Makalah Tri Pusat Pendidikan Na

BAB II KAJIAN TEORI

A. Konsep Tri Pusat Pendidikan Ki Hajar Dewantara Dalam Pendidikan

Di dalam bidang pendidikan, Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai Bapak Pendidikan. Beliau adalah orang yang paling banyak mencetuskan ide- ide cemerlangnya ke dalam dunia pendidikan. Di antara idenya yang dikenal oleh insan pendidikan adalah tentang Konsep Tri Pusat Pendidikan Ki Hajar Dewantara. Istilah Tri Pusat Pendidikan adalah istilah yang digunakan olehnya untuk menggambarkan lembaga atau lingkungan pendidikan yang ada di sekitar manusia dan yang mempengaruhi perilaku peserta didik.

Ki Hajar Dewantara yang nama aslinya R. M. Soewardi Soerjaningrat, putra bangsawan Paku Alaman, pendiri Taman Indriya, mengemukakan sistem Tricentra dengan menyatakan: “Di dalam hidupnya anak-anak adalah tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan yang amat penting baginya

yaitu: alam-keluarga, alam-perguruan dan alam pergerakan-pemuda”. 1 Pendidikan merupakan hal paling utama dalam kehidupan, karena

dengan pendidikan manusia akan mulia dan bahagia dunia dan akhirat. Hak dan tanggung jawab pendidikan ini dibebankan kepada semua individu manusia. Terdapat tiga lingkungan utama yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan pendidikan manusia yaitu Keluarga, Sekolah dan Masyarakat. Setiap lingkungan tersebut mempunyai peran yang penting dalam pendidikan.

1 Majlis Luhur Taman Siswa, Karya Ki Hajar Dewantara, Bagian Pertama: Pendidikan, (Yogyakarta, Percetakan Taman Siswa, 1962) 70.

Oleh karenanya, tiga lingkungan tersebut harus dikembangkan dengan baik dan secara terpadu.

Pemikiran ini, menurut penulis adalah suatu pemikiran yang sangat baik karena setiap peserta didik dapat dipastikan akan bersangkutan dengannya. Disadari atau tidak, tiga lingkungan tersebut sangatlah mempengaruhi karakter dan intelektual peserta didik.

Di bawah ini, akan dijelaskan secara masing-masing peran dari Tri Pusat Pendidikan tersebut:

1. Keluarga Pendidikan keluarga atau pendidikan informal adalah jalur pendidikan

melalui keluarga. Pendidikan informal adalah suatu proses pembelajaran yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari di dalam keluarga terdekat. Sebagai orang tua atau orang dekat lainnya di dalam keluarga itu, secara otomatis dan natural akan mengenalkan pada anak tentang nama benda-benda dan cara mengucapkannya yang benar, cara makan minum yang benar, cara menghormati yang benar, cara menulis, cara menggambar dan cara beribadah dan sebagainya, sebagai dasar bagi anak dalam memasuki dunia formal (sekolah dan masyarakat) nantinya. Pada prinsipnya pendidikan dalam keluarga adalah untuk membantu anak bagaimana bisa belajar dengan baik.

Di dalam keluarga juga merupakan penanaman utama dasar-dasar moral bagi anak, yang biasanya tercermin dalam sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat dicontoh anak. Dalam hubungan ini Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa:

“Rasa cinta, rasa bersatu dan lain-lain perasaan dan keadaan jiwa yang pada umumnya sangat berfaedah untuk berlangsungnya pendidikan teristimewa pendidikan budi pekerti, terdapatlah di dalam hidup keluarga dalam sifat yang kuat dan murni, sehingga tak dapat pusat-pusat pendidikan lainnya

menyamai”. 2

Anak lahir dalam pemeliharaan orang tua dan dibesarkan di dalam keluarga. Orang tua tanpa ada yang memerintah langsung memikul tugas sebagai pendidik, baik bersifat sebagai pemelihara, sebagai pengasuh, sebagai pembina maupun sebagai guru dan pemimpin terhadap anak-anaknya. Ini adalah tugas kodrati dari tiap-tiap manusia.

Anak juga mengisap norma-norma yang ada pada anggota keluarga, baik pada ayah dan ibu maupun kakak-kakaknya . Maka orang tua di dalam keluarga harus dan merupakan kewajiban kodrati untuk memperhatikan anak- anaknya serta juga mendidiknya, sejak anak-anak itu kecil bahkan sejak anak itu masih dalam kandungan. Jadi, tugas orang tua mendidik anak-anaknya itu terlepas sama sekali dari kedudukan, keahlian atau pengalaman dalam bidang pendidikan yang legal. Bahkan menurut Imam Ghozali, “Anak adalah suatu

amanat tuhan kepada Ibu Bapaknya”. 3 Anak adalah anggota keluarga, dimana orang tua adalah pimpinan

keluarga, sebagai penanggung jawab atas keselamatan warganya di dunia dan khususnya di akhirat. Maka dari itu orang tualah yang wajib mendidik anak- anaknya. Allah berfirman dalam surat at-Tah}ri<m, ayat 6:

2 Ibid, 71. 3 Al-Ghoza>li, Ih}ya> ‘Ulu>muddi>n, Tentang Keajaiban Hati, Alih bahasa dan susunan Nur

Hikmah (Jakarta: Yayasan Kesejahteraan Keluarga, 1995), 257.

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang

diperintahkan”. 4

Di dalam UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 10 ayat 4 dinyatakan bahwa: Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan. Sementara itu, dalam GBHN 1993 dinyatakan:

“Pendidikan nasional dikembangkan secara terpadu dan serasi baik antara berbagai jalur, jenis dan jenjang pendidikan, maupun antara sektor pendidikan dengan sektor pembangunan lainnya serta antar daerah. masyarakat sebagi mitra pemerintah berkesempatan seluas-luasnya untuk berperan serta

dalam penyelenggaraan pendidikan nasional”. 5 Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat

dan pemerintah. Sekolah hanyalah pembantu kelanjutan pendidikan dalam keluarga sebab pendidikan yang pertama dan utama diperoleh anak adalah dalam keluarga. Peralihan bentuk pendidikan jalur luar sekolah ke jalur

4 Depag RI, Al-Qur’a>n Dan Terjemahannya Al-Juma>natul ‘Ali>, 66 (Surat at-Tah{ri>m): Ayat 06(Bandung: CV PENERBIT J-ART, 2004), 561.

5 TAP MPR Nomor II/ MPR tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), (Surabaya: Bina Pustaka Tama, 1993), 90.

pendidikan sekolah (formal) memerlukan “kerja sama yang sangat erat” antara orang tua dan sekolah (pendidikan).

