BAB II TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN DAERAH - Tinjauan Yuridis Terhadap Peran Pelaksana Tugas (Plt) Walikota Dalam Pemerintahan Kota Menurut Hukum Administrasi Negara (Studi Pemerintah Kota Medan)

BAB II TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN DAERAH Pemerintahan daerah yang kita kenal sekarang berasal dari perkembangan

  praktik pemerintahan di Eropa pada abad ke 11 dan 12. Pada saat itu muncul satuan- satuan wilayah di tingkat dasar yang secara alamiah membentuk suatu tuan lembaga pemerintahan. Pada awalnya satuan-satuan wilayah tersebut merupakan suatu komunitas swakelola dari sekelompok penduduk. Satuan-satuan wilayah tersebut diberi nama municipal (kota), county (kabupaten), commune/gementee (desa). Mungkin fenomena tersebut mirip dengan satuan komunitas asli penduduk Indonesia yang disebut dengan desa (jawa), nagari (Sumatera Barat), huta (Sumatera Utara), marga (Sumatera Selatan), gampong (Aceh), kampung (Kalimantan Timur), dan lain-lain. Satuan komunitas tersebut merupakan entitas kolektif yang didasarkan pada hubungan saling mengenal dan saling membantu dalam ikatan genealogis maupun territorial. Satuan komunitas ini membentuk kesatuan masyarakat hukum

  18 yang pada asalnya bersifat komunal.

  Pada mulanya satuan-satuan komunitas tersebut terbentuk atas kebutuhan anggotanya sendiri. Untuk mempertahankan eksistensi dan kelangsungan hidupnya mereka membuat lembaga yang diperlukan. Lembaga yang dibentuk mencakup lembaga politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan-keamanan. Dengan demikian, lembaga yang terbentuk sangat beragam, tergantung pada pola-model tertentu berdasarkan adat-istiadat komunitas yang bersangkutan. 18 Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Grasindo, Jakarta, 2007, hal. 1.

  Dalam perkembangan berikutnya satuan-satuan komunitas tersebut dimasukkan kedalam sistem administrasi negara dari suatu negara yang berdaulat. Untuk kepentingan administrasi, satuan-satuan komunitas tersebut lalu ditentukan kategori- kategorinya, batas-batas geografinya, kewenangannya, dan bentuk kelembagaannya.

  Melalui keputusan politik, satuan komunitas tersebut lalu dibentuk menjadi unit organisasi formal dalam sistem administrasi negara pada tingkat lokal. Sesuai dengan kepentingan politik negara yang bersangkutan, organisasi pemerintahan lokal dipilah menjadi dua, yaitu satuan organisasi perantara dan satuan organisasi dasar.

  Misalnya di Perancis, satuan organisasi adalah department dan satuan dasarnya adalah commune. Di Indonesia, satuan organisasi perantara adalah provinsi, sedangkan satuan organisasi dasarnya adalah kota, kabupaten, dan desa.

  Menurut Stoker (1991) munculnya pemerintahan daerah modern berkaitan erat dengan fenomena industrialisasi yang melanda Inggris pada pertengahan abad ke -

  18. Industrialisasi menyebabkan perpindahan penduduk dari desa ke kota secara besar-besaran. Urbanisasi tersebut mengakibatkan berubahnya corak wilayah.

  Muncul wilayah-wilayah baru terutama di kota-kota dan pinggiran kota yang sangat padat dengan ciri khas perkotaan. Kondisi tersebut memunculkan masalah baru dibidang sosial, politik, dan hukum. Oleh karena itu, untuk merespons hal tersebut perlu pengaturan kembali sistem kemasyarakatan yang baru tumbuh tersebut.

  Dalam rangka merespons kondisi tersebut, semula dibentuk badan-badan ad hoc untuk menangani suatu masalah yang masih dikendalikan oleh pemerintah pusat.

  Dalam perkembangan berikutnya, didalam suatu satuan administrasi lokal dibentuk Dewan Kota yang dipilih oleh penduduk setempat. Dewan Kota tersebut diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus urusannya sendiri. Dari sinilah mulai berkembang praktik pemerintahan daerah sebagaimana kita kenal saat ini.

A. Pemerintah Daerah

  Dalam negara yang berbentuk kesatuan hanya disebutkan pemerintah setempat atau pemerintah Lokal (Local Government) dalam pemerintahan daerah ini, maka Oppenheim dalam bukunya yang berjudul “HET NEDERLANDSCH GEMENTE

  19 RECHT” memberikan beberapa ciri-ciri dari Pemerintah Daerah yakni : 1.

  Adanya lingkungan atau daerah batas yang lebih kecil daripada negara.

  2. Adanya penduduk dari jumlah yang mencukupi.

  3. Adanya kepentingan-kepentingan yang pada coraknya sukar dibedakan dari yang diurus oleh negara, akan tetapi yang demikian menyangkut lingkungan itu, sehingga penduduknya bergerak untuk berusaha atas dasar swadaya 4. Adanya suatu organisasi yang memadai untuk menyelenggarakan kepentingan- kepentingan itu.

