Sejarah Seni Rupa Di Indonesia

SEJARAH SENI RUPA INDONESIA

Oleh

Rany Martha Rullah
0901405005

PROGRAM STUDI ARKEOLOGI
FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013

Jauh sebelum dimulai perhitungan tahun masehi, dibeberapa tempat di daerah timur
sudah memperlihatkan suatu kebudayaan yang bermutu tinggi. Dan sangat berpengaruh baik
di timur maupun di daerah barat. Kesenian timur pada awal perkembangannya berpusat di
Mesir, Mesopotamia dan India (lembah sungai Indus). Ketiga daerah ini menampilkan bentuk
seni yang memiliki ciri khas masing – masing sesuai dengan kepercayaan, pandangan hidup
dan tradisinya.
Secara historis, seni rupa sangat terkait dengan gambar. Peninggalanpeninggalan prasejarah memperlihatkan bahwa sejak ribuan tahun yang lalu, nenek moyang
manusia telah mulai membuat gambar pada dinding-dinding gua untuk mencitrakan bagianbagian penting dari kehidupan. Sebuah lukisan atau gambar bisa dibuat hanya dengan
menggunakan materi yang sederhana seperti arang, kapur, atau bahan lainnya.

Salah satu teknik terkenal gambar prasejarah yang dilakukan orang-orang gua adalah
dengan menempelkan tangan di dinding gua, lalu menyemburnya dengan kunyahan dedaunan
atau batu mineral berwarna. Hasilnya adalah jiplakan tangan berwana-warni di dindingdinding gua yang masih bisa dilihat hingga saat ini. Kemudahan ini memungkinkan gambar
(dan selanjutnya lukisan) untuk berkembang lebih cepat daripada cabang seni rupa lain
seperti seni patung dan seni keramik.
Objek yang sering muncul dalam karya-karya purbakala adalah manusia, binatang, dan
objek-objek alam lain seperti pohon, bukit, gunung, sungai, dan laut. Bentuk dari objek yang
digambar tidak selalu serupa dengan aslinya. Ini disebut citra dan itu sangat dipengaruhi oleh
pemahaman si pelukis terhadap objeknya. Misalnya, gambar seekor banteng dibuat dengan
proporsi tanduk yang luar biasa besar dibandingkan dengan ukuran tanduk asli. Pencitraan ini
dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis yang menganggap tanduk adalah bagian paling
mengesankan dari seekor banteng. Karena itu, citra mengenai satu macam objek menjadi
berbeda-beda tergantung dari pemahaman budaya masyarakat di daerahnya.
Pada satu titik, ada orang-orang tertentu dalam satu kelompok masyarakat prasejarah
yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk menggambar daripada mencari makanan.
Mereka mulai mahir membuat gambar dan mulai menemukan bahwa bentuk dan susunan
rupa tertentu, bila diatur sedemikian rupa, akan nampak lebih menarik untuk dilihat daripada
biasanya. Mereka mulai menemukan semacam cita-rasa keindahan dalam kegiatannya dan
terus melakukan hal itu sehingga mereka menjadi semakin ahli. Mereka adalah seniman-


seniman yang pertama di muka bumi dan pada saat itulah kegiatan menggambar dan melukis
mulai condong menjadi kegiatan seni.
Dalam dunia seni, seni rupa terbukti berdaya guna dan bertepat guna sebagai salah satu
sarana kreatifitas dan sarana komunikasi. Dalam kaitan inilah seni rupa prasejarah Indonesia
harus dipelajari. Judul makalah ini sengaja dipilih karena menarik perhatian penulis untuk
dicermati dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli terhadap seni rupa
prasejarah Indonesia.
A. Seni Rupa Prasejarah
Zaman prasejarah (Prehistory) adalah jaman sebelum ditemukan sumber – sumber atau
dokumen – dokumen tertulis mengenai kehidupan manusia. Latar belakang kebudayaannya
berasal dari kebudayaan Indonesia yang disebarkan oleh bangsa Melayu Tua dan Melayu
Muda. Agama asli pada waktu itu animisme dan dinamisme yang melahirkan bentuk
kesenian sebagai media upacara (bersifat simbolisme).
a. Seni Bangunan
Manusia phaleolithikum belum meiliki tempat tinggal tetap, mereka hidup mengembara
(nomaden) dan berburu atau mengumpulkan makanan (food gathering). Tanda – tanda
adanya karya seni rupa dimulai dari jaman Mesolitik. Mereka sudah memiliki tempat tinggal
di goa – goa. Seperti goa yang ditemukan di di Sulawesi Selatan dan Irian Jaya yang dimana
pada dinding goa-goa tersebut terdapat berbagai macam gambar tentang kegiatan sehari
ataupun cap tangan. Juga berupa rumah – rumah panggung di tepi pantai, dengan bukti –

