Tinjauan Yuridis Hukum Administrasi Negara Terhadap Pemungutan Pajak Hotel Di Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2011

(1)

TINJAUAN YURIDIS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP

PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL DI KOTA MEDAN BERDASARKAN

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 4 TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk

Mencapai Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015

KENVIN HANDI

NIM: 100200251


(2)

TINJAUAN YURIDIS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP

PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL DI KOTA MEDAN BERDASARKAN

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 4 TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

KENVIN HANDI

NIM: 100200251

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara

Surianingsih,SH., M. Hum

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Surianingsih,SH., M.Hum Amsali Putra Sembiring,SH., M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan rahmat dan anugerahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Hukum dari Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul :”TINJAUAN YURIDIS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL DI KOTA MEDAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL”.

Skripsi ini memuat tentang bagaimana pelaksanaan pemungutan pajak hotel yang berlaku di kota Medan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel..

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku dekan fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Bapak Syafruddin, SH, DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Bapak Dr. O.K. Saidin, SH, M.Hum selaku pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Ibu Surianingsih, SH, M.Hum selaku ketua departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan dan selaku Dosen Pembimbing I dalam penulisan skripsi ini yang penuh kesabaran membimbing penulis dalam studi maupun penulisan skripsi ini.

6. Bapak Amsali Putra Sembiring, SH, M.Hum selaku dosen pembimbing II dalam penulisan skripsi ini yang penuh kesabaran membimbing penulis dalam studi maupun penulisan skripsi ini.


(4)

7. Seluruh Bapak/Ibu Dosen pengajar yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya baik dalam perkuliahan maupun diluar perkuliahan, serta kepada seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selalu mendukung dan memberi kemudahan dalam pengurusan penyelesaian skripsi dan administrasi.

Pada kesempatan ini juga secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kepada kedua orang tua penulis dr. Widopo Handi dan Jetty Joman yang

selalu mendidik, memberi nafkah, mendukung, memberi cinta, kasih sayang dan pengorbanannya dalam segala hal serta memberi dorongan dalam penulisan skripsi ini.

2. Kepada abang dan kakak penulis Andrew Handi dan Jilly Handi yang telah memberikan semangat kepada penulis selaku adik.

3. Kepada teman-teman fakultas hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan, oleh karena itu penulis selalu siap menerima kritik untuk skripsi ini. Semoga kiranya skripsi ini dapat bermanfaat kepada siapa saja yang membaca dan mempelajarinya.

Terima Kasih

Medan, September 2015 Penulis


(5)

ABSTRAK

Kenvin Handi1)

Surianingsih**) Amsali Putra Sembiring***)

Pajak adalah iuran wajib rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Dalam hal ini Pajak Hotel merupakan pajak atas pelayanan yang disediakan oleh Hotel. Sedangkan yang dimaksud dengan hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainya dengan dipungut bayaran, yang mencakup motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah besar lebih dari sepuluh.

Permasalahan yang diteliti adalah bagaimana pengertian pajak dalam perspektif Hukum Administrasi Negara. Bagaimana pelaksanaan pemungutan pajak Pajak Hotel di Medan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2011, dan bagaimana hambatan dan realisasi dalam pemungutan Pajak Hotel di Kota Medan.

Metode Penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah Yuridis Normatif. Dimana dalam penelitian yuridis normatif pengumpulan data-data serta studi kepustakaan maupun studi lapangan dan menggambarkan kondisi dengan melakukan riset langsung ke lapangan untuk memperoleh data-data yang berhubungan dengan penulisan skripsi tersebut.

Pemerintah Daerah Kota Medan melalui Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel, yang mengatur setiap Wajib Pajak untuk melakukan kewajibannya membayar pajak. Perda tersebut bertujuan untuk menunjang terlaksananya pemngutan pajak yang terkoordinasi dengan baik. Namun dalam pelaksanaanya selain banyak ditemukan pemikiran Wajib Pajak yang kurang memahami bagaimana pentingnya pemungutan pajak sehingga menyebabkan tidak terlaksananya tertib administrasi yang baik dalam pembayaran pajak di Kota Medan, juga kurangnya kesadaran atau keinginan masyarakat untuk melakukan kewajibannya yaitu membayar pajak.

Kata Kunci : Pemungutan Pajak Hotel

_______________________

1

Kenvin Handi, Mahasiswa Fakultas Hukum USU

**Surianingsih, SH., M.Hum, Dosen Pembimbing I

***Amsali Putas Sembiring, SH., M.Hum, Dosen Pembimbing II


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……… i

ABSTRAK ……….. iii

DAFTAR ISI ……… iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……….. 1

B. Rumusan Masalah ………. 9

C. Tujuan Penulisan ……… 9

D. Manfaat Penulisan ………. 10

E. Metode Penulisan ……….. 10

F. Keaslian Penulisan ………. 12

G. Tinjauan Pustaka ………... 12

H. Sistematika Penulisan ……… 13

BAB II PENGERTIAN DAN DEFINISI PAJAK DAN PAJAK HOTEL DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI DAERAH A. Definisi Pajak dan Pajak Hotel ………. 14

B. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Hotel ……… 25


(7)

D. Tujuan dan Manfaat Pemungutan Pajak ………... 27 E. Penyelenggaraan Pemungutan Pajak ……… 30 BAB III TINJAUAN YURIDIS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP

PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NO.4 TAHUN 2011

A. Pelaksanaan Pemungutan Pajak Hotel ……….. 37 B. Asas Pemungutan Pajak Hotel ……….. 40 C. Pemungutan Pajak Hotel berdasarkan Peraturan Daerah No.4 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel ………. 40

BAB IV HAMBATAN DAN REALISASI DALAM PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL DI KOTA MEDAN

A. Hambatan Pemungutan Pajak Hotel di Kota Medan ……….. 45 B. Upaya yang dilakukan Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan Dalam

Meningkatkan Penerimaan Pajak Hotel ………. 55

C. Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Hotel di Kota Medan……… 58 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……… 61 B. Saran ……….. 62


(8)

ABSTRAK

Kenvin Handi1)

Surianingsih**) Amsali Putra Sembiring***)

Pajak adalah iuran wajib rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Dalam hal ini Pajak Hotel merupakan pajak atas pelayanan yang disediakan oleh Hotel. Sedangkan yang dimaksud dengan hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainya dengan dipungut bayaran, yang mencakup motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah besar lebih dari sepuluh.

Permasalahan yang diteliti adalah bagaimana pengertian pajak dalam perspektif Hukum Administrasi Negara. Bagaimana pelaksanaan pemungutan pajak Pajak Hotel di Medan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2011, dan bagaimana hambatan dan realisasi dalam pemungutan Pajak Hotel di Kota Medan.

Metode Penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah Yuridis Normatif. Dimana dalam penelitian yuridis normatif pengumpulan data-data serta studi kepustakaan maupun studi lapangan dan menggambarkan kondisi dengan melakukan riset langsung ke lapangan untuk memperoleh data-data yang berhubungan dengan penulisan skripsi tersebut.

Pemerintah Daerah Kota Medan melalui Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel, yang mengatur setiap Wajib Pajak untuk melakukan kewajibannya membayar pajak. Perda tersebut bertujuan untuk menunjang terlaksananya pemngutan pajak yang terkoordinasi dengan baik. Namun dalam pelaksanaanya selain banyak ditemukan pemikiran Wajib Pajak yang kurang memahami bagaimana pentingnya pemungutan pajak sehingga menyebabkan tidak terlaksananya tertib administrasi yang baik dalam pembayaran pajak di Kota Medan, juga kurangnya kesadaran atau keinginan masyarakat untuk melakukan kewajibannya yaitu membayar pajak.

Kata Kunci : Pemungutan Pajak Hotel

_______________________

1

Kenvin Handi, Mahasiswa Fakultas Hukum USU

**Surianingsih, SH., M.Hum, Dosen Pembimbing I

***Amsali Putas Sembiring, SH., M.Hum, Dosen Pembimbing II


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sebagaimana diketahui bahwasanya pajak merupakan iuran wajib kepada negara. Dari pajak ini yang mana akan digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah. Sejak tahun 1999 pembagian pajak menurut wewenang pemungutan pajak dipisahkan menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat yang dipungut oleh pemerintah pusat terdiri dari pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai. Untuk pajak daerah dipungut oleh pemerintah daerah itu sendiri. Dasar dilakukan pemungutan pajak oleh pemerintah daerah sesuai undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang otonomi daerah mengatakan bahwa pemerintah dan masyarakat di daerah dipersilahkan mengurus rumah tangganya sendiri secara bertanggung jawab. Pemerintah pusat dalam konteks desentralisasi ini adalah melakukan supervise, memantau, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah. Dengan adanya otonomi daerah, maka pemerintah daerah diberikan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Langkah- langkah yang perlu diambil dengan cara menggali segala kemungkinan sumber keuangannya sendiri sesuai dengan dan dalam batas-batas peraturan perundang-undangan.

Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah.2

__________________________

2

Faisal Akbar, Nasution Pemerintahan Daerah dan Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (Jakarta PT. Sofmedia, 2009. hlm10)


(10)

Untuk merealisasikan pelaksanaan otonomi daerah maka sumber pembiayaan pemerintah daerah tergantung pada peranan pendapatan asli daerah (PAD). Hal ini diharapkan dan diupayakan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah.

Untuk meningkatkan peran anggaran pendapatan dan belanja daerah secara bertahap dan berencana menuju ke arah kemandirian pembiayaan daerah, maka pendapatan asli daerah (PAD) terus diupayakan peningkatannya. Untuk meningkatkan kemampuan penerimaan daerah khususnya penerimaan dari PAD harus diarahkan pada usaha-usaha yang terus menerus berlanjut agar PAD tersebut meningkat, sehingga pada akhirnya diharapkan akan dapat memperkecil ketergantungan terhadap sumber penerimaan dari pemerintah pusat.

Dalam undang-undang no 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah tersebut ditentukan pajak daerah yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah. Mengenai perpajakan, undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945 menegaskan bahwa “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang.”

Prinsip otonomi daerah pada dasarnya dijelaskan dalam pasal 18 ayat 5 undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945 yang menyatakan bahwa “pemerintah daerah menjalankan otonomi daerah seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat”. Dalam hal ini daerah menggunakan prinsip otonomi seluas –luasnya dalam arti daerah dibberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah pusat. Dalam pelaksanaan otonomi tersebut, daerah memilii kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Undang-undang


(11)

nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menegaskan bahwa kewenangan otonomi luas adalah keleluasan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama serta kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.

Pelaksanaan otonomi daerah dipandang sebagai suatu strategi yang bertujuan untuk mencapai tuntutan masyarakat daerah terhadap permasalahan-permasalahan yang dihasapi seperti distribusi pendapatan dan pembagian kewenangan. Disamping itu dimaksudkan sebagai strategi untuk memperkuat perekonomian daerah dalam rangka memperkokoh perekonomian nasional menghadapi era globalisasi. Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sunber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada undang-undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan antara lain berupa kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan, kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak daerah dan mendapatkan hasil bagi dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya.

Urusan pemerintahan yang didesentralisasikan pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi sebagai daerah otonom adalah urusan yang berskala provinsi atau yang bersifat lintas kabupaten/kota. Sejalan dengan itu, kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota adalah urusan pemerintahan yang berskala kabupaten/kota. Perbedaan kewenangan antara pemerintah pusat, provinsi dan pemerintah kabupaten kota akan ditemukan pada sifat dan wilayah berlakunya urusan pemerintahan. Proses pembangunan sangat berpengaruh terhadap


(12)

kemajuan di segala bidang dan pembangunan, diharapkan juga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat baik spiritual maupun material, hampir dalam setiap proyek pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah selalu didengarkan bahwa proyek yang dibangun dibiayai dari dana pajak yang telah dikumpulkan dari masyarakat, sehingga masyarakat juga menjaga proyek yang ada untuk dapat dipakai bagi kepentingan bersama. Berkaitan dengan itu sudah selayaknya jika setiap individu dalam masysarakat dapat memahami dan mengerti akan arti pentingnya peran pajak dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah untuk melaksanakan otonomi, pemerintah melaksanakan berbagai kebijakan perpajakan daerah. Diantaranya dengan menetapkan undang-undang nomor 34 tahun 2000 tentang perubahan atas undang-undang nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Pemberian kewenangan dalam pengenaan pajak dan retribusi daerah diharapkan dapat mendorong pemerintahan daerah untuk terus berupaya mengoptimalkan PAD, khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. Kebijakan pungutan pajak daerah berdasarkan perda diupayakan tidak berbenturan dengan pemungutan pusat (pajak maupun bea dan cukai) karena hal tersebut akan menimbulkan duplikasi pungutan yang pada akhirnya akan mendistorsi kegiatan perekonomian. Hal tersebut sebenarnya sudah diantisipasi dalam undang-undang nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana diubah dengan undang-undang nomor 34 tahun 2000 pasal 2 ayat 4 yang antara lain menyatakan bahwa objek pajak daerah bukan merupakan objek pajak pusat. Di negara-negara yang menganut paham hukum, segala sesuatu yang menyangkut pajak harus ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, pemungutan pajak kepada rakyat tentunya harus disertai dengan perangkat peraturan perundang-undangan yang disebut dengan hukum pajak. Di indonesia, undang-undang dasar 1945 pasal 23a mengatur dasar hukum pemungutan pajak oleh negara. Pasal ini menyatakan bahwa pajak dan pungutan lain bersifat


(13)

memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang. Penyelenggaraan otonomi daerah akan dapat dilaksanakan dengan baik apabila didukung sumber-sumber pembiayaan yang memadai. Salah satunya adalah dengan meningkatkan kemampuan keuangan daerah bagi penyelenggara rumah tangganya. Sekalipun demikian, otonomi daerah dalam kerangka negara republik indonesia, bukan hanya diukur dari jumlah PAD yang dapat dicapai, tetapi lebih dari itu yaitu sejauh mana pajak daerah dan retribusi daerah dapat berperan dalam mengatur perekonomian masyarakat agar dapat bertumbuh kembang, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Apabila ditinjau dari sejarahnya, masalah pajak ini sudah ada sejak zaman dahulu kala, walaupun saat itu belum dinamakan pajak.pada zaman dahulu “pajak” yang dimaksud merupakan suatu pemberian yang bersifat sukarela, yang diberikan oleh rakyat kepada rajanya. Besar kecilnya pemberian sukarela tersebut ditentukan/ditetapkan oleh pihak rakyat. Perkembangan selanjutnya pemberian itu berubah menjadi pemberian yang sifatnya dipaksakan dalam arti pemberian tersebut bersifat wajib, dan segala ketentuannya ditetapkan oleh negara secara sepihak.3

Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial dan ekonomi. Pada mulanya pajak bukan merupakan suatu pemungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja dalam memelihara kepentingan negara, seperti menjaga keamanan negara dari serangan musuh, membuat jalan untuk umum, membiayai pegawai kerajaan dan sebagainya. Bagi penduduk yang tidak melakukan penyetoran dalam bentuk natura maka ia diwajibkan melakukan pekerjaan-pekerjaan untuk ______________________


(14)

kepentingan umum beberapa hari lamanya dalam satu tahun. Orang-orang yang memiliki status sosial yang tinggi termasuk orang-orang yang kaya, dapat membebaskan diri dari kewajiban melakukan pekerjaan untuk kepentingan umum tadi, dengan cara membayar uang ganti rugi. Besarnya pembayaran ganti rugi ini ditetapkan sesuai dengan jumlah yang diperlukan untuk membayar orang lain yang menggantikan melakukan pekerjaan itu, yang seharusnya dilakukan sendiri oleh orang kaya yang memiliki status sosial yang tinggi dan orang kaya tadi.4

Pengenaan pajak langsung sebagai cikal bakal dari pajak penghasilan sudah terdapat pada zaman romawi kuno, antara lain dengan adanya pungutan yang bernama tributum yang berlaku sampai dengan tahun 167 sebelum masehi. Pengenaan pajak penghasilan secara eksplisit yang diatur dalam suatu undang-undang sebagai income tax baru dapat ditemukan di Inggris pada tahun 1799. Berarti negara pertama kali yang mengundang-undangkan hukum pajak dari benua eropa sana, tepatnya di daerah Inggris. Tetapi sebenarnya dalam dunia hukum islam pajak lebih dikenal dengan sebutan zakat yang pada intinya fungsi dari zakat dan pajak tidak jauh berbeda. Zakat sudah ada sari zaman nabi Muhammad S.A.W.5

Sejarah pengenaan pajak penghasilan di Indonesia dimulai dengan adanya tenement tax (huistaks) pada tahun 1816, yakni sejenis pajak yang dikenakan sebagai sewa terhadap mereka yang menggunakan bumi sebagai tempat berdirinya rumah/bangunan. Pada periode sampai dengan tahun 1908 terdapat perbedaan perlakuan terhadap perpajakan antara penduduk pribumi, orang asia dan orang eropa, dengan kata lain dapat dikatakan, bahwa terdapat banyak perbedaan dan tidak ada uniformitas dalam perlakuan perpajakan.

____________________________

4Rochmat Soemitro, Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan 1944, cet. 8 (Bandung: Eresco,

1977), hlm.1.

5Zakat mempunyai peran penting, karena selain ia mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai ibadah


(15)

Terdapat beberapa jenis pajak yang hanya diberlakukan kepada orang eropa seperti “patent duty”. Sebaliknya bisnis tax untuk orang pribumi. Disamping itu sejak tahun 1882 sampai tahun 1916 dikenal adanya polltax yang pengenaannya berdasarkan status pribadi, pemilikan rumah dan tanah.

