BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Desain Dan Pengecoran Runner Propeller Berbahan Kuningan (60% Cu / 40% Zn) Untuk Turbin Air Berdaya 118 W Dan Debit 12 L/S Dengan Cetakan Pasir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian mesin hidrolik

  Mesin hidrolik digunakan sebagai pemindah energi dari aliran fluida ke tempat lain melalui pergerakan komponen

  • – komponennya, dan sebaliknya, juga dapat digunakan untuk memindahkan energi dari suatu komponen menuju fluida. Pergerakan tersebut berupa perpindahan dan perputaran. Selama terjadi pertukaran energi, energi hidrolik tersebut diubah menjadi energi mekanik atau sebaliknya.

Gambar 2.1 Arah perubahan energi pada mesin hidrolik

  Berdasarkan arah perubahan energi tersebut, mesin hidrolik terbagi atas 2 jenis, yakni : a.

  Pompa Mesin hidrolik ini berfungsi mengubah energi mekanis menjadi energi hidrolik pada fluida sehingga fluida tersebut dapat mengalir. Pompa dapat digerakkan tanpa mesin (manual) maupun dengan mesin b.

  Turbin Hidrolik Turbin hidrolik adalah mesin hidrolik yang berfungsi mengubah energi hidrolik dari aliran fluida menjadi energi mekanis melalui pergerakan komponen

  • – komponennya yang diakibatkan oleh aliran fluida (umumnya air) tersebut. Turbin digunakan sebagai penggerak utama sebuah komponen lain, misalnya generator listrik
Selain kedua jenis diatas, mesin hidrolik terbagi lagi menjadi 2 jenis berdasarkan ada atau tidaknya cara pemampatan fluida : a.

  Statis Mampu memampatkan dan mengalirkan fluida secara mekanis, contohnya ialah recripocating pump b.

  Kinematik Tidak memiliki sistem pemampatan, namun memiliki bagian yang dapat berputar seperti impeller (pompa), rotor (kompresor) dan runner (turbin)

2.2 Pengertian turbin hidrolik

  Selama terjadi perubahan energi hidrolik menjadi mekanis didalam sebuah turbin hidrolik, juga terjadi perpindahan energi tersebut dari aliran fluida ke komponen

  • – komponen lainnya. Perubahan energi tersebut dilakukan oleh runner yang berputar saat aliran fluida menyentuhnya, sementara perpindahan energi ke komponen lain terjadi melalui poros.

Gambar 2.2 Komponen turbin : A. poros dan B. runner

  [26]

  Berdasarkan wujud energi hidrolik yang menggerakkan runnernya, turbin dibagi atas 2 jenis : a.

  Turbin impuls

  Runner turbin impuls digerakkan oleh energi hidrolik yang telah diubah

  seluruhnya menjadi energi kinetik melalui cara tertentu, misalnya penggunaan nosel. Contoh : turbin Pelton b.

  Turbin reaksi Pada turbin reaksi, hanya sebagian energi hidrolik yang diubah menjadi energi kinetik sehingga terdapat 2 komponen energi hidrolik yang menggerakkan runner, yakni energi kinetik dan tekanan fluida. Setelah menyentuh runner, tekanan fluida akan terus berkurang sehingga pada saat aliran fluida berada di outlet bernilai : 1. lebih rendah dibanding tekanan atmosfer jika draft tube terpasang 2. sama dengan tekanan atmosfer jika tidak ada draft tube. Contoh turbin ini ialah turbin Francis, turbin Kaplan dan turbin propeller

  Selain turbin impuls dan reaksi, turbin dapat dibagi lagi menurut : a.

  Arah aliran fluida terhadap runner 1.

  Turbin aliran radial Aliran fluida pada inlet dan outlet berarah saling tegak lurus, contoh turbin ini ialah turbin Francis desain lama

Gambar 2.3 Aliran radial 2.

  Turbin aliran aksial Arah aliran fluida segaris dengan sumbu runner, baik pada inlet maupun pada outlet, contoh turbin ini ialah turbin Kaplan dan propeller

Gambar 2.4 Aliran aksial

3. Turbin aliran campuran

  Aliran fluida bertipe radial dengan kemiringan tertentu pada inlet, namun menjadi aksial saat berada di outlet, contoh turbin ini ialah turbin Francis desain baru

Gambar 2.5 Aliran campuran b.

  Nilai head 1.

  Turbin head rendah (3 – 30 m). Contoh : turbin Kaplan dan propeller 2. Turbin head menengah (3 – 500 m). Contoh : turbin Francis 3. Turbin head tinggi (>100 m). Contoh : turbin Pelton c.

  Kecepatan spesifik Kecepatan spesifik adalah bilangan tanpa dimensi yang digunakan untuk menentukan karakteristik kecepatan putaran suatu turbin. Jenis - jenisnya adalah : 1.

  Turbin berkecepatan spesifik rendah, misalnya turbin Pelton 2. Turbin berkecepatan spesifik menengah, misalnya turbin Francis 3. Turbin berkecepatan spesifik tinggi, misalnya turbin Kaplan dan

  propeller

2.3 Pengertian runner

  

Runner adalah komponen turbin hidrolik yang digerakkan oleh aliran air. Fungsinya

  ialah mengubah energi hidrolik menjadi energi mekanis berupa putaran. Perputaran

  

runner bergantung pada kecepatan aliran air dan bentuk runner tersebut, sementara

bentuk runner itu sendiri dipengaruhi oleh debit dan kecepatan aliran air.

  Runner adalah komponen turbin yang paling dominan karena fungsinya ini dan

  bahkan seringkali disebut sebagai turbin itu sendiri. Efisiensi sebuah pembangkit listrik hidrolik sangat dipengaruhi runner sehingga perancangan dan penempatannya harus diperhitungkan secara seksama. Jika desain runner tidak cocok dengan aliran air, maka daya listrik yang dihasilkan pembangkit listrik tersebut tidak akan memenuhi harapan.

  Agar memiliki efisiensi yang diharapkan, suatu desain runner harus dapat menyesuaikan diri sebaik

  • – baiknya dengan aliran air yang mengenainya. Untuk menyelesaikan masalah ini, maka digunakan perhitungan yang disebut segitiga kecepatan.

