Efek Ekstrak Etanol Daun Puguh Tanoh (Curanga fel-terrae Merr.) Terhadap Kadar Nitrogen Monooksida Plasma Darah Tikus Sebagai Terapi Pendamping Pada Penggunaan Doksorubisin

(1)

EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN PUGUH TANOH

(Curanga fel-terrae Merr.) TERHADAP KADAR NITROGEN

MONOOKSIDA PLASMA DARAH TIKUS SEBAGAI

TERAPI PENDAMPING PADA PENGGUNAAN

DOKSORUBISIN

SKRIPSI

OLEH:

FENNIE SJAHRIAL NIM 091501067

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN PUGUH TANOH

(Curanga fel-terrae Merr.) TERHADAP KADAR NITROGEN

MONOOKSIDA PLASMA DARAH TIKUS SEBAGAI

TERAPI PENDAMPING PADA PENGGUNAAN

DOKSORUBISIN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

FENNIE SJAHRIAL NIM 091501067

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN PUGUH TANOH

(Curanga fel-terrae Merr.) TERHADAP KADAR NITROGEN

MONOOKSIDA PLASMA DARAH TIKUS SEBAGAI

TERAPI PENDAMPING PADA PENGGUNAAN

DOKSORUBISIN

OLEH:

FENNIE SJAHRIAL NIM 091501067

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 27 Agustus 2013

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Pembimbing II,

Medan, Oktober 2013 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 195301011983031004 Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt.

NIP 197806032005012004

Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, S.Si, M.Si., Apt. NIP 197506102005012003

Drs. Suryadi Achmad, M.S., Apt. NIP 195109081985031002

Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. NIP 197806032005012004

Marianne, S.Si., M.Si., Apt. NIP 198005202005012006


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah

melimpahkan anugerah dan kemurahan-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efek ekstrak etanol daun puguh tanoh

(Curanga fel-terrae Merr.) terhadap kadar nitrogen monooksida plasma darah tikus sebagai terapi pendamping pada penggunaan Doksorubisin”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana

Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan rasa hormat dan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio

Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara yang telah memberikan fasilitas dan bantuan selama masa pendidikan

dan penelitian, kepada Ibu Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt., dan Ibu

Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, S.Si., M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang

telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan bantuan selama masa

penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan

ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., Ibu Marianne,

S.Si., M.Si., Apt. dan Bapak Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt. selaku dosen

penguji yang telah memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini serta

kepada Ibu Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing


(5)

Ucapan terima kasih serta penghargaan yang tulus dan tak terhingga

penulis sampaikan kepada orangtua tersayang Ayahanda Herry Sjahrial dan

Ibunda Nina Tandiono, kakak Lannie Sjahrial dan adik Jovian Sjahrial serta

kakek (Alm.) Herman Sjahrial atas doa dan dukungan baik moril maupun

materiil kepada penulis selama masa perkuliahan hingga selesainya

penyusunan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar,

asisten laboratorium, kakak-kakak, abang-abang dan teman-teman

seperjuangan angkatan 2009 khususnya Masinis 09 dan Farmasi B’09 atas

motivasi dan segala bantuan selama perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan balasan yang berlipat

ganda kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Tiada gading yang tak retak, begitu juga halnya dengan skripsi ini. Penulis

menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,

dengan kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat

membangun dari semua pihak untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata

penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan

khususnya bidang farmasi.

Medan, Agustus 2013 Penulis,

Fennie Sjahrial 091501067


(6)

EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN PUGUH TANOH (Curanga fel-terrae Merr.) TERHADAP KADAR NITROGEN MONOOKSIDA PLASMA DARAH TIKUS SEBAGAI TERAPI

PENDAMPING PADA PENGGUNAAN DOKSORUBISIN ABSTRAK

Doksorubisin adalah agen kemoterapi golongan antrasiklin yang digunakan pada pengobatan kanker, namun penggunaannya terbatas karena menyebabkan kardiotoksisitas yang diduga akibat peningkatan nitrogen monooksida yang diinduksi oleh Doksorubisin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian ekstrak etanol daun puguh tanoh terhadap kadar NO plasma darah yang diinduksi Doksorubisin.

Penelitian ini meliputi karakterisasi simplisia dan ekstrak, skrining fitokimia simplisia dan ekstrak, pengujian pada hewan, dan pengukuran kadar NO plasma darah hewan. Kadar NO plasma diukur dalam bentuk nitrit dan nitrat menggunakan pereaksi Griess secara spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 540 nm. Penelitian ini menggunakan 5 kelompok perlakuan, yaitu kelompok blanko (tanpa perlakuan), kelompok kontrol ( CMC 0,5%), kelompok Doksorubisin, kelompok EEDPT, dan kelompok EEDPT+Doksorubisin.

Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia dan ekstrak secara berturut-turut diperoleh kadar air 5,99% dan 18,43%, kadar sari larut air 15,68% dan 59,40%, kadar sari larut etanol 12,38% dan 70,93%, kadar abu total 9,77% dan 7,29% serta kadar abu tidak larut asam 0,72% dan 0,58%. Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak menunjukkan adanya senyawa golongan flavonoid, glikosida, saponin dan steroid/triterpenoid. Hasil pengukuran dengan spektrofotometer UV-Vis menunjukkan peningkatan kadar nitrit dan nitrat plasma darah secara signifikan (n = 3, p < 0,05) kelompok yang diinduksi Doksorubisin (kadar nitrit 6,47883 ± 0,46676 μg/ml dan kadar nitrat 6,60247 ± 0,29809 μg/ml) dibandingkan dengan kelompok blanko (kadar nitrit 3,35680 ± 0,19305 μg/ml dan kadar nitrat 3,94413 ± 0,16062 μg/ml). Pemberian ekstrak etanol daun puguh tanoh menunjukkan penurunan kadar nitrit dan nitrat plasma darah yang signifikan (n = 3, p < 0,05) pada kelompok yang diberikan ekstrak etanol daun puguh tanoh+Doksorubisin (kadar nitrit 4,37688 ± 0,05355 μg/ml dan nitrat 4,59327 ± 0,24537 μg/ml) dibandingkan dengan kelompok yang diinduksi dengan Doksorubisin.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun puguh tanoh pada tikus yang diinduksi Doksorubisin dapat menurunkan kadar nitrit dan nitrat plasma darah tikus.


(7)

EFFECT OF ETHANOL EXTRACT OF PUGUH TANOH (Curanga fel-terrae Merr.) LEAVES ON BLOOD NITRIC OXIDE

LEVEL AS ADJUVANT THERAPY IN DOXORUBICIN ABSTRACT

Doxorubicin is an anthracycline class of chemotherapeutic agents used in cancer treatment, but its use is limited due to its cardiotoxicity that is caused by increased nitric oxide level. This study aimed to determine the effect of ethanol extract of puguh tanoh leaves on blood NO level in Doxorubicin-induced rat.

This research included the characterization of simplex and extract, phytochemical screening of simplex and extract, animal testing, and measurement of blood plasma NO level. Plasma NO level were measured in the form of nitrite and nitrate using the Griess reagent by UV-Vis spectrophotometry at wavelength 540 nm. This study used 5 groups, blank group (without treatment), control group (0.5% CMC), Doxorubicin group, EEDPT group, and EEDPT + Doxorubicin group.

Results of the examination showed characteristic of simplex and extract respectively were water content 5.99% and 18.43%, water-soluble extract 15.68% and 59.40%, ethanol-soluble extract 12.38% and 70.93% , total ash content 9.77% and 7.29% and acid- insoluble ash 0.72% and 0.58%. Phytochemical screening results indicated the presence of flavonoid, glycosides, saponins and steroids / triterpenoids compounds in both simplex and extract. Measurement results by UV-Vis spectrophotometer showed significant increased of blood plasma nitrite and nitrate level (n = 3, p < 0.05) in Doxorubicin-induced group (nitrite level 6.47883 ± 0.46676 μg/ml and nitrate levels 6.60247 ± 0.29809 μg/ml) compared to the blank group (nitrite level 3.35680 ± 0.19305 μg/ml and nitrate level 3.94413 ± 0.16062 μg/ml). Ethanol extract of puguh tanoh leaves showed significant decreased of blood plasma nitrite and nitrate level (n = 3, p < 0.05) in group given with ethanol extract of puguh tanoh + Doxorubicin (nitrite level 4.37688 ± 0.05355 μg/ml and nitrate level 4.59327 ± 0.24537 μg/ml) compared with the group induced by Doxorubicin.

From the research it can be concluded that ethanol extract of puguh tanoh leaves can decrease blood plasma nitrite and nitrate level in Doxorubicin-induced rats.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Uraian Tumbuhan ... 6

2.1.1 Sistematika Tumbuhan ... 6


(9)

2.1.3 Nama Asing ... 7

2.1.4 Morfologi Tumbuhan ... 7

2.1.5 Khasiat Tumbuhan ... 7

2.2 Kandungan Kimia ... 8

2.2.1 Flavonoid ... 8

2.2.2 Fenilpropanoid ... 8

2.3 Ekstraksi ... 9

2.4 Doksorubisin ... 11

2.5 Nitrogen Monooksida (NO) ... 13

2.6 Spektrofotometri UV-Vis ... 15

2.7 Pereaksi Griess ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Alat-alat ... 18

3.2 Bahan-bahan ... 19

3.3 Prosedur Pembuatan Simplisia ... 19

3.3.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan ... 19

3.3.2 Identiikasi Tumbuhan ... 19

3.3.3 Pembuatan Simplisia ... 20

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia dan Ekstrak ... 20

3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik dan Organoleptik ... 20

3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik ... 20

3.4.3 Penetapan Kadar Air ... 21


(10)

3.4.5 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol ... 22

3.4.6 Penetapan Kadar Abu Total ... 22

3.4.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut dalam Asam ... 23

3.5 Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak ... 23

3.5.1 Pemeriksaan Flavanoid ... 23

3.5.2 Pemeriksaan Alkaloid ... 24

3.5.3 Pemeriksaan Saponin ... 25

3.5.4 Pemeriksaan Tanin ... 25

3.5.5 Pemeriksaan Glikosida ... 25

3.5.6 Pemeriksaan Steroid / Triterpenoid ... 26

3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Puguh Tanoh ... 26

3.7 Pembuatan Pereaksi ... 27

3.7.1 Pembuatan Suspensi Na-CMC 0,5% ... 27

3.7.2 Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Daun Puguh Tanoh (EEDPT) 5% ... 27

