BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wakaf Secara Umum - Studi Tentang Pengelolaan Wakaf Tunai pada LAZISWA Muhammadiyah Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Wakaf Secara Umum

  Menurut Imam Ghazali, tujuan syariat adalah memelihara kesejahteraan manusia yang mencakup perlindungan keimanan, kehidupan, akal, keturunan, dan harta benda mereka. Apa saja yang menjamin terlindungnya lima perkara ini adalah maslahat bagi manusia dan yang dikehendaki Allah SWT. (M. Umer Chapra, 2000: 1).

  Beberapa ahli mendefinisikan ekonomi Islam sebagai suatu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan alat pemenuhan kebutuhan yang terbatas di dalam kerangka syari‟ah Islam. Dengan fitrahnya, ekonomi Islam merupakan satu sistem yang dapat mewujudkan keadilan ekonomi bagi seluruh umat (Veithzal Rivai & Andi Buchari, 2009: 1-2).

  Berdasarkan QS. Ar- Ra‟d (13) ayat 11, yang terjemahannya sebagai berikut: “…Allah sesungguhnya tidak mengubah keadaan suatu kaum

  (masyarakat) sampai mereka mengubah (terlebih dahulu) apa yang ada pada diri mereka (sikap mental mereka).” Dalam berbagai ayat, sejak awal Allah SWT., tidak hanya menyuruh kita sholat dan puasa saja tetapi juga mencari nafkah secara halal. Proses memenuhi kebutuhan hidup inilah yang kemudian menghasilkan kegiatan ekonomi seperti jual beli, produksi, distribusi, termasuk bagaimana membantu dan menanggulangi orang yang tidak bisa masuk dalam kegiatan ekonomi, baik itu dengan zakat, wakaf, infaq, dan shadaqah (Mustafa Edwin Nasution dkk, 2010: 12)

  Menurut Rachmat Djatnika (1984), bagi pemilik harta benda ada kewajiban untuk membelanjakan menurut petunjuk Allah, yaitu nafkah keluarga, zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf (Imam Suhadi, 2002: 7). Adapun pengertian wakaf adalah ibadah atau pengabdian kepada Allah SWT., yang bermotif rasa cinta kasih kepada sesama manusia, membantu kepentingan orang lain dan kepentingan umum. Dengan mewakafkan sebagian harta bendanya, akan tercipta rasa solidaritas seseorang.

  Menurut ilmu fiqih, kata wakaf diprediksikan telah sangat populer di kalangan umat Islam dan malah juga di kalangan non-muslim. Kata wakaf yang sudah menjadi bahasa Indonesia itu berasal dari kata kerja bahasa Arab waqafa (

  

fi‟il madhy), yaqifu (fi‟il mudhari), dan (waqfan isim mashdar) yang secara

  etimologi (lughah, bahasa) berarti bediri, berhenti, berdiam di tempat, atau menahan. Sedangkan, menurut istilah

  syara‟ wakaf berarti menahan harta dan memberikan manfaatnya dijalan Allah.

  Dalam The Shorter Encyclopedia of Islam pada buku Lembaga-Lembaga Islam di Indonesia, menyebut pengertian wakaf menurut istilah hukum Islam, sebagai memelihara sesuatu benda dengan jalan menahannya agar tidak menjadi milik pihak ketiga. Barang yang ditahan itu haruslah benda yang tetap zatnya yang dilepaskan oleh yang punya dari kekuasaannya sendiri dengan cara dan syarat tertentu, tetapi dapat dipetik hasilnya dan dipergunakan untuk keperluan amal kebajikan yang ditetapkan oleh ajaran Islam (Mohammad Daud dan Habibah Daud, 1995: 270).

  Pada Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (Pasal 215 ayat 4) menyebutkan bahwa, benda wakaf adalah segala benda baik benda bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam.

  Sebagai konsep sosial yang memiliki dimensi ibadah, wakaf juga disebut amal sadaqah jariyah, di mana pahala yang di dapat oleh wakif akan selalu mengalir selama harta tersebut masih ada dan bermanfaat. Dengan demikian, harta wakaf tersebut menjadi amanat Allah kepada orang atau badan hukum (sebagai nazhir) untuk mengurus dan mengelolanya (Fiqih Wakaf, 2006: 69).

