakan konstruksi sosial, ditanam‐ sosial budaya. Sebagai sesama manusia,

kan melalui berbagai institusi menjadi yang memiliki hak dan kewajiban sama

keadaan yang seolah‐olah kodrati. Aki‐ sebagai warga negara, perempuan pada

batnya, perempuan tidak hanya terbatas kenyataannya seringkali ditempatkan

ruang geraknya untuk berekspresi, teta‐ sebagai warga kelas dua di bawah laki‐

pi juga seringkali menjadi korban pi juga seringkali menjadi korban

Namun, Widati (2004) melihat da‐ lam masyarakat Jawa yang dikenal patri‐ arkis, terdapat penyimpangan yang menjurus pada kesetaraan gender, yaitu adanya kata‐kata yang mengarah pada pandangan androgini (kesetaraan laki‐ laki dan perempuan) dan adanya sejumlah simbol (laki‐laki—perempuan) yang berpasangan atau biner. Hal itu menunjukkan bahwa dalam masyarakat Jawa sebenarnya terdapat pluralisme dalam menanggapi persoalan gender. Hanya karena selama berabad‐abad ra‐ ja‐raja Jawa adalah laki‐laki, maka pa‐ ham phalosentrisme lebih menonjol.

Persoalan menyangkut keberadaan perempuan dan persepsi masyarakat Ja‐ wa terhadap hal itu terefleksikan dalam sejumlah karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang‐pengarang Jawa. Karya sastra sebagai produk budaya ma‐ syarakat pendukungnya memang selalu terkait dengan persoalan‐persoalan ling‐ kungan hidupnya. Ia tidak hadir dari ruang hampa budaya (Damono, 1987). Pluralisme pandangan masyarakat Jawa terhadap perempuan terlihat dalam se‐ jumlah karya sastra. Widyastuti (dlm. Widati, 2004) menunjukkan bahwa di tengah kuatnya budaya patriarki, dalam sastra Jawa ternyata dijumpai naskah‐ naskah yang memperlihatkan penghor‐ matan kepada perempuan, seperti nas‐ kah Tantri Kamandaka. Widati (2004) memperlihatkan peran pengarang Ki Padmosusastro dalam menyuarakan pentingnya keadilan bagi perempuan da‐ lam sejumlah karya sastranya. Menurut‐ nya, Padmosusastro sudah menunjuk‐ kan sikap antipoligami dan melontarkan kritik tajam terhadap tradisi priyayi Ja‐ wa. Pengikut Ki Padmosusastro pun ti‐ dak sedikit, antara lain M. Soeratno, Jusuf Widagdo, Indiani, dan Sri Susinah. Me‐ reka sudah menyuarakan feminisme da‐ lam sastra Jawa meskipun masih terlihat

bias gendernya. Sastra Jawa modern juga mengenal sosok Suparto Brata yang diju‐ luki sebagai feminis laki‐laki di samping Yunani S.W., perempuan pengarang yang kons

isten memperjuangkan eadilan ba‐ k gi kaumnya. Suripan Sadi Hutomo (2000:29—

42) yang menelaah ideologi pengarang pria dan wanita dalam sastra Jawa mo‐ dern dengan melihat karya‐karya sastra Jawa bertokoh perempuan pelacur sejak sebelum kemerdekaan hingga era ke‐ merdekaan juga menemukan cukup banyak laki‐laki pengarang yang telah menyoroti persoalan kaum perempuan. Bahkan, Suripan melihat tulisan para laki‐laki pengarang lebih mampu mem‐ berikan ”solusi” bagi masalah perempu‐ an daripada tulisan perempuan penga‐ rang. Laki‐laki pengarang menulis ten‐ tang dunia perempuan pelacur ditujukan untuk pembaca perempuan dan laki‐laki sehingga yang diungkap adalah sebab‐ sebab seorang perempuan terjerumus dalam pelacuran, misalnya karena faktor pendidikan orang tua, pengaruh ling‐ kungan keluarga, desakan ekonomi, jiwa yang rapuh, dan korban permainan ke‐ kuasaan laki‐laki. Dasar pemikiran laki‐ laki pengarang itu adalah memberi pen‐ didikan kepada pembaca agar tidak me‐ lakukan hal‐hal tersebut yang dapat menjerumuskan perempuan dalam du‐ nia hitam. Sebaliknya, perempuan pe‐ ngarang mengungkap dunia pelacur ha‐ nya untuk pembaca perempuan sehing‐

ga ditarik pada persoalan personal: men‐ jadi pelacur sebagai balas dendam kepa‐

da laki‐laki (suami) yang telah menyaki‐ tinya. Meskipun pengarang ”menasihati” pembaca agar tidak mengikuti tindakan tokoh perempuan pelacur, solusi terse‐ but dinilai oleh Suripan kurang mampu menjawab persoalan.

Sastra Jawa modern masih tumbuh dan berkembang hingga kini, khususnya di majalah‐majalah berbahasa Jawa, se‐ perti Panjebar Semangat, yang terbit Sastra Jawa modern masih tumbuh dan berkembang hingga kini, khususnya di majalah‐majalah berbahasa Jawa, se‐ perti Panjebar Semangat, yang terbit

Oleh karena itu, masalah yang men‐ jadi fokus kajian ini adalah bagaimana ci‐ tra perempuan Jawa dalam cerita pen‐ dek di majalah berbahasa Jawa Panjebar Semangat ? Tujuannya adalah untuk mengungkap dan mendeskripsikan citra perempuan Jawa dalam cerita pendek di majalah berbahasa Jawa Panjebar Sema­ ngat . Dengan demikian, tulisan ini diha‐ rapkan dapat memberikan gambaran bagaimana perempuan dihadirkan atau

irepresentasikan di dalam cerita pen‐ ek.

