Kajian Permeabilitas Beberapa Jenis Tanah di Lahan Percobaan Kwala Bekala USU Melalui Uji Laboratorium dan Lapangan

TINJAUAN PUSTAKA Permeabilitas Tanah

  Permeabilitas tanah adalahkemampuan tanah untuk meloloskan atau melewatkan air.Permeabilitas tanah juga merupakan suatu kesatuan yang meliputi infiltrasi tanah dan bermanfaat sebagai permudahan dalam pengolahan tanah.Tanah dengan permeabilitas tinggi dapat menaikkan laju infiltrasi sehingga menurunkan laju air larian(Rohmat, 2009).

  Permeabilitas tanah adalah kemampuan tanah untuk meneruskan air atau udara.Permeabilitas tanah biasanya diukur dengan istilah kecepatan air yang mengalir dalam waktu tertentu yang ditetapkan dalam satuan cm/jam (Hakim, dkk, 1986).

  Selain itu permeabilitas juga merupakan pengukuran hantaran hidraulik tanah. Hantaran hidraulik tanah timbul adanya pori kapiler yang saling bersambungan dengan satu dengan yang lain. Secara kuantitatif hantaran hidraulik jenuh dapat diartikan sebagai kecepatan bergeraknya suatu cairan pada media berpori dalam keadaan jenuh. Dalam hal ini sebagai cairan adalah air dan sebagai media pori adalah tanah. Penetapan hantaran hidraulik didasarkan pada hukum Darcy.Dalam hukum ini tanah dianggap sebagai kelompok tabung kapiler halus dan lurus dengan jari – jariyang seragam. Sehingga gerakan air dalam tabung tersebut dianggap mempunyai kecepatan yang sama (Rohmat, 2009).

  Permeabilitastanahjenuhsangat bervariasi.Di dalam studi irigasidandrainase, permeabilitasadalahvariabel yang dominan, beberapatanah memiliki permeabilitas yang berbeda.Pengetahuanpermeabilitastanahsangat penting untuk kemajuandalam studiketersediaanair danefisiensiaplikasiair, dandalam desainsistem drainaseuntukreklamasitanah salindan alkali.Untuk aplikasiirigasibiasa,tidak praktisuntuk mengukursemua faktoryang mempengaruhipermeabilitas, tetapipraktisdan sangatpentinguntuk mengukurpermeabilitastanahdi laboratoriumdandi lapangan (Israelsen and Hansen, 1962).

  Permeabilitas sangat mempengaruhi irigasi, permeabilitas merupakan kemampuan tanah untuk menahan air, jika kemampuan tanah dalam menahan air lemah maka akan mempengaruhi air yang ada dalam saluran irigasi, dengan demikian tanah pada saluran irigasi yang mempunyai permeabilitas lemah akan menyebabkan tinggi air yang akan hilang (merembes) (Sunardi, 2006).

  Koefisien permeabilitas terutama tergantung pada ukuran rata-rata pori yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur tanah. Secara garis besar, makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya. Berarti suatu lapisan tanah berbutir kasar yang mengandung butiran-butiran halus memiliki harga k yang lebih rendah dan pada tanah ini koefisien permeabilitas merupakan fungsi angka pori. Kalau tanahnya berlapis-lapis permeabilitas untuk aliran sejajar lebih besar dari pada permeabilitas untuk aliran tegak lurus. Lapisan permeabilitas lempung yang bercelah lebih besar dari pada lempung yang tidak bercelah (unfissured) (Seta, 1994).

  Penentuan besarnya nilai permeabilitas tanah dapat dihitungmelalui uji laboratorium dan uji lapangan seperti pada (Gambar 1) dengan menggunakan permeameter permukaan konstan.

  Gambar 1. Permeameter permukaan konstan (Constant – head permeameter) Sumber :Israelsen and Hansen, 1962.

  Dalam menghitung pemindahan air melalui tanah pada kondisi jenuh dikenal hukum Darcy yang biasa digunakan dalam menghitung permeabilitas.

  Hukum Darcy merupakan satu ukuran pengaliran air pada tanah jenuh dan dirumuskan sebagai berikut:

  QL

  k= ...................................................................................... (1)

  Ah L di mana: k = koefisien permeabilitas (cm/jam)

  3 Q = debit air (cm /jam)

  2 A = luas permukaan tanah (cm )

  h L = tinggi muka air dan tebal tanah (cm) L = tebal/kedalaman tanah (cm) (Israelsen and Hansen, 1962).