  Melalui perhitungan segitiga kecepatan tersebut, dapat diketahui ukuran sudu yang sesuai untuk suatu desain runner yang akan bekerja pada suatu aliran air. Segitiga kecepatan berbeda

  • – beda menurut jenis runner dan kondisi aliran airnya. Karena itulah sebelum menentukan jenis dan desain sebuah runner, desainer wajib mengetahui kondisi aliran air seperti head dan debitnya.

  Saat ini terdapat berbagai jenis runner yang dipakai pada pembangkit listrik hidrolik, yakni : a.

  Francis

  Runner ini dikembangkan oleh James B. Francis di AS. Runner ini memiliki

  jenis aliran radial, bertipe reaksi dan nilai head menengah. Kecepatan putaran runner ini ditentukan oleh posisi guide vane yang terpasang disekelilingnya. Pada perkembangannya, tipe aliran air runner ini berubah menjadi aliran campuran.

Gambar 2.6 Kiri ke kanan : bentuk runner Francis untuk aliran radial dan

  [27]

  aliran campuran b.

  Pelton Sering juga disebut dengan nama Roda Pelton (Pelton Wheel), runner ini dikembangkan oleh Lester Allan Pelton pada 1870. Karena digerakkan oleh air yang ditembakkan oleh nosel, maka runner ini termasuk tipe impuls, berbeda dengan kincir air yang digerakkan oleh aliran air alami c.

  Propeller dan Kaplan Runner propeller dan Kaplan adalah pengembangan dari runner Francis.

  Runner propeller dan Kaplan memiliki tipe aliran aksial dan mampu

  beroperasi pada head yang rendah, namun memerlukan kecepatan aliran air yang tinggi. Sama seperti runner Francis, kecepatan putaran runner

  propeller dan Kaplan dapat diubah dengan mengganti sudut kemiringan guide vane . Jika terdapat mekanisme khusus yang mampu melakukan hal

  demikian pada turbin dengan runner Kaplan (yang memiliki mekanisme pengubah sudut sudu

  • – sudunya), maka didapatkan sebuah sistem turbin yang fleksibel dengan aliran air sehingga resiko kehilangan daya akibat pengurangan debit air dapat diminimalisir. Baik runner propeller maupun Kaplan dapat dipasang vertikal atau horizontal (turbin bulb). Pada instalasi horizontal, kerugian aliran (rugi head) dapat diminimalisir sebab pipa spiral yang ada pada instalasi vertikal tidak dibutuhkan pada instalasi horizontal

  [30]

Gambar 2.7 Runner propeller dengan head 3 - 65 m

2.4 Pengertian pengecoran logam

  Pengecoran logam ialah cara produksi yang memiliki metode mengalirkan logam cair kedalam cetakan (mold) yang memiliki bentuk produk, kemudian didinginkan hingga mengeras sehingga diperoleh produk jadi. Pengecoran logam biasa digunakan untuk mencetak benda

  • – benda logam yang memiliki bentuk – bentuk rumit, dimana jika dikerjakan dengan pemesinan membutuhkan waktu yang lama.

Gambar 2.8 Sebuah proses pengecoran logam besi

  [7]

  Teknik pengecoran logam memungkinkan pembuatan paduan campuran (logam dengan logam) dan paduan komposit (logam dengan nonlogam). Saat logam induk berada dalam fasa cair, pencampuran material lainnnya dapat dilakukan asalkan suhu peleburan cukup tinggi untuk melebur material yang akan dicampur.

  Proses produksi pengecoran logam memiliki beberapa karakteristik yang membuatnya berbeda dengan proses produksi lainnya. Karakteristik

  • – karakteristik tersebut ialah sebagai berikut : a.

  Bahan baku produk berupa logam yang telah dicairkan seluruhnya b.

  Logam dicairkan dengan menggunakan tungku / tanur c. Produk dibentuk dengan mengalirkan logam cair ke dalam cetakan yang memiliki bentuk produk d.

  Proses pengerjaan meliputi pencairan logam, pembuatan cetakan, penuangan logam cair, pembongkaran cetakan, pembersihan produk dan pemeriksaan e. Cetakan dibentuk dengan menggunakan proses produksi yang lain, misalnya pemesinan dan pengerjaan manual f.

  Pengecoran logam dapat dipakai untuk menjiplak produk – produk yang telah ada sebelumnya Proses produksi dengan pengecoran logam, terutama yang menggunakan cetakan pasir, telah menjadi proses produksi yang sangat umum dilakukan. Hal ini didukung dengan kemampuan proses ini untuk membuat sebuah produk dalam waktu yang singkat. Dengan kelebihan ini, sebuah produk berbentuk rumit dapat diselesaikan dalam waktu yang lebih singkat jika dibandingkan dengan saat menggunakan proses pemesinan.

  Walaupun dengan keuntungan tersebut, proses

  • – proses persiapan yang dibutuhkan untuk mengadakan proses pengecoran logam, misalnya proses pembuatan cetakan dengan pemesian, memakan waktu yang lama tergantung pada kerumitan bentuk produk yang harus dibuat.

  Tungku peleburan untuk pengecoran logam memiliki jenis yang berbeda

  • – beda menurut titik lebur / titik cair logam produknya. Titik lebur ini menunjukkan suhu yang diperlukan untuk mengubah wujud padat logam menjadi cair, sehingga tungku yang diperlukan harus mampu menghasilkan panas yang lebih tinggi dibanding titik ini agar logam dapat mencair seluruhnya.

  Penjiplakan dengan pengecoran logam dapat dilakukan dengan menggunakan cetakan tidak permanen dengan cara menggunakan produk yang telah ada sebagai pola untuk membuat cetakannya. Baik cetakan tidak permanen maupun pola akan dibahas pada sub-bab berikutnya.

  Pengecoran logam telah dikenal selama berabad abad dan telah digunakan untuk membuat perhiasan, perkakas rumah tangga, senjata dan lain sebagainya. Selama perkembangannya, telah dikenal berbagai variasi pengecoran logam seperti sand casting , lost wax casting dan plaster mold casting.