  5. Adanya kemampuan untuk menyediakan biaya yang diperlukan.

  Penyelenggara pemerintahan daerah adalah Pemerintah Daerah dan DPRD. Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintahan daerah yang disebut kepala daerah. Kepala daerah adalah pimpinan lembaga yang melaksanakan peraturan perundangan. Menurut pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan Perangkat daerah sebagai unsur

19 Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Hukum Administrasi Pemerintahan Sinar Grafika, Jakarta, 1993, hal. 19.

  Daerah,

  20

  penyelenggara pemerintahan daerah . Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah kepala daerah dibantu oleh seorang wakil kepala daerah, yang masing- masing untuk provinsi disebut wakiil gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati, dan untuk kota disebut wakil walikota.

1. Tugas dan Kewajiban Pemerintah Daerah

  Berhasil tidaknya pencapaian tujuan organisasi ikut ditentukan oleh kemampuan Kepala Daerah dalam membimbing, mengarahkan, dan mengendalikan kegiatan organisasi kearah pencapaian tujuan. Demikian pentingnya peranan pemimpin dalam organisasi, sehingga Stogdill meng atakan “kepemimpinan adalah sarana pencapaian

  21 .

  tujuan” Menurut Tjikroamidjojo, walaupun tugas Kepala Daerah cukup kompleks dan diwarnai oleh karakteristik organisasi, namun terdapat tugas dan fungsi Kepala

  Daerah yang sifatnya universal karena selalu dilakukan oleh setiap pemimpin organisasi, yaitu mengambil kebijaksanaan organisasi, menentukan arah dan pelaksanaan kebijaksanaan, menyelesaikan permasalahan yang dihadapi organisasi pemerintahan, mengevaluasi tujuan organisasi dengan mengantisipasikan perubahan- perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat, mengkoordinasikan unit-unit kerja, dan mengambil keputusan. Ateng Syafrudin mengatakan kepala daerah berperan sebagai pamong masyarakat, yang dapat memenuhi harapan masyarakat dibidang ketentraman, ketertiban dan keamanan, agar masyarakat berada dalam suasana dan

  20 Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, LN Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125. 21 J. Kaloh, Kepemimpinan Kepala Daerah : Pola Kegiatan, Kekuasaan, dan Perilaku Kepala Sinar Grafika, Jakarta: 2009, hal. 48.

  Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, semangat kekeluargaan guna tercapainya kesejahteraan yang mengandung keadilan

  22 sosial, demi utuhnya kesatuan dan persatuan bangsa.

  Dengan demikian, seorang pemimpin pemerintahan termasuk Kepala Daerah perlu memiliki kualitas kepemimpinan yang makin tinggi pula, dan tidak cukup jika

  23 hanya mengandalkan intuisi semata.

  Berhubung kabupaten/kota adalah subsistem dari Sistem Pemerintahan Nasional maka Kepala Daerah mempunyai tugas dan fungsi utama yang beracu pada GBHN, yakni terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur material dan spiritual

  24 berdasarkan Pancasila (GBHN 1993).

  Untuk mewujudkan tujuan tersebut, tugas dan fungsi Kepala Daerah telah diatur dengan perautan pelaksana, yang apabila diidentifikasi, terdapat 2 (dua) kriteria

  25 tugas dan kewajiban sebagai berikut.

  a.

  Tugas Administrasi/Manajerial Tugas administrasi/manajerial adalah tugas yang dilakukan Kepala Daerah dalam merencanakan, mengorganisasi, menggerakkan, mengarahkan dan mengendalikan, serta mengawasi jalannya organisasi kearah pencapaian tugas. Tugas tersebut meliputi hubungan kerja dengan seluruh instansi-instansi vertikal di daerah dan semua perangkat daerah, mengusahakan terus-menerus agar semua peraturan perundang-undangan dan Peraturan Daerah dijalankan oleh instansi pemerintahan serta pejabat-pejabat yang ditugaskan untuk itu dan mengambil segala tindakan yang dianggap perlu, mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah serta melaksanakan segala tugas dan wewenang pemerintahan yang diberikan kepadanya sesuai dengan 22 23 Ibid. 24 Ibid. 25 Ibid.

  Ibid. peraturan perundang-undangan. Mengambil keputusan mengenai masalah-masalah yang berbeda-beda di lokasi yang berlainan, dengan kondisi yang beraneka ragam, memberikan penjelasan pada sidang DPRD, konsultasi dengan pimpinan, komisi- komisi, fraksi dan anggota-anggota DPRD, rapat staf secara periodik/insidentil, rapat koordinasi dan pertemuan konsultatif dengan unsur-unsur pemerintahan daerah.

  b.