  Dengan permukaan yang dijaga konstan, di mana aliran air yang masuk terus menerus ataupun penambahan air secara kontinu sehingga aliran air yang stabil melalui tanah diperoleh. Gambar 1 menggambarkan dua permeameter permukaan konstan yang digunakan untuk tes di laboratorium (a) dan studi lapangan (b). Dalam studilapangandi tanahterganggu, kehilanganpermukaan danpanjangalirankadang – kadangtidakdapat diukur secara akuratdengan biayayang wajar. Jikapermukaan tanahterdiri darilapisan tipisrendah – permeabilitastanahatasnyalapisan tanahsangat permeabel, makahilangnyapermukaan hidrolikdapat dianggapsebagai jarakdari permukaanairtanahsangat permeabeldan panjangaliran (Israelsen and Hansen, 1962).

  Permeabilitas tanah memiliki lapisan atas dan bawah. Lapisan atas berkisar antara lambat sampai agak cepat (0,20 - 9,46 cm/jam), sedangkan di lapisan bawah tergolong agak lambat sampai sedang (1,10 - 3,62cm/jam) (Suharta danPrasetyo, 2008).

  Permeabilitas tanah dapat dikelompokkan berdasarkan kelas kecepatannya. Uhland and O’neal (1951) mengelompokkan kelas permeabilitas tanah seperti yang terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi permeabilitas tanah

  Kelas Permeabilitas (cm/jam) Sangat lambat < 0,125

Lambat 0,125 – 0,50

Agak lambat 0,50 – 2,00

Sedang 2,00 – 6,25

Agak cepat 6,25 – 12,50

  

Cepat 12,50 – 25,00

Sangat cepat >25,00

  Sumber : Uhland and O’neal, 1951.

  Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Permeabilitas

  Permeabilitas timbul karena adanya pori kapiler yang saling bersambungan satu dengan yang lainnya. Secara kuantitatif permeabilitas dapat dinyatakan sebagai kecepatan bergeraknya suatu cairan pada media berpori dalam keadaan jenuh.Permeabilitas ini merupakan suatu ukuran kemudahan aliran melalui suatu media porous.Secara kuantitatif permeabilitas diberi batasan dengan koefisien permeabilitas (Hanafiah, 2005).

  Beberapa faktor yang mempengaruhi permeabilitas di antaranya tekstur tanah, bahan organik tanah, kerapatan massa tanah (bulk density), kerapatan partikel tanah (particle density), porositas tanah, dan kedalaman efektif tanah.

  Tekstur Tanah

  Tekstur tanah adalah perbandingan relatif (dalam bentuk persentase) fraksi–fraksi pasir, debu, dan liat. Partikel-partikel pasir memiliki luas permukaan yang kecil dibandingkandebu dan liat tetapi ukurannya besar. Semakin banyak ruang pori diantara partikel tanahsemakin dapat memperlancar gerakan udara dan air. Luas permukaan debu jauh lebih besardari permukaan pasir, dimana tingkat pelapukan dan pembebasan unsur hara untuk diserapakar lebih besar dari pasir. Tanah yang memiliki kemampuan besar dalam memegang air adalah Fraksi Liat (Hanafiah, 2005).

  Menurut Hardjowigeno (2007), kelas tekstur tanah menunjukkan perbandingan butir-butir pasir (0,005 mm - 2 mm), debu (0,002 mm - 0,005 mm), dan liat (< 0,002 mm) di dalam fraksi tanah halus. Tekstur menentukan tata air, tata udara, kemudahan pengelolaan, dan struktur tanah.Penyusun tekstur tanah berkaitan erat dengan kemampuan memberikan zat hara untuk tanaman, kelengasan tanah, perkembangan akar tanaman, dan pengelolaan tanah.Berdasarkan persentase perbandingan fraksi – fraksi tanah, maka tekstur tanah dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu halus, sedang, dan kasar.Makin halus tekstur tanah mengakibatkan kualitas tanah semakin menurun karena berkurangnya kemampuan tanah dalam menghisap air.

  Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan kemampuantanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Tektur tanah akan mempengaruhikemampuan tanah menyimpan dan menghantarkan air, menyimpan dan menyediakan haratanaman. Tanah bertekstur pasir yaitu tanah dengan kandungan pasir > 70 %, porositasnyarendah (<40%), sebagian ruang pori berukuran besar sehingga aerasinya baik, daya hantar aircepat, tetapi kemampuan menyimpan zat hara rendah. Tanah pasir mudah diolah, sehinggajuga disebut tanah ringan. Tanah disebut bertekstur berliat jika liatnya > 35 % kemampuanmenyimpan air dan hara tanaman tinggi. Air yang ada diserap dengan energi yang tinggi,sehingga liat sulit dilepaskan terutama bila kering sehingga kurang tersedia untuk tanaman.Tanah liat juga disebut tanah berat karena sulit diolah, tanah berlempung, merupakan tanahdengan proporsi pasir, debu, dan liat sedemikian rupa sehingga sifatnya berada diantaratanah berpasir dan berliat. Jadi aerasi dan tata udara serta udara cukup baik, kemampuanmenyimpan dan menyediakan air untuk tanaman tinggi. Mineral liat merupakan kristal yangterdiri dari susunan silika tetrahedral dan alumia oktahedral. Didalam tanah selain darimineral liat, muatan negatif juga berasal dari bahan organik. Muatan negatif ini berasal dari ionisasi hidrogen pada gugusan karboksil atau penolik (Islami dan Utomo, 1995).