2.4.1 Sejarah pengecoran logam

  Pengecoran logam tertua diduga berlangsung pada 3000 SM di India, Cina dan Timur Tengah. Pada saat itu, perkakas dan senjata dari perunggu merupakan produk pengecoran logam yang umum sehingga banyak yang tersisa hingga sekarang. Pada abad ke 500 SM pengecoran besi telah berkembang di Cina.

  Pada Zaman Besi awal, dapur peleburan (melting oven) dikembangkan dari proses pembakaran keramik. Saat itu telah dikenal cetakan

  • – cetakan yang terbuat dari
tanah liat, batu, lilin dan bahkan logam. Benda

  • – benda yang diproduksi meliputi banyak jenis termasuk benda – benda berongga yang dibuat dengan menggunakan inti (core).

  Pada abad Pertengahan, dokumentasi mengenai pengecoran logam semakin jelas perinciannya. Dari dokumentasi tersebut disebutkan bahwa lilin dan tanah liat menjadi material utama dalam pengecoran logam, sementara itu tungku crucible dan api memungkinkan pembuatan campuran logam seng, timah dan tembaga.

  Senjata api menjadi salah satu produk pengecoran besi yang pertama pada tahun 1400 M. Pada awalnya, pembuatan peluru masih menggunakan cetakan tanah liat, kemudian penggunaan cetakan permanen yang terbuat dari besi tuang menjadi berkembang pesat karena tingginya permintaan pasar. Pada tahun 1500 M, pipa yang terbuat dari besi tuang mulai diproduksi bersama dengan oven, kompor dan bahkan komponen air mancur.

  Pada saat ini, proses pengecoran logam telah menjadi proses produksi yang sering dilakukan, bahkan material

  • – material non logam juga telah dikerjakan dengan teknik pengecoran. Salah satu faktor utama yang menunjang hal ini ialah pengerjaannya yang relatif singkat dan murah dibanding dengan proses produksi lainnya.

  Berkat kemajuan teknologi pengecoran logam dan peleburan, paduan

  • – paduan dengan multi komposisi dan material yang sebelumnya tidak dapat dilebur dapat dikerjakan. Salah satu kemajuan tersebut ialah tungku induksi yang mampu mencairkan logam dengan aliran listrik.

  [15]

Gambar 2.9 Tungku induksi

2.4.2 Faktor – faktor pengecoran logam

  Berikut ini adalah faktor

  • – faktor yang mempengaruhi suatu proses pengecoran logam : a.

  Sifat – sifat logam dalam wujud cair, yakni : titik lebur, berat jenis, koefisien kekentalan kinematik, dan tegangan permukaan

Tabel 2.1 Nilai sifat

  • – sifat beberapa jenis logam dalam wujud cair Bahan Titik Berat jenis Koefisien Tegangan

  3

  lebur (g/cm ) kekentalan permukaan

  o

  (

  C) kinematik (dyne/cm)

  2

  (cm /s)

  o o

  Timah (Pb) 232 5,52 (232

  C) 0,00199 540 (247

  C)

  o o

  Seng (Zn) 327 6,21 (420

  C) 0,00508 450 (330

  C)

  o o

  Aluminium (Al) 660 2,35 (760

  C) 0,00234 520 (750

  C)

  o o

  Tembaga (Cu) 1083 7,84 (1200

  C) 0,00395 581 (1200

  C)

  o o

  Besi tuang 1170 6,9 (1300

  C) 0,0023 1150 (1300

  C) (Sumber : Lit. 39 Hal : 12) b.

  Pembekuan logam cair. Pembekuan logam paduan dan logam murni memiliki prinsip yang berbeda c.

  Bentuk dan ukuran produk. Pengaruhnya secara langsung diberikan oleh bentuk rongga cetakan (mold cavity) berbentuk produk yang dibuat dengan bantuan pola (cetakan tidak permanen) ataupun pemesinan dan pemahatan (cetakan permanen) d. Jenis cetakan : permanen atau tidak permanen. Jenis bahan baku cetakan dan cara pembuatannya juga ikut memberikan pengaruh e.

  Bagian – bagian cetakan yang dimiliki, misalnya riser dan saluran turun (downsprue). Bentuk dan ukuran saluran

  • – saluran tersebut juga memberikan pengaruh. Tabel 2.2 berikut menunjukkan hubungan ukuran

  downsprue dengan berat tuang :

  39 40-50 25 400-450

  39 30-40 24 350-400

  48 175-200 36 900-1000

  47 150-175 34 800-900

  45 125-150 33 700-800

  43 100-125 31 600-700

  42 75-100 30 500-600

  40 50-75 27 450-500

Tabel 2.2 Hubungan ukuran diameter saluran turun dengan berat tuang

  39 20-30 22 300-350

  Proses peleburan dan penuangan logam cair. Peleburan masing – masing logam dibedakan oleh titik lebur / titik cairnya sehingga membuat perbedaan pada lamanya waktu peleburan hingga jenis tungku peleburan yang diperlukan diantara jenis

  39 10-20 19 250-300

  (mm) <= 10 13 200-250

  downsprue

  (10 kg) Diameter

  (mm) Berat tuang

  downsprue

  Diameter

  Berat tuang (10 kg)

  49 (Sumber : Lit. 39 Hal : 78) f.

  • – jenis logam tersebut. Titik lebur tersebut juga membuat perbedaan pada suhu penuangan g.

  Perlakuan khusus, misalnya pemberian bagian penambah pada rongga cetak produk

2.4.3 Pelaksanaan pengecoran logam

  Pelaksanaan pengecoran logam meliputi : membuat cetakan, peleburan logam, penuangan, pembekuan logam cair, pembongkaran cetakan, pembersihan produk dan pemeriksaan. Dalam banyak kasus, pengecoran diikuti dengan proses finishing untuk membuang bagian permukaan produk yang cacat.

  Pelaksanaan sebuah proses pengecoran secara umum dapat dilihat dalam diagram alir berikut :

  Mulai Pembuatan cetakan

  Peleburan logam Penuangan

  Pembekuan logam cair Pembongkaran cetakan

  Pembersihan produk Pemeriksaan produk

  

Finishing

  Selesai

Gambar 2.10 Diagram alir proses pengecoran logam

2.4.4 Bahan baku pengecoran logam

  Bahan baku logam untuk pengecoran dibagi menjadi 5 : a.