Pada tahun 1908 terdapat ordonansi pajak pendapatan yang diberlakukan untuk orang eropa dan badan badan yang melakukan usaha bisnis tanpa memperhatikan kebangsaan pemegang sahamnya. Dasar pengenaan pajak penghasilan yang berasal dari barang bergerak maupum barang tak bergerak, penghasilan dari usaha, penghasilan pejabat pemerintah, pensiun dan pembayaran berkala. Tarifnya bersifat proporsional dari 1%, 2%,dan 3% atas dasar kriteria tertentu.

Pada abad ke 19 di pulau Jawa, yaitu pada saat pulau Jawa dijajah oleh pemerintahan kolonial Inggris tahun 1811 sampai 1816. Pada waktu itu diadakan pungutan landrente yang diciptakan oleh Thomas Stanford Raffles, letnan gubernur yang diangkat oleh lord mintogubernur jenderal inggris di India. Pada tahun 1813 dikeluarkanlah peraturan landrente stelsel bahwa jumlah uang yang harus dibayar oleh pemilik tanah itu tiap tahunnya hampir sama besarnya.6

Selanjutnya tahun 1920 dianggap sebagai tahun unifikasi, dimana dualistik yang selama ini ada, dihilangkan dengan diperkenalkannya general income tax yakni ordonansi pajak pendapatan yang diperbaharui tahun 1920 yang berlaku baik bagi penduduk pribumi, orang Asia maupun orang Eropa. Dalam ordonansi pajak pendapatan ini telah diterapkan asas-asas pajak penghasilan yakni asas keadilan domisili dan asas sumber.

_______________________

6Tunggul Anshari Setia Negara, Pengantar Hukum Pajak, Cetakan ke-2 (Malang: Bayu Media


(16)

Dengan UU No.21 tahun 1957 nama pajak peralihan diganti dengan nama pajak pendapatan tahun 1944 yang disingkat dengan nama Ord.PPd.1944. pajak pendapatan sendiri disingkat dengan PPd setelah beberapa kali mengalami perubahan terutama dengan perubahan 1968 yakni dengan adanya UU No.8 tahun 1968 tentang perubahan dan penyempurnaan tata cara pemungutan pajak pendapatan 1944, pajak kekayaan 1932 dan pajak perseroan 1925, yang lebih terkenal dengan UU MPO dan MPS. Perubahan lainnya adalah dengan UU No.9 tahun 1970 yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni dengan diadakannya tax reform di Indonesia.

Karena desakan kebutuhan dengan makin banyaknya perusahaan yang didirikan di Indonesia seperti perkebunan-perkebunan, pada tahun 1925 ditetapkanlah ordonansi pajak perseroan tahun 1925 yakni pajak yang dikenakan terhadap laba perseroan, yang terkenal dengan nama PPs (pajak perseroan). Ordonansi ini telah beberapa kali perubahan dan penyempurnaan antara lain dengan undang-undang nomor 8 tahun 1967 tentang penyempurnaan tata cara pemungutan pajak pendapatan 1944, pajak kekayaan 1932 dan pajak perseroan tahun 1925 yang dalam praktek lebih dikenal dengan uu MPO dan MPS. Perubaqhan penting lainnya adalah dengan UU No.8 tahun 1970 dimana fungsi pajak adalah mengatur/regulernd dimasukkan ke dalam ordonansi PPs 1925, khusussnya tentang ketentuan”tax holiday”. Ordonansi PPs 1925 berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni pada saat diadakannya tax reform, pada awal tahun 1925 –an yakni mulai berlakunya ordonansi pajak perseroan 1925 dan dengan perkembangan pajak pendapatan di negeri Belanda, maka timbul kebutuhan untuk merevisi ordonansi pajak pendapatan 1920, yakni dengan ditetapkannya ordonansi pajak pendapatan tahun 1932. Asas–asas pajak penghasilan telah diterapkan kepada penduduk Indonesia ; kepada bukan penduduk Indonesia hanya dikenakan pajak atas penghasilan yang dihasilkannya di Indonesia; ordonansi ini juga telah mengenal asas sumber dan asas domisili.


(17)

B. RUMUSAN MASALAH

Sebagaimana diketahui pajak hotel ialah salah satu sumber pendapatan yang mampu meningkatkan jumlah pendapatan pemerintah daerah. Dengan lancarnya pemungutan pajak hotel maka akan dapat meningkatkan pendapatan pemerintah daerah dengan baik pula. Sebab dengan baiknya pemungutan pajak hotel ini maka pembangunanpun akan dapat baik pula dilakukan.

Pada penulisan skripsi ini penulis akan menjadikan peraturan daerah kota Medan No.4 tahun 2011 tentang pungutan pajak hotel sebagai pedoman dalam penulisan skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis akan merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas guna dapat menjadi tolak ukur untuk dapat menelaah materi ini dengan baik dan juga demi terarahnya pembahasan mengenai pajak hotel, yakni sebagai berikut :

1. Bagaimana pengertian pajak dalam perspektif Hukum Administrasi Negara?

2. Bagaimana pelaksanaan pemungutan pajak hotel di kota Medan berdasarkan perda No.4 tahun 2011 tentang pajak hotel?

3. Bagaimana hambatan dalam melakukan pemungutan pajak di kota Medan?

C. TUJUAN PENULISAN

Sebagaimana diketahui bahwa setiap hotel yang ada di dalam suatu daerah wajib membayar pajak hotel kepada dinas terkait yang merupakan pembayaran pajak hotel untuk meningkatkan pendapatan suatu daerah.

Pemungutan pajak hotel juga dapat membantu pembangunan infrastruktur daerah. Bagaimana diketahui bahwa pembangunan infrastruktur sangat kompleks di kota Medan. Jadi dengan rutinnya setiap hotel yang ada di kota Medan membayar pajak maka sedikit banyaknya proses pembangunan di kota Medan akan semakin baik.


(18)

Maka dari itu untuk mencapai tujuan tersebut seharusnya dilakukan penelusuran ke lapangan agar dapat mengetahui bagaimana sebenarnya sistem pemungutan pajak tersebut dan juga bagaimana kelancaran pelaksanaannya di dalam suatu daerah.

D. MANFAAT PENULISAN

Dengan tujuan penulisan tersebut maka besar harapan penulis akan manfaat yang akan didapatkan dari penulisan ini. Dimana manfaat penelitian ini adalah agar hendaknya penyelenggaraan atau pelaksanaan pemungutan pajak hotel dapat berjalan dengan baik sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang ada di dalam daerah tersebut. E. METODE PENULISAN

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian yuridis normatif, yaitu dengan pemgumpulan data-data serta studi kepustakaan maupun studi lapangan dan menggambarkan kondisi dengan melakukan riset langsung ke lapangan untuk memperoleh data-data yang berhubungan dengan penulisan skripsi.7

2. Jenis Data dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang merupakan data yang diperoleh langsung dari narasumber atau langsung dari sumber pertama dan data sekunder yang merupakan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.8 _________________________

7Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Grafindo Persada,

2003), hlm. 71.

8Tampil Anshari, Metodologi Penelitian Hukum Penulisan Skripsi, ( Medan: Pustaka


(19)

Data sekunder diperoleh dari :

a) Bahan hukum primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang yakni berupa UU, peraturan pemerintah, dan sebagainya.

b) Bahan hukum sekunder, yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang perpajakan seperti : seminar hukum, majalah-majalah, karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan perpajakan dan pajak hotel juga beberapa sumber dari situs internet dari persoalannya diatas. c) Bahan hukum tersier, yaitu wsemua dokumen yang berisi konsep-konsep

dan keterangan – keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.9 Sedangkan data primer diperoleh dari wawancara dengan Dinas Pendapatan Daerah kota Medan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun data tersebut dapat diperoleh dari :

1. Penelitian pustaka, yaitu data-data dan keterangan yang dikumpulkan dari bahan-bahan tulisan seperti buku-buku bacaan dan UU yang ada hubungannya dengan pembahasan yang dilakukan. Data ini merupakan data sekunder.

2. Penelitian lapangan, yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan dengan menggunakan riset ke kantor dinas terkait seperti Dinas Pendapatan Daerah, Badan Perencanaan Daerah juga Bagian Hukum di Kota Medan.

___________________________

9Abdurahman, Sosiologi dan Metodologi Penelitian Hukum, (Malang: UMM


(20)

4. Analisis Data

Data primer dan sekunder yang telah diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan kemudian dianalisis secara kualitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menjawab permasalahan yang diangkat di dalam skripsi.

F. KEASLIAN PENULISAN

Setelah menelusuri kepustakaan, sejauh pengamatan penulis mengetahui bahwa penelitian tentang “TINJAUAN YURIDIS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NO. 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL(STUDI DI PEMKO MEDAN)” sampai saat ini belum ada ditemukan.

Sehubungan judul skripsi ini telah dilakukan pemeriksaan pada perpustakaan fakultas hukum USU untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum terdapat di perpustakaan fakultas hukum USU. Dengan demikian, penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademik dan juga secara moral.

G. TINJAUAN PUSTAKA

Sebagaimana kita ketahui bahwa pajak adalah salah satu pendapatan negara dan daerah dimana iuran iuran pajak tersebut masuk ke dalam kas suatu negara maupun daerah.

