MAKALAH ANALISIS PERAN WAKAF SEBAGAI SOL

MAKALAH
ANALISIS PERAN WAKAF SEBAGAI SOLUSI MASALAH
PENDIDIKAN DI INDONESIA : STUDI HISTORIS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu : Zein Muttaqin, S.EI, M.A

Disusun oleh :
Nadia Nuril Ferdaus 14423167
Hesty Novitasari
14423076

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2016

1

BAB I
PENDAHULUAN

Permasalahan sosial yang masih cukup krusial di Indonesia saat ini salah satunya ialah
mengenai permasalahan pendidikan. Indonesia tercatat dalam peringkat ke-38 dari 140
negara dengan angka buta aksara tertinggi di dunia (Kemendikbud, 2015). Bahkan kondisi
tersebut masih diperparah dengan keadaan fasilitas pendidikan yang tidak memadai.
Kemendiknas (2011) menyebutkan adanya 135.026 sekolah yang mengalami kerusakan, dan
pada tahun yang sama setengah juta anak usia SD mengalami putus sekolah. Kondisi tersebut
tentu sungguh sangat ironis mengingat kecerdasan kehidupan bangsa ialah hak setiap jiwa
yang terlahir di atas tanah Indonesia.
Beberapa kebijakan telah digulirkan pemerintah untuk mengatasi permasalahan
pendidikan.Dalam upaya pembangunan bidang pendidikan ini, undang-undang dasar hasil
amandemen telah mengamanatkan bahwa minimal 20% APBN/APBD diperuntukkan untuk
bidang pendidikan. Berdasarkan data berikut, pemerintah pun telah merealisasikan amanat
tersebut diantaranya adalah :
Tabel 1. Anggaran
Pendidikan Tahun 2009 2012 Tahun

Alokasi
(Rp
triliun)


Rasio
(% terhadap
APBN)

2009
2010
2011
2012

208,28
225,23
266,94
310,80

20,8
20,0
20,2
20,2

Sumber : Media Indonesia 6 Juni 2012


Harahap (2011) menyebutkan, pemerintah telah mengalokasikan anggaran pendidikan
sebesar Rp 225,2 triliun atau 20% dari APBN tahun 2010, dan Rp 266,9 triliun atau 20,2%
dari APBN tahun 2011. Namun sayangnya langkah pemerintah tersebut tidak banyak
mengentas masalah pendidikan di Indonesia. Terdapat banyak faktor yang penghambat dalam
pengembangan dibidang pendidikan tersebut, baik dari faktor birokrasi, penyelewengan,
korupsi, serta pemotongan anggaran yang seharusnya diberikan tidak sesuai dengan jumlah
dana yang tersalurkan secara langsung di lapangan. Kondisi keterpurukan pendidikan di
Indonesia pada tahun 2014 masih dapat kita lihat pada tabel di bawah ini :

2

Berdasarkan data tabel di atas, dapat diketahui lebih dari 50 % dari total penduduk
Indonesia hanya menamatkan tingkat pendidikannya pada tingkat SMA sederajat. Bahkan
pada tahun 2014 masih tercatat adanya penduduk yang tidak pernah sama sekali mengeyam
bangku pendidikan. Meski angkanya tidak mencapai 3 % namun hal tersebut tentu menjadi
sebuah ironi mengingat peran pendidikan adalah sebagai aset emas bagi kemajuan kehidupan
bangsa.
Permasalahan pendidikan di Indonesia bukan hanya amanah bagi pemangku kebijakan,
pun demikian hal tersebut juga sebagai amanah bagi setiap warga negara Indonesia. Angka