TEORI

Sesuai dengan masalah yang menjadi fo‐ kus penelitian ini, yaitu citra perempuan Jawa, pendekatan yang digunakan ada‐ lah kritik sastra feminis karena salah sa‐ tu fokus kajian ini adalah mengkaji ba‐ gaimana perempuan dicitrakan atau di‐ gambarkan di dalam karya sastra (Newton,1990:263). Citra adalah kesan mental atau bayangan visual yang ditim‐ bulk

an oleh sebuah kata, frasa, atau kalimat dalam karya sastra (1994). Pendekatan ini berangkat dari pan‐ dangan feminisme bahwa ada ketidak‐ adilan gender yang dialami oleh perem‐ puan, baik dalam rumah tangga maupun

dalam masyarakat (Djajanegara, 2000:27). Menurut Fakih (2004:8—12), gender adalah sifat yang dikonstruksi se‐ cara sosial‐kultural kemudian dilekatkan pada perempuan dan laki‐laki sehingga membuat sifat laki‐laki dan perempuan berbeda. Karena hasil konstruksi sosial, sifat‐sifat itupun dapat dipertukarkan tergantung pada konteks sosial budaya suatu masyarakat. Perbedaan gender se‐ benarnya bukan suatu masalah jika tidak menimbulkan ketidakadilan. Namun, ke‐ nyataannya banyak menimbulkan keti‐ dakadilan terhadap perempuan yang muncul dalam bentuk marginalisasi, ste‐ reotipe, subordinasi, beban ganda, dan kekerasan fisik.

Hellwig (2003:11) mengemukakan bahwa kritik sastra feminis telah meng‐ alami sejarah panjang dan melewati be‐ berapa tahapan. Penelitian kritis terha‐ dap berbagai citra dan stereotip perem‐ puan dalam karya sastra menandai ta‐ hapan pertama dalam kajian feminis. Pa‐

da tahapan pertama ini para pengkaji meneliti dan menganalisis bagaimana la‐ ki‐laki memandang dan menggambar‐ kan perempuan. Kritik sastra feminis mencakupi penelitian tentang bagaima‐ na perempuan dilukiskan dan bagaima‐ na potensi perempuan di tengah kekua‐ saan patriarki dalam karya sastra. Newton (1990:263—276) mengatakan bahwa munculnya kritik kelompok ”citra perempuan” ini dilatarbelakangi oleh banyaknya karya sastra yang menggam‐ barkan perempuan dengan stereotip‐ stereotip tertentu dan mendefinisikan perempuan hanya dalam kaitannya de‐ ngan kepentingan laki‐laki. Perempuan dibagi menjadi dua: perempuan yang baik adalah perempuan yang mau me‐ layani keinginan‐keinginan laki‐laki, menjadi istri yang sabar dan setia: dan perempuan jahat adalah perempuan yang menolak melayani kepentingan la‐ ki‐laki. Menurut Culler (1983:5), tokoh laki‐laki

dalam dunia sastra dalam dunia sastra

METODE

kan tokoh perempuan dibentuk berda‐ Penelitian ini dibatasi pada cerita pen‐ sarkan pikiran dan imajinasi laki‐laki.

dek yang terbit di majalah berbahasa Ja‐ Oleh karena itu, tokoh perempuan hanya

wa Panjebar Semangat setelah tahun dapat menjadi pahlawan berdasarkan

1998 karena sejak itulah terjadi per‐ keinginan laki‐laki. Perempuan pun di‐

ubahan yang cukup besar dalam masya‐ paksa membaca sebagai laki‐laki dengan

rakat Indonesia. Sumber data ditentukan menghilangkan pengalaman‐pengalam‐

secara purposive, yaitu cerita‐cerita pen‐ an keperempuanannya hingga mengi‐

dek yang secara intens menokohkan dan dent ifikas kan dirinya ke dalam karakter i

mengangkat masalah perempuan, yaitu: laki‐laki.

“Ngoyak Iwak Cucut” (No. 5/2 Februari Oleh karena itu, menurut Ruthven

2008 dan No. 6/9 Februari 2008) karya (1984:30) penggunaan teori feminis di‐

Samar Dijad: “Babaring Impen” (No.7/16 harapkan akan dapat membuka pers‐

Januari 2008) dan “Layang Kembar” (No. pektif‐perspektif baru berkaitan dengan

9/1 Maret 2008) karya Mbahe Sinu: “Ayu bagaimana perempuan direpresentasi‐

Adhine” (No. 18/ 3 Mei 2008) dan “Do­ kan dalam karya sastra. Pada tahap ke‐

senku Bojoku” (No. 41/10 Oktober 2009) dua, perhatian diarahkan kepada penga‐

karya Yohanes Budi: “Wis Ora Dibayari rang‐pengarang perempuan. Yang men‐

Maneh” (No. 50/12 Desember 2009) jadi fokus perhatian adalah karya sastra

oleh Turiyo Ragil Putra: “Eyang Parto yang dihasilkan oleh kaum perempuan

Krama” (No. 16/17 April 2010) oleh dan menekankan pada penemuan kem‐

Peni: “Ngecet” (No.31/3 Agustus 2002) bali para pengarang perempuan yang

karya Nardi: “Kuthut Manggung” terlupakan. Kemudian, dilakukan evalu‐

(No.24/12 Juni 2010) karya Yon asi ulang terhadap sastra yang dihasil‐

Mulyono, “Selingkuh” (No. 22/29 Mei kan oleh kaum perempuan. Tahap keti‐

2010) karya Bintarto, “Wong Wadon 01”

ga, kajian feminis berupaya memperta‐ (No. 11/17 Maret 2001) karya Suparto nyakan kembali asumsi‐asumsi teoretis

Brata: “Kartini, Poligami, Asmara Copy yang telah diinternalisasi oleh masyara‐

Paste” (No. 33/17 Agustus 2002) dan kat dengan kecenderungan membaca

“Obsesi” ( No. 13/29 Maret 2006) karya dan menulis yang didasarkan pada pe‐

Ammi EN: “Lik Sarni Mayuh” (No. 18/1 ngalaman laki‐laki. Pada tahap ini, kajian

Mei 2004) karya Supardi Sastrodiharjo: feminis diperkaya dengan teori‐teori

“Kobong” karya Masdjup: “Laire Anak La­ yang dapat memecahkan problem terse‐

nang” (No.23/7 Juni 2008) karya S. but, antara lain yang memberikan sum‐

Miko: “Bu Lurah Anyar” (No.12/23 Maret bangan besar adalah dekonstruksi. De‐

2002) karya Astuti Wulandari: “Langit konstruksi menolak adanya makna sen‐

Peteng” (No.21/21 Mei 2004) karya tral dan memberikan kebebasan kepada

Yaslan: “Mertuwaku” (No.9/4 Maret pembaca.

