Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut (Cavia porcellus) Terisolasi Secara In Vitro

(1)

EFEK RELAKSASI EKSTRAK ETANOL DAUN

PUGUN TANOH (

Curanga fel-terrae

(Lour.) Merr.) TERHADAP

KONTRAKSI OTOT POLOS ILEUM MARMUT

(

Cavia porcellus

) TERISOLASI SECARA

IN VITRO

SKRIPSI

OLEH:

ANDDORA MICHI

NIM 101501100

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

EFEK RELAKSASI EKSTRAK ETANOL DAUN

PUGUN TANOH (

Curanga fel-terrae

(Lour.) Merr.) TERHADAP

KONTRAKSI OTOT POLOS ILEUM MARMUT

(

Cavia porcellus

) TERISOLASI SECARA

IN VITRO

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

ANDDORA MICHI

NIM 101501100

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

EFEK RELAKSASI EKSTRAK ETANOL DAUN

PUGUN TANOH (

Curanga fel-terrae

(Lour.) Merr.) TERHADAP

KONTRAKSI OTOT POLOS ILEUM MARMUT

(

Cavia porcellus

) TERISOLASI SECARA

IN VITRO

OLEH:

ANDDORA MICHI NIM 101501100

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 06 Juni 2014 Disetujui Oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 195208241983031001 NIP 195301011983031004

Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt. Pembimbing II, NIP 195208241983031001

Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt. Drs. Rasmadin Mukhtar, M.S., Apt. NIP 197803142005011002 NIP 194909101980031002

Marianne, S.Si., M.Si., Apt. NIP 198005202005012006

Medan, Juli 2014 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut (Cavia porcellus) Terisolasi Secara In Vitro. Skripsi ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi dan penasehat akademis penulis yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt., Bapak Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt., dan Bapak Dadang Irfan Husori, S.Si., M.Sc., Apt., yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab, memberikan petunjuk, saran, dan motivasi selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., selaku ketua penguji, Bapak Drs. Rasmadin Mukhtar, M.S., Apt., dan Ibu Marianne, S.Si., M.Si., Apt., selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini, dan Bapak Dr. M. Pandapotan Nasution, M.P.S., Apt., selaku dosen penasehat akademik serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas


(5)

Farmasi USU yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.

Penulis juga mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga tercinta, Ayahanda Lie Weng Lie, Ibunda Kho Hong Hoa, Marco Hadi Surya serta Indra Dermawan yang selalu memberikan dukungan moril maupun materil. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Mita Joselin, Maya Octavia, Florencia, Novita Sari serta teman-teman mahasiswa/i Farmasi Stambuk 2010 yang selalu mendoakan dan memberi dukungan serta semangat yang tiada henti.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, Mei 2014 Penulis,

Anddora Michi NIM 101501100


(6)

Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh

(Curanga Fel-Terrae (Lour.) Merr.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut (Cavia Porcellus) Terisolasi Secara In Vitro

Abstrak

Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) merupakan tanaman dari suku Scropulariaceae yang sering digunakan oleh masyarakat Desa Tiga Lingga, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia untuk mengobati diare dan sakit perut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek relaksasi dari ekstrak etanol daun Pugun Tanoh pada kontraksi ileum marmut terisolasi yang dikontraksi asetilkolin.

Penelitian dilakukan secara in vitro. Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah kontraksi atau relaksasi otot polos ileum marmut terisolasi. Sebelum dilakukan pengujian, ileum marmut terisolasi diinkubasi dalam organ bath yang berisi larutan tirode pada suhu 37 ºC dan diaerasi dengan gas O2:CO2

(95%:5%). Pengujian efek relaksasi dilakukan setelah ileum marmut dikontraksi dengan asetilkolin, kemudian masing – masing ileum diberikan konsentrasi kumulatif ekstrak etanol daun Pugun Tanoh (EEPT) dan atropin sulfat. Pengujian mekanisme efek relaksasi EEPT dilakukan dengan menginkubasi ileum dengan aspirin 10-4 M selama 20 menit kemudian dikontraksi dengan asetilkoin, selanjutnya diberikan konsentrasi kumulatif EEPT.

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan EEPT memiliki efek relaksasi. EEPT 4 mg/ml (108,0627 ± 5,7461%) mempunyai kemampuan yang tidak berbeda dengan atropin sulfat 3 x 10-7 M dalam menurunkan kontraksi otot polos ileum yang diinduksi oleh asetilkolin 2,28 x 10-5 M (p>0,05). Mekanisme kerja efek relaksasi ekstrak etanol daun Pugun Tanoh tidak melalui penghambatan produksi prostaglandin E2 (PGE2).

Kata kunci: Ekstrak etanol daun Pugun Tanoh, ileum, marmut, relaksasi, in vitro.


(7)

The Relaxation Effect of Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae (lour.) merr.) Leaf Ethanol Extract on Ileum Smooth Muscle Contraction of In Vitro Isolated

Guinea Pig (Cavia porcellus)

Abstract

Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) is a plant of Scropulariaceae family which is often used by the native people of Tiga Lingga village in Dairi Regency, North Sumatera Province, Indonesia to cure diarrhea and stomachache. This research aims to observe the relaxation effect of Pugun Tanoh leaf ethanol extract on the contraction of isolated guinea pig’s ileum by acetylcholine.

This research was conducted using in vitro. The parameter measured in this research is the contraction or relaxation of isolated guinea pig’s ileum smooth muscle. Before the test is done, the isolated guinea pig’s ileum smooth muscle were incubated in organ bath-containing Tyrode solution at the temperature of 37 ºC and aerated with a mixed gas of O2:CO2 (95%:5%). The relaxation effect

test is done after the guinea pig’s ileum is contracted with acetylcholine, then each of the ileum is given the Pugun Tanoh leaf ethanol extract (EEPT) cumulative concentrate and atropine sulfate. The EEPT relaxation effect mechanism test is done by incubating the ileum with aspirin 10-4 M for 20 minutes, then contracted with acetylcholine and subsequently given the EEPT cumulative concentrate.

The result of the research shows that EEPT has relaxation effect. EEPT 4 mg/ml (108.0627 ± 5.7461%) has no difference in terms of ability as atropine sulfate 3 x 10-7 M in reducing the ileum smooth mucle contraction induced by acetylcholin 2.28 x 10-5 M (p>0.05). The working mechanism of Pugun Tanoh leaf ethanol extract relaxation effect does not go through the blocking of prostaglandin E2 (PGE2).

Key words: Pugun Tanoh leaf ethanol extract, ileum, guinea pig, relaxation, in vitro.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Uraian Tumbuhan ... 7

2.1.1 Sistematika tumbuhan ... 7

2.1.2 Nama daerah ... 8

2.1.3 Morfologi tumbuhan ... 8


(9)

2.1.4 Khasiat tumbuhan ... 8

2.2 Simplisia ... 8

2.3 Ekstraksi ... 9

2.4 Usus Halus ... 12

2.4.1 Histologi usus halus ... 13

2.4.2 Gerakan usus halus ... 15

2.5 Ileum ... 16

2.6 Otot Polos ... 16

2.7 Saraf Kolinergik ... 17

2.8 Antagonis Muskarinik ... 20

2.9 Prostaglandin E2 (PGE2) ... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Alat dan Bahan Penelitian ... 23

3.1.1 Alat penelitian ... 23

3.1.2 Bahan penelitian ... 24

3.2 Hewan Penelitian ... 24

3.3 Penyiapan Bahan Tumbuhan ... 25

3.3.1 Pengumpulan bahan tumbuhan ... 25

3.3.2 Identifikasi tumbuhan ... 25

3.3.3 Pembuatan simplisia daun Pugun Tanoh ... 25

3.4 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh ... 26

3.5 Pembuatan Pereaksi ... 26

3.5.1 Peraksi Mayer ... 26

3.5.2 Pereaksi Dragendorff ... 26


(10)

3.5.3 Pereaksi Bouchardat ... 27

3.5.4 Pereaksi Molish ... 27

3.5.5 Pereaksi asam klorida 2 N ... 27

3.5.6 Pereaksi asam sulfat 2 N ... 27

3.5.7 Pereaksi natrium hidroksida 2 N ... 27

3.5.8 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M ... 27

3.5.9 Pereaksi besi (III) klorida 1% ... 28

3.5.10 Pereaksi Liebermann-Burchard ... 28

3.6 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak ... 28

3.6.1 Pemeriksaan makroskopik ... 28

3.6.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 28

3.6.3 Penetapan kadar air ... 29

3.6.4 Penetapan kadar abu total ... 29

3.6.5 Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 30

3.6.6 Penetapan kadar sari larut dalam air ... 30

3.6.7 Penetapan kadar sari larut dalam etanol ... 30

3.7 Pemeriksaan Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia dan Ekstrak ... 31

3.7.1 Pemeriksaan alkaloid ... 31

3.7.2 Pemeriksaan flavonoid ... 31

3.7.3 Pemeriksaan tanin ... 32

3.7.4 Pemeriksaan glikosida ... 32

3.7.5 Pemeriksaan antrakinon ... 32

3.7.6 Pemeriksaan saponin ... 33

3.7.7 Pemeriksaan steroid/triterpenoid ... 33


(11)

3.8 Tahapan Persiapan Percobaan ... 33

3.8.1 Pembuatan larutan tirode ... 33

3.8.2 Pembuatan larutan asetilkolin ... 34

3.8.3 Pembuatan larutan ekstrak etanol daun Pugun Tanoh .. 35

3.8.4 Pembuatan larutan atropin sulfat ... 36

3.8.5 Pembuatan larutan aspirin ... 37

3.9 Tahapan Pengujian ... 38

3.9.1 Preparasi organ ... 38

3.9.2 Pengujian kontraksi seri konsentrasi asetilkolin terhadap otot polos ileum ... 38

3.9.3 Pengujian efek relaksasi ekstrak etanol daun Pugun Tanoh pada kontraksi otot polos ileum melalui induksi asetilkolin ... 39

3.9.4 Pengujian efek relaksasi atropin sulfat pada kontraksi otot polos ileum melalui induksi asetilkolin ... 40

3.9.5 Pengujian mekanisme aksi terhadap efek relaksasi ekstrak etanol daun Pugun Tanoh pada otot polos ileum melalui penghambatan produksi PGE2 oleh aspirin ... 41

