BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Efek Ekstrak Etanol Daun Puguh Tanoh (Curanga fel-terrae Merr.) Terhadap Kadar Nitrogen Monooksida Plasma Darah Tikus Sebagai Terapi Pendamping Pada Penggunaan Doksorubisin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

  Uraian tumbuhan meliputi sistematika tumbuhan, nama daerah, nama asing, morfologi tumbuhan, dan khasiat tumbuhan.

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

  Sistematika tumbuhan pugun tanoh menurut Tjitrosoepomo (2001) adalah sebagai berikut: Subdivisi : Angiospermae Subkelas Famili : Curanga Spesies : Curanga fel-terrae Merr.

  Sinonim : Curanga amara Vahl., Curanga amara Juss., Curania

  amara R&S., Gratiola amara Roxb., Picria fel-terrae a

  Lour., dan Torenia cardiosepala Benth. (Anonim , 2012).

  2.1.2 Nama Daerah

  Nama daerah dari tumbuhan ini adalah pugun tanoh, pugun tana, pagon tanoh (Dairi), tamah raheut (Sunda), daun kukurang (Maluku), papaita

  b (Ternate) (Anonim , 2009).

  2.1.3 Nama Asing

  Pada beberapa negara lain tumbuhan ini dikenal dengan nama hempedu tanah, gelumak susu, rumput kerak nasi (Malaysia), sagai-uak (Filipina), kong

  c saden (Laos), dan thanh (Vietnam) (Anonim , 2007).

  2.1.4 Morfologi Tumbuhan

  Herba tahunan, tinggi lebih dari 40 cm, batang dengan cabang yang jarang, tegak atau melata, segiempat, berakar di buku-buku, berbulu halus yang padat. Daun tunggal, berhadapan, bundar telur, pangkal daun membaji sampai membundar, ujung daun agak melancip, tepi daun beringgit, berbulu halus.

  Pembungaan berupa tandan di ujung atau di batang, jumlah bunga 2-16, daun gagang kecil, melanset, mahkota bunga menabung, berbibir rangkap, gundul bagian luar, bagian dalam ada kelenjar bulu, bibir atas berwarna coklat kemerah-merahan, bibir bagian bawah berwarna putih. Buah kapsul lonjong, padat, berkatup dua, dengan beberapa biji. Biji membulat, diameter sekitar 0,6

  b mm (Anonim , 2009).

  2.1.5 Khasiat Tumbuhan

  Tumbuhan ini digunakan sebagai obat cacing untuk anak-anak, mengobati kolik (mulas mendadak dan hebat), malaria, menyembuhkan gatal- gatal dan penyakit kulit lainnya, mengatasi batuk dan rasa sesak di dada serta sebagai tonik (untuk menguatkan badan dan meningkatkan nafsu makan)

  b (Anonim , 2009).

2.2 Kandungan Kimia

  Daun puguh tanoh mengandung alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin, steroid/triterpenoid (Juwita, 2009; Sitorus, 2012), dan glikosida fenilpropanoid (Thuan, et. al., 2007).

2.2.1 Flavonoid

  Flavonoida merupakan salah satu golongan fenol alam yang tersebar luas pada tumbuhan hijau dan mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C -C -C yaitu dua cincin aromatik

  6

  3

  6

  yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga (Markham, 1988).

  Umumnya senyawa flavonoida dalam tumbuhan terikat dengan gula disebut sebagai glikosida dan aglikon flavonoida yang berbeda-beda mungkin saja terdapat pada satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida. Oleh karena itu dalam menganalisis flavonoida biasanya lebih baik memeriksa aglikon yang telah dihidrolisis dibandingkan dalam bentuk glukosida dengan kerumitan strukturnya. Flavonoida berkhasiat sebagai antioksidan, antibakteri, dan inflamasi (Harbone, 1987).

