Pengaruh Viskositas Media Celup Terhadap

PENGARUH VISKOSITAS MEDIA CELUP TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR
MIKRO MARTENSITIC WHITE CAST IRON ASTM A532
Oleh :
Subardi, Ratna Kartikasari & Achmad Supiani
Jurusan Teknik Mesin STTNAS Yogyakarta, Jl. Babarsari, Catur Tunggal Depok, Sleman, Yogyakarta 55281,
Telp. (0274) 485390, 486986 Faks. (0274) 487249

Abstrak
Besi tuang putih memiliki keunggulan yaitu tahan aus, tahan korosi, kekuatan dan keuletan yang tinggi serta
tahan terhadap perubahan suhu Besi tuang putih banyak digunakan pada industri pembuatan roda kereta api,
rol untuk menggerus (grinding), dan plat penghancur batu. Kelemahan dari besi tuang putih tersebut adalah
ketahanan terhadap keausan belum maksimal. Peningkatan ketahanan terhadap keausan salah satunya dengan
proses heat treatment. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh viskositas pada media celup terhadap
kekerasan dan struktur mikro besi tuang putih martensitik ASTM A532. Spesimen besi tuang putih martensitik
ASTM A532 merck Cr 12, CR 17, CR 21 dengan ukuran 15 mm x 10 mm x 10 mm, selanjutnya dilakukan proses
uji komposisi, heat teatment dengan suhu 900ºC ditahan 30 menit, lalu dicelupkan media oli dengan viskositas
SAE 10, SAE 30, SAE 50. Pengujian meliputi uji kekerasan vickers dan pengamatan struktur mikro. Hasil
pengujian komposisi kimia menunjukkan ASTM A532 CR12 mempunyai unsur C (carbon) sebesar 1.75% dan
unsur Cr (Chromium) sebesar 14.24% masuk dalam kategori golongan besi tuang putih martensitik ASTM
A532 Type A. ASTM A532, pada spesimen CR17 mempunyai unsur C (carbon) sebesar 2.15%, unsur Cr
(Chromium) sebesar 17.90%, masuk golongan ASTM A532 Class II Type B. Dan Cr21 mempunyau unsur C

(carbon) sebesar 3,15%, unsur Cr (chromium) sebesar 19,25% termasuk golongan ASTM A532 Type E. Hasil
struktur mikro ASTM A532 terdiri dari struktur martensit, perlit dan Carbida Cr. Hasil pengujian kekerasan
media quenching oli (SAE 10, SAE 30 dan SAE 50) untuk merck CR 12, CR 17, CR 21 nilai kekerasan berbeda
jauh (signifikan). Kekerasan tertinggi dari ketiga merck besi tuang putih adalah CR 12 sebesar 1017,5 Kg/mm²
pada quenching SAE 10, struktur martensit menjadi berkurang namun carbida Cr bertambah sehingga
kekerasan menjadi tinggi. Dan kekerasan terendah pada CR 21 yaitu 600,1 Kg/mm² pada quenching SAE 50,
pemanasan akan menurunkan jumlah martensit dan carbida sehingga kekerasan menurun.
Kata kunci : ASTM A532, grinding ball, heat treatment, struktur mikro, kekerasan vickers.

PENDAHULUAN
Salah satu bahan utama konstruksi sipil adalah
semen. Produksi semen Indonesia disamping
untuk memenuhhi semen dalam negeri juga
memenuhi
permintaan
manca
negara.
Permintaan semen yang terus meningkat harus
dapat diantisipasi oleh kalamgan industri
semen seiring dengan terus meningkatnya

biaya produksi akibat kenaikan tarif dasar
listrik dan harga bahan bakar minyak di dalam
negeri yang tidak sebanding kenaikan harga
jual semen di pasaran.
Efisiensi yang dapat dilakukan antara lain
dengan meningkatkan komponen lokal dalam
proses pembuatan semen, antara lain
penggunaan grinding mill, pada berbagai