Sikap anak terhadap sekolah terutama akan dipengaruhi oleh sikap orang tuanya. Begitu juga sangat diperlukan kepercayaan orang tua terhadap sekolah (pendidik) yang menggantikan tugasnya selama di ruangan sekolah. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan, mengingat akhir-akhir ini sering terjadi tindakan-tindakan kurang terpuji yang dilakukan oleh peserta didik, sementara orang tua tidak mau tahu, bahkan cenderung menimpahkan kesalahan kepada sekolah.

Orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya, yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai segala usahanya. Begitu juga orang tua, harus menunjukkan kerja samanya dalam mengarahkan cara anak belajar di rumah, membantu membimbing pekerjaan rumahnya, tidak terlalu menyita waktu anaknya untuk pekerjaan rumah tangga dan juga orang tua harus berusaha memotivasi dan membimbing anak dalam belajar.

Berdasarkan hasil riset, bahwa pekerjaan guru di sekolah akan lebih efektif apabila mengetahui latar belakang dan pengalaman peserta didik di rumah tangganya. Peserta didik yang kurang maju dalam pelajaran, kemudian atas berkat kerja sama orang tua dengan pendidik, maka banyak kekurangan anak didik dapat diatasi. Diharapkan lambat laun orang tua menyadari bahwa pendidikan atau keadaan lingkungan rumah tangga dapat membantu atau menghalangi kesukaran anak di sekolah.

Segala yang dibawa peserta didik dari keluarganya, tidak mudah untuk mengubahnya, hal ini dikarenakan sudah menjadi karakter yang terbentuk dengan pembiasaan sehari-harinya didalam keluarga. Kenyataan ini harus benar-benar disadari dan diketahui oleh pendidik.

Pada dasarnya cukup banyak cara yang dapat ditempuh untuk menjalin

kerja sama antara keluarga dengan sekolah 6 .

Berikut ini beberapa contohnya:

a. Adanya kunjungan ke rumah peserta didik.

b. Diundangnya orang tua ke Sekolah.

c. Case Conference, biasanya dalam bentuk bimbimgan konseling.

d. Badan Pembantu Sekolah (Komite Sekolah).

e. Mengadakan surat menyurat antara sekolah dan keluarga.

f. Adanya daftar nilai atau Raport.

g. Adanya Buku Pribadi Peserta Didik yang merupakan Buku aktivitas peserta didik yang disertai Penghubung antara Guru dengan Orang tua.

Menurut penulis, peranan keluarga dalam pendidikan adalah sangat penting dalam perkembangan keilmuan dan sikap dari seorang peserta didik. Hal itu dapat dilihat dari faktor fisik yang menunjukkan bahwa di dalam tubuh seorang anak dapat dipastikan ada kemiripan-kemiripan bentuk tubuh meskipun hanya sedikit. Kemudian jika dilihat dari faktor psikis, banyak perbuatan-perbuatan dan sikap orang tua dengan disadari ataupun tanpa disadari akan ditiru oleh anak, hal ini disebabkan karena orang tua bagi anak

6 Hasbullah, Dasar-dasar ILmu Pendidikan (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 1999), 91-94 6 Hasbullah, Dasar-dasar ILmu Pendidikan (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 1999), 91-94

Semakin baik kualitas dari keluarga tersebut, maka kemungkinan semakin besar pula akan menumbuhkan anak-anak yang berkualitas. Akan tetapi sebaliknya, jika kualitas dari keluarga itu buruk, maka kemungkinan semakin besar akan menumbuhkan anak-anak yang kurang berkualitas. Rasulullah menjelaskan dalam sabdanya:

Artinya: Dari Abu Hurairoh berkata: Tak seorang anakpun lahir kecuali dilahirkan atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya yahudi, nas}rani atau majusi”.

2. Sekolah/ Alam Perguruan Sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan, karena

pengaruhnya besar sekali pada jiwa peserta didik. Maka di samping keluarga sebagai pusat pendidikan, sekolahpun mempunyai fungsi sebagi pusat pendidikan untuk pembentukan pribadi peserta didik.

Dengan sekolah, pemerintah mendidik bangsanya untuk menjadi ahli yang sesuai dengan bidang dan bakat peserta didik, yang berguna bagi dirinya dan berguna bagi nusa dan bangsanya.

7 Bukhari, Maktabah Sha>milah, Bab 79, juz 5, 281

Sekolah dengan sengaja disediakan atau dibangun khusus untuk tempat pendidikan, maka dapatlah digolongkan sebagai tempat atau lembaga pendidikan kedua sesudah keluarga, lebih-lebih sekolah juga mempunyai fungsi untuk melanjutkan pendidikan keluarga, dengan guru sebagai ganti orang tua yang harus ditaati.

Sebagai akibat dari perkembangan ilmu teknologi dan terbatasnya orang tua akan mengenai kedua hal tersebut, orang tua tidak mampu lagi mendidik anaknya. Untuk menjalankan tugas-tugas tersebut diperlukan orang lain yang lebih ahli dalam bidang tersebut, dalam hal ini adalah seorang pendidik atau guru.

Di dalan dunia pendidikan istilah sekolah sudah sangat lazim. Sekolah merupakan salah satu pusat pendidikan yang diharapkan bisa mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantab dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (UU No. 2 tahun 1989, tentang sistem pendidikan nasional).

Sekolah dalam bahasa Inggris disebut “School” atau didalam pendidikan Islam disebut Madrasah adalah sebuah lembaga pendidikan formal yaitu pendidikan yang diselenggarakan secara sengaja, berencana, terarah dan sistematis.

Di dalam UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sekolah didefinisikan sebagai “Satuan pendidikan yang berjenjang dan berkesinambungan untuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar”.

Sekolah melakukan pembinaan pendidikan untuk peserta didiknya didasarkan atas kepercayaan dan tuntutan zaman. Sekolah sebagai lembaga

pendidikan mempunyai tanggung jawab atas tiga faktor: 8

a. Tanggung Jawab Normal Sekolah atau madrasah sebagai lembaga pendidikan sesuai fungsi tugas

dan tujuan pendidikan harus melaksanakan pembinaan menurut ketentuan yang berlaku.

b. Tanggung Jawab Keilmuan Sekolah atau madrasah sebagai lembaga pendidikan memiliki tanggung

jawab mentransfer pengetahuan kepada peserta didik.

c. Tanggung Jawab Fungsional Sekolah atau madrasah selain harus melakukan pembinaan sesuai

ketentuan yang berlaku, sekolah juga harus bertanggung jawab melalui pendidik (guru) untuk melaksanakan program yang terstuktur di dalam kurikulum.