3.10 Data dan Analisis Data ... 41

3.10.1 Data ... 41

3.10.2 Analisis data ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 43

4.2 Hasil Karaterisasi Simplisia dan Ekstrak ... 43

4.3 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak ... 45

4.4 Hasil Pengujian Kontraksi Seri Konsentrasi Asetilkolin Terhadap Otot Polos Ileum ... 46


(12)

4.5 Hasil Pengujian Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh (EEPT) Pada Kontraksi Otot Polos Ileum Melalui

Induksi Asetilkolin ... 47

4.6 Hasil Pengujian Efek Relaksasi Atropin Sulfat Pada Kontraksi Otot Polos Ileum Melalui Induksi Asetilkolin ... 49

4.7 Hasil Pengujian Mekanisme Aksi Terhadap Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh (EEPT) Pada Otot Polos Ileum Melalui Penghambatan Produksi PGE2 Oleh Aspirin .. 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

5.1 Kesimpulan ... 54

5.2 Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

LAMPIRAN ... 60


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Pemberian asetilkolin secara kumulatif pada organ bath

volume 40 ml ... 39 Tabel 3.2 Pemberian konsentrasi ekstrak etanol daun Pugun Tanoh

secara kumulatif pada organ bath volume 40 ml ... 40 Tabel 3.3 Pemberian konsentrasi atropin sulfat secara kumulatif pada

organ bath volume 40 ml ... 40 Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia dan ekstrak daun Pugun Tanoh 44 Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak daun Pugun

Tanoh ... 46 Tabel 4.3 Persentase relaksasi setelah pemberian seri konsentrasi

ekstrak etanol daun Pugun Tanoh yang diinkubasi dengan aspirin 10-4 M selama 20 menit dan tanpa inkubasi sebelum dikontraksi dengan asetilkolin 2,28 x 10-5 M ... 52


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1 Skema kerangka pikir penelitian ... 6 Gambar 2.1 Penampang melintang saluran gastrointestinal ... 14 Gambar 2.2 Biosintesis prostaglandin dari asam arakhidonat ... 21 Gambar 4.1 Grafik %kontraksi otot polos organ ileum terisolasi yang

dikontraksi dengan pemberian seri kosentrasi asetilkolin (10-8 – 3 x 10-3 M) ... 47 Gambar 4.2 Grafik %relaksasi setelah pemberian seri konsentrasi

ekstrak etanol daun Pugun Tanoh (EEPT) pada otot polos ileum terisolasi yang dikontraksi dengan asetilkolin 2,28 x 10-5 M ... 48 Gambar 4.3 Grafik %relaksasi setelah pemberian seri konsentrasi

atropin sulfat dan ekstrak etanol daun Pugun Tanoh (EEPT) pada otot polos ileum terisolasi yang dikontraksi dengan asetilkolin 2,28 x 10-5 M ... 49 Gambar 4.4 Nilai %relaksasi pemberian ekstrak etanol daun Pugun

Tanoh konsentrasi 4 mg/ml dan atropin sulfat 3 x 10-5 M setelah dikontraksi dengan asetilkolin 2,28 x 10-5 M ... 50 Gambar 4.5 Grafik %relaksasi setelah pemberian seri konsentrasi

ekstrak etanol daun Pugun Tanoh yang diinkubasi dengan aspirin 10-4 M selama 20 menit dan tanpa inkubasi sebelum dikontraksi dengan asetilkolin 2,28 x 10-5 M ... 51


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan ... 60 Lampiran 2. Gambar Tumbuhan Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae

(Lour.) Merr.) ... 61 Lampiran 3. Karakteristik daun Pugun Tanoh ... 62 Lampiran 4. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia daun

Pugun Tanoh ... 63 Lampiran 5. Bagan pembuatan, skrining fitokimia dan karakterisasi

serbuk simplisia ... 64 Lampiran 6. Bagan pembuatan, skrining fitokimia dan karakterisasi

ekstrak ... 65 Lampiran 7. Bagan kerja pengukuran kontraksi ileum marmut

terisolasi ... 66 Lampiran 8. Perhitungan kadar air simplisia daun Pugun Tanoh ... 67 Lampiran 9. Perhitungan kadar abu total simplisia daun Pugun Tanoh 68 Lampiran 10. Perhitungan kadar abu tidak larut asam simplisia daun

Pugun Tanoh ... 69 Lampiran 11. Perhitungan kadar sari larut air simplisia daun Pugun

Tanoh ... 70 Lampiran 12. Perhitungan kadar sari larut etanol simplisia daun Pugun

Tanoh ... 71 Lampiran 13. Perhitungan kadar air ekstrak etanol daun Pugun Tanoh 72 Lampiran 14. Perhitungan kadar abu total ekstrak etanol daun Pugun

Tanoh ... 73 Lampiran 15. Perhitungan kadar abu tidak larut asam ekatrak etanol

daun Pugun Tanoh ... 74 Lampiran 16. Perhitungan kadar sari larut air ekstrak etanol daun

Pugun Tanoh ... 75 Lampiran 17. Perhitungan kadar sari larut etanol ekstrak etanol daun

Pugun Tanoh ... 76


(16)

Lampiran 18. Data pengujian kontraksi seri konsentrasi asetilkolin terhadap otot polos ileum ... 77 Lampiran 19. Data pengujian efek relaksasi ekstrak etanol daun Pugun

Tanoh pada kontraksi ileum melalui induksi asetilkolin 2,28 x 10-5 M ... 79 Lampiran 20. Data pengujian efek relaksasi atropin sulfat pada

kontraksi ileum melalui induksi asetilkolin 2,28 x 10-5 M 80 Lampiran 21. Data efek relaksasi ekstrak etanol daun Pugun Tanoh

terhadap kontraksi otot polos ileum oleh pemberian asetilkolin 2,28 x 10-5 M dengan inkubasi awal menggunakan aspirin 10-4 M selama 20 menit ... 81 Lampiran 22. Data AUC efek relaksasi ekstrak etanol daun Pugun

Tanoh pada kontraksi ileum melalui induksi asetilkolin 2,28 x 10-5 M ... 82 Lampiran 23. Data AUC efek relaksasi ekstrak etanol daun Pugun

Tanoh terhadap kontraksi otot polos ileum oleh pemberian asetilkolin 2,28 x 10-5 M dengan inkubasi awal menggunakan aspirin 10-4 M selama 20 menit ... 83 Lampiran 24. Hasil uji korelasi efek relaksasi ekstrak etanol daun

Pugun Tanoh pada kontraksi ileum melalui induksi asetilkolin 2,28 x 10-5 M ... 84 Lampiran 25. Hasil uji-t independen nilai %relaksasi ekstrak etanol

daun Pugun Tanoh 4 mg/ml dengan nilai %relaksasi atropin sulfat 3 x 10-7 M terhadap kontraksi otot polos ileum oleh asetilkolin 2,28 x 10-5 M ... 85 Lampiran 26. Hasil uji-t independen nilai %relaksasi ekstrak etanol

daun Pugun Tanoh terhadap kontraksi otot polos ileum oleh asetilkolin 2,28 x 10-5 M dengan inkubasi larutan aspirin 10-4 M dan tanpa inkubasi ... 87 Lampiran 27. Hasil uji-t independen nilai AUC dari %relaksasi ekstrak

etanol daun Pugun Tanoh terhadap kontraksi otot polos ileum oleh asetilkolin 2,28 x 10-5 M dengan inkubasi larutan aspirin 10-4 M dan tanpa inkubasi ... 98 Lampiran 28. Gambar preparasi organ ileum marmut ... 100 Lampiran 29. Gambar alat organ bath ... 101 Lampiran 30. Gambar pola kontraksi dan relaksasi ileum marmut

terisolasi ... 103


(17)

Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh

(Curanga Fel-Terrae (Lour.) Merr.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut (Cavia Porcellus) Terisolasi Secara In Vitro

Abstrak

Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) merupakan tanaman dari suku Scropulariaceae yang sering digunakan oleh masyarakat Desa Tiga Lingga, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia untuk mengobati diare dan sakit perut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek relaksasi dari ekstrak etanol daun Pugun Tanoh pada kontraksi ileum marmut terisolasi yang dikontraksi asetilkolin.

Penelitian dilakukan secara in vitro. Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah kontraksi atau relaksasi otot polos ileum marmut terisolasi. Sebelum dilakukan pengujian, ileum marmut terisolasi diinkubasi dalam organ bath yang berisi larutan tirode pada suhu 37 ºC dan diaerasi dengan gas O2:CO2

(95%:5%). Pengujian efek relaksasi dilakukan setelah ileum marmut dikontraksi dengan asetilkolin, kemudian masing – masing ileum diberikan konsentrasi kumulatif ekstrak etanol daun Pugun Tanoh (EEPT) dan atropin sulfat. Pengujian mekanisme efek relaksasi EEPT dilakukan dengan menginkubasi ileum dengan aspirin 10-4 M selama 20 menit kemudian dikontraksi dengan asetilkoin, selanjutnya diberikan konsentrasi kumulatif EEPT.

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan EEPT memiliki efek relaksasi. EEPT 4 mg/ml (108,0627 ± 5,7461%) mempunyai kemampuan yang tidak berbeda dengan atropin sulfat 3 x 10-7 M dalam menurunkan kontraksi otot polos ileum yang diinduksi oleh asetilkolin 2,28 x 10-5 M (p>0,05). Mekanisme kerja efek relaksasi ekstrak etanol daun Pugun Tanoh tidak melalui penghambatan produksi prostaglandin E2 (PGE2).

Kata kunci: Ekstrak etanol daun Pugun Tanoh, ileum, marmut, relaksasi, in vitro.


(18)

The Relaxation Effect of Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae (lour.) merr.) Leaf Ethanol Extract on Ileum Smooth Muscle Contraction of In Vitro Isolated

Guinea Pig (Cavia porcellus)

Abstract

Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) is a plant of Scropulariaceae family which is often used by the native people of Tiga Lingga village in Dairi Regency, North Sumatera Province, Indonesia to cure diarrhea and stomachache. This research aims to observe the relaxation effect of Pugun Tanoh leaf ethanol extract on the contraction of isolated guinea pig’s ileum by acetylcholine.

