Kajian Penyebaran Air Di Daerah Perakaran Pada Beberapa Jenis Tanah dan Tanaman Dalam Skala Laboratorium

(1)

KAJIAN PENYEBARAN AIR DI DAERAH PERAKARAN

PADA BEBERAPA JENIS TANAH DAN TANAMAN

DALAM SKALA LABORATORIUM

SKRIPSI

OLEH

HILMAN MURASA

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(2)

KAJIAN PENYEBARAN AIR DI DAERAH PERAKARAN

PADA BEBERAPA JENIS TANAH DAN TANAMAN

DALAM SKALA LABORATORIUM

SKRIPSI

OLEH :

HILMAN MURASA

100308052/KETEKNIKAN PERTANIAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Meraih Gelar Sarjana Di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015

Prof. Dr. Ir. Sumono, MS Ketua

Nazif Ichwan, STP, M.Si Anggota


(3)

ABSTRAK

HILMAN MURASA : Kajian Penyebaran Air di Daerah Perakaran Pada Beberapa Jenis Tanah Dan Tanaman Dalam Skala Laboratorium, dibimbing oleh SUMONO dan NAZIF ICHWAN.

Mengetahui penyebaran air di daerah perakaran cukup penting sebagai salah satu pertimbangan dalam memberikan irigasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penyebaran air di daerah perakaran pada beberapa jenis tanah dan tanaman dalam skala Laboratorium. Parameter yang diamati adalah sifat fisik tanah, evapotranspirasi, perkolasi, efisiensi pemakaian air dan penyimpanan air, berat basah dan berat kering tanaman. Hasil penelitian menunjukkan tanah Inceptisol bertekstur Liat, tanah Latosol bertekstur Liat, dan tanah Andepts bertekstur Lempung Liat Berpasir. Evapotranspirasi tanaman sawi terbesar pada fase tengah sebesar 1,92 mm/hari dan tanaman kedelai juga pada fase tengah sebesar 1,84 mm/hari. Perkolasi terbesar untuk tanaman sawi adalah pada tanah Andepts sebesar 1,85 cm/hari dan perkolasi terbesar untuk tanaman kedelai adalah pada tanah Inceptisol sebesar 0,41 cm/hari. Efisiensi pemakaian terbesar tanaman sawi adalah pada tanah Latosol sebesar 100% baik fase tengah maupun fase akhir, efisiensi pemakaian terbesar tanaman kedelai adalah pada tanah Latosol sebesar 100% baik fase tengah maupun fase akhir. Efisiensi penyimpanan terbesar tanaman sawi adalah pada tanah Inceptisol dan Andepts sebesar 100% pada fase tengah, efisiensi penyimpanan terbesar tanaman kedelai adalah pada tanah Inceptisol dan Andepts sebesar 100%. Bobot tanaman sawi terbesar adalah pada tanah Inceptisol dengan berat basah sebesar 44,42 g berat kering sebesar 9,97 g. Bobot tanaman kedelai terbesar adalah pada tanah Inceptisol yaitu dengan berat basah sebesar 26,67 g berat kering sebesar 7,96 g.

Kata Kunci : Efisiensi, Penyebaran, Tanaman Sawi, Tanaman Kedelai Tanah Inceptisol, Tanah Latosol, Tanah Andepts

ABSTRACT

HILMAN MURASA : Inspect about water spreading in root area for variety of soil and plant with laboratory scale, supervised by SUMONO and NAZIF ICHWAN.

We know about water spreading in root area important for one of our opinion to give the irrigation. This research purpose to inspect water spreading in root area for variety of soil and plant with laboratory scale. The parameters was observed about soil physics character, evapotranspiration, percolation, water efficiency, and water storage, wet weight and dry weight plant. The result of this research shawn Inceptisol soil clay textural, Latosol soil clay textural, and Andepts soil sand clay loam textural. The biggest evapotranspiration for mustard green plant in middle phase 1,92 mm/day and soya bean plant 1,84 mm/day. The biggest percolation for mustard green plant in Andepts soil 1,85 cm/day and the biggest percolation for soya bean plant in Inceptisol soil 0,41 cm/day. The biggest water use efficiency for mustard green plant in Latosol soil 100% that’s for middle and last phase, the biggest water use efficiency for soya bean plant in Latosol soil 100%, that’s for middle and last phase. The biggest water storage efficiency for mustard green plant in Inceptisol and Andepts soil 100% for middle phase, the biggest water storage efficiency for soya bean in Inceptisol and Andepts soil 100%. The biggest weight for mustard green plant in Inceptisol soil with weight 44,42 g and dry weight 9,97 g. The biggest weight for soya bean plant in Inceptisol with wet weight 26,67 g and dry weight 7,96 g.

Key Words : Efficiency, Spreading, Mustard Green, Soya Bean, Inceptisol Soil, Latosol Soil, Andepts Soil


(4)

RIWAYAT HIDUP

Hilman Murasa, dilahirkan di Medan pada tanggal 5 Januari 1992, dari Ayah Karmali, SH dan Sakdah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 4 Takengon dan pada tahun 2010 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur Mandiri. Penulis memilih Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai Kepala Biro Bidang Pengabdian Masyarakat Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA) FP USU.

Penulis juga melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) selama satu bulan di PT RAPALA (Raya Padang Langkat) Gebang, Sumatera Utara pada bulan Juli sampai Agustus 2013.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

Adapun judul dari Skripsi ini yaitu “Kajian Penyebaran Air Di Daerah Perakaran Pada Beberapa Jenis Tanah dan Tanaman Dalam Skala Laboratorium” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, MS selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Bapak Nazif Ichwan, STP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun untuk kesempurnaan pada masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga Skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Maret 2015


(6)

DAFTAR ISI

Hal

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... ii

Daftar Gambar ... iv

Daftar Tabel ... vi

Daftar Lampiran ... vii

Pendahuluan Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Tinjauan Pustaka Distribusi Air di Daerah Perakaran ... 4

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Distribusi Air Pada Daerah Perakaran Infitrasi ... 6

Evapotranspirasi ... 7

Tanah ... 8

Tanah Inceptisol ... 8

Tanah Latosol ... 9

Tanah Andepts ... 9

Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density) ... 10

Kerapatan Partikel Tanah (Particel Density) ... 11

Porositas Tanah ... 12

Bahan Organik ... 13

Perkolasi ... 13

Kadar Air Tanah ... 14

Kapasitas Lapang ... 16

Efisiensi Irigasi ... 16

Efisiensi pemakaian air ... 17

Efisiensi penyimpanan air ... 17

Botani Tanaman Sawi ... 18

Botani Tanaman Kedelai ... 19

Berat Kering Tanaman Sawi dan Kedelai ... 21

Bahan Dan Metode Waktu Dan Tempat Penelitian ... 22

Bahan Dan Alat Penelitian ... 22

Metode Penelitian ... 22

Prosedur Penelitian ... 22

Parameter Penelitian ... 24

Hasil Dan Pembahasan Sifat Fisik Tanah ... 26

Kadar Air Kapasitas Lapang ... 28

Evapotranspirasi ... 29

Perkolasi ... 31


(7)

Efisiensi Pemakaian Air ... 32

Efisiensi Penyimpanan Air ... 33

Kecukupan Air Irigasi ... 34

Berat Kering Tanaman Sawi Dan Kedelai ... 41

Kesimpulan Dan Saran ... 43

Daftar Pustaka ... 44 Lampiran


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

1. Distribusi akar alfalfa dengan kedalaman air tanah yang dangkal

pada 75 cm di bawah permukaan tanah ... 5 2. Penggunaan air oleh alfalfa dari setiap meter tanah daerah akar

pada daerah tandus dengan permukaan air tanah yang dalam ... 6 3. Grafik evapotranspirasi (etc) pada fase tengah dan akhir

pertumbuhan tanaman sawi ... 29 4. Grafik evapotranspirasi (etc) pada fase tengah dan akhir

pertumbuhan tanaman kedelai ... 30 5. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan

tanaman sawi pada tanah Inceptisol ... 35 6. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan

tanaman sawi pada tanah Latosol ... 35 7. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan

tanaman sawi pada tanah Andepts ... 35 8. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan

tanaman kedelai pada tanah Inceptisol ... 37 9. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan

tanaman kedelai pada tanah Latosol ... 37 10.Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan

tanaman kedelai pada tanah Andepts ... 37 11. Penyebaran akar tanaman sawi dengan kedalaman air tanah yang

dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah Inceptisol

pada fase akhir pertumbuhan ... 39 12. Penyebaran akar tanaman sawi dengan kedalaman air tanah yang

dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah Latosol

pada fase akhir pertumbuhan ... 39 13. Penyebaran akar tanaman sawi dengan kedalaman air tanah yang

dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah Andepts


(9)

14. Penyebaran akar tanaman kedelai dengan kedalaman air tanah yang dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah

Inceptisol pada fase akhir pertumbuhan ... 40 15. Penyebaran akar tanaman kedelai dengan kedalaman air tanah

yang dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah

Latosol pada fase akhir pertumbuhan ... 40 16. Penyebaran akar tanaman kedelai dengan kedalaman air tanah

yang dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

1. Kerapatan Partikel dari Berbagai Jenis Tanah ... 12

2. Laju Perkolasi pada Berbagai Jenis Aliran ... 14

3. Koefisien Tanaman (Kc) Tanaman Kedelai ... 20

4. Stadia Tumbuh Tanaman Kedelai ... . 21

5. Hasil Analisa Tekstur Tanah ... . 26

6. Nilai Kerapatan Massa, Kerapatan Partikel dan Porositas ... . 27

7. Kadar Air Kapasitas Lapang Volumetrik dan Ketebalan ... . 28

8. Evapotranspirasi Pada Fase Tengah dan Fase Akhir Tanaman Sawi ... . 29

9. Evapotranspirasi Pada Fase Tengah dan Fase Akhir Tanaman Kedelai ... . 30

10.Perkolasi pada fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman sawi ... . 31

11.Perkolasi pada fase awal dan fase tengah pertumbuhan tanaman kedelai ... . 32

12.Nilai Efisiensi Pemakaian Air Tanaman Sawi dan Kedelai ... . 32

13.Nilai Efisiensi Penyimpanan Air Tanaman Sawi dan Kedelai ... . 33


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Hal

1. Flowchart penelitian ... 46

2. Data suhu harian rumah kaca ... 47

3. Kerapatan massa, kerapatan partikel dan porositas ... 48

4. Evaporasi sawi ... 49

5. Evapotranpirasi sawi ... 49

6. Evaporasi kedelai ... 50

7. Evapotranspirasi kedelai ... 50

8. Data kadar air tanah ... 51

9. Data kadar air kapasitas lapang ... 67

10. Kadar air kapasitas lapang volumetrik dan ketebalan ... 67

11. Perkolasi pada fase tengah pertumbuhan tanaman sawi ... 68

12. Perkolasi pada fase akhir pertumbuhan tanaman sawi ... 68

13. Perkolasi pada fase tengah pertumbuhan tanaman kedelai ... 69

14. Perkolasi pada fase akhir pertumbuhan tanaman kedelai ... 69

15. Efisiensi pemakaian fase tengah tanaman sawi ... 70

16. Efisiensi Pemakaian Fase Akhir Tanaman Sawi ... 70

17. Efisiensi pemakaian fase tengah tanaman kedelai ... 71

18. Efisiensi pemakaian fase akhir tanaman kedelai ... 71

19. Efisiensi penyimpanan fase tengah tanaman sawi ... 72

20. Efisiensi penyimpanan fase akhir tanaman sawi ... 72

21. Efisiensi penyimpanan fase tengah kedelai ... 73


(12)

23. Berat awal dan berat kering tanaman sawi ... 74 24. Berat awal dan berat kering tanaman kedelai ... 74 25. Dokumentasi penelitian ... 75


(13)

ABSTRAK

HILMAN MURASA : Kajian Penyebaran Air di Daerah Perakaran Pada Beberapa Jenis Tanah Dan Tanaman Dalam Skala Laboratorium, dibimbing oleh SUMONO dan NAZIF ICHWAN.