Hukum pajak adalah hukum yang bersifat publik dalam mengatur hubungan negara dan orang / badan hukum yang wajib untuk membayar pajak. Selain itu, hukum pajak diartikan sebagai keseluruhan dari peraturan peraturan yang mencakupp tentang


(21)

kewenangan pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkan kembali kepada masyarakat melalui uang/ kas negara.

Undang-undang yang mengatur sistem perpajakan:

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1993 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). 3. Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai yang direvisi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000.

5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. H. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari IV Bab yang masing-masing bab memiliki sub-babnya sendiri yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut :

BAB I Pada bab ini diatur mengenai pendahuluan yang merupakan uraian awal terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan dan sistematika penulisan.

BAB II Pada bab ini membahas mengenai pengertian dari pajak dan pajak hotel, tujuan dan manfaat pemungutan pajak, dan penyelenggaraan pemungutan pajak.

BAB III Pada bab ini mulai membahas bagaimana pelaksanaan pemungutan pajak hotel berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan No.4 tahun 2011 tentang Pajak Hotel juga hambatan yang terjadi di dalam pelaksanaannya.

BAB IV Pada bab ini berisikan kesimpulan dari pokok permasalahan yang terjadi dan juga beberapa saran yang berkaitan dengan pokok permasalahan.


(22)

BAB II

PENGERTIAN DAN DEFINISI PAJAK DAN PAJAK HOTEL DALAM

PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

A. DEFINISI PAJAK DAN PAJAK HOTEL

1. Pengertian Pajak

Salah satu peranan pemerintah dalam sistem perekonomian adalah melakukan pemungutan pajak. Setiap orang yang hidup dalam suatu negara pasti berurusan dengan pajak. Oleh sebab itu, sebagai anggota masyarakat setiap orang wajib mengetahui segala permasalahan yang berhubungan dengan pajak. Secara umum pajak diartikan sebagai pemabyaran wajib dari perorangan atau badan hukum kepada Negara untuk membiayai pengeluran-pengeluaran pemerintah bagi kepentingan-kepentingan umum.

Sebagaimana kita ketahui bahwa pajak adalah salah satu pendapatan negara dan daerah dimana iuran pajak tersebut masuuk ke dalam kas suatu negara maupun daerah. Para ahli dalam bidang perpajakan memberikan definisi yang berbeda-beda mengenai pengertian pajak. Namun demikian, berbagai definisi tersebut mempunyai maksud dan tujuan yang sama.

Sebelum mendefenisikan suatu pajak terdapat macam-macam batasan atau defenisi tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli antara lain :

Menurut P.J.A.Adriani

Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (UU) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk atau yang ada gunanya adalah


(23)

untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran untuk berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Menurut Leroy Beaulieu:

Pajak adalah bantuan,baik secara langsung maupun tidak dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau barang, untuk menutupi belanja pemerintah.

Menurut Dr.N.J.Foldmann

Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutama kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.

Menurut Ray M. Sommerfeld, Herschel M. Anderson, dan Horace R. Brock

Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum,namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional agar pemerintah dapat melaksanakan tugas tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.

Menurut Prof.Dr.H.Rochmat Soemitro SH

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan UU yang dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang dapat digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya dengan berbunyi sebagai berikut :

Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.10

___________________________


(24)

Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul pajak berdasarkan asaws golongan gotong royong universitas pajajaran Bandung, 1964; Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.11

Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.

Lembaga pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jendral Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Kementrian Keuangan Repubik Indonesia.

Pengertian Pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya UU yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara. _______________________


(25)

negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdasarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.

Dari beberapa defenisi para ahli dan dilihat dari berbagai perspektif dan juga Undang-Undang yang berlaku maka dapat ditarik sebuah definisi yang baik pula dimana pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang, sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.

Lembaga pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jendral Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Kementrian Keuangan Repubik Indonesia.12

Ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak yang tersimpul dalam berbagai definisi selain dari definisi Dr. Soeparman yang memang membuka ide baru itu adalah : 1. Pajak dipungut berdasarkan dengan kekuatan Undang-Undang serta aturan

pelaksanaannya.

2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

3. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. ___________________________


(26)

4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-poengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk public investment.

5. Pajak dapat pula membiayai tujuan yang tidak bergeser, yaitu mengatur. 2. Pajak Hotel

Sebelum membahas tentang pajak hotel, maka kita mengetahui terlebih dahulu beberapa hal tentang pajak ;

1. Penggolongan Tentang Pajak

1.1 Pajak Negara dan Pajak Daerah

Penggolongan pajak sesuai dengan wewenang pemungutannya, pajak dapat dikelompokkan menjadi:

1. Pajak Negara

Pajak negara, sering dikenal sebagai pajak pusat atau pajak umum. Wewenang pemungutannya oleh pemerintah pusat dalam hal ini dilaksanakan oleh Departemen Keuangan / Direktur Jenderal Pajak / Direktur Bea dan Cukai. Dimanapun pajak pusat itu dipungut merupakan penerimaan negara atau penerimaan pemerintah pusat yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

2. Pajak Daerah

Pajak daerah, sesuai dengan UU No.34 tahun 2000, pajak daerah diartikan sebagai iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan


(27)

daerah. Dalam p0ajak daerah yang berkedudukan sebagai wajib pajak daerah adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terhutang termasuk pemungut atau pemotong pajak. Badan yang menjadi wajib pajak daerah adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha mauoun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya. Ruang lingkup pemungutan pajak daerah tidak boleh ruang lingkup yang sudah menjadi lapangan pemungutan pajak negara. Pajak daerah terdiri dari pajak daerah yang menjadi wilayah pemungutan daerah tingkat I dan pajak daerah yang menjadi wilayah pemungutan daerah tingkat II.

Jenis-jenis Pajak Daerah Pemungutan Daerah Tingkat I (Provinsi) : a. pajak kendaraan bermotor

pajak atas kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor. b. bea balik nama kendaraan bermotor

pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah dan lain-lain.

c. pajak bahan bakar kendaraan bermotor

pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor. d. pajak permukaan air


(28)

pajak atas pengambilan dan / atau pemanfaatan air permukaan. e. pajak rokok

pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah.

Jenis-Jenis Pajak Daerah Pemungutan Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota)

a. pajak hotel

pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel b. pajak restaurant

pajak restaurant adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restaurant

c. pajak hiburan

pajak atas penyelenggaraan hiburan d. pajak reklame

pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame e. pajak penerangan jalan

pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.

f. pajak mineral bukan logam dan batuan

pajak mineral bukan logam dan batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan /atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.

g. pajak parkir

pajak parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang


(29)

disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.

h. pajak air tanah

pajak air tanah adalah pajak atas pengambilan dan / atau pemanfaatan air tanah.

i. pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan

pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan adalah pajak atas bumi dan / atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan /atau dimanfaatkan oleh pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

j. pajak sarang burung walet

pajak sarang burung walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan pengusahaan sarang burung walet.

k. bea perolehan hak atas tanah dan bangunan

bea perolehan atas tanah dan bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan / atau bangunan.

1.2 Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung

Pajak dari segi administrasi pemungutan dan pembebanan pajak dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung:

1. Pajak Langsung

a) Pajak langsung dalam pengertian administratif adalah pajak yang pemungutannya secara berkala atau periodik ; pemungutannya berdasarkan suatu surat ketetapan pajak atau lazim disebut dengan kohir ; beban pajak tidak dapat dipindahkan. Dengan demikian pungutan pajak yang termasuk dalam kategori pajak langsung pungutannya


(30)

secara berkala, misal berdasarkan tahun pajak. Walaupun saat ini sudah menggunakan sistem self assessment, bukanlah berarti tidak ada lagi ketetapan pajak (kohir). Beban pajak yang termasuk pajak langsung, siwajib pajak tidak boleh memindahkan beban pajaknya kepada pihak lain.

b) Pajak langsung dalam pengertian ekonomis adalah suatu pajak yang pengenaannya dibebankan kepada wajib pajak sendiri langsung atau kewajiban wajib pajak harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan.

2. Pajak Tidak Langsung

a.) Pajak tidak langsung secara administratif adalah suatu pajak yang pemungutannya tidak dilakukan secara berkala atau periodik, tetapi pemungutannya dilaksanakan pada saat terjadinya peristiwa atau perbuatan ; pemungutan tidak didasarkan pada suatu ketetapan pajak (kohir).

b.) Pajak tidak langsung dalam pengertian ekonomis adalah suatu pajak yang beban pajaknya secara ekonomis dapat dipindahkan kepada pihak lain.

1.3 Pajak Subjektif dan Pajak Objektif

1. Pajak Subjektif

Pajak subjektif adalah pajak yang pengenaannya pertama tama memperhatikan subjeknya dan baru dicari objeknya atau pajak yang dimulai timbulnya kewajiban pajak diawali demngan adanya subjek pajak.