This research was conducted using in vitro. The parameter measured in this research is the contraction or relaxation of isolated guinea pig’s ileum smooth muscle. Before the test is done, the isolated guinea pig’s ileum smooth muscle were incubated in organ bath-containing Tyrode solution at the temperature of 37 ºC and aerated with a mixed gas of O2:CO2 (95%:5%). The relaxation effect

test is done after the guinea pig’s ileum is contracted with acetylcholine, then each of the ileum is given the Pugun Tanoh leaf ethanol extract (EEPT) cumulative concentrate and atropine sulfate. The EEPT relaxation effect mechanism test is done by incubating the ileum with aspirin 10-4 M for 20 minutes, then contracted with acetylcholine and subsequently given the EEPT cumulative concentrate.

The result of the research shows that EEPT has relaxation effect. EEPT 4 mg/ml (108.0627 ± 5.7461%) has no difference in terms of ability as atropine sulfate 3 x 10-7 M in reducing the ileum smooth mucle contraction induced by acetylcholin 2.28 x 10-5 M (p>0.05). The working mechanism of Pugun Tanoh leaf ethanol extract relaxation effect does not go through the blocking of prostaglandin E2 (PGE2).

Key words: Pugun Tanoh leaf ethanol extract, ileum, guinea pig, relaxation, in vitro.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang. Penyakit diare merupakan penyebab kedua terbanyak kematian pada anak di bawah lima tahun (balita) dan menyebabkan kematian sekitar 760.000 anak setiap tahun. Selain itu, penyakit diare juga merupakan penyebab utama kekurangan gizi pada anak balita. Secara global, terdapat 1,7 miliar kasus penyakit diare setiap tahun. Mortalitas akibat diare dikarenakan dehidrasi parah dan kehilangan cairan (WHO, 2013). Pada tahun 2008, penyakit diare terjadi di 15 provinsi di Indonesia dengan jumlah penderita 8.443 orang dan jumlah kematian 209 orang. Tingginya angka kematian yang diakibatkan penyakit diare mengakibatkan keprihatinan masyarakat indonesia dan juga menjadi masalah nasional yang perlu dilakukan penanganan secara serius (Depkes, 2008).

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasa, yaitu tiga kali atau lebih dalam sehari (WHO, 2013). Salah satu manifestasi patofisiologis diare adalah meningkatnya motilitas usus sebagai akibat kontraksi pada otot polos usus (Spruill dan Wade, 2008; Sherwood, 2001) yang terjadi akibat dari stimulasi asetilkolin yang mengaktifkan reseptor muskarinik (M1 dan M3) (Nugroho, 2012). Secara endogen, prostaglandin E2

(PGE2) dihasilkan oleh lapisan epitel pada saluran pencernaan (Calder, 2009)

berperan mengkontraksikan otot longitudinal pada usus (Katzung, 1998).


(20)

Aktivitas berlebihan sistem saraf parasimpatis pada otot polos usus juga berperan penting pada meningkatnya motilitas usus (Neal, 2005), sehingga diperlukan obat antispasmodik yang dapat menurunkan motilitas usus seperti atropin. Selain menggunakan obat antispasmodik, pengobatan juga dapat menggunakan tanaman obat yang harganya lebih murah dan mudah didapat, serta juga diyakini mempunyai efek samping yang lebih kecil dibandingkan obat antispasmodik modern.

Indonesia terkenal sebagai negara yang memiliki jumlah tanaman obat yang beraneka ragam. Tanaman obat sudah dikenal sejak lama sebagai bahan pengobatan herbal (Suparni, 2012). Salah satu kelompok tanaman obat yang berpotensi untuk pengobatan herbal adalah suku Scropulariaceae yang memiliki aktivitas farmakologi meliputi anti sesak napas (Channa dan Dar, 2012), antispasmodik, antikolinesterase, antiulserogenik, antileismania (Bammidi, et al., 2011) dan antidiare (Hossain, et al., 2012).

Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) termasuk suku Scropulariaceae yang sering digunakan oleh masyarakat Desa Tiga Lingga, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara untuk mengobati sesak napas, batuk rejan, kudis, memar, bengkak, cacingan, dan sakit perut (Agromedia, 2008). Masyarakat di kota maluku menggunakan pugun tanoh untuk mengobati kolik dan malaria (Proseanet, 2009). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Pugun tanoh juga mempunyai efek penyembuhan luka bakar (Shubhiya, 2013), antiinflamasi (Juwita, 2009) dan antidiabetes (Sitorus, 2012).


(21)

Aktivitas farmakologi Pugun Tanoh dalam menurunkan kontraksi otot polos usus belum diuji secara ilmiah, oleh karena itu peneliti melakukan evaluasi terhadap efek ekstrak Pugun Tanoh terhadap kontraksi otot polos pada ileum.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan pada penelitian ini adalah:

a. Apakah ekstrak etanol daun Pugun Tanoh (EEPT) memiliki efek relaksasi terhadap kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi oleh asetilkolin?

b. Apakah EEPT konsentrasi tertentu memiliki kemampuan yang tidak berbeda dengan atropin sulfat dalam menurunkan kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi oleh asetilkolin?

c. Apakah mekanisme kerja efek relaksasi EEPT melalui penghambatan produksi prostaglandin E2 (PGE2)?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Ho : Ekstrak etanol daun Pugun Tanoh (EEPT) tidak memiliki efek relaksasi terhadap kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi oleh asetilkolin.


(22)

Ha : Ekstrak etanol daun Pugun Tanoh (EEPT) memiliki efek relaksasi terhadap kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi oleh asetilkolin.

b. Ho : Ekstrak etanol daun Pugun Tanoh konsentrasi tertentu memiliki kemampuan yang berbeda dengan atropin sulfat dalam menurunkan kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi oleh asetilkolin.

Ha : Ekstrak etanol daun Pugun Tanoh konsentrasi tertentu memiliki kemampuan yang tidak berbeda dengan atropin sulfat dalam menurunkan kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi oleh asetilkolin.

c. Ho : Mekanisme kerja efek relaksasi EEPT tidak melalui penghambatan produksi prostaglandin E2 (PGE2).

Ha : Mekanisme kerja efek relaksasi EEPT melalui penghambatan produksi prostaglandin E2 (PGE2).

1.4 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui bahwa ekstrak etanol daun Pugun Tanoh (EEPT) memiliki efek relaksasi terhadap kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi oleh asetilkolin.

b. Untuk membandingkan efek relaksasi EEPT dengan atropin sulfat dalam menurunkan kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi oleh asetilkolin.


(23)

c. Untuk menguji mekanisme kerja efek relaksasi EEPT melalui penghambatan produksi prostaglandin E2 (PGE2).

1.5 Manfaat

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Diperoleh bukti ilmiah tentang efek relaksasi ekstrak etanol daun Pugun Tanoh

(EEPT) terhadap kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi oleh asetilkolin.

b. Dapat diketahui perbandingan EEPT dengan atropin sulfat dalam menurunkan kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi oleh asetilkolin. c. Diperoleh informasi tentang mekanisme kerja efek relaksasi EEPT melalui

penghambatan produksi prostaglandin E2 (PGE2).


(24)

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada skema dibawah ini :

Gambar 1.1 Skema kerangka pikir penelitian Ekstrak Etanol daun Pugun Tanoh konsentrasi Kontraksi atau relaksasi otot polos ileum marmut terisolasi

Nilai tegangan kontraksi atau relaksasi otot polos ileum marmut terisolasi Golongan senyawa kimia -Alkaloid -Flavonoid -Saponin -Tanin -Glikosida -Antrakuinon -Steroid/Triterpenoida Karakteristik Simplisia -Mikroskopik -Makroskopik -Kadar air

-Kadar sari yang larut dalam etanol

-Kadar sari yang larut dalam air

-Kadar abu total

-Kadar abu yang tidak larut dalam asam Parameter Variabel Terikat Serbuk Simplisia daun Pugun Variabel Bebas


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi sistematika tumbuhan, nama daerah, nama asing, morfologi tumbuhan dan khasiat tumbuhan.

2.1.1 Sistematika tumbuhan

Sistematika tumbuhan pugun tanoh menurut Tjitrosoepomo (2001),adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Subkelas : Asteridae Ordo : Scrophulariales Famili : Scrophulariaceae Genus : Curanga

Spesies : Curanga fel-terrae

Sinonim : Curanga amara Vahl., Curanga amara Juss.,

Curania amara R&S., Gratiola amara Roxb.,

Picria fel-terrae Lour., dan Torenia cardiosepala Benth.


(26)

2.1.2 Nama daerah

Nama daerah dari tumbuhan ini adalah pugun tanoh, pugun tana, pogon tanoh (Dairi), tamah daun kukurang, raheut (Sunda), daun kukurang (Maluku) dan papaita (Ternate) (Proseanet, 2009).

2.1.3 Morfologi tumbuhan

Pugun tanoh merupakan herba tahunan, tinggi lebih dari 40 cm, batang dengan cabang yang jarang, tegak atau melata, segiempat, berakar di buku-buku, berbulu halus yang padat (Lampiran 2 halaman 61). Daun tunggal berhadapan, bundar telur, pangkal daun membaji sampai membundar, ujung daun agak melancip, tepi daun beringgitan, berbulu halus. Pembungaan berupa tandan di ujung atau di batang, jumlah bunga 2-16, daun gagang kecil, melanset, mahkota bunga menabung, berbibir rangkap, gundul bagian luar, bagian dalam ada kelenjar bulu, bibir atas berwarna coklat kemerah-merahan, bibir bagian bawah berwarna putih. Buah kapsul lonjong, padat, berkatup dua, dengan beberapa biji. Biji membulat, diameter sekitar 0,6 mm (Proseanet, 2009).

2.1.4 Khasiat tumbuhan

Tumbuhan ini digunakan sebagai obat cacing untuk anak-anak, mengobati kolik (mulas mendadak dan hebat), malaria, menyembuhkan gatal-gatal dan penyakit kulit lainnya, mengatasi batuk dan rasa sesak di dada serta sebagai tonik (untuk menguatkan badan dan meningkatkan nafsu makan) (Proseanet, 2009).

2.2 Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa


(27)

bahan alam yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan atas simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia mineral (Ditjen POM, 1979).

Simplisia tumbuhan obat merupakan bahan baku proses pembuatan ekstrak, baik sebagai bahan obat atau sebagai produk. Ekstrak tumbuhan obat dapat berfungsi sebagai bahan baku obat tradisional atau sebagai produk yang dibuat dari simplisia (Ditjen POM, 1979).