  Tugas Manajer Publik Sebagai manajer publik, Kepala Daerah mempunyai tugas menggerakkan partisipasi masyarakat, membimbing, dan membina kehidupan masyarakat sehingga masyarakat ikut serta secara aktif dalam pembangunan. Secara operasional tugas tersebut berbentuk pembinaan ketentraman dan ketertiban diwilayahnya sesuai kebijaksanaan yang ditetapkan oleh pemerintah; mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; serta memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD. Setiap saat menerima tamu dari berbagai lapisan masyarakat, mengunjungi masyarakat daerah dalam wilayahnya, menjadi penasihat, Pembina dan ketua kehormatan dari berbagai organisasi; menampung, menjelaskan masalah, pengaduan, dan sebagainya dari masyarakat. Sesepuh, pamong dan pengayom/pelindung warga masyarakat di daerahnya; menjaga keselarasan dan keseimbangan kepentingan antara seluruh lapisan mayarakat dan golongan di daerahnya.

  Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tugas, wewenang, dan kewajiban Kepala Daerah adalah memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD, mengajukan rancangan Perda, menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD, menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBN kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama, mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah, mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Mengacu pada pasal 27 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 bahwa yang menjadi kewajiban Kepala Daerah adalah memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, meningkatkan kesejahteraan rakyat, memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat, melaksanakan kehidupan demokrasi, menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan, menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, memajukan dan mengembangkan daya saing daerah, melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik, melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah, menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua perangkat daerah, dan menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan daerah dihadapan Rapat Paripurna DPRD. Selain itu, seperti yang dinyatakan dalam pasal 27 ayat (2) bahwa Kepala Daerah mempunyai kewajiban- kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah, untuk gubernur disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dan Kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk Bupati/Walikota sebanyak 1 (satu) kali dalam setahun, memberikan laporan keterangan

pertanggungjawaban kepada DPRD dan menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintah daerah kepada masyarakat.

  Sementara itu, tugas wakil kepala daerah adalah membantu Kepala Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, membantu Kepala Daerah mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawas, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup, instansi vertikal yang diimaksud adalah perangkat departemen yang mengurus urusan pemerintahan yang tidak diserahkan kepada daerah dalam wilayah tertentu, dalam rangka dekonsentrasi, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah provinsi, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala daerah kabupaten/kota, memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan daerah, melakukan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh Kepala Daerah, dan melaksanakan tugas

  26 dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan.

  Dalam melaksanakan tugasnya wakil kepala daerah bertanggungjawab kepada kepala daerah. apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya, wakil kepala daerah menggantikan kepala daerah sampai habis

  27 masa jabatannya. 26 Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung , Rajawali Pers, Jakarta: 2005. Hal. 31. 27 Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan Daerah dan Otonomi Daerah, Grasindo, Jakarta: 2007, hal. 213.

2. Larangan Kepala Daerah

  28 Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang: a.

  Membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi diri, anggota keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, merugikan kepentingan umum, dan meresahkan sekelompok masyarakat, atau mendiskriminasikan warga negara dan/atau golongan masyarakat lain; b. Turut serta dalam suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik negara/daerah, atau dalam yayasan bidang apapun; c.

  Melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan daerah bersangkutan; d. Melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; e. Menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di Pengadilan selain yang untuk mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan; f.

  Menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatannya; g.

  Merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, sebagai anggota DPRD sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

28 Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah, Sinar Grafika, Jakarta: 2009, hal. 58.

B. Pertimbangan Perlu Adanya Pemerintahan Di Daerah

1. Landasan Dasar

  Sumber utama kebijaksanaan umum yang mendasari pembentukan dan penyelenggaraan pemerintahan di daerah adalah pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan perlu diperhatikan penjelasannya yang menyatakan bahwa “Pembagian Daerah Indonesia atas Daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem Pemerintahan Negara, dan hak-hak, asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat

  29 istimewa”.

  30 Adapun Penjelasan Pasal 18 dimaksud adalah sebagai berikut: a.

  Oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tak akan mempunyai daerah didalam lingkungannya yang bersifat Staat juga.

  Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil.

  Daerah-daerah itu bersifat otonom (streek dan locale rechtsgemeenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang.

  Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.

  b.

  Dalam territori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 Zelfbesturende

  landschappen dan Volksgemeenschappen, seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di 29 Tyahya Supriatna, Sistem Administrasi Pemerintahan di Daerah, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hal. 57. 30 Penjelasan pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum amandemen).

  Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.

  Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan Negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut.

2. Latar Belakang Perlunya Pemerintahan di Daerah

  Bertitik tolak dari uraian tersebut diatas, maka perlu dipahami tentang latar belakang pemikiran perlunya pemerintahan di daerah dengan cara mengkaji dan mendalami suasana kejiwaan dan kebatinan yang menjadi dasar disusunnya Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor

  32 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang saat ini berlaku sebagai dasar hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan di Daerah. Adapun beberapa pertimbangan perlunya Pemerintahan di Daerah itu adalah sebagai

  31

  berikut:

a. Pertimbangan Dari Segi Sejarah dan Pengalaman Berpemerintahan

  Dalam rangka menyusun suatu sistem pemerintahan negara, perlu diperhatikan tata pemerintahan yang telah ada, mulai dari jauh sebelum penjajahan, kemudian adanya sistem pemerintahan penjajahan termasuk sistem pemerintahan raja-raja.