Mengetahui penyebaran air di daerah perakaran cukup penting sebagai salah satu pertimbangan dalam memberikan irigasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penyebaran air di daerah perakaran pada beberapa jenis tanah dan tanaman dalam skala Laboratorium. Parameter yang diamati adalah sifat fisik tanah, evapotranspirasi, perkolasi, efisiensi pemakaian air dan penyimpanan air, berat basah dan berat kering tanaman. Hasil penelitian menunjukkan tanah Inceptisol bertekstur Liat, tanah Latosol bertekstur Liat, dan tanah Andepts bertekstur Lempung Liat Berpasir. Evapotranspirasi tanaman sawi terbesar pada fase tengah sebesar 1,92 mm/hari dan tanaman kedelai juga pada fase tengah sebesar 1,84 mm/hari. Perkolasi terbesar untuk tanaman sawi adalah pada tanah Andepts sebesar 1,85 cm/hari dan perkolasi terbesar untuk tanaman kedelai adalah pada tanah Inceptisol sebesar 0,41 cm/hari. Efisiensi pemakaian terbesar tanaman sawi adalah pada tanah Latosol sebesar 100% baik fase tengah maupun fase akhir, efisiensi pemakaian terbesar tanaman kedelai adalah pada tanah Latosol sebesar 100% baik fase tengah maupun fase akhir. Efisiensi penyimpanan terbesar tanaman sawi adalah pada tanah Inceptisol dan Andepts sebesar 100% pada fase tengah, efisiensi penyimpanan terbesar tanaman kedelai adalah pada tanah Inceptisol dan Andepts sebesar 100%. Bobot tanaman sawi terbesar adalah pada tanah Inceptisol dengan berat basah sebesar 44,42 g berat kering sebesar 9,97 g. Bobot tanaman kedelai terbesar adalah pada tanah Inceptisol yaitu dengan berat basah sebesar 26,67 g berat kering sebesar 7,96 g.

Kata Kunci : Efisiensi, Penyebaran, Tanaman Sawi, Tanaman Kedelai Tanah Inceptisol, Tanah Latosol, Tanah Andepts

ABSTRACT

HILMAN MURASA : Inspect about water spreading in root area for variety of soil and plant with laboratory scale, supervised by SUMONO and NAZIF ICHWAN.

We know about water spreading in root area important for one of our opinion to give the irrigation. This research purpose to inspect water spreading in root area for variety of soil and plant with laboratory scale. The parameters was observed about soil physics character, evapotranspiration, percolation, water efficiency, and water storage, wet weight and dry weight plant. The result of this research shawn Inceptisol soil clay textural, Latosol soil clay textural, and Andepts soil sand clay loam textural. The biggest evapotranspiration for mustard green plant in middle phase 1,92 mm/day and soya bean plant 1,84 mm/day. The biggest percolation for mustard green plant in Andepts soil 1,85 cm/day and the biggest percolation for soya bean plant in Inceptisol soil 0,41 cm/day. The biggest water use efficiency for mustard green plant in Latosol soil 100% that’s for middle and last phase, the biggest water use efficiency for soya bean plant in Latosol soil 100%, that’s for middle and last phase. The biggest water storage efficiency for mustard green plant in Inceptisol and Andepts soil 100% for middle phase, the biggest water storage efficiency for soya bean in Inceptisol and Andepts soil 100%. The biggest weight for mustard green plant in Inceptisol soil with weight 44,42 g and dry weight 9,97 g. The biggest weight for soya bean plant in Inceptisol with wet weight 26,67 g and dry weight 7,96 g.

Key Words : Efficiency, Spreading, Mustard Green, Soya Bean, Inceptisol Soil, Latosol Soil, Andepts Soil


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan yang mutlak bagi makhluk hidup. Khususnya bagi manusia, setiap hari harus tersedia air bersih dengan jumlah yang cukup untuk berbagai keperluan, antara lain rumah tangga, pertanian dan hewan ternak. Di beberapa daerah kebutuhan akan air ini bisa tercukupi dengan tersedianya sumber-sumber air yang mudah didapat baik berupa sumur, sungai, kolam-kolam maupun sumber mata air. Di daerah lainnya air hanya bisa didapat dari sumber air yang terbatas sekali terutama waktu musim kemarau. Hal ini akan menimbulkan masalah / kesulitan bagi lingkungan kehidupan manusia (Idkham, 2005).

Air yang dibutuhkan tanaman terdapat di dalam tanah, dimana tanah dapat mempertahankan air untuk diserap oleh tanaman. Air yang terkandung dalam tanah akan mengisi ruang pori-pori tanah yang akan membuat tanah itu jenuh akan air. Air akan terus bergerak mengisi ruang pori-pori pada

tanah dan juga akan bergerak ke bawah karena dipengaruhi gaya gravitasi (Kramer, 1972 dalam Hermantoro, 2011).

Dengan tanah yang berbeda, aliran pergerakan air yang masuk kedalam tanah memiliki pola yang berbeda juga, hal ini dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik tanah dan juga kerapatan dari pertumbuhan akar tanaman yang mengikat agregat tanah tersebut (Hansen, dkk, 1992). Berbeda jenis tanamannya akan berbeda pula pertumbuhan dan penyebaran perakarannya yang pada gilirannya akan mempengaruhi penyebaran air dalam tanah.


(15)

Di Indonesia, khususnya di sumatera utara berbagai jenis tanah digunakan untuk budidaya pertanian, baik untuk tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Bagi tanaman sawi dan kedelai, jenis tanah yang banyak digunakan antara lain adalah Inceptisol, Latosol dan Andepts

Tanaman sawi berasal dari wilayah timur mediterania. Tanaman menghasilkan daun besar berwarna hijau tua yang aromanya lebih keras ketimbang sawi yang lain. Tanaman yang tumbuh cepat dan tahan di suhu rendah sebagian besar adalah setahun, tetapi ada juga yang dua tahunan. Selain daun yang dapat dimakan, mahkota hipokotil yang membesar juga dikonsumsi segar atau dibuat acar (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Kedelai adalah tanaman setahun yang tumbuh tegak (tinggi 70-150cm), menyemak, berbulu halus, dengan sistem perakaran luas. Tanaman ini umumnya dapat beradaptasi terhadap berbagai jenis tanah, dan menyukai tanah yang bertekstur ringan hingga sedang. Daunnya majemuk beranak daun tiga, berselang seling (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Mengetahui penyebaran air di daerah perakaran cukup penting sebagai salah satu pertimbangan dalam memberikan irigasi. Pentingnya mengetahui penyebaran air di daerah perakaran tanaman adalah terkait dengan efisien irigasi. Efisiensi irigasi dapat diketahui dengan meninjau pergerakan air di dalam tanah, laju evapotranspirasi tanaman, pengaruh jenis tanaman dan jenis tanah, dan perkolasi tanah.

Di lapangan, penyebaran air pada daerah perakaran tanaman sangat sulit dilakukan, hal ini dikarenakan curah hujan yang tidak tentu datangnya, kemudian areal yang luas menyulitkan untuk menentukan arah aliran air pada daerah


(16)

perakaran. Maka dari itu perlu adanya dilakukan penelitian pendahuluan di laboratorium untuk lebih rinci dalam menentukan penyebaran air di daerah perakaran, dan diharapkan mendapat data yang lebih akurat. Oleh karena itu menggunakan informasi yang lebih rinci sebagai pertimbangan dalam pemberian air bagi tanaman sawi dan kedelai pada tanah Andepts, Latosol dan Inceptisol perlu dikaji penyebaran air di daerah perakaran dalam upaya untuk menentukan kebutuhan air tanaman dengan efisiensi tinggi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penyebaran air di daerah perakaran pada beberapa jenis tanah dan tanaman dalam skala Laboratorium. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai rancangan saluran irigasi.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Distribusi Air di Daerah Perakaran

Semua tanaman membutuhkan air dalam jumlah yang besar. Air terkandung 80% atau lebih dari bagian tanaman. Air mengalirkan bahan-bahan mentah dan menyelesaikan produk dari tanaman tersebut. Air mempertahankan konsistensinya yang dibutuhkan waktu dan juga pentingnya tekanan bekerja pada sel yang sedang tumbuh. Air juga penting bagi tanaman untuk mendapatkan nutrisi dari tanah (Laverton, 1964 dalam Kusmawati, 2003).

Perlakuan pemberian air berdasarkan perhitungan kapasitas lapang yang diberikan merupakan jumlah air yang mampu diserap dan tertahan oleh tanah, jadi meskipun kondisi air cukup tersedia dalam media tanamnya belum tentu air tersebut akan diserap semua oleh tanaman. Hal ini lah yang kemungkinan menyebabkan pada masing-masing perlakuan yang diberikan menyebabkan tidak berbedanya pertumbuhan tanaman (Hendriyani, 2009 dalam Hermantoro, 2011).

Air sangat berperan penting terhadap pertumbuhan tanaman, akan tetapi air juga dapat membatasi pertumbuhan. Jika jumlah air terlalu banyak maka akan menimbulkan cekaman aerasi dan jika jumlahnya terlalu sedikit akan menimbulkan cekaman kekeringan. Tanaman yang mengalami cekaman air stomata daunnya menutup sebagai akibat menurunnya turgor sel daun sehingga mengurangi jumlah CO2 yang berdifusi ke dalam daun. Selain itu, dengan menutupnya stomata laju transpirasi menurun. Menurunya laju transpirasi akan mengurangi suplai unsur hara dari tanah ke tanaman, karena transpirasi pada

dasarnya memfasilitasi laju aliran air dari tanah ke tanaman (Kramer, 1972 dalam Hermantoro, 2011).


(18)

Waktu pemberian air irigasi dan seberapa banyak penggunaannya sangat dipengaruhi oleh di mana dan kapan air diambil dari tanah oleh akar-akar tanaman. Tanaman yang berakar dangkal akan membutuhkan lebih sering pemberian air irigasi daripada tanaman yang berakar dalam. Keadaan tanah yang membatasi pertumbuhan akar akan sama mempengaruhi pemberian air irigasi. Gambar 1 menunjukkan akar alfalfa yang dangkal yang dihasilkan dari permukaan air tanah pada kedalaman 75 sentimeter yang berbeda mencolok dengan gambar 2 yang menunjukkan bahwa lebih sedikit air diserap dari kedalaman 25 sentimeter dari permukaan. Perbedaan ini dikarenakan dua faktor yaitu : pertama, kedalaman sampai mana air yang digunakan merembes, dan kedua, kadar kelembaban tanah selama masa pertumbuhan (Hansen, dkk, 1992).

Gambar 1. Distribusi akar alfalfa dengan kedalaman air-tanah yang dangkal pada 75 sentimeter di bawah permukaan tanah (Hansen, dkk, 1992).


(19)

Gambar 2. Penggunaan air oleh alfalfa dari setiap meter tanah daerah akar pada daerah tandus dengan permukaan air-tanah yang dalam (Hansen, dkk, 1992).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Distribusi Air Pada Daerah Perakaran

a. Infitrasi

Infiltrasi dimaksudkan sebagai proses masuknya air ke permukaan tanah. Proses ini merupakan bagian yang sangat penting dalam daur hidrologi maupun dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran di sungai. Secara fisik terdapat beberapa faktor yang berpengaruh, yaitu :

1. Jenis tanah 2. Kepadatan tanah 3. Kelembaban tanah 4. Tutup tumbuhan

Jenis tanah berpasir umumnya cenderung laju infiltrasi tinggi, sebaliknya jenis tanah liat laju infiltrasi cenderung rendah (Harto, 1993).