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Ditjen POM, 2000). Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai.

Ada beberapa metode ekstraksi (Ditjen POM, 1986) yaitu: a. Cara dingin

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut terdiri dari 2 cara yaitu: i. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut melalui beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Cairan penyari akan menembus dinding sel simplisia dan akan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, sehingga larutan yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut terjadi secara


(28)

berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.

Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang bersifat lunak seperti daun dan bunga tetapi banyak juga yang menggunakan metode ini untuk menyari simplisia yang keras seperti akar dan korteks karena cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diperoleh. Pada penyarian dengan cara maserasi perlu dilakukan pengadukan untuk menghomogenkan konsentrasi larutan di luar serbuk simplisia, sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat perbedaan kosentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan di dalam sel dengan larutan di luar sel.

Maserasi dapat dilakukan dengan cara menurut Farmakope Indonesia Edisi III (1979) yaitu sebanyak 10 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan kedalam sebuah bejana, kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil sering diaduk. Setelah 5 hari sari diserkai, ampas diperas dan dicuci dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Sari dipindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan ditempat sejuk dan terlindung dari cahaya selama 2 hari. Dienaptuangkan dan disaring.

Maserasi dilakukan juga secara umum dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama 3-5 hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, sambil diaduk berulang-ulang lalu filtrat disaring dan diuapkan. Demikian seterusnya dilakukan sampai filtrat jernih.


(29)

ii. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dari sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh adanya kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya, dikurangi dengan gaya kapiler yang cenderung untuk menahan. Untuk menentukan akhir perkolasi, dilakukan pemeriksaan zat aktif secara kualitatif pada perkolat terakhir. Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak.

b. Cara panas i. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung. Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar.


(30)

ii. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu umumnya pada temperatur 40-50 ºC.

iii.Infundasi

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98 ºC) selama waktu tertentu (15-20 menit). Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit) dan temperatur sampai titik didih air.

iv.Sokletasi

Sokletasi adalah penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon. Keuntungan metode ini adalah dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung, pelarut yang digunakan lebih sedikit dan pemanasannya dapat diatur.

2.4 Usus Halus

Usus halus adalah tempat berlangsungnya sebagian besar pencernaan dan penyerapan. Setelah isi lumen meninggalkan usus halus tidak terjadi lagi pencernaan, walaupun usus besar dapat menyerap sejumlah kecil garam dan air. Usus halus adalah suatu saluran dengan panjang sekitar 6,3 m (21 kaki) dengan


(31)

diameter kecil 2,5 cm (1 inci). Usus ini berada dalam keadaan bergelung di dalam rongga abdomen dan terentang dari lambung sampai usus besar. Usus halus dibagi menjadi tiga segmen, yaitu duodenum 20 cm (8 inci), jejunum 2,5 m (8 kaki) dan ileum 3,6 m (12 kaki) (Sherwood, 2001).

Fungsi usus halus, yaitu:

a. Menerima zat-zat makanan yang telah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe dengan proses sebagai berikut:

- menyerap protein dalam bentuk asam amino - menyerap karbohidrat dalam bentuk monosakarida - menyerap lemak dalam bentuk asam lemak

b. Secara selektif mengabsorbsi produk digesti dan juga air, garam dan vitamin (Diyono dan Mulyanti, 2013; Setiadi, 2007).

2.4.1 Histologi Usus Halus

Dinding usus halus terdiri atas 4 lapisan utama dari paling luar ke paling dalam (Gambar 2.1), yaitu:

a. Dinding lapisan luar

Merupakan membran serosa, yaitu lapisan yang membalut usus dengan erat. b. Dinding lapisan berotot (muskularis eksterna)

Terdiri atas 2 lapisan serabut. Lapisan luar terdiri dari atas serabut otot longitudinal dan di bawah ada lapisan tebal terdiri atas serabut otot sirkuler. Di antara kedua lapisan serabut berotot ini terdapat pembuluh darah dan pembuluh limfa.


(32)

c. Dinding submukosa

Terdapat antara otot sirkuler dan lapisan yang terdalam yang merupakan perbatasannya. Dinding submukosa ini terdiri atas jaringan areolar yang berisi banyak pembuluh darah, saluran limfa, dan fleksus saraf yang disebut fleksus Meissner.

d. Dinding mukosa dalam

Disusun berupa kerutan tetap seperti jala, yang memberi kesan anyaman halus. Lapisan ini menambah luasnya permukaan sekresi dan penyerapan. Lapisan mukosa ini berisi banyak lipatan Lieberkuhn, merupakan kelenjar sederhana yang diselaputi epitelium silindris (Sherwood, 2001; Irianto, 2004; Guyton dan Hall, 2006).

Gambar 2.1 Penampang melintang saluran gastrointestinal (Guyton dan Hall, 2006).


(33)

2.4.2 Gerakan usus halus

Gerakan usus halus ditimbulkan oleh otot yang terdiri dari sejumlah lapisan serabut memanjang (longitudinal) dan melingkar (sirkuler) serta otot submukosa yang sangat kendur sehingga memungkinkan terjadinya fenomena peluncuran dan pengkerutan dengan berbagai cara:

a. Gerakan segmentasi

Pergerakan percampuran utama dengan mencampur kimus dengan cairan pencernaan dan memaparkannya kepermukaan absorbtif. Gerakan ini berupa gerakan konstriksi dan relaksasi yang bergantian dari cincin-cincin otot dinding usus yang membagi isi menjadi segmen-segmen dan mendorong kimus bergerak maju mundur dari satu segmen yang relaks ke segmen lain. Gerakan segmental memisahkan beberapa segmen usus dari yang lain, hal ini memungkinkan isi lumen yang cair bersentuhan dengan dinding usus dan akhirnya siap diabsorbsi.

b. Gerakan peristaltik

Kontraksi ritmis otot polos longitudinal dan sirkuler yang mendorong dan menggerakkan kimus ke arah bawah disepanjang saluran.

c. Gerakan penduler

Gerakan ini terjadi pada lengkungan usus, menghambur keseluruhan isi dinding usus dan mencampur homogen semua isi usus (Setiadi, 2007).

Keseluruhan gerakan tersebut akan mengatur kecepatan perpindahan. Hal ini akan dipercepat bila terdapat makanan dalam usus karena adanya rangsangan mekanik peristaltik. Bila perpindahan berlangsung cepat, maka penyerapan


(34)

kembali zat aktif tertentu yang sukar larut atau yang diserap melalui transport aktif akan sangat berkurang.

Lamanya waktu suatu zat dalam usus akan berbeda tergantung dari jenis makanan dan subjek yang diteliti. Perkiraan kinetik perpindahan (waktu tinggal) usus yaitu di duodenum berlangsung selama 5 – 15 menit, jejunum selama 2 – 3,5 jam dan di ileum berlangsung selama 3 – 6 jam disertai penyumbatan yang cukup lama sebelum memasuki usus besar (Desissaguet dan Aiache, 2003).

2.5 Ileum

Ileum merupakan 3/5 bagian usus halus. Disinilah proses absorpsi yang besar terjadi, pada bagian ini sari-sari makanan hasil proses pencernaan diserap. Asam amino dan glukosa, vitamin, garam mineral akan diangkut oleh kapiler darah, sedangkan asam lemak dan gliserol akan diangkut oleh pembuluh getah bening usus menuju ke pembuluh balik besar bawah selangka (Irianto, 2004).

2.6 Otot Polos

Otot polos terdiri dari sel-sel otot polos. Sel otot ini bentuknya seperti gelendong, di bagian tengah terbesar dan kedua ujungnya meruncing. Otot polos memiliki serat yang arahnya searah dengan panjang sel disebut miofibril. Serat miofibril terdiri dari miofilamen dan masing-masing miofilamen terdiri dari protein otot yaitu aktin dan miosin.

Sel otot polos dilapisi oleh selaput yang disebut sarkolema, dan protoplasmanya disebut sarkoplasma. Otot polos memiliki inti, letaknya ditengah dengan miofibril yang homogen, panjangnya 15-500 mikron dengan diameter 20


(35)

mikron. Otot polos merupakan otot tak sadar, karena bekerja diluar kesadaran kita, dan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom.

Otot polos bergerak secara lambat dan teratur, dan tidak cepat lelah. Walaupun kita tidur, otot polos mampu bekerja. Otot polos terdapat pada dinding alat-alat tubuh dalam, misalnya pada dinding usus, dinding pembuluh darah, pembuluh limfe, dinding saluran pencernaan, trakhea dan cabang tenggorokan, pada iris dan muskulus sirliaris mata, otot polos dalam kulit, saluran kelamin, dan saluran ekskresi (Irianto, 2004).

2.7 Saraf Kolinergik

Neurotransmitter yang memperantarai penghantaran sinaptik antara saraf preganglion dan postganglion pada sistem saraf parasimpatik adalah asetilkolin, dan kemudian berinteraksi dengan reseptor asetilkolin nikotinik atau muskarinik pada sel organ efektor. Sistem saraf parasimpatik dinamakan juga sistem saraf kolinergik karena neurotransmitter utamanya adalah asetilkolin (Nugroho, 2012).

Ada berbagai reseptor kolinergik, yakni reseptor nikotinik dan reseptor muskarinik dan berbagai subtipenya (Setiawati dan Gan, 2007). Reseptor nikotinik adalah saluran ion bergerbang ligan dan aktivitasnya selalu menyebabkan peningkatan yang cepat (dalam milidetik) dalam permeabilitas selular terhadap Na2+ dan Ca2+, depolarisasi dan eksitasi. Sebaliknya, reseptor muskarinik termasuk golongan reseptor yang dikopelkan dengan protein G. Respons terhadap agonis muskarinik lambat, respons tersebut dapat berupa pengeksitasian atau penghambatan dan tidak selalu berkaitan dengan perubahan permeabilitas ion (Brunton, et al., 2011).