  Besi tuang (cast iron) Besi tuang adalah paduan besi yang mengandung karbon, silisium, mangan, fosfor dan belerang.

Gambar 2.11 Berikut menunjukkan sebuah diagram fasa besi karbon menurut persentase berat karbon :

  [23]

Gambar 2.11 Diagram fasa besi menurut jumlah persen karbonnya

  Besi memiliki struktur

  • – struktur penyusun yang disebut alotrofi. Jenis – jenis alotrofi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut : i.

  Ferrite (besi α) Merupakan struktur fasa yang memberikan sifat liat dan magnetis pada

  o

  besi. Ferit terbentuk pada suhu dibawah 912 C melalui pendinginan austenit yang lambat. Ferit memiliki nilai kekerasan 70

  • – 100 BHN (Brinell Hardness Number). Memiliki struktur body - centered cubic ii.

  Austenit (besi γ)

  

o

  Terbentuk dibawah suhu 1394

  C. Memberikan sifat liat, namun dapat memisahkan karbon. Berstruktur face - centered cubic iii.

  Besi delta (δ) Fasa ini terbentuk ketika suhu pembekuan logam cair mencapai angka

  o

  1538

  C. Memiliki struktur body - centered cubic iv.

  Besi karbida (sementit) Struktur fasa ini merupakan senyawa karbon (6,67 %) dan besi (93,3 %) dengan struktur kimia Fe

  3 C. Sementit bersifat keras dengan nilai

  kekerasan 65

  • – 68 RHN (Rockwell Hardness Number), namun juga menambah kerapuhan pada besi. Besi karbida banyak digunakan sebagai bahan paduan pahat HSS (high speed steel) karena ketahanan ausnya

  [9]

Gambar 2.12 Kiri ke kanan : body centered cubic dan face centered

  [10]

  . Panah menunjukkan titik kisi (lattice point)

  cubic

  Besi tuang memiliki 6 jenis : besi tuang kelabu, besi tuang tempa, besi tuang bergrafit bulat, besi tuang dicil, besi tuang mutu tinggi dan besi tuang kelabu paduan. Besi tuang kelabu memiliki warna keabuan dan memiliki struktur mikro berupa ferrite ataupun perlit dan serpihan karbon getas. Besi tuang ini

  2

  memiliki kekuatan tensil 10-30 kgf/mm , namun bersifat agak getas. Titik

  o

  leburnya mencapai 1200 C dan memiliki kemampuan cor yang baik sehingga banyak dipakai sebagai bahan baku pengecoran.

  Besi tuang tempa terbuat dari besi tuang putih yang dilunakkan didalam tanur dalam waktu lama. Warna putih tersebut diberikan oleh struktur sementit. Melalui proses penempaan, sifat rapuh yang diberikan sementit berubah menjadi liat.

  Besi tuang kelabu paduan memiliki unsur

  • – unsur paduan (seperti krom, nikel, molibdenum, vanadium, titanium dan sebagainya) dan grafit. Secara umum, strukturnya stabil sehingga memiliki sifat
  • – sifat yang lebih baik dibanding besi tuang paduan biasa.
Besi tuang bergrafit bulat dibuat dengan memadukan magnesium, kalsium atau serium kedalam cairan logam sehingga grafit bulat akan mengendap. Besi tuang ini memiliki kekuatan, keuletan, ketahanan aus dan ketahanan panas yang lebih baik dibanding besi tuang kelabu.

  Besi tuang cil merupakan besi tuang putih yang bagian dalamnya terdiri dari struktur dengan endapan grafit. Keuletan dan ketahanan aus permukaannya sangat baik. Besi tuang mutu tinggi mengandung lebih sedikit karbon dan silikon serta ukuran grafit bebasnya lebih kecil dibanding besi tuang kelabu sehingga

  2 memiliki kekuatan tensil 30-50 kgf/mm .

  Besi tuang digunakan untuk membuat komponen

  • – komponen berikut : i. : blok silinder, tutup silinder, poros engkol

  Komponen mobil ii. : meja, pegangan, kursi Mesin perkakas iii. : katup, sambungan pipa, kopling, roda gigi

  Komponen mesin iv. : runner turbin, pompa, rumah pengalir Mesin hidrolik v. : rumah motor, rangka motor

  Mesin listrik vi.

  Mesin cetak, pipa dan sebagainya

  b. Baja tuang (cast steel) Baja tuang terdiri atas baja karbon dan baja paduan. Baja karbon terdiri atas baja karbon rendah (C < 0,2 %), baja karbon menengah (C = 0,2

  • – 0,5 %) dan baja karbon tinggi (C > 0,5 %). Kadar karbon yang rendah menyebabkan kekuatan (strength) rendah, perpanjangan (elongation) yang tinggi, harga bentur yang tinggi dan kemampuan las yang baik. Baja tuang memiliki sifat getas jika tidak mendapat perlakuan panas (heat treatment) sehingga memerlukan pelunakan untuk membuatnya menjadi ulet.

  o

  Baja tuang memiliki titik lebur berkisar pada 1500 C dan sifat mampu cor yang lebih buruk dibanding besi tuang. Walaupun begitu, baja tuang lebih cocok dipakai pada berbagai bagian mesin karena ketahanannya.

  • – Untuk memperbaiki sifatnya, baja tuang dapat dicampur dengan paduan paduan seperti khrom, molybdenum, vanadium dan lain lain. Salah satu perbaikan sifat yang sering diinginkan adalah ketahanan karat. Baja tuang digunakan untuk membuat komponen
  • – komponen berikut : i.

  Bagian – bagian mesin yang harus tahan lama ii. : rangka, kopling Bagian kereta api iii. : backhoe, forklift, crane

  Mesin pemindah bahan iv. : runner turbin, poros generator, pompa Mesin hidrolik v. : kerangka, rudder, lambung

  Bagian kapal vi. : mata bor Mesin pertambangan

  c. Paduan tembaga Paduan tembaga digolongkan atas : perunggu, kuningan, perunggu aluminium dan sebagainya.