  2.2.2 Fenilpropanoid Senyawa fenilpropanoid merupakan salah satu kelompok senyawa fenol utama yang berasal dari jalur shikimat. Senyawa fenol ini mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari cincin benzen (C

  6 ) yang terikat pada ujung rantai karbon propana (C

  3 ) (Lenny, 2006). Secara biosintesis senyawa ini

  turunan asam amino protein aromatik, yaitu fenilalanina dan fenilpropanoid dapat mengandung satu sisa C

  6 -C 3 atau lebih. Yang paling tersebar luas ialah

  asam hidrosisinamat, suatu senyawa yang penting, bukan saja sebagai bangunan dasar lignin, tetapi juga berkaitan dengan pengaturan tumbuh dan pertahanan terhadap penyakit (Harbourne, 1987).

2.3 Ekstraksi

  Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Ditjen POM, 2000).

  Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995).

  Untuk ekstraksi Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah air, etanol, dan etanol-air atau eter. Penyarian pada perusahaan obat tradisional masih terbatas pada penggunaan penyari air, etanol, atau etanol-air (Ditjen POM, 1986).

  Ekstraksi dengan menggunakan pelarut terdiri dari 2 cara, yaitu: a. Cara dingin

  Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara dingin terdiri dari: i.

  Maserasi Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. ii.

  Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat).

  b.

  Cara panas Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara panas terdiri dari: i.

  Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. ii.

  Sokletasi Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. iii.

  Digesti Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

  o

  temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar (40-50 C). iv.

  Infus Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

  (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur

  o

  96-98 C) selama waktu tertentu (15-20 menit). v.

  Dekok Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).

2.4 Doksorubisin

  Doksorubisin adalah salah satu agen antikanker penting dalam penggunaan klinis, terutama pada kanker payudara, endometrium, ovarium, testikel, tiroid, hati, paru-paru, sarkoma pada jaringan halus, dan beberapa kanker pada anak-anak, termasuk neuroblastoma, Ewing’s sarcoma, osteosarkoma, dan rhabdomiosarkoma. Doksorubisin juga mempunyai aktivitas klinis pada gangguan hematologi, termasuk leukemia limfoblastik akut, multipel myeloma, dan limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin. Secara umum digunakan dalam kombinasi dengan agen antikanker lain (contohnya siklofosfamid, cisplatin, dan 5-FU) dan aktivitas klinis meningkat pada penggunaan dengan kombinasi dibandingkan dengan penggunaan tunggal (Chu, 2009).

  Antibiotik antrasiklin ini diisolasi dari Streptomyces peucetius var caesius , adalah obat antikanker yang paling luas digunakan (Nafrialdi, 2007).

  Antrasiklin memberikan kemampuan sitotoksik melalui empat mekanisme umum: (a) inhibisi topoisomerase II (b) mengikat dengan afinitas tinggi pada

  DNA melalui interkalasi, dengan terus menerus menghambat sintesis DNA dan RNA dan rantai DNA (c) menghasilkan radikal bebas semikuinon dan radikal bebas oksigen melalui proses reduksi yang bergantung pada besi dan dimediasi oleh enzim (d) mengikat pada membrane selular untuk mengubah ion transpor (Chu, 2009; Ewer, 2010). Namun mekanisme yang tepat bagaimana antrasiklin memberikan efek sitotoksik masih harus diinvestigasi dan sedang dikembangkan bahwa mekanisme radikal bebas adalah penyebab kardiotoksisitas yang berkaitan dengan antrasiklin (Chu, 2009).

  Pada penggunaan klinis, antrasiklin diadministrasi secara intravena. Antrasiklin dimetabolisme pada hati secara reduksi dan hidrolisis pada cincin substituen. Metabolit terhidroksilasi adalah spesies aktif sementara aglikon bersifat inaktif. Hampir 50% dari obat ini dieliminasi dalam bentuk feses melalui ekskresi bilier dan pengurangan dosis diperlukan pada keadaan disfungsi hati (Chu, 2009).

  Toksisitas utama dari penggunaan antrasiklin adalah mielosupresi, dengan neutropenia lebih sering diobservasi dibandingkan trombositopenia.