2.1.1 Dasar Hukum Wakaf

  Dasar hukum wakaf dalam firman Allah SWT: 1. Berdasarkan QS. Al-Baqarah (2) ayat 261, yang terjemahannya sebagai berikut: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui

  .” 2. Berdasarkan QS. Ali Imran (3) ayat 92, yang terjemahannya sebagai berikut:

  “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahinya.”

3. Berdasarkan QS. Al-Hajj (22) ayat 77, yang terjemahannya sebagai berikut:

  “Hai orang-orang yang beriman rukuklah, sujudlah kamu, sembahlah tuhanmu dan perbuatan kebajikan supaya kamu mendapat keberuntungan.” Hadist yang didasarkan menjadi hukum wakaf adalah: 1. Hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah yang terjemahannya sebagai berikut: “Apabila meninggal manusia maka terputuslah pahala dan segala amalnya kecuali tiga macam yaitu, sedekah jariyah, atau ilmu yang berman faat, atau anak yang shaleh yang selalu mendo‟akannya” (Hasballah

  Thaib, 2003: 4) 2. Hadist yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra., bahwa Umar bin Khattab mendapat sebidang tanah di Khaibar. Lalu ia menghadap Rasulullah SAW.,

  “Ya Rasulullah! Saya memperoleh sebidang tanah di Khaibar dan saya belum pernah mendapat harta lebih baik dari tanah di Khaibar itu. Oleh karena itu, saya mohon petunjukmu tentang apa yang sepatutnya saya lakukan pada tanah itu. Rasulullah bersabda: “Jika engkau mau, tahanlah zat (asal) bendanya dan sedekahkanlah hasilnya”. Umar menyedekahkannya dan mewasiatkan bahwa tanah tersebut tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh diwarisi. Umar menyalurkan hasil tanah itu bagi orang-orang fakir, keluarganya, membebaskan budak, orang-orang yang berjuang di jalan Allah, orang-orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan dan tamu. Dan tidak berdosa bagi orang yang mengurusi harta wakaf tersebut makan dari hasil wakaf tersebut dalam batas-batas kewajaran atau memberi makan orang lain dari hasil wakaf tersebut (Suhrawardi K Lubis dkk, 2010: 19)

2.1.2 Rukun Wakaf

  Wakaf harus dilakukan dengan memenuhi rukun-rukunnya. Rukun wakaf dalam fiqih Islam ada empat, yaitu:

1. Orang yang melakukan perbuatan wakaf (al-wakif); 2.

  Harta benda yang diwakafkan (al-mauquf); 3. Tujuan atau tempat kemana harta diwakafkan (mauquf „alaih); 4. Pernyataan kehendaknya dari yang mewakafkan (sighat).

2.1.3 Syarat Wakaf

  Adapun syarat-syarat yang berkaitan dengan yang mewakafkan (wakif) adalah sebagai berikut:

1. Pewakif mempunyai kecukupan bertindak sempurna untuk melakukan

  tabarru‟, yaitu melepaskan hak milik tanpa imbalan materi. Orang yang

  dikatakan cukup sempurna untuk melakukan

  tabarru‟ adalah orang yang telah baligh dan berakal sehat;

  2. Pewakif tidak dalam keadaan terpaksa dan harus didasarkan kepada keikhlasan dan kerelaan berdasarkan kemauan ikhtiarnya. Unsur kerelaan sangatlah penting yang harus dimiliki pewakif; 3. Benda yang diwakafkan haruslah milik sah dari pewakif.

  Adapun syarat dari benda yang diwakafkan yaitu: 1. Benda yang diwakafkan mestilah milik sah pewakif; 2.

  Benda yang tahan lama dan dapat diambil manfaatnya; 3.

  Benda yang diwakafkan itu mestilah sesuatu yang boleh dimiliki dan dimanfaatkan. Tidak sah mewakafkan apabila benda tersebut telah rusak;

  4. Tidak sah mewakafkan benda-benda yang tidak boleh diperjual belikan seperti barang tangguhan (jaminan, gadai, borg), anjing, babi atau benda- benda yang haram lainnya; 5. Kadar benda yang diwakafkan tidak boleh melebihi jumlah sepertiga harta yang berwakaf (wakif).