Jurnal Teknik M esin Vol.1, No. 1, Oktober 2011 : 41-45

peralatan di pabrik semen, seperti crusher,
tube mill dan cemen mill.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh viscositas media celup terhadap
kekerasan dan struktur mikro martensitik white
cast iron ASTM A532 sebagai bahan grinding
ball pada industri semen.
TINJAUAN PUSTAKA
Yufri Rusdian (2002), melaporkan dalam

penelitiannya terhadap tiga ball mill import
dari Mitsubishi dengan kode TY (Toyo),
United Kingdom dengan kode LW (Long
Ware) dan Belgium dengan kode AV
(Magoto). Hasil pengujian komposisi kimia
menunjukkan kandungan C dan Cr pada ball
mill dengan kode LW (2,08 % C, 13,30 % Cr),

41

ball mill dengan kode TY (1,98 % C, 16,69 %
Cr), ball mill dengan kode AV (12,37 % Cr).
Hasil analisis distribusi kekerasan ball mill
dengan kode AV dan TY kekerasan
permukaannya lebih tinggi dan semakin ke
dalam kekerasannya menurun, sedangkan
kekerasan ball mill dengan kode LW
kekerasan permukaannya lebih rendah dan
semakin ke dalam kekerasannya lebih tinggi.
Struktur mikro yang terlihat dan terbentuk

pada ball mill dengan kode AV adalah
martensit, perlit dan karbida Cr, sedangkan
pada Ball mill import dengan kode TY dan LW
struktur yang terlihat dan terbentuk adalah
carbida Fe dan carbida Cr.
Telah dilakukan penelitian oleh Dwi Purnomo
(2006), terhadap dua ball mill import dari PT.
Semen Gresik dengan diameter 50 mm dan 80
mm.
Berdasarkan
hasil
penelitian
menunjukkan bahwa ball mill import diameter
50 mm mempunyai kadar C sebesar 1,23% dan
kadar Cr sebesar 21% termasuk dalam
golongan high-chromium iron sedangkan ball
mill import yang berdiameter 80 mm
mempunyai kadar C sebesar 1,23% dan Cr
sebesar 17,84%, berdasarkan kedua unsur
tersebut, maka jenis ball mill import tersebut

diklasifikasikan ke dalam baja paduan jenis
Baja AISI Type 440C. Nilai kekerasan
tertinggi pada ball mill diameter 80 mm
terletak pada bagian tepi yaitu 797,4 kg/mm2
sedangkan nilai terendah terletak pada bagian
tengah (inti) yaitu 724,4 kg/mm2. Struktur
mikro yang terlihat pada ball mill dengan
diameter 50 mm struktur mikro yang terlihat
adalah ferit, perlit dan martensit.

DASAR TEORI
Besi Tuang Putih
Menurut Angus (1976), pada besi tuang putih
ini silikonnya sangat rendah, sehingga
solidifikasi besi carbida terbentuk dari grafit,
tetapi nikel ditambahkan lagi dengan alasan
yang sama seperti dalam kasus martensitic besi
tuang abu-abu, yaitu untuk meyakinkan
formasi dari martensit terdiri dari perlit.
Namun demikian, karena nikel juga grafitiser

kira-kira sepertiga keefektifan silikon,
kromium ditambahkan sebagai stabiliser
carbida untuk menimbulkan efek nikel
graphitising. Sehingga struktur terakhir adalah

Jurnal Teknik M esin Vol.1, No. 1, Oktober 2011 : 41-45

salah satu
martensit.

chromium

carbida

dengan

Besi cor putih (Avner, 1974) merupakan
paduan
hypoeutektik
dimana

setelah
penuangan dan membeku, karbon akan
bercampur dengan besi membentuk sementit.
Besi cor putih mengandung sejumlah besar
sementit sebagai jaringan kerja dalam dendrit
yang berkesinambungan menyebabkan besi
besi cor putih menjadi keras, tahan panas dan
aus tetapi sangat rapuh dan sukar dikerjakan
dengan mesin. Besi cor putih banyak
digunakan pada pembuatan material yang
tahan gesekan karena jumlah karbida yang
besar. Untuk mengurangi sifat rapuh, besi cor
putih dapat dianil sehingga sementit dapat
terurai menjadi besi dan grafit (Davis 1996).
Menurut Walton (1981), karbida-karbida
utama dalam struktur utama mikro besi tuang
putih memberikan kekerasan yang sangat
tinggi yang diperlukan untuk memecahkan
(crushing) dan menghancurkan (grinding)
material lain tanpa terjadi degradasi.