3.7.3 Pembuatan Pereaksi TCA 20% b/v ... 27

3.7.4 Pembuatan Larutan Asam Asetat Glasial 15% v/v ... 27

3.7.5 Pembuatan Pereaksi Griess ... 27

3.7.5.1 Pembuatan Pereaksi Asam Sulfanilat 1% b/v .. 28

3.7.5.2 Pembuatan Pereaksi NED 0,1% b/v ... 28

3.8 Penyiapan Hewan Percobaan ... 28

3.9 Perlakuan Hewan Percobaan ... 28

3.10 Penyiapan Plasma Darah Tikus ... 29


(11)

3.11.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Nitrit ... 29

3.11.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Nitrit Baku ... 30

3.11.3 Penentuan Waktu Kerja Nitrit Baku ... 30

3.11.4 Penentuan Kurva Kalibrasi Nitrit Baku ... 30

3.11.5 Pengukuran Kadar Nitrit dalam Plasma ... 31

3.11.6 Pengukuran Kadar Nitrat dalam Plasma ... 31

3.12 Analisis Data ... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak ... 32

4.2 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak ... 34

4.3 Hasil Pengukuran Kadar Nitrit dan Nitrat dalam Plasma Darah ... 35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

5.1 Kesimpulan ... 40

5.2 Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak ... 33

Tabel 4.2 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak ... 34


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

Gambar 2 .1 Skema Reaksi Diazotasi ... 17


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Bagan Kerja Penelitian ... 44

Lampiran 2 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 45

Lampiran 3 Gambar Tumbuhan dan Daun Puguh Tanoh ... 46

Lampiran 4 Gambar Simplisia Daun Puguh Tanoh ... 47

Lampiran 5 Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Daun Puguh Tanoh 48 Lampiran 6 Alat – alat Yang Digunakan ... 49

Lampiran 7 Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Air Serbuk Simplisia Daun Puguh Tanoh ... 51

Lampiran 8 Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air Serbuk Simplisia Daun Puguh Tanoh ... 52

Lampiran 9 Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol Serbuk Simplisia Daun Puguh Tanoh .. 53

Lampiran 10 Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Abu Total Serbuk Simplisia Daun Puguh Tanoh ... 54

Lampiran 11 Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam Serbuk Simplisia Daun Puguh Tanoh . 55 Lampiran 12 Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Air Ekstrak Etanol Daun Puguh Tanoh ... 56

Lampiran 13 Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air Ekstrak Etanol Daun Puguh Tanoh ... 57

Lampiran 14 Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol Ekstrak Etanol Daun Puguh Tanoh .... 58

Lampiran 15 Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Abu Total Ekstrak Etanol Daun Puguh Tanoh... 59

Lampiran 16 Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam Ekstrak Etanol Daun Puguh Tanoh ... 60


(15)

Lampiran 17 Contoh Perhitungan Volume Suspensi Ekstrak dan Larutan Doksorubisin yang Diberikan

pada Hewan ... 61

Lampiran 18 Kurva Panjang Gelombang Maksimum Natrium Nitrit Baku ... 62

Lampiran 19 Tabel Operating Time Natrium Nitrit Baku ... 63

Lampiran 20 Kurva Kalibrasi Natrium Nitrit Baku ... 64

Lampiran 21 Perhitungan Persamaan Regresi Kurva Kalibrasi Nitrit ... 65

Lampiran 22 Contoh Perhitungan dan Tabel Kadar Nitrit dalam Plasma ... 66

Lampiran 23 Contoh Perhitungan dan Tabel Kadar Nitrat dalam Plasma ... 67

Lampiran 24 Hasil Analisis ANAVA ... 68

Lampiran 25 Data Orientasi Kadar Nitrit ... 71


(16)

EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN PUGUH TANOH (Curanga fel-terrae Merr.) TERHADAP KADAR NITROGEN MONOOKSIDA PLASMA DARAH TIKUS SEBAGAI TERAPI

PENDAMPING PADA PENGGUNAAN DOKSORUBISIN ABSTRAK

Doksorubisin adalah agen kemoterapi golongan antrasiklin yang digunakan pada pengobatan kanker, namun penggunaannya terbatas karena menyebabkan kardiotoksisitas yang diduga akibat peningkatan nitrogen monooksida yang diinduksi oleh Doksorubisin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian ekstrak etanol daun puguh tanoh terhadap kadar NO plasma darah yang diinduksi Doksorubisin.

Penelitian ini meliputi karakterisasi simplisia dan ekstrak, skrining fitokimia simplisia dan ekstrak, pengujian pada hewan, dan pengukuran kadar NO plasma darah hewan. Kadar NO plasma diukur dalam bentuk nitrit dan nitrat menggunakan pereaksi Griess secara spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 540 nm. Penelitian ini menggunakan 5 kelompok perlakuan, yaitu kelompok blanko (tanpa perlakuan), kelompok kontrol ( CMC 0,5%), kelompok Doksorubisin, kelompok EEDPT, dan kelompok EEDPT+Doksorubisin.

Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia dan ekstrak secara berturut-turut diperoleh kadar air 5,99% dan 18,43%, kadar sari larut air 15,68% dan 59,40%, kadar sari larut etanol 12,38% dan 70,93%, kadar abu total 9,77% dan 7,29% serta kadar abu tidak larut asam 0,72% dan 0,58%. Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak menunjukkan adanya senyawa golongan flavonoid, glikosida, saponin dan steroid/triterpenoid. Hasil pengukuran dengan spektrofotometer UV-Vis menunjukkan peningkatan kadar nitrit dan nitrat plasma darah secara signifikan (n = 3, p < 0,05) kelompok yang diinduksi Doksorubisin (kadar nitrit 6,47883 ± 0,46676 μg/ml dan kadar nitrat 6,60247 ± 0,29809 μg/ml) dibandingkan dengan kelompok blanko (kadar nitrit 3,35680 ± 0,19305 μg/ml dan kadar nitrat 3,94413 ± 0,16062 μg/ml). Pemberian ekstrak etanol daun puguh tanoh menunjukkan penurunan kadar nitrit dan nitrat plasma darah yang signifikan (n = 3, p < 0,05) pada kelompok yang diberikan ekstrak etanol daun puguh tanoh+Doksorubisin (kadar nitrit 4,37688 ± 0,05355 μg/ml dan nitrat 4,59327 ± 0,24537 μg/ml) dibandingkan dengan kelompok yang diinduksi dengan Doksorubisin.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun puguh tanoh pada tikus yang diinduksi Doksorubisin dapat menurunkan kadar nitrit dan nitrat plasma darah tikus.


(17)

EFFECT OF ETHANOL EXTRACT OF PUGUH TANOH (Curanga fel-terrae Merr.) LEAVES ON BLOOD NITRIC OXIDE

LEVEL AS ADJUVANT THERAPY IN DOXORUBICIN ABSTRACT

Doxorubicin is an anthracycline class of chemotherapeutic agents used in cancer treatment, but its use is limited due to its cardiotoxicity that is caused by increased nitric oxide level. This study aimed to determine the effect of ethanol extract of puguh tanoh leaves on blood NO level in Doxorubicin-induced rat.

This research included the characterization of simplex and extract, phytochemical screening of simplex and extract, animal testing, and measurement of blood plasma NO level. Plasma NO level were measured in the form of nitrite and nitrate using the Griess reagent by UV-Vis spectrophotometry at wavelength 540 nm. This study used 5 groups, blank group (without treatment), control group (0.5% CMC), Doxorubicin group, EEDPT group, and EEDPT + Doxorubicin group.

Results of the examination showed characteristic of simplex and extract respectively were water content 5.99% and 18.43%, water-soluble extract 15.68% and 59.40%, ethanol-soluble extract 12.38% and 70.93% , total ash content 9.77% and 7.29% and acid- insoluble ash 0.72% and 0.58%. Phytochemical screening results indicated the presence of flavonoid, glycosides, saponins and steroids / triterpenoids compounds in both simplex and extract. Measurement results by UV-Vis spectrophotometer showed significant increased of blood plasma nitrite and nitrate level (n = 3, p < 0.05) in Doxorubicin-induced group (nitrite level 6.47883 ± 0.46676 μg/ml and nitrate levels 6.60247 ± 0.29809 μg/ml) compared to the blank group (nitrite level 3.35680 ± 0.19305 μg/ml and nitrate level 3.94413 ± 0.16062 μg/ml). Ethanol extract of puguh tanoh leaves showed significant decreased of blood plasma nitrite and nitrate level (n = 3, p < 0.05) in group given with ethanol extract of puguh tanoh + Doxorubicin (nitrite level 4.37688 ± 0.05355 μg/ml and nitrate level 4.59327 ± 0.24537 μg/ml) compared with the group induced by Doxorubicin.

From the research it can be concluded that ethanol extract of puguh tanoh leaves can decrease blood plasma nitrite and nitrate level in Doxorubicin-induced rats.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Doksorubisin (DOX) adalah obat antikanker golongan antrasiklin yang

sangat efektif dan telah digunakan selama lebih dari empat dekade untuk

mengobati berbagai neoplasma pada manusia. Efek samping kardiotoksik dari

doksorubisin yang paling dikenal yaitu dilatasi kardiomiopati yang ireversibel

dan gagal jantung telah menjadi dilema bagi para onkologis dan kardiologis di

seluruh dunia sehingga penggunaan obat ini sangat terbatas pada pasien kanker

(Xi, et al., 2011).

Kardiotoksisitas yang diinduksi doksorubisin sebagian besar

disebabkan oleh terjadinya stres oksidatif tetapi mekanisme yang tepat belum

jelas. Beberapa hipotesis mekanisme kardiotoksisitas doksorubisin antara lain

tingginya konsentrasi nitrogen monooksida yang merupakan hasil dari induksi

iNOS dan pembentukan peroksinitrit bertanggung jawab pada toksisitas

doksorubisin (Andreadou, et al., 2007), pembentukan reactive oxygen species

(ROS) dan degradasi dari doksorubisin menjadi metabolit toksis doksorubisinol

(Raheem, et al., 2009) dan juga dilaporkan bahwa nitrogen monooksida adalah

radikal bebas yang berperan dalam etiologi kardiotoksisitas yang diinduksi

doksorubisin (Guerra, et al., 2005).

Tekanan oksidatif (oxidative stress) adalah suatu kondisi di mana


(19)

Pemberian antioksidan menunjukkan adanya pengaruh yang positif pada

kondisi ini (Silalahi, 2006).