bukti seperti yang ditemukan di pantai Sumatera Timur berupa bukit – bukit kerang
(Kjokkenmodinger) sebagai sisa – sisa sampah dapur para nelayan
Kemudian zaman Neolithik, manusia sudah bisa bercocok tanah dan berternak (food
producting) serta bertempat tinggal tinggal di rumah – rumah kayu. Pada megalitik banyak
menghasilkan bangunan – bangunan dari batu yang berukuran besar untuk keperluan upacara
agama, seperti punden, dolmen, sarkofag, meja batu dll
b. Seni Patung
Seni patung berkembang pada zaman Neolitik, berupa patung – patung nenek moyang
dan patung penolak bala, bergaya non realistis, terbuat dari kayu atau batu. Kemudian pada

masa megalithik banyak ditemukan patung – patung berukuran besar bergaya statis
monumental dan dinamis piktural.
c. Seni Lukis
Dari zaman Mesolithik ditemukan lukisan – lukisan yang dibuat pada dinding gua
seperti lukisan goa di Sulawesi Selatan dan Pantai Selatan Irian Jaya. Tujuan lukisan untuk
keperluan magis dan ritual, seperti adegan perburuan binatang lambang nenek moyang dan
cap jari. Kemudian pada zaman neolithik dan megalithik, lukisan diterapkan pada bangunan –
bangunan dan benda – benda kerajinan sebagai hiasan ornamentik (motif geometris atau
motif perlambang).


Lukisan di dinding Ceruk Ida Malangi, Pulau Muna, Sulawesi Tenggara

B. Seni Rupa Klasik
Pada galibnya suatu zaman dalam sejarah kebudayaan sesuatu bangsa dinamakan
Klasik apabila mempunyai dua ciri:
1. Masyarakat manusia dalam zaman itu telah menghasilkan tonggak-tonggak
peradaban pertama yang akan menjadi dasar perkembangan peradaban selanjutnya
di masa yang lebih kemudian, misalnya (mulai digunakan tulisan, sistem kalender,
sistem kerajaan, konsep kepahlawanan, mitologi dewa-dewa, dan lainnya lagi).
2. Banyak kaidah, aturan, konsep atau norma budaya yang berkembang dalam zaman
tersebut terus saja digunakan hingga masa sekarang, jadi di zaman sekarang
seringkali masih mengacu kaidah lama yang pernah berkembang sebelumnya di

zaman awal kegemilangan peradaban bangsa tersebut. Bagi bangsa Indonesia,
zaman Klasik yang sesuai dengan kedua syarat tersebut adalah masa perkembangan
agama Hindu-Buddha di Nusantara, oleh karena itu masa Hindu-Buddha kemudian
dinamakan zaman Klasik Indonesia.
Berdasarkan

berbagai tinggalan arkeologisnya, zaman klasik dibagi menjadi dua


periode, yaitu (a) zaman Klasik Tua yang berkembang antara abad ke-8—10 M, dan (b)
zaman Klasik Muda berkembang antara abad ke-11—15 M. Kedua zaman itu berkembang di
berbagai wilayah Indonesia, termasuk di Sumatera dan Bali, namun banyak bukti arkeologi
dalam zaman Klasik Tua didapatkan di wilayah Jawa bagian tengah, oleh karena itu terdapat
kepustakaan yang menyatakan agak keliru dengan sebutan “Zaman Jawa Tengah”. Adapun
untuk zaman Klasik Muda disebut juga secara keliru dengan “Zaman Jawa Timur”,
berhubung banyaknya temuan arkeologi dari abad ke-11—15 (sebenarnya baru mulai banyak
sejak abad ke-13) yang terdapat di wilayah Jawa bagian timur. Justru pembagian zaman
Klasik yang didasarkan kepada kronologi tersebut untuk memperluas cakupan kajian, jadi
tidak melulu bicara tentang tinggalan di Jawa bagian tengah atau timur belaka (Munandar
1995: 108).
Masa sejarah di Indonesia dimulai setelah ditemukannya bukti prasasti-prasasti awal
(bertarikh sekitar abad ke-4 M) ditemukan di wilayah Kutai, Kalimantan Timur yang
menyebut nama raja Mulawarmman dan Jawa bagian barat yang menyebutkan Kerajaan
Tarumanagara dengan rajanya Purnnawarmman. Prasasti-prasasti itu menggunakan aksara
Pallava dengan bahasa Sansekerta (Suleiman, 1974: 14—15); sedangkan nafas keagamaan
yang terkandung dalam prasasti-prasasti tersebut bercorak Veda kuno, masih belum memuja
Trimurti. Dalam masa sejarah itulah pengaruh kebudayaan India mulai datang dan
berkembang secara terbatas di beberapa tempat di Nusantara.