  Dua bentuk kardiotoksisitas yang diamati, yaitu akut dan kronik. Bentuk akut muncul dalam 2-3 hari berupa aritmia dan abnormalitas konduksi, perubahan elektrokardiografi, perikarditis, dan miokarditis. Bentuk ini sementara dan dalam kebanyakan kasus bersifat asimptomatik. Bentuk kronik disebabkan oleh pengaruh dosis, dilatasi kardiomiopati yang berkaitan dengan gagal jantung. Toksisitas kronik muncul sebagai hasil peningkatan produksi radikal bebas pada miokardium. Penggunaan dengan agen pengkhelasi besi dexrazone

  (ICRF-187) untuk sementara disetujui penggunaanya untuk mengurangi insidens toksisitas pada jantung (Chu, 2009).

  Miokardium mudah terserang radikal bebas karena kurangnya substansi biokimia untuk menangkal radikal bebas seperti superoksid dismutase, glutathion peroksidase, dan enzim katalase dibandingkan organ hati dan ginjal. Doksorubisin juga diketahui mempunyai afinitas yang tinggi terhadap kardiolipin, suatu komponen fosfolipid pada membran mitokondrial di otot jantung (Ewer, 2010; Ashrafi, 2012).

2.5 Nitrogen Monooksida (NO)

  Nitrogen monooksida, radikal bebas berupa gas yang telah lama dikenal sebagai polutan udara dan toksin yang potensial, adalah molekul pengsignal sel endogen yang mempunyai peran penting secara fisiologi (Brunton, 2008) dan secara langsung dapat berdifusi melalui membran sel dan meregulasi sejumlah proses fisiologis dan patofisiologis termasuk kardiovaskular, inflamasi, sistem imun, dan fungsi neuronal (Jaffrey, 2009).

  • NO, ditulis sebagai NO untuk mengindikasikan struktur kimia dengan elektron tak berpasangan, atau ditulis NO, adalah molekul pengsignal yang sangat reaktif yang dihasilkan oleh satu atau lebih dari tiga isoenzim NO sintase (NOS) yang berhubungan erat, yang masing-masing dikode oleh gen yang berbeda dan diberi nama berdasarkan tipe sel pertama yang diisolasi. Enzim tersebut adalah neuronal NOS (nNOS atau NOS-1), makrofag atau indusibel NOS (iNOS atau NOS-2), dan endothelial NOS (eNOS atau NOS-3). Masing-masing enzim ini diekspresikan dalam berbagai tipe sel, seringkali
distribusi overlapping. Isoform ini menghasilkan NO dari asam amino L-

  arginin melalui reaksi yang bergantung pada O

  2 dan NADPH . Reaksi

  enzimatis ini menggunakan kofaktor yang berikatan dengan enzim termasuk heme, tetrahidrobiopterin, dan flavin adenine dinukleotida (FAD). Pada nNOS dan eNOS, sintesis dipicu oleh proses yang meningkatkan konsentrasi kalsium sitosolik. Kalsium sitosolik membentuk kompleks dengan kalmodulin, protein pengikat kalsium dalam jumlah banyak, yang kemudian berikatan dan mengaktifkan eNOS dan nNOS. Sebaliknya, iNOS tidak diregulasi oleh kalsium, tetapi aktif secara konstitutif. Dalam makrofag dan beberapa jenis sel, mediator inflamasi menginduksi aktivasi gen iNOS, menghasilkan akumulasi iNOS dan peningkatan jumlah NO (Jaffrey, 2009).

  Toksisitas NO sebagian berhubungan dengan oksidasi lanjut dari NO menjadi NO

  2 . Selama terapi NO, sangat penting untuk mempertahankan

  pembentukan NO

  2 dalam kadar yang sangat rendah menggunakan filter dan scavenger yang tepat dan campuran gas kualitas tinggi. Dosis rendah NO