(36)

Semua serabut saraf postganglion parasimpatis menghasilkan asetilkolin yang kemudian berinteraksi dengan reseptor asetilkolin muskarinik pada sel organ efektor. Berdasarkan fungsi dan sinyal transduksi yang dihasilkan, terdapat lima tipe reseptor asetilkolin muskarinik (M1, M2, M3, M4 dan M5). Reseptor M1

ditemukan dalam sistem saraf pusat (SSP), sistem saraf perifer dan sel perietal lambung. Reseptor ini memperantarai efek eksitatori sehingga mampu meningkatkan eksitasi sistem saraf pusat (SSP) dan sekresi lambung. Reseptor M2

terdapat di organ jantung. Reseptor M3, seperti M1 berefek eksitatori, terdapat

pada beberapa organ antara lain otot polos sistem pencernaan dan mata, endotelium pembuluh darah, kelenjar eksokrin. Aktivasi pada reseptor ini akan menstimulasi sekresi produk kelenjar eksokrin (keringat, saliva), kontraksi otot saluran pencernaan dan pernafasan, pelepasan NO (nitric oxide) yang menghasilkan relaksasi otot pembuluh darah (Nugroho, 2012; Brunton, et al., 2011; Setiawati dan Gan, 2007). Reseptor M4 mirip M2, sedangkan M5 mirip M1

(Setiawati dan Gan, 2007).

Perangsangan tipe reseptor M3 oleh asetilkolin mengakibatkan kontraksi

otot polos usus (Nugroho, 2012; Setiawati dan Gan, 2007). Pendudukan reseptor M3 oleh senyawa agonis mengakibatkan terjadinya peningkatan afinitas kompleks

reseptor M3 terhadap protein Gq heterotrimer (αβγ) yang terikat pada guanosin

difosfat (GDP), menghasilkan kompleks reseptor M3-protein G heterotrimer

melalui ikatan pada termin C protein Gq subunit α. Terbentuknya kompleks ini menyebabkan GDP yang terikat pada protein G subunit α terlepas dan digantikan oleh guanosin trifosfat (GTP) yang banyak terdapat dalam sitosol. Ikatan dengan GTP menginduksi perubahan konformasi pada struktur protein Gq subunit α


(37)

sehingga terjadi disosiasi. Gqα-GTP terpisah dari heterodimer Gqβγ. Gqα-GTP bebas kemudian mengaktifkan PLC (phospholipase C). Aktifnya PLC akan meningkatkan hidrolisis fosfoinositol bifosfat (phosphoinositol 4,5-bisphosphate/PIP2) menjadi inositol 1,4,5-triposfat (IP3) dan 1,2-diasilgliserol

(DAG). Kedua senyawa hasil hidrolisis ini merupakan second messenger, IP3

akan menduduki reseptor IP3 pada calcium store di retikulum sarkoplasma

menghasilkan pembukaan kanal kalsium. Kalsium kemudian dilepas ke dalam sitosol sehingga kadar kalsium intraseluler meningkat. Kalsium dari calcium store

retikulum sarkoplasma merupakan faktor utama dalam kontraksi otot polos selain kalsium dari influks. Kalsium intraseluler kemudian terikat dengan kalmodulin, membentuk kompleks kalsium-kalmodulin yang akan mengaktifkan myosin light chain kinase (MLCK). MLCK akan memfosforilasi myosin light chains (MLC) dan mengaktifkan miosin ATPase yang diperlukan untuk terjadinya ikatan silang antara aktin-miosin yang menghasilkan kontraksi otot polos usus (Billington dan Penn, 2003; Junqueira dan Carneiro, 2007).

Sementara itu second messenger DAG tetap terikat pada membran sel dan akan mentranslokasi protein kinase C (PKC) dari sitosol menuju membran sel. PKC lalu terikat pada substrat di kanal kalsium membran sel dan menghasilkan pembukaan kanal kalsium sehingga terjadi influks Ca2+ (Billington dan Penn, 2003; Oancea dan Meyer, 1998). Aktivasi PKC merupakan hasil kombinasi antara pengaktifan oleh Ca2+ intraseluler yang bersifat cepat dan oleh DAG yang menjaga kesinambungan aktivasi PKC (Oancea dan Meyer, 1998).


(38)

2.8 Antagonis Muskarinik

Obat ini beraksi secara selektif menghambat aktivitas saraf parasimpatik, sehingga disebut juga parasimpatolitik. Obat ini menghambat secara kompetitif reseptor asetilkolin muskarinik. Secara struktur kimia, obat golongan ini mirip dengan asetilkolin, namun mempunyai gugus aromatik untuk menggantikan gugus aktifnya yaitu asetil. Hal ini yang mengakibatkan strukturnya bulky atau gemuk sehingga bersifat antagonis pada reseptor muskarinik. Makna antagonis dalam konteks ini adalah senyawa atau ligan yang dapat berinteraksi dengan reseptornya namun tidak dapat menghasilkan respons fisiologi (Nugroho,2012).

Efek dari obat antagonis muskarinik adalah berlawanan dengan efek agonis muskarinik. Efek antagonis muskarinik pada organ usus yaitu penurunan motilitas. Contoh antagonis muskarinik dari senyawa alami adalah atropin (Atropa belladona) dan hyosin (Datura stramonium) (Nugroho, 2012). Hambatan oleh atropin bersifat reversibel dan dapat diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau pemberian antikolinesterase. Atropin memblok asetilkolin endogen maupun eksogen, tetapi hambatannya jauh lebih kuat terhadap yang eksogen (Zunilda, 2007).

2.9 Prostaglandin E2 (PGE2)

Prostaglandin adalah turunan asam lemak komposisi 20 karbon yang dapat ditemukan di semua jaringan dan organ. Prostaglandin berperan dalam berbagai fungsi fisiologis maupun patologis tubuh. Prostaglandin disintesis dalam sel dari prekursor asam lemak esensial, termasuk salah satunya adalah asam arakhidonat dengan melibatkan enzim siklooksigenase (Calder, 2009) (Gambar 2.2). Terdapat


(39)

dua jenis isoform enzim siklooksigenase (COX) yaitu COX-1 dan COX-2 (Katzung, 2008). COX-1 bertanggung jawab melepaskan senyawa prostanoid sebagai fungsi fisilogis sedangkan COX-2 akan diekspresikan ketika terjadi rangsangan inflamasi (Dey, et al., 2006).

Gambar 2.2 Biosintesis prostaglandin dari asam arakhidonat (Dey, et al., 2006). Turunan prostaglandin yang berasal dari prekusor asam arakhidonat diistilahkan prostaglandin seri-2, yang terdiri dari prostaglandin E2 (PGE2),


(40)

prostaglandin D2 (PGD2), prostaglandin I2 (PGI2), prostaglandin F2α (PGF2α) dan

tromboksan A2 (TXA2) (Calder, 2009; Dey, et al., 2006). Biosintesis senyawa

progtaglandin seri-2, dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Prostaglandin E2 (PGE2) adalah salah satu prostanoid terpenting yang

ditemukan di saluran pencernaan (Dey, et al., 2006). Karena pada kenyataannya PGE2 mengatur banyak fungsi fisiologis saluran pencernaan seperti proteksi

mukosa, menghambat sekresi asam lambung dan motilitas (Dey, et al., 2006; Nugroho, 2012; lüllmann, et al., 2005). Pada saluran pencernaan, PGE2 dan PGF2α

berperan mengkontraksikan otot longitudinal pada usus. Pemberian PGE2 dan

PGFdapat menyebabkan kejang kolik (Katzung, 1998).


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimental. Tujuan metode eksperimental untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dalam kondisi yang terkontrol ketat. Prosedur yang dilakukan meliputi pengumpulan dan pengolahan bahan tumbuhan, karakterisasi simplisia dan ekstrak, skrining fitokimia simplisia dan ekstrak, pembuatan ekstrak etanol daun Pugun Tanoh, tahapan persiapan bahan pengujian dan tahapan pengujian efek ekstrak etanol daun Pugun Tanoh pada kontraksi ileum menggunakan alat

organ bath.

3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi mortir dan stamfer, blender, alat-alat gelas laboratorium, lemari pengering, oven listrik, tanur, rotary evaporator, freeze dryer (Virtis Benchtop K), mikroskop, neraca kasar, neraca analitik (Boeco Germany), timbangan hewan (Presica Geniweigher), satu set alat preparasi organ (Germany), vortex (Boeco Germany), pengaduk magnet (Bel-Art Products), transduser isometrik (MLT0201, Panlab, ADInstruments, Spain), komputer (Dell), empat set organ bath volume 50,0 ml (ML0146/50, Panlab, ADInstruments, Spain), pipet volume mikro (Socorex, Switzerland), heating and magnetic stirrer (Velp Scientifica, Europe), termostat (ML0146/50, Panlab, ADInstruments, Spain), PowerLab 15T (serial T15-0676, ADInstruments,


(42)

Australia), Quad Bridge Amplifier (serial 224-0448, ADInstruments, Australia). Gambar alat organ bath dapat dilihat pada Lampiran 29.

3.1.2 Bahan penelitian

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.). Bahan-bahan kimia yang berkualitas pro analisis produksi E-Merck: toluen, kloroform, isopropanol, benzen, n-heksan, asam nitrat pekat, asam klorida pekat, asam sulfat pekat, raksa (II) klorida, bismuth (III) nitrat, besi (III) klorida, timbal (II) asetat, kalium iodida, iodium, α -naftol, asam asetat anhidrida, natrium hidroksida, amil alkohol, serbuk magnesium (Mg) dan kloralhidrat. Bahan kimia berkualitas teknis yang digunakan adalah etanol 96%. Bahan-bahan kimia yang lainnya adalah larutan tirode, gas karbogen mengandung 95% oksigen dan 5% karbondioksida (Tri Gases, Medan, Indonesia), asetilkolin (Sigma, Switzerland), atropin sulfat (Sigma, USA), dimetil sulfoksida (DMSO) (Merck), aspirin (Sigma-Aldrich, China), dan akuades.

3.2 Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah marmut jantan (Cavia porcellus), berat badan antara 300-500 gram, usia 3-4 bulan dengan kondisi sehat (Vogel, et al., 2002). Hewan ini diaklimatisasi selama seminggu dengan tujuan untuk menyeragamkan makanan dan hidupnya dengan kondisi yang serba sama sehingga dianggap memenuhi syarat untuk penelitian.


(43)

3.3 Penyiapan Bahan Tumbuhan

Penyiapan bahan tumbuhan meliputi pengumpulan bahan tumbuhan, identifikasi tumbuhan, dan pembuatan simplisia daun Pugun Tanoh.