  Tekstur sangat mempengaruhi permeabilitas tanah.Hal ini dikarenakan permeabilitas itu adalah melewati tekstur tanah. Misalnya tanah yang bertekstur pasir akan mudah melewatkan air dalam tanah. Hal ini terkait dengan pengaruh tekstur terhadap proporsi bahan koloidal, ruang pori dan luas permukaan adsorbsi, yang semakin halus teksturnya akan makin banyak, sehingga makin besar kapasitas simpan airnya, hasilnya berupa peningkatan kadar dan ketersediaan air tanah (Hanafiah, 2005).

  Bahan Organik Tanah

  Bahan organik tanah adalah komponen tanah yang berasal dari makhluk hidup (tumbuhan atau hewan) yang telah mati. Umumnya bahan organik di tanah mineral berkisar 0,5 – 5,0 %. Terlepas dari kadarnya yang sangat rendah di tanah mineral, fraksi organik sangat mempengaruhi sifat–sifat tanah, fungsi ekosistem, dan banyak proses ekosistem. Sifat–sifat tanah yang dipengaruhinya meliputi sifat biologi, kimia, dan fisika tanah (Mukhlis, dkk, 2011).

  Berdasarkan kandungan bahan organiknya tanah dapat dikelompokkan menjadi kelompok tanah mineral dan tanah organik. Tanah mineral meliputi tanah – tanah yang kandungan bahan organiknya kurang dari 20 % atau tanah yang mempunyai lapisan organik dengan ketebalan kurang dari 30 cm (diukur dari permukaan tanah) dan tanah organik adalah tanah yang kandungan bahan organiknya lebih dari 65 % (hingga kedalaman 1 meter apabila tanah belum diolah) (Kartasapoetra dan Sutedjo, 2005).

  Komponen organik tanah adalah residu tumbuhan dan hewan di dalam tanah pada berbagai tingkat dekomposisi. Kadarnya ± 5 % dari total volume tanah. Konsentrasi C organik berkisar dari < 5 g C/kg tanah (0,5 % C) hingga > 130 g C/kg tanah (13 % C) di tanah humus alpin (Histosol dan Mollisol) pada lapisan 0 – 10 cm, pada lahan lempung padang pasir (Aridisol). Bahan organik terdiri atas organisme hidup (10 %), akar tanaman (10 %), dan humus (80 %).

  Unsur penyusun utama dari bahan organik tanah adalah C (52 – 58 %), O (34 – 39 %), H (3,3 – 4,8 %), dan N (3,7 – 4,1 %) (Mukhlis, dkk, 2011).

  Bahan organik pada umumnya ditemukan di atas permukaan tanah, jumlahnya tidak besar, sekitar 3-5% tetapi pengaruhnya sangat besar terhadap sifat-sifat tanah. Dapat dilihat bahwa bahan organik dapat berfungsi sebagaigranulator memperbaiki srtuktur tanah, sebagai sumber unsur hara N, P, S, kapasitas meningkatkan nilai KTK tanah merupakan sumber energi bagi mikroorganisme tanah dan menambah kemampuan tanah menahan air (Hardjowigeno, 1995).

  Kerapatan Massa Tanah

  Kerapatan Massa Tanah (Bulk density) menyatakan berat volume tanah, dimana seluruh ruang tanah diduduki butir padat dan pori yang masuk dalam perhitungan. Berat volume dinyatakan dalam massa suatu kesatuan volume tanah kering. Volume yang dimaksudkan adalah menyangkut benda padat dan pori yang terkandung di dalam tanah. Bulk density dipengaruhi oleh padatan tanah, pori-pori tanah, struktur, tekstur, ketersediaan bahan organik, serta pengolahan tanah sehingga dapat dengan cepat berubah akibat pengolahan tanah dan praktek budidaya (Hardjowigeno, 2003).