(20)

b. Evapotranspirasi

Evapotranspirasi sangat erat berkaitan dengan kebutuhan air tanaman. Kebutuhan air tanaman adalah sejumlah air yang dibutuhkan untuk mengganti air yang hilang akibat penguapan. Penguapan dalam hal ini meliputi penguapan dari permukaan air dan daun-daun tanaman. Bila kedua proses ini terjadi bersamaan, maka terjadilah evapotranspirasi, yaitu gabungan dari proses penguapan disebut evaporasi dan penguapan melalui tanaman disebut transpirasi (Limantara, 2010).

Salah satu perhitungan evapotranspirasi tanaman adalah metode Blaney and Criddle yang telah diubah seperti berikut :

U = K.P(45,7t+813)

100 ... (1) K = Kt x Kc ... (2) Kt = 0,0311t + 0,240 ... (3) dimana :

U = Evapotranspirasi tanaman bulanan (mm/bulan) Kt = Koefisien suhu

Kc = Koefisien tanaman

P = Peresentase jam siang Lintang Utara (%) (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

Cara yang paling banyak digunakan untuk mengetahui volume evaporasi dari permukaan air bebas adalah dengan menggunakan panci evaporasi. Beberapa percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa evaporasi yang terjadi dari panci evaporasi lebih cepat dibanding dari permukaan air yang luas. Untuk itu hasil pengukuran dari panci evaporasi harus dikalikan dengan suatu koefisien seperti terlihat pada rumus dibawah ini :


(21)

E = k x Ep ... (4) dimana :

E = evaporasi dari badan air (mm/hari) k = koefisien panci (0,8)

Ep= evaporasi dari panci (mm/hari)

koefisien panci bervariasi menurut musim dan lokasi, yaitu berkisar antara 0,6 sampai 0,8. Biasanya digunakan koefisien panci tahunan sebesar 0,7 (Triatmodjo, 2008 dalam Bunganaen, 2009).

Nilai evapotranspirasi dapat diperoleh dengan pengukuran dilapangan atau dengan rumus-rumus empirik. Untuk keperluan perhitugan kebutuhan air irigasi dibutuhkan nilai evapotranspirasi potensial (Et0) yaitu evapotranspirasi terjadi apabila tersedia cukup air. Kebutuhan air untuk tanaman adalah nilai Et0 dikalikan dengan suatu koefisien tanaman.

ET = kc x Et0 ... (5) dimana :

ET = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)

Et0 = Evaporasi tetapan / tanaman acuan(mm/hari) kc = Koefisien tanaman

(Limantara, 2010). c. Tanah

Tanah Inceptisol

Menurut Puslittanak (2000) dalam Junaidi dkk (2011) yang menyatakan bahwa Inceptisol merupakan tanah yang tersebar luas di Indonesia terutama di daerah perairan yang rentan terhadap pencemaran akibat tumpahan minyak atau


(22)

oli. Tanah Inceptisol yang mengandung jenis mineral liat termasuk tanah pertanian utama di Indonesia karena mempunyai sebaran yang sangat luas. Luasannya sekitar 70,52 juta ha atau 37,5%.

Tanah tersebut mempunyai prospek yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai sentra produksi tanaman pangan terutama padi, jagung, dan kedelai asal dibarengi dengan pengelolaan tanah dan tanaman yang tepat. Apabila terjadi pencemaran oleh tumpahan minyak/oli yang mengandung senyawa hidrokarbon sebagai bahan pencemar akan menjadi masalah terhadap

kesuburannya. Oleh karena itu diperlukan suatu teknik untuk pemulihan (Junaidi dkk, 2013).

Tanah Latosol

Tanah Latosol telah mengalami perkembangan atau terjadi diferensiasi horizon, kedalaman tanah dalam, tekstur lempung, struktur remah sampai gumpal, konsistensi gembur sampai agak teguh, warna cokelat, merah, sampai kuning. Tanah ini terbentuk dari batuan gunung api kemudian mengalami proses pelapukan lanjut. Tanah jenis ini terdapat di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 300 mm/tahun, dan ketinggian tempat berkisar 300–1.000 meter (Damayanti, 2005).

Tanah Latosol mempunyai sifat kemantapan agregat tinggi, struktur remah sampai gumpal, tekstur lempung sampai geluh dengan nilai SiO2 (sesquioksida) fraksi lempung rendah. Di Indonesia, tanah Latosol umumnya berasal dari batuan vulkanik, terdapat dari tepi pantai sampai ketinggian + 900 m di atas permukaan laut (Damayanti, 2005).


(23)

Tanah Andepts

Tanah andosol atau andepst, mempunyai tekstur liat berlempung dan struktur tanahnya termasuk granular halus. Tanah ini dibentuk dalam abu volkan dan mempunyai horizon A. Adapun ciri tanah horizon A yaitu warna coklat tua, tekstur liat, struktur granular sedang, lemah, agak pekat, batas horizon nyata dan berombak (Soil survey manual 1993, dalam Hutabarat 2010).

Menurut Darmawijaya (1990) dalam Hutabarat (2010) Andepst merupakan salah satu tanah yang dinilai cukup potensial dan tersebar pada beberapa tempat di daerah tropika. Akhir-akhir ini Andepts mendapat perhatian secara khusus. Tanah Andepts tanah yang berwarna hitam mengandung bahan organik dan lempung amorf, serta sedikit silika yang terbentuk dari abu vulkanik dan umumnya ditemukan di daerah dataran tinggi.

Tanah andosol atau Andepts terbentuk dari abu vulkanik muda dengan bahan organik yang tinggi, tekstur lapisan tanah atas pasir berlempung, tekstur lapisan bawah berliat, bersolum dalam sehingga kapasitas infiltrasi dan pekolasinya tinggi (Utomo 1989 dalam Hutabarat 2010).

Kerapatan Massa Tanah

Menurut Islami dan Utomo (1995), bobot volume tanah “bulk density” yaitu nisbah antara massa total tanah dalam keadaan kering dengan volume total tanah.

B=Mp

Vt

... (6) dimana :

B = kerapatan massa (bulk density) (g/cm3) Mp = Massa padatan tanah (g)


(24)

Tanah-tanah yang tersusun dari partikel yang halus dan tersusun secara tidak teratur, mempunyai struktur yang baik, ruang porinya tinggi sehingga bobot volumenya rendah (sekitar 1,2 g/cm3). Tanah yang baru berkembang mengandung bahan organik tinggi karena kepadatan jenis bahan organik rendah, maka bobot volume tanah rendah, mempunyai bobot volume kurang dari 1,0 g/cm3 (Islami dan Utomo, 1995).

Bila dinyatakan dalam gram per centimeter kubik, kerapatan massa pada permukaan tanah liat yang berbutir-butir biasanya berkisar dari 1,0 sampai 1,3. Tanah permukaan yang bertekstur kasar biasanya akan berkisar dari 1,3 sampai 1,8. Perkembangan yang lebih besar dari struktur pada tanah permukaan yang bertekstur halus menjadi penyebab lebih rendahnya kerapatan massa dibandingkan dengan tanah yang lebih berpasir (Foth, 1994).

Kerapatan Partikel Tanah

Kerapatan partikel adalah nisbah antara massa padatan dengan volume padatan tanah.

Pd=Mp

Vp ... (7) dimana:

P = Kerapatan partikel tanah (g/cm3) Mp = Massa padatan tanah (g)

Vp = Volume tanah kering (cm3) (Islami dan Utomo, 1995).

Menurut Hardiyatmo (1992) dalam Idkham (2005) nilai kerapatan partikel dari berbagai jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 1.


(25)

Besarnya kerapatan partikel tanah pertanian bervariasi diantara 2,2 g/cm3 sampai 2,8 g/cm3, dipengaruhi terutama oleh kandungan bahan organik tanah dan kepadatan jenis partikel penyusun tanah. Kandungan bahan organik yang tinggi menyebabkan tanah mempunyai bobot jenis partikel (particel density) rendah. Tanah Andosol misalnya, nilai kerapatan partikel hanya 2,2 – 2,4 g/cm3 (Islami dan Utomo, 1995).

Tabel 1. Kerapatan partikel dari berbagai jenis tanah

Jenis tanah Kerapatan partikel (g/cm3)

Kerikil 2,65 - 2,68

Pasir 2,65 – 2,68

Liat tak organik 2,62 – 2,68

Liat organik 2,58 – 2,65

Lempung tak organik 2,68 – 2,75

Humus 1,37

Gambut 1,25 – 1,80

Sumber : Hardiyatmo (1992). Porositas Tanah

Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang poros berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk keluar tanah secara leluasa, sebaliknya untuk tanah tidak poros (Hanafiah, 2005).

Untuk menghitung persentase ruang pori (θ) yaitu dengan membandingkan nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel dengan persamaan:

θ = �1-Bd

Pd�×100% ... (8)

dimana: θ = porositas (%)

Bd = Kerapatan massa (g/cm3) Pd = Kerapatan partikel (g/cm3) (Hansen, dkk, 1992).


(26)

Nilai porositas tanah pertanian bervariasi dari 40 sampai 60 %, sedang nilai rasio rongga dari 0,3 - 2,0. Porositas dipengaruhi oleh ukuran partikel dan struktur. Tanah berpasir mempunyai porositas rendah (40 %) dan tanah lempung mempunyai porositas tinggi, jika struktunya baik dapat mempunyai porositas 60% (Islami dan Utomo, 1995).

Bahan Organik Tanah

Bahan organik tanah adalah fraksi organik tanah yang berasal dari biomassa tanah dan biomassa luar-tanah. Biomassa tanah adalah massa total flora dan fauna tanah hidup serta bagian vegetasi yang hidup dalam tanah (akar). Biomassa luar-tanah adalah massa bagian vegetasi yang hidup di luar tanah (daun, batang, cabang, ranting, bunga, buah, dan biji). Bahan organik dibuat dalam organisme hidup dan tersusun atas banyak sekali senyawa karbon. Di dalam tanah, bahan organik bercampur dengan bahan mineral. Bahan organik tanah (BOT) memajukan kebaikan struktur dan konsistensi tanah, dan dengan demikian memperbaiki aerasi, permeabilitas, dan daya tahan menyimpan air. BOT dapat menambat air sampai 20 kali lipat bobotnya sendiri (Notohadiprawiro, 1998).

Tanah-tanah mineral pada umumnya mempunyai kandungan bahan organik sekitar 3 % - 5 %. Kandungan bahan organik pada satu jenis tanah berbeda menurut kedalamannya. Semakin dalam tanah, semakin berkurang kandungan bahan organiknya, demikian pula dengan pengolahan tanah, semakin sering tanah diolah, semakin berkurang kandungan bahan organik tanah tersebut (Hasibuan, 2011).


(27)

d. Perkolasi

Daya perkolasi p adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan, yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh, yang terletak di antara permukaan tanah dengan permukaan air tanah. Perkolasi tidak mungkin terjadi sebelum zona tidak jenuh mencapai kapasitas lapang (field capacity). Persamaan untuk perkolasi dengan rumus :

� = ℎ1−ℎ2

�2−�1

... (9) dimana :

h1 = Tinggi air awal h2 = Tinggi air akhir t1 = Waktu awal t2 = Waktu akhir (Soemarto, 1995).