Dalam masa selanjutnya pengaruh kebudayaan India awal yang menularkan ajaran
Veda-Brahmana tersebut agaknya

tidak diminati lagi oleh masyarakat. Dengan

menghilangnya kerajaan Tarumanagara di Jawa Barat tidak ada kerajaan lainnya yang
meneruskan ritual Veda Kuno yang didominasi oleh kaum Brahmana. Alih-alih kerajaan
yang muncul kemudian di wilayah Jawa bagian tengah dalam abad ke-8 M bernafaskan
Hindu Trimurti. Kerajaan itu adalah Mataram Kuno yang mengeluarkan Prasasti Canggal
dalam tahun 732 M, dalam prasasti itu dinyatakan nama raja yang menitahkan penerbitan

prasasti, yaitu Sanjaya. Nafas keagamaan yang cukup kentara dalam prasasti adalah Hindusaiva, karena bait-baitnya banyak memuliakan Siva Mahadeva (Poerbatjaraka 1952: 53—55).
Bersamaan dengan masuknya pengaruh Hindu-saiwa, dalam masa yang hampir
bersamaan datang pula pengaruh agama Buddha dari aliran Mahasanghika (Mahayana) ke
tengah-tengah masyarakat Jawa Kuno. Dengan demikian di Jawa bagian tengah antara abad
ke-8—10 M berkembang 2 agama besar, yaitu Hindu-saiwa dan Buddha Mahayana yang
beraasal dari Tanah India. Dalam perkembangannya itu banyak dihasilkan berbagai bentuk
kesenian, seni yang masih bertahan hingga sekarang adalah bukti-bukti seni rupa yang berupa
arca dan relief serta dan kemajuan karya arsitektur bangunan suci. Demikianlah risalah
singkat ini memperbincangkan perihal zaman Klasik Tua yang berkembang di wilayah Jawa

bagian tengah, bukan di wilayah lainnya di Indonesia. Bukti arkeologis yang akan dijadikan
data, adalah penggambaran relief dan arca-arca dewa, baik yang dikembangkan dalam
lingkup kebudayaan India, dan juga arca dan relief yang dihasilkan oleh kebudayaan Klasik
Tua di masa Jawa kuno di Jawa tengah.

Salah satu bagian relief dari Candi Borobudur

Pada patung Hindu-Budha, ragam hias yang paling umum digunakan adalah padma
teratai. Padmamelambangkan tempat duduk dewa tertinggi, terbentuknya alam semesta,
kelahiran Budha, kebenaran utama, tempat kekuatan hayati dan suci bagi kaum Yogin), serta
rasa kasih. Bentuk hias yang lain adalh swastika (melambangkan daya dan keselarasan agad
raya), kalamakara (terdiri dari kala yang melambangkan waktu, dan makaramalambangkan

makhluk seperti buaya), serta kinnara yang berwujud setengah manusia dan burung (anggota
dari kelompok dewa penghuni langit).
Pengaruh zaman Hindu-Budha dalam bidang seni rupa sangat kental dalam bidang
arsitektur, khususnya arsitektur pada bangunan candi. Candi di Indonesia dibedakan menjadi
candi Hindu dan candi Budha.
a)


Candi Hindu

Arsitektur candi Hindu Indonesia memiliki gaya yang sama dengan India Selatan.
Candi Syiwa Lara Jonggrang di Jawa Tengah, misalnya. Candi tersebut melukiskan
penafsiran setempat yang terperinci mengenai tempat pemujaan agama Hindu yang
menunjukkan ciri Syiwaisme.
b)