  Tanah lebih padat mempunyai bulk density yang lebih besar dari pada tanah mineral yang bagian atasnya mempunyai kandungan bulk density yang lebih rendah dibandingkan tanah dibawahnya.Bulk densitydi lapangan tersusun atas

  3

  tanah-tanahmineral yang umumnya berkisar 1,0 - 1,6 gr/cm . Tanah organik memiliki nilai bulk density yang lebih mudah, misalnya dapat mencapai 0,1

  3

  3

  gr/cm – 0,9gr/cm pada bahan organik. Bulk density atau kerapatan massa tanah banyak mempengaruhi sifat fisik tanah, seperti porositas, kekuatan, daya dukung, kemampuan tanah menyimpan air drainase dan lain-lain. Sifat fisik tanah ini banyak bersangkutan dengan penggunaan tanah dalam berbagai keadaan (Hardjowigeno, 2003).

  Bahan organik lebih ringan daripada bahan mineral. Disamping itu bahan organik akan memperbesar pori tanah. Nilai bulk densityakan lebih rendah bahan organik penyusun tanah tinggi karena bahan organik dapat memperkecil berat (S) tanah dan dapat memperbesar porositas tanah serta memiliki berat yang kecil dibanding dengan bahan mineral. Tanah dengan nilai bulk density yang kecil baik untuk lahan pertanian sebab bulk density yang kecil bahan organik yang dikandungnya akan semakin besar sehingga akan menyebabkan aerasi dalam tanah tersebut menjadi lebih baik. Tanah yang memiliki bulk density tinggi atau besar mempunyai kandungan bahan mineral yang banyak, namun porositasnya rendah karena semakin tinggi nilai bulk densitynya maka porositasnya akan berkurang (Pairunan, 1985).

  Menurut Hakim dkk(1986), bulk density pada pertumbuhan sedang dan pertumbuhan kecil (1,05 - 1,32) relatif tinggi dibandingkan pertumbuhan baik (1,04 - 1,18). Hal ini menunjukkan semakin tinggi bulk density menyebabkan kepadatan tanah meningkat, aerasi dan drainase terganggu, sehingga perkembangan akar menjadi tidak normal. Nilai bulk density dapat menggambarkan adanya lapisan tanah, pengolahan tanah, kandungan bahan organik dan mineral, porositas, daya memegang air, sifat drainase, dan kemudahan tanah ditembus akar.

  Bulk density sangat berhubungan dengan particle density, jika particle

density tanah sangat besar maka bulk density juga besar. Hal ini dikarenakan

partikel density berbanding lurus dengan bulk density, namun apabila tanah

  memiliki tingkat kadar air yang tinggi maka partikel density dan bulk density akan rendah. Dapat dikatakan bahwa particle density berbanding terbalik dengan kadar air. Hal ini terjadi jika suatu tanah memiliki tingkat kadar air yang tinggi dalam menyerap air tanah, maka kepadatan tanah menjadi rendah karena pori-pori di dalam tanah besar sehingga tanah yang memiliki pori besar akan lebih mudah memasukkan air di dalam agregat tanah (Hanafiah 2005).

  Kerapatan massa tanah menunjukkan perbandingan berat tanah terhadap volume total (udara, air, dan padatan) yang dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

  Ms = ..................................................................................... (2)

  ρ b Vt

  3

  di mana : kerapatan massa tanah (gr/cm )

  ρ b =

  Ms = massa tanah (gr)

  Kerapatan Partikel Tanah

  Kerapatan butir tanah menyatakan berat butir-butirpadat tanah yang terkandung di dalam tanah. Menghitung kerapatan butir tanah, berarti menentukan kerapatan partikel tanah dimana pertimbangan hanya diberikan untuk partikel yang solid. Oleh karena itu kerapatan partikel setiap tanah merupakan suatu tetapan dan tidak bervariasi menurut jumlah ruang partikel. Untuk kebanyakan

  3

  tanah mineral kerapatan partikelnya rata-ratasekitar 2,6 gram/cm . Kandungan bahan organik di dalam tanah sangat mempengaruhi kerapatan butir tanah, akibatnya tanah permukaan biasanya kerapatan butirnya lebih kecil dari subsoil. Walau demikian kerapatan butir tanah tidak berbeda banyak pada tanah yang berbeda, jika tidak, akan terdapat suatu variasi yang harus mempertimbangkan kandungan tanah organik atau komposisi mineral (Foth, 1984).