Nitrogen monooksida (NO), radikal bebas diatomik dikenal berperan

terhadap tekanan vaskular dan mempunyai banyak peran pada fungsi dan

penyakit jantung, serta diketahui berperan penting pada patofisiologi berbagai

penyakit kardiovaskular. Kadar nitrogen monooksida pada plasma dapat

digunakan sebagai biomarker kerusakan miokard pada penggunaan

doksorubisin (Guerra, et al., 2005) dan penggunaan senyawa yang mempunyai

aktivitas antioksidan dan kemampuan untuk memodulasi kelebihan produksi

nitrogen monooksida dapat bersifat proteksi terhadap kardiotoksisitas yang

diinduksi doksorubisin (Raheem, et al., 2009).

Pugun tanoh (Curanga fel-terrae Merr.), oleh masyarakat Desa Tiga

Lingga, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara dikenal dengan nama pugun

tanoh, pugun tana dan pagon tanoh serta digunakan sebagai obat untuk

mengobati berbagai macam penyakit seperti rematik, asam urat dan diabetes

(Juwita, 2009). Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan daun puguh

tanoh sebagai antiinflamasi (Juwita, 2009) dan antidiabetes (Sitorus, 2012).

Thuan, et al. (2007) menyatakan bahwa glikosida fenilpropanoid adalah

konstituen mayor dari Picria fel-terrae dan tumbuhan ini dapat bermanfaat

terhadap pengobatan penyakit pada manusia yang berhubungan dengan stres


(20)

Berdasarkan uraian tersebut, maka diperlukan pengujian efek ekstrak

daun puguh tanoh terhadap kadar nitrogen monooksida pada tikus yang

diinduksi doksorubisin.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka perumusan masalah pada

penelitian ini adalah:

a. apakah parameter karakteristik serbuk simplisia dan ekstrak daun puguh

tanoh dapat ditentukan sehingga bisa dijadikan sebagai acuan untuk

standardisasi simplisia karena tumbuhan ini belum tercantum di dalam

Materia Medika Indonesia (MMI)?

b. apakah golongan senyawa kimia yang terkandung di dalam serbuk simplisia

dan ekstrak daun puguh tanoh?

c. apakah pemberian ekstrak etanol daun puguh tanoh dapat menurunkan kadar

nitrogen monooksida pada plasma darah tikus yang diinduksi oleh

Doksorubisin?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian

ini adalah:

a. parameter karakteristik serbuk simplisia daun puguh tanoh dapat ditentukan,

sehingga bisa dijadikan sebagai acuan untuk standardisasi simplisia karena


(21)

b. golongan senyawa kimia yang terdapat pada daun puguh tanoh adalah

alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, steroid/triterpenoid dan tanin.

c. pemberian ekstrak etanol daun puguh tanoh dapat menurunkan kadar

nitrogen monooksida pada plasma darah tikus.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

a. karakteristik serbuk simplisia daun puguh tanoh sehingga dapat dijadikan

acuan untuk standardisasi simplisia dalam Materia Medika Indonesia

(MMI).

b. golongan senyawa kimia yang terkandung dalam daun puguh tanoh.

c. efek pemberian ekstrak etanol daun puguh tanoh terhadap kadar nitrogen

monooksida plasma darah tikus yang diinduksi Doksorubisin.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi karakteristik dan

skrin fitokimia mengenai daun puguh tanoh sehingga dapat menambah

inventaris tanaman obat berkhasiat dan juga memberikan informasi

penggunaan daun puguh tanoh sebagai terapi pendamping untuk mengurangi

efek samping kardiotoksisitas pada penggunaan doksorubisin.


(22)

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan kerangka pikir penelitian

sebagai berikut ini:

Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian Karakteristik

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

1. Makroskopik 2. Mikroskopik 3. Kadar air

4. Kadar sari larut dalam air 5. Kadar sari larut dalam

etanol

6. Kadar abu total 7. Kadar abu tidak larut

asam

Daun puguh tanoh

Skrin 1. Alkaloid 2. Flavonoid 3. Glikosida 4. Saponin 5. Tanin

6. Steroid / triterpenoid

Ekstrak etanol daun puguh tanoh

Suspensi Na-CMC 0,5%

μg/ml Doksorubisin

10 mg/kg BB

Kadar nitrit dan nitrat dalam plasma Suspensi EEDPT

300 mg/kg BB

Suspensi EEDPT 300 mg/kg BB +

Doksorubisin 10 mg/kg BB


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi sistematika tumbuhan, nama daerah, nama

asing, morfologi tumbuhan, dan khasiat tumbuhan.

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Sistematika tumbuhan pugun tanoh menurut Tjitrosoepomo (2001)

adalah sebagai berikut:

Subdivisi : Angiospermae

Subkelas

Famili

: Curanga

Spesies : Curanga fel-terrae Merr.

Sinonim : Curanga amara Vahl., Curanga amara Juss., Curania

amara R&S., Gratiola amara Roxb., Picria fel-terrae

Lour., dan Torenia cardiosepala Benth. (Anonima, 2012).


(24)

2.1.2 Nama Daerah

Nama daerah dari tumbuhan ini adalah pugun tanoh, pugun tana, pagon

tanoh (Dairi), tamah raheut (Sunda), daun kukurang (Maluku), papaita

(Ternate) (Anonimb, 2009). 2.1.3 Nama Asing

Pada beberapa negara lain tumbuhan ini dikenal dengan namahempedu

tanah, gelumak susu, rumput kerak nasi (Malaysia), sagai-uak (Filipina), kong

saden (Laos), dan thanh (Vietnam) (Anonimc, 2007). 2.1.4 Morfologi Tumbuhan

Herba tahunan, tinggi lebih dari 40 cm, batang dengan cabang yang

jarang, tegak atau melata, segiempat, berakar di buku-buku, berbulu halus yang

padat. Daun tunggal, berhadapan, bundar telur, pangkal daun membaji sampai

membundar, ujung daun agak melancip, tepi daun beringgit, berbulu halus.

Pembungaan berupa tandan di ujung atau di batang, jumlah bunga 2-16, daun

gagang kecil, melanset, mahkota bunga menabung, berbibir rangkap, gundul

bagian luar, bagian dalam ada kelenjar bulu, bibir atas berwarna coklat

kemerah-merahan, bibir bagian bawah berwarna putih. Buah kapsul lonjong,

padat, berkatup dua, dengan beberapa biji. Biji membulat, diameter sekitar 0,6

mm (Anonimb, 2009). 2.1.5 Khasiat Tumbuhan

Tumbuhan ini digunakan sebagai obat cacing untuk anak-anak,

mengobati kolik (mulas mendadak dan hebat), malaria, menyembuhkan


(25)

sebagai tonik (untuk menguatkan badan dan meningkatkan nafsu makan)

(Anonimb, 2009).

2.2 Kandungan Kimia

Daun puguh tanoh mengandung alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin,

tanin, steroid/triterpenoid (Juwita, 2009; Sitorus, 2012), dan glikosida

fenilpropanoid (Thuan, et. al., 2007).

2.2.1 Flavonoid

Flavonoida merupakan salah satu golongan fenol alam yang tersebar

luas pada tumbuhan hijau dan mengandung 15 atom karbon dalam inti

dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6 yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat

membentuk cincin ketiga (Markham, 1988).

Umumnya senyawa flavonoida dalam tumbuhan terikat dengan gula

disebut sebagai glikosida dan aglikon flavonoida yang berbeda-beda mungkin

saja terdapat pada satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida.

Oleh karena itu dalam menganalisis flavonoida biasanya lebih baik memeriksa

aglikon yang telah dihidrolisis dibandingkan dalam bentuk glukosida dengan

kerumitan strukturnya. Flavonoida berkhasiat sebagai antioksidan, antibakteri,

dan inflamasi (Harbone, 1987).

2.2.2 Fenilpropanoid

Senyawa fenilpropanoid merupakan salah satu kelompok senyawa fenol

utama yang berasal dari jalur shikimat. Senyawa fenol ini mempunyai


(26)

ujung rantai karbon propana (C3) (Lenny, 2006). Secara biosintesis senyawa ini turunan asam amino protein aromatik, yaitu fenilalanina dan fenilpropanoid

dapat mengandung satu sisa C6-C3 atau lebih. Yang paling tersebar luas ialah asam hidrosisinamat, suatu senyawa yang penting, bukan saja sebagai

bangunan dasar lignin, tetapi juga berkaitan dengan pengaturan tumbuh dan

pertahanan terhadap penyakit (Harbourne, 1987).

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair

(Ditjen POM, 2000).

Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan kental yang

diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia

hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua

pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian

sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995).

Untuk ekstraksi Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai

cairan penyari adalah air, etanol, dan etanol-air atau eter. Penyarian pada

perusahaan obat tradisional masih terbatas pada penggunaan penyari air,

etanol, atau etanol-air (Ditjen POM, 1986).

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut terdiri dari 2 cara, yaitu:

a. Cara dingin


(27)

i. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur

ruangan.

ii. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses

terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap

perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus

sampai diperoleh ekstrak (perkolat).

b. Cara panas

Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara panas terdiri dari:

i. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan

dengan adanya pendingin balik.

ii. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu

dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

iii. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada


(28)

iv. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur

96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit). v. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan

temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).

2.4 Doksorubisin

Doksorubisin adalah salah satu agen antikanker penting dalam

penggunaan klinis, terutama pada kanker payudara, endometrium, ovarium,

testikel, tiroid, hati, paru-paru, sarkoma pada jaringan halus, dan beberapa

kanker pada anak-anak, termasuk neuroblastoma, Ewing’s sarcoma,

osteosarkoma, dan rhabdomiosarkoma. Doksorubisin juga mempunyai aktivitas

klinis pada gangguan hematologi, termasuk leukemia limfoblastik akut,

multipel myeloma, dan limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin. Secara umum

digunakan dalam kombinasi dengan agen antikanker lain (contohnya

siklofosfamid, cisplatin, dan 5-FU) dan aktivitas klinis meningkat pada

penggunaan dengan kombinasi dibandingkan dengan penggunaan tunggal

(Chu, 2009).

Antibiotik antrasiklin ini diisolasi dari Streptomyces peucetius var

caesius, adalah obat antikanker yang paling luas digunakan (Nafrialdi, 2007).