Laju perkolasi dapat diklasifikasikan oleh U.S. Soil Conseravation Service sebagai berikut :

Tabel 2. Laju perkolasi pada berbagai jenis aliran

Jenis Laju perkolasi

In./hr mm/hr

Aliran Deras >6,3 >160

Aliran Sedang 2,0 – 6,3 50 – 160

Aliran Lunak 0,63 – 2,0 16 – 50

Aliran Cukup lambat 0,20 – 0,63 5,0 – 16

Aliran Lambat 0,05 – 0,20 1,25 – 5,0

Aliran Sangat lambat < 0,05 < 1,25

(Kohnke, 1968). e. Kadar Air Tanah

Kadar air tanah menunjukkan jumlah air yang terkandung di dalam tanah yang biasanya dinyatakan sebagai perbandingan massa air terhadap massa tanah kering atau perbandingan volume air terhadap vlume tanah total. Dimensi kadar


(28)

air tanah dapat dinyatakan dengan persentase dari massa tanah (basis kering) atau persentase volume (volumetrik) (Hillel, 1971).

Metode untuk mengukur kadar air tanah basis kering secara tradisional adalah secara gravimetrik, yaitu dengan mengeringkan tanah yang diambil dari lapangan setelah ditimbang terlebih dahulu ke dalam oven dengan suhu 105oc hingga beratnya konstan. Lama pengeringan ini tergantung kepada jenis tanahnya, namun sebagai acuan biasanya selama 24 jam. Setelah tanah dikeringkan, kemudian ditimbang kembali dan dihitung kadar air basis kering (wmd) sebagai berikut.

Wmd = ���−����

���� x 100% ... (10) dimana :

BTA = Berat Tanah Awal (gram)

BTKO = Berat Tanah Kering Oven (gram)

Kadar air volumetrik dihitung dengan persamaan 11.

� = (����) Wmd ... (11)

Dimana :

� = Kadar air volumetrik (%) ρb = kerapatan massa tanah (g/cm3) ρw = kerapatan massa air (g/cm3)

Kapasitas tanah untuk menahan air dihubungkan baik dengan luas permukaan maupun volume ruang pori, kapasitas menahan air karenanya berhubungan dengan struktur dan tekstur. Tanah-tanah dengan tekstur halus mempunyai maksimum kapasitas menahan air total maksimum, tetapi air tersedia yang ditahan maksimum, pada tanah dengan tekstur sedang. Penelitian


(29)

menunjukkan bahwa air tersedia pada beberapa tanah berhubungan erat dengan kandungan debu dan pasir yang sangat halus (Foth, 1995).

Menurut Hardjowigeno (1993) bahwa tanah yang bertekstur kasar mempunyai kemampuan menahan air yang kecil daripada tanah bertekstur halus. Oleh karena itu tanaman yang ditanam pada tanah pasir umumnya lebih mudah kekeringan daripada tanah-tanah bertekstur lempung atau liat.

f. Kapasitas Lapang

Apabila air gravitasi telah habis, kadar kelembaban tanah disebut kapasitas lapang. Kapasitas lapang tidak dapat ditentukan dengan cepat, sebab tidak terputus pada kurva kadar kelembaban versus waktu. Meskipun demikian konsep kapasitas lapang sangat berguna dalam mendapatkan jumlah air yang tersedia dalam tanah untuk penggunaan oleh tanaman. Kebanyakan air gravitasi mengering melalui tanah sebelum ia dapat dikonsumsi oleh tanaman (Hansen, dkk, 1992).

Menurut Guslim (1997), kapasitas lapang adalah jumlah air yang ditahan dalam tanah sesudah air yang berlebihan di drainase keluar dan kecepatan bergerak kebawah telah sangat diperlambat. besarnya kapasitas lapang setiap jenis tanah berbeda-beda dan dipengaruhi oleh tekstur, struktur, kandungan bahan organik, keseragaman dan kedalaman lahan

Efisiensi Irigasi

Efisiensi irigasi dapat ditingkatkan dengan penjadwalan irigasi. Penjadwalan irigasi berarti perencanaan waktu dan jumlah pemberian air irigasi sesuai dengan kebutuhan air tanaman. Suplai air yang terbatas dapat menurunkan produksi tanaman, sedangkan suplai air yang berlebih selain dapat menurunkan


(30)

produksi tanaman juga dapat meningkatkan jumlah air irigasi yang hilang dalam bentuk perkolasi (Raes, 1987).

Jumlah air yang tersedia bagi tanaman di areal persawahan dapat berkurang karena adanya evaporasi permukaan, limpasan air dan perkolasi. Efisiensi irigasi adalah perbandingan antara air yang digunakan oleh tanaman atau yang bermanfaat bagi tanaman dengan jumlah air yang tersedia yang dinyatakan dalam satuan persen (Lenka, 1991).

Efisiensi Pemakaian Air

Konsep efisiensi pemakaian air dikembangkan untuk mengukur dan memusatkan perhatian terhadap efisiensi dimana air yang disalurkan sedang ditampung pada daerah akar dari tanah yang dapat digunakan oleh

tumbuh-tumbuhan. Pada pelaksanaan pemberian air irigasi yang normal, aplikasi efisiensi pemberian air irigasi permukaan adalah sekitar 60%, sedangkan sistem pemberian air irigasi penyiraman (sprinkler irrigation) yang direncanakan dengan baik pada umumnya dianggap mempunyai efisiensi kira-kira 75% (Hansen, dkk., 1992).

Efisiensi pemakaian air adalah rasio antara air yang tertampung di dalam daerah perakaran tanaman selama pemberian air dengan air yang disalurkan ke lahan. Efisiensi ini didapat dengan persamaan:

Ea = Ws

Wf x 100%...(12) dimana:

Ea = Efisiensi pemakaian air(%)

Ws = Air yang tersimpan didaerah perakaran selama pemberian air irigasi Wf = Air yang disalurkan ke lahan


(31)

Efisiensi Penyimpanan Air

Konsep efisiensi penyimpanan menunjukkan perhatian secara lengkap bagaimana kebutuhan air tersebut disimpan pada daerah perakaran selama pemberian air irigasi. Keadaan ini biasa terjadi karena harga air yang mahal ataupun karena kelangkaan air.

Es = Ws

Wn x 100%...(13) dimana:

Es = Efisiensi penyimpanan air irigasi (%)

Ws = Air yang tersimpan didaerah perakaran selama pemberian air irigasi Wn = Air yang dibutuhkan pada daerah perakaran sebelum pemberian air

irigasi

Efisiensi penyimpanan air irigasi penting apabila air yang tidak memadai disimpan pada daerah perakaran selama pemberian air irigasi

(Hansen, dkk., 1992). Botani Tanaman Sawi

Sawi adalah tanaman sayuran yang tahan terhadap hujan. sehingga dia dapat ditanam disepanjang tahun, asalkan pada saat musim kemarau, disediakan air yang cukup untuk penyiraman. Sistematika tanaman sawi adalah termasuk kedalam :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Rhoeadales Family : Cruciferae


(32)

Genus : Brassica

Spesies : Brassica juncea l. (Haryanto, dkk, 2003).

Sawi berakar serabut yang tumbuh dan berkembang secara menyebar ke semua arah disekitar permukaan tanah, perakarannya sangat dangkal pada kedalaman sekitar 5 cm. Sawi tidak memiliki akar tunggang. Perakaran sawi dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada tanah yang gembur, subur, tanah

mudah menyerap air, dan kedalaman tanah cukup dalam (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Menurut Allen, dkk (1998) dalam Simangunsong, dkk (2011), nilai koefisien tanaman (Kc) untuk tanaman sawi pada periode awal pertumbuhan 0,3, periode tengah pertumbuhan 1,2, dan periode akhir pertumbuhan 0,6. Sawi ini ditanam pada polibag dengan ukuran diameter 24 cm dan luas permukaan 452,16 cm2.

Botani Tanaman Kedelai

Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan soja max. Namun demikian, pada tahun 1948 telah dipastikan bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill. Klasifikasi tanaman kedelai adalah sebagai berikut.

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Rosales

Famili : Leguminosae Genus : Glycine


(33)

Spesies : Glycine max (L.) Merrill

Akar kedelai mulai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar misofil. Calon akar tersebut kemudian tumbuh dengan cepat ke dalam tanah, sedangkan kotiledon yang terdiri dari dua keping akan terangkat ke permukaan tanah akibat pertumbuhan yang cepat dari hipokotil. Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Perkembangan akar kedelai sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kimia tanah, jenis tanah, cara pengolahan lahan, kecukupan unsur hara, serta ketersediaan air dalam tanah (Adisarwanto, 2005).

Menurut Doorenbos dan Kassam, (1979) dalam Handayaningsih, (2013) menyatakan bahwa, setiap periode pertumbuhan tanaman bersifat spesifik terhadap kebutuhan air yang dinyatakan dengan nilai Kc (Koefisien Tanaman) yang berbeda - beda tergantung dari jenis periode pertumbuhan tanaman. Nilai Kc untuk tanaman Kedelai tercantum pada Tabel 3 berikut ini

Tabel 3. Koefisien tanaman (Kc) kedelai

Stadia pertumbuhan kedelai Lama (hari) Kc

Stadia perkecambahan 20 0,30-0,40

Stadia pertumbuhan awal 20 0,70-0,80

Stadia medium/pembungaan 40 1,00-1,15

Stadia pengisian polong 20 0,70-0,80

Panen 0,40-0,50

sumber : Doorenbos dan Kassam (1979)

Menurut Handayaningsih (2013), pengairan dilakukan pada awal fase pertumbuhan vegetatif (umur 15-21 hst), saat berbunga (umur 25-35 hst), dan pada saat pengisian polong (umur 55-70 hst), pengairan dilakukan apabila curah hujan tidak mencukupi. Berdasarkan perhitungan Kung dalam Somaatmadja dkk (1985), kebutuhan air tanaman kedelai umur sedang (85 hari) pada setiap periode tumbuh adalah sebagai berikut :


(34)

Tabel 4. Stadia tumbuh tanaman kedelai

Stadia pertumbuhan kedelai Periode (hari) Kebutuhan air (mm/periode)

Pertumbuhan Awal 15 53-62

Vegetatif Aktif 15 53-62

Pembuahan-pengisian polong 35 124-143

Kematangan Biji 20 70-83

sumber : Kung dalam Somaatmadja (1985)

Air yang dapat diserap oleh tanaman tergantung dari yang tersedia didalam tanah. Air yang tersedia ini berada dalam kisaran kapasitas lapang dan titik layu permanen. Jumlah air yang berada dalam kisaran tersebut sangat beragam, tergantung kadar bahan organik, tekstur dan tipe lempung suatu tanah. Kelebihan dan kekurangan air di media tumbuh kedelai akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kedelai.

Berat Kering Tanaman Sawi dan Kedelai

Produksi tanaman bisa diukur dengan menghitung bobot kering tanaman tersebut. Setelah tanaman dicuci (dikontaminasi) selanjutnya diekringkan pada oven pengering. Pengeringan dioven ini bertujuan untuk mengurangi dan menghentikan proses biokimia tanaman, terutama aktifitas enzim. Aktifitas enzim tanamaan dapat dihentikan dengan mengovenkan pada temperatur 600C hingga 800C, tetapi pada temperatur yang lebih tinggi dapat mengubah unsur hara yang akan dianalisis. Oleh sebab itu, disarankan untuk mengovenkan tanaman pada tempertaur ± 700C selama 48 jam (Mukhlis, 2007).


(35)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian dan Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Adapun waktu pelaksanaannya pada bulan Mei - Desember 2014.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman sawi dan tanaman kedelai, polibag, air, tanah Inceptisol, tanah Latosol, dan tanah Andepts.