2.2 Wakaf Tunai

2.2.1 Pengertian

  Bertambahnya pengetahuan masyarakat terhadap institusi wakaf terbaru yakni wakaf tunai, menjadikan permintaan akan lembaga amiil yang dapat menaungi wakaf tunai ini semakin meningkat. Berdasarkan ilmu ekonomi dalam melihat peluang yang ada, para lembaga amiil yang berkecimpung dalam penghimpunan dana ummat berlomba-lomba menawarkan konsep berwakaf secara tunai, yakni wakaf yang dilaksanakan dengan membayarkan sejumlah uang (tunai) kepada nazhir oleh individu ataupun berkelompok.

  Selain memproduktifkan harta wakaf konvensional yang ada selama ini, objek wakaf dapat diperluas dengan menjadikan uang sebagai objek wakaf. Uang memiliki posisi yang strategis dalam lalu lintas perekonomian. Dewasa ini, uang bukan hanya berfungsi sebagai alat tukar saja, melainkan sudah dianggap sebagian dari suatu benda yang dapat diperdagangkan. Oleh sebab itu, sebagian ulama tidak ragu-ragu lagi menetapkan uang sebagai objek wakaf dengan istilah cash

  

wakaf, waqf al-nukud , yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan wakaf

. tunai

  Keunikan institusi wakaf dikarenakan wakaf merupakan salah satu ibadah yang memiliki dimensi hablumminallah dan hablumminannas. Manakala umat Islam berjamaah dalam kegiatan ekonomi, tentunya Allah SWT., akan memberikan rahmat-Nya. Dan jika kegiatan ekonomi dirahmati Allah SWT., tentunya akan berkah, berkeadilan dan melahirkan kesejahteraan umat.

  Kenyataannya di masyarakat wakaf uang ini telah lama dipraktikkan, namun dalam akadnya tetap disebutkan wakaf tanah. Misalnya untuk pembelian tanah pertapakan pembangunan masjid seluas 1000 meter persegi dengan harga Rp. 100.000.000. kemudian tanah seluas 1000 meter tersebut dibagi menjadi 1000 kapling. Dengan demikian, diperoleh harga Rp. 100.000 per meternya.

  Selanjutnya dipasarkan kepada masyarakat luas untuk berwakaf tanah dengan cara per-meter dengan nilai yang dapat dijangkau, dan wakif membayar sesuai jumlah meter yang hendaknya diwakafkannya. Kenyataan tersebut, meskipun akadnya dilakukan dalam bentuk wakaf tanah, namun yang diberikan wakif dalam bentuk uang (Suhrawardi K Lubis, 2010: 103).

  Pengembangan wakaf dewasa ini telah melahirkan konsep sertifikat wakaf uang yang dipresentasikan pertama kali oleh Prof. Mannan di Third Harvard

  

University Forum on Islamic Finance pada Oktober 1999. Di Bangladesh, konsep

  spektakuler dalam keuangan publik Islam dikenalkan kepada publik pada bulan Desember 1997 dan Social Investment Bank Ltd (SIBL) baru menerbitkannya secara formal di tanggal 12 Januari 1998 (Nurul Huda dan Mohamad Heykal, 2010: 326).

2.2.2 Dasar Hukum Wakaf Tunai

  Wakaf uang atau tunai ini telah mendapat respons positif dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebelumnya pada tahun 2001, Prof. M. A Mannan, Ketua Social Investment Bank Ltd (SIBL) memberikan seminar di Indonesia mengenai wakaf uang. Akhirnya tanggal 11 Mei 2002 MUI mengeluarkan fatwa tentang di perbolehkannnya wakaf uang (waqf al-nuqud), dengan syarat nilai pokok wakaf wajib dijamin kelestariannya.

  Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui komisi fatwa mengeluarkan fatwa tentang wakaf uang yang berisi: a.

  Wakaf uang (cash wakaf/waqf al-nuqud) adalah wakaf yang dilakukan oleh seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai; b. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga; c. Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh); d. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara

  syar‟iy; e.

  Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.

  Keluarnya fatwa MUI ini, setelah terlebih dahulu mendengarkan pandangan dan pendapat rapat fatwa MUI pada hari Sabtu tanggal 23 Maret 2002, antara lain tentang perlunya dilakukan peninjauan dan penyempurnaan (pengembangan) definisi wakaf yang telah umum diketahui, dengan memperlihatkan maksud hadist antara lain yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra., ia berkata Umar bin Khattab ra. kepada Nabi Muhammad saw., “saya mempunyai

  

seratus sahan (tanah, kebun) di Khaibar belum pernah saya mendapat harta yang

lebih saya kagumi melebihi tanah itu, saya bermaksud menyedekahkannya

  ”. (H.R. al- Nasa‟i).