3. Masyarakat/ Alam pemuda

8 Herry Noor, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1999), 223-226.

Ki Hajar Dewantara mengemukakan alam pemuda, karena pada masa itu gerakan pemudalah yang berperanan dan mempunyai pengaruh besar sekali. Dikatakannya:

“Di mana pergerakan pemuda itu penyokong besar untuk pendidikan, baik yang menuju kecerdasan jiwa atau budi pekerti, maupun yang menuju laku sosial, maka perlulah pergerakan pemuda itu diakui sebagai pusat pendidikan

dan dimasukkan di dalam rencana pendidikan”. 9

Masyarakat turut serta memikul tanggung jawab pendidikan. Secara sederhana masyarakat dapat diartikan sebagai kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan Negara, kebudayaan dan agama. Setiap masyarakat mempunyai cita-cita, peraturan-peraturan dan sistem kekuasaan tertentu.

Masyarakat, besar pengaruhnya dalam memberi arah terhadap pendidikan anak, terutama para pemimpin masyarakat atau penguasa yang ada di dalamnya. Pemimpin masyarakat muslim tentu saja menghendaki agar setiap anak dididik menjadi anggota yang taat dan patuh menjalankan agamanya, baik dalam lingkungan keluarganya, anggota sepermainannya, kelompok kelasnya dan sekolahnya. Bila anak telah besar diharapkan menjadi anggota yang baik pula sebagai warga desa, warga kota dan warga Negara.

Dengan demikian, di pundak mereka terpikul keikutsertaan membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak. Ini berarti bahwa pemimpin dan penguasa dari masyarakat ikut bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan pendidikan. Sebab tanggung jawab pendidikan pada hakikatnya merupakan tanggung jawab moral dari setiap orang dewasa baik sebagai perseorangan

9 Majlis Luhur Taman Siswa, Karya Ki Hajar Dewantara……….. 81.

maupun sebagai kelompok social. Tanggung jawab ini ditinjau dari sebagai ajaran Islam, secara implisit mengandung pula tanggung jawab pendidikan. Prof

Dr. Oemar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany 10 , mengemukakan sebagai berikut: Di antara ulama-ulama muttakhir yang telah menyentuh persoalan tanggung jawab adalah Abbas Mahmud Al-Akkad yang menganggap rasa tanggung jawab sebagai salah satu ciri pokok bagi manusia pada pengertian al- Qur’a<n dan Islam, sehingga dapat ditafsirkan manusia sebagai: “Makhluk yang bertanggung jawab”.

Allah berfirman dalam surat at-Thu>r ayat 21:

Artinya: Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan

mereka 11 , dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. tiap- tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. 12

Sekalipun Islam menekankan tanggung jawab perseorangan dan pribadi bagi manusia dan menganggapnya sebagi asas, akan tetap dalam Islam juga tidak mengabaikan tanggung jawab sosial yang menjadikan masyarakat solidaritas,

10 Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Alih Bahasa Dr. Hasan Langgulung (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 381-390.

11 Maksudnya: anak cucu mereka yang beriman itu ditinggikan Allah derajatnya sebagai derajat

bapak- bapak mereka, dan dikumpulkan dengan bapak-bapak mereka dalam surga. 12 Depag RI, Al-Qur’a>n Dan Terjemahannya Al-Juma>natul ‘Ali>, 66 (Surat at-Tah}ri>m): Ayat

06(Bandung: CV PENERBIT J-ART, 2004), 525.

berpadu dan kerja sama membina dan mempertahankan kebaikan. Semua anggota masyarakat memikul tanggung jawab membina, memakmurkan, memperbaiki, mengajak kepada kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf, melarang yang mungkar dimana tanggung jawab manusia melebihi perbuatan- perbuatannya yang khas, perasaannya, pikiran-pikirannya, keputusan- keputusannya dan maksud-maksudnya, sehingga mencakup masyarakat tempat ia hidup dan alam sekitar yang mengelilinginya. Islam tidak membebaskan manusia dari tanggung jawab tentang apa yang berlaku pada masyarakatnya dan apa yang terjadi di sekelilingnya atau terjadi dari orang lain. Terutama jika orang lain itu termasuk orang yang ada di bawah perintah dan pengawasannya seprti istri, anak dan lain-lain.

Firman Allah SWT dalam surat A<li Imra<n ayat 104:

Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang

munkar merekalah orang-orang yang beruntung. 13

Firman Allah surat A<li Imra>n ayat 110: 14

13 Ibid, Al-qur’a<n (Surat A<li Imra>n): Ayat 104,… 64. 14 Ibid, Al-qur’a<n (Surat A<li Imra>n) ayat 110,……..65.

Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Dalam surat At-Taubah ayat 71 15 :

Artinya: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul- Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Dengan demikian jelaslah bahwa tanggung jawab dalam Islam bersifat perseorangan dan sosial sekaligus. Selanjutnya siapa yang memiliki syarat-syarat tanggung jawab ini tidak hanya bertanggung jawab terhadap perbuatannya dan perbaikan dirinya, tetapi juga bertanggung jawab terhadap perbuatan orang- orang yang berada di bawah perintah, pengawasan, tanggungannya dan

15 Ibid, Al-qur’a<n (Surat at-Tahri>m): Ayat 06,………199.

perbaikan masyarakatnya. Ini berlaku atas diri pribadi, istri, bapak, guru, golongan, lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah.

4. Hubungan Keluarga, Sekolah dan Masyarakat Dalam Pendidikan Dalam Garis Besar Haluan Negara No. IV/ MPR-1978 dinyatakan

“pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup”.

Dengan kata lain perkembangan kepribadian serta kemampuan seseorang terjadi: 16

a. Atas pengaruh hal-hal yang tidak sengaja, berlangsung secara tidak terencana atau selektif bersifat insedental yang diperolehnya melalui pendidikan informal,

antara lain dalam lingkungan keluarga.

b. Atas pengaruh hal-hal yang sengaja, berlangsung secara sadar dan berencana, baik yang diperolehnya melalui pendidikan lingkungan sekolah, maupun

lingkungan masyarakat. Masing-masing jenis lingkungan pendidikan tersebut berarti dan bermakna bagi perkembangan seseorang sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat.

Ketiga jenis lingkungan pendidikan tersebut sangat penting, karena ketiganya merupakan komponen yang saling mengisi dan memperkuat dalam proses pendidikan seseorang. Sebagai contoh pengetahuan agama, sikap dan nilai yang agamis serta keterampilan beragama yang dilakukan bagi kehidupan

16 Idris Zahara, Dasar-Dasar Kependidikan (Padang: Angkasa Raya, 1981), 128.

sehari-hari biasanya dipelajari peserta didik di dalam lingkungan rumah tangga keluarganya, antara lain dengan jalan mengamati dan menirunya.