2. Pajak Objektif

Pajak objektif adalah pungutan pajak yang pertama tama melihat kepada objeknya selain dari benda, atau keadaan, atau perbuatan yang menyebabkan timbulnya kewajiban pajak


(31)

dan baru dicaari subjeknya. Atau pajak yang mulai timbulnya kewajiban pajak diawali dengan adanya objek pajak.

Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). Penggolongan Hotel ada beberapa macam, yaitu :

1.) Hotel Bintang 5 2.) Hotel Bintang 4 3.) Hotel Bintang 3 4.) Hotel Bintang 2 5.) Hotel Bintang 1 6.) Hotel Melati 3 7.) Hotel Melati 2 8.) Hotel Melati 1

Ada beberapa penggolongan hotel tersebut berdasarkan pengaruh fasilitas yang terdapat pada suatu hotel, sehingga hotel diklasifikasikan berdasarkan pada beberapa golongan. Misalnya pada golongan yang tertinggi yaitu pada hotel berbintang 5. Maka hotel tersebut harus memiliki jumlah kamar yang berkisar di atas 100 kamar dan fasilitas pendukung seperti : Meeting room, Restoran, Kolam Renang, Spa, Sarana Olahraga, Lobby

Lounge dan Internet. Apabila salah satu dari fasilitas dan jumlah kamar itu kurang dari yang


(32)

Pengenaan pajak hotel tidak mutlak ada pada seluruh kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/ kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut suatu daerah kabupaten atau kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daaerah tentang pajak hotel. Peraturan itu akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak hotel di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan.

Dalam pemungutan pajak hotel terdapat beberapa terminologi yang perlu diketahui. Terminologi tersebut dapat dilihat berikut ini.

1. Hotel adalah bangunan khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap / beristirahat, memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut suatu bayaran, termasuk

bangunan lainnya menyatu, dikelola, dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali oleh pertokoan atau perkantoran.

2. Rumah penginapan adalah penginapan dalam bentuk dan klasifikasi apapun beserta fasilitas lainnya yang digunakan untuk menginap dan disewakan untuk tamu.

3. Pengusaha hotel adalah orang pribadi atau badan yang dalam bentuk apapun dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha dibidang jasa penginapan. 4. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas

penyerahan barang atau pelayanan sebagai pembayaran kepada pemilik hotel.

5. Bon penjualan (bill) adalah bukti pembayaran, yang sekaligus sebagai bukti pungutan pajak, yang dibuat oleh wajib pajak pada saat mengajukan pembayaran atas jasa pemakaian kamar atau tempat penginapan beserta fasilitas penunjang lainnya kepada subjek pajak.


(33)

B. DASAR HUKUM PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL

Pemungutan Pajak Hotel di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak terkait. Dasar hukum pemungutan Pajak Hotel pada suatu kabupaten atau kota sebagaimana dibawah ini.

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2. Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 3. Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

4. Peraturan Daerah kabupaten / kota yang mengatur tentang Pajak Hotel.

5. Keputusan Bupati / Walikota yang mengatur tentang Pajak Hotel sebagai aturan pelaksanaan Peraturan Daerah tentang Pajak Hotel pada kabupaten / kota yang dimaksud.

C. OBJEK DAN SUBJEK PAJAK HOTEL

1. Objek Pajak Hotel

Objek Pajak Hotel adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di hotel termasuk :

a. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek antara lain gubuk pariwisata (cottage), motel wisma pariwisata, pesanggrahan (hostel), losmen dan rumah

penginapan. Dalam pengertian rumah penginapan termasuk rumah kos dengan jumlah kamar minimal 10 (sepuluh) atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan.

b. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan antara lain telepon, faksimili, teleks, fotokopi, pelayanan cuci, seterika, taksi dan pengangkutan lainnya, yang disediakan atau dikelola hotel.


(34)

c. Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum antara lain pusat kebugaran, pub, diskotik, yang disediakan atau dikelola hotel. d. Jasa perawatan ruangan untuk kegiatan acara pertemuan di hotel.

e. Penjualan makanan dan minuman di tempat yang disertai dengan fasilitas penyantapan di hotel.

Sedangkan yang dikecualikan dari Objek Pajak Hotel adalah :

1. Penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan fasilitas tempat tinggal lainnya baik bangunan, pekarangan dan managemennya yang tidak menyatu dengan hotel. 2. Pelayanan tinggal di asrama, pondok asrama dan pondok pesantren.

3. Pertokoan, perbankan, perkantoran, salon yang dipakai oleh umum di hotel.

4. Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat dimanfaatkan oleh umum.

3. Subjek Pajak Hotel

Pengertian pajak hotel berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pajak Hotel dimana Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan hukum yang melakukan pembayaran atau pelayanan hotel termasuk losmen, wisma, tempat kost dan penginapan lainnya. Dan yang disebut wajib pajak hotel adalah pengusaha hotel termasuk wisma, losmen, tempat kost dan penginapan lainnya.

Dalam menjalankan kewajiban perpajakan wajib pajak dapat diwakili oleh pihak tertentu yang diperkenankan oleh Undang-Undang dan peraturan daerah tentang Pajak Hotel. Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi dan atau secara langsung renteng atas pembayaran pajak terhutang. Selain itu, wajib pajak dapat menunjuk seorang kuasa dan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya.


(35)

D. TUJUAN DAN MANFAAT PEMUNGUTAN PAJAK 1. Tujuan dan Fungsi Pajak

Secara umum tujuan yang dapat dicapai dari diberlakukannya pajak adalah untuk mencapai kondisi meningkatnya ekonomi suatu negara yaitu:

a. Untuk membatasi konsumsi dan dengan demikian mentransfer sumber dari konsumsi ke investasi.

b. Untuk mendorong tabungan dan menanam modal.

c. Untuk mentransfer sumber dari tangan masyarakat ke tangan pemerintah sehingga memungkinkan adanya investasi sumber dari tangan masyarakat ke tangan pemerintah sehingga memungkinkan adanya investasi pemerintah.

d. Untuk memodifikasi pola investasi. e. Untuk mengurangi ketimpangan ekonomi.

f. Untuk memobilisasi surplus ekonomi (Nurkse, 1971) dalam (Muchlis, 2002).

Untuk mencapai tujuan, pemerintah perlu memegang asas-asas pemungutan dalam memilih alternatif pemungutannya, sehingga dapat keserasian pemungutan pajak dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan. Asas-asas pemungutan pajak yang baik sebagaimana dikemukakan oleh Adam Smith (Suparmoko, 1986) didasarkan pada :

1. Prinsip Kesamaan/ Keadilan (equity)

Beban pajak harus sesuai dengan kemampuan relatif dari setiap wajib pajak. Artinya orang yang penghasilannya sama harus dikenakan pajak yang sama.

2. Prinsip Kepastian (certainty)

Pajak dikenakan berdasarkan kepastian hukum yang bersifat tegas, jelas dan pasti bagi wajib pajak maupun aparatur perpajakan.


(36)

Pajak hendaknya dikenakan pada saat wajib pajak merasa senang hati membayarkannya kepada pemerintah karena pajak yang dibayarkannya layak dan tidak memberatkan, misalnya pada saat mempunyai uang.

4. Prinsip Ekonomi (economy)

Dalam memungut pajak, hendaknya tidak menimbulkan biaya yang lebih besar daripada jumlah penerimaan pajaknya.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa pada dasarnya pajak diorientasian kepada kesenangan dan pelaksanaan yang tidak memberatkan bagi masyarakat dan kepastian hukum sehingga dengan hal tersebut tidak menjadikan masyarakat secara sadar dan sukarela untuk membayar jumlah pajak yang terhutang. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya didalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.

Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu :

1. Fungsi anggaran (budgetair)

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.


(37)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring, penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

3. Fungsi stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, pemungutan pajak yang efektif dan efisien.

4. Fungsi redistribusi pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

Berdasarkan fungsi pajak diatas, dapat dipahami/ dimengerti fungsi pajak dikaitkan dengan anggaran pendapatan dan belanja negara umumnya dan anggaran pendapatan daerah khususnya yang dimaksud untuk mengisi kas negara atau daerah sebanyak banyaknya dalam rangka pembiayaan pengeluaran rutin pemerintah pusat atau daerah dalam rangka pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.

2. Manfaat Pemungutan Pajak


(38)

1. Membiayai pengeluaran pengeluaran negara seperti pengeluaran yang bersifat self

training (contohnya adalah pengeluaran untuk proyek produktif barang ekspor).

2. Membiayai pengeluaran reproduktif (pengeluaran yang memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat seperti pengeluaran untuk pengairan dan pertanian). 3. Membiayai pengeluaran yang bersifat tidak self liquiditing dan tidak ada produktif

tentang (pengeluaran untuk pendirian monumen dan rekreasi).

4. Membiayai pengeluaran yang tidak produktif (contohnya adalah pengeluaran untuk membiayai pertahanan negara atau perang dan pengeluaran untuk penghematan di masa yang akan datang yaitu pengeluaran untuk anak yatim piatu).

Manfaat uang pajak bagi negara maupun bagi masyarakat jelas sebagai berikut:

1. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara. Biaya tersebut antara lain diperoleh dari hasil penerimaan pajak.