Dukungan struktur matriks yang diatur oleh
unsur paduan atau heat treatment menjaga
keseimbangan antara ketahanannya terhadap
keausan abrasi dan ketangguhan yang
diperlukan untuk menanggung beban impak.
Besi tuang putih paduan tinggi siap dicetak
dalam berbagai bentuk yang diperlukan untuk
memecahkan (crushing) dan menghancurkan
(grinding) atau menangani material abrasive.

Baja
Baja adalah logam paduan antara unsur besi
(Fe) dengan karbon (C), kadar karbon dalam
baja dapat mencapai 2%, disamping kedua
unsur tersebut dalam baja terdapat pula dalam
jumlah kecil seperti mangan (mg), silikon (Si),
Fospor (P) dan belerang (S). Baja mempunyai
kekuatan tarik yang tinggi, antara 40-200
kg/mm2 (Smith, 1993). Disamping itu baja
juga mempunyai sifat keras dan ulet, sifat-sifat

baja dapat diatur dengan cara mengatur
komposisi
kimianya,
terutama
kadar
karbonnya. Semakin tinggi kadar karbon
dalam baja, semakin tinggi kekuatannya serta
kekerasannya,
sementara
keuletannya
berkurang. Disamping itu sifat-sifat baja dapat
diatur melalui proses perlakuan panas (heat
treatment) (Budinski, 1989).

42

Pengujian Komposisi Kimia
Pengujian komposisi kimia dilakukan untuk
mengetahui unsur-unsur paduan pada benda
uji. Dengan pengujian komposisi kimia akan

diketahui baik unsur maupun prosentasinya
sehingga dapat diketahui sifat-sifat dari suatu
bahan.
Pengujian Kekerasan
Berdasarkan Schonmetz (1985), untuk
mengetahui kekerasan suatu benda uji dengan
pengujian Brinell, pengujian kekerasan
Vickers dam pengujian kekerasan Rockwell.
Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah pengujian kekerasan Vickers, harga
kekerasannya dapat dihitung dengan rumus:

HVMN  1,8544

P
D

2

Keterangan : HVN : kekerasan Vickers

(kg/mm2); P = pembebanan (kg);
D = diagonal injakan rata-rata (mm)

mengandung karbon, chromium dan Mangan
dan silikon cukup tinggi. Kandungan Cr yang
tinggi dapat meningkatkan kemampuan
kekerasan, keuletan, tahan aus, tahan karat,
tahan pada suhu tinggi dan bisa menurunkan
kecepatan pendinginan kritis, tahan asam dan
kemampuan potong yang tinggi.
Besi Tuang Putih Cr 12 mempunyai kadar C
sebesar 2,20% dan kadar Cr sebesar 11,80%,
sehingga termasuk kategori besi tuang putih
golongan ASTM A532 class II Type A. Besi
Tuang Putih Cr 17 mempunyai kadar C
sebesar 2,61% dan kadar Cr sebesar 15,06%,
sehingga termasuk kategori besi tuang putih
golongan ASTM A532 class II Type B. Besi
Tuang Putih Cr 21 mempunyai kadar C sebesar
3,15% dan kadar Cr sebesar 19,25%, sehingga
termasuk kategori besi tuang putih golongan
ASTM A532 class II Type E.