  Faktor-faktor yang mempengaruhi particle density yaitu kadar air, tekstur tanah, struktur tanah, bahan organik, dan topografi. Kadar air mempengaruhi volume kepadatan tanah, dimana untuk mengetahui volume kepadatan tanah dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah, sebab tanpa adanya pengaruh kadar air maka proses particle density tidak berlangsung, karena air sangat mempengaruhi volume kepadatan tanah. Selanjutnya volume padatan tanah tersusun oleh fraksi pasir, liar, dan debu sehingga untuk mengetahui volume padatan tanah tertentu dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah.Kandungan bahan organik di dalam tanah sangat mempengaruhi kerapatan butir tanah.Semakin banyak kandungan bahan organik yang terkandung dalam tanah, maka makin kecil nilai particle densitynya. Selain itu, dalam volume yang sama, bahan organik memiliki berat yang lebih kecil daripada benda padat tanah mineral yang lain. Sehingga jumlah bahan organik dalam tanah mempengaruhi kerapatan butir. Akibatnya tanah permukaan kerapatan butirnya lebih kecil daripada sub

  

soil . Top soil banyak mengandung bahan organik dan kerapatan butirnya sampai

  2,4 gr/cc atau bahkan lebih rendah dari nilai itu. Dengan adanya bahan organik, menyebabkan nilai particle densitynya semakin kecil (Hanafiah 2005).

  Jika particle density suatu lahan rendah, maka tanah tersebut kurang baik untuk dijadikan media tanam, sebaliknya jika nilai particle density tinggi, maka baik untuk dijadikan suatu media tanam bagi produktivitas tanaman. Bahan organik memiliki berat yang lebih kecil dari berat benda padat tanah mineral yang lain dalam volume yang sama, jumlah bahan organik dalam tanah jelas mempengaruhi kerapatan butir. Akibatnya tanah permukaan biasanya kerapatan butirnya lebih kecil dari sub soil (Hardjowigeno, 1992).

  Kerapatan partikel tanah menunjukkan perbandingan antara massa tanah kering terhadap volume tanah kering dengan persamaan:

  Ms = ...................................................................................... (3)

  ρ s Vs

  3

  di mana : = kerapatan partikel (gr/cm )

  ρ s

  3 Vs = volume tanah (cm ) (Hillel, 1981).

  Porositas Tanah

  Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Porositas dapat ditentukan melalui 2 cara, yaitu menghitung selisih bobot tanah jenuh dengan bobot tanah kering dan menghitung ukuran volume tanah yang ditempati bahan padat. Komposisi pori-pori tanah ideal terbentuk dari kombinasi fraksi debu, pasir, dan lempung. Porositas itu sendiri mencerminkan tingkat kesarangan untuk dilalui aliran massa air (permeabilitas, jarak per waktu) atau kecepatan aliran air untuk melewati massa tanah (perkolasi, waktu per jarak). Kedua indikator ini ditentukan oleh semacam pipa berukuran non kapiler (yang terbentuk dari pori–porimakro dan meso yang berhubungan secara kontinu) di dalam tanah. Hal tersebut menekankan bahwa tanah permukaan yang berpasir memiliki porositas lebih kecil daripada tanah liat. Sebab tanah pasir memiliki ruang pori total yang mungkin rendah tetapi mempunyai proporsi yang besar yang disusun oleh komposisi pori- poriyang besar yang efisien dalam pergerakan udara dan airnya. Ini berarti karena persentase volume yang terisi pori-porikecil pada tanah pasir menyebabkan kapasitas menahan airnya rendah. Maka tanah–tanahyang memiliki tekstur halus, memiliki ruang pori lebih banyak dan disusun oleh pori–porikecil karena proporsinya relatif besar (Susanto, 1994).

  Porositas menunjukkan indeks dari volume pori relatif dalam tanah. Nilai porositas umumnya berkisar antara 0,3 – 0,6 (30 – 60 %). Porositas juga berhubungan dengan kerapatan massa tanah (bulk density) sesuai dengan persamaan sebagai berikut:

  ρ b

  f = �1 − � 100 %..........................................................................(4)

  ρ s

  di mana : f = porositas (%)

  3

  = kerapatan massa tanah (g/cm )

  ρ b

  3

  = kerapatan partikel tanah (g/cm )

  ρ s (Hillel, 1981).

  Porositas atau ruang pori adalah rongga antar tanah yang biasanya diisi air atau udara. Pori sangat menentukan sekali dalam permeabilitas tanah, semakin besar pori dalam tanah tersebut, maka semakin cepat pula permeabilitas tanah tersebut (Hanafiah, 2005).

  Tanah bertekstur kasarmempunyai persentaseruang pori total lebih rendah dari pada tanah bertekstur halus, meskipun rataan ukuran pori bertekstur kasar lebih besar dari pada ukuran pori tanah bertekstur halus (Arsyad,1989). Arsyad (1989) menyajikan kelas porositas tanah yang terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kelas Porositas Tanah

  Porositas (%) Kelas 100 Sangat porous 80-60 Porous 60-50 Baik 50-40 Kurang baik 40-30 Buruk

  < 30 Sangat buruk Sumber : Arsyad, 1989.