  Selanjutnya, pendapat rapat Komisi Fatwa MUI pada hari Sabtu tanggal

  11 Mei 2002 tentang perumusan definisi wakaf, yakni: menahan harta yang dapat diimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (misal: menjual, memberikan, atau mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang

  

mubah (tidak haram). Keluarnya fatwa MUI ini disambut beragam oleh

  masyarakat. Perjuangan untuk membuat payung hukum kegiatan wakaf dalam bentuk undang-undang terus berlaku (Suhrawardi K Lubis, 2010: 107).

  Akhirnya, pihak pemerintah Indonesia telah pula menetapkan Undang- Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004.

  Peraturan perundang-undangan tersebut antara lain mengatur bentuk benda wakaf, yaitu benda tidak bergerak, dan benda bergerak dan uang. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan yang terdapat dalam Pasal 28 s.d 31 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 dan Pasal 22 s.d 27 Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2006.

  Wakaf atas benda bergerak berupa uang dilaksanakan oleh wakif secara tertulis kepada pengelola Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Kemudian diterbitkan sertifikat wakaf uang, selanjutnya sertifikat wakaf uang yang telah diterbitkan itu disampaikan LKS kepada wakif dan nazhir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf (Pasal 29 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004). Selanjutnya Lembaga Keuangan Syariah atas nama nazhir mendaftarkan harta benda wakaf berupa uang kepada Menteri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya sertifikat wakaf uang (Pasal 30 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004).

  Selanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 ditegaskan mengenai mekanisme wakaf terhadap benda bergerak berupa uang ini. Dalam peraturan ini ditegaskan bahwa wakaf uang yang diwakafkan adalah mata uang rupiah, jika uang yang akan diwakafkan masih dalam mata uang asing, harus dikonversi terlebih dahulu dalam mata uang rupiah (Pasal 22 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006).

  Dan yang terbaru adalah Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 4 Tahun 2009 Tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang, disebutkan bahwa masyarakat dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas

  

nazhir (Pasal 13 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 4 Tahun

2009).

  Bagi seorang wakif yang akan mewakafkan uangnya diwajibkan untuk (Pasal 22 ayat (3) PeraturanPemerintah No. 42 Tahun 2006): a.

  Hadir di Lembaga Keuangan Syari‟ah penerima wakaf uang (LKS- PWU) untuk menyatakan kehendak wakaf uangnya; b. Menjelaskan kepemilikan dan asal usul yang diwakafkan; c. Menyetor secara tunai sejumlah uang ke LKS-PWU; d.

  Mengisi form pernyataan kehendak wakif yang berfungsi sebagai Akta Ikrar Wakaf (AIW).

  Di dalam hal wakif tidak hadir ke LKS-PWU maka wakif dapat menunjuk wakil atau kuasanya, dan wakil dari wakif tersebut dapat menyatakan ikrar wakaf benda bergerak berupa uang kepada nazhir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dan selanjutnya nazhir menyerahkan ikrar wakaf (AIW) tersebut kepada LKS-PWU (Pasal 22 ayat 4 dan 5 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006). Beberapa pasal ketentuan peraturan perundang-undangan di atas memperlihatkan bahwa wakaf uang diakui dalam hukum positif di Indonesia.

2.2.3 Macam-macam Wakaf Tunai

  Wakaf uang dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya sebagai berikut: a.

  Wakaf uang secara langsung; wakaf uang langsung ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: (1) wakaf permanen, dan (2) wakaf berjangka. Wakaf permanen, artinya, uangnya yang diserahkan wakif tersebut menjadi harta wakaf untuk selamanya. Dengan kata lain tidak dapat ditarik kembali oleh

  wakif. Wakaf berjangka, uang yang diserahkan wakif hanya bersifat sementara, setelah lewat waktu tertentu, uang dapat ditarik kembali oleh wakif.

  Dengan demikian, yang di-wakif-kan di sini adalah hasil investasinya saja, lazimnya wakaf berjangka nominalnya relatif besar.

  b.