  Demikian pula mengenai sistem kemasyarakatan dan susunan pemerintahannya mulai dari tingkat desa, kampong, nagari, atau dengan istilah lainnya sampai pada tingkat pucuk pimpinan pemerintahan. Disamping itu dengan membuat perbandingan sistem pemerintahan yang berlaku di beberapa negara lain. Hal ini 31 Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Hukum Administrasi Pemerintahan di

  Sinar Grafika, Jakarta, 1994, hal. 23 Daerah, terlihat dalam pola pikir dan usulan-usulan yang terungkap sewaktu para pendiri Republik Indonesia mengadakan sidang-sidang dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, termasuk mempersiapkan Undang-Undang Dasar 1945.

  b. Pertimbangan Dari Segi Kondisi dan Situasi

  Wilayah negara Indonesia secara nyata dan obyektif merupakan gugusan kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil yang satu sama lain dipisahkan oleh selat, laut dan di kelilingi lautan yang sangat luas. Keadaan penduduknya dengan adat istiadat, kebiasaan, kebudayaan, dan ragam bahasa daerahnya yang bermacam-macam.

  Demikian pula keadaan dan kekayaan alam serta potensi permasalahan yang satu sama lain memiliki kekhususan tersendiri, kesemuanya itu akan lebih efisiensi dan efektif apabila pengelolaan berbagai urusan pemerintahan ditangani oleh satu unit atau perangkat pemerintahan yang perlu diwujudkan di masing-masing wilayah.

  c. Pertimbangan Dari Segi Teknis Pemerintahan

  Setelah disepakatinya mengenai asas atau prinsip-prinsip dan tujuan Negara Indonesiasebagaimana tertuang dalam Naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka dalam pelaksanaannya diperlukan adanya perangkat pemerintahan di daerah, karena disadari bahwa tidak semua urusan pemerintahan dapat dilaksanakan sendiri oleh pemerintah pusat. Perangkat pemerintahan di daerah adalah sebagai bagian dalam mekanisme pemerintahan pusat bukan merupakan negara sendiri, hal ini ditekankan dalam proses pengambilan keputusan rapat pengesahan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk menjaga kemungkinan agar pemerintahan di daerah itu tidak memisahkan diri dari pemerintahan pusat, maka dinyatakan bahwa disamping ada daerah otonom ada daerah yang bersifat administrasi belaka yang kesemuanya daerah itu merupakan wilayah administrasi pemerintahan negara itu merupakan wilayah administrasi pemerintahan negara Indonesia dimana pembentukannya ditetapkan dengan suatu undang-undang.

  Disamping hal tersebut karena disadari bahwa situasi dan keadaan pada waktu disusunnya Undang-Undang Dasar 1945 adalah menghendaki tindakan yang serba cepat, dan perlu disusun adalah dasar-dasarnya yang bersifat pokok saja, maka rumusan yang berkaitan dalam naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu singkat, padat yang memungkinkan mampu mengakomodasi, perkembangan keadaan di masa-masa mendatang, sehingga dijelaskan bahwa sistem Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu bersifat singkat dan supel. Kurang lebihnya atas dasar pertimbangan yang demikian itulah maka dirumuskan pasal 18 beserta penjelasannya yang sudah dipaparkan di muka.

d. Pertimbangan Dari Segi Politis Dan Psikologi

  Dalam perumusan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menonjol adalah wawasan integralistik dan demokratik serta semangat persatuan dan kesatuan nasional, sehingga untuk tetap menjaga kekompakan semua tokoh dan keutuhan masyarakat dan wilayahnya, kepada daerah-daerah perlu diberi pemerintahan sendiri dalam kerangka negara kesatuan. Disamping itu untuk memberikan rasa tanggung jawab dalam mengisi kemerdekaan dan sekaligus memberi kesempatan kepada daerah untuk berperan serta dalam pemerintahan, sebagai perwujudan semangat dan jiwa demokrasi asli bangsa Indonsia.

  Dengan adanya beberapa pertimbangan di atas, Pemerintahan Daerah di Indonesia dapat dibagi 2 (dua) jenis, yaitu :

  1) Local Self Government atau Pemerintahan Lokal yang mengatur dan mengurusi rumah tangganya sendiri,

  2) Local State Government atau Pemerintahan Lokal Administratif. Hal ini sesuai dengan asas pemerintahnnya, yaitu asas desentralisasi dan dekosentrasi.

  Berdasarkan adanya pembentukan Local Government atau Pemerintahan Lokal dalam suatu negara, baik bersifat horizontal maupun vertikal, diperlukan adanya pembagian wilayah negara menjadi daerah-daerah yang masing-masing diurus oleh Pemerintah Lokal tadi. Pembagian wilayah negara menjadi daerah-daerah mengakibatkan lahirnya pembatas yang tegas atas kewenangan-kewenangan dari masing-masing Pemerintah Lokal sekaligus merupakan pula soal pembagian wilayah negara.