kesenjangan sosial yang begitu tinggi di Indonesia tentu menjadi salah satu penyebab
semakin terpuruknya permasalahan sosial baik dari segi ekonomi yang berujung pada
kemiskinan, pengangguran, maupun pada ranah kesenjangan pendidikan. Sebagai salah satu
cita-cita bangsa merdeka yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karenanya pendidikan
harus mendapat prioritas serta harus menjadi tanggung jawab bersama seluruh lapisan
elemen, baik pemerintah selaku pemangku kebijakan maupun masyarakat.
Indonesia dengan total penduduk lebih dari 80 % adalah muslim tentu mempunyai
potensi besar dalam sumber-sumber dana filantropinya. Agama Islam sebagai agama yang
komprehensif telah memiliki konsep dan solusi dalam berbagai lini kehidupan, pun tak
terkecuali masalah kesenjangan sosial. Berbeda dengan konsep sosialis maupun kapitalis,
Islam berada diantara keduanya sebagai rahmat bagi ummat. Melalui konsep pendistribusian
pendapatan permasalahan kesenjangan sosial, ekonomi, maupun pendidikan yang berada di
masyarakat pada masa kini tentu tidak akan terjadi. Pendistribusian harta kekayaan tersebut
3

baik berupa zakat, infaq, maupun sedekah, ketiganya telah melekat dalam elemen
masyarakat. Masyarakat telah mengenal dengan baik mengenai zakat sebagai ibadah dalam
rangka pendistribusiaan kekayaan yang secara khusus tertulis dalam Al-Qur’an. Meskipun
pengoptimalan ketiga sumber dana tersebut masih belum maksimal, namun kesadaran ummat
terhadapnya sudah cukup tinggi. Hal itu tentu berbeda keadaannya dengan wakaf, dalam

paradigma masyarakat wakaf masih diidentikan dengan tanah, masjid, dan kuburan, sehingga
daya tarik pendanaan wakaf oleh masyarakat pun tidak sesemarak pembayaran zakat. Namun
disisi lain posisi hukum wakaf yang tidak setegas zakat, sedekah dan infaq, memberikan
peluang besar terhadap potensi pengembangan institusi wakaf yang lebih fleksibel dalam
pengoptimalan distribusinya. Sejarah Islam telah membuktikan bahwa wakaf dapat menjadi
sumber dana bagi dunia pendidikan. Oleh karena itu makalah ini akan membahas peranan
wakaf bagi pengembangan pendidikan melalui studi historis pengembangan wakaf
pendidikan pada masa kejayaan dinasti-dinasti Islam untuk dapat menemukan kunci
kesuksesan pengembangan wakaf di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
Wakaf berasal dari bentuk mashdar (kata dasar) – َ‫ َو ْقفًا َوقَف‬- ُ‫ يَقِف‬yang artinya berhenti
berjalan. Adapun terdapat kata lain yaitu al-habs yang artinya menahan. Syaikh Muhammad
bin Shalih Utsaimin menjelaskan makna tentang wakaf sebagai tahbiisul ashl wa tahbiilul
manfa’ah yang artinya menahan suatu barang dan memberikan manfaatnya. Al-ashl adalah
sejenis barang seperti rumah, pohon, tanah, dan mobil serta yang serupa dengannya. Hal ini
dikarenakan wakaf dapat berupa benda-benda yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
Jadi, orang yang berwakaf menahan barang tersebut dari segala yang dapat mengalihkan
kepemilikan dan orang tersebut memberikan manfaatnya (Utsaimin, 2008).

Beberapa ahli fiqh menggunakan kata Al-habs untuk mendenifisikan wakaf. Al-habs
yang berasal dari kata kerja habasa-yahbisu-habsan adalah menjauhkan orang dari sesuatu
atau memenjarakan yang kemudian berkembang menjadi habbasa yang berarti mewakafkan
harta karena Allah. Sedangkan kata wakaf itu sendiri berasal dari kata kerja waqata (fil
madi)-yaqifu (fiil mudari)-waqdan (isim masdar), yang mempunyai arti berhenti atau berdiri.
Dalam bahasa arab, kata wakaf ialah waqf dan memiliki sinonim habs. Kedua kata ini
merupakan kata benda yang berasal dari kata kerja wakafa dan habasa. Sedangkan untuk
bentuk jamaknya, waqf adalah awqaf dan habs adalah ahbas. Perbedaan penggunaan kata
waqf dan habs tergantung pada daerah dan mahzab yang dianut. Perkataan habs dan ahbas
biasanya dipergunakan di Afrika Utara di kalangan pengikut mahzab Maliki. Jika pengertian
wakaf adalah menahan (sesuatu), maka apabila dihubungan dengan kekayaan makna wakaf
dalam pembahasan ini adalah menahan sesuatu benda untuk diambil manfaatnya sesuai
dengan ajaran Islam.
4