  Perunggu adalah paduan tembaga dan timah. Titik leburnya mencapai 1000

  o

  C dan kemampuan cornya hampir sama baiknya dengan besi tuang. Sifat

  • – tahan karat dan tahan ausnya baik sehingga cocok dipakai pada bagian bagian mesin. Perunggu dibagi menjadi 2 macam : perunggu fosfor yang ketahanan ausnya diperbaiki penambahan fosfor, dan perunggu timbal yang cocok sebagai bahan bantalan. Kuningan merupakan perpaduan tembaga (cuprum / Cu) dan seng (zinc / Zn). Logam ini dapat dilebur dengan tungku krus (crucible) dan tungku induksi frekuensi rendah. Menurut Ir. Tata Surdia dan Dr. Kenji Chijiiwa, titik lebur kuningan menurut 3 jenis persen paduan umum tercantum pada

Tabel 2.3 berikut :Tabel 2.3 Titik lebur dari 3 jenis persen paduan kuningan

  o

  Persen paduan (Cu / Zn) Titik lebur (

  C) 85 % / 15 % 1150

  • – 1200 70 % / 30 % 1080
  • – 1130 60 % / 40 % 1030
  • – 1080 (Sumber : Lit. 39 Hal : 169)
Sementara diagram fasa berikut menunjukkan titik titik lebur logam kuningan menurut persen Zn :

  • L L+ γ

    L+ β

  • e
  • η δ

Gambar 2.13 Diagram fasa kuningan menurut persen Zn

  [19]

  . Garis merah menunjukkan titik pembekuan (Cu 60% / Zn 40%) Kuningan memiliki alotrofi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13 diatas : i.

  Kuningan alpha (α) Memiliki kandungan seng sebesar < 35 %. Bersifat mampu tempa dan dapat dikerjakan dingin (cold working) ii.

  Kuningan alpha + beta (α+β) Kandungan seng berkisar 35 % - 45 %. Sering disebut kuningan duplex.

  Bersifat lebih keras dibanding kuningan alpha, karenanya biasa dikerjakan panas (hot working) α

  β α + β

  γ e h (Zn)

  γ

  ε

  δ iii.

  Kuningan beta (β) Kandungan seng 45 % - 50 %. Bersifat lebih keras dibanding kedua jenis sebelumnya sehingga hanya bisa dikerjakan panas. Cocok untuk pengecoran logam iv. Kuningan putih

  Kandungan seng > 50 %. Bersifat terlalu rapuh untuk dapat digunakan Semakin besar kandungan tembaganya, maka warna kuningan tersebut semakin kemerahan.

  Kuningan dengan kekuatan tinggi mampu dihasilkan melalui perpaduan tembaga, aluminium, besi mangan, nikel dan sebagainya. Namun, perpaduan ini memerlukan peleburan dengan tungku krus atau tungku nyala api berbahan bakar minyak kasar atau arang.

  Kuningan memiliki sifat mampu tempa yang lebih baik dibanding perunggu. Sifat liatnya membuat kemampuan mengalirnya sangat baik saat dalam wujud cair yang akhirnya membuat sifat mampu cornya bagus.

  Kuningan tidak memiliki sifat feromagnetis (sifat material yang mengakibatkan material tersebut mudah berinteraksi dengan sifat magnetis disekitarnya) sehingga ketika didaur ulang, zat pengotor besi dapat disingkirkan dengan menempatkan magnet yang kuat disekitar kuningan yang hendak didaur ulang. Sifat tahan korosi dan kekuatan kuningan dapat ditingkatkan dengan penambahan aluminium. Dalam meningkatkan ketahanan korosi, aluminium tersebut menciptakan lapisan aluminium oksida (Al

  2 O 3 ) yang keras di

  permukaan kuningan. Lapisan ini tipis, transparan dan mampu memperbaiki diri sendiri (self healing). Ketahanan korosi dari air laut dapat diperoleh melalui penambahan timah. Aluminium perunggu merupakan logam paduan yang memiliki sifat

  • – sifat ketahanan aus dan korosi yang baik. Paduan tembaga dipakai untuk membuat komponen
  • – komponen berikut :
i. : bantalan, rumah katup, busi Bagian mesin ii. : pompa, runner turbin

  Mesin hidrolik iii. : propeller Bagian kapal d.

  Paduan ringan Logam paduan ringan terdiri atas paduan aluminium, magnesium, silikon dan sebagainya dengan karakteristik umum berupa berat yang tergolong ringan.

  Perpaduan aluminium silikon (dinamakan silumin) dimaksudkan untuk meningkatkan kekerasan aluminium. Gambar 2.14 berikut menunjukkan diagram fasa silumin :

  [16]

Gambar 2.14 Diagram fasa silumin

  Pada diagram diatas terdapat titik eutektik (panah merah), yakni suhu pembekuan paduan (dalam hal ini aluminium dan silikon) yang paling rendah dibanding dengan suhu pembekuan pada persen berat komposisi lainnya untuk jenis paduan yang sama.

  Paduan aluminium silikon memiliki aplikasi yang luas dalam industri. Salah satu produk aluminium silikon ialah kemasan kaleng untuk makanan sehingga kebutuhan akan paduan ini cukup tinggi.

  Aluminium merupakan logam yang memiliki sifat mekanis dan mampu cor yang buruk, sehingga perlu diperbaiki dengan penambahan paduan seperti silikon, magnesium, tembaga dan lain

  • – lain. Secara umum, aluminium paduan memiliki sifat penghantar panas yang baik serta beratnya yang ringan. Paduan ringan digunakan untuk membuat komponen
  • – komponen berikut : i. : propeller, sayap, body, ekor

  Bagian pesawat terbang ii. : piring, gelas, sendok Perkakas rumah tangga iii. : propeller

  Bagian kapal e. Paduan lain

  Contoh

  • – contoh paduan ini ialah monel yang merupakan paduan nikel dan tembaga, serta hasteloy yang mengandung molibdenum, khrom dan silikon. Selain keduanya, terdapat juga paduan timah, tembaga dan stibium.

2.4.5 Cetakan (mold)

  Cetakan adalah komponen pengecoran logam yang berfungsi sebagai pemberi bentuk produk pada logam cair. Berkat kemampuan mengalirnya, logam cair yang memasuki cetakan akan menyebar memenuhi rongga cetakan (mold cavity) yang memiliki bentuk produk. Proses pembekuan menyebabkan logam cair mengeras sehingga bentuknya didalam rongga cetakan dapat dipertahankan.