3.3.1 Pengumpulan bahan tumbuhan

Pengumpulan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkan dengan bahan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan tumbuhan yang digunakan adalah daun Pugun Tanoh yang diambil dari Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Daun yang diambil sebagai bahan tumbuhan yang digunakan adalah keseluruhan dari daun tumbuhan yang masih dalam keadaan baik.

3.3.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan pada Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor, Indonesia.

3.3.3 Pembuatan simplisia daun Pugun Tanoh

Cara pembuatan simplisia yaitu, daun Pugun Tanoh yang masih segar dipisahkan dari pengotor lain lalu dicuci hingga bersih kemudian ditiriskan dan ditimbang. Diperoleh berat basah 2,6 kg. Selanjutnya daun tersebut dikeringkan selama 5 hari dalam lemari pengering dengan temperatur ± 40 ºC sampai daun kering (ditandai bila diremas rapuh). Simplisia kering diblender menjadi serbuk lalu dimasukkan ke dalam kantung plastik dengan bungkusan silika gel dan disimpan pada suhu kamar. Kemudian serbuk ditimbang. Diperoleh berat kering 680 gram.


(44)

3.4 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh

Sebanyak 300 gram serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana tertutup dan dibasahi dengan etanol 96%, kemudian dimaserasi selama 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, kemudian cairan penyari dituangkan secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, perkolator ditutup dan dibiarkan 24 jam. Cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 ml tiap menit, cairan penyari ditambahkan berulang-ulang secukupnya dengan memasang botol cairan penyari di atas perkolator dan diatur kecepatan penetesan cairan penyari sama dengan kecepatan menetes perkolat, sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia. Perkolasi dihentikan jika perkolat yang keluar telah jernih. Perkolat yang diperoleh dipekatkan dengan alat rotary evaporator. Kemudian dikeringkan dengan freeze dryer selama lebih kurang 24 jam dan diperoleh ekstrak kental 77,957 gram (Ditjen POM, 1995).

3.5 Pembuatan Pereaksi 3.5.1 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml, pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 10 ml air suling, kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.5.2 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 0,8 g bismut (III) nitrat ditimbang, dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat pekat, pada wadah lain ditimbang sebanyak 27,2 g kalium iodida, dilarutkan


(45)

dalam 50 ml air suling, kemudian kedua larutan dicampurkan dan didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan yang jernih diambil dan diencerkan dengan air suling hingga volume larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.5.3 Pereaksi Bourchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, dilarutkan dalam air suling secukupnya, lalu ditambahkan 2 g iodium kemudian ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.5.4 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM,1995).

3.5.5 Pereaksi asam klorida 2 N

Sebanyak 17 ml larutan asam klorida pekat ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.5.6 Pereaksi asam sulfat 2 N

Sebanyak 5,4 ml larutan asam sulfat pekat ditambahkan air suling sampai 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.5.7 Pereaksi natrium hidroksida 2 N

Sebanyak 8 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dengan air suling sebanyak 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.5.8 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling bebas karbon dioksida sebanyak 100 ml (Ditjen POM, 1995).


(46)

3.5.9 Pereaksi besi (III) klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air secukupnya hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.5.10 Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 5 bagian volume asam sulfat pekat dicampurkan dengan 50 bagian volume etanol 95%. Kemudian ditambahkan dengan hati-hati 5 bagian volume asam asetat anhidrida ke dalam campuran tersebut dan dinginkan (Ditjen POM, 1995).

3.6 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak

Pemeriksaan karakterisasi simplisia dan ekstrak meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut dalam asam, penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol.

3.6.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan cara mengamati warna, bentuk, ukuran dan tekstur dari simplisia.

3.6.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik terhadap simplisia dilakukan dengan cara menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang telah diteteskan dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup kemudian diamati di bawah mikroskop.


(47)

3.6.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluena). Cara Kerja: toluena sebanyak 200 ml dan air suling sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam labu alas bulat, didestilasi selama 2 jam. Toluena didinginkan selama 30 menit dan volume air dalam tabung penerima dibaca (WHO, 1998). Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g sampel yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Ditjen POM, 1995).

3.6.4 Penetapan kadar abu total

Sebanyak lebih kurang 2 g sampai 3 g sampel yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselen yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu total dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1995).


(48)

3.6.5 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang telah diperoleh dari penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 ml asam klorida 2 N selama 5 menit. Bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring, dipijarkan hingga bobot tetap kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1995).

3.6.6 Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 g sampel dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1000 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan dalam oven pada suhu 105 ºC sampai diperoleh bobot konstan. Kadar sari yang larut didalam air dihitung terhadap bahan yang larut didalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1995).

3.6.7 Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Sebanyak 5 g sampel yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan dalam oven pada suhu 105 ºC sampai diperoleh bobot konstan. Kadar sari yang larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1995).


(49)

3.7 Pemeriksaan Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia dan Ekstrak

Skrining fitokimia meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloida, glikosida, flavonoida, steroid/triterpenoid, saponin, tanin, dan antrakinon.

3.7.1 Pemeriksaan alkaloida

Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan lalu disaring, filtrat dipakai untuk uji alkaloida. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalam masing-masing tabung reaksi dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada tabung I : ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, akan terbentuk

endapan menggumpal berwarna putih atau kuning.

Pada tabung II : ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff, akan terbentuk endapan berwarna coklat atau jingga kecoklatan.

Pada tabung III : ditambahkan 2 tetes pereaksi Bourchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai kehitaman.

Alkaloid disebut positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua atau tiga dari percobaan di atas (Ditjen POM, 1995).

3.7.2 Pemeriksaan flavonoida

Sebanyak 10 g sampel ditimbang, dilarutkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).


(50)

3.7.3 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g sampel ditimbang, disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Ditjen POM, 1995).

3.7.4 Pemeriksaan glikosida

Sampel ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml campuran dari 7 bagian etanol 95% dengan 3 bagian air suling (7:3) dan 10 ml asam klorida 2N. Kemudian direfluks selama 10 menit, didinginkan, lalu disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3), perlakuan ini diulangi sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan dan ditambahkan Na2SO4 anhidrat, disaring, kemudian diuapkan pada temperatur

tidak lebih dari 50 ºC, sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut, 0,1 larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes larutan pereaksi Molish, lalu ditambahkan dengan perlahan-lahan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (glikon) atau glikosida (Ditjen POM, 1995).

3.7.5 Pemeriksaan antrakinon

Sebanyak 0,2 g sampel ditimbang, dicampur dengan 5 ml asam sulfat 2N, dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzen, dikocok dan


(51)

didiamkan. Lapisan benzen dipisahkan dan disaring, kemudian kocok dengan 2 ml NaOH 2N, didiamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan benzen menunjukkan adanya antrakinon (Ditjen POM, 1995).

3.7.6 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi1-10 cm. Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin (Ditjen POM, 1995).

3.7.7 Pemeriksaan steroida/triterpenoida

Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, disaring, lalu filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 20 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Liebermann-Burchard), timbulnya warna biru atau biru hijau menunjukkan adanya steroida, sedangkan warna merah, merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid (Harborne, 1987).

3.8 Tahapan Persiapan Percobaan 3.8.1 Pembuatan larutan tirode

Larutan buffer fisiologis yang digunakan adalah larutan tirode. Untuk membuat 1 liter larutan tirode ditimbang:

CaCl2 : 0,20 gram

MgCl2 : 0,10 gram

KCl : 0,20 gram


(52)

NaCl : 8,00 gram NaH2PO4 : 0,05 gram

NaHCO3 : 1,00 gram

D-Glukosa : 1,00 gram

Bahan (NaCl, KCl, MgCl2, NaH2PO4, CaCl2) dilarutkan terpisah dengan

akuades sampai larut. NaHCO3 dan D-Glukosa ditambahkan terakhir setelah

semua bahan tercampur.

Setelah semua bahan tercampur, larutan di aerasi dengan karbogen (O2

95%, CO2 5%) agar tidak terjadi pengendapan garam kalsium yang ditandai

dengan kekeruhan. Selanjutnya larutan diatur pada pH 7,4. Larutan tirode dapat bertahan selama 24 jam (Tyrode, 1910).

3.8.2 Pembuatan larutan asetilkolin

Dalam penelitian ini, agonis kolinergik yaitu asetilkolin klorida digunakan sebagai penginduksi. Senyawa ini dapat menyebabkan kontraksi otot polos pada ileum. Dibuat larutan induk dengan cara melarutkan asetilkolin ke dalam akuades sehingga didapat konsentrasi 2 x 10-1 M. Kemudian dibuat larutan yang lebih encer sampai kadar 2 x 10-6 M dengan faktor pengenceran 5 kali.

i. Pembuatan larutan baku asetilkolin klorida

Timbang seksama asetilkolin klorida (BM 181,60 g/mol) seberat 181,60 mg kemudian dilarutkan dalam 5,0 ml akuades. Diperoleh larutan asetilkolin klorida 2 x 10-1 M.

ii. Pembuatan seri konsentrasi asetilkolin klorida - Asetilkolin klorida 2 x 10-2 M


(53)

Dipipet 500 μl larutan baku asetilkolin 2 x 10-1 M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex selama 3 menit.

- Asetilkolin klorida 2 x 10-3 M

Dipipet 500 μl larutan baku asetilkolin 2 x 10-2 M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex selama 3 menit.

- Asetilkolin klorida 2 x 10-4 M

Dipipet 500 μl larutan baku asetilkolin 2 x 10-3 M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex selama 3 menit.

- Asetilkolin klorida 2 x 10-5 M

Dipipet 500 μl larutan baku asetilkolin 2 x 10-4 M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex selama 3 menit.

- Asetilkolin klorida 2 x 10-6 M

Dipipet 500 μl larutan baku asetilkolin 2 x 10-5 M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex selama 3 menit.

3.8.3 Pembuatan larutan ekstrak etanol daun Pugun Tanoh

Sejumlah 800 mg ekstrak etanol daun Pugun Tanoh (EEPT) dilarutkan dengan 1 ml DMSO (Dimethil sulfoxida), kemudian dicukupkan dengan larutan tirode hingga 5 ml. Diperoleh konsentrasi ekstrak 160 mg/ml (larutan stock). DMSO merupakan pelarut yang inert, non-toksik, dan dapat melarutkan hampir seluruh senyawa dan merupakan pelarut yang semipolar, namun masih dapat bercampur dengan media tirode (Velasco, et al., 2003; Bertoluzza, et al., 1979; Brown, et al., 1963). Batas penggunaan jumlah pelarut DMSO yang ditambahkan ke dalam organ bath (40ml) adalah sebesar 400 µl atau 1% v/v (Husori, 2011).