2006) karya Fitri Gunawan: “Daming Penelitian ini dapat digolongkan se‐

Manungsa, Dudu Alaming Lelembut” bagai tahap pertama kritik sastra feminis

(No.28/12 Juli 2008 dan No. 29/19 Juli yang mencakupi penelitian tentang ba‐

2008) karya Samar Dijad: “Tamu” gaimana perempuan dicitrakan atau di‐

(No.31/5 Agustus 2006) karya Yunani: gambarkan dan bagaimana potensi pe‐

“Handphone” (No.4/24 Januari 2004) rempuan di tengah kekuasaan patriarki

karya Saestu Piweling: “Bu Kades Jati­ dalam karya sastra.

wangi” (No. 1/10 Juni 2006 dan No. 2/17 Juni 2006) karya Sutopo Djoko Santoso: dan “Ratih Nggembol Wewadi”

(No.5/31 Januari 2004) karya Surip mulai terbuka di era reformasi sebagai‐ Kadaryono:

man a tercerm n dalam sejumlah cerita i (No.35/31 Agustus 2003) karya Daniel

“Lukisan

Istimewa ”

pendek berbahasa Jawa. Tito: “Jamune Bu Ririn” (No.18/26 April

Beberapa cerpen telah menunjuk‐ 2003): “Warana” (No. 16/18 April 2009)

kan gambaran perempuan yang tidak la‐ karya Suparto Brata: “Layang Dhines”

gi pasif menunggu laki‐laki, tetapi aktif (No.4/26 Januari 2002: “Senajan Aku

mengambil inisiatif menyatakan cinta Garwane Jeksa” (No.3/18 Januari 2003)

dan melamar laki‐laki atau nggunggah­ kary a Eyang Wilis: dan “Persis Ya (No. ”

unggahi , melakukan hal yang dalam 19/11 Mei 2001 karya Harwi M.

waktu lama dianggap tabu. Aktif me‐ Data penelitian berupa kata, frase,

ngandung arti mampu beraksi (Tim, kalimat yang mengandung informasi

1994:19). Cara yang digunakan oleh pa‐ atau yang menggambarkan atau men‐

ra perempuan untuk beraksi melamar citrakan perempuan. Data dicatat dalam

laki‐laki itu pun bermacam‐macam: pe‐ kartu data dan diklasifikasikan sesuai

rempuan yang berstatus janda menggu‐ dengan informasi yang berhubungan

nakan sarana anaknya; perempuan yang dengan masalah yang diteliti. Analisis

berstatus gadis lebih muda melalui data dilakukan dengan teknik deskriptif

orang tuanya; perempuan yang usianya k ualitatif dan analisis isi untuk menemu‐

lebih tua menyatakan keinginannya k an bagaimana perempuan dicitrakan.

secara langsung; dan perempuan yang belum mengenal calon pasangannya

HASIL DAN PEMBAHASAN

men ggunakan rubrik jodoh di media Penelitian ini menemukan berbagai citra

massa.

perempuan dalam cerpen‐cerpen berba‐ Cerpen berjudul “Dosenku Bojoku” hasa Jawa majalah Panjebar Semangat.

(No.41/10 Oktober 2009) karya Citra tersebut adalah citra perempuan

Yohanes Budi mencitrakan peran aktif aktif, citra perempuan pelawan, citra pe‐

seorang dosen perempuan bernama rempuan korban, citra perempuan ma‐

Endang yang melamar mahasiswa bim‐ t erialis, dan citra perempuan penggerak

bingannya bernama Budi. Endang sudah p embangunan.

berusia lebih dari empat puluh tahun, se‐ dangkan usia Budi baru 25 tahun.

Citra Perempuan Aktif

Endang dikenal sebagai dosen yang ga‐ Meskipun tidak ada aturan tertulis yang

lak dan mahal dalam memberi nilai pada melarang perempuan menyatakan cinta,

mahasiswa. Akan tetapi, ketika mencin‐ apalagi melamar laki‐laki lebih dulu, pe‐

tai mahasiswanya yang bernama Budi, rempuan Jawa biasanya memosisikan di‐

Endang tidak segan‐segan mengutara‐ ri menunggu untuk dilamar demi sopan

kannya, “Kanthi tulusing ati, aku nglamar santun dan tata krama. Meskipun dalam

Mas Budi kanggo sisihanku, ora ateges masyarakat Jawa ”tradisional” sebagai‐

aku ngasorake dhiri, nanging HAM, mana tercermin dalam cerita‐cerita rak‐

kanggo milih lan dipilih.” ‘Dengan hati yatnya, perempuan Jawa telah menun‐

yang tulus aku melamar Mas Budi men‐ jukkan peran aktif ngunggah­unggahi,

jadi suamiku. Tidak berarti aku meren‐ perempuan Jawa di era ”modern” akan

dahk an diri, tetapi HAM, untuk memilih dianggap tidak sopan jika melakukan‐

dan dipilih.’

nya. Nilai‐nilai kesopanan bagi perem‐ Sebagaimana terungkap dalam ku‐ puan tersebut cukup lama “membeleng‐

tipan tersebut, peran aktif Endang me‐ gu” perempuan Jawa dalam satu pilihan

lamar Budi dilandasi oleh kesadaran “menunggu”, tetapi hal itu tampaknya

adanya Hak Azasi Manusia. Sebagai adanya Hak Azasi Manusia. Sebagai

meninggal, Karsih menjadi single parent an dalam cerpen ini berpendapat bahwa

dengan tiga anak dan berhasil menjadi tidak tabu perempuan mendahului mela‐

pengusaha hingga hidupnya berkecu‐ mar laki‐laki karena perempuan juga

kupan. Siti, salah satu anaknya, ingin ibu‐ berhak menentukan dan mendapatkan

nya menikah dengan Suminto. Melalui suami yang diinginkan, tidak hanya pasif

sura t, Karsih pun meny atakan cinta dan menunggu dilamar. Oleh karena itu,

keingin annya menikahi Suminto. dengan tegas Endang mengatakan bah‐

Cerpen berjudul “Wis Ora Dibayari wa tindakannya melamar Budi tidak ber‐

Maneh ” (No.50/12 Desember 2009) oleh arti m erendahkan harkat dan mart abat‐

Turiyo Ragil Putra mengemukakan se‐ nya s ebagai perempuan.

orang gadis desa bernama Partini yang Yohanes Budi dalam cerpen “Ayu

melamar pemuda buruh tani bernama Adhine ” (No.18/3 Mei 2008) kembali

Suryadi. Partini tidak melamar Suryadi menggambarkan persoalan yang tidak

secara langsung, tetapi melalui peran‐ jauh berbeda. Seorang perempuan ber‐

tara orang tuanya. Jadi, ayah dan ibu nama Parwati lulusan IKIP PGRI ingin

Partinilah yang melamar Suryadi melalui segera menikah, tetapi belum mempu‐

orang tuanya pula.