Alat-alat yang harus digunakan dalam penelitian ini adalah ring sample, oven, timbangan digital, erlenmeyer, gelas ukur, pisau cutter, penggaris, dan evavopan Klas A.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen dan observasi, berdasarkan lokasinya merupakan penelitian laboratorium.

Prosedur penelitian

Adapun prosedur penelitian ini adalah : A. Persiapan perlakuan tanah

1. Mengayak tanah dengan ayakan ukuran 10 mesh untuk mendapatkan keseragaman butiran tanah

2. Mengering anginkan tanah Inceptisol, Latosol dan Andepts yang telah diayak


(36)

3. Menyiapkan polibag dengan ukuran diameter 24 cm tinggi 36 cm sebanyak 57 polibag, dimana 16 polibag diisi tanah Inceptisol, 16 polibag diisi tanah Latosol, dan 16 polibag diisi tanah Andepts.

B. Persiapan bibit tanaman sawi dan tanaman kedelai 1. Menyiapkan bibit tanaman sawi dan tanaman kedelai 2. Menanam bibit tanaman sawi dan tanaman kedelai C. Efisiensi pemberian air tanaman

1. Memberi air irigasi pada setiap tanaman secara manual dengan volume air yang sama yang bertujuan untuk memenuhi kapasitas lapang pada tanah dan evapotranspirasi

2. Pemberian air dilakukan secara berkala sesuai dengan kebutuhan air tanaman

D. Kehilangan air

1. Menghitung nilai evapotranspirasi dengan persamaan (1), (2), dan (3). Evapotranspirasi juga ditentukan berdasarkan pengukuran nilai evaporasi secara langsung dengan menggunakan evapopan Klas A dapat dilihat pada persamaan (4), yang kemudian dikalikan dengan koefisien tanaman yang dapat dilihat pada persamaan (5)

2. Menghitung laju perkolasi dengan menggunakan persamaan (9) E. Analisis sifat fisik tanah

1. Mengambil sampel tanah pada masing-masing jenis tanah dengan tanaman sawi dan tanaman kedelai menggunakan ring sampel


(37)

3. Mengukur volume tanah kering oven dengan menjenuhkan tanah tersebut di dalam gelas erlenmeyer

4. Menghitung tanah kering oven dengan mengurangkan volume erlenmeyer dengan volume air yang dipakai untuk penjenuhan

5. Melakukan analisis kerapatan massa tanah dengan menggunakan persamaan (6), kerapatan partikel tanah dengan menggunakan persamaan (7) dan porositas dengan menggunakan persamaan (8)

F. Analisis penyebaran air pada daerah perakaran

1. Menentukan fase pertumbuhan tanaman sebanyak 2 fase

2. Menentukan interval kedalaman tanah pada polibag setinggi 5 cm

3. Memotong tanah dan mengambil contoh tanah dengan menggunakan ring sampel pada interval yang ditentukan pada setiap fase tanaman

4. Menentukan kadar air kapasitas lapang dengan cara mengambil sampel sebanyak 4 kali pada setiap polibag berdasarkan pembagian lapisan tanah per 5 cm.

5. Mengering anginkan sampel tanah selama 24 jam agar mencapai kondisi kapasitas lapang kemudian ditentukan kadar air dengan menggunakan merode gravimetrik

6. Mengolah data yang diperoleh dari hasil penelitian Parameter Penelitian

1. Evapotranspirasi

Evapotranspirasi dapat dihitung dengan persamaan (4) dan (5) 2. Kerapatan massa tanah (bulk density)

Kerapatan massa tanah dihitung dengan menggunakan persamaan (6) 3. Kerapatan partikel tanah (particle density)


(38)

Kerapatan partikel tanah dihitung dengan menggunakan persamaan (7) 4. Porositas

Porositas tanah dihitung dengan menggunakan persamaan (8) 5. Perkolasi

Perkolasi air tanah yang keluar dari bagian bawah polibag dihitung dengan persamaan (9)

6. Kadar air kapasitas lapang

kadar air kapasitas lapang dihitung dengan persamaan (10) 7. Penyebaran air daerah perakaran

Penyebaran air di daerah perakaran dianalisis dengan perhitungan kadar air pada setiap interval setiap lapisan tanah dalam polibag


(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat fisik tanah

Analisis sifat fisik tanah Inceptisol, Latosol, dan Andepts meliputi tekstur tanah, kerapatan massa, kerapatan partikel, dan porositas tanah. Hasil analisis ketiga tanah tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil analisa tekstur tanah

Tekstur Satuan Inceptisol Latosol Andepts

Pasir % 35.28 23.28 49.28

Debu % 23.28 17.28 16.00

Liat % 41.44 59.44 34.72

Tekstur - Li Li Llip

C-Organik % 0.85 0.04 0.26

ket : Li = Liat

Llip = lempung liat berpasir

Tabel 5 menunjukkan bahwa berdasarkan perbandingan kandungan pasir, debu, dan liat tanah Inceptisol bertekstur Liat, tanah Latosol bertekstur Liat, dan tanah Andepst bertekstur Lempung liat berpasir. Hasil analisa ini dapat ditentukan dengan segitiga USDA (United State Department of Agiculture).

Menurut Islami dan Utomo (1995) tekstur tanah akan mempengaruhi kemampuan tanah untuk menyimpan, mengalirkan air, dan menyediakan hara tanaman. Berdasarkan Tabel 5 tanah Inceptisol dan Latosol bertekstur liat yang sulit meloloskan air untuk meresap lebih dalam, namun memiliki kemampuan menyimpan air yang tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur Foth (1994) yang menyatakan bahwa tanah liat memiliki kemampuan menyimpan air yang tinggi, tetapi sulit untuk meloloskan air. Sedangkan untuk tanah Andepts yang berdasarkan Tabel 5 memiliki tekstur lempung liat berpasir cukup mudah meloloskan air, hal ini dikarenakan nilai fraksi pasir yang cukup besar.


(40)

Hasil analisis sifat-sifat fisik tanah yaitu kerapatan massa (bulk density), kerapatan partikel (particle density), serta porositas dapat dilihat pada Tabel 6 Tabel 6. Nilai kerapatan massa, kerapatan partikel dan porositas

Tanah Kerapatan Massa (g/cm3)

Kerapatan Partikel (g/cm3) Porositas (%)

Inceptisol 1.20 2.58 54

Latosol 1.04 2.57 59

Andepts 1.04 2.63 60

Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai kerapatan massa (bulk density) pada tanah Inceptisol adalah sebesar 1,20 g/cm3 yang berarti bahwa dalam setiap 1 cm3 volume tanah Inceptisol total (termasuk pori-porinya) terdapat sekitar 1,20 g tanah Inceptisol kering. Nilai kerapatan massa (bulk density) pada tanah Latosol dan Andepts adalah sebesar 1,04 g/cm3 yang berarti bahwa dalam setiap 1 cm3 volume tanah Latosol dan Andepts total (termasuk pori-porinya) terdapat sekitar 1,04 g tanah Latosol dan Andepts. Hal ini sesuai dengan literatur Foth (1984) yang menyatakan bahwa tanah yang bertekstur liat memiliki kepadatan tanah 1,0-1,35 g/cm3. Literatur Islami dan Utomo (1995) menyatakan bahwa besarnya kerapatan massa tanah-tanah pertanian bervariasi dari sekitar 1,0 g/cm3 sampai 1,6 g/cm3. Sedangkan nilai kerapatan partikel (particle density) pada tanah Inceptisol adalah sebesar 2,58 g/cm3. Kerapatan partikel (particle density) pada tanah Latosol adalah sebesar 2,57 g/cm3, dan pada tanah Andepts sebesar 2,63 g/cm3. Menurut Sarief (1986) kerapatan partikel tanah (particle density) pada umumnya berkisar antara 2,6-2,7 g/cm3. Ketiga tekstur tanah yang diteliti adalah menggambarkan keadaan kerapatan partikel tanah pada umumnya.

Berdasarkan hasil penelitian, nilai porositas pada tanah Inceptisol sebesar 54 %, porositas pada tanah Latosol sebesar 59 % dan porositas pada tanah Andepts sebesar 60 %. Ketiga nilai porositas pada tanah-tanah tersebut tergolong


(41)

tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur Sarief (1986) yang menyatakan bahwa nilai porositas tanah biasanya berkisar antara 30 - 60 %. Tanah bertesktur halus akan mempunyai nilai persentase ruang pori total lebih tinggi daripada tanah bertekstur kasar.

Dari rumus porositas n = �1−ρb

Pp�x 100%, maka diketahui bahwa nilai porositas ditentukan oleh nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel tanah. Jika semakin besar perbedaan nilai kerapatan massa dengan nilai kerapatan partikel, maka nilai porositas juga akan semakin besar.

Kadar Air Kapasitas Lapang

Nilai kadar air kapasitas lapang pada tanah Inceptisol, Latosol, dan Andepst dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kadar air kapasitas lapang volumetrik dan ketebalan

Tanah

Kadar Air Kapasitas Lapang (%) Basis kering Kadar air

Volumetrik

Ketebalan (cm)

Inceptisol 44,49 53,38 10,67

Latosol 45,46 47,27 9,45

Andepts 44,01 45,77 9,15

Tabel 7 menunjukkan bahwa ketebalan air kapasitas lapang pada tanah Inceptisol tinggi, hal ini disebabkan karena tanah Inceptisol mempunyai kerapatan massa yang lebih besar (Tabel 6), sehingga tanah tersebut mempuyai kandungan air volumetrik yang lebih tinggi. Nilai ini digunakan sebagai acuan (batas atas) pemberian irigasi pada tanaman agar sesuai dengan kebutuhan air tanaman.


(42)

Evapotranspirasi

Pada fase awal pertumbuhan tanaman sawi tidak diukur nilai evapotranspirasinya. Hal ini dikarenakan belum optimalnya pertumbuhan tanaman sawi. Nilai evapotranspirasi pada fase tengah dan akhir tanaman dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Evapotranspirasi pada fase tengah dan akhir tanaman sawi Fase Tanaman Evaporas i (Ep) (mm/hari ) Koefisien Panci Evapopan (k) Evaporasi Potensial

(Et0) (mm/hari) Koefisien Tanaman (kc)* Evapotranspira si (ET) (mm/hari) Fase tengah

(16-30 hari) 2 0.8 1.6 1,2 1,92

Fase akhir

(31-45hari) 2 0.8 1.6 0,6 0,96

*) Sumber: Allen, dkk (1998) dalam Kumar, dkk (2011)

Gambar 3. Grafik evapotranspirasi (ETc) pada fase tengah dan akhir pertumbuhan tanaman sawi

Gambar 3 menunjukkan grafik evapotranspirasi (ETc) pada fase tengah dan akhir pertumbuhan tanaman sawi yang didapat dari Tabel 8.

Berdasarkan Tabel 8 dan Gambar 3, dapat dilihat evapotranspirasi yang terbesar pada tanaman sawi terdapat pada fase tengah pertumbuhan yaitu 1,92 mm/hari atau 86,81 ml/hari dan evapotranspirasi yang terkecil terdapat pada fase akhir pertumbuhan yaitu 0,96 mm/hari atau 43,40 ml/hari. Pada fase tengah

0 0.5 1 1.5 2 2.5

Fase Tengah Fase Akhir

E vap ot r an sp ir as i (mm/h ar i)


(43)

pertumbuhan tanaman akan lebih banyak membutuhkan air dari pada fase akhir pertumbuhan.