  Kedalaman Efektif Tanah

  Kedalaman tanah dalam pengertian pertanian dibatasi bagian atas kulit bumi yang telah mengalami pelapukan atau adanya aktivitas biologi. Jika bagian yang telah mengalami pelapukan adalah dangkal, maka bagian tersebutlah yang dipakai sebagai batas kedalaman tanah. Sebaliknya, jika bagian yang telah mengalami pelapukan sangat dalam, maka tidak semua bahan lapuk tersebut disebut tanah, melainkan sampai kedalaman tempat terdapat aktivitas biologi.

  Pada umumnya pembahasan tanah dalam bidang pertanian dibatasi pada kedalaman sekitar 2 m. Kedalaman ini jauh berbeda dengan kedalaman tanah di bidang keteknikan, yang dapat mencapai puluhan meter (Islami dan Utomo, 1995).

  Kedalaman tanah berhubungan dengan ketebalan lapisan atas dan lapisan bawah sampai lapisan batuan induk. Tanah dangkal merupakan masalah yang terbesar di dalam manajemen lahan dan perkembangannya. Kegunaan dari mengetahui kedalaman tanah adalah dapat menentukan dalam perkembangan akar dan ketersediaan air. Tanah dengan kedalaman dangkal akan membatasi ketersediaan air dan pertumbuhan akar. Demikian juga, tanah dangkal pada area yang datar dengan permeabilitas rendah akan mungkin tergenang secara musiman (Hardjowigeno, 2003).

  Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus oleh akar tanaman. Pengamatan kedalaman efektif dilakukan dengan mengamati penyebaran akar tanaman. Banyaknya perakaran, baik akar halus maupun akar kasar, serta dalamnya akar–akar tersebut dapat menembus tanah dan bila tidak dijumpai akar tanaman, maka kedalaman efektif ditentukan berdasarkan kedalaman solum tanah (Hardjowigeno, 1995).

  Cara praktis penetapan bawah (kedalaman efektif) suatu solum tanah adalah melalui penyidikan pada kedalaman penetrasi perakaran tanaman yang tidak mempunyai lapisan padat yang dapat menghambat penetrasi akar, maka perakaran tanaman akan berpeluang menembus sampai perbatasan mineral tanah dan bahan geologis atau bukan tanah. Kedalaman efektif tanah dapat diklasifikasikan sebagai berikut : dalam (> 90 cm), sedang (50 – 90 cm), dangkal (25 – 50 cm), dan sangat dangkal (< 25 cm) (Foth, 1994).

  Selain beberapa faktor di atas beberapa faktor lain yang mempengaruhi permeabilitas antara lain struktur, viskositas, dan gravitasi. Semakin banyak ruang antar struktur, maka semakin cepat juga permeabilitas dalam tanah tersebut. Misalnya tanah yang berstruktur lempeng akan sulit ditembus oleh air dari pada berstruktur remah.Viskositas sama juga dengan kekentalan air, semakin kental air tersebut, maka semakin sulit juga air untuk menembus tanah tersebut.Gaya gravitasi atau gaya tarik bumi juga sangat menentukan permeabilitas tanah, karena permeabilitas adalah gaya yang masuk ke tanah menurut gaya gravitasi (Hanafiah, 2005).

  Tanah

  Tanah tersusun atas 4 bahan utama, yaitu: bahan mineral, bahan organik, air, dan udara. Bahan mineral berasal dari hasil pelapukan batuan.Susunan mineral dalam tanah berbeda–beda sesuai susunan mineral batuan induknya (beku, malihan, dan endapan).Mineral dapat dibagi menjadi mineral primer dan mineral sekunder, mineral primer adalah mineral yang berasal langsung dari batuan yang dilapuk, umumnya dalam fraksi–fraksi pasir dan debu, mineral sekunder baru yang terbentuk selama proses pembentukan tanah berlangsung, umumnya dalam fraksi liat.Bahan organik berupa hasil penimbunan sisa–sisa tumbuhan dan binatang, sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali menjadi mangsa jasad mikro, sehingga sifatnya selalu berubah atau tidak mantap.Airterdapat dalam ruang pori tanah.Kuat atau tidaknya air ditahan oleh tanah yang mempengaruhi tingkat ketersediaan air tanah bagi tanaman karena segera hilang merembes ke bawah.Udara menempati ruang pori tanah (terutama sedang dan besar).Jumlahnya berubah–ubah tergantung kondisi air tanah.Susunannya tergantung dari reaksi yang terjadi di dalam tanah (Buckman dan Brandy, 1982).