Antrasiklin memberikan kemampuan sitotoksik melalui empat mekanisme


(29)

DNA melalui interkalasi, dengan terus menerus menghambat sintesis DNA dan

RNA dan rantai DNA (c) menghasilkan radikal bebas semikuinon dan radikal

bebas oksigen melalui proses reduksi yang bergantung pada besi dan dimediasi

oleh enzim (d) mengikat pada membrane selular untuk mengubah ion transpor

(Chu, 2009; Ewer, 2010). Namun mekanisme yang tepat bagaimana antrasiklin

memberikan efek sitotoksik masih harus diinvestigasi dan sedang

dikembangkan bahwa mekanisme radikal bebas adalah penyebab

kardiotoksisitas yang berkaitan dengan antrasiklin (Chu, 2009).

Pada penggunaan klinis, antrasiklin diadministrasi secara intravena.

Antrasiklin dimetabolisme pada hati secara reduksi dan hidrolisis pada cincin

substituen. Metabolit terhidroksilasi adalah spesies aktif sementara aglikon

bersifat inaktif. Hampir 50% dari obat ini dieliminasi dalam bentuk feses

melalui ekskresi bilier dan pengurangan dosis diperlukan pada keadaan

disfungsi hati (Chu, 2009).

Toksisitas utama dari penggunaan antrasiklin adalah mielosupresi,

dengan neutropenia lebih sering diobservasi dibandingkan trombositopenia.

Dua bentuk kardiotoksisitas yang diamati, yaitu akut dan kronik. Bentuk akut

muncul dalam 2-3 hari berupa aritmia dan abnormalitas konduksi, perubahan

elektrokardiografi, perikarditis, dan miokarditis. Bentuk ini sementara dan

dalam kebanyakan kasus bersifat asimptomatik. Bentuk kronik disebabkan oleh

pengaruh dosis, dilatasi kardiomiopati yang berkaitan dengan gagal jantung.

Toksisitas kronik muncul sebagai hasil peningkatan produksi radikal bebas


(30)

(ICRF-187) untuk sementara disetujui penggunaanya untuk mengurangi

insidens toksisitas pada jantung (Chu, 2009).

Miokardium mudah terserang radikal bebas karena kurangnya substansi

biokimia untuk menangkal radikal bebas seperti superoksid dismutase,

glutathion peroksidase, dan enzim katalase dibandingkan organ hati dan ginjal.

Doksorubisin juga diketahui mempunyai afinitas yang tinggi terhadap

kardiolipin, suatu komponen fosfolipid pada membran mitokondrial di otot

jantung (Ewer, 2010; Ashrafi, 2012).

2.5 Nitrogen Monooksida (NO)

Nitrogen monooksida, radikal bebas berupa gas yang telah lama dikenal

sebagai polutan udara dan toksin yang potensial, adalah molekul pengsignal sel

endogen yang mempunyai peran penting secara fisiologi (Brunton, 2008) dan

secara langsung dapat berdifusi melalui membran sel dan meregulasi sejumlah

proses fisiologis dan patofisiologis termasuk kardiovaskular, inflamasi, sistem

imun, dan fungsi neuronal (Jaffrey, 2009).

NO, ditulis sebagai NO* untuk mengindikasikan struktur kimia dengan elektron tak berpasangan, atau ditulis NO, adalah molekul pengsignal yang

sangat reaktif yang dihasilkan oleh satu atau lebih dari tiga isoenzim NO

sintase (NOS) yang berhubungan erat, yang masing-masing dikode oleh gen

yang berbeda dan diberi nama berdasarkan tipe sel pertama yang diisolasi.

Enzim tersebut adalah neuronal NOS (nNOS atau NOS-1), makrofag atau

indusibel NOS (iNOS atau NOS-2), dan endothelial NOS (eNOS atau NOS-3).


(31)

distribusi overlapping. Isoform ini menghasilkan NO dari asam amino

L-arginin melalui reaksi yang bergantung pada O2- dan NADPH+. Reaksi enzimatis ini menggunakan kofaktor yang berikatan dengan enzim termasuk

heme, tetrahidrobiopterin, dan flavin adenine dinukleotida (FAD). Pada nNOS

dan eNOS, sintesis dipicu oleh proses yang meningkatkan konsentrasi kalsium

sitosolik. Kalsium sitosolik membentuk kompleks dengan kalmodulin, protein

pengikat kalsium dalam jumlah banyak, yang kemudian berikatan dan

mengaktifkan eNOS dan nNOS. Sebaliknya, iNOS tidak diregulasi oleh

kalsium, tetapi aktif secara konstitutif. Dalam makrofag dan beberapa jenis sel,

mediator inflamasi menginduksi aktivasi gen iNOS, menghasilkan akumulasi

iNOS dan peningkatan jumlah NO (Jaffrey, 2009).

Toksisitas NO sebagian berhubungan dengan oksidasi lanjut dari NO

menjadi NO2. Selama terapi NO, sangat penting untuk mempertahankan pembentukan NO2 dalam kadar yang sangat rendah menggunakan filter dan

scavenger yang tepat dan campuran gas kualitas tinggi. Dosis rendah NO

selama penggunaan kronis menyebabkan inaktivasi surfaktan dan pembentukan

peroksinitrit melalui interaksi dengan superoksida. Kemampuan NO untuk

menginhibisi atau mengubah fungsi dari sejumlah protein yang mengandung

besi dan heme menjadi penting untuk dilakukan investigasi lanjut mengenai

potensial toksik dari NO dalam terapi. Pembentukan methemoglobinemia

adalah komplikasi signifikan dari penghirupan NO dalam konsentrasi tinggi

dan kematian telah dilaporkan akibat overdosis NO. Kadar


(32)

dapat menginhibisi fungsi platelet dan telah menunjukkan peningkatan waktu

perdarahan dalam beberapa studi. Pada pasien dengan gangguan fungsi

ventrikel kiri, NO berpotensi untuk memperparah fungsi ventrikel kiri dengan

mendilatasi sirkulasi pulmonal dan meningkatkan aliran darah ke ventrikel kiri

sehingga meningkatkan tekanan atrium kiri dan pembentukan edema pulmonal

(Brunton, 2008).

2.6 Spektrofotometri UV-Visible

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan

spektrofotometri UV-Vis terutama untuk senyawa yang semula tidak berwarna

yang akan dianalisis dengan spektrofotometri visibel karena senyawa tersebut

harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa yang berwarna. Berikut adalah

tahapan-tahapan yang harus diperhatikan :

a.Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis

Hal ini diperlukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada daerah

tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan merubah menjadi senyawa lain

atau direaksikan dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang digunakan harus

memenuhi persyaratan yaitu :

i. reaksinya selektif dan sensitif

ii. reaksinya cepat, kuantitatif dan reprodusibel

iii. hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama

b.Waktu operasional (operating time)

Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan


(33)

Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu

pengukuran dengan absorbansi larutan.

c. Pemilihan panjang gelombang

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah

panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih

panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan

antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada

konsentrasi tertentu. Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan

panjang gelombang maksimal, yaitu :

i. pada panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi

untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar.

ii. Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar

dan pada kondisi tersebut hukum Lambert - Beer akan terpenuhi.

iii. Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh

pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika

digunakan panjang gelombang maksimal.

d. Pembuatan kurva baku

Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai

konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi

diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi

dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert - Beer terpenuhi maka kurva baku

berupa garis lurus. Penyimpangan dari garis lurus biasanya disebabkan


(34)

e. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan

Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai

0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitans. Anjuran ini

berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau

0,5% (kesalahan fotometrik) (Gandjar, 2007).

2.7 Pereaksi Griess

Reaksi Griess pertama kali dideskripsikan pada 1879. Karena

kemudahannya, reaksi Griess telah digunakan secara luas pada analisa sampel

biologis seperti plasma, serum, urin, cairan serebrospinal, dan saliva. Pada

metode ini, nitrit ditambahkan dengan reagen pendiazotasi seperti sulfanilamid

dalam media asam untuk membentuk garam diazonium sementara. Hasil antara

ini kemudian direaksikan dengan reagen pengkopel, N-naftil-etilendiamin

(NED), untuk membentuk senyawa azo yang stabil. Reaksi selengkapnya dapat

dilihat pada Gambar 2.1. Warna ungu yang dihasilkan memungkinkan untuk

analisa nitrit dengan tingkat sensitivitas yang tinggi (Sun, 2003).


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental, meliputi

pengumpulan bahan tumbuhan, pembuatan simplisia, karakterisasi dan skrining

fitokimia simplisia, pembuatan ekstrak etanol daun puguh tanoh, karakterisasi

dan skrining fitokimia ekstrak, penyiapan hewan percobaan, perlakuan pada

hewan percobaan, pengukuran kadar nitrit dan nitrat plasma darah. Data hasil

penelitian dianalisis dengan metode analisis variansi (ANAVA) dengan tingkat

kepercayaan 95%, dilanjutkan dengan metode uji Duncan untuk melihat

perbedaan nyata antar perlakuan menggunakan program SPSS (Statistical

Product and Service Solution) versi 17. Penelitian ini dilakukan di

Laboratorium Farmakognosi, Laboratorium Farmakologi, dan Laboratorium

Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan Agustus

2012 sampai Maret 2013.

3.1 Alat – alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi blender (Philip),

lemari pengering (Memmert), neraca listrik (Mettler Toledo), neraca hewan

(GW-1500), rotary evaporator (Heidolph WB 2000), perkolator, water bath,

hotplate, tanur (Nabertherm), vortex V1 plus (Boeco Germany), alat

sentrifugasi (Dynamica), spektrofotometer UV-Visible (Shimadzu), spuit, oral


(36)

3.2 Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan

tumbuhan dan bahan kimia. Bahan tumbuhan yang digunakan adalah daun

puguh tanoh (Curanga fel-terrae Merr.). Bahan kimia yang digunakan adalah

etanol 96% (teknis), pereaksi bouchardat, dragendorff, mayer, besi (III) klorida

4,5% b/v, molish, timbal (II) asetat 0,4 M, asam sulfat 6 N, asam klorida 2 N,

Lieberman-Burchard, toluen, kloroform, asam klorida, kloralhidrat, Na-CMC

(Natrium-Carboxy Methyl Cellulose), larutan Doksorubisin HCl, asam asetat

glasial 15%, asam sulfanilat, N-(1-naftil) etilendiamina dihidroklorida (NED),

dan akuades (teknis).

3.3 Prosedur Pembuatan Simplisia 3.3.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan

Bahan tumbuhan yang digunakan adalah daun puguh tanoh (Curanga

fel-terrae Merr.) yang segar. Pengambilan bahan tumbuhan dilakukan secara

purposif tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain.