  Cetakan untuk pengecoran logam biasanya terdiri dari 2 bagian yang disebut

  cope dan drag. Kedua bagian ini masing

  • – masing memiliki sebagian dari bentuk rongga cetakan, dan keduanya harus disatukan saat penuangan berlangsung dan dibiarkan demikian hingga logam cair membeku dan menjadi produk. Setelah logam cair membeku, keduanya dipisahkan untuk mengeluarkan produk. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa cetakan dibuat demikian untuk mempermudah pengeluaran produk yang telah dicor.
Selain elemen

  • – elemen diatas, sebuah cetakan juga memiliki saluran – saluran untuk mengalirkan logam cair ke dalam rongga cetakan. Berikut ini adalah beberapa elemen yang dapat dimiliki oleh sebuah cetakan : a.

  Pouring cup : lubang tempat memasukkan logam cair b.

  Riser : tempat penampungan logam cair, digunakan untuk memastikan bahwa seluruh mold cavity terisi logam cair c.

  Mold Cavity : rongga cetakan berbentuk pola produk d.

  Cope : bagian atas cetakan e.

  Core : bagian pembentuk rongga produk

  f. Flask : pembungkus cetakan g.

  Drag : bagian alas cetakan h.

  Gating system : saluran masuk menuju mold cavity i. Runner : saluran menuju riser dan mold cavity j. Downsprue : saluran turun menuju runner

Gambar 2.15 Bagian

  • – bagian cetakan Berdasarkan ketahanan cetakannya, pengecoran logam dibedakan menjadi 2 jenis, yakni :
a.

  Cetakan permanen Cetakan ini tidak mudah rusak karena terbuat dari bahan

  • – bahan yang keras seperti logam, namun bahan tersebut harus memiliki titik lebur yang lebih tinggi dibanding titik lebur logam cair yang akan memasukinya agar tidak ikut melebur bersama logam cair tersebut. Pembuatan cetakan permanen umunya dilakukan dengan proses pemesinan. Material logam yang umum dicor dengan cetakan ini ialah campuran aluminium, magnesium dan tembaga. Contoh – contoh proses pengecoran dengan cetakan permanen ialah die casting, centrifugal casting, semi-solid metal casting dan

  continuous casting. Kelebihan cetakan permanen secara umum adalah

  sebagai berikut : i.

  Karena ketahanannya, mampu digunakan berulang – ulang ii.

  Permukaan produk halus dan keakurasiannya relatif tinggi iii.

  Cocok untuk produksi massal karena cetakan dapat dipakai berulang iv. Waktu produksi untuk sebuah produk relatif singkat

Gambar 2.16 Sebuah cetakan permanen untuk produk aluminium

  Kelemahan cetakan tidak permanen secara adalah sebagai berikut : i.

  Tidak ekonomis untuk dipakai pada produksi yang berjumlah sedikit karena pembuatan cetakannya memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit ii. Logam cair yang dapat digunakan dibatasi oleh titik lebur bahan cetakan, misalnya baja tuang tidak dapat dicor dengan cetakan yang terbuat dari besi tuang iii. Jika terjadi kerusakan, perbaikan memerlukan waktu yang lama b.

  Cetakan tidak permanen Cetakan tidak permanen dibuat dari bahan

  • – bahan lunak seperti pasir, plastik dan lilin yang dicampur dengan bahan perekat sehingga mampu mempertahankan bentuknya. Cetakan ini harus dirusak untuk mengambil produk yang telah dicor sehingga tidak bisa digunakan berulang – ulang.

  Cetakan tidak permanen dibentuk dengan menggunakan pola (pattern) yang dibentuk dengan proses pemesinan dan proses lainnya. Contoh proses pengecoran dengan cetakan tidak permanen ialah sand casting (cetakan berbahan pasir), plaster mold casting (cetakan berbahan plaster), investment

  casting dan shell molding.

  Kelebihan cetakan tidak permanen secara umum ialah : i.

  Kerusakan dapat diperbaiki dalam waktu relatif singkat ii.

  Tergolong ekonomis untuk produksi yang sedikit iii.

  Pembuatan memerlukan waktu yang singkat dan pengerjaan yang tidak sesulit pemesinan Kelemahan cetakan tidak permanen secara umum ialah : i.

  Tidak cocok untuk produksi massal karena cetakan tersebut hancur saat produk yang selesai dicor diambil sehingga harus dibuat kembali ii.

  Karena mudah rusak, penempatan dan pemindahan harus dilakukan hati

  • hati iii.

  Hanya mampu membuat 1 buah produk

2.4.6 Sand casting

  Sand casting ialah proses pengecoran dengan cetakan tidak permanen yang

  menggunakan pasir sebagai material utama pembuat cetakannya. Sand casting merupakan proses pengecoran logam yang dapat dijumpai dalam skala industri rumahan, hal ini didukung dengan persiapan dan pelaksanaan pengerjaannya yang murah dan sederhana.

  Pada sand casting, proses pengerjaan diawali dengan pembuatan pola. Pola tersebut kemudian dipakai untuk membuat cetakan yang terbuat dari pasir yang disebut pasir cetak (foundry sand). Selanjutnya, cetakan yang telah dibuat tersebut dapat dilengkapi dengan saluran

  • – saluran logam cair seperti downsprue dan riser. Sebuah pasir cetak harus memiliki kriteria
  • – kriteria berikut agar dapat digunakan sebagai bahan pembuat cetakan : a.

  Memiliki permeabilitas (kemampuan melalukan gas) keluar cetakan yang memadai sehingga gas tidak terperangkap didalam cetakan saat logam cair dialirkan kedalamnya. Permeabilitas didapatkan melalui uji permeabilitas terhadap pasir cetak tersebut b.

  Memiliki sifat mudah dibentuk dan mampu mempertahankan bentuk tersebut c.

  Memiliki kehalusan butiran yang seimbang. Jika butiran halus maka dapat menciptakan permukaan produk yang halus. Namun butiran yang terlalu halus juga menurunkan permeabilitas cetakan. Ukuran butiran didapatkan melalui uji distribusi besar butiran terhadap pasir cetak tersebut d.