Pertama-tama yang dipelajari dari keluarga biasanya ialah pengetahuan tentang nama-nama benda dan kebiasaan hidup sehari-hari seperti antara lain cara beribadah, cara makan minum dan lain sebagainya. Pengetahuan itu ada yang dipelajari begitu saja dari keluarga dan ada pula yang dengan sengaja diberikan keluarga seperti dengan bercerita, berdendang dan lain-lain sebagainya. Dalam keluarga juga dipelajari, sikap terhadap anggota keluarga lain, tetangga masyarakat dan sikap untuk mengatasi atau menghadapi kesulitan.

Pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilan agama maupun keterampilan umum yang ditiru seseorang dari keluarga, baru bisa berkembang apabila seseorang itu telah belajar di sekolah atau di masyarakat. Yang dimaksud dengan berkembang di sini ialah perubahan ke arah yang lebih menguntungkan seseorang itu, bahkan ada juga hal-hal yang sulit, yang pada umumnya tidak dapat dicontohkan dari keluarga seperti membuat Radio, TV, kapal udara dan lain-lain sebagainya. Di sekolah dan di masyarakat diperoleh dan dikembangkan pengetahuan serta diajarkan berbagai jenis keterampilan dan kemahiran, dan ditemukan cara-cara yang tepat dan cepat supaya dapat dikuasai oleh seseorang.

Contoh lain, bahwa ketiga jenis lingkungan pendidikan itu saling mengisi dan memperkuat dalam keseluruhan proses pendidikan seseorang ialah: Dalam pasal 31, UUD 1945 ayat 1 berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Pasal ini sesuai dengan tuntutan dan aspirasi rakyat Indonesia terhadap pendidikan.

Hendaknya hak atas pendidikan itu harus dituangkan dalam satu bingkisan minumum yang berisikan pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilan yang harus di dapat oleh setiap daerah di Indonesia, agar mereka menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab. Bingkisan minimum tersebut berisikan kebutuhan belajar yang minimum, harus sesuai dengan kondisi dan keadaan setiap unsurnya yang saling mengisi dan sama pentingnya.

Kebutuhan belajar yang minimum itu adalah seperti berikut: 17

1) Sikap-sikap positif terhadap kerja sama dan sikap membantu antar manusia. Sikap-sikap itu haruslah tercermin secara konkrit di dalam kehidupan sehari-

hari yaitu dalam keluarga, sekolah, masyarakat, tempat bekerja atau dengan kata lain pada ketiga jenis lingkungan pendidikan tersebut.

2) Pandai membaca, menulis dan menghitung (+M) yang fungsional dan praktis. Pengetahuan ilmiah dan pengertian dasar mengenal proses-proses alam,

karena ada hubngannya antara lain dengan pemeliharaan keseluruhan, dengan alam sekitar serta dengan perlindungan atas alam sekitar ersebut.

3) Pengetahaun dan kepandaian praktis untuk mencari nafkah, serta pengetahuan

dan bermacam-macam keterampilan yang sesuai dengan kemampuannya.

4) Pengetahuan dan kepandaian yang diperlukan untuk membina keluarga sehat rumah tangga yang harmonis.

5) Pengetahuan dan kepandaian praktis untuk dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi agama nusa dan bangsa.

17 Ibid, 129.

Kalau diperhatikan kebutuhan-kebutuhan belajar minimum seperti di atas jelaslah bahwa tidak ada satu cara atau jenis lingkungan pendidikanpun baik di keluarga, di sekolah maupun di masyarakat yang akan mampu sendirian memberikannya.

B. Tinjauan Tentang Pembelajaran Fiqih

1. Tinjauan Tentang Materi Fiqih di Madrasah Tsanawiyah 18

a. Pengertian dan Ruang Lingkup Materi Fiqih di MTs Mata pelajaran Fiqih dalam Kurikulum Madrasah Tsanawiyah adalah

salah satu bagian mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diarahkan untuk menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengamalkan hukum Islam yang kemudian menjadi dasar pandangan hidupnya (way of life) melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan penggunaan, pengamalan dan pembiasaan. .

Ruang lingkup Fiqih di Madrasah Tsanawiyah meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara:

1) Hubungan manusia dengan Allah SWT.

2) Hubungan manusia dengan sesama manusia, dan

3) Hubungan manusia dengan alam (selain manusia) dan lingkungan. Adapun ruang lingkup mata pelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah terfokus pada aspek:

18 Depag, Standart Isi Madrasah Tsanawiyah (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2006), 21-23.

a) Fiqih Ibadah

b) Fiqih Muamalah

c) Fiqih Jinayah

d) Fiqih Shiyasah

b. Tujuan dan Fungsi Materi Fiqih di MTs

1. Tujuan Pembelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah bertujuan untuk membekali

peserta didik agar dapat:

a. Mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum Islam secara terperinci dan menyeluruh, baik berupa dalil naqli maupun dalil aqli. Pengetahuan dan

pemahaman tersebut diharapkan menjadi pedoman hidup dalam kehidupan dan sosial.

b. Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar. Pengalaman tersebut diharapkan menumbuhkan ketaatan menjalankan

hukum Islam, disiplin dan tanggung jawab sosial yang tinggi dalam kehidupan pribadi maupun sosial.

2. Fungsi

Pembelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah berfungsi untuk : Pembelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah berfungsi untuk :

b. Penanaman kebiasaan melaksanakan hukum Islam di kalangan peserta didik dengan ikhlas dan perilaku yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di madrasah dan masyarakat.

c. Pembentukan kedisiplinan dan rasa tanggung jawab sosial di Madrasah dan masyarakat.

d. Pengembangan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. serta akhlaq mulia peserta didik seoptimal mungkin, melanjutkan yang telah ditanamkan

lebih dahulu dalam lingkungan keluarga.

e. Pembangunan mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui ibadah dan muamalah.

f. Perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan dan pelaksanaan ibadah dalam kehidupan sehari-hari.

g. Pembekalan peserta didik untuk mendalami Fiqih pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

c. Standart Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Materi Fiqih. Standart kompetensi mata pelajaran Fiqih berisi sekumpulan

kemampuan minimal yang harus dikuasai peserta didik selama menempuh materi Fiqih di MTs. Kemampuan ini berorientasi pada perilaku afektif dan psikomotorik dengan dukungan pengetahuan kognitif dalam rangka memperkuat keimanan, ketaqwaan dan ibadah kepada Allah SWT.

1) Kemampuan-kemampuan yang tercantum dalam komponen kemampuan dasar ini merupakan penjabaran dari kemampuan dasar umum yang harus

dicapai di Madrasah Tsanawiyah yaitu: kemampuan membiasakan untuk mencari, menyerap, menyampaikan, dan menggunakan informasi tentang tata cara t}aharah , pelaksanaan Shalat (Shalat wajib, jama’ah, jama' qas}ar, darurat, jenazah, shalat sunnah) serta mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

2) Kemampuan membiasakan untuk mencari, menyerap, menyampaikan, dan menggunakan informasi tentang sujud, dhikir dan do'a, puasa, zakat, haji dan

umrah, makanan minuman yang halal dan haram, qurban dan 'aqiqah serta mampu mengamalkannya.