nyai calon pendamping karena sibuk Cerpen lainnya yang menggambar‐ mencari pekerjaan. Secara aktif, Parwati

kan perempuan aktif melamar laki‐laki mencari pasangan yang sesuai dengan

atau nggunggah­unggahi adalah “Eyang kriterianya. Ia menyurati salah seorang

Parto Krama” (No.16/17 April 2010) pemasang iklan jodoh di sebuah surat

karya Peni dan “Kuthut Manggung” kabar, yaitu seorang duda beranak dua

(No.24/12 Juni 2010) karya Yon bernama Budi. Setelah berkenalan me‐

Mulyono. Dalam cerpen “Eyang Parto lalui surat, P wati pun ar menyatakan ke‐

Krama ” (No.16/17 April 2010), Bu ingin annya untuk menikahi Budi.

Yolanda, perempuan kara raya keturun‐ Cerpen berjudul “Ngoyak Iwak

an Belanda melamar seorang pengarang: Cucut …” (No. 05/2 Februari 2008 dan

“Mas. Bapak arep neng kene terus, kok. No. 06/9 Februari 2008) karya Samar

Wis krasan banget. Wis daklamar dak­ Dijad menggambarkan peran aktif se‐

unggah ­unggahi....” ’Mas, Bapak akan di orang janda bernama Winih yang mela‐

sini terus. Sudah kerasan sekali. Sudah mar mantan guru anaknya. Sejak berce‐

kulamar kuunggah‐unggahi....’ Cerpen rai dengan suaminya, Winih menjadi

berjudul “Kuthut Manggung” (No.24/12 single parent dan berhasil membesarkan

Juni 2010) karya Yon Mulyono meng‐ anak perempuannya hingga kuliah di

gambarkan perempuan mantan PSK ITS. Winih melamar Pak Dijad dengan

yang beralih profesi menjadi sinden dua cara. Pertama, melalui surat Arum

campursari. Ia ingin memulai hidup baru yang meminta Pak Dijad menjadi bapak‐

sebagai perempuan “baik‐baik” dengan nya. Kedua, Winih melamar secara lang‐

melamar adik kelasnya semasa sekolah sung melalui orang tua Pak Dijad dan ak‐

dasar.

tif menanyakan kesediaan Pak Dijad un‐ Perempuan‐perempuan dengan ci‐ tuk dinikahi.

tra aktif dalam perjodohan itu dilatarbe‐ Dengan pola yang tidak jauh ber‐

lakangi oleh kondisi yang mendukung beda, cerpen berjudul “Babaring Impen”

atau bahkan ”mengharuskan” perem‐ (No.7/16 Januari 2008) karya Mbahe

puan itu untuk aktif mengambil inisiatif. Sinu juga mengungkap peran aktif se‐

Secara pendidikan, sosial, dan ekonomi, orang janda bernama Karsih yang

perempuan

bercitra aktif itu bercitra aktif itu

“Aja mbodhoni Mas. Ya kiye panggonane

Endang berstatus dosen, sedangkan Budi

nyicipi mendhowan siap saji”. Kandha

adalah mahasiswanya. Meskipun janda, ngana Endang terus nguculi pakeyane. Sabanjure Winih dan Karsih adalah single parent ora kecrita. Mung ing papan kana yang sukses secara ekonomi dan sudah ana lindhu ngenggon. Lindhu po­

kale wong sakloron.

hidup mapan. Parwati berpendidikan le‐

“Primen Mas rasane mendhowanku?”

bih tinggi daripada laki‐laki yang dila‐

“Ngene Jeng,” jawabe karo ngacungake

marnya. Partini anak juragan atau pemi‐

jempole terus ngarasi lambene Endang

lik tanah, sedangkan Suryadi hanyalah

“Esih gelem tanduk? Tekade udane esih

buruh tani penggarap tanah orang tua‐

deres ikih Mas. Inyong jan ngelak banget

nya. Status yang lebih tinggi juga tampak

kok Mas. Mas kita mbok padha. Wis pi­

pada Bu Yolanda yang keturunan Be‐

rang sasi ora kambon mendhowane

landa dan kaya raya dan Sri dalam cer‐

Mbak Darmi.”

pen “Kuthut Manggung” yang merupa‐

kan kakak kelasnya.

’Hujan tidak berhenti, bahkan semakin

Citra perempuan aktif yang dihadir‐ deras. Usai maghrib Danang baru tidur

setelah ditidurkan i bunya. En dang

kan tidak hanya aktif menyatakan cinta

kembali duduk.

dan melamar laki‐laki, tetapi juga dalam

”Bagaimana, Mas. Mau mendhowan siap

hal hubungan seksual dan selingkuh.

saji? Danang sudah tidur”

Cerpen berjudul “Layang Kembar”

”Ya sudah, t nggal dihidangkan. i Seperti

(No.9/1 Maret 2008) karya Mbahe Sinu

apa rasanya.”

memaparkan seorang perempuan ber‐

Tanpa basa basi, tangan Lukito ditarik

nama Endang yang kesepian karena di‐

masuk kamar. Seperti kerbau dicocok

tinggal suaminya tugas ke Papua. Untuk

hidungnya. Tidak tahu a pa yang di‐

memenuhi kebutuhan biologisnya, ia

inginkan Endang.

mengajak seorang laki‐laki yang dite‐

”Kok masuk kamar, Jeng?”

muinya di sebuah toko untuk singgah ke ”Jangan pura‐pura bodoh, Mas. Ya di

sinilah tempat mencicipi mendhowan

rumahnya dan selanjutnya mengajak

siap saji.”

berhubungan seksual. Dengan bahasa

Endang langsung melucuti pakaiannya.

simbolis, ia menawarkan mendhowan

Selanjutnya tidak dapat diceritakan.

siap saji. Bagi orang luar Banyumas, kata

Hanya saja di tempat itu terjadi gempa

mendhowan mungkin tidak akan mem‐

bumi lokal. Gempa bumi karena ulah

berikan makna apa‐apa. Akan tetapi,

dua orang itu.

m endhowan dalam cerpen ini bermakna

“Bagaimana, Mas, rasanya mendhowan­

d ua hal dilihat dari konteksnya.

ku?” “Begini, Jeng,” jawabnya sambil menga‐

Udane jan ora leren­leren malah sengsa­ cungkan ibu jarinya lalu menciumi bibir ya deres. Bar Magrib Danang nembe ge­

Endang.

lem bubu sawise dikeloni ibune. Endang “Mau nambah? Mumpung hujan masih bali jagongan.

deras. Aku haus sekali, Mas. Kita kan sa‐ “Primen Mas, kersa mendhowan siap sa­

ma. Sudah berapa lama Mas tidak me‐ ji. Danang wis bubu.”

rasakan mendhow an nya Mbak Darni.” ’ “Ya wis gari disandhingna. Jajal kaya ngapa rasane.”