Bahan tumbuhan diambil dari Desa Tiga Lingga, Kabupaten Dairi, Provinsi

Sumatera Utara.

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di “Herbarium Bogoriense”, Bidang

Botani Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor. Identifikasi dilakukan oleh


(37)

3.3.3 Pembuatan Simplisia

Bahan tumbuhan daun puguh tanoh yang masih segar dikumpulkan,

dicuci bersih di bawah air mengalir, ditiriskan, dan ditimbang berat basahnya

(2,935 kg). Daun puguh tanoh selanjutnya dikeringkan di lemari pengering

hingga kering, dibuang benda-benda asing atau pengotoran-pengotoran lain

yang masih tertinggal pada simplisia (sortasi kering), ditimbang berat

keringnya ( 427 gram) kemudian diserbuk dan disimpan dalam wadah plastik

yang tertutup rapat.

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia dan Ekstrak

Pemeriksaan karakteristik simplisia dan ekstrak meliputi pemeriksaan

makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut

dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol, penetapan kadar abu total,

dan penetapan kadar abu tidak larut dalam asam (WHO, 1998; Ditjen POM,

1995).

3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik dan Organoleptik

Pemeriksaan makroskopik dan organolepik dilakukan dengan

mengamati bentuk, bau, dan rasa dari daun puguh tanoh segar dan simplisia

daun puguh tanoh.

3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia daun

puguh tanoh. Daun puguh tanoh dipotong melintang lalu diletakkan di atas

kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan


(38)

3.4.3 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan menurut metode Azeotropi (destilasi

toluena). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, pendingin, tabung

penyambung, tabung penerima 5 ml berskala 0,05 ml, alat penampung, dan

pemanas listrik.

Cara kerja :

Dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling ke dalam labu alas

bulat, lalu didestilasi selama 2 jam. Setelah itu, toluena dibiarkan mendingin

selama 30 menit, dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan

ketelitian 0,05 ml. Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk

simplisia yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15

menit. Setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes

tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan

dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam

pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit,

kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air

dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.

Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang

terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO,


(39)

3.4.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dan ekstrak dimaserasi selama 24 jam

dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter)

dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama,

kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat

pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata

yang telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang

telah dikeringkan (WHO, 1998; Ditjen POM, 1995).

3.4.5 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dan ekstrak dimaserasi selama 24 jam

dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali

selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring

cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan

sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan

dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 96% dihitung terhadap bahan yang telah

dikeringkan (WHO, 1998; Ditjen POM, 1995).

3.4.6 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia dan ekstrak dimasukkan dalam krus

porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar

perlahan-lahan sampai arang habis, jika arang masih tidak dapat dihilangkan,


(40)

dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus,

uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Kadar abu dihitung terhadap

bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1998; Ditjen POM, 1995).

3.4.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut dalam Asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml

asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas,

dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar

abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah

dikeringkan (WHO, 1998; Ditjen POM, 1995).

3.5 Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak

Skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak meliputi pemeriksaan

senyawa golongan flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, glikosida, dan

steroid/triterpenoid.

3.5.1 Pemeriksaan Flavanoid

Serbuk simplisia dan ekstrak masing-masing ditimbang 0,5 g, lalu

ditambahkan 10 ml metanol, direfluks selama 10 menit, disaring panas-panas

melalui kertas saring. Filtrat diencerkan dengan 10 ml air suling, setelah

dingin ditambahkan 5 ml petroleum eter, dikocok hati-hati, lalu didiamkan

sebentar. Lapisan metanol diambil, diuapkan pada temperatur 40oC, sisanya dilarutkan dalam 5 ml etilasetat, disaring. Filtratnya digunakan untuk uji


(41)

a. sebanyak 1 ml filtrat diuapkan sampai kering, sisa dilarutkan dalam 2 ml

etanol 96%, lalu ditambah 0,5 g serbuk Zn dan 2 ml asam klorida 2 N.

Didiamkan selama 1 menit. Kemudian ditambahkan 10 tetes asam klorida

pekat. Jika dalam waktu 2-5 menit terjadi warna merah intensif

menunjukkan adanya flavonoid (glikosida-3-flavonol).

b. sebanyak 1 ml filtrat diuapkan sampai kering, sisa dilarutkan dalam 1-2 ml

etanol 96%, lalu ditambah 0,1 g serbuk Mg dan 10 tetes asam klorida pekat.

Jika terjadi warna merah jingga sampai warna merah ungu menunjukkan

adanya flavonoid. Jika terjadi warna kuning jingga menunjukkan adanya

flavon, kalkon dan auron (Ditjen POM, 1995).

3.5.2 Pemeriksaan Alkaloid

Serbuk simplisia dan ekstrak masing-masing ditimbang sebanyak 0,5 g

kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan

di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang

diperoleh dipakai untuk tes alkaloid. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya

dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada masing-masing tabung reaksi :

a. ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer

b. ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat

c. ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff

Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua dari tiga


(42)

3.5.3 Pemeriksaan Saponin

Serbuk simplisia dan ekstrak masing-masing ditimbang sebanyak 0,5 g

dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas,

didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 menit. Jika terbentuk busa

setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan buih tidak hilang

dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin

(Ditjen POM,1995).

3.5.4 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dan ekstrak disari dengan 10 ml air

suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak

berwarna. Diambil 2 ml larutan dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III)

klorida 1%. Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman

menunjukkan adanya tanin (Ditjen POM, 1995).

3.5.5 Pemeriksaan Glikosida

Serbuk simplisia dan ekstrak masing-masing ditimbang sebanyak 3 g,

lalu disari dengan 30 ml campuran etanol 96%-air (7:3) dan 10 ml asam klorida

2 N, direfluks selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat,

ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok,

didiamkan selama 5 menit, lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran

kloroform-isopropanol (3:2) sebanyak 3 kali. Pada kumpulan sari lapisan

isopropanol diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50oC. Sisanya dilarutkan dengan 2 ml metanol untuk larutan percobaan. 0,1 ml larutan percobaan


(43)

Molish, kemudian ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat, terbentuk cincin

berwarna ungu pada batas cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (Ditjen

POM, 1995).

3.5.6 Pemeriksaan Steroid / Triterpenoid

Serbuk simplisia dan ekstrak masing-masing ditimbang sebanyak 1 g,

dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, disaring. Filtrat diuapkan

dalam cawan penguap dan pada sisanya ditambahkan pereaksi

Liebermann-Burchard melalui dinding cawan. Apabila terbentuk warna ungu atau merah

yang berubah menjadi biru ungu atau biru hijau menunjukkan adanya

triterpenoid/steroid (Harborne, 1987).

3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Puguh Tanoh

Sebanyak 300 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana tertutup

dan dibasahi dengan etanol 96%, kemudian dimaserasi selama 3 jam. Massa

dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan

hati-hati, kemudian cairan penyari dituangkan secukupnya sampai cairan mulai

menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, perkolator

ditutup dan dibiarkan 24 jam. Cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 ml

tiap menit, cairan penyari ditambahkan berulang-ulang secukupnya dengan

memasang botol cairan penyari di atas perkolator dan diatur kecepatan

penetesan cairan penyari sama dengan kecepatan menetes perkolat, sehingga

selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia. Perkolasi dihentikan jika

perkolat yang keluar telah jernih. Perkolat yang diperoleh dipekatkan dengan


(44)

3.7 Pembuatan Pereaksi

Pembuatan pereaksi mencakup pembuatan suspensi Na-CMC 0,5%,

pembuatan suspensi EEDPT 5%, pembuatan larutan TCA 20%, pembuatan

larutan asam asetat glasial 15%, pembuatan pereaksi Griess (larutan asam

sulfanilat 1% dan larutan NED 0,1%).

3.7.1 Pembuatan Suspensi Na-CMC 0,5%

Sebanyak 0,5 g Na-CMC ditaburkan dalam lumpang yang berisi ±20 ml

air suling panas. Didiamkan selama 15 menit lalu digerus hingga diperoleh

massa yang transparan, lalu digerus sampai homogen, diencerkan dengan air

suling, dihomogenkan, dan dimasukkan ke labu tentukur 100 ml, dicukupkan

volumenya dengan air suling hingga 100 ml.

3.7.2 Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Daun Puguh Tanoh (EEDPT) 5%

Sejumlah 1,25 g ekstrak etanol daun puguh tanoh dimasukkan ke dalam

lumpang dan ditambahkan suspensi Na-CMC 0,5% b/v sedikit demi sedikit

sambil digerus sampai homogen hingga 25 ml.

3.7.3 Pembuatan Pereaksi TCA 20% b/v

Sebanyak 20 g TCA dicukupkan dengan air suling hingga 100 ml.

3.7.4 Pembuatan Larutan Asam Asetat Glasial 15% v/v

Sebanyak 15 ml asam asetat glasial dicukupkan dengan air suling

hingga 100 ml.

3.7.5 Pembuatan Pereaksi Griess

Pereaksi Griess terdiri dari pereaksi asam sulfanilat 1% dan pereaksi


(45)

3.7.5.1 Pembuatan Pereaksi Asam Sulfanilat 1% b/v

Sebanyak 1 g asam sulfanilat dilarutkan ke dalam 100 ml asam asetat

glasial 15% v/v.

3.7.5.2 Pembuatan Pereaksi NED 0,1% b/v

Sebanyak 0,1 g NED dilarutkan ke dalam 100 ml asam asetat glasial

15%v/v.

3.8 Penyiapan Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah tikus putih

jantan galur Wistar dengan berat badan 200 – 250 g. Sebelum perlakuan,

hewan percobaan dikondisikan terlebih dahulu selama 1 minggu dengan

kondisi lingkungan, makanan, suhu, dan minuman yang sama. Setelah 1

minggu, dipilih tikus yang sehat ditandai dengan berat badan yang stabil atau

meningkat.