  Mampu dipakai kembali dan mudah didapatkan e. Komposisi pasir dengan bahan pengikat harus sesuai takaran agar pasir tersebut tidak terlalu liat ataupun tidak terlalu mudah rusak. Komposisi ini bergantung pada metode pengecorannya : cetakan basah (metode green

  sand ) atau cetakan kering (metode air set) f.

  Memiliki ketahanan panas yang baik terhadap suhu penuangan logam cair.

  Ketahanan panas ini ditunjukkan oleh suhu titik penyatuan (fusion point) pada pasir tersebut, namun suhu ini dapat bernilai lebih kecil karena adanya zat pengotor yang tercampur pada pasir cetak tersebut. Titik penyatuan tiap jenis pasir berbeda

  • – beda. Sementara, suhu – suhu penuangan beberapa logam cair yang umum dipakai adalah sebagai berikut :

Tabel 2.4 Suhu

  • – suhu penuangan beberapa jenis logam

  o

  Jenis Logam Cair Suhu Penuangan (

  C) Paduan ringan 650

  • – 750 Perunggu 1100
  • – 1250 Kuningan
  • – 1100 Besi tuang 1250
  • – 1450 Baja tuang 1500
  • – 1550 (Sumber : Lit. 39 Hal : 109 )

  Jenis

  • – jenis pasir yang dapat digunakan sebagai pasir cetak adalah sebagai berikut : a.

  Silika (kuarsa)

Gambar 2.17 Pasir kuarsa saringan 420 mikron

  Pasir silika (SiO

  2 ) dapat diperoleh di daerah pantai dan aliran sungai ataupun

  dengan memecah batu kuarsa. Pasir silika hasil pemecahan batu kuarsa memiliki zat pengotor yang lebih sedikit (dengan persentase SiO

  2 mencapai

  95 %) dibanding dengan pasir silika yang diambil dari alam. Silika murni

  o

  memiliki suhu titik penyatuan (fusion point) dapat mencapai 1760

  C. Untuk pengecoran baja diperlukan paling sedikit 98 % silika murni, sementara untuk logam non

  • – ferrous diperlukan 94 % - 98 %. Semakin tinggi titik

  lebur logam cair, maka semakin besar persentase silika murni yang diperlukan. Kelebihan pasir ini adalah jumlahnya banyak dan mudah didapatkan. Sementara pasir ini memiliki kelemahan sebagai berikut : i.

  Ekspansi termal tinggi sehingga berpotensi menimbulkan cacat pada material bertitik lebur tinggi seperti baja ii.

  Konduktivitas termal rendah sehingga berpotensi menimbulkan cacat produk iii.

  Pada logam – logam dasar rentan terjadi cacat b. Olivine

  [18]

Gambar 2.18 Pasir olivine

  Merupakan gabungan antara ortosilikat besi dengan ortosilikat magnesium yang membentuk (Mg,Fe)

2 SiO 4 . Pasir ini tidak memiliki unsur silika.

  Kelebihan : i.

  Dapat digunakan pada produk bermaterial logam dasar ii.

  Konduktivitas termal dan titik penyatuan yang tinggi iii.

  Nilai ekspansi termal rendah iv. Dari segi kesehatan, lebih aman dibanding silika

  Kelemahan : i.

  Berada di lapisan bawah permukaan Bumi sehingga memerlukan penggalian untuk memperolehnya ii.

  Cepat lapuk ketika berada di permukaan Bumi c.

   Chromite [28]

Gambar 2.19 Pasir chromite Pasir ini merupakan bentuk oksida dari besi dan krom yang membentuk FeCr

  2 O

  4. Selain sebagai pasir cetak, chromite juga digunakan sebagai bahan

  paduan untuk membuat baja tahan karat (stainless steel) dan baja pahat (tool

  steel )

  Kelebihan : i.

  Memiliki sedikit silika sehingga kelemahan – kelemahan yang dimiliki silika bernilai minimum ii.

  Titik penyatuan tinggi (1850 °C) iii.

  Konduktivitas termal sangat tinggi Kelemahan pasir ini adalah bernilai tinggi sehingga lebih cocok digunakan pada pembuatan baja paduan yang bernilai tinggi d.

  Zircon

  [29]

Gambar 2.20 Pasir zircon

  Pasir zircon merupakan senyawa dari 2/3 zircon oksida (Zr 2 O) dan 1/3 silika. Suhu penyatuan pasir ini merupakan yang tertinggi diantara jenis

  • – jenis pasir

  o

  cetak lainnya, yakni mencapai 2600

  C. Pasir zircon memiliki kelebihan - kelebihan yang membuatnya cocok dipakai untuk mengerjakan logam

  • – logam paduan bernilai tinggi, selain itu pasir ini juga dapat digunakan sebagai mold

  wash , yakni pelapis rongga cetakan yang berfungsi meningkatkan kehalusan

  permukaan produk Kelebihan : i.

  Dapat mencetak logam dengan suhu penuangan sangat tinggi seperti baja paduan ii.

  Ekspansi termal sangat rendah iii.

  Konduktivitas termal sangat tinggi Kelemahan pasir ini ialah mahal dan sulit diperoleh e.

  Chamotte (grog / pasir api)

  [35]

Gambar 2.21 Pasir chamotte

  Pasir ini juga digunakan sebagai bahan pembuatan keramik. Pembuatan chamotte dilakukan dengan proses kalkinasi (heat treatment dengan

  o

  penggunaan oksigen) terhadap tanah liat merah (Al

  2 O 3 -SiO 2 ) diatas 1100 C.

  Pasir charmotte mengandung alumina dan silika masing

  • – masing mencapai 40

  o

  % dan 30 %. Suhu penyatuannya mencapai 1750

  C. Pasir ini banyak digunakan untuk membuat produk baja berukuran besar Kelebihan : i.

  Relatif murah ii.

  Ekspansi termal cukup rendah Kelemahan pasir ini adalah butirannya kasar sehingga membuat permukaan produk tidak rata Untuk membuat pasir cetak mampu mempertahankan bentuknya atau agar tidak runtuh saat pengecoran dilakukan, harus dicampurkan bahan

  • – bahan perekat, diantaranya :
a.