Secara harfiah, mendhowan adalah

Ora poyan tangane Lukito digered mle­

nama makanan, yaitu tempe tipis yang

bu kamar. Kayak kebo dikeluhi. Isih ora

digoreng dengan tepung terigu setengah

mudheng, karepe Endang.

matang. Mendhowan merupakan ma‐

“Kok mlebu kamar, Jeng?”

kanan khas daerah Banyumas dan sangat enak jika dimakan dalam keadaan kanan khas daerah Banyumas dan sangat enak jika dimakan dalam keadaan

cerpen berjudul ”Ngecet” (No.31/3 bar” lebih bermakna konotasi, yaitu me‐

Agustus 2002) karya Nardi juga men‐ lambangkan alat kelamin perempuan

citrakan perempuan yang aktif mengajak (tempe dalam bahasa Jawa juga berarti

berhubungan seks. Dalam cerpen ini, pe‐ alat kelamin perempuan). Dilihat dari

rempuan yang kesepian karena ditinggal konteksnya, kutipan di atas sebenarnya

suaminya bekerja di Jakarta merayu dan mengungkapkan ajakan berhubungan

menggoda tukang cat yang bekerja di ru‐ seksual yang sangat berani, tetapi diam‐

mahnya.

bigu kan den gan seolah‐o lah menawar ‐ Cerpen lainnya yang merepresenta‐ kan makanan.

sikan perempuan aktif mengajak berhu‐ Cerpen

bungan seks dan selingkuh adalah (No.16/18 April 2009) karya Suparto

berjudul

“Warana”

“Selingkuh” (No. 22/29 Mei 2010) karya Brata menggambarkan seorang perem‐

Bintarto, “Jamune Bu Ririn” (No.18/26 puan bernama Antien, istri simpanan se‐

April 2003) karya Johanes Budi, orang pengusaha kayu jati bernama

“Kadurakan” (No.37/13 September Baron. Antien dilukiskan sebagai perem‐

2003) karya J.F.X. Hoery, ”Adus Kramas” puan yang menganut kebebasan seks.

(No.42/17 Oktober 2009) oleh Suyatno, Antien menjalin perselingkuhan dengan

“Mawut” (No.25/19 Juni 2004) karya Hernawa. Secara aktif, Antien meminta

Somdani, “Kasurung Wuyung” (No.28/12 Hernawa untuk memenuhi kebutuhan

Juli 2003) karya J.S. Hartanto, ”Kelakon” biologisnya yang tidak terpenuhi oleh

(12 April 2008) oleh Harwimuka, dan Baro n karena harus be rbagi dengan istri

“Oala h ...!!” (No.41/11 Oktober 2005) perta ma.

karya A. Sahla Sinaga. Cerpen berjudul “Aku Dudu Bapake

Perempuan‐perempuan yang dici‐ Anakku ” (No. 6/7 Februari 2009) oleh

trakan aktif mengajak berhubungan sek‐ Yohanes Budi menggambarkan perem‐

sual itu berasal dari berbagai kalangan puan bernama Bu Ning, yang mengajak

dari perempuan istri buruh pabrik hing‐ koleganya di kampus untuk bercinta. Bu

ga perempuan istri pejabat, dari perem‐ Ning adalah istri seorang dokter kan‐

puan desa hingga perempuan kota. Pada dungan di Surabaya, tetapi kemudian

umumnya, hal itu dilatarbelakangi oleh pindah ke Purwokerto setelah tahu sua‐

rasa kesepian dan tidak terpenuhinya minya seorang gay. Bu Ning sengaja ber‐

kebutuhan biologis oleh suaminya. Akan hubungan seksual dengan laki‐laki lain

tetapi, berbeda dengan pencitraan untuk mendapatkan keturunan dan me‐

perempuan aktif nggunggah­unggahi menuhi kebutuhan biologisnya. Ketika

‘melamar laki‐laki’ yang cenderung ber‐ hamil, Bu Ning minta kepada pasangan

nada positif yang menunjukkan adanya selingkuhnya itu untuk merelakan anak‐

penghargaan terhadap hak‐hak perem‐ nya menjadi anak dokter Putranto agar

puan sebagai manusia yang boleh me‐ di mata masyarakat ia dan suaminya

nentukan nasibnya sendiri, pencitraan tamp ak sebag ai pasangan keluarga yang

perempuan aktif mengajak berhubungan sempurna.

seks dan selingkuh dinarasikan oleh na‐ Cerpen “Crita Wengi” karya Sumono

rator dengan nada yang cenderung nega‐ Sandy Asmoro menggambarkan seorang

tif. Laki‐laki pengarang cerpen‐cerpen perempuan istri pelaut yang kesepian

itu tampaknya masih memandang pe‐ karena ditinggal suaminya berlayar. Pe‐

rempuan yang aktif dalam berhubungan rempuan itu mengajak saudara laki‐laki‐

seks dan melakukan perselingkuhan se‐ nya yang baru datang dari desa untuk

bagai perempuan yang tidak baik, tanpa bagai perempuan yang tidak baik, tanpa

antara perempuan dan laki‐laki, cerpen ini mempertanyakan ketidakadilan ter‐

Perempuan Pelawan

hadap perempuan. Jika laki‐laki boleh Cerpen “Wong Wadon 01” (No.11/17

melakukan poligami, mengapa perem‐ Maret 2001) karya Suparto Brata meng‐

puan tidak boleh melakukan poliandri angkat gagasan perempuan yang berusa‐

(menikahi laki‐laki lebih dari satu).

ha melawan dan menggugat dominasi la‐ Gambaran perempuan yang mela‐ ki‐laki. Tokoh perempuan dalam cerpen

kukan perlawanan terhadap kesewe‐ ini mengatakan bahwa perempuan ha‐

nang‐wenangan laki‐laki juga terlihat da‐ rus terus berjuang membebaskan diri‐

lam cerpen “Poligami” (No.36/8 Septem‐ nya dari belenggu penjajahan kaum laki‐

ber 2007) karya Hadi Sumarto, “Numusi” laki. Ia menyamakan laki‐laki dengan

(No.40/7 Oktober 2006) karya Somdani, penjajah Belanda sehingga kaum perem‐

dan “Wong Ayu Sing Nggawa Racun lan puan juga harus berjuang sebagaimana

Madu ” (No.16/19 April 2008) karya para pejuang 45 embebas an dirinya m k

Mbah Brintik. Perlawanan dalam cerpen dari belenggu penjajahan Belanda.