3) Kemampuan membiasakan untuk mencari, menyerap, menyampaikan dan menggunakan informasi tentang muamalah, muamalah selain jual beli,

kewajiban terhadap sesama (orang sakit, jenazah, dan ziarah kubur), tata pergaulan remaja, jinayat, hudud dan sanksi hukumnya, kewajiban mematuhi undang-undang negara dan syariat Islam, kewajiban mengelola dan mengolah lingkungan untuk kesejahteraan sosial. Seperti tergambar dalam kemampuan dasar umum di atas, kemampuan dasar tiap kelas yang tercantum dalam Standar Nasional juga dikelompokkan ke dalam empat unsur pokok mata pelajaran Fiqih di MTs. yaitu: Fiqih Ibadah, Fiqih Muamalah, Fiqih Jinayah dan Fiqih Siyasah.

Berdasarkan pengelompokan per unsur, kemampuan dasar mata pelajaran Fiqih di MTs. adalah sebagai berikut:

Fiqih Ibadah

a) Melakukan t}aharah / bersuci.

b) Melakukan sholat wajib.

c) Melakukan sholat berjama'ah.

d) Memahami sholat jama' qas}ar dan jama’ qas}ar

e) Memahami tata cara sholat daru>rat.

f) Melakukan sholat janazah.

g) Melakukan macam-macam sholat sunnah.

h) Melakukan macam-macam sujud.

i) Melakukan dhikir dan do'a. j) Membelanjakan harta di luar zakat. k) Memahami ibadah haji dan umrah. l) Memahami hukum Islam tentang makanan dan minuman. m) Memahami ketentuan aqiqah dan qurban. n) Melakukan shalat jenazah.

Fiqih Muamalah

a) Memahami macam-macam muamalah.

b) Memahami muamalah di luar jual beli.

c) Melaksanakan kewajiban terhadap orang sakit, jenazah dan ziarah kubur.

d) Melakukan pergaulan remaja sesuai shariat Islam.

Fikih Jinayat Memahami jinayat, hudud dan sanksinya. Fikih Siyasah

a) Mematuhi undang-undang negara dan shariat Islam.

b) Memahami kepemimpinan dalam Islam.

c) Memelihara, mengolah lingkungan dan kesejahteraan sosial.

d. Karakteristik Materi Fiqih di MTs Kurikulum Fiqih Madrasah Tsanawiyah (MTs) secara nasional, yaitu

kurikulum yang ditandai dengan ciri-ciri, antara lain:

1) Lebih menitikberatkan pencapaian target kompetensi (attainment targets) dari

pada penguasaan materi;

2) Lebih mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia;

3) Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksanaan pendidikan di lapangan untuk mengembangkan dan melaksanakan program pembelajaran

sesuai dengan kebutuhan.

Meskipun Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) dan Standart Kompetensi Lulusan (SKL) sudah dirumuskan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Tsanawiyah sangat memungkinkan munculnya keragaman pemahaman terhadap standart nasional tersebut yang dampaknya akan mempengaruhi pencapaian standar nasional kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Untuk itu perlu adanya penjabaran tentang kurikulum yang berbasis pada kompetensi dasar yang diharapkan dapat lebih menjamin tercapainya kompetensi dasar nasional mata pelajaran Fiqih Madrasah Tsanawiyah (MTs).

2. Pendekatan Pembelajaran Fiqih Pengelolaan pembelajaran merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh

guru dalam mempersiapkan proses pembelajaran sehingga dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efisien. Untuk mewujudkan itu semua, diperlukan suatu pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan dan kondisi peserta didik oleh guru kepada peserta didik. Di samping itu, guru juga harus mempertimbangkan kondisi fisik dan psikis juga lingkungan dari setiap peserta didiknya sebelum memutuskan suatu pendekatan yang akan digunakan dalam menyampaikan suatu materi. Di antara jenis-jenis pendekatan yang dinilai sesuai dengan pembelajaran materi fiqih diantaranya sebagai berikut:

a. Pendekatan Humanistik 19 Fiqih sebagi ilmu yang mempelajari hukum-hukum shari’ah yang berkaitan

dengan perbuatan mukallaf, memerlukan berbagai pendekatan dalam

19 Nurul Afifah, “Pengelolaan Pembelajaran Fiqih untuk Meningkatkan Interpersonal Siswa di MTs al-Isla>m Mlarak Ponorogo”, dalam Antalogi Kajian Islam, ed. Ahmad Zahro, et. Al.

(Surabaya: PPs. Press, 2009), 147-148.

pembelajaran di kelas. Karena titik tekan pembahasan fiqih adalah perbuatan- perbuatan mukallaf. Dengan kata lain sasaran dari fiqih adalah manusia dan masyarakatnya. Keterkaitan fiqih dengan konteks kehidupan yang nyata dan dinamis dapat terlihat ketika para ulama’ fiqih menelusuri cara-cara interprestasi yang menghubungkan suatu hukum dengan latar belakang kontekstual lingkungan, dengan mempertimbangkan asba>b al-nuzu>l al-a>yah dan asba>b al-wuru>d al-h}adi>th.

Demikian juga bila kita menelusuri cara-cara pemecahan masalah yang diterapkan oleh para fuqaha>’ dengan adanya pemecahan li al-d}arurah dan li al-h}a>jah. Hingga pada tingktan masalah d}aruriyah, h}a>jiyah dan tah}siniyyah. Ini berarti bahwa kondisi-kondisi kontekstual mulai dari yang terburuk sampai pada yang terbaik, menjadi pertimbangan dalam ketentuan hukum fiqih.

Apabila keterkaitan fiqih dengan konteks kehidupan nyata dikaitkan dengan pendekatan pembelajaran, maka salah satu pendekatan pembelajaran yang menekankan belajar apa adanya, seperti dalam kehidupan sehari-hari adalah pendekatan humanistik. Menurut teori pendekatan ini, belajar bukan sekedar pengembangan kualitas kognitif saja, melainkan sebuah proses yang terjadi dalam individu yang melibatkan seluruh aspek domain yang ada, baik kognitif, afektif maupun psikomotorik. Teori ini terwujud dalam teori Bloom dan Kratwonl dalam bentuk Taksonomi Bloom.

b. Pendekatan Multi Intelligence 20

20 Ibid, 149-150.

Untuk mengoptimalkan pendekatan humanistik, diperlukan pendekatan pembelajaran lain yang menyediakan berbagai pengalaman belajar pada peserta didik, sehingga memungkinkan mereka untuk mengembangkan berbagai potensi kecerdasan yang mereka miliki. Pendekatan pembelajaran tersebut adalah pendekatan Multiple Intelligences yang ditemukan oleh Howard Gardner.