Para ulama ahli fiqh mendenifisikan wakaf dalam berbagai definisi, diantaranya
menurut Imam Nawawi wakaf merupakan penahanan harta yang bisa dimanfaatkan dengan
tetap menjaga keutuhan barangnya, terlepas dari campur tangan wakif atau lainnya, dan
hasilnya disalurkan untuk kebaikan semata-mata untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada
Allah. Sedangkan menurut As-Shawi mendefinisikan wakaf sebagai kegiatan yang

menjadikan manfaat barang yang dimilikinya atau hasilnya kepada orang yang berhak
sepanjang waktu yang ditentukan oleh wakif. Dalam ketententuan hukum di negara Kuwait
melalui undang-undangnya wakaf di denifiiskan sebagai kegiatan menahan harta dan
menyalurkan manfaatnya sesuai dengan hukum-hukum dalam perundang-undangan (Pasal 1
Undang-Undang wakaf tahun 1996). Definisi tersebut mencakup pemahaman bahwa wakaf
manfaat diperbolehkan karena tidak disebutkan batasan harta yang boleh diwakafkan dan
batasan waktu (Qahaf, 2005, p.47-50). Sedangkan di Indonesia sendiri dalam UndangUndang Nomor 41 Tahun 2004 Pasal 1 disebutkan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum
wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya
guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Para ahli fikih bersepakat tentang kebolehan wakaf, karena wakaf merupakan aktivitas
kebaikan (al-birr) dan sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT. Selain itu wakaf pun
memilikilandasan hukum dari al-Quran, Sunnah dan Ijma’. Wakaf tidak disebutkan secara
sharih dalam al-Qur’an, akan tetapi wakaf masuk dalam keumuman ayat-ayat yang
memerintahkan umat Islam untuk berbuat baik, atau ayat-ayat yang memerintahkan umat
Islam berderma untuk kebaikan sebagaimana dalam firman Allah ta’ala dalam QS. Al-Imran
ayat 92 :

Artinya :
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu

menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai”.(QS. Al-Imran : 92)
Sedangkan dalil dari hadits Rasulullah tercermin dari praktik wakaf yang dilakukan
oleh Umar bin Khatthab dan Abu Thalhah radhiallahu ‘anhuma. Pada saat Umar bin
Khatthab mendapatkan sebidang tanah pada perang Khaibar dan tanah tersebut sangat
bermanfaat baginya, beliau radhiallahu ‘anhu kemudian mendatangi Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan meminta arahan Nabi. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihiwa sallam
menyar menyarankan Umar untuk mewakafkan hartanya dengan bersabda, “Jika engkau
mau, engkau dapat menahan barangnya dan menyedekahkan hasilnya.” (HR. Bukhari).
Kemudian Umar binKhatthab melakukannya dan dia menentukan pihak yang
mendapatkannya. (HR. Bukhari)
Selanjutnya dari Thalhah, telah bercerita kepada kami 'Abdullah bin Maslamah dari
Malik dari Ishaq bin 'Abdullah bin Abu Thalhah bahwa dia mendengar Anas bin malik
radliallahu 'anhu berkata: Abu Thalhah adalah orang yang paling banyak hartanya dari
kalangan Anshor di kota Madinah berupa kebun pohon kurma dan harta benda yang paling
dicintainya adalah Bairuha' (sumur yang ada di kebun itu) yang menghadap ke masjid dan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sering mamasuki kebun itu dan meminum airnya yang
5