  selama penggunaan kronis menyebabkan inaktivasi surfaktan dan pembentukan peroksinitrit melalui interaksi dengan superoksida. Kemampuan NO untuk menginhibisi atau mengubah fungsi dari sejumlah protein yang mengandung besi dan heme menjadi penting untuk dilakukan investigasi lanjut mengenai potensial toksik dari NO dalam terapi. Pembentukan methemoglobinemia adalah komplikasi signifikan dari penghirupan NO dalam konsentrasi tinggi dan kematian telah dilaporkan akibat overdosis NO. Kadar methemoglobinemia dalam darah harus dimonitor selama penggunaan NO. NO dapat menginhibisi fungsi platelet dan telah menunjukkan peningkatan waktu perdarahan dalam beberapa studi. Pada pasien dengan gangguan fungsi ventrikel kiri, NO berpotensi untuk memperparah fungsi ventrikel kiri dengan mendilatasi sirkulasi pulmonal dan meningkatkan aliran darah ke ventrikel kiri sehingga meningkatkan tekanan atrium kiri dan pembentukan edema pulmonal (Brunton, 2008).

2.6 Spektrofotometri UV-Visible

  Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri UV-Vis terutama untuk senyawa yang semula tidak berwarna yang akan dianalisis dengan spektrofotometri visibel karena senyawa tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa yang berwarna. Berikut adalah tahapan-tahapan yang harus diperhatikan : a.

  Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis Hal ini diperlukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada daerah tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan merubah menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang digunakan harus memenuhi persyaratan yaitu : i. reaksinya selektif dan sensitif ii. reaksinya cepat, kuantitatif dan reprodusibel iii. hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama b. Waktu operasional (operating time)

  Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil.

  Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan.

  c.

  Pemilihan panjang gelombang Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu. Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimal, yaitu : i. pada panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar. ii.

  Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert - Beer akan terpenuhi. iii.

  Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang maksimal.

  d.

  Pembuatan kurva baku Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert - Beer terpenuhi maka kurva baku berupa garis lurus. Penyimpangan dari garis lurus biasanya disebabkan oleh kekuatan ion yang tinggi, perubahan suhu, dan reaksi ikutan yang terjadi. e.

  Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitans. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5% (kesalahan fotometrik) (Gandjar, 2007).

2.7 Pereaksi Griess

  Reaksi Griess pertama kali dideskripsikan pada 1879. Karena kemudahannya, reaksi Griess telah digunakan secara luas pada analisa sampel biologis seperti plasma, serum, urin, cairan serebrospinal, dan saliva. Pada metode ini, nitrit ditambahkan dengan reagen pendiazotasi seperti sulfanilamid dalam media asam untuk membentuk garam diazonium sementara. Hasil antara ini kemudian direaksikan dengan reagen pengkopel, N-naftil-etilendiamin (NED), untuk membentuk senyawa azo yang stabil. Reaksi selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Warna ungu yang dihasilkan memungkinkan untuk analisa nitrit dengan tingkat sensitivitas yang tinggi (Sun, 2003).

Dokumen yang terkait

Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut (Cavia porcellus) Terisolasi Secara In Vitro

8 98 122

Efek Penyembuhan Luka Bakar Dari Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Puguh Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.).

3 59 119

Efek Ekstrak Etanol Daun Puguh Tanoh (Curanga fel-terrae Merr.) Terhadap Kadar Nitrogen Monooksida Plasma Darah Tikus Sebagai Terapi Pendamping Pada Penggunaan Doksorubisin

7 95 89

Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut (Cavia porcellus) Terisolasi Secara In Vitro

0 0 45

Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut (Cavia porcellus) Terisolasi Secara In Vitro

0 0 16

Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut (Cavia porcellus) Terisolasi Secara In Vitro

1 3 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Skrining Fitokimia dan Karakterisasi Simplisia serta Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Majakani Terhadap Tikus

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Uji Antikanker Kombinasi Ekstrak Etil Asetat Daun Poguntano (Picria fel-terrae Lour.) dengan Doksorubisin Terhadap Sel Kanker Payudara Secara In Bitro

0 0 26

Efek Penyembuhan Luka Bakar Dari Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Puguh Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.).

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Pemanfaatan Ekstrak Daun Keben (Barringtonia asiatica Kurz.) Sebagai Pewarna Rambut

0 0 19