Salah satu dari kecerdasan beragam yang dikemukakan oleh Gardner adalah kecerdasan interpersonal. Pembelajaran fiqih dengan pendekatan interpersonal merupakan suatu metode pembelajaran yang menekankan penguasaan aspek afektif dan psikomotorik peserta didik. Dalam hal ini tujuan diterapkannya metode membelajaran ini adalah untuk membiasakan peserta didik menghargai perbedaan, memahami teman, serta peka terhadap lingkungan.

Berangkat dari konsep Multiple Intelligences yang ditemukan oleh Gardner menjadi titik tolak bagi pengembangan kecerdasan interpersonal (sosial). Pengembangan ini dimulai dari tujuh macam kecerdasan yang salah satunya menyebutkan kecerdasan interpersonal. Dimana kecerdasan ini menekankan pada kemampuan seseorang untuk memahami orang lain dengan segenap perbedaan motivasi, kehendak, dan suasana hati. Kecerdasan interpersonal memberikan keterampilan pada seseorang untuk bekerjasama dengan orang lain.

Kecerdasan ini dipergunakan untuk berkomunikasi, saling memahami, dan berinteraksi dengan orang lain. Orang yang mempunyai kecerdasan interpersonal ditandai oleh kemampuannya dalam hal memperhatikan perbedaan dan mencermati niat atau motif orang lain.

Dalam bukunya Adi W. Gunawan medefinisikan kecerdasan interpersonal sebagai kemampuan untuk masuk dalam diri orang lain, mengerti dunia orang lain, mengerti pandangan sikap, kepribadian dan karakter orang lain. Hal ini bisa ditampakkan pada kegembiraan dalam berteman, berkelompok dan berbagai macam kegiatan sosial. Peserta didik dengan kecerdasan interpersonal yang berkembang dengan baik akan menyukai kegiatan berkelompok dan Collaborative Learning. Mereka juga menyukai kegiatan yang mengharuskan mereka melakukan pengamatan interaksi manusia, melakukan wawancara dengan orang dewasa, menetapkan aturan kelas, menentukan dan membagi tugas dan tanggung jawab, menjadi penengah atau mediator dalam perselisihan baik di kelas maupun di rumah dan mengikuti permainan yang melibatkan upaya menyelesaikan suatu konflik.

3. Strategi Pembelajaran Fiqih Dari sekian banyak strategi pembelejaran, ada beberapa strategi

pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran Fiqih. Rowntree (1974) mengelompokkan ke dalam Strategi Penyampaian Penemuan atau Exposition Discovery Learning dan strategi pembelajaran kelompok dan strategi

pembelajaran individual atau Groups Individual Learning. 21

a. Strategi Penyampaian Penemuan (Exposition-Discovery Learning) Dalam Strategi Exposition, bahan pelajaran disajikan kepada peserta

didik dalam bentuk jadi dan peserta didik dituntut untuk menguasai bahan

21 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2010), 128-129.

tersebut. Roy Killen menyebutnya dengan Strategi Pembelajaran Langsung (Direct Instruction). Mengapa dikatakan strategi pembelajaran langsung? Sebab dalam strategi ini, materi pelajaran disajikan begitu saja kepada peserta didik, peserta didik tidak dituntut untuk mengolahnya. Kewajiban peserta didik adalah menguasainya secara penuh. Dengan demikian, dalam strategi ekspository guru berfungsi sebagai penyampai informasi.

Berbeda dengan strategi discovery. Dalam strategi ini, bahan pelajaran dicari dan ditemukan sendiri oleh peserta didik melalui berbagai aktifitas, sehingga tugas guru lebih banyak sebagai fasilitator dan pembimbing bagi peserta didiknya. Karena sifatnya yang demikian strategi ini sering juga dinamakan srategi pembelajaran tidak langsung.

b. Strategi Pembelajaran Individual dan Kelompok Strategi belajar Individual dilakukan oleh peserta didik secara mandiri.

Kecepatan, kelambatan dan keberhasilan pembelajaran peserta didik sangat ditentukan oleh kemampuan individu peserta didik yang bersangkutan. Bahan pelajaran serta bagaimana mempelajarinya didesain untuk belajar sendiri. Contoh dari strategi pembelajaran ini adalah belajar melalui modul, atau belajar bahasa melalui kaset audio.

Berbeda dengan strategi pembelajaran individual, belajar kelompok dilakukan secara beregu. Sekelompok peserta didik diajar oleh seseorang atau beberapa orang guru. Bentuk belajar kelompok itu bisa dalam pembelajaran kelompok besar atau pembelajaran klasikal; atau bisa juga pesera didik belajar dalam kelompok-kelompok kecil semacam buzz group. Strategi kelompok Berbeda dengan strategi pembelajaran individual, belajar kelompok dilakukan secara beregu. Sekelompok peserta didik diajar oleh seseorang atau beberapa orang guru. Bentuk belajar kelompok itu bisa dalam pembelajaran kelompok besar atau pembelajaran klasikal; atau bisa juga pesera didik belajar dalam kelompok-kelompok kecil semacam buzz group. Strategi kelompok

4. Metode Pembelajaran Fiqih Dari berbagai metode pembelajaran yang ada saat ini, penulis menemukan

beberapa metode yang sesuai dengan pengajaran materi Fiqih di Madrasah Tsanawiyah. Di antaranya sebagai berikut:

a. Metode Demonstrasi Metode Demonstrasi adalah metode mengajar yang menggunakan

peragaaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu kepada peserta didik. Memperjelas pengertian tersebut dalam prakteknya dapat dilakukan oleh guru itu sendiri atau langsung oleh peserta didik. Dengan metode demonstrasi, guru atau peserta didik memperlihatkan pada seluruh anggota kelas suatu proses, misalnya bagaimana cara shalat yang sesuai dengan ajaran atau contoh dari Rasulullah SAW.

Sebaiknya dalam mendemonstrasikan pelajaran tersebut, guru lebih dahulu mendemonstrasikan yang sebaik-baiknya, lalu peserta didik ikut mempraktekkan sesuai dengan petunjuk.

1) Karakteristik Metode Demonstrasi 22 Beberapa keuntungan atau kebaikan dalam metode demonstrasi ini yaitu:

a) Perhatian peserta didik dapat dipusatkan, dan titik berat yang dianggap penting oleh guru dapat diamati secara tajam.

b) Perhatian peserta didik akan lebih terpusat kepada apa yang didemonstrasikan, jadi proses belajar peserta didik akan lebih terarah dan

akan mengurangi perhatian peserta didik kepada masalah lain.

c) Apabila peserta didik sendiri ikut aktif dalam sesuatu percobaan yang bersifat demonstratif, maka peserta didik akan memperoleh pengalaman

yang melekat pada jiwanya dan ini berguna dalam pengembangan kecakapan.