baik tersebut. Berkata Anas; Ketika turun firman Allah Ta'ala QS. Ali-Imran: 92 yang
artinya: "Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan(yang sempurna), sebelum

kamu menafkahkan sehahagian hartayang kamu cintai", Abu Thalhah mendatangi Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam lalu berkata; "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah Ta'ala
telah berfirman: "Kamu sekali-kalitidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna),
sebelumkamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai", dan sesungguhnya harta
yang paling aku cintai adalah Bairuha' itu dan sekarang dia menjadi shadaqah di jalan Allah
dan aku berharap kebaikannya dan sebagai simpanan pahala di sisi-Nya, maka ambillah
wahai Rasulullah sebagaimana petunjuk Allah kepada engkau". Maka Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: “Wah, inilah harta yang menguntungkan, atau hartayang
pahalanya mengalir terus.” Pada kalimat ini Abu Salamah ragu. Sungguh aku sudah
mendengar apa yang kamu katakan dan aku berpendapat sebaiknya kamu shadaqahkan buat
kerabatmu". Maka Abu Thalhah berkata: "Aku akan laksanakan wahai Rasulullah". Lalu Abu
Thalhah membagikannya untuk kerabatnya dan anak-anak pamannya". Dan berkata Isma'il
dan 'Abdullah bin Yusuf dan Yahya bin Yahya dari Malik: "(Inilah harta yang pahalanya)
mengalir terus"(HR. Bukhari no. 2562).
Dalam skala internasional tidak sedikit negara-ngegara yang telah berhasil
mengembangkan wakaf dengan baik, dimana wakaf digunakan sebagai salah satu pilar
ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Negara yang sangat berpengalaman
dalam mengembangkan wakaf, antara lain Mesir dan Turki. Mesir adalah salah satu negara
yang memiliki harta wakaf cukup banyak dan salah satu di antara harta wakaf yang sangat
besar dan cukup dikenal di dunia Islam adalah Universitas al-Azhar yang sampai sekarang

masih diminati oleh mahasiswa dari seluruh dunia. Perkembangan pengelolaan wakaf di
Mesir sejak awal memang sangat mengagumkan, bahkan keberhasilannya dijadikan contoh
bagi pengembangan wakaf di negara-negara lain. Wakaf di Mesir dikelola oleh Badan Wakaf
Mesir yang berada di bawah Wizaratul Auqaf (Kementerian Wakaf). Salah satu di antara
kemajuan yang telah dicapai oleh Badan Wakaf Mesir adalah berperannya harta wakaf dalam
meningkatkan ekonomi masyarakat. Hal ini disebabkan benda yang diwakafkan beragam,
baik berupa benda tidak bergerak maupun benda bergerak, yang dikelola secara baik dan
benar. Pengelolaannya dilakukan dengan cara menginvestasikan harta wakaf di bank Islam
(jika berupa uang) dan berbagai perusahaan, seperti perusahan besi dan baja [ CITATION
Ami89 \l 1057 ].
Di samping Mesir, masih ada beberapa negara yang mengelola wakaf secara
produktif, salah satunya adalah Turki. Hasanah (2009) menjelaskan wakaf di negara Turki
dikelola oleh Direktorat Jenderal Wakaf. Dalam mengembangkan wakaf, pengelola
melakukan investasi di berbagai perusahaan, antara lain: Ayvalik and Aydem Olive Oil
Corporation; Tasdelen Healthy Water Corporation; Auqaf Guraba Hospital; Taksim Hotel
(Sheraton); Turkish Is Bank; Aydin Textile Industry; Black Sea Copper Industry; Contruction
and Export/Import Corporation; Turkish Auqaf Bank. Hasil pengelolaan wakaf itu kemudian
dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat, dan
kepentingan sosial lainnya [ CITATION Has87 \l 1057 ]. Selain itu, Singapura sebagai
negara dengan penduduk minoritas pun telah mampu menghimpun dana wakaf hingga