3.9 Perlakuan Hewan Percobaan

Tikus jantan galur Wistar sebanyak 15 ekor dengan berat badan

200-250 g ditimbang berat badannya, dikelompokkan secara acak menjadi 5

kelompok, sehingga setiap kelompok terdiri dari 3 ekor tikus dan diberi

perlakuan sebagai berikut:

Kelompok I : Tikus tidak diberikan perlakuan (blanko)

Kelompok II : Tikus diberikan suspensi 0,5% CMC-Na dosis 1% BB secara


(46)

Kelompok III : Tikus diberikan suspensi EEDPT dosis 300 mg/kg BB secara

oral

Kelompok IV : Tikus diberikan larutan Doksorubisin HCl 2 mg/ml dosis

10 mg/kg BB secara intraperitonial

Kelompok V : Tikus diberikan suspensi EEDPT dosis 300 mg/kg BB secara

oral dan pada hari kelima, 1 jam setelah pemberian suspensi

EEDPT tikus diberikan larutan Doksorubisin HCl 2 mg/ml

dosis 10 mg/kg BB secara intraperitonial

Semua hewan percobaan dikorbankan pada hari ketujuh dengan cara dislokasi

leher, kemudian diambil cuplikan darah melalui jantung tikus (cardiac

puncture) (Raheem, 2009).

3.10 Penyiapan Plasma Darah Tikus

Diambil 1,5 ml cuplikan darah dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge.

Ditambahkan 1,5 ml TCA 20% kemudian divortex dan disentrifugasi dengan

kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Diambil supernatan, dimasukkan ke

dalam vial, dan disimpan dalam lemari pembeku.

3.11 Pengukuran Kadar Nitrit dan Nitrat Pada Plasma 3.11.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Nitrit

Serbuk natrium nitrit dikeringkan pada suhu 110° C selama satu jam,

kemudian didinginkan dalam desikator. Ditimbang 100 mg natrium nitrit yang

telah dikeringkan dan didinginkan, kemudian dipindahkan dalam labu tentukur


(47)

volumenya sampai garis tanda (C = 1000,0 μg/ml) (LIB I). Dipipet 1 ml LIB I di atas dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml lalu diencerkan dengan

air suling sampai garis tanda (C = 10,0 μg/ml) (LIB II).

3.11.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Nitrit Baku

Dipipet 4 ml LIB II dan dimasukkan dalam labu tentukur 50 ml,

ditambahkan 2,5 ml pereaksi asam sulfanilat 1% b/v dan dikocok. Setelah 5

menit, ditambahkan 2,5 ml pereaksi NED 0,1% b/v dan dicukupkan dengan air

suling sampai garis tanda kemudian dihomogenkan. Diukur serapan pada

panjang gelombang 400-800 nm dengan blanko air suling (C = 0,8 μg/ml). 3.11.3 Penentuan Waktu Kerja Nitrit Baku

Dipipet 4 ml LIB II dan dimasukkan dalam labu tentukur 50 ml,

ditambahkan 2,5 ml pereaksi asam sulfanilat 1% b/v dan dikocok. Setelah 5

menit, ditambahkan 2,5 ml pereaksi NED 0,1% b/v dan dicukupkan dengan air

suling sampai garis tanda kemudian dihomogenkan. Diukur serapan pada

panjang gelombang maksimum 540 nm dalam selang waktu 1 menit selama 60

menit.

3.11.4 Penentuan Kurva Kalibrasi Nitrit Baku

Dari LIB II (C = 10,0 μg/ml), dipipet masing-masing sebanyak 0,25; 0,5; 0,75; 1; 2; 3; 4; 5 dan 6 ml (0,05 μg/ml; 0,1 μg/ml; 0,15 μg/ml; 0,2 μg/ml; 0,4 μg/ml; 0,6 μg/ml; 0,8 μg/ml; 1,0 μg/ml; 1,2 μg/ml). Masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml. Ditambahkan 2,5 ml pereaksi asam

sulfanilat 1% b/v pada setiap labu tentukur kemudian dikocok. Setelah 5 menit,


(48)

garis tanda dengan air suling dan dihomogenkan. Diukur serapan setelah menit

ke-12 dimana warna stabil pada panjang gelombang maksimum 540 nm.

3.11.5 Pengukuran Kadar Nitrit dalam Plasma

Sebanyak 1 ml plasma dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml.

Ditambahkan 2,5 ml pereaksi asam sulfanilat 1% b/v kemudian dikocok.

Setelah 5 menit, ditambahkan 2,5 ml pereaksi NED 0,1% b/v, dikocok, dan

diencerkan sampai garis tanda dengan air suling dan dihomogenkan. Diukur

serapan setelah menit ke-12 dimana warna stabil pada panjang gelombang

maksimum 540 nm.

3.11.6 Pengukuran Kadar Nitrat dalam Plasma

Sebanyak 1 ml plasma dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml.

Ditambahkan 10 mg serbuk Zn kemudian dikocok. Setelah 10 menit,

ditambahkan 2,5 ml pereaksi asam sulfanilat 1% b/v kemudian dikocok.

Setelah 5 menit, ditambahkan 2,5 ml pereaksi NED 0,1% b/v, dikocok, dan

diencerkan sampai garis tanda dengan air suling dan dihomogenkan. Diukur

serapan setelah menit ke-12 dimana warna stabil pada panjang gelombang

maksimum 540 nm.

3.12 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan metode analisis variansi

(ANAVA) dengan tingkat kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji post

hoc Duncan untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan. Analisis statistik


(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak

Hasil identifikasi tumbuhan dilakukan di “Herbarium Bogoriense”,

Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor menyebutkan bahwa

tumbuhan yang digunakan adalah tumbuhan puguh tanoh (Curanga fel-terrae

Merr.) famili Scrophulariaceae. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada

Lampiran 2 halaman 44.

Hasil pemeriksaan makroskopik daun puguh tanoh segar dicirikan

dengan daun berwarna hijau muda sampai hijau tua, berbentuk bulat telur, tepi

daun beringgit, ukuran daun dengan panjang 4 - 6 cm dan lebar 2 - 4 cm,

dengan tekstur permukaan daun yang kasar, berkerut-kerut, dan berbulu.

Gambar dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 45.

Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia daun puguh tanoh dicirikan

dengan daun berwarna hijau muda sampai hijau tua yang lebih pudar

dibandingkan dengan daun segar dan tepi daun mengerut. Gambar dapat dilihat

pada Lampiran 4 halaman 46.

Hasil pemeriksaan mikroskopik pada serbuk simplisia mempunyai

fragmen pengenal berupa trikoma uniseluler, berkas pembuluh angkut bentuk

spiral, kristal kalsium oksalat bentuk prisma, dan stomata dengan dua tipe yaitu

tipe diasitik dan anomositik. Gambar dapat dilihat pada Lampiran 5


(50)

Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia dan ekstrak dari daun puguh

tanoh dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil karakterisasi simplisia dan ekstrak daun puguh tanoh

No Karakteristik Hasil pemeriksaan (%)

Simplisia Ekstrak

1. 2. 3. 4. 5. Kadar air

Kadar sari larut air Kadar sari larut etanol Kadar abu total

Kadar abu tidak larut asam

5,99% 15,68% 12,38% 9,77% 0,72% 18,43% 59,40% 70,93% 7,29% 0,58%

Pengeringan simplisia dilakukan untuk mendapatkan simplisia yang

tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.

Penurunan mutu atau kerusakan simplisia dapat dicegah dengan mengurangi

kadar air dan penghentian reaksi enzimatik. Reaksi enzimatik tidak

berlangsung lagi bila kadar air dalam simplisia kurang dari 10% (BPOM RI,

2005; Trease dan Evans, 1983).

Karakterisasi simplisia lain seperti penetapan kadar sari yang larut

dalam etanol, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar abu

total, dan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam khusus untuk

simplisia daun puguh tanoh belum ada literatur yang mencantumkannya

sehingga tidak mempunyai standarisasi.

Penetapan kadar sari yang larut dalam air dan dalam etanol dilakukan

untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dalam air dan dalam

etanol dari suatu simplisia. Senyawa yang bersifat polar dan larut dalam air

akan tersari oleh air. Sedangkan senyawa-senyawa yang tidak larut dalam air


(51)

Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan

mineral internal yang terdapat di dalam simplisia yang diteliti serta senyawa

organik yang tersisa selama pembakaran.

Abu total terbagi dua yang pertama abu fisiologis adalah abu yang

berasal dari jaringan tumbuhan itu sendiri dan abu non fisiologis adalah sisa

setelah pembakaran yang berasal dari bahan-bahan dari luar yang terdapat pada

permukaan simplisia. Kadar abu tidak larut asam untuk menentukan jumlah

silika, khususnya pasir yang ada pada simplisia dengan cara melarutkan abu

total dalam asam klorida (WHO, 1998).

4.2 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak

Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa yang

terkandung dalam serbuk simplisia dan ekstrak daun puguh tanoh. Hasil

skrining dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak daun puguh tanoh

No. Golongan senyawa Hasil

Simplisia Ekstrak

1. Alkaloid - -

2. Flavonoid + +

3. Glikosida + +

4. Saponin + +

5. Tanin + +

6. Steroid/Triterpenoid + +

Keterangan: (+) positif : mengandung golongan senyawa (-) negatif : tidak mengandung golongan senyawa

Hasil skrining menunjukkan bahwa serbuk simplisia dan ekstrak daun

puguh tanoh mengandung senyawa golongan flavonoid, glikosida, saponin,


(52)

4.3 Hasil pengukuran kadar nitrat dan nitrit dalam plasma darah

Pengukuran nitrit dan nitrat, produk akhir yang stabil dari oksidasi

nitrogen oksida, adalah metode tidak langsung yang umum digunakan utuk

memonitor kadar nitrogen monooksida (NO) pada berbagai cairan tubuh.

Produksi NO endogen mempunyai hubungan yang erat dengan kadar

nitrit/nitrat di serum, plasma, dan urin. Oleh karena itu, perkiraan kadar

nitrit/nitrat adalah suatu pengukuran relatif terhadap produksi NO secara in

vivo (Sastry, et al., 2002).

Di dalam darah nitrat dibentuk secara langsung dari reaksi dioksigenasi

NO antara NO dan oksihemoglobin. NO bereaksi dengan oksihemoglobin

membentuk nitrat dan methemoglobin dengan persamaan NO + Fe+2 — O2  NO3- + Fe+3 . Nitrit juga dibentuk secara langsung pada darah melalui autooksidasi NO antara dua molekul NO dengan oksigen. Reaksi ini dikatalisis

oleh protein plasma ceruloplasmin dengan persamaan : 4 NO* + O2 + H2O  4 NO2- + 4H+ (Lundberg, et al., 2011).