2. Pajak merupakan salah satu alat pemerataan pendapatan. Pengenaan pajak dengan tarif progresif dimaksudkan untuk mengenakan pajak yang lebih tinggi pada golongan yang lebih mampu. Peranan pajak sebagai alat pemerataan pendapatan sangat penting untuk menegaskan keadilan sosial.

3. pajak merupakan salah satu alat untuk mendorong investasi. Salah satu fungsi dari pajak adalah budgeter. Apabila masih ada sisa dari dana yang dipergunakan untuk membiayai pengeluaran negara, maka kelebihan tersebut dapat dipakai untuk tabungan pemerintah.

E. PENYELENGGARAAN PEMUNGUTAN PAJAK

Dalam pemungutan pajak penyelenggara pemungutan pajak sangatlah berperan penting dalam melakukan pemungutan dimana penyelenggara hampir bertanggung jawab penuh dalam pelaksanaan pemungutan pajak tersebut. Namun sebelum melihat lebih jauh


(39)

penyelenggaraan pemungutan pajak layaklah harus diketahui terlebih dahulu syarat dan sistem dari pemungutan pajak.

1. Syarat Pemungutan Pajak

Tidaklah mudah untuk membebgankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang.

Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu :

a. Pemungutan pajak harus adil

Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya, misalnya :

1. Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak.

2. Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak.

3. Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran.

b. Pengaturan pajak harus berdasarkan UU

Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.


(40)

Berdasarkan pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: “Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang”, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Undang-Undang tentang pajak, yaitu:

1. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya.

2. Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diberlakukan secara umum. 3. Jaminan hukum atas terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak.

4. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian. c. Pemungutan pajak harus efisien

Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi perhitungan maupun dari segi waktu.

d. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Cara pemungutan pajak akan sangat menentukan keberhasilan dalam pemungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dampak positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak, misalnya :

1. Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif. 2. Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10 %.

3. Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun


(41)

2. Penyelenggaraan Pemungutan Pajak

Penyelenggaraan pemungutan pajak di Indonesia sesuai dengan asas pungutan pajak menganut sistem pemungutan pajak self assesment system maka setiap wajib pajak harus menghitung dan menyetor pajaknya sendiri tanpa menunggu surat ketetapan pajak dari direktur jenderal pajak. Prinsip tentang membayar pajak sendiri tanpa menguntungkan adanya ketetapan pajak ini sesuai dengan pasal 12 ayat 1 UU No.6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir menjadi UU No.16 tahun 2000 dan berdasarkan UU RI No.28 tahun 2007 pasal 2 ayat 1 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, disebutkan bahwa setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor direktoral jenderal pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.

Self assessment merupakan salah satu sistem dan mekanisme pemungutan pajak.

Self assesment system diterapkan di beberapa negara seperti Amerika, Jepang, bahkan juga di Hindia Belanda dulu. Dalam system ini perhitungan berapa besarnya pajak yang harus dibayar dilakukan sendiri oleh wajib pajak, sehingga wajib pajak bersifat aktif.

Pada tata cara self assessment kegiatan pemungutan pajak diletakkan pada aktivitas masyarakat sendiri memberi kepada wajib pajak untuk :

a. Menghitung sendiri besarnya pendapatan / kekayaan / laba.

b. Menghitung sendiri besarnya pajak pendapatan / kekayaan / perseroan yang terhutang dan menyetorkannya ke kas negara.


(42)

Wajib pajak bisa melihat dan memahami sendiri tentang bagaimana cara membayar pajak yang terhutang, sehingga cara self assesment ini pada dasarnya memberi kemudahan bagi wajib pajak, cara ini disebut juga dengan MPS (Menghitung Pajak Sendiri).

Pada full self assesment, proses dan hak menetapkan sudah berada pada pihak wajib pajak. Proses dan hak menetapkan ini diwujudkan dalam mengisi SPT secara baik dan benar dan menyampaikannya kepada fiskus. Pengisian secarabaik dan benar oleh wajib pajak dijamin oleh UU seperti diatur dalam pasal 12 ayat 2 UU No.16 tahun 2000, yang telah diubah dengan UU No. 28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang menyatakan: Jumlah pajak yang terhutang menurut surat pemberitahuan yang disampaikan oleh wajib pajak adalah jumlah pajak yang terhutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Makna self asessment adalah wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, melaporkan, dan membayar sendiri berapa pajak terhutang dalam satu tahun pajak. Sistem

self asessment, peran fiskus cenderung pasif, yaitu sekedar mengawasi pemenuhan

kewajiban perpajakan wajib pajak. Namun, pengawasan atau pemeriksaan pajak ini, jika dilihat dari konteks pembinaan wajib pajak, menjadi tidak efektif. Hal itu karena yang terjadi dalam proses pemeriksaan kecenderungannya adalah permainan antara wajib pajak dan fiskus. Akibatnya, meski self asessment sudah berjalan sekitar 25 tahun, kesadaran dan kepedulian wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya secara sukarela masih tetap rendah. Berdasarkan Undang-Undang pajak nasional sistem self asessment ini menganut prinsip ketiga dari prinsip-prinsip yang tertuang dalam UU No.28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan yaitu wajib pajak diberikan kepercayaan untuk


(43)

menghitung dan membayar sendiri pajak yang terhutang sehingga dengan cara ini kejujuran dari wajib pajak sangat diperlukan dalam rangka pemungutan pajak.

Wajib pajak disini harus mendaftarkan diri terlebih dahulu pada kantor direktorat jenderal pajak untuk dicatat sebagai wajib pajak sekaligus untuk mendapatkan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Selain menghitung dan membayar sendiri wajib pajak juga harus melaporkan sendiri jumlah pajak yang dibayarkannya, sehingga diharapkan wajib pajak memiliki rasa tanggung jawab yang besar, karena sistem ini sangat membutuhkan partisipasi yang besar dari wajib pajak diantaranya kesadaran, kejujuran serta tangggung jawab.

Reformasi sistem perpajakan di Indonesia sudah berjalan terhitung disahkannya paket Undang-Undang perpajakan pada tahun 1983. Perubahan besar yang dilakukan saat itu bukan semata mata mengubah nama dan organisasi dari kantor inspeksi pajak menjadi kantor pelayanana pajak, tetapi mengubah hampir seluruh landasan hukum dan tata cara pemajakannya yang disebut self asessment.

Di Indonesia sistem ini diberlakukan pada Undang-Undang Pajak yang baru seperti pajak pertambahan nilai yang pelaksanaannya diatur dalam UU No.18 tahun 2000 dimana setiap orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak, badan, bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak baik yang ada di dalam negeri maupun yang berada di luar negeri.

Secara umum, sistem pemungutan pajak dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

• Self assessment system, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terhutang. Ciri-ciri dari sistem ini adalah (i) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang berada pada Wajib Pajak sendiri, (ii) Wajib


(44)

Pajak Aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terhutang, dan (iii) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

• Official Assessment System, yaitu sistem yang member wewenang kepada

pemerintah (Fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-ciri dari sistem ini adalah (i) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang ada pada fiskus, (ii) Wajib Pajak bersifat pasif, dan (iii) Utang timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus.

• With Holding System, yaitu sistem pemungutan yang member wewenang kepada

pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh Wajib Pajak. Ciri-ciri dari sistem ini adalah wewenang menentukan besarnya pajak yang terhutang ada pada pihak ketiga, selain fiskus dan wajib pajak.


(45)

BAB III

TINJAUAN YURIDIS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN

NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL

(STUDI DI PEMKO MEDAN)

A. PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL

1. Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak Hotel

a. Dasar Pengenaan Pajak Hotel

Dasar Pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel. Apabila pembayaran dipengaruhi oleh hubungan yang istimewa, harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga pasar yang wajar pada saat pemakaian jasa hotel.

Pembayaran adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh subjek pajak kepada wajib pajak untuk harga jual, baik jumlah uang yang dibayarkan maupun penggantian yang seharusnya diminta wajib pajak sebagai penukaran atas pemakaian barang atau jasa tempat penginapan dan fasilitas penunjang termasuk pula semua tambahan dengan nama apapun juga dilakukan yang berkaitan dengan usaha hotel.13

b. Tarif Pajak Hotel

Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten yang bersangkutan.

_________________


(46)

Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan kepada pemerintah kabupaten untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah. Dengan demikian, setiap daerah diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan daerah lainnya yang tidak melebihi sepuluh persen.14

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Hotel

Beberapa faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak hotel adalah sebagai berikut :

1. Jumlah Wajib Pajak Hotel

Jumlah wajb pajak hotel sangat berpengaruh dalam penerimaan pajak hotel, jika semakin banyak jumlah wajib pajak hotel maka makin banyak pula yang menyetorkan pajak hotelnya. Begitu juga sebaliknya, apabila semakin sedikit hotel yang aktif di kota medan maka tidak optimal pula penerimaan pajak hotel tersebut.