C. Tujuan Penyelenggaraan Pemerintahan Di Daerah

  Pemerintah Daerah adalah unsur utama dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang merupakan subsistem dalam sistem pemerintahan negara. Oleh Karena itu tujuan yang diemban oleh Pemerintah Daerah adalah sama dengan tujuan yang diemban oleh Pemerintah Pusat, yaitu mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

32 Tahun 1945.

  Dalam penyelenggaraan pemerintahaan yang dilihat dari aspek-aspek manajemennya, terdapat pembagian tugas, fungsi dan wewenang antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

  Namun demikian tanggungjawab akhir dari seluruh penyelenggaraan urusan pemerintahan itu tetap ada pada Pemerintah. Oleh karena itu dinyatakan bahwa otonomi yang diberikan kepada daerah lebih merupakan kewajiban daripada hak, yaitu kewajiban daerah untuk ikut melancarkan jalannya pembangunan sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang harus diterima dan dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab.

  Apabila disimak secara seksama, dibalik pertimbangan-pertimbangan tentang perlu adanya Pemerintahan di Daerah, sebagaimana telah diungkapkan terdahulu, disitulah dikandung maksud dan tujuan diselenggarakannya pemerintah di daerah.

  Secara sederhana tujuan penyelenggaraan pemerintahan di Daerah dapat

  33

  dirumuskan sebagai berikut: a.

  Dari segi politis, bertujuan untuk menjaga tetap tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dikonstruksikan dalam sistem pemerintahan pusat dan daerah, yang memberi peluang turut sertanya rakyat dalam mekanisme penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

  b.

  Dari segi formal dan konstitusional, bertujuan untuk melaksanakan ketentuan dan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara. 32 Tjahya Supriatna, Sistem Adminstrasi Pemerintahan di Daerah, Bumi Aksara, Jakarta: 1996, hal. 86. 33 Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, op.cit., hal. 32.

  c.

  Dari segi operasional, bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyeleenggaraan pemerintahan di daerah, terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.

  d.

  Dari segi administrasi pemerintahan, bertujuan untuk lebih memperlancar dan menertibkan pelaksanaan tata pemerintahan sehingga dapat terselenggara secara efisien, efektif, dan produktif.

D. Asas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah 1.

  Asas Umum Pemerintahan Yang Baik Pergeseran konsepsi negara penjaga malam (nachwachtersstaat) ke negara kesejahteraan (welfare state) membawa konsekuensi terhadap peranan dan aktivitas pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan. Peranan pemerintah pada negara kesejahteraan sangat sentral karena diberi tugas untuk menyelenggarakan kesejahteraan rakyat. Untuk keperluan penyelenggaraan kesejahteraan itu, kepada pemerintah diberikan kewenangan untuk turut campur dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat. Dengan kewajiban yang dibebankan di pundak pemerintah, pemerintah dituntut untuk terlibat secara aktif dalam dinamika kehidupan

  34 masyarakat.

  Pada dasarnya, setiap bentuk campur tangan pemerintah dalam pergaulan sosial harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan sesuai dengan tuntutan asas legalitas sebagai konsekuensi dari asas negara hukum. Akan tetapi, kelemahan asas legalitas yang sangat mengutamakan kepastian hukum mengakibatkan asas ini 34 Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, dan Asas-Asas Umum Erlangga, Jakarta: 2010, hal. 157.

  Pemerintahan yang baik, cenderung membuat pemerintah menjadi lamban dalam bertindak. Oleh karena itu, pemerintah diberi kewenangan untuk bertindak atas inisiatif sendiri untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang pada dasarnya belum ada aturannya. Dengan demikian, Markus Lukma (1989205) mengemukakan bahwa freis ermessen merupakan salah satu sarana yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau badan-badan administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat

  35 sepenuhnya kepada undang-undang.

  Kebebasan bertindak pejabat administrasi negara tanpa harus terikat secara sepenuhnya kepada undang-undang seperti tersebut diatas secara teoritis ataupun dalam kenyataan praktik pemerintahan ternyata membuka peluang bagi penyalahgunaan kewenangan. Penyalahgunaan kewenangan akan membuka kemungkinan benturan kepentingan antara pejabat administrasi negara dengan rakyat yang merasa dirugikan akibat penyalahgunaan kewenangan tersebut. Oleh karena itu, untuk menilai apakah tindakan pemerintah sejalan dengan asas negara hukum atau

  36 tidak, dapat menggunakan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

  Ketentuan pasal 1 anagka (6) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009,

  37

  menyatakan: “ Asas umum pemerintahan negara yang baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan dan norma hukum untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme”.

  35 36 Ibid. 37 Ibid.

Pasal 1 angka (6) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, TLN Republik Indonesia Nomor 3851.

  Fahmal mengemukakan asas-asas umum pemerintahan yang baik sejak dahulu sudah dikenal di beberapa negara. Namun, perhatian terhadap asas-asas umum pemerintahan yang baik tersebut baru mulai meningkat pada pertengahan abad ke20. Di Belanda, asas-asas umum pemerintahan yang baik disebut dengan istilah

  

Algemene Beginselen van Berhoorlijk Bestuur , sedangka di Prancis dikenal dengan

nama les principles du droit constumier publique.

  Penyelenggaraan Pemerintahan di Pusat dan Pemerintahan di Daerah berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas 9 (Sembilan) asas, sebagai berikut:

  38 a.