  Campuran air dan lempung Tanah lempung (clay) seperti kaolinite, ilite, monmorilonite dan bentonite dapat dipakai sebagai perekat. Jika ditambah air, maka campuran pasir cetak tersebut menjadi pasta liat. Bentonite yang memiliki unsur utama monmorilonite (Al

  2 O 3 .4SiO 2 .H

  2 O) merupakan lempung yang banyak

  dipakai sebagai bahan pengikat

Gambar 2.22 Bentonite b.

  Minyak Misalnya minyak ikan, minyak biji rami dan minyak kedelai. Minyak tersebut dicampurkan ke pasir cetak sebanyak 1,5

  • – 3 % setelah dipanggang

  o

  hingga 200

  C. Bahan pengikat ini tidak menyerap air sehingga mudah

  • – 250 dibongkar setelah pengecoran selesai. Ketahanan campuran ini terhadap suhu tinggi tidak memadai, namun dapat diperbaiki dengan menambahkan bentonite dan tepung kanji c.

  Resin Resin dapat diperoleh secara alami ataupun sintetis. Pengikat ini dapat diperbaiki sifatnya dengan mencampurkan bahan

  • – bahan aditif. Keuntungan lainnya ialah mampu dihancurkan dengan baik (good

  collapsibility ) dan menghasilkan permukaan produk yang baik. Resin yang

  umum dipakai ialah urea formaldehid (UF), fenol formaldehid (PF) dan methylene diphenyl diisocyanate (MDI)

Gambar 2.23 Resin Fenol Formaldehid d.

  Sodium silikat Merupakan perekat kekuatan tinggi yang digunakan bersama pasir silika.

  Keuntungannya ialah mampu dipakai pada suhu kamar dan cepat disiapkan Untuk meningkatkan kualitas pengecoran, dapat ditambahkan zat -zat aditif.

  Zat

  • – zat tersebut terbagi menurut kegunaan – kegunaan berikut : a.

  Mengurangi kadar air Memiliki takaran hingga 5 %. Bertujuan untuk meningkatkan kehalusan permukaan produk dan mencegah penetrasi logam cair kedalam pasir cetak.

  Zat aditif ini menciptakan lapisan gas di permukaan rongga cetakan yang mencegah logam cair melekat dengan rongga cetakan tersebut. Contoh zat ini : tepung batu bara, minyak bahan bakar dan ter b. Sebagai pelindung terhadap suhu tinggi

  Memiliki takaran hingga 3 %. Bertujuan untuk mengurangi cacat yang ditimbulkan panas tinggi seperti hot crack dan hot tear

  [34]

Gambar 2.24 Hot tear c.

  Meningkatkan kekuatan pasir cetak saat kering Aditif untuk kegunaan ini sering disebut Pengikat sereal (cereal binder).

  Bertakaran hingga 2 %. Contohnya ialah pati dan alkali sulfit. Zat ini juga berfungsi meningkatkan kehalusan permukaan produk dan memperbaiki sifat collapsibility pasir cetak. Namun, zat ini termasuk mahal d. Mencegah kerusakan cetakan saat penuangan

  Memiliki takaran hingga 2 %. Bubuk besi oksida dapat mencegah keretakan cetakan dan penetrasi logam cair. Namun, zat ini juga sangat mengurangi permeabilitas pasir cetak

  Selain zat pengikat dan zat aditif, pasir cetak juga sering dicampur senyawa pemisah (parting compound). Fungsi senyawa pemisah ialah mempermudah pengambilan pola dari cetakan pada proses pembuatan cetakan. Zat ini, baik berupa cair maupun bubuk, diberikan ke permukaan pola sebelum pembuatan cetakan berlangsung. Contoh senyawa ini ialah grafit dan silika kering yang berwujud bubuk, sementara yang berwujud cair adalah minyak mineral dan silikon cair

  Dalam sand casting, pembuatan cetakan pasir secara garis besar terdiri atas 2 metode yang dibedakan menurut ada tidaknya kandungan air : cetakan basah (green

  

sand ) dan cetakan kering (air set). Kedua jenis metode tersebut dijabarkan sebagai

  berikut : a.

  Cetakan basah (green sand) Metode ini menggunakan air dan lempung sebagai campuran bahan perekat.

  Cetakan dengan metode ini dibuat saat pasir cetaknya dalam keadaan basah dan kemudian dikeringkan sebelum penuangan dimulai. Pengeringan dapat dilakukan dengan penyemburan api terhadap rongga cetak. Proses green

  sand memiliki berbagai macam komposisi, namun secara umum komposisi

  tersebut adalah sebagai berikut : i. : 5 % - 10 %

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bank - Analisis Perbandingan Tingkat Kepuasan Nasabah Terhadap Pelayanan Bank Mandiri Dan BCA

0 0 15

Analisis Perbandingan Tingkat Kepuasan Nasabah Terhadap Pelayanan Bank Mandiri Dan BCA

0 2 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komunitas - Solidaritas Sosial Dalam Komunitas Punk Dengan Studi Deskriptif Pada Komunitas Punk Simpang Aksara Medan

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Solidaritas Sosial Dalam Komunitas Punk Dengan Studi Deskriptif Pada Komunitas Punk Simpang Aksara Medan

0 0 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Enzim Lipase - Pengaruh Salinitas Terhadap Aktivitas Enzim Lipase Dari Bacillus cereus DA 5.2.3 Dalam Degradasi Pakan Udang

0 0 5

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN A. Pengertian Perkawinan Dan Asas Perkawinan Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam 1. Pengertian Perkawinan Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 - Pelaksanaa

0 0 42

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pelaksanaan Perkawinan Sebagai Sanksi Bagi Pelaku Khalwat Dalam Persepektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (Atudi di Kota Langsa)

0 0 13

BAB II PENGATURAN HUKUM DI INDONESIA MENGENAI ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN A. Pengaturan Hukum Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana - Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman Kepada Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Putus

0 0 13

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman Kepada Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor: I/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Ptk dan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2/Pid.Su

0 0 34

BAB III METODOLOGI 3.1 Umum - Desain Dan Pengecoran Runner Propeller Berbahan Kuningan (60% Cu / 40% Zn) Untuk Turbin Air Berdaya 118 W Dan Debit 12 L/S Dengan Cetakan Pasir

0 0 58