2. Jumlah Pengunjung Hotel

Pengunjung adalah sasaran utama dari pajak hotel maka apabila pengunjung hotel sedikit, maka sangat berpengaruh besar terhadap penerimaan suatu hotel. Sehingga suatu hotel harus menunjukkan kualitas dan juga fasilitas yang berstandar agar para pengunjung hotel tertarik untuk dating dan memakai jasa perhotelan tersebut.

_______________________

14


(47)

Adapun hal-hal yang mungkin dapat mempengaruhi penerimaan pendapatan hotel khususnya di Kota Medan yaitu :

2.1. Tingkat Keamanan

Medan merupakan salah satu kota besar yang paling aman di Indonesia dibanding kota-kota besar lainnya seperti Jakarta, Bandung, Bali, dan lain sebagainya yang rawan terorisme dan tingkat kriminal yang tinggi. Jadi tidak heran apabila kota Medan menjadi salah satu tempat pariwisata yang dipilih oleh masyarakat Indonesia.

2.2. Tingkat Kenyamanan dan kelengkapan Hotel

Kenyamanan dan kelengkapan hotel sangat berpengaruh dalam penerimaan pendapatan suatu hotel, dikarenakan hal tersebut merupakan penunjang dalam menarik minat pengunjung hotel. Kebersihan, keamanan dan kelengkapan fasilitas yang dimiliki suatu hotel membuat pengunjung merasa senang dan berkesan untuk berada di hotel tersebut. Jadi, tidak sedikit masyarakat dari golongan menengah keatas yang lebih memilih hotel berbintang disbanding hotel melati, demi sebuah kenyamanan dan segala fasilitas yang disediakan oleh hotel.

2.3. Tarif / Biaya Penginapan

Disamping kenyamanan dan kelengkapan fasilitas hotel, hal yang utama bagi pengunjung hotel adalah tarif. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya pengunjung hotel yang memilih Hotel Melati untuk menginap, dikarenakan tarif penginapannya yang cukup terjangkau dan juga disenangi


(48)

para pengunjung. Sehingga Hotel Melati juga mempunyai peran yang cukup besar dalam penerimaan pajak hotel.

B. ASAS PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL

Dalam melakukan pemungutan pajak hotel, ada asas yang mengatur cara pemungutannya. Asas tersebut adalah :

a. Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata.

b. Penetapan pajak tidak ditentukan dan sewenang-wenang, oleh karena itu Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak terhutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.

c. Wajib Pajak dapat membayar pajak sesuai dengan saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak.

d. Biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak diharapkan semaksimal mungkin, demikian pula beban yang dipikul Wajib Pajak.

C. PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL

1. Tata Cara Pemungutan Pajak Hotel

Pemungutan pajak tidak boleh dilakukan secara borongan, dimana wajib pajak juga wajib membayar pajak terhutang berdasarkan SPTPD. Pajak yang terhutang dibayar ke kas daerah melalui bank atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh kepala daerah. Dimana Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan dengan dibayar sendiri berdasarkan SPTPD, SKPDKB, dan SKPDKBT.


(49)

Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terhutangnya pajak, kepala daerah dapat menerbitkan :

a. SKPDKB dalam hal :

1. Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terhutang tidak atau kurang dibayar.

2. Jika SPTPD tidak disampaikan kepada Kepala Daerah dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.

3. Jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terhutang dihitung secara jabatan.

b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terhutang.

c. SKPDN jika jumlah pajak yang terhutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terhutang dan tidak ada kredit pajak

Jumlah kekurangan pajak terhutang dalam SKPDKB sebagaimana tertulis dalam pasal 13 ayat (1) huruf a angka 1 dan 2 Perda Kota Medan Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel , dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dihitung dari pajak yang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak.15

________________________


(50)

Jumlah pajak yang terhutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud akan dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan, dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 ( dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak.

Dalam hal surat tagihan pajak, Kepala Daerah dapat menerbitkan STPD jika : a. Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.

b. Dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan/ atau salah hitung.

c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/ atau denda. Jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam STPD sebagaimana dimaksud ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terhutangnya pajak.

2. Tata Cara Pembayaran dan Penagihan Pajak Hotel

2.1. Pembayaran Pajak Hotel

Kepala Daerah menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terhutang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah saat terhutangnya pajak. SPTPD,SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.


(51)

Kepala Daerah atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan.

2.2.Penagihan Pajak Hotel

Berikut adalah tata cara Penagihan Pajak Hotel yang tidak / kurang bayar : a. Surat Teguran atau surat peringatan yang sejenis sebagai awal tindak

penagihan pajak dikeuarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran oleh pejabat daerah.

b. Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran atau surat peringatan, wajib pajak harus melunasi pajak yang terhutang.

c. Apabila jumlah pajak yang terhutang belum juga dilunasi dalam jangka waktu yang sebagaimana ditentukan, maka dikeluarkan surat paksa. d. Pejabat menerbitkan surat paksa setelah 21 hari sejak tanggal surat

teguran atau surat peringatan atau surat lain sejenis.

e. Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2x24 jam sesudah tanggal pemberitahuan surat paksa, pejabat segera menerbitkan surat pernyataan.

f. Setelah dilakukan penyitaan dan wajib pajak belum juga melunasi utang pajaknya, setelah lewat 10 hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, pejabat mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara.


(52)

Sanksi terhadap Wajib Pajak Hotel yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya adalah sanksi administrasi sebesar 25% sebulan dari pajak yang tidak atau terlambat membayar. Sanksi administrasi berupa bunga dihitung sejak saat terhutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar.

Jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut. Bila wajib pajak hotel tidak memenuhi kewajiban perpajakannya yaitu dengan ditemukannya data baru atau data yang semula belum terungkat yang berasal dari hasil pemeriksaan sehingga pajak yang terhutang bertambah, maka terhadap Wajib Pajak Hotel dikenakan sanksi administrasi sebesar 100% dari jumlah kekurangan.

Jumlah Pajak Hotel yang terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar dikenakan sanksi administrasi sebesar 25% dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga 2% sebulan dihitung dari pajak yang kurang bayar atau terlambat bayar jangka waktu paling lama 24 jam dihitung sejak saat terhutangnya pajak.


(53)

BAB IV

HAMBATAN DAN REALISASI DALAM PEMUNGUTAN

PAJAK HOTEL DI KOTA MEDAN

A. HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL DI KOTA MEDAN

Dalam rangka meningkatkan sumber pemasukan daerah, pemerintah selalu berupaya untuk menggali secara maksimal sumber-sumber keuangan yang dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di kota Medan diperlukan usaha peningkatan penerimaan yang berasal dari pajak daerah terutama pajak hotel.

Dalam pemungutan pajak secara umum baik pajak pusat maupun pajak daerah, seringkali terdapat kendala-kendala yang melemahkan dalam pemungutan pajak.

Kendala-kendala yang melemahkan dalam pemungutan pajak antara lain :

1. Berbagai peraturan pelaksanaan undang-undang yang sering kali tidak konsisten dengan undang-undangnya.

Melaksanakan tax reform lebih pelik dan menghabiskan waktu dibandingkan dengan ketika merancang tax reform dalam undang-undang, apabila peraturan pelaksanaan yang dijadikan dasar dalam melaksanakan aturan hukum pajak tidak konsisten dengan undang-undang, tentu akan mengakibatkan kendala yang fatal dalam pemungutan pajak.


(54)

Pajak daerah dan pajak nasional merupakan satu sistem perpajakan Indonesia yang pada dasarnya merupakan beban masyarakat sehingga perlu dijaga agar kebijaksanaan perpajakan tersebut dapat memberikan beban yang adil. Sejalan dengan perpajakan nasional, maka pembinaan pajak daerah harus dilakukan secara terpadu dengan pajak nasional. Pembinaan harus dilakukan secara terus menerus, terutama mengenai objek dan tarif pajaknya supaya antara pajak pusat dan pajak daerah bisa saling melengkapi.

3. Database yang masih jauh dari standar internasional.

Kendala lain yang dihadapi aparatur pajak adalah database yang masih jauh dari standar internasional. Padahal database sangat menentukan untuk menguji kebenaran pembayaran pajak dengan sistem self-asessment.

Persepsi masyarakat bahwa banyak dana yang dikumpulkan oleh pemerintah digunakan secara boros atau dikorup, juga dapat menimbulkan kendala untuk meningkatkan kepatuhan pemabayar pajak. Berbagai pungutan resmi dan tidak resmi, baik di pusat maupun di daerah yang membebani masyarakat juga menimbulkan hambatan untuk menaikkan penerimaan pajak.

4. Lemahnya penegakan hukum (law enforcement) terhadap kepatuhan membayar pajak bagi penyelenggara negara.

Law enforcement merupakan pelaksanaan hukum oleh pejabat yang

berwenang di bidang hukum, misalnya pelaksanaan hukum oleh polisi, jaksa, hakim dan sebagainya.