  Wakaf saham; selain berwakaf dalam bentuk uang, yang dapat dikategorikan sebagai wakaf uang adalah wakaf dalam bentuk saham, saham adalah tanda penyertaan modal pada suatu Perseroan Terbatas (PT). Manfaat yang diperoleh dari wakaf saham ini adalah dividen (keuntungan yang dibagikan perusahaan kepada pemegang saham, capital gain, yaitu keuntungan yang diperoleh dari selisih jual beli, dan manfaat non-materiil, yaitu lahirnya kekuasaan/hak suara dalam menetukan jalannya perusahaan.

  Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2006 juga menetapkan objek wakaf selain uang adalah obligasi syariah (dalam bentuk Obligasi Mudharabah, Obligasi Ijarah, dan Emisi Obligasi Syariah) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSB), SBSN ini dapat dalam bentuk SBSN Ijarah, SBSN Mudharabah , SBSN Musyarakah, SBSN Istishna, SBSN dua akad atau lebih.

  c.

  Wakaf takaful; wakaf dilaksanakan dengan pola asuransi takaful. Misalnya seseorang bermaksud berwakaf sebesar Rp. 100.000.000.- kemudian yang bersangkutan mengadakan akad dengan Perusahaan Asuransi Syariah, dengan ketentuan akan dibayar secara periodik selama 10 tahun. Seandainya sebelum waktu sepuluh tahun wakif meninggal dunia, pada saat itu perusahaan asuransi membayar wakaf sang wakif kepada nazhir yang ditunjuk wakif.

  d.

  Wakaf pohon; wakaf pohon dilaksanakan dengan pola mewakafkan sejumlah tanaman pohon tertentu (pohon kelapa, pohon sawit, pohon karet, pohon jati dan lain-lain) kemudian uang hasil penjualan dari produksi tanaman tersebut dipergunakan untuk kemaslahatan umum.

2.3 Manajemen Pengelolaan Wakaf Tunai

  Wakaf dalam bentuk uang, dipandang sebagai salah satu pilihan yang dapat membuat wakaf mencapai hasil yang lebih maksimal. Karena dalam wakaf uang ini, uang tidak hanya dijadikan sebagai alat tukar-menukar saja. Lebih dari itu, uang merupakan komoditas yang siap menghasilkan dan berguna untuk pengembangan aktivitas perekonomian yang lain. Oleh sebab itu, sama dengan komoditi yang lain, wakaf uang juga dipandang dapat menghasilkan sesuatu yang lebih banyak manfaatnya.

  Secara ekonomi, wakaf uang sangat besar potensinya untuk dikembangkan, karena dengan model wakaf uang ini mempunyai daya jangkau serta mobilisasinya akan jauh lebih merata di tengah-tengah masyarakat dibandingkan dengan model wakaf tradisional (wakaf dalam bentuk tanah dan bangunan). Sebab, wakaf dalam bentuk tanah dan bangunan hanya dapat dilakukan oleh keluarga atau individu yang terbilang mampu (kaya) saja.

  Selain itu, lembaga nazhir wakaf tunai harus dikelola dengan amanah, jujur, transparan, dan professional. Untuk mencapai semua itu diperlukan suatu manajemen yang baik di dalamnya sebagai proses dan fungsi manajemen, antara lain:

  1. Perencanaan (planning), yaitu kagiatan menetapkan tujuan organisasi.

  2. Pengorganisasian (organization), yaitu kegiatan mengkoordinir sumberdaya, tugas, dan otoritas diantara anggota organisasi.

  3. Pengarahan (leading), yaitu membuat arahan yang baik sehingga anggota organisasi tersebut dapat melaksanakan tugasnya guna mencapai tujuan organisasi.

  4. Pengawasan (controlling), yaitu bertujuan untuk melihat apakah kagiatan sesuai dengan rencana.

  Dalam konteks organisasi, perencanaan dapat diartikan sebagai menetapkan visi dan misi, menentukan tindakan serta mengkaji cara-cara terbaik yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan masa depan yang telah ditetapkan. Dalam Islam, konsep ini dibuat berdasarkan hasil pembelajaran dan musyawarah dengan orang-orang yang berkompeten dalam bidang ini, cermat serta luas wawasannya dalam menyelesaikan berbagai persoalan.

  Pengorganisasian merupakan, penentuan pola peran pada suatu organisasi melalui penentuan kagiatan yang dibutuhkan guna tercapainya tujuan dan bagiannya dalam organisasi.