mencapai S$ 250 juta yang dikelola oleh Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS) dengan
membuat anak perusahaan bernama Wakaf Real Estate Singapura (WAREES)[CITATION
Tho16 \l 1057 ].
Sedangkan potensi wakaf tanah di Indonesia menurut data Direktorat Urusan Agama
Islam, pada tahun 1999, jumlah tanah wakaf di seluruh Indonesia tercatat 1.477.111.015 m²
6

yang terdiri atas 349.296 lokasi. Pada tahun 2004, jumlah tanah wakaf tersebut meningkat
menjadi 1.538.198.586 m²yang terdiri atas 362.471 lokasi [ CITATION Sud10 \l 1057 ].
Tahun 2015, menurut data Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Kementerian Agama Republik
Indonesia aset tanah wakaf di Indonesia tersebar di 254.718 lokasi dengan luas keseluruhan
40.628,50 Ha dan 66,55% sudah bersertifikat.
Penyebaran tanah wakaf di Indonesia dapat ditunjukkan dengan grafik dibaw
ah ini :

Berdasarkan grafik 1.1. diatas dapat diketahui bahwa provinsi yang memiliki jumlah
tanah wakaf terbanyak adalah yang pertama Jawa Tengah, kedua Jawa Barat dan ketiga Jawa
Timur. Sementara itu, jumlah luas tanah wakaf yang pertama adalah berada di provinsi Aceh,
kemudian Sumatera Utara selanjutnya diurutan ketiga ada Lampung dan Jawa Barat.
Sementara total luas tanah wakaf di Indonesia mencapai 40.628,50 Ha, seperti digambarkan
dalam grafik di bawah ini :

7

Namun sayangnya dengan potensi yang begitu besar tersebut pengelolaan tanah wakaf
di Indonesia masih terkonsentrasi pada pengelolaan yang bersifat konsumtif seperti
pembangunan masjid, mushala, pemakaman. Sedikit yang dialokasikan pada sektor produktif
yang akan bermanfaat pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berikut persentasi alokasi
dana wakaf di Indonesia sesuai dengan data yang dipublikasikan oleh Direktorat
Pemberdayaan Wakaf (2014):

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa pengelolaan tanah wakaf di Indonesia
yang terbesar adalah untuk masjid dan mushala dan termasuk bersifat konsumtif. Menurut
Al-Hadi (2009) pengelolaan wakaf (terutama wakaf tanah) di Indonesia belum mengarah
kepada pemberdayaan ekonomi umat dan cenderung hanya untuk kepentingan kegiatankegiatan ibadah khusus karena dipengaruhi oleh keterbatasan umat Islam akan pemahaman
wakaf, baik mengenai harta yang diwakafkan, peruntukan wakaf maupun nazir wakaf.
Sehingga sampai saat ini potensi wakaf sebagai sarana berbuat kebajikan bagi kepentingan
masyarakat belum dikelola dan didayagunakan secara maksimal dalam ruang lingkup
nasional. Sementara itu alokasi pengelolaan untuk sekolah, pesantren atau bidang produktif
masih minim dilakukan. Sehingga pola pengelolaan wakaf di Indonesia masih tertinggal
dibandingkan dua negeri tetangga yaitu Singapura dan Malaysia. Di Singapura pengelolaan
wakaf dilakukan melalui Warees Investments, dengan aset wakaf produktif yang dimiliki
oleh negara tersebut adalah berupa 30 perumahan, 12 gedung apartemen dan perkantoran,
serta 114 ruko. Pengelolaan masjid, madrasah, program beasiswa, dan lain-lain didapat dari
8