Pengukuran kadar nitrit dan nitrat secara spektrofotometri UV-Vis pada

panjang gelombang 540 nm dengan pereaksi Griess (terdiri dari 1% asam

sulfanilat dan 0,1% NED dengan perbandingan 1:1) menggunakan prinsip

diazotasi nitrit dengan asam sulfanilat pada suasana asam menjadi senyawa azo

dan dengan penambahan NED akan membentuk warna ungu yang dapat diukur

pada panjang gelombang 540 nm. Kurva kalibrasi yang diperoleh yaitu


(53)

linieritas antara kadar (X) dengan absorbansi (Y). Operating time pada

penelitian ini adalah 12 menit.

Hasil pengukuran kadar nitrit dan nitrat dalam plasma darah dapat

dilihat pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.1.

Tabel 4.3 Kadar Nitrit dan Nitrat dalam Plasma Darah

Kelompok Rata-rata kadar Nitrit ± SD (μg/ml)

Rata-rata kadar Nitrat ± SD (μg/ml)

Blanko 3,35680 ± 0,19305 3,94413 ± 0,16062

Kontrol 2,64587 ± 0,24534 2,83133 ± 0,09273

DOX 6,47883 ± 0,46676 6,60247 ± 0,29809

EEDPT 0,63663 ± 0,14167 0,48205 ± 0,05352

EEDPT + DOX 4,37688 ± 0,05355 4,59327 ± 0,24537

Keterangan : * : mempunyai perbedaan signifikan terhadap kelompok blanko

# : mempunyai perbedaan signifikan terhadap kelompok DOX Gambar 4.1. Grafik Kadar Nitrit dan Nitrat dalam Plasma

* *

* *

* *


(54)

Penelitian ini menggunakan 5 kelompok yaitu kelompok I (blanko),

kelompok II (kontrol), kelompok III (DOX), kelompok IV (EEDPT), dan

kelompok V (EEDPT+DOX). Penggunaan kelompok blanko pada penelitian

bertujuan untuk mengetahui kadar nitrit dan nitrat plasma darah pada tikus

normal (tidak diberikan perlakuan). Hasil pengukuran pada kelompok blanko

diperoleh kadar nitrit 3,35680 ± 0,19305 μg/ml dan kadar nitrat 3,94413 ± 0,16062 μg/ml.

Hasil pengukuran pada kelompok II (kontrol), yang diberikan larutan

pembawa Na-CMC 0,5%, diperoleh kadar nitrit 2,64587 ± 0,24534 μg/ml dan kadar nitrat 2,83133 ± 0,09273 μg/ml. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian larutan pembawa Na-CMC 0,5% dapat menurunkan kadar nitrit dan

nitrat plasma secara signifikan dibandingkan dengan kelompok blanko (p <

0,05). Karboksimetilselulosa (CMC) adalah turunan selulosa yang digunakan

dalam formulasi pemberian obat dan menunjukkan aktivitas antioksidan berupa

resistensi terhadap degradasi OH* dan mampu menangkap ROS dan menghambat pembentukan O2- (Trombino, et al., 2012).

Hasil pengukuran pada kelompok III, yang diberikan Doksorubisin

dosis tunggal 10 mg/kg BB, diperoleh kadar nitrit 6,47883 ± 0,46676 μg/ml dan nitrat 6,60247 ± 0,29809 μg/ml. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian Doksorubisin dosis tunggal 10 mg/kg BB dapat meningkatkan kadar nitrit dan

nitrat pada plasma secara signifikan dibandingkan dengan kelompok blanko

(p < 0,05) dan kelompok kontrol (p < 0,05). Adanya peningkatan kadar NO


(55)

Ahmed, et al. (2001) bahwa kadar plasma NO meningkat secara signifikan

(p < 0,05) dalam 24 jam setelah pemberian dosis tunggal Doksorubisin 20

mg/kg BB, Guerra, et al. (2005) bahwa pemberian Doksorubisin dosis 1,5

mg/kg setiap minggu selama 9 minggu meningkatkan kadar plasma NO secara

signifikan (p < 0,05) dan Cecen, et al. (2009) bahwa pemberian dosis tunggal

Doksorubisin 10 mg/kg dapat meningkatkan kadar serum NO secara signifikan

(p < 0,05). Banyak penelitian menunjukkan mekanisme doksorubisin

menginduksi kardiomiopati melalui beberapa kejadian meliputi pembentukan

radikal bebas dan peroksidasi lipid pada membran kardiak (Ahmed, et al.,

2001). Doksorubisin dapat meningkatkan sintesis NO dan reactive oxygen

species seperti O2-, dimana kedua radikal ini dapat bereaksi membentuk peroksinitrit (ONOO-), sebuah molekul oksidan kuat yang dapat merupakan kontributor penting dalam disfungsi kardiak yang diinduksi Doksorubisin

(Guerra, et al., 2005).

Penelitian ini hanya menggunakan satu variasi dosis yaitu dosis 300

mg/kg BB karena berdasarkan hasil orientasi menggunakan dosis 100, 200,

300, 400 dan 500 mg/kg BB diperoleh penurunan kadar nitrat dan nitrit paling

tinggi pada pemberian dosis 300, 400, dan 500 mg/kg BB dan kadar nitrit dan

nitrat pada ketiga kelompok ini tidak memberikan perbedaan yang signifikan

(p > 0,05) sehingga digunakan dosis paling rendah dalam pengujian yaitu dosis

300 mg/kg BB. Data hasil orientasi dapat dilihat pada Lampiran 25 halaman 70


(56)

Hasil pengukuran pada kelompok IV yang diberikan EEDPT dosis 300

mg/kg BB diperoleh kadar nitrit 0,63663 ± 0,14167 μg/ml dan nitrat 0,48205 ± 0,05352 μg/ml. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian EEDPT dosis 300 mg/kg BB dapat menurunkan kadar nitrit dan nitrat pada plasma secara

signifikan dibandingkan dengan kelompok blanko (p < 0,05).

Hasil pengukuran pada kelompok V, yang diberikan EEDPT dosis 300

mg/kg BB sebelum pemberian Doksorubisin dosis tunggal 10 mg/kg BB,

diperoleh kadar nitrit 4,37688 ± 0,05355 μg/ml dan nitrat 4,59327 ± 0,24537 μg/ml. Hasil ini menunjukkan adanya penurunan kadar nitrit dan nitrat secara signifikan (p < 0,05) dibandingkan dengan kelompok III (doksorubisin) dan

kelompok IV (EEDPT) yang mempunyai makna bahwa pemberian EEDPT

dosis 300 mg/kg BB dapat menurunkan kadar nitrit dan nitrat yang dihasilkan

oleh doksorubisin dosis tunggal 10 mg/kg BB. Penurunan kadar nitrit dan nitrat

oleh EEDPT diduga karena adanya senyawa fenilpropanoid glikosida pada

tumbuhan puguh tanoh yang bersifat antioksidan dan dapat digunakan untuk


(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

a. parameter karakteristik serbuk simplisia dan ekstrak daun puguh tanoh

secara berturut-turut diperoleh kadar air 5,99% dan 18,43%, kadar sari larut

air 15,68% dan 59,40%, kadar sari larut etanol 12,38% dan 70,93%, kadar

abu total 9,77% dan 7,29% serta kadar abu tidak larut asam 0,72% dan

0,58%.

b. golongan senyawa kimia yang terkandung dalam serbuk simplisia dan

ekstrak daun puguh tanoh adalah flavonoid, glikosida, saponin, tanin, dan

steroid/triterpenoid.

c. pemberian ekstrak etanol daun puguh tanoh dosis 300 mg/kg BB dapat

menurunkan kadar nitrogen monooksida plasma darah tikus yang diinduksi

oleh Doksorubisin.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti berikutnya untuk melakukan histopatologi


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Andreadou, I., Sigala, F., Iliodromitis, E.K., Papaefthimiou, M., Sigalas, C., Aligiannis, N., Savvari, P., Gorgoulis, V., Papalabros, E., dan Kremastinos, D. Th. (2007). Acute doxorubicin cardiotoxicity is successfully treated with the phytochemicaloleuropein through suppression of oxidative and nitrosative stress. Elsevier. Journal of Molecular and Cellular Cardiology. 42(3): 549-558.

Anonim a. (2008). Curanga Amara. Tanggal akses 15 Desember 2012.

Anonim b. (2009). Sagai Usak. Tanggal akses 15 Desember 2012.

Anonim c. (2009). Picria fel-terrae Lour. Tanggal akses 15 Desember 2012.

Ahmed, M.M.S., Khattab, M.M., Gad, M.Z., dan Osman, A.M.M. (2001). Increased Plasma Endothelin-1 and Cardiac Nitric Oxide during Doxorubicin-Induced Cardiotoxicity. Pharmacology and Toxicology. 89: 140-144.

Ashrafi, J, Roshan, V. D., dan Mahjoub, S. (2012). Cardioprotective effects of aerobic regular exercise against doxorubicin-induced oxidative stress in rat. African Journal of Pharmacy and Pharmacology. 6 (31): 2380-2388.

Arafa, H.M., Ellah, M.F.A., dan Hafez, H.F. (2005). Abatement by Naringenin of Doxorubicin-Induced Cardiac Toxicity in Rats. Journal of the Egyptian Nat. Cancer Inst. 17(4): 291-300.

BPOM RI. (2005). Penyiapan Simplisia untuk Sediaan Herbal. Jakarta: Direktorat Obat Asli Indonesia. Hal. 12.

Brunton, L., Parker, K., Blumenthal, D., dan Buxton, I. (2008). Goodman and Gilman’s Manual of Pharmacology and Therapeutics. Singapore: McGraw-Hill Medical. Hal. 259.

Cecen, E., Dost, T., Culhaci, N., Karul, A., Ergur, B., dan Birincioglu, M. (2009). Protective Effect of Silymarin against Doxorubicin-Induced Toxicity. Asian Pacific J Cancer Prev. 12: 2697-2704.


(59)

Chu, E. dan Sartorelli, A.C. (2009). Cancer Chemotherapy. Dalam buku Basic and Clinical Pharmacology. 11th Edition. International Edition. Editor: Bertram G. Katzung, Susan B. Masters, dan Anthony J. Trevor. Singapore: McGraw-Hill Medical. Hal. 951-952.

Ditjen POM. (1986). Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1,7.

Ditjen POM. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 300- 306, 321, 325, 333-337.

Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 10-11.

Ewer, M. S. dan Ewer, S. M. (2010). Cardiotoxicity of Cancer Treatment: What the Cardiologist Needs to Know. Nature Reviews: Cardiology.7: 564-575.