  Asas kepastian hukum b. Asas tertib penyeelenggara negara c. Asas kepentingan umum d. Asas keterbukaan e. Asas proporsionalitas f. Asas profesionalitas g.

  Asas akuntabilitas h. Asas efisiensi, dan i. Asas efektivitas.

  Jika sejumlah asas-asas telah dijadikan dasar bagi pembangunan, berarti kehidupan kenegaraan dan kehidupan kemasyarakatan akan berjalan menurut asa- asas itu. Hal ini terkait pula dengan konsep penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme seperti yang termuat dalam Undang- Undang Nomor 28 Tahun 1999. 38 Pasal 20 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, LN Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125.

  Pasal 3 Undang-Undang ini menetapkan asas-asas umum penyelenggaraan negara meliputi pemerintah dan pemerintah daerah dan penjelasannya menegaskan: a.

  Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara.

  b.

  Asas tertib penyelenggaraan negara adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara.

  c.

  Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

  d.

  Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, dan golongan dan rahasia negara.

  e.

  Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggaraan negara.

  f.

  Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berdasarkan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  g.

  Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara. h.

  Asas efisiensi dan efektivitas adalah asas yang menentukan untuk memperoleh efisiensi dilaksanakannya desentralisasi, yaitu pemberian otonomi yang luas supaya lebih efisien (berdaya guna) mengenai waktu dan tenaga. Sedangkan untuk mencapai efektivitas (hasil guna) dilakukan sentralisasi yaitu untuk keperluan ekonomi dan politik.

2. Asas Keahlian dan Kedaerahan

  Asas keahlian atau asas fungsional adalah suatu asas yang menghendaki tiap-tiap urusan kepentingan umum diserahkan kepada para ahli untuk diselenggarakan secara fungsional, dan hal ini terdapat pada susunan Pemerintahan Pusat, yaitu Departemen- Departemen dan lembaga Pemerintah non Departemen. Kemudian dengan berkembangnya tugas-tugas serta kepentingan-kepentingan yang harus diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, maka untuk kelancaran jalannya

  39 pemerintahan ditempuh dengan asas desentralisasi dan dekonsentrasi.

  Sjachran Basah mengemukakan asas desentralisasi dan asas dekonsentrasi sebagai asas-asas pemerintahan di daerah, termasuk ke dalam sendi territorial yang merupakan salah satu sendi untuk memerintah negara. Hal itu pun dianut oleh Indonesia sebagai negara kesatuan yang berbentuk Republik, bahkan asas tugas perbantuan pun sebenarnya termasuk kedalam politiek (staatkundige)

  decentralisatie .

39 Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Hukum Pemeintahan Daerah, Pustaka Bani Quraisy, Bandung: 2005, hal. 88.

  Asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan termuat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

  a.

  Asas desentralisasi Menurut Joeniarto, asas desentralisasi adalah asas yang bermaksud memberikan wewenang dari pemerintah negara kepada pemerintah lokal untuk mengatur dan mengurus urusan tertentu sebagai urusan rumah tangga sendiri. Yang biasanya

  40

  disebut swatantra atau otonomi . Pasal 1 angka (7) mengemukakan, desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalan sistem Negara Kesatuan

41 Republik Indonesia.

  Penafsiran bahwa dimensi makna desentralisasi melahirkan sisi penyerahan kewenangan, pembagian kekuasaan, pendelegasian kewenangan, dan pembagian daerah dalam struktur pemerintahan di negara kesatuan. Penyerahan, pendelegasian, dan pembagian kewenangan dengan sendirinya menciptakan kewenangan pada pemerintah daerah dalam melaksanakan pemerintahan didaerah, yang didahului pembagian daerah pemerintahan dalam bingkai daerah otonom.

  Pendelegasian wewenang dalam desentralisasi bersifat hak dalam menciptakan peraturan-peraturan dan keputusan penyelenggaraan lainnya dalam batas-batas urusan yang telah diserahkan kepada badan-badan otonom itu. Jadi, pendelegasian wewenang dalam desentralisasi berlangsung antara lembaga-lembaga di pusat dengan lembaga-lembaga otonom di daerah, sementara pendelegasian dalam dekosentrasi berlangsung antara petugas perorangan pusat di pusat kepada petugas perorangan pusat di daerah. sementara, pemaknaan desentralisasi dapat dilihat dalam 40 41 Ibid ., hal. 89.

Pasal 1 angka (7) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, LN Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125.

  undang-undang pemerintahan daerah yang pernah berlaku dan berlaku positif saat ini, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 menegaskan desentralisasi sebagai penyerahan urusan, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menegaskan desentralisasi sebagai sebagai penyerahan wewenang peemerintahan, seementara Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1959, dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tidak menegaskan secara jelas dan eksplisit dalam klausula

  42 pasal-pasal batang tubuhnya mengenai pengertian desentralisasi.