keuntungan wakaf produktif. Sementara itu di Malaysia, Waqf An-Nur telah berhasil
membangun sejumlah klinik dan rumah sakit berbasis aset wakaf, keuntungan ekonomis dari
pengelolaan digunakan untuk kepentingan kehidupan anak yatim dan dhuafa, beasiswa dan
lain-lain [ CITATION Tho16 \l 1057 ].
Potensi pengembangan instrumen wakaf apabila dioptimalkan maka akan memberikan
perubahan yang sangat signifikan. Pada masa Rosulullahu sholallohu’alaihi wassalam wakaf
telah diproduktifkan sebagai pemberdayaan perekonomian rakyat melalui pertanian. Hingga
pada masa kejayaan-kejayaan Islam selanjutnya, instrumen wakaf masih tetap menjadi salah
satu isntrumen yang berperan besar dalam peradaban ummat.Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh [ CITATION Ahm12 \l 1057 ] menyatakan bahwa pada masa kejayaan
dinasti-dinasti Islam wakaf digunakan sebagai pengembangan serta penyebaran ilmu dan
budaya, memberikan ruang bagi ulama, para ahli fikih dan budayawan untuk
mengembangkan keilmuan dan keahliannya. Hal tersebut baik melalui pembangunan 1)
masjid yang difungsikan sebagai pusat da’wah Islam, tempat penyiaran, pengajaran risalah
Islam, bahkan tempat untuk membahas permasalahan-permasalahan politik dan sosial, 2) AlKuttāb atau al-maktab dimana merupakan tempat bagi anak-anak usia dini ataupun pemula
yang ingin belajar membaca dan menulis, belajar al-Qur’an, dan dasar-dasar ilmu-ilmu
agama, 3) Maktabah merupakan Lembaga berbasis wakaf lain yang memiliki peran dalam
pembentukan intelektual umat Islam, serta 4) Madrasah.
Wakaf pada masa Dinasti-Dinasti Islam telah memainkan peranan yang sangat vital
bagi kemajuan ilmu dan pendidikan pada masa itu. Semua fasilitas kebutuhankebutuhandunia pendidikan dapat dipenuhi dengan wakaf. Banyak lembaga-lembaga
pendidikan yang memberikan pendidikan gratis bahkan memberikan beasiswa, berarti
menyelesaikan masalah pendidikan mahal. Faktor penting dibalik kesuksesan pengelolaan
wakaf pada masa itu adalah adanya kesadaran dan kedermawanan para penguasa untuk
mewakafkan hartanya dan kebijakan-kebijakan penguasa dalam upaya mengembangkan
wakaf. Apabila kita lihat dibalik wakaf-wakaf yang terkenal pada masa itu, ada usaha
penguasa, orang-orang kaya yang dermawan dalam mewakafkan hartanya untuk pendidikan,
atau minimal mereka menciptakan kebijakan yang dapat memajukan dan mengembangkan
wakaf. Nizām al-Muluk ketika membangun madrasah-madrasah, diantaranya madrasah
pertama dalam sejarah Islam yaitu madrasah an-Nizhāmiyah, mewakafkan dan menginfakkan
hartanya untuk pendidikan sebesar 600.000 Dirham setiap tahunnya. Nūr al- Dīn Zanki,
mendirikam madrasah al-Nūriyah al-Kubrā dan mewakafkan tanah, kebun-kebun, dan rumahrumah untuk biaya pendidikan, Dinasti Mamluk membuat kebijakan, bagi lembaga
pendidikan berbayar, harus mendirikan lembagapendidikan gratis bagi anak-anak miskin,
yatim piatu yang tidak mampu [ CITATION Ahm12 \l 1057 ].
Di Indonesia telah banyak berdiri lembaga-lembaga pendidikan yang berdiri dan
berkembang dengan harta wakaf, diantaranya: Pondok Modern Gontor, Yayasan Pendidikan
al- Khairāt, Universitas Islam Indonesia (UII), dan Universitas Sultan Agung (Unisula).
Lembaga-lembaga pendidikan ini telah berhasil mendayagunakan harta wakaf yang dimiliki
untuk pengembangan lembaga pendidikan. Namun adanya lembaga wakaf pendidikan
tersebut tidak memperlihatkan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan pendidikan
di Indonesia. Kondisi tersebut dapat ditinjau melalui dana pendidikan perguruan tinggi
berbasis wakaf yang masih berada diatas rata-rata dana perguruan tinggi negeri. Bahkan
kenaikan biaya pendidikannya pun dapat diestimasikan mencapai 20 % pada setiap tahunnya.
Tentu kondisi diatas tidak sejalan dengan prinsip dan konsep wakaf yang ditujukan sebagai
pemberdaya ummat dalam segala aspek kehidupan sosial, baik mulai dari perekonomian,
kesehatan, hingga pendidikan.
9