Pengujian Struktur Mikro
Uji struktur mikro dilakukan denga cara
pemotretan
pada
benda
uji
dengan
menggunakan mikroskop optik yaitu Olympus
Metallurgical Microscope.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Uji Komposisi Kimia
Hasil uji komposisi kimia menunjukkan bahwa
besi tuang putih martensitik ASTM A532
dengan code CR 12, CR 17 dan CR21
Tabel 1. Tabel hasil uji komposisi kimia
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Unsur
Kimia
Fe
C
Si
Mn
P
S
Cr
Mo
Ni
Al
B
Co
Cu
Mg
Nb

Besi Tuang Putih (White Cast Iron) Martensitik ASTM A532
Spesimen 1 (CR 12)
Spesimen 2 (CR 17)
Spesimen 3 (CR 21)
Kandungan (% Berat) Kandungan (% Berat) Kandungan (% Berat)
80.92
75.47
68.81
2.20
2.61
3.15
2.80
3.96
4.82
1.27
2.02
3.00
0.088
0.095
0.101
0.027
0.000
0.000
11.80
15.06
19.25
0.000
0.000
0.027
0.070
0.079
0.091
0.001
0.001
0.002
0.0000
0.0000
0.0000
0.021
0.028
0.037
0.039
0.043
0.054
0.385
0.064
0.000
0.007
0.007
0.008

Jurnal Teknik M esin Vol.1, No. 1, Oktober 2011 : 41-45

43

Analisis Hasil Uji Pengamatan Struktur Mikro
martensit

Perli
martensit
Perli
t

Perli
t

martensit

karbida
karbida
(a)

(b)

(c)

Gambar 2. Struktur mikro spesimen white cast iron martensitic tanpa proses heat treatment:
(a). ASTM A532 Cr121 (b) ASTM A532 Cr 17 (C) ASTM A532 Cr 21
Perlit

Perlit

karbida

karbida

martensit

martensit

Gambar 3. Struktur mikro spesimen white cast iron martensitik ASTM A532 Cr 12:
(a) Quenching Oli SAE 10; (b) Quenching Oli SAE 30

lebih dominan martensit tersebar merata dan
struktur perlit dan carbida Cr lebih sedikit.
Analisis Hasil Uji Kekerasan
1200
1017,5

993,7
946,1

1000
Harga Kekerasan Vickers (Kg/mm²)

Struktur martensit dalam gambar foto mikro
besi tuang putih Cr 12 tanpa proses heat
treatment tersebut terlihat paling sedikit
martensit, struktur perlit dan carbida Cr lebih
banyak dan merata. Struktur mikro besi tuang
putih Cr 17 tanpa proses heat treatment
tersebut terlihat paling sedikit martensit dan
struktur perlit dan carbida Cr lebih banyak dan
merata. Struktur gambar pada foto mikro pada
besi tuang putih Cr 21 tanpa proses heat
treatment tersebut terlihat lebih sedikit struktur
martensit, perlit sebaliknya carbida Cr lebih
banyak dan merata.

800

600

717,4
675

648,1
629,3

688,5
635,8

724,7
600,1

547

CR 12
CR 17
CR 21

400

200

Besi tuang putih martensitik ASTM A532 pada
proses heat treatment dengan quenching
viskositas oli SAE 10, pada struktur mikro
besi tuang putih terlihat lebih dominan
martensit tersebar merata di antara perlit dan
carbida Cr lebih sedikit, Besi tuang putih
dengan viskositas oli SAE 30, struktur mikro
besi terlihat lebih banyak struktur martensit
tersebar merata di antara perlit dan carbida Cr
lebih sedikit, besi tuang putih dengan
viskositas oli SAE 50 pada gambar struktur
mikro besi tuang putih martensitik terlihat

Jurnal Teknik M esin Vol.1, No. 1, Oktober 2011 : 41-45

0
Tanpa
proses

SAE 10

SAE 30

SAE 50

Gambar 4. Histogram distribusi kekerasan
rata-rata (Kg/mm²) hasil uji kekerasan Vickers
pada besi tuang putih martensitik ASTM
A532( CR 12, CR 17, CR 21).
Pada spesimen besi tuang putih ASTM A532
dengan kode Cr 12 adalah specimen yang
mempunyai nilai kekerasan paling tinggi di

44

bandingkan dengan jenis Cr 17 dan Cr 21,yaitu
senilai 1017,5 Kg/mm², kekerasan tersebut
didapat pada saat spesimen di quenching
(celup) dengan media celup oli viskositas SAE
10, kemudian setelah di celupkan oli SAE 50
kekerasan menurun sampai dengan 946,1
Kg/mm². semakin tinggi viskositas maka laju
pendinginan semakin lambat, sehingga struktur
martensit yang terbentuk semakin berkurang
dan bentuknya semakin tidak lancip.