  Dari dimensi makna yang terlihat dari kaidah undang-undang di atas, jelas memperlihatkan bahwa desentralisasi memberikan ruang terjadinya penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (dari daerah tingkat atas kepada daerah tingkat di bawahnya). Pengertian desentralisasi di sini hanya sekitar penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah. Jadi, hanya ada satu bentuk otonomi, yaitu otonomi. Otonomi hanya ada kalau ada penyerahan (overdragen)urusan pemerintahan kepada daerah.

  b.

  Asas dekonsentrasi Menurut Laica Marzuki, dekosentrasi merupakan ambtelijke decentralisastie atau

  

delegatie van bevoegdheid , yakni pelimpahan keewenangan dari alat perlengkapan

  negara di pusat kepada instansi bawahan, guna melaksakan pekerjaan tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah pusat tidak kehilangan kewenangannya

  43

  karena instansi bawah melaksanakan tugas atas nama pemerintah pusat . Pasal 1 angka (8) mengemukakan, dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang 42 43 Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah, Ghalia Indonesia, Bogor: 2007, hal. 88 ., hal. 89

  Ibid pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau

  

44

kepada instansi vertikal diwilayah tertentu.

  Pendelegasian wewenang pada dekonsentrasi hanya bersifat menjalankan atau melaksanakan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan pusat lainnya yang tidak berbentuk peraturan, yang tidak dapat berprakarsa menciptakan peraturan dan atau membuat keputusan bentuk lainnya untuk kemudian dilaksanakannya sendiri pula. Pendelegasian dalam dekonsentrasi berlangsung antara petugas perorangan pusat di pemerintahan pusat kepada petugas perorangan pusat di pemerintahan daerah.

  Konsep pelaksanaan desentralisasi bisa bersifat administratif dan politik. Sifat addministratif disebut dekonsentrasi yang merupakan delegasi wewenang pelaksanaan kepada tingkat-tingkat lokal dan sifat politik merupakan devolusi, yang berarti bahwa wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu terhadap sumber-sumber daya diberikan kepada pejabat-pejabat regional dan lokal.

  Pada hakikatnya, alat-alat pemerintahan pusat ini melakukan pemerintahan sentral di daerah-daerah. penyerahan kekuasaan pemerintah pusat kepada alatnya di daerah karena meningkatnya kemajuan masyarakat di daerah-daerah.

  Pemaknaan asas dekonsentrasi berdasarkan dengan undang-undang pemerintahan daerah yang pernah berlaku dan berlaku positif sampai sekarang ini, antara lain; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1959, dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tidak menegaskan secara jelas dan eksplisit dalam batang tubuhnya, sedangkan Undang- 44 Pasal 1 angka (8) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, LN Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125. Undang Nomor 5 Tahun 1974, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menegaskan secara jelas bahwa dekonsentrasi sebagai pelimpahan wewenang pemerintahan. Jadi, dimensi makna yang tercipta adalah adanya pelimpahan kewenangan yang secara fungsional dari

  45 pejabat atasan (dari pemerintah pusat kepada pejabat di daerah).

  c.

  Asas tugas pembantuan Disamping asas desentralisasi dan dekosentrasi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah di Indonesia juga dikenal medebewind, tugas pembantuan. Di

  Belanda medebewind diartikan sebagai pembantu penyelenggaraan kepentingan- kepentingan dari pusat atau daerah-daerah yang tingkatannya lebih atas oleh perangkat daerah yang lebih bawah. Menurut Bagir Manan tugas pembantuan diberikan oleh pemerintah pusat atau pemerintah yang lebih atas kepada pemerintah

  46

  daerah dibawahnya berdasarkan undang-undang . Pasal 1 angka (9) menyatakan, tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah

  47 kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

  Walaupun sifat tugas pembantuan hanya bersifat “membantu” dan tidak dalam konteks hubungan “atasan-bawahan”, tetapi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah tidak mempunyai hak untuk menolak. Hubungan ini timbul oleh atau berdasarkan ketentuan hukum atau peraturan perundang-undangan. Pada dasarnya, tugas pembantuan adalah tugas melaksanakan peraturan perundang-undangan tingkat

  45 46 Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah,Ghalia Indonesia, Bogor:2007, hal.91.

  Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Grasindo, Jakarta: 2005, hal. 21. 47 Pasal 1 angka (9) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, LN Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125. lebih tinggi. Daerah terikat melaksanakan peraturan perundang-undangan, termasuk yang diperintahkan atau diminta dalam rangka tugas pembantuan.

  Sebagian urusan yang dilaksanakan menurut asas tugas pembantuan antara lain; urusan haji, urusan bencana alam, lingkungan hidup, olahraga, kepemudaan dan lain-

  48 lain.

E. Pelimpahan dan Penyerahan Kewenangan

  Seiring dengan pilar utama negara hukum, yaitu asas legalitas (legaliteitsbeginsel atau het beginsel van wetmatigheid van bestuur), berdasarkan prinsip ini tersirat bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraruran perundang-undangan, artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan. Secara teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu, atribusi, delegasi dan mandat. Mengenai hal ini

  49 H.D Van Wijk/Willem Konijnenbelt mendefinisikan sebagai berikut:

  1) Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang- undang kepada organ pemerintah.