“Poligami” datang dari perempuan kelas Perlawanan terhadap penjajahan

bawah bernama Cempluk, istri seorang dan kesewenang‐wenangan laki‐laki ju‐

penarik becak. Ketika suaminya ingin

ga terlihat dalam cerpen “Kartini, Poliga­ beristri lagi, Cempluk dengan tegas me‐ mi, Asmara Copy Paste” (No.33/17 Agus‐

nolak. Bahkan, ia memutuskan pulang ke tus 2002) karya Ammi EN. Dalam cerpen

kampung dan berpisah dengan suami‐ ini diungkapkan bahwa perempuan me‐

nya. Perlawanan dalam cerpen “Numusi” miliki kedudukan yang sejajar dan mem‐

dilakukan oleh seorang gadis kepada punyai hak yang sama dengan laki‐laki.

orang tuanya. Martini sudah berusia 30 Perempuan berhak merasa hidup aman,

tahun, tetapi belum menikah sehingga termasuk rasa aman dari ancaman dipo‐

orang tuanya cemas. Ibunya hendak ligami. Pada kenyataannya, perempuan

menjodohkan Martini dengan laki‐laki masih dalam posisi yang dirugikan oleh

berusia 50 tahun bernama Murad. kepentingan laki‐laki karena “Akeh wong

Martini menolak perjodohan itu karena duwe paham, poligami kuwi sah lan ora

tidak mencintai Murad. Bahkan, ia perlu njaluk palilah bojone. Manawa ngo­

mengatakan lebih baik mati daripada ha‐ no, kepriye wanita bisa duwe rasa aman?

rus menikah dengan Murad. Lha gek saiki malah dadi trend tumrap

pejabat ” ‘Banyak orang punya paham

Citra Perempuan Korban

bahwa poligami tidak perlu minta izin is‐ Hubungan yang tidak sederajat antara tri. Kalau begitu, bagaimana perempuan

laki‐laki dan perempuan tidak hanya bisa merasa aman? Lha, sekarang malah

menimbulkan ketidakadilan gender, te‐ menjadi tren di kalangan pejabat’. Hal

tapi menjadikan perempuan rentan ter‐ yang sangat merugikan perempuan itu

hadap tindak kekerasan dan senantiasa kenyataannya semakin merajalela kare‐

menjadi korban. Cerpen berjudul “Ma­ na “contoh” poligami para pejabat yang wut ” (No. 25, 29 Juni 2004) karya

diekspos oleh media. Somdani mengungkap seorang perem‐ Perlawanan terhadap kecenderung‐

puan “simpanan” yang minta dinikahi se‐ an meningkatnya poligami dan kebiasa‐

cara resmi oleh pasangan selingkuhnya. an para lelaki itu juga terlihat dalam cer‐

Perempuan “simpanan” dalam posisi pen berjudul “Lik Sarni Mayuh” (No.18/1

yang lemah karena sewaktu‐waktu da‐ Mei 2004) karya Supardi Sastrodihardjo.

pat ditinggalkan oleh laki‐laki tanpa pat ditinggalkan oleh laki‐laki tanpa

istrinya berjuang hidup dan mati di ran‐ dinikah secara resmi meskipun hanya

tau demi menghidupi keluarganya, sua‐ sebagai istri kedua karena posisi sebagai

miny a justru selingkuh engan perem‐ d istri kedua yang dinikah secara resmi

puan lain.

masih lebih kuat dibandingkan hanya se‐ Perempuan korban kekerasan juga bagai “simpanan”. Laki‐laki dalam cer‐

tampak dalam cerpen “Langit Peteng” pen ini digambarkan sebagai pengecut

(No.21/21 Mei 2004) yang menggam‐

d an tidak bertanggung jawab sehingga barkan penderitaan seorang TKW di p erempuan menjadi korban.

Arab. TKW itu diperkosa majikannya hingga hamil dan disuruh pulang hanya

“Pak, wis pirang taun awake dhewe iki

dengan kompensasi uang biaya melahir‐

urip kaya ngene. Dhedhemitan, ora di­

kan. Cerpen “Jam Sewelas ing Terminal

weruhi wong akeh, gek arane jare kum­

Lawas ” (No.31/30 Juli 2005) karya

pul kebo. Yen krungu tembung siji kuwi

Candra Dyah Pambayun menggambar‐

atiku nggronjal, mongsok uwong kok di­ padhakake kebo? Mula ya Pak ya, mbok

kan perempuan sebagai korban kesulit‐

an ekonomi keluarga. Karena suaminya ye?” tidak mampu mencukupi kebutuhan hi‐

awake dhewe iki nikah resmi ngono pi­

“Ora bisa! Aku iki pegawe negri, kok

dup rumah tangganya, sang istri terpak‐

arep bojo loro!”

sa menjadi pekerja seks komersial di ter‐

“Ya dicoba ta Pak piye carane, njene­

minal. Seorang perempuan mahasiswa

ngan ki rak pejabat dhuwur, dhuwite

S2 menjadi korban perkosaan seorang

a keh, bisa ta mung nembak golek layang

pejabat hingga terjerumus menjadi pe‐

nikah wae?”

kerja seks komersial demi membalas dendam kepada laki‐laki tergambar dal‐

‘Pak, sudah berapa tahun kita hidup se‐

am cerpen “Obsesi”. Cerpen berjudul

perti ini. Sembunyi‐sembunyi, tidak di‐

“Ratih Nggembol Wewadi” (No.5/31 Ja‐

ketahui banyak orang, namanya kum‐

nuari 2004) karya Surip Kadaryono

pul kebo. Kalau mendengar kata itu ha‐ tiku berontak, masa orang disamakan

mencitrakan perempuan korban perko‐

dengan kerbau? Maka ya Pak ya, kita

saan hingga menjadi seorang kriminal

menikah resmi saja, bagaimana?”

karena membunuh Pak Lurah yang telah

“Tidak bisa! Aku ini pegawai negeri, kok

memperkosanya dan akhirnya masuk

mau punya dua istri!”