DAFTAR PUSTAKA

KESIMPULAN

Avner, S.H., 1964, Introduction to Physical
Metallurgy, First Edition, McGrawHill International Book Company,
Tokyo.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
terhadap spesimen besi tuang putih ASTM
A532 dapat diambil beberapa kesimpulan,
sebagai berikut:
1. Hasil uji komposisi kimia menunjukkan
bahwa besi tuang putih Cr 12 mempunyai
kadar C sebesar 2,20% dan kadar Cr
sebesar 11,80%, sehingga termasuk
kategori besi tuang putih golongan ASTM
A532 class II Type A. Besi Tuang Putih
Cr 17 mempunyai kadar C sebesar 2,61%
dan kadar Cr sebesar 15,06%, sehingga
termasuk kategori besi tuang putih
golongan ASTM A532 class II Type B.
Besi Tuang Putih Cr 21 mempunyai kadar
C sebesar 3,15% dan kadar Cr sebesar
19,25%, sehingga termasuk kategori besi
tuang putih golongan ASTM A532 class II
Type E.
2. Hasil
pengujian
struktur
mikro
menunjukkan bahwa struktur ASTM A532
CR 12, CR 17 dan CR 21 terdiri dari
martensit, perlit dan karbida Cr.
3. Hasil uji kekerasan menunjukkan bahwa
ASTM A532 dengan kode Cr 12 adalah
specimen yang mempunyai nilai kekerasan
paling tinggi di bandingkan dengan jenis
Cr 17 dan Cr 21,yaitu senilai 1017,5
Kg/mm², kekerasan tersebut didapat pada
saat spesimen di-quenching dengan media
oli viskositas SAE 10, kemudian setelah di
celupkan oli SAE 50 kekerasan menurun
sampai dengan 946,1 Kg/mm². Semakin
tinggi viskositas maka laju pendinginan
semakin lambat, sehingga struktur
martensit
yang terbentuk semakin

Jurnal Teknik M esin Vol.1, No. 1, Oktober 2011 : 41-45

berkurang dan bentuknya semakin tidak
lancip.

Angus, H.T., 1976, Cast lron, Physical and
Engineering
Properties,
Edisi
Kedua, Butter Wortlis, London.

Budinski, K. G., 1989, Engineering Materials
Properties and Selection, 3rd ed.,
Prentice-Hall Inc., New Jersey
Davis, J.R., 1996, Surface Engineering of
Carbon and Alloy Steel, Metal
Handbook, 9th ed., vol.6, American
Society for Metals, Metal Park, Ohio
Dwi Purnomo, 2006, Karakterisasi Ball Mill
Import Diameter 50 dan 80 mm Pada
PT. Semen Gresik, Sekolah Tinggi
Teknologi Nasional, Yogyakarta.
Schonmetz, Alois, Karl Gruber, terjemahan
Eddy D. Hardjapamekas, 1985,
Pengetahuan
Bahan
Dalam
Pengerjaan
Logam,
Angkasa,
Bandung.
Tata Surdia, Saito, S., 2000, Pengetahuan
Bahan Teknik, Cetakan Kelima, PT.
Pradnya Paramita, Jakarta.
Walton, F. C., 1981, Iron Casting Hanbook,
2nd ed., Iron Casting Society, Inc.,
Florida.
Yufri Rusdian, 2002, Karakteristik Bola Baja
(Ball Mill Import) Pabrik semen Di
Indonesia, Sekolah Tinggi Teknologi
Nasional, Yogyakarta.

42