  Sifat fisik tanah merupakan sifat tanah yang berhubungan dengan bentuk/kondisi tanah asli, yang termasuk diantaranya adalah tekstur, struktur, porositas, stabilitas, konsistensi warna maupun suhu tanah.Sifat tanah berperan dalam aktivitas perakaran tanaman, baik dalam hal absorbsi unsur hara, air maupun oksigen juga sebagai pembatas gerakan akar tanaman (Hakim, dkk, 1986).

  Klasifikasi Tanah

  Untuk memahami hubungan antara jenis tanah, diperlukan pengetahuan yang mampu mengelompokkan tanah secara secara sistematik sehingga dikenal banyak sekali sistem klasifikasi yang berkembang. Untuk mempelajari hubungan antar jenis tanah maka sistem klasifikasi tanah dibagi menjadi sistem klasifikasi alami dan sistem klasifikasi teknis (Sutanto, 2005).

  Menurut Sutanto (2005) klasifikasi alami yakni klasifikasi tanah yang didasarkan atas sifat tanah yang dimiliki tanpa menghubungkan sama sekali dengan tujuan penggunaannya. Klasifikasi ini memberikan gambaran dasar terhadap sifat fisik, kimia, dan mineralogi tanah yang dimiliki masing–masing kelas dan selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan bagi berbagai penggunaan tanah. Klasifikasi teknis yakni klasifikasi tanah yang didasarkan atas sifat–sifat tanah yang mempengaruhi kemampuan untuk penggunaan tertentu. Misalnya, untuk menanam tanaman semusim, tanah diklasifikasikan atas dasar sifat – sifat tanah yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman semusim seperti kelerengan, tekstur, pH, dan lain–lain. Dalam prakteknya untuk mempelajari jenis tanah maka sistem klasifikasi yang digunakan adalah sistem klasifikasi alami.

  Pada awalnya jenis tanah diklasifikasikan berdasarkan prinsip zonalitas, yaitu: a.

  Tanah zonal, yakni tanah dengan faktor pembentuk tanah berupa iklim dan vegetasi; b.

  Tanah intrazonal, yakni tanah dengan faktor pembentuk tanah berupa faktor lokal terutama bahan induk dan relief; c.

Tanah azonal, yakni tanah yang belum menunjukkan perkembangan profil dan dianggap sebagai awal proses pembentukan tanah

  Kemudian dalam perkembangannya jenis tanah diklasifikasikan berdasarkan sifat tanah (taksonomi tanah). Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh USDA (United State Department of Agriculture) pada tahun 1960 yang dikenal dengan tujuh pendekatan dan sejak tahun 1975 dikenal dengan nama taksonomi tanah.

  Sistem ini bersifat alami berdasarkan karakteristik tanah yang teramati dan terukur yang dipengaruhi oleh proses genesis (Sutanto, 2005).

  Berdasarkan ada tidaknya horizon penciri dan sifat penciri lainnya maka dalam taksonomi tanah dibedakan atas enam kategori, yakni ordo, sub ordo, great group, sub group, family, dan seri. Pada edisi taksonomi tanah tahun 1998 terdapat 12 ordo jenis tanah, yakni Alfisol, Andisol, Aridisol, Entisol, Gelisol, Histosol, Inceptisol, Mollisol, Oxisol, Spodosol, Ultisol, dan Vertisol (Kartasapoetra dan Sutedjo, 2005).

  Di Indonesia jenis tanah yang umumnya dijumpai adalah jenis tanah Mollisols, Vertisols, Andisols, Alfisols, Inceptisols, Ultisols, Oxisols, dan Spodosols. Jenis tanah yang paling banyak ditemui adalah jenis tanah Ultisols yang mencapai 16,74% dari luas lahan yang ada di Indonesia (Sutanto, 2005).

  Tanah Andepts

  Tanah Andepts merupakan tanah yang mempunyai ciri tanah horison A, yaitu warna coklat tua, struktur granular sedang, lemah, agak pekat, batas horison nyata dan berombak. Tanah ini mempunyai nilai infiltrasi yang tinggi walaupun tanahnya dibasahi secara merata, drainase baik sampai cepat, dan mempunyai nilai pemindahan air yang tinggi (Hanafiah, 2005).

  Andepts merupakan salah satu tanah yang dinilai cukup potensial dan tersebar pada beberapa tempat di daerah tropika. Tanah Andepts tanah yang berwarna hitam, mengandung bahan organik dan lempung amorf, serta sedikit silika, yang terbentuk dari abu vulkanik dan umumya ditemukan di daerah dataran tinggi.Kebanyakan Andepts baik untuk pertanian karena menyerap air banyak. Tanah yang cepat menyerap air hujan akan sangat baik untuk tanaman karena tanaman akan tumbuh dengan ketersediaan air yang tercukupi dan juga tidak dalam keadaan jenuh(Islami dan Utomo, 1995).