Nilai evapotranspirasi pada fase tengah dan fase akhir tanaman kedelai dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Evapotranspirasi pada fase tengah dan fase akhir tanaman kedelai Fase Tanaman Evaporas i (Ep) (mm/hari ) Koefisien Panci Evapopan (k) Evaporasi Potensial

(Et0) (mm/hari) Koefisien Tanaman (kc)* Evapotranspira si (ET) (mm/hari) Fase Tengah (31-45 hari)

2 0,8 1,6 1,15 1,84

Fase Akhir

(46-80 hari) 2 0,8 1,6 0,70 1,12

*) Sumber: Doorenbos dan Kassam (1979) dan Kung dalam Somaatmadja (1985)

Gambar 4. Grafik evapotranspirasi (ETc) pada fase tengah dan akhir pertumbuhan tanaman kedelai

Gambar 4 menunjukkan grafik evapotranspirasi (ETc) pada fase tengah dan akhir pertumbuhan tanaman kedelai yang didapat dari Tabel 9.

Berdasarkan Tabel 9 dan Gambar 4, evapotranspirasi yang terbesar pada tanaman kedelai terdapat pada fase tengah pertumbuhan yaitu 1,84 mm/hari atau 83,19 ml/hari dan evapotranspirasi yang terkecil terdapat pada fase akhir pertumbuhan yaitu 1,12 mm/hari atau 50,64 ml/hari. Pada fase tengah

0 0.5 1 1.5 2

Fase Tengah Fase Akhir

E vap ot r an sp ir as i (mm/h ar i)


(44)

pertumbuhan tanaman akan lebih banyak membutuhkan air dari pada fase akhir pertumbuhan. Bedasarkan nilai evapotranspirasi kedua jenis tanaman tersebut bahwa pada fase tengah menunjukkan nilai yang lebih besar dari pada fase akhir. Hal ini sesuai dengan literatur Islami dan Utomo (1995) yang menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif tanaman maksimal terjadi pada periode tengah pertumbuhan. Selain itu luas permukaan tanaman pada periode ini sudah mencapai maksimum sehingga penguapan lebih besar. Apabila dibandingkan nilai evapotranspirasi tanaman sawi dan tanaman kedelai menunjukkan evapotranspirasi tanaman sawi lebih besar. Hal ini disebabkan karena dari bentuk daun tanaman sawi lebih lebar dari pada bentuk daun tanaman kedelai.

Perkolasi

Nilai perkolasi pada fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman sawi dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Perkolasi pada fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman sawi

Tanah Perkolasi (cm/hari)

Fase tengah Fase akhir

Inceptisol 0,93 0

Latosol 0 0

Andepts 1,85 0

Pada fase tengah tanaman sawi nilai perkolasi tertinggi adalah pada tanah Andepts, hal ini dikarenakan sifat fisik tanah Andepts yang banyak mengandung pasir, sehingga mudah meloloskan air. Dan pada tanah Latosol tidak terjadi perkolasi dikarenakan kandungan liat pada tanah tersebut tinggi, sehingga sukar meloloskan air. Sedangkan tanah Inceptisol, Latosol dan tanah Andepts pada fase akhir tanaman sawi tidak mengalami perkolasi (bernilai nol).

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa, nilai perkolasi terbesar pada fase tengah pertumbuhan yaitu pada tanah Inceptisol sebesar 0,41 cm/hari dan nilai


(45)

perkolasi terendah adalah 0 cm/hari pada fase tengah tanah Latosol, fase akhir tanah Latosol dan tanah Inceptisol.

Hasil pengukuran perkolasi pada fase tengah pertumbuhan dan fase akhir pertumbuhan tanaman kedelai dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Perkolasi pada fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman kedelai

Tanah Perkolasi (cm/hari)

Fase tengah Fase akhir

Inceptisol 0,41 0

Latosol 0 0

Andepts 0,16 0

Penyebaran Air di Daerah Perakaran

Efisiensi Pemakaian Air

Nilai efisiensi pemakaian air pada tanah bertanaman sawi dan bertanaman kedelai dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Nilai efisiensi pemakaian air tanaman sawi dan kedelai Ea (%)

Tanah Sawi Kedelai

Fase tengah Fase akhir Fase tengah Fase akhir

Inceptisol 53,48 100 90,87 100

Latosol 100 100 100 100

Andepts 35,89 100 91,98 100

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa efisiensi pemakaian air pada tanah Latosol baik untuk tanaman sawi maupun tanaman kedelai di setiap fasenya memiliki nilai efisiensi yang tinggi dibandingkan dengan tanah lainnya. Hal ini disebabkan karena tidak terjadinya perkolasi pada tanah tersebut (Tabel 10 dan Tabel 11) dan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5 kandungan liat pada tanah Latosol sangat tinggi, sehingga tanah Latosol cenderung sulit meloloskan air dan air yang tersedia di dalam tanah diserap oleh akar tanaman sebelum terjadinya perkolasi.


(46)

Efisiensi Penyimpanan Air

Nilai efisiensi penyimpanan air pada tanah bertanaman sawi dan bertanaman kedelai dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Nilai efisiensi penyimpanan air tanaman sawi dan kedelai Es (%)

Tanah Sawi Kedelai

Fase tengah Fase akhir Fase tengah Fase akhir

Inceptisol 100 51,34 100 69,74

Latosol 31,79 13,27 41,54 78,24

Andepts 100 9,16 100 25,97

Efisiensi penyimpanan air pada tanah bertanaman sawi dapat dilihat pada Tabel 13. Nilai efisiensi penyimpanan air tanah Inceptisol bertanaman sawi pada fase tengah dan fase akhir pertumbuhan memiliki nilai efisiensi penyimpanan air yang tinggi daripada jenis tanah yang lain, demikian juga dengan nilai efisiensi penyimpanan air tanah Inceptisol bertanaman kedelai pada fase tengah dan fase akhir pertumbuhan. Efisiensi penyimpanan air pada tanah Inceptisol fase tengah dan fase akhir dikategorikan baik. Hal ini menunjukan bahwa tanah pada fase tengah dan fase akhir pertumbuhan sudah terpenuhi oleh air yang dibutuhkan oleh perakaran hal ini sesuai dengan literatur Hansen, dkk. (1992) yang menyatakan bahwa efisiensi penyimpanan air irigasi penting apabila air yang tidak memadai disimpan pada daerah perakaran selama pemberian air irigasi.

Kecukupan Air Irigasi

Efisiensi pemberian air pada tanaman sangat penting untuk diketahui, dengan mengetahui nilai pemberian air yang tepat, maka air yang disalurkan tidak akan ada yang sia-sia. Hal ini sesuai dengan literatur Hansen, dkk 1992 yang menyatakan bahwa apabila pemakai air irigasi menggunakan air yang lebih banyak daripada kemampuan tanah menyimpan air, maka kelebihan air akan


(47)

terbuang percuma. Konsep dari efisiensi pemberian air terdiri dari beberapa perhitungan efisiensi, dan yang digunakan dalam penelitian ini adalah efisensi pemakaian air dan efisiensi penyimpanan air. Menurut Hansen, dkk 1992 konsep efisiensi adalah untuk menunjukkan dimana peningkatan dapat dilakukan yang akan menghasilkan pemberian air irigasi yang lebih efisien.

Dari hasil efisiensi penyimpanan air dan efisiensi pemakaian air pada fase tengah pertumbuhan dan fase akhir pertumbuhan tanaman sawi pada tanah Andepts, Latosol, dan Inceptisol (nilai kadar air sebelum dan sesudah penyiraman dan nilai kapasitas lapang) didapat nilai kecukupan air irigasi pada tanah bertanaman sawi seperti dinyatakan pada Gambar 5, 6, dan 7.

Sebagai dasa menentukan kecukupan air irigasi adalah terpenuhinya pemberian air dalam kondisi kapasitas lapang.

Gambar 5. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman sawi pada tanah Inceptisol

Gambar 6. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman sawi pada tanah Latosol


(48)

Gambar 7. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman sawi pada tanah Andepts

Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai kecukupan irigasi pada tanah Inceptisol pada fase tengah nilainya sama dengan nilai kapasitas lapang. Dan fase akhir pertumbuhan nilainya dibawah nilai persentase kapasitas lapang.

Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai kecukupan air irigasi pada fase tengah pertumbuhan dan fase akhir pertumbuhan tanaman pada tanah Latosol adalah dibawah nilai persentase kapasitas lapang.

Gambar 7 menunjukkan bahwa nilai kecukupan irigasi pada tanah Andepts pada fase tengah pertumbuhan pada semua lapisan nilainya sama dengan nilai persentase kapasitas lapang. Untuk fase akhir pertumbuhan tanaman nilai kecukupan irigasi pada semua lapisan nilainya di bawah nilai persentase kapasitas lapang.

Dari hasil efisiensi penyimpanan air dan efisiensi pemakaian air pada fase tengah pertumbuhan dan fase akhir pertumbuhan tanaman kedelai pada tanah Andepts, Latosol, dan Inceptisol (nilai kadar air sebelum dan sesudah penyiraman dan nilai kapasitas lapang) didapat nilai kecukupan air irigasi pada tanaman kedelai seperti dinyatakan pada Gambar 8, 9 dan 10.


(49)

Gambar 8. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman kedelai pada tanah Inceptisol

Gambar 9. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman kedelai pada tanah Latosol

Gambar 10. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman kedelai pada tanah Andepts

Gambar 8 menunjukkan bahwa nilai kecukupan irigasi tanah Inceptisol untuk fase tengah pada semua lapisan nilainya sama dengan nilai kapasitas lapang,. Dan fase akhir pertumbuhan nilainya dibawah nilai persentase kapasitas lapang.


(50)

Gambar 9 menunjukkan bahwa nilai kecukupan irigasi pada tanah Latosol pada fase tengah dan fase akhir pertumbuhan nilainya dibawah nilai persentase kapasitas lapang.

Gambar 10 menunjukkan bahwa nilai kecukupan irigasi pada tanah Andepts pada fase tengah pertumbuhan di lapisan 0 - 5 cm dan 6 - 10 cm nilainya

dibawah nilai persentase kapasitas lapang. Namun pada lapisan 11 - 15 cm dan 16 - 20 cm nilainya sama dengan nilai persentase kapasitas lapang. Hal ini

dikarenakan pada lapisan 0 - 5 cm dan 6 - 10 cm terdapat banyak akar tanaman kedelai yang dengan cepat menyerap air . Untuk fase akhir pertumbuhan tanaman nilai kecukupan irigasi pada semua lapisan nilainya sama dengan nilai persentase kapasitas lapang.

Gambar 11. Penyebaran akar tanaman sawi dengan kedalaman air tanah yang dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah Inceptisol pada fase akhir pertumbuhan


(51)

Gambar 12. Penyebaran akar tanaman sawi dengan kedalaman air tanah yang dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah Latosol pada fase akhir pertumbuhan

Gambar 13. Penyebaran akar tanaman sawi dengan kedalaman air tanah yang dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah Andepts pada fase akhir pertumbuhan

Gambar 11, 12 dan 13 menunjukkan bahwa kadar air terendah pada tanah Andepts dan Latosol pada fase akhir pertumbuhan tanaman sawi terdapat di lapisan tanah 0 - 5 cm dan lapisan 6 - 10 cm. Hal ini dikarenakan terdapat banyak perakaran pada lapisan tanah 0 - 5 cm dan lapisan 6 - 10 cm, sehingga banyak air yang diserap pada lapisan tersebut dan mengakibatkan kadar air pada lapisan tanah 0 -5 cm dan 6 - 10 cm menjadi lebih rendah daripada lapisan lainnya. Sedangkan pada tanah Inceptisol kadar air terendah terdapat pada lapisan 11 - 15


(52)

cm, hal ini karena akar serabut tanaman sawi lebih banyak pada lapisan 11 - 15 yang banyak menyerap air.