Adapun kelemahan metode demonstrasi antara lain:

a) Demonstrasi merupakan metode yang kurang tepat apabila alat yang didemonstrasikan tidak diamati dengan seksama oleh peserta didik.

Misalnya, alat itu terlalu kecil, atau penjelasan-penjelasan tidak jelas.

b) Demonstrasi menjadi kurang efektif apabila tidak diikuti dengan sebuah aktifitas di mana peserta didik sendiri dapat ikut bereksperimen dan

menjadikan aktifitas itu sebagai pengalaman yang berharga.

c) Tidak semua hal dapat didemonstrasikan di dalam kelas. Misalnya, alat-alat yang sangat besar atau yang berada di tempat lain yang jauh dari kelas.

22 Ahmad Munjin Nasih dan Lilik Nur Kholidah, Metode dan Tehnik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Bandung: Refika Aditama, 2009), 63.

d) Kadang-kadang, apabila sesuatu alat dibawa ke dalam kelas kemudian didemonstrasikan, peserta didik melihat sesuatu yang berlainan dengan

proses jika berada dalam situasi yang sebenarnya.

2) Langkah-langkah Metode Demonstrasi Beberapa petunjuk penggunaan metode demonstrasi :

a) Perencanaan :

1. Menentukan tujuan demonstrasi

2. Menetapkan langkah-langkah pokok demonstrasi dan eksperimen.

3. Menyiapkan alat-alat yang diperlukan.

b) Pelaksanaan:

1. Mengusahakan agar demonstrasi dan eksperimen dapat diikuti, diamati oleh seluruh kelas.

2. Menumbuhkan sikap kritis pada peserta didik sehingga terjadi tanya jawab, dan diskusi tentang masalah yang didemonstrasikan.

3. Memberi kesempatan kepada setiap peserta didik untuk mencoba sehingga peserta didik merasa yakin tentang suatu proses.

4. Membuat penilaian dari kegiatan peserta didik dalam eksperimen tersebut.

c) Tindak lanjut: Setelah demonstrasi dan eksperimen selesai, hendaknya guru memberikan

tugas pada peserta didik, baik secara tertulis maupun secara lisan, seperti membuat karangan laporan dan lain-lain. Dengan demikian guru dapat tugas pada peserta didik, baik secara tertulis maupun secara lisan, seperti membuat karangan laporan dan lain-lain. Dengan demikian guru dapat

Langkah-langkah metode demonstrasi antara lain :

1. Merumuskan tujuan yang jelas dari sudut kecakapan atau kegiatan yang diharapkan dapat dicapai atau dilaksanakan oleh peserta didik itu sendiri

bila demonstrasi berakhir.

2. Menetapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan dilaksanakan. Dan sebaiknya, sebelum demonstarasi dilakukan oleh guru,

dicobakan terlebih dahulu supaya tidak gagal pada saat dilaksanakan di kelas.

3. Memperhitungkan waktu yang dibutuhkan. Apakah tersedia waktu untuk memberi kesempatan peserta didik mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan

komentar selama dan sesudah demonstrasi. Menyiapkan pertanyaan- pertanyaan kepada peserta didik untuk merangsang observasi.

4. Selama demonstrasi berlangsung guru bertanya pada diri sendri apakah :

a. Keterangan-keterangan itu dapat didengar dengan jelas oleh peserta didik.

b. Alat itu telah ditempatkan pada posisi yang baik sehingga setiap peserta didik dapat melihat dengan jelas.

5. Menetapkan rencana-rencana untuk menilai kemajuan peserta didik. Perlu terlebih dahulu diadakan diskusi-diskusi dan peserta didik mencobakan

lagi demonstrasi dan eksperimen agar memperoleh kecakapan yang lebih baik.

Sebagai contoh dalam pembelajaran PAI metode demonstrasi dilakukan untuk menjelaskan materi dan memperagakan atau mempraktekkan shalat, tayammum dan lain-lain. Penjelasan dan peragaan sholat dan tayammum betujuan agar peserta didik didik mempunyai pengetahuan dasar-dasar pelaksanaan sholat dan tayammum. Pengetahuan ini penting agar menjadi dasar dari langkah-langkah proses pembelajaran selanjutnya.

Melalui penyerapan metode demonstrasi tersebut peserta didik akan memiliki keterampilan dalam menjalankan ibadah yang diajarkan. Selanjutnya setelah memiliki teori dan mampu mempraktekkan diharapkan peserta didik dapat mengamalkan dengan baik dan konsisten. Pengalaman ibadah tersebut diharapkan dapat menjadi indikator yang didalamnya terdapat korelasi yang positif antara pengetahuan dan perubahan perilaku ibadah yang lebih baik.

b. Metode Drill (Latihan) 23 1). Karekteristik Metode Latihan

Metode latihan (drill) merupakan metode pembelajaran yang digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan atau keterampilan dari apa yang telah dipelajari. Dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, materi yang bisa diajarkan dengan metode ini diantaranya adalah materi yang bersifat pembiasaan, seperti ibadah shalat, mengkafani jenazah, baca tulis al-Qur’a>n, dan lain-lain.

Secara umum pembelajaran dengan metode latihan (drill) biasanya digunakan agar peserta didik:

23 Ibid., 91.

a) Memiliki kemampuan motoris atau gerak, seperti menghafalkan kata-kata, menulis, dan mempergunakan alat.

b) Mengembangkan kecakapan intelek, seperti mengalikan, membagi, menjumlahkan.

c) Memiliki kemampuan menghubungkan anatar suatu keadaan dengan yang lain.

Beberapa keuntungan dalam pemanfaatan metode latihan adalah sebagai berikut:

a) Bahan pelajaran yang diberikan dalam suasana yang sungguh-sungguh akan lebih kokoh tertanam dalam daya ingatan peserta didik. Karena seluruh

pikiran, perasaan, kemauan dikonsentrasikan pada pelajaran yang dilatihkan.

b) Peserta didik akan dapat mempergunakan daya pikirannya dengan bertambah baik, karena dengan pengajaran yang baik maka peserta didik akan menjadi

lebih teratur, teliti dan mendorong daya ingatnya.

c) Adanya pengawasan, bimbingan dan koreksi yang segera serta langsung dari guru, memungkinkan peserta didik untuk melakukan perbaikan kesalahan saat

itu juga. Hal ini dapat menghemat waktu belajar di samping itu juga peserta didik langsung mengetahui prestasinya.