  Tanah Inceptisol

  Tanah Inceptisol merupakan jenis tanah di wilayah humida yang mempunyai horizon teralterasi, tetapi tidak menunjukkan adanya iluviasi, eluviasi dan pelapukan yang eksterm. Jenis tanah ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah tanah brown forest, glei humik dan glei humik rendah (Hanafiah, 2005).

  Inceptisol adalah tanah – tanah yang dapat memiliki epipedon okhrik dan horison albik seperti yang dimiliki tanah entisol juga yang menpunyai beberapa sifat penciri lain (misalnya horison kambik) tetapi belum memenuhi syarat bagi ordo tanah yang lain. Inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) yang perkembangan profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah matang dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya (Hardjowigeno, 2003).

  Inceptisol mempunyai karakteristik dari kombinasi sifat – sifat tersedianya air untuk tanaman lebih dari setengah tahun atau lebih dari 3 bulan berturut – turut dalam musim – musim kemarau, satu atau lebih horison pedogenik dengan sedikit akumulasi bahan selain karbonat atau silikat amorf, tekstur lebih halus dari pasir geluhan dengan beberapa mineral lapuk dan kemampuan manahan kation fraksi lempung ke dalam tanah tidak dapat di ukur. Kisaran kadar C organik dan Kapasitas pertukaran kation dalam tanah inceptisol sangat lebar dan demikian juga kejenuhan basa. Inceptisol dapat terbentuk hampir di semua tempat kecuali daerah kering mulai dari kutub sampai tropika (Soepardi, 1975).

  Tanah Ultisol

  Tanah Ultisol merupakan tanah yang memiliki horizon argilik dengan kejenuhan basa rendah (< 35%) yang menurun sesuai dengan kedalaman tanah.

  Tanah yang sudah berkembang lanjut di bentangan lahan yang tua. Jenis tanah yang ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah tanah laterik coklat–kemerahan dan tanah podsolik merah–kuning (Hanafiah, 2005).

  Tanah Ultisol memiliki kemasaman kurang dari 5,5 sesuai dengan sifat kimia, komponen kimia tanah yang berperan terbesar dalam menentukan sifat dan ciri tanah umumnya pada kesuburan tanah. Nilai pH yang mendekati minimun dapat ditemui sampai pada kedalaman beberapa cm dari dari batuan yang utuh (belum melapuk). Tanah-tanah ini kurang lapuk atau pada daerah-daerah yang kaya akan basa-basa dari air tanah pH meningkat pada dan di bagian lebih bawah solum (Rohmat, 2009).

  Tanah Ultisol sering diidentikkan dengan tanah yang tidak subur, tetapi sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian potensial, asalkan dilakukan pengelolaan yang memperhatikan kendala (constrain) yang ada pada Ultisol ternyata dapat merupakan lahan potensial apabila iklimnya mendukung.

  Tanah Ultisol memiliki tingkat kemasaman sekitar 5,5 (Foth, 1984).

  Tanah ini umumnya berkembang dari bahan induk tua. Di Indonesia banyak ditemukan di daerah dengan bahan induk batuan liat. Tanah ini merupakan bagian terluas dari lahan kering di Indonesia yang belum dipergunakan untuk pertanian. Problem tanah ini adalah reaksi masam, kadar Al tinggi sehingga menjadi racun tanaman dan menyebabkan fiksasi P, unsur hara rendah, diperlukan tindakan pengapuran dan pemupukan, keadaan tanah yang sangat masam sangat menyebabkan tanah kehilangan kapasitas tukar kation dan kemampuan menyimpan hara kation dalam bentuk dapat tukar, karena perkembangan muatan positif (Hardjowigeno, 2003).

  Senyawa-senyawa Al monomerik dan Al–hidroksi merupakan sumber utama kemasaman dapat tukar dan kemasaman tertitrasi pada Ultisol. Sumber- sumber lain adalah kation-kation ampoter dapat tukar atau senyawa-senyawa hidroksinya, bahan organik dan hidrogen dapat tukar (Soepardi, 1975).

  Sifat-sifat penting pada tanah Ultisol berkaitan dengan jumlah fosfor dan mineral-mineral resisten dalam bahan induk, komponen-komponen ini umumya terdapat dalam jumlah yang tidak seimbang, walupun tidak terdapat beberapa pengecualian. Ultisol yang berkembang pada bahan induk dengan kandungan fosfor yang lebih tinggi. Translokasi/pengangkutan liat yang ekstensif berlangsung meninggalkan residu yang cukup untuk membentuk horison-horison permukaan bertekstur kasar atau sedang (Foth, 1984).