Gambar 14. Penyebaran akar tanaman kedelai dengan kedalaman air tanah yang dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah Inceptisol pada fase akhir pertumbuhan

Gambar 15. Penyebaran akar tanaman kedelai dengan kedalaman air tanah yang dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah Latosol pada fase akhir pertumbuhan


(53)

Gambar 16. Penyebaran akar tanaman kedelai dengan kedalaman air tanah yang dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah Andepts pada fase akhir pertumbuhan

Gambar 14, 15 dan 16 menunjukkan bahwa kadar air terendah pada tanah Andepts dan Latosol pada fase akhir pertumbuhan tanaman kedelai terdapat di lapisan tanah 0 - 5 cm dan lapisan 6 - 10 cm. Sedangkan pada tanah Inceptisol kadar air terendah terdapat pada lapisan 0 - 5 cm dan 16 - 20 cm.

Berat Kering Tanaman Sawi dan Kedelai

Berat basah dan berat kering tanaman sawi dan kedelai menunjukkan hasil produksi tanaman yang diperoleh dengan menimbang berat keseluruhan tanaman (daun, batang, dan akar) yang dipanen serta berat kering tanaman yang telah dikeringovenkan. Hasil produksi tanaman sawi dan kedalai yang dibudidayakan dapat dilihat pada Tabel 14


(54)

Tabel 14. Berat tanaman sawi dan kedelai Tanah

Sawi Kedelai

Berat Basah (g)

Berat kering (g)

Kadar Air (%)

Berat Basah (g)

Berat kering (g)

Kadar Air (%)

Inceptisol 44,42 9,97 77,57 26,67 7,96 70,15

Latosol 39,97 6,60 83,48 8,86 2,73 69,18

Andepts 33,72 5,86 82,62 9,20 2,18 76,30

Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa untuk tanaman sawi pada tanah Inceptisol bobot basah rata-rata tanaman yaitu sebesar 44,42 g, bobot kering tanaman yaitu 9,97 g. Pada tanah Latosol bobot basah rata-rata tanaman yaitu sebesar 39,97 g, bobot kering tanaman yaitu 6,60 g. Pada tanah Andepts bobot basah rata-rata tanaman yaitu sebesar 33,72 g, bobot kering tanaman yaitu 5,86 g. Dari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa berat tanaman sawi yang dihasilkan belum maksimal. Menurut KEPMENTAN No 253/kpt/TP.240/5/2000 pada kemasan benih, untuk jenis Tosakan berat pertanaman dapat mencapai 250 g. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan pembudidayaan yaitu suhu rata-rata harian rumah kaca, kondisi iklim dan penyinaran sinar matahari yang tertangkap oleh rumah kaca dan kebutuhan fotosintesis tanaman tidak secara maksimal sehingga tanaman tidak tumbuh optimal yang diketahui oleh berat kering tanaman caisim yang sangat rendah. Hal ini sesuai dengan literatur Rukmana (1994) yang menyatakan bahwa kondisi penyinaran matahari dikehendaki untuk pertumbuhan tanaman sawi adalah 10-13 jam per hari.

Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa untuk tanaman kedelai pada tanah Inceptisol bobot basah rata-rata tanaman yaitu sebesar 26,67 g, bobot kering tanaman yaitu 7,96 g. Pada tanah Latosol bobot basah rata-rata tanaman yaitu sebesar 8,86 g, bobot kering tanaman yaitu 2,73 g. Pada tanah Andepts bobot basah rata-rata tanaman yaitu sebesar 9,20 g, bobot kering tanaman yaitu 2,18 g.


(55)

Berdasarkan nilai kadar air tanamannya, kadar air tanaman sawi lebih besar daripada nilai kadar air tanaman kedelai, hal ini dikarenakan pada batang tanaman sawi banyak mengandung air dan penyerapan air pada tanaman sawi lebih besar karena untuk memenuhi nilai evapotranspirasi yang juga besar dibandingkan dengan tanaman kedelai.


(56)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Tekstur tanah Inceptisol yang digunakan yaitu liat, tekstur tanah Latosol yang digunakan yaitu liat dan tekstur tanah Andepts yang digunakan yaitu lempung liat berpasir.

2. Besar evapotranspirasi (ETc) tanaman sawi adalah sebesar 1,92 mm/hari pada fase tengah pertumbuhan, 1,53 mm/hari pada fase akhir pertumbuhan. Dan besar evapotranspirasi (ETc) tanaman kedelai adalah sebesar 1,84 mm/hari pada fase tengah pertumbuhan, 1,12 mm/hari pada fase akhir pertumbuhan. 3. Berat basah tanaman sawi pada tanah Inceptisol adalah sebesar 44,42 g dan

kadar air sebesar 77,55 %. Berat basah tanaman sawi pada tanah Latosol adalah sebesar 39,97 g dan kadar air sebesar 83,48 %. Berat basah tanaman

sawi pada tanah Andepts adalah sebesar 33,72 g dan kadar air sebesar 82,62 %.

4. Berat basah tanaman kedelai pada tanah Inceptisol adalah sebesar 26,67 g dan kadar air sebesar 70,15 %. Berat basah tanaman kedelai pada tanah Latosol adalah sebesar 8,86 g dan kadar air sebesar 69,18 %. Berat basah tanaman kedelai pada tanah Andepts adalah sebesar 9,20 g dan kadar air sebesar 76,30 %.

Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya memperhatikan kebocoran air hujan yang berpengaruh pada nilai evapotranspirasi

2. Perlu dilakukan pengukuran evaporasi pada tanah.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T., 2005. Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.

Basak, N. N., 1999. Irrigation Engineering. Tata McGaw-Hill Publishing Company Limited, New Delhi.

Baskoro, D. P. T. dan Tarigan, S. D., 2007. Karakteristik Kelembaban Tanah Pada Beberapa Jenis Tanah. IPB, Bogor.

Damayanti, L. S., 2005. Kajian Laju Erosi Tanah Andosol, Latosol, dan Grumosol Untuk Berbagai Tingkat Kemiringan dan Intensitas Hujan Di Kabupaten Semarang. UNDIP, Semarang.

Dumairy, 1992. Ekonomika Sumberdaya Air. BPFE, Yogyakarta.

Foth, H. D., 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Edisi Keenam. Erlangga, Jakarta. Guslim, 1997.Klimatologi Pertanian. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hanafiah, K. A., 2005. Dasar Dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Handayaningsih, E. P., 2013. Penentuan Waktu Tanam Kedelai (Glycine max L. Merrill) Berdasarkan Neraca Air di Daerah Kubutambahan Kabupaten Buleleng. Universitas Udayana, Denpasar.

Hansen, V. E., O.W. Israelsen dan G. E. Stringham, 1992. Dasar-Dasar dan Praktek Irigasi. Penerjemah: Endang. Erlangga, Jakarta.

Hardiyatmo, H.C., 1992. Mekanika Tanah 1. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Harto, S. BR., 1993. Analisis Hidrologi. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.

Hermantoro., 2011. Teknologi Inovatif Irigasi Lahan Kering dan Lahan Basah Studi Kasus Untuk Tanaman Lada Perdu. INSTIPER, Yogyakarta.

Hutabarat, Y.H., 2010. Kajian Tingkat Bahaya Erosi Tanah Andepts Pada Penggunaan Lahan Tanaman Jagung Di Kebun Percobaan Kwala Bekala USU, Medan [Skripsi].

Idkham, M., 2005. Analisis Debit dan Pola Penyebaran Aliran Air (Seepage) Serta Pengaruhnya Terhadap Stabilitas Pada Model Tanggul Dengan Bahan Tanah Latosol Dermaga, Bogor [Tesis].

Islami, T. dan W. H. Utomo, 1995. Hubungan Tanah Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press, Malang.


(58)

Junaidi. Muyassir. dan Syafaruddin., 2013. Penggunaan Bakteri Pseudomonas

fluorscens dan Pupuk Kandang Dalam Bioremediasi Inceptisol Tercemar

Hidrokarbon. Universitas Syah Kuala, Banda Aceh.

Kohnke, H., 1968. Soil Physics. McGraw-Hill Book Company, New York. Kumar, R., V. Shankar, M. Kumar, 2011. Development of crop coefficient for

precise estimation of evapotranspiration for mustard in mid hill zone- India. Universal journal of environmental research and technology, vol. 1 issue 4 :531-538.

Kusumawati, I., 2003. Perubahan Pola Penyebaran Kadar Air Media Arang Sekam dan Pertumbuhan Tanaman Kangkung Darat Pada Pemberian Air Secara Sinambung dan Terputus-Putus Dengan Irigasi Tetes. IPB, Bogor. Lenka, D., 1991. Irrigation and Drainage. Kalyani Publishers, New Delhi. Limantara, L. M., 2010. Hidrologi Praktis. Lubuk Agung, Bandung.

Mukhlis., 2011. Tanah Andisol Genesis, Klasifikasi, Karakteristik, Penyebaran dan Analisis. USU press, Medan.

Notohadiprawiro, T., 1998. Tanah dan Lie0ngkungan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Pracaya., 2002. Bertanam Sayuran Organik. Penebar Swadaya, Jakarta.

Raes, D., 1987. Irrigation Scheduling Information System. Katholike Universiteit Leuven, Belgium.

Rubatzky, V, E., dan M. Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia Prinsip, Produksi, dan Gizi Jilid Kedua. ITB, Bandung.

Rukmana, R., 1994. Sawi dan Petsai. Kanisius, Yogyakarta.

Sarief, E. S., 1986. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung. Soemarto, C.D., 1995. Hidrologi Teknik. Erlangga, Jakarta.

Sosrodarsono, S. dan Takeda, 2006. Cetakan ke sepuluh. Hidrologi Untuk Pengairan. Pradnya Paramita, Jakarta.

Suprapto, HS., 2001. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta. Susanto, E., 2006. Teknik Irigasi dan Drainase. USU Press, Medan.


(59)

Lampiran 1. Flowchart Penelitian

Lampiran 2. Data suhu harian rumah kaca Mulai

Studi Literatur

Pemilihan Tanah dan Tanaman

Persiapan Bibit Tanaman

Persiapan Tanah : - Pengayakan tanah - pemasukan tanah

dalam polibag - pemantapan tanah

Penanaman Bibit

Perlakuan :

- menentukan interval kedalaman tanah

- menganalisis lapisan tanah per 5 cm

Dilakukan Pengamatan untuk setiap Parameter

Dianalisis Data yang diperoleh


(60)

Tanggal Suhu (Oc) Suhu Rata-Rata Harian (Oc)

07.00 12.00 17.00

19 September 2014 25 35 28 29,3

20 September 2014 25 36 28 29,6

21 September 2014 24 35 27 28,6

22 September 2014 27 38 32 32,3

23 September 2014 25 27 27 26,3

24 September 2014 25 32 27 28

25 September 2014 26 37 27 30

26 September 2014 26 32 31 29,6

27 September 2014 25 27 27 26,3

28 September 2014 26 35 32 31

29 September 2014 25 30 26 27

30 September 2014 26 30 32 29,3

1 Oktober 2014 25 32 31 29,3

2 Oktober 2014 25 32 29 28,6

3 Oktober 2014 25 32 30 29

4 Oktober 2014 25 31 29 28,3

5 Oktober 2014 26 32 30 29,3

6 Oktober 2014 25 35 28 29,3

7 Oktober 2014 26 36 32 31,3

8 Oktober 2014 26 38 36 33,3

9 Oktober 2014 26 37 35 32,6

10 Oktober 2014 27 37 35 33

11oktober 2014 28 30 33 30,3

12 Oktober 2014 25 33 30 29,3

13 Oktober 2014 27 37 35 33

14 Oktober 2014 26 35 29 30

15 Oktober 2014 25 35 28 29,3

16 Oktober 2014 25 36 29 30

17 Oktober 2014 26 37 30 31

18 Oktober 2014 25 35 32 30,6

19 Oktober 2014 26 37 31 31,3

20 Oktober 2014 26 36 33 31,6

21 Oktober 2014 24 34 29 29

22 Oktober 2014 25 36 31 30,6

23 Oktober 2014 26 37 30 31

24 Oktober 2014 26 35 30 30,3

25 Oktober 2014 26 35 32 31

26 Oktober 2014 26 36 31 31

27 Oktober 2014 24 32 33 29,6

28 Oktober 2014 26 35 31 30,6

29 Oktober 2014 26 32 30 29,3

30 Oktober 2014 27 36 32 31,6

31 Oktober 2014 25 32 29 28,6

1 November 2014 27 37 34 32,6

2 November 2014 26 36 32 31,3

3 November 2014 25 33 33 30,3


(61)