Tidak kalah penting untuk disoroti pelaksanaan hukum di lingkungan birokrasi, khususnya badan pemerintahan di bidang perpajakan dalam melakukan


(55)

pemeriksaan terhadap para penyelenggara negara, ternyata belum ada gebrakannya. Seharusnya bila dilakukan tentu dapat membantu dalam mewujudkan good governance dalam bentuk pemerintahan yang bersih.16

Sampai saat ini belum terlihat bagaimana Ditjen Pajak menyikapi secara terbuka mengenai kepatuhan membayar pajak (tax compliance) para penyelenggara Negara (dalam hal dilakukannya pemeriksaan oleh KPKPN terhadap para penyelenggara Negara dikaitkan dengan kepatuhan membayar pajak). Seharusnya Ditjen pajak dapat memanfaatkan momentum itu dalam melakukan pemeriksaan berdasarkan kriteria menurut peraturan perundang-undangan perpajakan. Seperti itu karena tidak tertutup kemungkinan di samping ada indikasi ketidakwajaran dalam LKPN yang diserahkan kepada KPKPN, juga tidak tertutup kemungkinan laporan SPT-nya juga bermasalah, karena perlu diketahui daftar kekayaan dalam LKPN seharusnya sama dengan laporan dalam lampiran SPT.

Penegakan hukum pajak dilakukan dalam bentuk penjatuhan sanksi terhadap pelanggar hukum pajak untuk melindungi kepentingan Negara untuk memperoleh pembiayaan dari sektor pajak, mengingat hukum pajak tidak melindungi kepentingan wajib pajak tetapi bahkan melindungi sumber pendapatan Negara yang terfokus pada pemenuhan kewajiban wajib pajak untuk membayar lunas pajak yang terhutang.

______________________

16Syofrin Syofyan dan Asyhar Hidayat, Hukum Pajak dan Permasalahannya, Refika


(1)

dalam hal ini berarti penerimaan pajak hotel tidak mencapai target sebesar Rp. 4.624.824.718,24 atau sekitar 90,04 %.

Pada tahun 2011, Dinas Pendapatan Kota Medan menetapkan target penerimaan pajak hotel sebesar Rp. 66.903.789.500,00 akan tetapi realisasi penerimaan yang dicapai hanya sebesar Rp. 54.668.966.646,09. Dalam hal ini penerimaan pajak hotel kurang mencapai target sebesar Rp. 12.234.822.853,91 atau sekitar 81,71%.

Selanjutnya pada tahun 2012 target yang ditetapkan Dinas Pendapatan Kota Medan sebesar Rp. 81.000.000.000,00 dan realisasi penerimaannya sebesar Rp.64.574.093.185,86. Ini berarti pada tahun 2012 realisasi penerimaan pajak hotel tidak mencapai target sebesar Rp. 16.425.906.814,14 atau sekitar 79,72 %.

Berdasarkan tahun di atas kita melihat bahwa pada tahun anggaran 2008 dan tahun anggaran 2009 realisasi atau pencapaian penerimaan pajak hotel telah mencapai target (over target). Tetapi mulai tahun 2010 – 2012 penerimaan pajak hotel tidak optimal.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari uraian masalah yang dikemukakan oleh penulis dari hasil data yang diperoleh dari Kantor Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang.

2. Dinas Pendapatan Kota Medan adalah salah satu perangkat Pemerintah Daerah Kota Medan yang mengelola pendapatan daerah dari pajak daerah.

3. Pajak Hotel merupakan salah satu jenis Pajak Daerah yang dipungut oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di hotel.

4. Perhitungan Pajak Hotel dapat dilakukan oleh wajib pajak dengan 3 cara yaitu : a. Self assessment system yaitu pajak dibayar sendiri oleh wajb pajak dengan

menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD).

b. Official Assessment system yang artinya pajak dibayar berdasarkan penetapan kepala Daerah melalui penerbitan surat ketetapan pajak Daerah.

c. With holding system yaitu sistem pemungutan pajak untuk menentukan

besarnya pajak yang terhutang ditentukan oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh pejabat Daerah.

5. Objek Pajak Hotel adalah setiap pelayanan yang disediakan hotel dengan melakukan pembayaran kepada hotel.


(3)

6. Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada hotel , sedangkan Wajib Pajak Hotel adalah Pengusaha Hotel termasuk di dalamnya pengusaha tempat kost, wisma, pondok wisata dan gedung pertemuan yang bertanggung jawab sepenuhnya untuk menyetor pajak yang terhutang.

7. Realisasi penerimaan dari pajak hotel di Kota Medan selama tahun 2008-2012 tidak selalu dapat mencapai target yang telah ditetapkan, dimana pada tahun 2008 dan 2009 dapat melebihi dari target yang ditetapkan, sedangkan pada tahun 2010-2012 tidak mencapai target yang ditetapkan.

B. SARAN

Berdasarkan uraian-uraian dalam laporan ini, penulis ingin memberikan saran yang mungkin bermanfaat untuk meningkatkan penerimaan Pajak Hotel di kota Medan, yaitu :

1. Diperlukan pemahaman lebih lanjut kepada masyarakat umum mengenai berlakunya Peraturan Daerah Kota Medan No.4 tahun 2011 tentang Pajak Hotel. Dimana Peraturan Daerah tersebut mengatur dan menjelaskan lebih lengkap tentang Pajak Hotel secara keseluruhan. Agar masyarakat lebih memahami ketentuan dan keberlakuan Pajak Hotel. Yang mana Pajak Hotel membantu secara langsung dalam hal Pendapatan Asli Daerah.

2. Dinas Pendapatan Kota Medan harus dapat menciptakan iklim perpajakan yang baik di lingkungannya sendiri agar masyarakat umum atau wajib pajak dapat mengetahui dan mengerti bahwa tujuan dari membayar pajak adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu sendiri, sehingga meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.

3. Peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah harus menjunjung tinggi azas keadilan. Ciptakanlah aparat pajak atau instansi pemerintah yang terkait yang bebas dari KKN.


(4)

4. Kepada seluruh masyarakat atau wajib pajak ditumbuh kembangkanlah budaya sadar dan peduli pajak demi pembangunan daerah yang maju dan berkembang dan mempunyai kualitas yang tinggi bagi masyarakatnya.

5. Petugas pemungut pajak seharusnya melakukan penyuluhan kepada setiap daerah dan mensosialisasikan pentingnya membayar pajak bisa juga dengan cara membuat spanduk, membuat iklan baik dari media cetak maupun media elektronik.

6. Bagi wajib pajak yang mempunyai usaha hotel harus melakukan promosi besar-besaran dan juga memberikan pelayanan yang nyaman bagi subjek pajak.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Abdurahman, Sosiologi dan Metodologi Penelitian Hukum. 2009. Malang : UMM Press

Abut, Hilarious, Perpajakan . 2005. Jakarta. Diadit Media

Anshari, Tampil, Metodologi Penelitian Hukum Penulisan Skripsi. 2009. Medan. Pustaka Bangsa Press

B Ilyas, Wirawan dan Burton, Richard, Hukum Pajak. 2001. Jakarta. Salemba Empat Nasution, Faisal Akbar, Pemerintahan Daerah dan Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah. 2009. Jakarta: PT. SOFMEDIA.

R.Santoso Brotodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak. 1986. Bandung. Eresco Siahaan, Marihot Pahala, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2005. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Soemitro, Rochmat, Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan 1944. 1997. Bandung: Eresco. Cetakan ke - 8

Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. 2003. Jakarta. PT Grafindo Persada

Syofrin Syofyan dan Asyhar Hidayat, Hukum Pajak dan Permasalahannya. 2004. Bandung. Refika Aditama

Tunggul Anshari Setia Negara, Pengantar Hukum Pajak. 2008. Malang: Bayu Media Publishing. Cetakan ke - 2


(6)

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah Undang-undang Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah C. INTERNET

Juni 2015)

(diakses tanggal 15 Juni 2015)


Dokumen yang terkait

Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket

0 59 102

Tinjauan Yuridis Hukum Administrasi Negara Terhadap Pemungutan Pajak Hotel Di Kota Rantau Prapat Berdasarkan Perda Kabupaten Labuhanbatu Nomor 6 Tahun 2011

7 173 98

Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warnet (Tinjauan Kebijakan Sosial Untuk Mencegah dan Mengatasi Perilaku Menyimpang Pengguna Warnet)

5 93 159

Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket

3 76 102

Tinjauan Yuridis Hukum Administrasi Negara Terhadap Pemungutan Pajak Hotel Di Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2011

1 10 73

Tinjauan Yuridis Hukum Administrasi Negara Terhadap Pemungutan Pajak Hotel Di Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2011

0 0 7

Tinjauan Yuridis Hukum Administrasi Negara Terhadap Pemungutan Pajak Hotel Di Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2011

0 0 1

Tinjauan Yuridis Hukum Administrasi Negara Terhadap Pemungutan Pajak Hotel Di Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2011

0 0 13

Tinjauan Yuridis Hukum Administrasi Negara Terhadap Pemungutan Pajak Hotel Di Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2011

0 0 23

Tinjauan Yuridis Hukum Administrasi Negara Terhadap Pemungutan Pajak Hotel Di Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2011

0 0 2