Candi Budha

Bangunan candi Borobudur, tidak ada hubungan gaya dengan India. Borobudur terdiri
atas sepuluh tingkat konsentris. Enam tingkat paling bawah dirancang sebuah bidang persegi,
sementara empat tingkat di atasnya merupakan stupa utama berbentuk lingkaran.
C. Seni Rupa Islam
Seni rupa Islam adalah seni rupa yang berkembang pada masa lahir hingga akhir masa
keemasan Islam. Rentang ini bisa didefinisikan meliputi Jazirah Arab, Afrika Utara, Timur
Tengah, dan Eropa sejak mulai munculnya Islam pada 571 M hingga mulai mundurnya
kekuasaan Turki Ottoman. Walaupun sebenarnya Islam dan keseniannya tersebar jauh lebih
luas daripada itu dan tetap bertahan hingga sekarang.
Seni rupa Islam adalah suatu bahasan yang khas dengan prinsip seni rupa yang

memiliki kekhususan jika dibandingkan dengan seni rupa yang dikenal pada masa ini. Tetapi
perannya sendiri cukup besar di dalam perkembangan seni rupa modern. Antara lain dalam
pemunculan unsur kontemporer seperti abstraksi dan filsafat keindahan. Seni rupa Islam juga
memunculkan inspirasi pengolahan kaligrafi menjadi motif hias. Dekorasi di seni rupa Islam
lebih banyak untuk menutupi sifat asli medium arsitektur daripada yang banyak ditemukan
pada masa ini, perabotan. Dekorasi ini dikenal dengan istilah arabesque.
Pengaruh Islam terhadap seni Indonesia merupakan hasil perdagangan yang dimulai
sejak abd ke-11. Para pedagang dari Gujarat, India, membangun permukiman di sepanjang

Pantai Timur Sumatra dan Aceh. Selanjutnya pusat-pusat kebudayaan Islam dibangun secara
bertahap di Demak dan Jepara.
Pengaruh kebudayaan Islam terhadap seni rupa antara lain sebagai berikut.
a)

Pahatan Kubur dan Masjid

Beberapa makam islam paling tua menggunakan nisan bergaya Islam. Batu nisan gaya
Gujarat ditemukan di Samudera Pasai (Aceh Utara) dan Gresik. Arsitektur masjid Indonesia
pun berbeda dengan yang ditemukan di negara Islam lainnya. Masjid lama dibangun dengan
mengikuti prinsip dasar bangunan kayu, dan disertai dengan pembangunan pendapa di bagian

depan.
Selain itu juga memiliki atap tumpang yang memberikan ventilasi, dan disangga oleh
deretan tiang kayu. Masjid-masjid tersebut terdapat di Cirebon, Banten, Demak, dan Kudus.
Bagian dalamnya dihiasi pola bunga, satwa, dan bangun berulang. Letak piring-piring China,
Vietnam, dan Thailand digunakanuntuk menyamakan lantai berwarna yang ditemukan di
masjid Timur Tengah dan Moghul, India.
b)

Kaligrafi

Kaligrafi Islam, khususnya kaligrafi Arab, merupakan unsur penting dalam seni hias
Islam. Begitu pula dengan seni kaligrafi Indonesia, sebagian besar mendapat pengaruh dari
seni kaligrafi Arab. Benda-benda upacara yang ada di istana-istana, seperti belati, tombak,
pedang, dan panji-panji sering dihiasi kaligrafi. Selain itu, hiasan kaligrafi juga nampak pada
lukisan kaca dan ukiran kayu pada dinding istana. Tokoh wayang juga ada yang dihiasi oleh
ragam hias kaligrafi untuk menyamarkan bentuk manusianya.
D. Seni Rupa Modern
Seni Rupa Modern adalah suatu karya seni rupa yang merupakan hasil kreativitas untuk
menciptakan karya yang baru atau dengan kata lain karya seni rupa pembaruan. Kreativitas
dalam seni rupa di dalamnya terdapat estetika, karakter, inovasi, dan originalitas.

Peirode Perintis (1826-1880), perkembangannya diawali oleh pelukis Raden Saleh.
Berkat pengalamannya belajar menggambar dan melukis di luar negeri seperti di Belanda,
Jerman, Perancis, beliau dapat merintis kemunculan seni rupa Modern di Indonesia. Corak
lukisannya beraliran Romantis dan Naturalis. Aliran Romantisnya menampilkan karya-karya

yang berceritera dahsyat, penuh kegetiran seperti tentang perkelahian dengan binatang buas.
Gaya Naturalisnya sangat jelas nampak dalam melukis potret.