Di samping kelebihan yang dipunyai, juga ada beberapa kelemahan yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu:

1. Latihan yang dilakukan dibawah pengawasan yang ketat dan suasan serius mudah sekali menimbulkan kebosanan.

2. Tekanan yang lebih berat, yang diberikan setelah peserta didik merasa bosan atu jengkel tidak akan menambah gairah belajar dan menimbulkan keadaan

psikis berupa mogok belajar atau latihan.

3. Latihan yang terlampau berat dapat menimbulkan perasaan benci dalam diri peserta didik, baik terhadap pelajaran maupun terhadap guru.

4. Latihan yang selalu diberikan di bawah bimbingn guru, perintah guru dapat melemahkan insiatif maupun kreatifitas peserta didik.

5. Karena tujuan latihan adalah untuk mengkokohkan asosiasi tertentu, maka peserta didik akan merasa asing terhadap semua struktur-struktur baru dan

menimbulkan perasaan tidak berdaya. Kelemahan-kelemahan di atas dapat diatasi dengan memperhatikan hal-hal sebagi berikut:

1. Guru mengarahkan peserta didik untuk memberikan respons yang maksimal dan reaksi yang tepat.

2. Jika terdapat kesulitan pada peserta didik saat merespons, mereaksi, hendaknya guru segera meneliti sebab-sebab yang menimbulkan kesulitan

tersebut.

3. Berikanlah segera penjelasan-penjelasan, baik bagi reaksi atau repons yang betul maupun yang salah. Hal ini perlu dilakukan agar siswa dapat

mengevaluasi kemajuan dari latihannya.

4. Usahakan peserta didik memiliki ketepatan merespons kemudian kecepatan merespons.

5. Istilah-istilah baik berupa kata-kata maupun kalimat-kalimat yang digunakan dalam latihan hendaknya dimengerti oleh peserta didik.

2). Langkah-langkah metode drill (Latihan) Dalam pelaksanaannya, metode drill terkadang mengalami beberapa hambatan, terutama yang terkait dengan kesiapan guru dan pengkondisian kelas. Oleh karena itu, guru hendaknya memperhatikan beberapa prinsip umum metode drill berikut ini:

1. Peserta didik harus diberi pengertian yang mendalam sebelum diadakan latihan tertentu.

2. Latihan untuk pertama kalinya hendaknya bersikap diagnostic.

a) Pada taraf permulaan jangan diharapkan reproduksi yang sempurna.

b) Dalam percobaan kembali harus diteliti kesulitan yang timbul.

c) Respons yang benar harus diperkuat.

d) Baru kemudian diadakan variasi, perkembangan arti dan kontrol.

3. Masa latihan tidak perlu teralalu lama, tetapi harus sering dilakukan.

4. Pada waktu latihan harus dilakukan proses esensial.

5. Di dalam latihan yang pertama-tama adalah ketepatan, kecepatan dan pada akhirnya kedua-duanya harus dapat tercapai sebagai kesatuan.

6. Latihan harus memiliki arti dalam rangka tingkah laku yang lebih luas.

a) Sebelum melaksanakan, peserta didik perlu mengetahui terlebih dahulu arti latihan itu.

b) Peserta didik perlu menyadari bahwa latihan-latihan itu berguna untuk kehidupan selanjutnya.

c) Peserta didik perlu mempunyai sikap bahwa latihan-latihan itu diperlukan untuk melengkapi belajar.

c. Metode Diskusi 24 Metode diskusi merupakan kegiatan tukar menukar informasi, pendapat dan unsur-unsur pengalaman secara teratur. Menurut Golo (2002) metode diskusi merupakan metode pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kualitas interaksi antar peserta didik. Tujuannya ialah untuk memperoleh pengertian bersama yang lebih jelas dan lebih teliti tentang sesuatu, di samping untuk mempersiapkan dan menyelesaikan keputusan bersama.

Secara normatif, al-Qur’a>n telah memberikan penegasan akan pentingnya metode ini dalam pengajaran. Allah SWT. berfirman dalam surat an- Nah}l (16) ayat 125 :

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-

Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.

24 Ibid., 57.

25 Depag RI, Al-Qur’a>n Dan Terjemahannya Al-Juma>natul ‘Ali>, S urat an-Nah}l (16) ayat 125 (Bandung: CV PENERBIT J-ART, 2004), 282.

Metode diskusi pada dasarnya menekankan partisipasi dan interaksi semua anggota kelompok dalam kegiatan diskusi. Morgan (dalam Suprianto, 2007) menegaskan bahwa diskusi yang ideal adalah berpartisipasinya sekelompok individu dalam diskusi terhadap suatu masalah yang memerlukan informasi atau tindakan lebih lanjut.

Dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, metode ini sangat membantu peserta didik untuk dapat mengetahui lebih banyak tentang Islam dan dapat saling menghargai perbedaan. Tema-tema yang bisa didiskusikan misalnya tentang keragaman madhhab fiqih yang ada dalam Islam. Dalam konteks T{aharah (bersuci) misalnya, guru bisa mengajak peserta didik memahami perbedaan pendapat yang ada, di mana sebagian ulama menganggap bahwa menyentuh kulit antara lawan jenis itu membatalkan wudu, sementara yang lain menganggap tidak membatalkan wudu asal tidak disertai dengan shahwat ketika menyentuhnya. Contoh lain dalam masalah distribusi zakat fit}rah, sebagian berpendapat bahwa zakat fit}rah hanya dikhususkan kepada fakir dan miskin, sementara yang lain membolehkan diberikan kepada mustahiq selain fakir miskin asal masih dalam kategori as}naf thamaniyah ( delapan golongan). 1). Karakteristik Metode Diskusi

Metode diskusi berbeda dari metode ceramah. Dalam metode diskusi peran guru tidak begitu dominan. Guru biasanya hanya memberikan pengarahan terhadap jalannya diskusi dan membantu menyimpulkan hasil diskusi yang dilakukan peserta didik. Karenanya diskusi mengandung unsur-unsur demokratis. Peserta didik diberi kesempatan untuk mengemukakan ide-idenya Metode diskusi berbeda dari metode ceramah. Dalam metode diskusi peran guru tidak begitu dominan. Guru biasanya hanya memberikan pengarahan terhadap jalannya diskusi dan membantu menyimpulkan hasil diskusi yang dilakukan peserta didik. Karenanya diskusi mengandung unsur-unsur demokratis. Peserta didik diberi kesempatan untuk mengemukakan ide-idenya

Sebagaimana metode-metode pembelajaran yang lain, metode diskusi mempunyai kelebihan dan kekurangan. Beberapa kelebihan metode ini antara lain:

a) Mendorong peserta didik berpikir kritis.

b) Mendorong peserta didik mengekspresikan pendapatnya secara bebas

c) Mendorong peserta didik mengembangkan pikirannya untuk memecahkan masalah bersama