  Kegiatan pengarahan tentu tidak lepas dari adanya tugas kepemimpinan. Secara umum, kepemimpinan dapat diartikan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas tugas dari orang-orang dalam kelompok.

  Kepemimpinan dalam Islam bersifat pertengahan, selalu menjaga hak dan kewajiban individu serta masyarakat dengan prinsip keadilan, persamaan, tidak sewenang-wenang dan berbuat aniaya (Ahmad Ibrahim Abu Sinn, 2006: 155).

  Pengawasan dalam ajaran Islam terbagi menjadi dua hal, yakni pengawasan yang berasal dari diri sendiri yang bersumber pada tauhid dan keimanan kepada Allah SWT, dan pengawasan yang dilakukan dari luar diri sendiri (Didin Hafidhudin & Hendi Tanjung, 2003: 156-157).

  Agar pemanfaatan wakaf dapat dilakukan secara maksimal, alangkah baiknya pengelolaannya pun harus profesional, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, agar wakaf tunai memberikan manfaat yang riil terhadap masyarakat luas, seyogyanya lembaga pongelola wakaf tunai menggunakan manajemen yang professional yang melibatkan tiga pihak, yaitu pemberi wakaf (wakif), pengelola wakaf (nazhir), dan masyarakat yang diberi wakaf (mauquf „alaih).

  Lingkup wakaf tunai menjanjikan kemanfaatan yang lebih maksimal, diperoleh dari sumber-sumber wakaf. Selain itu, pemanfaatan hasil pengelolaan wakaf tunai juga dapat memperluas jangkauan pemberi wakaf dan peningkatan produktivitas harta wakaf. Pengelolaan dana wakaf tunai sebagai alat untuk investasi menjadi menarik, karena manfaat atau keuntungan atas investasi tersebut dalam bentuk keuntungan yang akan dapat dinikmati oleh masyarakat di mana saja (baik lokal, regional maupun internasional). Hal ini dimungkinkan karena manfaat atas investasi tersebut berupa uang tunai (cash) yang dapat di alihkan kemana pun. Di sisi investasi atas dana wakaf tersebut dapat dilakukan dimana saja tanpa batas negara. Hal inilah yang di harapkan mampu meningkatkan keharmonisan antara masyarakat kaya dengan masyarakat miskin.

  Wakaf tunai sangat relevan memberikan model mutual funding melalui mobilisasi dana abadi yang dikelola secara profesional yang amanah dalam fund

  

management- nya di tengah keraguan terhadap pengelolaan wakaf serta kecemasan

  krisis investasi domestik dan syndrome capital flight (Departemen Agama, 2004: 142).

2.4 Penelitian Terdahulu

  Kajian-kajian terhadap wakaf tunai pada saat ini memang telah mulai berkembang. Buku-buku yang membahas permasalahan tersebut juga semakin banyak ditemukan. Beberapa buku dan karya ilmiah yang membahas perkembangan wakaf tunai tersebut di antaranya diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, yaitu “Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia” dan “Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai” yaitu memuat substansi yang perlu disosialisasikan kepada masyarakat dan lembaga-lembaga Islam yang mengelola wakaf atau memiliki kepentingan terhadap wakaf.

  Seorang ekonom Islam yang sangat masyur di dunia, M. A. Mannan telah mengemukakan idenya yang luar biasa dalam upaya pengembangan wakaf tunai ke dalam sebuah buku “Sertifikat Wakaf Tunai Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam.” Penerbitan Sertifikat Wakaf Tunai diharapkan dapat menjadi sarana rekonstruksi sosial dan pembangunan, di mana mayoritas dapat ikut berpartisipasi.

  Untuk mengetahui bagaimana cara mengembangkan wakaf dan pendanaannya dapat ditemukan dalam buku yang berjudul “Manajemen Wakaf Produktif” (DR. Mundzir Qahaf, 2005). Buku ini berisi kajian mengenai bagaimana mengembangkan wakaf melalui pasal pengembangan wakaf dalam Undang-Undang Wakaf serta memberdayakan wakaf secara produktif.