Rumah Sakit Jiwa. Perkosaan juga diala‐

“Ya dicoba, Pak, bagaimana caranya,

mi seorang guru hingga hamil. Pemerko‐

Bapak kan pejabat tinggi, banyak uang,

sanya adalah atasannya, yaitu Kepala Ca‐

bisa kan kalau hanya membeli surat

bang Dinas Pendidikan. Perempuan de‐

nikah?” ‘

ngan citra sebagai korban ditemukan pu‐ la dalam cerpen “Satus Prawan Kanggo

Cerpen berjudul “Layang Kembar” Sawijining Lukisan” (14 Mei 2005) karya (No. 9/1 Maret 2008) karya Mbahe Sinu

Sumono Sandy Asmoro. Cerpen ini mengungkap perempuan bernama Darni

mengungkap bagaimana perempuan yang menjadi TKW di Singapura. Darni

menjadi korban ambisi laki‐laki. Untuk diperkosa oleh majikannya hingga hamil.

melukis seorang gadis, seorang pelukis Darni tidak hanya menjadi korban keke‐

telah memerawani seratus perempuan. rasan seksual, tetapi juga korban kesu‐

Cerpen “Endahing Nama Ambyaring Ra­ litan ekonomi. Darni menjadi tulang

sa ” (15 September 2007) dan “d’Eta” (1 punggung keluarga, sedangkan suami‐

Desember 2001) karya Ammi EN meng‐ nya hanya tinggal di rumah. Sosok laki‐

gambarkan penderitaan perempuan laki dalam cerpen ini digambarkan gambarkan penderitaan perempuan laki dalam cerpen ini digambarkan

marang Pak Rohmad, meneng­meneng­

nang ” karya S. Miko mencitrakan perem‐

a n. Yen kandha marang bojone, mokal

puan korban kegagalan rumah tangga yen diidini. karena dikatakan sebagai perempuan

mandul. Padahal, belum tentu istri yang ’Walaupun sudah banyak diberi tahu,

Bu Tini tetap belum dapat menerima.

mandul karena tidak ada bukti medis‐

Dia tetap mencari cara agar dapat

nya.

membeli baju baru. Bu Tini teringat pa‐

da kalung dan gelang emasnya. Setelah

Perempuan Materialis

dipikir‐pikir, dia akan menjual barang

Perempuan dihadirkan dengan gambar‐

itu. ....Pagi itu ketika Pak Rohmad sudah

an stereotip sebagai orang yang materia‐

berangkat kerja dan Aya sudah berang‐

lis. Cerpen yang menggambarkan pe‐

kat kuliah, Bu Tini berangkat ke kota

rempuan sebagai sosok materialis atau

naik bus, tidak izin dan tidak memberi

perongrong suami dalam hal harta ben‐

tahu Pak Rohmad, diam‐diam saja. Ka‐

da, antara lain “Ngambang” (No. 9/28

l au memberi tahu suaminya tidak mungkin diizinkan.’

Februari 2009) oleh Ismoe Rianto,

“Klambi Kebaya Anyar” (No.3/17 Januari Bu Tini digambarkan baru tersadar

2009) karya Dewi Widyaningsih, dan “Kob ong

akan kesalahannya ketika di dalam bus ” (No.20/17 Mei 2003) karya

dijambret orang hingga terluka dan ha‐ Masd jup.

rus dirawat di rumah sakit. Dia merasa Cerpen berjudul “Klambi Kebaya

Anyar bersalah dan berpikir seandainya menu‐

” (No.3/17 Januari 2009) oleh Dewi Widyaningsih menggambarkan se‐

rut pada suaminya, ia merasa tidak akan orang perempuan bernama Bu Tini, istri

mengalami nasib celaka. Di sini terlihat bagaimana narator menempatkan laki‐

seorang guru SMP. Bu Tini digambarkan laki sebagai pihak yang selalu benar se‐

sebagai perempuan yang tidak pandai hingga perempuan (istri) harus menurut

bersyukur, selalu menuntut lebih dari pada suaminya. Kalau t idak menu rut, ia

yang dapat diberikan oleh suaminya. Ia akan celaka seperti Bu Tini.

suka membeli baju, perhiasan, dan ber‐ Cerpen berjudul “Ngambang” (No.

dandan serta bersaing materi dengan 9/28 Februari 2009) oleh Ismoe Rianto

perempuan‐perempuan di kompleks pe‐ ini juga menggambarkan perempuan‐pe‐

rumahannya. Setiap menghadiri resepsi, rempuan materialistis. Perempuan yang

ia harus mengenakan kebaya baru sebab memilih calon suami dan calon menantu

jika menggunakan kebaya lama akan hanya berdasar kekayaannya. Mama

menjadi omongan tetangga. Bu Tini di‐ Lampor menyuruh Vinda memutuskan

gambarkan sembunyi‐sembunyi mem‐ cintanya dengan Wisang hanya karena

bohongi suaminya, menjual kalung ha‐ nya demi kebaya baru untuk resepsi.

melihat Wisang sedang mencat pagar ru‐ mah Bu Yus. Mama Lampor mengira

Wisang, yang selalu datang ke rumah

Senajan wis dituturi akeh­akeh, Bu Tini

tetep durung nrima. Dheweke tetap go­

Vinda mengendarai mobil mewah, hanya

lek cara supaya bisa tuku klambi anyar.

pura‐pura kaya dengan cara meminjam

Bu Tini kelingan kalung emas lan ge­

mobil orang lain. Ketika tahu bahwa

lange. Sawise dipikir­pikir, dheweke arep

Wisang adalah saudara Bu Yus dan pe‐

ngedol barang kuwi. ....Esuk iku nalika

waris kekayaan yang sangat banyak,

Pak Rohmad wis budhal nyambutgawe

Mama Lampor segera menyuruh Vinda

lan Aya ya wis mangkat kuliah, Bu Tini

untuk kembali menjalin cinta dengan

lunga menyang toko emas ing kutha

Wisang, tetapi Wisang menolak.