Menurut Hasanah (2009), terdapat beberapa faktor yang menjadi problem pengelolaan
wakaf di Indonesia, diantaranya adalah :
1.

Masalah Pemahaman Masyarakat tentang Hukum Wakaf.
Pada umumnya masyarakat belum memahami hukumwakaf dengan baik dan benar,
baik dari segi rukun dan syaratwakaf, maupun maksud disyariatkannya wakaf.

2.

Pengelolaan dan Manajemen Wakaf.
Saat ini pengelolaan dan manajemen wakaf di Indonesia masih memprihatinkan.
Sebagai akibatnya cukupbanyak harta wakaf terlantar dalam pengelolaannya, bahkan
ada harta wakaf yang hilang. Salah satu penyebabnya adalah umat Islam pada
umumnya hanya mewakafkan tanah dan bangunan sekolah, dalam hal ini wakif kurang
memikirkan bangunan sekolah, dalam hal ini wakif kurang memikirkan biaya
operasional sekolah, dan nazhirnya kurang profesional.Oleh karena itu, kajian
mengenai manajemen pengelolaan wakaf sangat penting. Kurang berperannya wakaf
dalam memberdayakan ekonomi umat di Indonesia karena wakaf tidak dikelola secara
produktif. Untuk mengatasi masalah ini, wakaf harus dikelola secara produktif dengan
menggunakan manajemen modern. Untuk mengelola wakaf secara produktif, ada
beberapa hal yang perlu dilakukan sebelumnya. Selain memahami konsepsi fikih wakaf
dan peraturan perundang-undangan, nazhir harus profesional dalam mengembangkan
harta yang dikelolanya.

3.

Memproduktifkan tanah-tanah wakaf dan mensosialisasikan wakaf uang sebagai modal
untuk wakaf produktif. Indonesia memiliki aset tanah wakaf yang luas. Data Direktorat
Pemberdayaan Wakaf Kementerian Agama RI menunjukkan hingga tahun 2009, luas
tanah wakaf yang resmi di seluruh Indonesia adalah: 2.719.854.759.72 Meter persegi
yang tersebar di 451. 305 lokasi. Aset tanah wakaf yang sangat luas tersebut merupakan
aset potensial untuk mengatasi permasalahan-permasalahan ekonomi, sosial dan
pendidikan apabila dikelola secara produktif dan profesional. Jumlah masyarakat
Indonesia yang mayoritas beragama Islam merupakan aset potensial untuk memperoleh
dana wakaf lewat instrumen wakaf uang. Melalui wakaf uang, aset-aset berupa tanahtanah kosong bisa dimanfaatkan untuk pembangunan gedung atau sarana lain yang
lebih produktif untuk kepentingan umat. Wakaf uang dapat menjadi sumber pendanaan
pengelolaan wakaf tak bergerak termasuk pengembangan wakaf properti.

4.