(54)

Dari larutan stock dipipet berturut-turut EEPT :

i. Dipipet 125 μl EEPT ke dalam organ bath volume 40 ml sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 0,5 mg/ml.

ii. Dipipet 125 μl EEPT ke dalam organ bath volume 40 ml sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 1 mg/ml.

iii. Dipipet 125 μl EEPT ke dalam organ bath volume 40 ml sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 1,5 mg/ml.

iv. Dipipet 125 μl EEPT ke dalam organ bath volume 40 ml sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 2 mg/ml.

v. Dipipet 125 μl EEPT ke dalam organ bath volume 40 ml sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 2,5 mg/ml.

vi. Dipipet 125 μl EEPT ke dalam organ bath volume 40 ml sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 3 mg/ml.

vii. Dipipet 125 μl EEPT ke dalam organ bath volume 40 ml sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 3,5 mg/ml.

viii.Dipipet 125 μl EEPT ke dalam organ bath volume 40 ml sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 4 mg/ml.

3.8.4 Pembuatan larutan atropin sulfat

Dalam penelitian ini atropin sulfat digunakan sebagai antagonis kolinergik. Senyawa ini dapat menghambat kontraksi otot polos pada ileum. Dibuat larutan induk dengan cara melarutkan atropin sulfat ke dalam akuades sehingga didapat konsentrasi 2 x 10-1 M. Kemudian dibuat larutan yang lebih encer sampai kadar 2 x 10-6 M dengan faktor pengenceran 5 kali.


(55)

i. Pembuatan larutan baku atropin sulfat

Timbang seksama atropin sulfat (BM 694,84 g/mol) seberat 694,84 mg kemudian dilarutkan dalam 5,0 ml akuades. Diperoleh larutan atropin sulfat 2 x10-1 M.

ii. Pembuatan seri konsentrasi atropin sulfat - Atropin sulfat 2 x 10-2 M

Dipipet 500 μl larutan baku atropin sulfat 2 x 10-1 M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex selama 3 menit.

- Atropin sulfat 2 x 10-3 M

Dipipet 500 μl larutan baku atropin sulfat 2 x 10-2 M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex selama 3 menit.

- Atropin sulfat 2 x 10-4 M

Dipipet 500 μl larutan baku atropin sulfat 2 x 10-3 M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex selama 3 menit.

- Atropin sulfat 2 x 10-5 M

Dipipet 500 μl larutan baku atropin sulfat 2 x 10-4 M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex selama 3 menit.

- Atropin sulfat 2 x 10-6 M

Dipipet 500 μl larutan baku atropin sulfat 2 x 10-5 M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 μl akuades. Vortex selama 3 menit.

3.8.5 Pembuatan larutan aspirin

Larutan stok aspirin dibuat dalam konsentrasi 2 x 10-1 M, yaitu dengan cara menimbang aspirin (BM 180,16 g/mol) secara seksama seberat 180,16 mg dan kemudian dilarutkan dalam 5 ml DMSO. Larutan aspirin 10-4 M diperoleh


(56)

dengan cara menambahkan 20 µl larutan stok aspirin 2 x 10-1 M ke dalam organ bath 40,0 ml yang telah berisi larutan tirode.

3.9 Tahapan Pengujian 3.9.1 Preparasi organ

Marmut jantan ditimbang dan kemudian marmut dikorbankan dengan cara dislokasi tulang belakang kepala (cervix). Dilakukan pembedahan pada bagian abdomen, kulit bagian abdomen dipotong dengan menggunakan gunting. Usus dibersihkan dari lapisan mesenteric yang melindunginya. Saat jaringan sudah rileks, dipotong segmen usus bagian bawah yang mendekati caecum sepanjang 2-3 cm. Dengan menggunakan jarum kedua ujung potongan usus diikat dengan benang pada arah yang berlawanan. Benang bagian bawah usus diikatkan pada batang penahan jaringan dan benang bagian atas usus dihubungkan ke transduser daya (Lampiran 28 halaman 100). Jaringan usus halus dimasukkan kedalam organ bath yang berisi larutan tirode, dengan suhu larutan dipertahankan 37 ºC sambil diaerasi dengan karbogen secara terus menerus. Jaringan yang telah terisolasi diinkubasi selama 30 menit dengan pergantian larutan tirode setiap 10 menit. Dibiarkan beberapa saat sampai kondisi ritmik yang optimal (Vogel, et al., 2002).

3.9.2 Pengujian kontraksi seri konsentrasi asetilkolin terhadap otot polos ileum

Pengujian terhadap agonis muskarinik dilakukan untuk mengukur batas maksimum yang dapat ditunjukkan terhadap kontraksi ileum marmut, guna untuk mendapatkan konsentrasi submaksimum atau Effective Concentration (EC80)

asetilkolin. Pengukuran dilakukan secara bertingkat dengan pemberian kumulatif asetilkolin sehingga diperoleh konsentrasi di dalam organ bath 10-8 sampai


(57)

3 x 10-3 M (Tabel 3.1). Ileum marmut yang telah diekuilibrasi selama 45 menit (dengan pergantian larutan tirode tiap 15 menit) diberikan larutan asetilkolin dengan konsentrasi didalam organ bath 10-8 sampai 3 x 10-3 M (otot polos ileum marmut menunjukkan respons kontraksi maksimum).

Tabel 3.1 Pemberian asetilkolin secara kumulatif pada organ bath volume 40 ml. Konse ntrasi larutan

baku Ase tilkolin (M)

Volume yang ditambahkan ke dalam

organ bath (μl)

Konse ntrasi Ase tilkolin dalam organ bath (M)

2x10-6 200 1x10-8

2x10-6 400 3x10-8

2x10-5 140 1x10-7

2x10-5 400 3x10-7

2x10-4 140 1x10-6

2x10-4 400 3x10-6

2x10-3 140 1x10-5

2x10-3 400 3x10-5

2x10-2 140 1x10-4

2x10-2 400 3x10-4

2x10-1 140 1x10-3

2x10-1 400 3x10-3

3.9.3 Pengujian efek relaksasi ekstrak etanol daun Pugun Tanoh pada kontraksi otot polos ileum melalui induksi asetilkolin

Ileum marmut dikondisikan dengan larutan tirode dalam organ bath yang terhubung pada tranduser isometrik. Ileum dikontraksi dengan pemberian 456 µl larutan asetilkolin 2 x 10-3 M sehingga akan diperoleh konsentrasi submaksimum asetilkolin 2,28 x 10-5 M dalam organ bath. Setelah diperoleh kondisi kontraksi maksimum yang stabil kemudian dilakukan pemberian konsentrasi bertingkat ekstrak etanol daun Pugun Tanoh (Tabel 3.2).


(58)

Tabel 3.2 Pemberian konsentrasi ekstrak etanol daun Pugun Tanoh secara kumulatif pada organ bath volume 40 ml.

Konse ntrasi larutan baku EEPT (mg/ml)

Volume yang ditambahkan ke dalam

organ bath (μl)

Konse ntrasi EEPT dalam organ bath

(mg/ml)

160 125 0,5

160 125 1

160 125 1,5

160 125 2

160 125 2,5

160 125 3

160 125 3,5

160 125 4

3.9.4 Pengujian efek relaksasi atropin sulfat pada kontraksi otot polos ileum melalui induksi asetilkolin

Ileum marmut dikondisikan dengan larutan tirode dalam organ bath yang terhubung pada tranduser isometrik. Ileum dikontraksi dengan pemberian 456 µl larutan asetilkolin 2 x 10-3 M sehingga akan diperoleh konsentrasi submaksimum asetilkolin 2,28 x 10-5 M dalam organ bath. Setelah diperoleh kondisi kontraksi maksimum yang stabil kemudian dilakukan pemberian konsentrasi bertingkat atropin sulfat (Tabel 3.3)

Tabel 3.3 Pemberian konsentrasi atropin sulfat secara kumulatif pada organ bath

volume 40 ml. Konse ntrasi larutan

baku Atropin sulfat (M)

Volume yang ditambahkan ke dalam

organ bath (μL)

Konse ntrasi Atropin sulfat dalam organ bath

(M)

2x10-6 200 1x10-8

2x10-6 400 3x10-8

2x10-5 140 1x10-7

2x10-5 400 3x10-7

2x10-4 140 1x10-6

2x10-4 400 3x10-6

2x10-3 140 1x10-5

2x10-3 400 3x10-5


(59)

3.9.5 Pengujian mekanisme aksi terhadap efek relaksasi ekstrak etanol daun Pugun Tanoh pada otot polos ileum melalui penghambatan produksi PGE2 oleh aspirin

Ileum marmut dikondisikan dengan larutan tirode dalam organ bath yang terhubung pada tranduser isometrik. Dilakukan inkubasi selama 20 menit dengan pemberian aspirin 10-4 M yang diperoleh dengan cara menambahkan 20 µl larutan aspirin 2 x 10-1 M ke dalam organ bath. Ileum kemudian dikontraksi dengan pemberian 456 µl larutan asetilkolin 2 x 10-3 M sehingga akan diperoleh konsentrasi submaksimum asetilkolin 2,28 x 10-5 M dalam organ bath. Setelah diperoleh kondisi kontraksi maksimum yang stabil, dilakukan pemberian konsentrasi bertingkat ekstrak etanol daun Pugun Tanoh.

3.10 Data dan Analisis Data 3.10.1 Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kontraksi atau relaksasi otot polos ileum pada komputer (program komputer: LabChart® 7.0.2). Gambar dapat dilihat pada Lampiran 30 halaman 103 dan 104. Data yang diperoleh dalam persentase (%) respons terhadap respons maksimum yang dicapai. Selanjutnya, dibuat grafik hubungan antara konsentrasi terhadap %respons.