kanthi ngebis, ora pamit lan crita

Dalam cerpen berjudul “Lukisan Isti­ desanya. Setelah meraih gelar sarjana mewa ” (No/35/31 Agustus 2002) karya

pertanian, Pratiwi tidak tertarik mencari Daniel Tito, perempuan digambarkan se‐

kerja di kota, tetapi ingin pulang ke desa bagai orang yang tidak sabar menerima

membuka toko pertanian dan onderdil kekurangan materi. Suaminya yang se‐

alat‐alat pertanian. Ia membantu para orang seniman lukis tidak mampu me‐

petani meningkatkan hasil pertaniannya menuhi keinginan istrinya untuk meng‐

dengan menjalin kerja sama dengan ganti perabotan rumah yang sudah

LSM. Berkat semangat dan perjuangan usang. Tidak tahan dengan kemelaratan,

Pratiwi, para petani di desanya me‐ ia minta berpisah dan pulang ke rumah

ningkat taraf hidupnya dan desanya pun orang‐tuanya. Sang istri pergi mening‐

menjadi makmur. Sayangnya, cerpen galkan rumah dengan membawa anak

y ang mencitrakan perempuan seperti ini bung su, sed n a gkan a k na sulungnya di‐

s angat sedikit jumlahnya. tinggal bersama suaminya. Cerpen “Kobong” (No.20/17 Mei

SIMPULAN

2003) karya Masdjup menggambarkan Berdasarkan uraian pembahasan dapat istri sebagai penyebab suaminya berbu‐

disimpulankan hal‐hal berikut. Perem‐ at kriminal. Istri seorang pegawai negeri

puan Jawa dalam cerita pendek majalah rendahan ingin hidup mewah seperti te‐

berbahasa Jawa yang terbit di era refor‐ tangga‐tetangganya di kompleks. Setiap

masi, yaitu sejak tahun 1998 hingga hari, ia merongrong suaminya untuk

2011 ditampilkan dengan berbagai citra. membeli motor dan perabot rumah yang

Citra tersebut adalah citra perempuan mahal.

aktif, citra perempuan pelawan, citra pe‐ Cerpen lainnya yang menggambar‐

rempuan korban, citra perempuan mate‐ kan perempuan sebagai sosok materalis

rialis, dan citra perempuan penggerak sehingga menyebabkan suaminya ko‐

pembangunan. Citra perempuan aktif di‐ rupsi terlihat dalam “Kulkase Yu Jiem”

tampilkan dengan dua kecenderungan, (No.47/20 November 2004) karya Jaran

yaitu kecenderungan positif yang terli‐ Kore, “Handphone” (No.4/24 Januari

hat dalam pencitraan perempuan yang 2004) karya Saestu Piweling, dan “Sena­

aktif ngunggah­unggahi ‘melamar laki‐ jan Aku Garwane Jeksa” (No.3/18 Januari

laki’ dan kecenderungan negatif yang 2003) karya Eyang Wilis.

terlihat pada pencitraan perempuan yang aktif dalam mengambil inisiatif ber‐

Citra Perempuan Penggerak Pem­

hubungan seksual dengan lelaki yang

bangunan

bukan suaminya. Citra perempuan pela‐ Perempuan sesungguhnya memiliki po‐

wan dan citra perempuan penggerak tensi yang besar untuk terlibat dalam

pembangunan ditampilkan dengan posi‐ proses pembangunan bangsa. Kemam‐

tif, sedangkan citra perempuan materi‐ puan perempuan tidak kalah dengan la‐

alis dihadirkan dengan negatif. Pencitra‐ ki‐laki jika diberi kesempatan yang sa‐

an perempuan Jawa dalam karya sastra ma. Cerpen berjudul “Bu Kades Jati­

berbahasa Jawa ini sudah menunjukkan wangi ” (No. 1/10 Juni 2006 dan No.

adanya perubahan di era reformasi, yai‐ 2/17 Juni 2006) karya Sutopo Djoko

tu upaya menghargai hak‐hak perem‐ Santoso menggambarkan kemampuan

puan sebagai manusia yang sederajat dan potensi perempuan dalam pemba‐

dengan laki‐laki. Akan tetapi, kehadiran ngunan bangsa. Cerpen ini menceritakan

laki‐laki pengarang masih mendominasi seorang gadis bernama Pratiwi, putri ke‐

dalam jagad sastra Jawa modern sehing‐ pala desa, yang bertekad membangun

ga citra perempuan yang stereotip (citra ga citra perempuan yang stereotip (citra

Change: Citra erem uan dalam Sas­ P p ditemukan. Hal itu, barangkali juga

tra Indonesia. Jakarta: Desantara menggambarkan kenyataan pluralnya

Hutomo, Suripan Sadi. 2000. “Ideologi pandangan masyarakat Jawa terhadap

Pengarang Pria dan Pengarang Wa‐ perempuan sebagaimana dikatakan oleh

nita dalam Sastra Jawa Modern”. Widati (2004)

Dalam Sastra, Ideologi, Politik, dan Kekuasaan . (Ed.) Soediro Satoto dan

Zaenudin Fanan i. Surakarta: Mu‐

DAFTAR PUSTAKA

hammadiyah University Press. Newton, K.M. 1990. Twentieth­Century Culler, Jonathan. 1983. On Deconstruc­

Literary Theory. London: McMillan tion: Theory and Criticism After

Educ tion a .

Structuralism . London: Routledge Ruthven, K.K. 1984. Feminist Literary and Kegan Paul

Study: An Introd uction . Cambridge Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sas­

University Press

Tim Penyusun. 1994. Kamus Besar Baha­ karta: Gramedia Pustaka Ut ama

tra Feminis: Sebuah Penga ntar . Ja‐

sa Indonesia. Edisi Kedua. Cetakan Damono, Sapardi Djoko. 1987. Sosiologi

Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka Sastra Suatu Pengantar Ringkas. Ja‐

Widati, Sri. 2004. “Feminisme dalam Sas‐ karta: Pusat emb P inaan dan Pe‐

tra Jawa: Sebuah Gambaran Dinami‐ ngembangan Bahas a. ka Sosial”. Makalah Dipresentasikan

Fakih, Mansour. 2004. Analisis Gender dalam Pertemuan Sastrawan Nu‐ dan Transformasi Sosial. Yogyakar‐

santara XIII, Surabaya, tanggal 27— ta: Pustaka Pelajar

30 September