Memperbanyak wakaf produktif, yaitu wakaf yang tidak langsung didistribusikan untuk
pendidikan, akan tetapi diinvestasikan terlebih dahulu kepada sektor-sektor yang
potensial dan menguntungkan, seperti hotel, rumah sakit, pertokoan, pom bensin, atau
diinvestasikan pada sektor keuangan, saham, obligasi. Kementerian Perwakafan Mesir
(Wizārat al-Auqāf al-Mishriyyah) memberdayakan tanah-tanah wakaf yang kosong
dengan mendirikan lembaga-lembaga perekonomian [ CITATION Ahm07 \l 1057 ].
Ataupun dengan dengan cara menginvestasikan harta wakaf di bank Islam (jika berupa
uang) dan berbagai perusahaan.
10

BAB III
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa wakaf di Indonesia
memiliki potensi yang besar dalam mengatasi berbagai permasalahan sosial, termasuk
didalamnya perihal pendidikan. Sejarah Islam telah membuktikan bahwa lembaga-lembaga
pendidikan berbasis wakaf khas Islam seperti masjid, Rubāth, Khāniqāh, Zawāyah Khalāwy,
madrasah, dan maktabah telah berperan bagi kemajuan ilmu, pendidikan dan peradaban
Islam. Lembaga-lembaga wakaf berbasis pendidikan di Indonesia dirasa belum mampu
mengoptimalkan perannya sebagai pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan
pendidikan dengan rendah biaya maupun tanpa pungutan biaya. Kondisi lembaga wakaf yang
kurang optimal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya ialah terbatasnya
pemahaman masyarakat tentang hukum wakaf, manajemen serta pengelolaan wakaf yang
terbatas, dan kurangnya produktivitas wakaf karena terbatasnya nazhir (SDM) yang mampu
memahami hukum wakaf.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Hadi, A. A. (2009). Upaya Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Bagi Kesejahteraan
Umat. Islamica , 4 (1).
Al-Jamāl, A. M.-A. ( 2007). al-Waqf al-Islāmy fi Tanmiyyah al-Iqtishādiyah al-Mu’āshirah.
Kairo: Dār al-Salām.
Amin, H. A. (1989). Idarah wa Tasmir Mumtalakat al-Auqa>f. Jeddah: Ma'had al-Islami.
Basar, H. (1987). Management and Development of Awqaf Properties. Islamic Research and
Training Institute Islamic Development Bank, 114.
Dr. Mundzir Qahaf, d. o. (2005). Al-Waqf Al-Islami: Tathawwuruhu, Idaaratuhu wa
Tammiyyatuhu; terj. Manajemen Wakaf Produktif. Jakarta: Khalifa.
Furqon, A. (2012). Wakaf sebagai Solusi Permasalahan Pendidikan di Indonesia. AtTaqaddum, 4, (2).
Harsono, E. (2015). Kemendikbud. Dipetik Desember 17, 2016, dari http://www.pauddikmas.kemdikbud.go.id/bindikmas/berita/indonesia-peringkat-38-terbanyak-butahuruf
Hasanah, U. (2009, April 6). Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan dalam Perspektif Hukum
Islam di Indonesia. Pidato Pengukuhan Guru Besar Universitas Indonesia, Jakarta.
Muhammad bin Shalih Utsaimin, d. o. ( 2008). Asy-Syarhul Mumti’ Kitaabul Waqf wal
Hibah wal Hashiyyah ; Panduan Wakaf, Hibah dan Wasiat Menurut Al-Qur’an dan
As-Sunnah. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi‟i.
11

Qahaf. (2005). Manajemen Wakaf Produktif. Jakarta: Khalifa.
Sudirman. (2010). Studi Perbandingan Obyek Wakaf Menurut Fikih dan Undang-Undang
Wakaf. Jurnal Syariah dan Hukum , 1 (2).
Thobieb. (2015). Wakaf Tanah di Indonesia Belum Dikelola secara Produktif. Dipetik 12 19,
2016,
dari
Direktorat
Jenderal
Bimbingan
Masyarakat
Islam:
http://bimasislam.kemenag.go.id/post/berita/wakaf-tanah-di-indonesia-belumdikelola-secara-produktif

12