3.10.2 Analisis data

Nilai EC80 (konsentrasi agonis yang dapat menghasilkan respon sebesar

80% dari respons maksimum) agonis reseptor, dihitung berdasarkan grafik hubungan konsentrasi terhadap %respons. EC80 dihitung berdasarkan persamaan

berikut:


(60)

�����80 =�

80− �1

�2−�1

× (�2− �1)�+�1 Keterangan:

X1 : Log. konsentrasi dengan respons tepat di bawah 80%

X2 : Log. konsentrasi dengan respons tepat di atas 80%

Y1 : %respons tepat di bawah 80%

Y2 : %respons tepat di atas 80%

Selanjutnya, data disajikan dalam bentuk tabel dan nilai rata-rata ± SEM (Standar Error Mean) (Husori, 2011). Data %relaksasi dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji independent-Sample T Test. Sebelum pengujian tersebut, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas Kolmogrov-Smirnov.


(61)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor, Indonesia, menunjukkan bahwa tumbuhan yang digunakan adalah Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae

(Lour.) Merr.), suku Scrophulariaceae. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 60.

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak

Pemeriksaan karakteristik daun Pugun Tanoh secara makroskopik dilakukan untuk memperoleh identitas simplisia. Hasil pemeriksaan makroskopik daun Pugun Tanoh adalah daun berwarna hijau muda sampai hijau tua, berbentuk bulat telur, tepi daun beringgit, ukuran daun ± 2 x 4 cm, dengan tekstur permukaan daun kasar, berkerut-kerut dan berbulu (Lampiran 3 halaman 62).

Pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia secara mikroskopik dilakukan untuk memperoleh identitas simplisia. Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia secara mikroskopik pada Lampiran 4 terlihat adanya fragmen pengenal berupa trikhoma, berkas pembuluh angkut bentuk spiral, kristal kalsium oksalat berbentuk prisma dan stomata dengan dua tipe yaitu tipe diasitik dan anomositik. Gambar dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 63.

Menurut Ditjen POM (2000), standarisasi suatu simplisia dan ekstrak adalah pemenuhan terhadap persyaratan sebagai bahan obat dan menjadi


(62)

penetapan nilai untuk berbagai parameter produk. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia daun Pugun Tanoh serta ekstrak dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan hasil perhitungan pada Lampiran 8 sampai 17.

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia dan ekstrak daun Pugun Tanoh

Simplisia Ekstrak

1 Kadar air 5,96 3,99

2 Kadar abu total 8,56 1,81

3 Kadar abu tidak larut asam 1,01 0,32

4 Kadar sari larut air 16,36 59,06

5 Kadar sari larut etanol 13,65 70,44

No. Karakteristik Hasil Pemeriksaan (%)

Hasil penetapan kadar air simplisia dan ekstrak etanol daun Pugun Tanoh diperoleh 5,96% dan 3,99%, hal ini sesuai dengan standarisasi kadar air simplisia secara umum dengan syarat yaitu tidak lebih dari 10% (Ditjen POM, 1995). Penetapan kadar air dilakukan untuk memberikan batasan minimal kandungan air yang masih dapat ditolerir di dalam ekstrak karena tingginya kandungan air menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat, bakteri dan jamur cepat tumbuh dan bahan aktif yang terkandung didalamnya dapat terurai.

Karakterisasi simplisia lain seperti penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, dan penetapan kadar sari yang larut dalam air khusus untuk simplisia daun Pugun Tanoh belum ada literatur yang mencantumkannya sehingga tidak mempunyai standarisasi.

Penetapan kadar sari yang larut dalam air dan etanol dilakukan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dalam air dan dalam etanol dari suatu simplisia. Senyawa yang bersifat polar dan larut dalam air akan tersari oleh


(63)

air. Sedangkan senyawa-senyawa yang tidak larut dalam air dan larut dalam etanol akan tersari oleh etanol.

Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan mineral internal yang terdapat didalam simplisia yang diteliti serta senyawa organik yang tersisa selama pembakaran.

Abu total terbagi dua yang pertama abu fisiologis adalah abu yang berasal dari jaringan tumbuhan itu sendiri dan abu non fisiologis adalah sisa setelah pembakaran yang berasal dari bahan-bahan dari luar yang terdapat pada permukaan simplisia. Kadar abu tidak larut asam untuk menentukan jumlah silika, khususnya pasir yang ada pada simplisia dengan cara melarutkan abu total dalam asam klorida (WHO, 1998).

Penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam ditetapkan untuk melihat kandungan mineral ekstrak. Zat-zat ini dapat berasal dari senyawa oksida-oksida anorganik. Kadar abu total yang tinggi menunjukkan adanya zat anorganik logam-logam (Ca, Mg, Fe, Cd dan Pb) yang sebahagian mungkin berasal dari pengotoran. Kadar logam berat yang tinggi dapat membahayakan kesehatan, oleh sebab itu perlu dilakukan penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu melebihi nilai yang ditetapkan karena berbahaya (toksik) bagi kesehatan.

4.3 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak

Skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun Pugun Tanoh dilakukan untuk mendapatkan informasi golongan senyawa


(64)

metabolit sekunder yang terdapat di dalamnya. Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun Pugun Tanoh dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak daun Pugun Tanoh

Simplisia Ekstrak

1. Alka loida -

-2. Flavonoida + +

3. Tanin +

-4. Glikos ida + +

5. Antrakinon -

-6. Saponin + +

7. Steroida/Triterpenoida + +

No. Golongan senyawa Hasil

Keterangan: (+) positif: mengandung golongan senyawa (-) negatif: tidak mengandung golongan senyawa

Hasil skrining menunjukkan bahwa simplisia daun Pugun Tanoh mengandung senyawa golongan flavonoida, tanin, glikosida, saponin dan steroida/triterpenoida. Hasil skrining ekstrak etanol daun Pugun Tanoh mengandung senyawa flavonoida, glikosida, saponin dan steroida/triterpenoida.

4.4 Hasil Pengujian Kontraksi Seri Konsentrasi Asetilkolin Terhadap Otot Polos Ileum

Kontraksi yang dipicu oleh asetilkolin dapat diamati melalui pengamatan terhadap perubahan %respons kontraksi otot polos ileum terisolasi terhadap penambahan seri konsentrasi asetilkolin (10-8 – 3 x 10-3 M) pada organ ileum. Persentase kontraksi maksimal otot polos ileum diperoleh pada konsentrasi asetilkolin 3 x 10-3 M dan konsentrasi submaksimal pada konsentrasi asetilkolin 2,28 x 10-5 M (Lampiran 18 halaman 78). Pemberian secara bertingkat seri konsentrasi asetilkolin menghasilkan terjadinya kontraksi bertingkat otot polos ileum marmut terisolasi (Gambar 4.1 dan Lampiran 30). Pengujian kontraksi


(1)

Lampiran 27. (Lanjutan)

Tests of Normality

Perlakuan

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

AUC ACh+Ekstrak .140 6 .200* .975 6 .923

ACh+Aspirin10-4M+Ekstrak

.242 6 .200* .863 6 .198

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Group Statistics

Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

AUC ACh+Ekstrak 6 230.765950 16.0422637 6.5492267

ACh+Aspirin10-4M+Ekstrak 6 293.971183 26.1882113 10.6912925

Independent Samples Test Levene's

Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the Difference

F Sig. T Df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error

Difference Lower Upper

AUC Equal variances assumed

2.664 .134 -5.041 10 .001 -63.2052333 12.5377871 -91.1411639 -35.2693028

Equal variances not assumed


(2)

Lampiran 28. Gambar preparasi organ ileum marmut

A B

A B

C D

Keterangan:

A = pemotongan abdomen marmut B = organ ileum marmut

C & D = proses pengikatan organ ileum marmut terisolasi

ileum

batang penahan jaringan

benang pengika

ileum


(3)

Lampiran 29. Gambar alat organ bath

A


(4)

Lampiran 29. (Lanjutan)

C

D Keterangan:

A = empat set organ bath volume 50,0 ml C = transduser isometrik


(5)

Lampiran 30. Gambar pola kontraksi dan relaksasi ileum marmut terisolasi

Gambar a. Pola kontraksi otot polos organ ileum terisolasi yang dikontraksi dengan pemberian seri konsentrasi asetilkolin (10-8 – 3 x 10-3 M).

Gambar b. Pola relaksasi setelah pemberian seri konsentrasi ekstrak etanol daun Pugun Tanoh pada otot polos ileum terisolasi yang dikontraksi dengan asetilkolin 2,28 x 10-5 M.


(6)

Lampiran 30. (Lanjutan)

Gambar c. Pola relaksasi setelah pemberian seri konsentrasi atropin sulfat pada otot polos ileum terisolasi yang dikontraksi dengan asetilkolin 2,28 x 10-5 M.

Gambar d. Pola relaksasi setelah pemberian seri konsentrasi ekstrak etanol daun Pugun Tanoh yang diinkubasi dengan aspirin 10-4 M selama 20 menit sebelum dikontraksi dengan asetilkolin 2,28 x 10-5 M.


Dokumen yang terkait

Efek Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut Jantan (Cavia Porcellus) Terisolasi

6 112 90

Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh (Curanga Fel-Terrae (Lour) Merr.) Terhadap Otot Polos Trakea Marmut Terisolasi Dan Pengaruhnya Pada Fosfodiesterase

2 26 85

Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh (Curanga Fel-Terrae (Lour) Merr.) Terhadap Otot Polos Trakea Marmut Terisolasi Dan Pengaruhnya Pada Fosfodiesterase

0 1 14

Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh (Curanga Fel-Terrae (Lour) Merr.) Terhadap Otot Polos Trakea Marmut Terisolasi Dan Pengaruhnya Pada Fosfodiesterase

0 0 2

Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh (Curanga Fel-Terrae (Lour) Merr.) Terhadap Otot Polos Trakea Marmut Terisolasi Dan Pengaruhnya Pada Fosfodiesterase

0 0 6

Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh (Curanga Fel-Terrae (Lour) Merr.) Terhadap Otot Polos Trakea Marmut Terisolasi Dan Pengaruhnya Pada Fosfodiesterase

0 0 14

Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh (Curanga Fel-Terrae (Lour) Merr.) Terhadap Otot Polos Trakea Marmut Terisolasi Dan Pengaruhnya Pada Fosfodiesterase

0 0 5

Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut (Cavia porcellus) Terisolasi Secara In Vitro

0 0 45

Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut (Cavia porcellus) Terisolasi Secara In Vitro

0 0 16

Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut (Cavia porcellus) Terisolasi Secara In Vitro

1 3 16