5 November 2014 26 36 30 30,6

6 November 2014 26 35 31 30,6

7 November 2014 25 34 29 29,3

8 November 2014 25 30 27 27,3

9 November 2014 26 36 33 31,6

10 November 2014 25 35 28 29,3

11 November 2014 26 37 30 31

12 November 2014 26 36 29 30,3

13 November 2014 25 36 31 30,6

14 November 2014 25 31 29 28,3

15 November 2014 26 37 33 32

16 November 2014 27 36 31 31,3

Lampiran 3. Kerapatan massa, kerapatan partikel dan porositas Tanah Ulangan BTKU

(g)

BTKO (g)

VTKU (cm3)

VTKO (cm3)

Kerapatan Massa (g/cm3)

Kerapatan Partikel (g/cm3)

Porositas (%) I 363.4 252.4 192,33 100 1.31 2.52 49 Inceptisol II 277.8 192.8 192,33 75 1.00 2.57 62 III 367.8 252.8 192,33 95 1.31 2.66 51

Rata-rata 1.20 2.58 54

I 297.8 207.8 192,33 80 1.08 2.58 58

Latosol II 320.8 220.8 192,33 85 1.14 2.59 56 III 262.8 177.8 192,33 70 0.92 2.54 63

Rata-rata 1.04 2.57 59

I 276.8 196.8 192,33 75 1.02 2.62 61

Andepts II 310.8 209.8 192,33 80 1.09 2.62 58 III 284.8 198.8 192,33 75 1.03 2.65 61

Rata-rata 1.04 2.63 60

Dimana:

BTKU: Berat tanah kering udara BTKO: Berat tanah kering oven

VTKU: Volume tanah kering udara (volume total) Volume ring sampel = 1

4

π

d

2

t

= 1

4 (3,14)(7 cm) 2

(5 cm) = 1

4 (769,3 cm 3

) = 192,33 cm3 VTKO: Volume tanah kering oven

����������� (Bd) = Massa tanah Volume total

Particle Density (ρp) = Massa tanah Volume tanah kering


(62)

Porositas =�1− �ρb

ρp�� 100% Lampiran 4. Evaporasi sawi

Hari Evaporasi (Ep) (mm/hari)

Fase tengah Fase akhir

1 2 2

2 1 2

3 1 2

4 2 3

5 3 1

6 3 2

7 2 1

8 2 2

9 2 2

10 2 1

11 3 2

12 2 2

13 2 2

14 2 3

15 2 2

Rata-rata 2 2

Lampiran 5. Evapotranspirasi sawi Fase Tanaman Evaporasi (Ep) (mm/hari) Koefisien Panci Evapopan (k) Evaporasi Potensial

(Et0) (mm/hari) Koefisien Tanaman (kc) Evapotranspirasi (ET) (mm/hari) Fase tengah

(16-30 hari) 2 0.8 1.6 1,2 1,92

Fase akhir

(31-45 hari) 2 0.8 1.6 0,6 1,53

Dimana:

k = Koefisien Panci evapopan kc = Koefisien tanaman

Evaporasi Potensial = Et0 = k x Ep Evapotranspirasi = ET = kc x Et0

Lampiran 6. Evaporasi kedelai

Hari Evaporasi (Ep) (mm/hari)


(63)

1 3 2

2 2 2

3 2 3

4 3 2

5 2 3

6 3 2

7 2 1

8 2 1

9 2 2

10 2 2

11 2 1

12 2 2

13 2 1

14 1 2

15 1 2

16 2 2

17 1 1

18 2 2

19 2 2

20 1 2

Rata-rata 2 2

Lampiran 7. Evapotranspirasi kedelai Fase Tanaman Evaporasi (Ep) (mm/hari) Koefisien Panci Evapopan (k) Evaporasi Potensial

(Et0) (mm/hari) Koefisien Tanaman (kc) Evapotranspirasi (ET) (mm/hari) Fase tengah

(31-45 hari) 2 0,8 1,6 1,15 1,84

Fase akhir

(46-80 hari) 2 0,8 1,6 0,70 1,12

Dimana:

k = Koefisien Panci evapopan kc = Koefisien tanaman

Evaporasi Potensial = Et0 = k x Ep Evapotranspirasi = ET = kc x Et0


(64)

Lampiran 8. Data Kadar Air Tanah

a. Fase tengah pertumbuhan tanaman sawi *tanah inceptisol lapisan 0-5 cm

• Sebelum Penyiraman

Ulangan Sebelum penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 155,25 112,07 38,52

2 145,02 102,67 41,24

Rata-rata 150,13 107,37 39,88

• Sesudah Penyiraman

Ulangan Sesudah penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 158,66 106,29 49,27

2 138,97 97,36 42,73

Rata-rata 148,81 101,82 46,00 *tanah inceptisol lapisan 6-10 cm

• Sebelum Penyiraman

Ulangan Sebelum penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 152,88 106,59 43,42

2 131,75 94,70 39,12

Rata-rata 142,31 100,69 41,27

• Sesudah Penyiraman

Ulangan Sesudah penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 152,85 102,42 49,23

2 145,01 100,23 44,67

Rata-rata 148,93 101,32 46,95 *tanah inceptisol lapisan 11-15 cm

• Sebelum Penyiraman

Ulangan Sebelum penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 151,56 112,67 34,52

2 148,78 100,83 47,55


(65)

• Sesudah Penyiraman

Ulangan Sesudah penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 153,81 103,09 49,19

2 158,74 106,39 49,20

Rata-rata 156,27 104,74 49,19 *tanah inceptisol lapisan 16-20 cm

• Sebelum Penyiraman

Ulangan Sebelum penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 151,53 113,08 34,00

2 158,12 107,46 47,14

Rata-rata 154.82 110,77 40,57

• Sesudah Penyiraman

Ulangan Sesudah penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 154,06 101,80 51,33

2 147,99 97,72 51,44

Rata-rata 151,02 99,76 51,38 *tanah latosol lapisan 0-5 cm

• Sebelum Penyiraman

Ulangan Sebelum penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 128,76 91,56 40,62

2 120,77 90,56 33,35

Rata-rata 124,76 91,06 36,98

• Sesudah Penyiraman

Ulangan Sesudah penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 137,41 99,41 38,22

2 142,39 99,94 42,47

Rata-rata 139,90 99,67 40,34 *tanah latosol lapisan 6-10 cm

• Sebelum Penyiraman

Ulangan Sebelum penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 136,54 98,38 38,78

2 139,99 103,19 35,66


(66)

• Sesudah Penyiraman

Ulangan Sesudah penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 140,34 101,27 38,58

2 133,08 93,55 42,25

Rata-rata 136,71 97,41 40,41 *tanah latosol lapisan 11-15 cm

• Sebelum Penyiraman

Ulangan Sebelum penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 148,55 103,49 43,54

2 152,16 111,83 36,06

Rata-rata 150,35 107,66 39,80

• Sesudah Penyiraman

Ulangan Sesudah penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 145,48 101,26 43,66

2 132,24 93,98 41,01

Rata-rata 138,86 97,62 42,33 *tanah latosol lapisan 16-20 cm

• Sebelum Penyiraman

Ulangan Sebelum penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 157,31 107,45 46,40

2 161,58 115,76 39,58

Rata-rata 159,44 111,60 42,99

• Sesudah Penyiraman

Ulangan Sesudah penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 158,98 110,33 44,09

2 147,71 103,94 42,11

Rata-rata 153,34 107,13 43,10 *tanah andepts lapisan 0-5 cm

• Sebelum Penyiraman

Ulangan Sebelum penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 136,78 98,42 38,97

2 133,61 96,37 38,64


(67)

• Sesudah Penyiraman

Ulangan Sesudah penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 118,38 77,64 52,47

2 115,40 76,59 50,67

Rata-rata 116,89 77,11 51,58 *tanah andepts lapisan 6-10 cm

• Sebelum Penyiraman

Ulangan Sebelum penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 117,78 88,43 33,19

2 125,07 88,39 41,49

Rata-rata 121,42 88,41 37,34

• Sesudah Penyiraman

Ulangan Sesudah penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 133,47 87,38 52,74

2 111,93 71,91 55,65

Rata-rata 122,70 79,64 54,19 *tanah andepts lapisan 11-15 cm

• Sebelum Penyiraman

Ulangan Sebelum penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 150,80 108,27 39,28

2 141,80 101,46 39,75

Rata-rata 146,30 104,86 39,51

• Sesudah Penyiraman

Ulangan Sesudah penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 129,68 85,63 51,44

2 135,36 90,04 50,33

Rata-rata 132,52 87,83 50,88 *tanah andepts lapisan 16-20 cm

• Sebelum Penyiraman

Ulangan Sebelum penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 141,36 101,96 38,64

2 157,79 110,65 42,60


(68)

• Sesudah Penyiraman

Ulangan Sesudah penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 150,28 95,34 57,62

2 144,10 94,49 52,50

Rata-rata 147,19 94,91 55,06 b. Fase akhir pertumbuhan tanaman sawi

*tanah inceptisol lapisan 0-5 cm

• Sebelum Penyiraman

Ulangan Sebelum penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 154,85 121,51 27,43

2 137,25 104,79 30,97

Rata-rata 146,05 113,15 29,20

• Sesudah Penyiraman

Ulangan Sesudah penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 144,83 99,25 45,92

2 127,02 99,51 27,64

Rata-rata 135,92 99,38 36,78 *tanah inceptisol lapisan 6-10 cm

• Sebelum Penyiraman

Ulangan Sebelum penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 136,23 100,14 36,03

2 136,05 103,12 31,93

Rata-rata 136,14 101,63 33,98

• Sesudah Penyiraman

Ulangan Sesudah penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 141,32 96,07 47,10

2 115,41 90,21 27,93

Rata-rata 128,36 93,14 37,51 *tanah inceptisol lapisan 11-15 cm

• Sebelum Penyiraman

Ulangan Sebelum penyiraman

BTKU (g) BTKO (g) KA (%)

1 147,37 109,14 35,02

2 132,28 100,99 30,98


(1)

(2)

(3)

(4)

Menentukan tekstur tanah Andepts dengan segitiga USDA Dimana :

Pasir (sand) = 49,28% Debu (silt) = 16,00% Liat (Clay) = 34,72%

Tekstur = Lempung Liat Berpasir (Sand Clay Loam)


(5)

Menentukan tekstur tanah Latosol dengan segitiga USDA Dimana :

Pasir (sand) = 23,28% Debu (silt) = 17,28% Liat (Clay) = 59,44% Tekstur = Liat (Clay)


(6)

Menentukan tekstur tanah Inceptisol dengan segitiga USDA Dimana :

Pasir (sand) = 35,28% Debu (silt) = 23,28% Liat (Clay) = 41,44% Tekstur = Liat (Clay)