“Merapi” karya Raden Saleh

Peiode Indonesia Jelita, masa ini merupakan kelanjutan dari masa perintisan setelah
pakum beberapa saat karena meninggalnya Raden Saleh. Kemudian munculah seniman
Abdullah Surio Subroto dan diikuti oleh anak-anaknya, Sujono Abdullah, Basuki Abdullah
dan Trijoto Abdullah. Pelukis-pelukis Indonesia yang lain seperti Pirngadi, Henk Ngantung,
Suyono, Suharyo, Wakidi, dll.
Masa ini disebut dengan masa Indonesia Jelita karena pelukisnya melukiskan tentang
kemolekan/keindahan obyek alam. Pelukis hanya mengandalkan teknik dan bahan saja.
Karya Abdullah SR. (Pemandangan di sekitar Gn. Merapi, Pemandangan di Jawa Tengah,
Dataran Tinggi di Bandung), karya Pirngadi (Pelabuhan Ratu), karya Basuki Abdullah
(Telanjang, Pemandangan, Gadis sederhana, Pantai Flores, Gadis Bali, dll.)
Periode Persagi, pada masa ini di Indonesia sedang terjadi pergolakan. Bangsa
Indonesia berjuang untuk mendapatkan hak yang sejajar dengan bangsa-bangsa lain, terutama
hak untuk merdeka dari penjajahan asing. Pergolakan di segala bidang pun terjadi, seperti
dalam bidang kesenian yang berusaha mencari ciri khas Indonesia. Pelopor masa ini yang
dikenal memilki semangat tinggi adalah S. Sdjojono, ia tidak puas dengan kehidupan seni
rupa Jelita yang serba indah, karena dianggap bertolak belakang dengan kejadian yang
melanda bangsa Indonesia.

Sebagai langkah perjuangannya maka S. Sudjojono dan Agus Jayasuminta bersama
kawan-kawannya mendirikan PERSAGI (Persatuan Ahli-ahli Gambar Indonesia). Persagi
bertujuan untuk mengembangkan seni lukis di Indonesia dengan mencari corak Indonesia
asli. Konsep persagi itu sendiri adalah semangat dan keberanian, bukan sekedar kecakapan
melukis melainkan melukis dengan tumpahan jiwa. Karya-karya S. Sudjojono (Di depan
kelambu terbuka, Cap Go Meh, Jongkatan, Bunga kamboja), karya Agus Jayasuminta (Barata
Yudha, Arjuna wiwaha, Dalam Taman Nirwana), karya Otto Jaya (Penggodaan, Wanita
impian).
Peiode Pendudukan Jepang, kegiatan melukis pada masa ini dilakukan dalam kelompok
Keimin Bunka Shidoso. Tujuannya adalah untuk propaganda pembentukan kekaisaran Asia
Timur Raya. Kelompok ini didirikan oleh tentara Dai Nippon dan diawasi oleh seniman
Indonesia, Agus Jayasuminta, Otto Jaya, Subanto, Trubus, Henk Ngantung, dll. Untuk
kelompok asli Indonesia berdiri kelompok PUTRA (Pusat Tenaga Rakyat), tokoh-tokoh yang
mendirikan kelompok ini adalah tokoh empat serangkai yaitu Ir. Sukarno, Moh. Hatta, KH.
Dewantara dan KH. Mas Mansyur.
Khusus yang menangani bidang seni lukis adalah S. Sudjojono dan Affandi. Pelukis
yang ikut bergabung dalam Putra diantaranya Hendra Gunawan, Sudarso, Barli, Wahdi, dll.
Pada masa ini para seniman memiliki kesempatan untuk berpameran, seperti pameran karya
dari Basuki Abdullah, Affandi, Nyoman Ngedon, Hendra Gunawan, Henk Ngantung, Otto
Jaya, dll.
Periode Akademi (1950), Pengembangan seni rupa melalui pendidikan formal.
Lembaga Pendidikan yang bernama ASRI yang berdiri tahun 1948 kemudiaan secara formal
tahun 1950 Lembaga tersebut mulai membuat rumusan-rumusan untuk mencetak senimanseniman dan calon guru gambar. Pada tahun 1959 di Bandung dibuka jurusan Seni Rupa ITB,
kemudian dibuka jurusan seni rupa disemua IKIP diseluruh Indonesia.
Periode Seni Rupa Baru, pada sekitar tahun 1974 muncul kelompok baru dalam seni
lukis. Kelompok ini menampilkan corak baru dalam seni lukis Indonesia yang membebaskan
diri dari batasan-batasan seni rupa yang telah ada. Konsep kelompok ini adalah: (1) Tidak
membedakan disiplin seni; (2) Menghilangkan sikap seseorang dalam mengkhususkan
penciptaan seni; (3) Mendambakan kreatifitas baru; (4) Membebaskan diri dari batasanbatasan yang sudah mapan; (5) Bersifat eksperimental.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL AGRIBISNIS PERBENIHAN KENTANG (Solanum tuberosum, L) Di KABUPATEN LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

27 309 21

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Property dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

47 440 21

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5