Gandjar, I.G. dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hal. 252-256.

Guerra, J., Jesus, A.D., Borrero, P.S., Franco, A.R., Guez, E.R., dan Crespo, M.J. (2005). Plasma nitric oxide levels used as an indicator of doxorubicin-induced cardiotoxicity in rats. The Hematology Journal. 5: 584-588.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Terbitan Kedua. Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 49, 58.

Jaffrey, S.R. (2009). Nitric Oxide. Dalam buku Basic and Clinical Pharmacology. 11th Edition. International Edition. Editor: Bertram G. Katzung, Susan B. Masters, dan Anthony J. Trevor. Singapore: McGraw-Hill Medical. Hal. 331,332.

Juwita, N.A. (2009). Karakterisai Simplisia dan Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae Merr.) Terhadap Mencit Jantan. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Lenny, S. (2006). Senyawa Flavonoida, Fenilpropanoida dan Alkaloida. Karya

Ilmiah. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara.

Markham, K.R. (1988). Cara Mengidentifikasi Flavonoida. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 23-47.


(1)

Lampiran 23.

Contoh Perhitungan dan Tabel Kadar Nitrat dalamPlasma

Pada kelompok blanko diperoleh absorbansi (Y) = 0,050

Persamaan regresi :

Y = 0,539182X + 0,008468

X = 0,077028

Faktor pengenceran = 50

Perhitungan kadar

= X (konsentrasi) x Faktor pengenceran

= 0,077028 x 50

= 3,85140 μg/ml

Kelompok

Absorbansi (Y)

Konsentrasi (X)

Kadar (μg/ml)

Blanko

0,050

0,077028

3,85140

0,053

0,082592

4,12960

0,050

0,077028

3,85140

Kontrol

0,040

0,058481

2,92405

0,038

0,054772

2,73860

0,039

0,056627

2,83135

DOX

0,081

0,134522

6,72610

0,082

0,136377

6,81885

0,076

0,125249

6,26245

EEDPT

0,014

0,010259

0,512950

0,013

0,008405

0,42025

0,014

0,010259

0,512950

EEDPT + DOX

0,057

0,090010

4,50050

0,061

0,097430

4,87150


(2)

Lampiran 24.

Hasil Analisis ANAVA

Descriptives

N

Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence

Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower

Bound

Upper

Bound

kadar

nitrit

dalam

plasma

Blanko

3 3.3568000 .19305451 .11146007 2.8772260 3.8363740 3.20225 3.57320

Kontrol

3 2.6458667 .24533674 .14164523 2.0364164 3.2553169 2.46040 2.92405

DOX

3 6.4788333 .46675527 .26948128 5.3193490 7.6383177 5.98425 6.91160

EEDPT

3 .6366333 .14167251 .08179466 .2846993 .9885674

.51295

.79120

EEDPT+DOX 3 4.3768833 .05354924 .03091667 4.2438597 4.5099070 4.31505 4.40780

Total

15 3.4990033 2.00802634 .51847017 2.3869954 4.6110113

.51295 6.91160

kadar

nitrat

dalam

plasma

Blanko

3 3.9441333 .16061884 .09273333 3.5451340 4.3431327 3.85140 4.12960

Kontrol

3 2.8313333 .09272500 .05353480 2.6009917 3.0616750 2.73860 2.92405

DOX

3 6.6024667 .29809250 .17210379 5.8619638 7.3429695 6.26245 6.81885

EEDPT

3 .4820500 .05352037 .03090000 .3490980 .6150020

.42025

.51295

EEDPT+DOX 3 4.5932667 .24537454 .14166705 3.9837225 5.2028108 4.40780 4.87150

Total

15 3.6906500 2.09670175 .54136606 2.5295353 4.8517647

.42025 6.81885

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square

F

Sig.

kadar nitrit dalam plasma Between Groups

55.774 4

13.943 206.106 .000

Within Groups

.677 10

.068

Total

56.450 14

kadar nitrat dalam plasma Between Groups

61.174 4

15.293 410.388 .000

Within Groups

.373 10

.037


(3)

Lampiran 24 (lanjutan)

Multiple Comparisons

Dependent

Variable (I) kelompok (J) kelompok

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound kadar nitrit dalam plasma

LSD blanko Control .71093333* .21237051 .007 .2377423 1.1841243

DOX -3.12203333* .21237051 .000 -3.5952243 -2.6488423

EEDPT 2.72016667* .21237051 .000 2.2469757 3.1933577

EEDPT+DOX -1.02008333* .21237051 .001 -1.4932743 -.5468923

kontrol Blanko -.71093333* .21237051 .007 -1.1841243 -.2377423

DOX -3.83296667* .21237051 .000 -4.3061577 -3.3597757

EEDPT 2.00923333* .21237051 .000 1.5360423 2.4824243

EEDPT+DOX -1.73101667* .21237051 .000 -2.2042077 -1.2578257

DOX Blanko 3.12203333* .21237051 .000 2.6488423 3.5952243

Control 3.83296667* .21237051 .000 3.3597757 4.3061577

EEDPT 5.84220000* .21237051 .000 5.3690090 6.3153910

EEDPT+DOX 2.10195000* .21237051 .000 1.6287590 2.5751410

EEDPT Blanko -2.72016667* .21237051 .000 -3.1933577 -2.2469757

Control -2.00923333* .21237051 .000 -2.4824243 -1.5360423

DOX -5.84220000* .21237051 .000 -6.3153910 -5.3690090

EEDPT+DOX -3.74025000* .21237051 .000 -4.2134410 -3.2670590

EEDPT+DOX Blanko 1.02008333* .21237051 .001 .5468923 1.4932743

Control 1.73101667* .21237051 .000 1.2578257 2.2042077

DOX -2.10195000* .21237051 .000 -2.5751410 -1.6287590

EEDPT 3.74025000* .21237051 .000 3.2670590 4.2134410

kadar nitrat dalam plasma

LSD blanko Control 1.11280000* .15761919 .000 .7616026 1.4639974

DOX -2.65833333* .15761919 .000 -3.0095308 -2.3071359

EEDPT 3.46208333* .15761919 .000 3.1108859 3.8132808

EEDPT+DOX -.64913333* .15761919 .002 -1.0003308 -.2979359

kontrol Blanko -1.11280000* .15761919 .000 -1.4639974 -.7616026

DOX -3.77113333* .15761919 .000 -4.1223308 -3.4199359

EEDPT 2.34928333* .15761919 .000 1.9980859 2.7004808

EEDPT+DOX -1.76193333* .15761919 .000 -2.1131308 -1.4107359

DOX Blanko 2.65833333* .15761919 .000 2.3071359 3.0095308

Control 3.77113333* .15761919 .000 3.4199359 4.1223308

EEDPT 6.12041667* .15761919 .000 5.7692192 6.4716141

EEDPT+DOX 2.00920000* .15761919 .000 1.6580026 2.3603974

EEDPT Blanko -3.46208333* .15761919 .000 -3.8132808 -3.1108859


(4)

Lampiran 24 (lanjutan)

kadar nitrit dalam plasma

kelompok

N

Subset for alpha = 0.05

1

2

3

4

5

Duncan

a

EEDPT

3 .6366333

Kontrol

3

2.6458667

Blanko

3

3.3568000

EEDPT+DOX

3

4.3768833

DOX

3

6.4788333

Sig.

1.000

1.000

1.000

1.000

1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

kadar nitrat dalam plasma

kelompok

N

Subset for alpha = 0.05

1

2

3

4

5

Duncan

a

EEDPT

3 .4820500

Kontrol

3

2.8313333

Blanko

3

3.9441333

EEDPT+DOX

3

4.5932667

DOX

3

6.6024667

Sig.

1.000

1.000

1.000

1.000

1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.


(5)

Lampiran 25.

Data Orientasi Kadar Nitrit

Kelompok

Absorbansi

Konsentrasi

Kadar (μg/ml)

Kontrol

0,037

0,052917

2,64585

0,038

0,054772

2,73860

100mg/kgBB

0,029

0,038079

1,90395

0,025

0,030661

1,53305

200mg/kgBB

0,027

0,034371

1,71855

0,024

0,028807

1,44035

300mg/kgBB

0,015

0,012115

0,60575

0,016

0,013969

0,69845

400mg/kgBB

0,017

0,015824

0,79120

0,014

0,010259

0,51295

500mg/kgBB

0,015

0,012115

0,60575


(6)

Lampiran 26.

Data Orientasi Kadar Nitrat

Kelompok

Absorbansi

Konsentrasi

Kadar (

μg/ml)

Kontrol

0,040

0,058481

2,92405

0,039

0,056627

2,83135

100 mg/kgBB

0,030

0,039935

1,99675

0,027

0,034371

1,71855

200 mg/kgBB

0,029

0,038079

1,90395

0,025

0,030661

1,53305

300 mg/kgBB

0,015

0,012115

0,60575

0,017

0,015824

0,79120

400 mg/kgBB

0,018

0,017679

0,88395

0,017

0,015824

0,79120

500 mg/kgBB

0,018

0,017679

0,88395


Dokumen yang terkait

Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut (Cavia porcellus) Terisolasi Secara In Vitro

8 98 122

Uji Antikanker Kombinasi Ekstrak Etil Asetat Daun Poguntano (Picria fel-terrae Lour.) dengan Doksorubisin Terhadap Sel Kanker Payudara Secara In Bitro

8 96 158

Efek Penyembuhan Luka Bakar Dari Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Puguh Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.).

3 59 119

Uji In Vitro Aktivitas Antelmintik Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh [Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.]

8 91 106

Efek Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Terhadap Kadar Nitro Oxide Pada Tikus Jantan yang Diinduksi Doksorubisin

5 49 90

Uji In Vitro Aktivitas Antelmintik Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh [Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.]

5 56 106

Uji In Vitro Aktivitas Antelmintik Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh [Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.]

0 1 17

Efek Penyembuhan Luka Bakar Dari Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Puguh Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.).

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Efek Ekstrak Etanol Daun Puguh Tanoh (Curanga fel-terrae Merr.) Terhadap Kadar Nitrogen Monooksida Plasma Darah Tikus Sebagai Terapi Pendamping Pada Penggunaan Doksorubisin

0 0 12

Efek Ekstrak Etanol Daun Puguh Tanoh (Curanga fel-terrae Merr.) Terhadap Kadar Nitrogen Monooksida Plasma Darah Tikus Sebagai Terapi Pendamping Pada Penggunaan Doksorubisin

0 0 15