  Acuan tentang lembaga-lembaga sosial ekonomi Islam, termasuk wakaf, dapat berperan dalam menyelesaikan masalah kemiskinan yang sedang dihadapi bangsa, dapat ditemukan dalam buku “Wakaf & Pemberdayaan Umat” (Suhrawardi K. Lubis, dkk., 2010). Buku ini berisi kajian strategis mengenai pengelolaan dan pemberdayaan wakaf sekaligus panduan praktis bagi pengoptimalan fungsi nazhir agar berfungsi sebagaimana mestinya.

  Selanjutnya, telah ada beberapa kali dilakukan penelitian oleh para pakar hukum Islam dan juga para mahasiswa yang terjun dalam ilmu hukum Islam. Di antara hasil tersebut b erupa skripsi, antara lain skripsi yang berjudul “Wakaf Uang Dalam Perspektif Hukum Islam” (Helmi Juniawan Fauzi, 2003).

  Ada pula skripsi yang membahas mengenai wakaf tunai dengan judul “Studi Pengelolaan Wakaf Tunai Pada Lembaga Amil Zakat Di Kota Yogyakarta” yang dibuat pada tahun 2008. Judul penelitian skripsi ini memang hampir sama dengan judul penelitian yang digunakan oleh penulis. Akan tetapi, dengan tidak bermaksud mengulang penelitian, sebab metode yang digunakan penulis adalah penelitian pada satu lembaga saja. Selain itu, dengan tahun dan tempat penelitian yang berbeda, maka skripsi penyusun dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

  Skripsi lain yang membahas pengelolaan wakaf tunai adalah skripsi yang berjudul “Pengelolaan Wakaf Tunai Menurut Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Di Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia” (Yoyok Suhartini, 2006). Skripsi ini membahas mengenai bagaimana mengelola dana wakaf tunai di Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia dengan menggunakan landasan Undang- Undang No. 41 Tahun 2004.

  Dari beberapa buku dan karya ilmiah tersebut belum ada yang membahas mengenai pengelolaan wakaf tunai pada Lembaga Amiil Zakat, Infaq, Shadaqah & Wakaf (LAZISWA) Muhammadiyah Sumatera Utara, sehingga penelitian dalam skripsi ini perlu dilakukan sebagai sumbangan pemikiran dalam ilmu pengetahuan, khususnya bagi perkembangan wakaf.

2.5 Kerangka Konseptual

  

LAZISWA Muhammadiyah Sumatera Utara

Wakaf Tunai

Kesejahteraan Kesehatan Pendidikan Sosial

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Pengelolaan Wakaf Tunai pada LAZISWA

  

Muhammadiyah Sumatera Utara

  Berdasarkan kerangka konseptual diatas, penulis ingin menjelaskan mengenai awal mula berdirinya LAZISWA Muhammadiyah Sumatera Utara, selanjutnya bagaimana wakaf tunai yang ada di lembaga tersebut serta pengelolaan wakaf tunai pada LAZISWA Muhammadiyah Sumatera Utara dalam berbagai aspek seperti kesejahteraan, kesehatan, pendidikan, dan sosial.

Dokumen yang terkait

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Data dan Aplikasi - Perancangan Database Sma Negeri 2 Kabanjahe Menggunakan Microsoft Visual Basic 6.0

0 0 30

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sekilas Tentang Flash - Perancangananimasi Pengenalan Alat Transportasi Pada Tingkat Taman Kanak-Kanak(TK) Dengan Menggunakan Adobe Flash CS

0 0 24

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah Mesin Jual Otomatis - Perangkat Lunak Simulasi Mesin Jual Otomatis Permen Dan Coklat Menggunakan Visual Basic 6.0

0 0 15

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1. Pengertian Perbankan - Analisis Pengaruh Kredit Perbankan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Kecil di Kota Pematangsiantar

0 0 24

TINJAUAN PUSTAKA Abu Vulkanik

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN - Strategi Pengembangan Kopi Robusta Di Desa Silantom Julu Kecamatan Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN - Strategi Pengembangan Kopi Robusta Di Desa Silantom Julu Kecamatan Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara

0 1 6

BAB II TINJAUAN PUSATAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN - Peranan Kelompok Tani Dalam Peningkatan Pendapatan Usahatani Padi Sawah ( Oriza sativa)

0 1 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka - Analisis Conjoint Terhadap Preferensi Konsumen Produk Minyak Goreng Kelapa Sawit Di Kota Medan

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA sPEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Dalam Mengonsumsi Gula Putih Bermerek Di Kota Medan

0 0 24