  2) Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari suatu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan yang lainnya.

  3) Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.

  48 Tjahya Supriatna, Sistem Administrasi Pemerintahan di Daerah, Bumi Aksara, Jakarta: 1996, hal. 79. 49 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta: 2006, hal. 103.

F. Good Governance Dalam Pemerintahan Daerah

  Dalam kaitannya dengan otonomi daerah, prinsip good governance dalam praktiknya adalah dengan menerapkan prinsip penyelenggaraan pemerintah yang baik dalam setiap pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan serta tindakan yang dilakukan oleh birokrasi pemerintahan daerah dalam melaksanakan fungsi pelayanan publik. Dalam hal ini, warga masyarakat daerah didorong untuk berpartisipasi secara konstruktif dalam pengambilan kebijakan di daerah. selain itu, penegakan hukum dilaksanakan guna mendukung otonomi daerah dalam konsepsi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Juga, para pengambil kebijakan di daerah bertanggungjawab kepada publik dalam menentukan arah kebijakan daerah sehingga tidak ada satu lembaga publik apa pun di daerah yang tidak berada di dalam

  50 jangkauan pengawasan publik.

  Dalam menerapkan prinsip good governance ini, seluruh aparatur penyelenggara pemerintahan daerah dituntut mempunyai perspektif good governance. Prinsip ini sebenarnya sejalan dengan asas umum pemerintahan yang baik yang selama ini menjadi sandaran dalam penyelenggaraan pemerintahan umum di Indonesia. Asas ini menghubungkan esensi norma hukum dan norma etika yang merupakan norma tidak tertulis. Aparatur pemerintahan daerah dituntut memahami kedua esensi norma tersebut dengan tujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah tidak berada pada dua sisi yang bertentangan dengan hukum dan etika di dalam masyarakat daerah.

  Demikian juga dalam pengambilan kebijakan dan keputusan di daerah, arah tindakan aktif dan positif pemerintah daerah haruslah berlandaskan pada 50 Hari Sabarno, Memandu Otonomi Daerah Mejaga Kesatuan Bangsa, Sinar Grafika,

  Jakarta: 2007, hal. 18 penyelenggaraan kepentingan umum. Sudah menjadi tugas penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk menjaga kepentingan umum tersebut guna mencapai harapan daerah dalam rangka memperkuat kesatuan bangsa. Kepentingan umum ini juga pada hakikatnya mencakup kepentingan nasional dalam arti bangsa, masyarakat, dan negara Indonesia. Landasan kepentingan umum inilah yang akan mengatasi kepentingan individu, golongan, dan daerah dalam pengambilan kebijakan. Kepentingan nasional juga menjadi tujuan eksistensi pemerintahan negara secara keseluruhan sehingga daerah tidak dapat mengabaikannya demi alasan apapun. Kepentingan umum dalam rangka mengatasi kepentingan individu tidak diakui eksistensinya sebagai hakikat pribadi manusia, akan tetapi hak individu tersebut tetap dihormati sepanjang diformulasikan terhadap kepentingan yang lebih

  51 luas.

  Sementara itu, prinsip otonomi daerah yang dewasa ini diterapkan, yaitu otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggnung jawab tersebut, negara (pemerintah pusat) memberikan peranan kepada daerah untuk mengatualisasikan dirinya dalam prinsip pemerintahan yang baik sesuai dengan situasi dan kondisi daerah.

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Terhadap Tugas dan Wewenang Lurah dalam Hal Pembuatan e-KTP Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara (Studi di Kelurahan Gedung Johor Kota Medan)

14 89 64

Tinjauan Yuridis Terhadap Peran Pelaksana Tugas (Plt) Walikota Dalam Pemerintahan Kota Menurut Hukum Administrasi Negara (Studi Pemerintah Kota Medan)

11 128 93

Peranan BKKBN Dalam Pengaturan Kependudukan Di Tinjau Dari Hukum Administrasi Negara (Studi Di Kota Medan)

8 74 131

Fungsi Ruang Terbuka Dalam Tata Ruang Kota Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Pemerintah Kota Medan)

3 73 96

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Kewenagan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Sistem Pemerintahan Desa

8 114 106

Tinjauan Yuridis Hukum Administrasi Negara Terhadap Pemungutan Pajak Hotel Di Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2011

1 51 73

BAB II PEMERINTAHAN DESA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA A. Istilah dan Pengertian Desa - Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Studi di D

0 0 21

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN A. Pengertian Tempat Hiburan - Prosedur Perolehan Izin Tempat Hiburan Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Peraturan Daerah Kota Medan Peraturan Daerah (Perda)

0 0 13

BAB II TUGAS DAN WEWENANG LURAH A. Tugas dan Fungsi Pemerintah - Tinjauan Yuridis Terhadap Tugas dan Wewenang Lurah dalam Hal Pembuatan e-KTP Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara (Studi di Kelurahan Gedung Johor Kota Medan)

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Tugas dan Wewenang Lurah dalam Hal Pembuatan e-KTP Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara (Studi di Kelurahan Gedung Johor Kota Medan)

0 0 18